• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Biodiesel Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Di Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Biodiesel Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Di Jawa Barat"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

(

Reutealis trisperma

(Blanco) Airy Shaw) DI JAWA BARAT

WENING SRI WULANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

2

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN

HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul STRATEGI PENGEMBANGAN BIODIESEL KEMIRI SUNAN (Reutealis trisperma

(Blanco) Airy Shaw) DI JAWA BARAT adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor,Maret2015

(3)

WENING SRI WULANDARI. Strategi Pengembangan Biodiesel Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) di Jawa Barat. Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN, CECEP KUSMANA, dan WIDIATMAKA.

Konsumsi energi semakin meningkat sementara ketersediaan energi berbahan fosil semakin terbatas. Ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadap energi fosil dapat memicu terjadinya kelangkaan energi. Indonesia memiliki berbagai sumber energi terbarukan, diantaranya yang prospektif adalah biodiesel. Biodiesel dari kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) memiliki keunggulan dibandingkan sumber nabati lainnya, diantaranya rendemen yang tinggi, dapat tumbuh di lahan kritis, dapat menambah kesuburan tanah, dapat menyimpan karbon, dan memiliki umur produksi yang panjang. Pengembangan biodiesel dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku dan lahan, kepastian usaha dan peranannya dalam pemenuhan energi alternatif. Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan strategi pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat. Secara khusus, penelitian bertujuan mengkaji ketersediaan lahan kemiri sunan dan sebarannya, kelayakan finansial pengembangan biodiesel kemiri sunan, dan peranan biodiesel kemiri sunan sebagai energi alternatif di Jawa Barat.

Ketersediaan lahan dianalisis melalui integrasi lahan yang sesuai dengan penggunaan lahan dan pola ruang Jawa Barat. Analisis kesesuaian lahan menggunakan metoda Multi Criteria Evaluation (MCE) berbasis Geographic Information System (GIS). Bobot faktor ditentukan dengan metoda Analytical Hierarchy Process (AHP). Analisis kelayakan finansial dilakukan berdasarkan kriteria yaituNet Present Value (NPV),Internal Rate of Return (IRR),Net Benefit Cost Ratio (Net BC Ratio), danPay Back Period (PBP). Peranan biodiesel kemiri sunan dihitung menggunakan formula matematis yang dinyatakan dengan persentase. Formulasi strategi pengembangan biodiesel kemiri sunan menggunakan analisis AHP danStrength Weakness Opportunity Threat(SWOT).

(4)

4

Lahan tersedia di Jawa Barat berpotensi menghasilkan biodiesel sebesar 348.161,37 Kl per tahun yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan solar Jawa Barat sebesar 16,68%. Bungkil kemiri sunan sebagai umpan pembuatan biogas menghasilkan biogas sebesar 197.818. 959 m3yang setara dengan 158.255.167 kg

atau diproses menjadi biobriket sebesar 428.871.503 kg. Pemanfaatan lahan tersedia diprioritaskan pada lahan tersedia 1 dan 2 terutama pada lahan kritis. Pemanfaatan lahan tersedia 1 dan 2 berpeluang untuk pengembangan 2058 unit usaha pengembangan tanaman dan pengolahan biodiesel. Lahan tersedia 3 disarankan sebagai target lokasi program penyelamatan dan perbaikan kualitas lingkungan.

Integrasi kekuatan dan peluang menghasilkan 13 strategi berdasarkan peran pemangku kepentingan. Implementasi strategi dilaksanakan secara sistematis sesuai tahapan implementasi. Strategi yang dilakukan pemerintah: menjamin ketersediaan bahan tanam varietas unggul dalam jumlah yang mencukupi untuk penamanan skala luas, menetapkan dukungan kebijakan untuk mendorong pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat, membangun unit percontohan penanaman kemiri, mengembangkan program penanaman kemiri sunan, mengembangkan kemitraan dengan bank sebagai penyedia dana, mengembangkan kemitraan dengan badan usaha di bidang energi sebagai pengguna biodiesel sekaligus sebagai jaminan pemasaran biodiesel, dan mengembangkan industri pengolah biodiesel kemiri sunan. Strategi yang dilakukan akademisi/lembaga litbang: mengaplikasikan hasil litbang dan pendampingan pembangunan sumber benih, meningkatkan diversifikasi metoda diseminasi dan memperluas jangkauan diseminasi IPTEK budidaya, pola tanam multikultur, dan pengolahan biodiesel kemiri sunan, mengembangkan kemitraan bisnis untuk pengembangan peralatan, dan mengembangkan eksplorasi dan pemuliaan tanaman kemiri sunan untuk mendapatkan varietas baru yang mampu meningkatkan rendemen dan kualitas minyak. Strategi yang dilakukan masyarakat: mengembangkan usaha penanaman varietas unggul kemiri sunan dengan penerapan teknologi budidaya pada skala usaha 60 Ha, dan mengembangkan usaha pengolahan biodiesel kemiri sunan melalui penerapan teknologi pengolahan yang tepat dengan kapasitas produksi 202,75 Kl per tahun.

(5)

WENING SRI WULANDARI. A Strategy for the Development of Kemiri Sunan (Reutealis trisperma(Blanco) Airy Shaw) Biodiesel in West Java. Supervised by

DUDUNG DARUSMAN, CECEP KUSMANA,andWIDIATMAKA

Energy consumption is increasing continuously while at the same time the availability of fossil energy is getting more limited. This high dependence on fossil energy may lead to energy scarcity. On the other hand, Indonesia has various renewable energy resources, out of which biodiesel is the most prospective one, especially biodiesel from kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw). Kemiri sunan possesses some superior characteristics including high rendemen, grows on critical lands, increases soil fertility, stores carbon, and has a long productive period.

Biodisel development is affected by the availability of feedstock and land, bussiness climate and its role in filling the demand for alternative energy. A development strategy is necessary to support the advancement of kemiri sunan biodiesel. The general objective of this research is to formulate the development strategy of kemiri sunan biodiesel in West Java. More specifically this researh is aimed at studying the distribution and the availability of land suitable for kemiri sunan in West Java, the financial feasibility of kemiri sunan biodiesel, and the role of kemiri sunan biodiesel as an alternative energy in West Java.

Assessment of land availability is conducted by integration of land suitability with land use and spatial plan. The method used for assessing land suitability is the Multi Criteria Evaluation (MCE) which utilizes Geographical Information System (GIS) technology. The determination of factor s weigh is conducted using Analytical Hierarchy Process (AHP). Financial feasibility is assessed on the basis of: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (BCR) and Pay Back Period (PBP). The role of biodiesel kemiri sunan calculated using a mathematical formula expressed as a percentage. The strategy of kemiri sunan development was formulated using AHP and Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) analysis.

(6)

6

sunan biodiesel is sensitive to the rising costs of materials and a decrease in the selling price.

The 141,956 hectares land available for kemiri sunan in West Java potentially produces 348, 161.37 Kilo liters per year that meets 16.68% of the needs of West Java diesel fuel. Oilcake kemiri sunan potentially processed for biogas that could produce 197, 818, 959 m3which is equivalent to 158, 255, 167 kg or processed into 428, 871, 503 kg biobriket. Available land use focused at available land-1 and available land-2 category, especially on marginal lands. Land use available land-1 category and available land-2 category potentially for the development of 2058 the business units kemiri sunan plantation and biodiesel processing. Available land-3 category suggested as a target location for land rehabilitation programme to improve quality of environment.

Integration of strength and opportunities created 13 strategies that can be classified according to the roles of stakeholders. The strategy must be implemented systematically according to the phase of implementation and comprehensively with the synergy among stakeholders, in particular at the operational level. The strategies that are the part of the Government include: to secure the availability and sufficiency of plantation material of superior varieties for the development of large scale plantations, to provide necessary policy supports, to establish a pilot unit of kemiri sunan plantation, to develop kemiri sunan plantation programme, to foster bank partnership as source of fund, to create biodiesel user/market through partnership with business entities, and to establish kemiri sunan processing industry.

Strategies that are domain of research institutes and universities cover: to implement research output and mentoring the establishment of seed sources, to diversify dissemination and to increase dissemination coverage of kemiri sunan technology, to establish business partnership for the development of equipment, and to intensify exploration tree improvement to create new varieties with higher rendemen and better biodiesel quality.

Strategies that belong to the communities include: to establish kemiri sunan plantations using superior varieties and implementing cultivation technology on a business scale of 60 hectares, and to develop processing facilities of 202.75 with a capacity of Kilo liter per year by adopting appropriate technologies.

Communities involvement and communication in the process towards the development of biodiesel kemiri sunan should be done intensively. Development of kemiri sunan plantations is recommended to be started no latter than 2017. It is recommended to apply agroforestry system for a more intensive land use. Establishment of kemiri sunan plantations and biodiesel processing are recommended to be developed in pairs as business partners. It is more favorable if they are located at the same area for it will ease the transportation of feedstocks. In terms management, the recommendation is to form group-bussiness management and to empower the existing farmer groups. An in-depth study of the environmental benefits of kemiri sunan biodiesel development is necessary to complete the information for policy makers.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)

8

STRATEGI PENGEMBANGAN BIODIESEL KEMIRI SUNAN

(

Reutealis trisperma

(Blanco) Airy Shaw) DI JAWA BARAT

WENING SRI WULANDARI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji luar komisi:

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Al l a h S W T, at as k aruni a dan i j i nN ya , di s ert a si Strategi Pengembangan Biodiesel Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) di Jawa Barat dapat penulis selesaikan penyusunannya.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penyusunan disertasi tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak berupa sumbangan pemikiran, kesempatan, maupun dukungan data dan informasi. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada: i) Komisi Pembimbing: Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA, Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS dan Dr Ir Widiatmaka, DEA, ii) Penguji luar komisi: Prof Dr Ir Armansyah H Tambunan, MAgr dan Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr, iii) Pimpinan dan staf Sekolah Pascasarjana dan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB, iv) Pimpinan dan segenap jajaran Badan Litbang Kehutanan, khususnya Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, v) Segenap narasumber yang memberikan masukan dan pendapat dalam proses analisis. Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada kedua putra putri penulis, suami, dan orang tua atas motivasi dan dukungan doa yang telah diberikan.

Penulis berharap, formulasi strategi yang telah dihasilkan disertasi ini dapat bermanfaat untuk mempercepat implementasi pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat.

Bogor,Maret2015

(12)

12

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Kerangka Pikir Penelitian 5

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 7

Kebaruan 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 8

2 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN KEMIRI SUNAN (Reutealis trisperma(Blanco) Airy Shaw) DI JAWA BARAT

Pendahuluan 9

Metode Penelitian 10

Hasil dan Pembahasan 13

Simpulan 30

3 KAJIAN FINANSIAL PENGEMBANGAN BIODIESEL KEMIRI

SUNAN (Reutealis trisperma(Blanco) Airy Shaw) DI JAWA BARAT

Pendahuluan 31

Metode Penelitian 32

Hasil dan Pembahasan 35

Simpulan 42

4 PERANAN BIODIESEL KEMIRI SUNAN (Reutealis trisperma

(Blanco) Airy Shaw) TERHADAP KEBUTUHAN SOLAR DI JAWA BARAT

Pendahuluan 43

Metode Penelitian 44

Hasil dan Pembahasan 45

Simpulan 48

5 STRATEGI PENGEMBANGAN BIODIESEL KEMIRI SUNAN

(Reutealis trisperma(Blanco) Airy Shaw) DI JAWA BARAT

Pendahuluan 49

Metode Penelitian 50

Hasil dan Pembahasan 51

Simpulan 64

6 PEMBAHASAN UMUM 65

7 SIMPULAN DAN SARAN 71

DAFTAR PUSTAKA 73

(13)

1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam analisis kesesuaian lahan 11 2 Bobot kriteria dan faktor dalam penentuan kesesuaian lahan kemiri

sunan

20

3 Kelas kesesuaian lahan kemiri sunan 21

4 Sebaran luas lahan yang sesuai untuk penanaman kemiri sunan berdasarkan kabupaten/ kota di Jawa Barat

23 5 Arahan penggunaan lahan untuk penanaman kemiri sunan di Jawa

Barat

27 6 Sebaran lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan pada kabupaten

di Jawa Barat

28 7 Komposisi lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan di Jawa Barat 29

8 Sebaran lahan kritis pada lahan tersedia 29

9 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam analisis finansial 33

10 Komponen biaya pembangunan tanaman kemiri sunan 37

11 Nilai kelayakan pembangunan tanaman kemiri sunan 38

12 Biaya pengolahan biodiesel kemiri sunan 40

13 Pendapatan pengolahan biodiesel kemiri sunan per tahun 41

14 Nilai kelayakan pengolahan biodiesel kemiri sunan 41

15 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam analisis peranan biodiesel kemiri sunan

44 16 Produksi biji kering dan biodiesel kemiri sunan dari lahan tersedia di

Jawa Barat

46

17 Produksi bungkil dan produk olahannya per tahun 46

18 Distribusi hilir solar Jawa Barat 47

19 Skenario peranan biodiesel kemiri sunan terhadap kebutuhan solar Jawa Barat

47 20 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam formulasi strategi 50 21 Bobot dan skor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam

pengembangan biodiesel kemiri sunan

54 22 Perhitungan nilai x dan y dari pembobotan dan skor pengembangan

biodiesel kemiri sunan

55 23 Formulasi strategi pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat 57 24 Strategi dan implementasi strategi pemangku kepentingan dalam

pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat

58 25 Unit usaha penanaman dan pengolahan biodiesel kemiri sunan 66 26 Usaha perbaikan lahan tersedia 3 menjadi lahan potensial untuk

(14)

14

DAFTAR GAMBAR

1 Pohon kemiri sunan 4

2 Kerangka pikir penelitian 6

3 Tahapan analisis penentuan lahan tersedia bagi penanaman kemiri sunan di Jawa Barat

13

4 Peta ketinggian tempat 14

5 Peta curah hujan tahunan 14

6 Peta jumlah bulan kering 15

7 Peta suhu udara 15

8 Peta kelembaban udara 16

9 Peta kemiringan lereng 17

10 Peta tekstur tanah 17

11 Peta pH 18

12 Peta tebal solum 18

13 Peta drainase 19

14 Peta kesesuaian lahan untuk penanaman kemiri sunan di Jawa Barat 22

15 Peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat 25

16 Peta RTRWP Jawa Barat 26

17 Peta lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan di Jawa Barat 28

18 Peta lahan kritis pada lahan tersedia 30

19 Bagan produksi tanaman dan biodiesel kemiri sunan 36

20 Tahapan pengolahan biodiesel kemiri sunan 39

(15)

1 Kuesioner penilaian kriteria dan faktor lahan 79 2 Matrikspairwise comparisonskriteria dan faktor lahan 83 3 Rincian komponen biaya pembangunan tanaman kemiri sunan

per ha

84 4 Analisis finansial pembangunan tanaman kemiri sunan 85 5 Rincian komponen biaya pengolahan biodiesel kemiri sunan 91 6 Analisis finansial pengolahan biodiesel kemiri sunan 92 7 Kuesioner pembobotan faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman pengembangan biodiesel kemiri sunan

96 8 Matrikspairwise comparisonsfaktor kekuatan, kelemahan,

peluang, dan ancaman pengembangan biodiesel kemiri sunan

102

(16)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan konsumsi energi di Indonesia terjadi sangat cepat seiring pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Masyarakat masih sangat tergantung dengan sumber energi fosil, padahal ketersediaan sumber energi fosil semakin menurun. Ketergantungan terhadap energi fosil disebabkan besarnya subsidi pada produk-produk minyak dan harga listrik (Tambunan 2012). Pengurangan energi fosil Indonesia juga disebabkan adanya kebijakan ekspor energi. Energi fosil Indonesia selain dikonsumsi untuk keperluan domestik juga terus diekspor (Kusumaningrum dan Munawar 2013). Jika energi fosil tidak dikelola dengan baik dan terjadi ketidakseimbangan ketersediaan energi dengan kebutuhan maka akan terjadi kelangkaan energi. Kelangkaan energi akan menyebabkan terganggunya kegiatan ekonomi yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat.

Penggunaan energi fosil dapat mengakibatkan dampak negatif terutama dampaknya pada lingkungan. Pengurasan dan penggunaan energi fosil merupakan penyumbang terbesar CO2, NOx, dan SOx yang merupakan pencemar udara

(Yusgiantoro 2000). Sementara itu, pembangunan industri, konsumsi energi masyarakat yang tinggi, dan pemanfaatan bahan bakar fosil untuk transportasi memberikan sumbangan terjadinya pencemaran udara. Emisi dari pembakaran bahan bakar fosil dan emisi pabrik semen, memberikan kontribusi lebih dari 75% emisi CO2 yang disebabkan oleh manusia (Sutamihardja 2010). Emisi CO2

memicu bertambahnya Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. GRK antara lain berupa CO2, CH4, N2O, CO, dan NO. Akumulasi gas rumah kaca di atmosfer dan

terjadinya eaksi dari gas-gas tersebut dapat menyebabkan berkurangnya lapisan ozon dan kenaikan temperatur bumi. Dengan pengurangan pemanfaatan energi fosil dan menggantikannya dengan energi terbarukan maka dampak negatif terhadap lingkungan dapat dikurangi.

(17)

transportasi dan industri. Biodiesel ini sangat relevan dikembangkan di Indonesia, mengingat konsumsi solar Indonesia cukup tinggi dan kebutuhan solar yang semakin meningkat. Impor solar memiliki jumlah yang paling tinggi dibandingkan jenis bahan bakar lainnya (Ardana et al. 2008). Sementara itu, kebutuhan solar Indonesia mencapai lebih dari 15 milyar liter. Kebutuhan solar Indonesia tahun 1995 adalah 15,84 milyar liter, tahun 2000 21,39 milyar liter, dan tahun 2005 sebesar 27,05 milyar liter (Soerawidjaja 2006). Kebutuhan solar Indonesia dipenuhi dengan impor solar yang meningkat dari 5 milyar liter pada tahun 1999 menjadi 8 milyar liter pada tahun 2001 dan menjadi 10,7 milyar liter pada tahun 2007 (DESDM 2006). Pemerintah telah menetapkan target mandatori biodiesel pada berbagai sektor secara bertahap sampai dengan tahun 2025 yaitu sebesar 20%.

Biodiesel memiliki beberapa keunggulan yaitu : i) dapat digunakan pada semua mesin biodiesel dengan tidak perlu melakukan modifikasi pada tangki, truk pengangkut dan pompanya, ii) dapat meningkatkan umur mesin karena dapat lebih berfungsi sebagai pelumas dibanding solar sehingga getaran dan suara mesin lebih halus, iii) lebih aman karena memiliki titik pengapian sebesar 130oC lebih tinggi dari titik pengapian solar sebesar 52oC, iv) dapat menghilangkan emisi gas hasil oksidasi sulfur karena biodiesel dapat menggantikan pelumas sulfur dalam solar, dan v) mengurangi emisi gas beracun seperti CO karena pembakaran lebih sempurna (Wahyudi 2014).

Di dunia, industri biodiesel sudah dikembangkan di beberapa negara namun masih didominasi oleh negara-negara Uni Eropa. Peningkatan kapasitas produksi di Asia Pasifik merupakan indikasi perkembangan industri biodiesel dan dapat menjadi sumber pendapatan utama ekspor dan menjadi bagian strategi dan kebijakan pemerintah untuk mendukung kelestarian lingkungan (Salim 2009). Untuk itu, industri biodiesel Indonesia perlu didorong agar dapat berkembang dengan baik. Untuk negara berkembang, bioenergi dan teknologi energi terbarukan lainnya perlu didorong karena dapat memberikan kontribusi potensial bagi keamanan energi dan memberikan manfaat lingkungan (Domac et al. 2005). Namun demikian, perlu juga diperhatikan faktor yang mempengaruhi implementasinya. Faktor kritis yang perlu diperhatikan dalam implementasi bioenergi antara lain adalah adanya kebijakan nasional dan pengaruhnya serta kebijakan lokal (Rooset al.1999).

(18)

3

memiliki keunggulan yaitu: a) kandungan minyak dengan rendemen kurang lebih 50% (Vossen dan Umali 2002, Herman dan Pranowo 2009). Sementara kandungan minyak nyamplung sebesar 42,35% (Hendra et al. 2014) dan jarak pagar sebesar 48,8% (Sudradjat dan Hendra 2009), b) rendemen biodiesel kemiri sunan dari minyak kasar mencapai 88-92%, rendemen biodiesel jarak pagar dari minyak kasar sebesar 82% (Geni 2008), c) produksi biji kering rata-rata sebesar 100 kg/ pohon bahkan ada yang bisa mencapai lebih dari 200kg/pohon. Produksi biji jarak pagar dan nyamplung berturut-turut sebesar 2,8 kg/pohon (Indrawantoet al. 2009 dalam Syakir 2010) dan 50 kg/pohon (Setiasih et al. 2009), d) berbuah pada umur 4 tahun. Jarak pagar berproduksi penuh pada umur 5 tahun, sedangkan nyamplung mulai berbuah pada umur 7 tahun.

Keunggulan lain kemiri sunan dari aspek lingkungan adalah bahwa kemiri sunan dapat mencegah erosi dan kerusakan tanah, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu jenis tanaman untuk rehabilitasi lahan kritis. Batang kemiri sunan sangat kokoh dan memiliki perakaran dalam sehingga dapat menahan air hujan. Kemiri sunan dapat menjerap karbon dengan baik karena tajuknya yang cukup lebat. Biomassa tajuk kemiri adalah 1,5-2,5 ton per pohon yang setara dengan dengan stok karbon terakumulasi dalam biomassa sebesar 0,5-1,0 ton per pohon (Herman dan Pranowo 2011). Kemiri sunan juga dapat berfungsi sebagai penyimpan karbon karena untuk tujuan pengembangan biodiesel, yang diambil dari pohon kemiri sunan adalah buahnya sehingga tanaman atau kayunya akan tetap sebagai penyimpan karbon selama umur produksi kemiri sunan yang dapat mencapai lebih dari 50 tahun.

Biodiesel kemiri sunan telah memenuhi standar SNI yang terdiri dari 18 parameter, hanya residu karbon yang belum memenuhi namun dapat diatasi dengan proses pencucian yang lebih bersih (Aunillah dan Pranowo 2012). Parameter tersebut adalah massa jenis 40oC, viskositas kinematik 40oC, angka

setana, titik nyala, titik kabut, nilai kalor, angka iodium, angka asam, air dan sedimen, korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50oC), residu karbon, abu tersulfatkan, belerang, fosfor, gliserol bebas, gliserol total, kadar ester alkil, dan uji halpen. Aplikasi penggunaan biodiesel kemiri sunan untuk mesin diesel 7 PK tanpa beban dengan tekanan gas sedang selama 3 jam membutuhkan biodiesel kemiri sunan sebanyak 1 liter. Pada mesin yang sama, digunakan minyak solar 1 liter hanya bertahan selama 2 jam. Mobilpick upmesin diesel 2500 cc tahun 1999 melaju dengan kecepatan 40-100 km/jam tanpa beban dengan konsumsi bahan bakar 1 liter biodiesel kemiri sunan mampu menempuh jarak 13,29 km. Warna asap gas buang lebih putih dibandingkan gas buang solar yang berwarna hitam (Hendra 2014).

(19)

Gambar 1 Pohon kemiri sunan

Sumber: Dokumentasi pribadi

Di Jawa Barat terdapat lahan kritis yang cukup luas. Pada tahun 2013, lahan kritis di Jawa Barat seluas 483.944 ha, dengan tingkat kekritisan kritis seluas 415.806 ha dan sangat kritis seluas 68.138 ha (KEMHUT 2014). Luas lahan kritis tersebut mencapai 13% terhadap luas Jawa Barat. Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tidak berfungsi dengan baik sesuai peruntukannya sebagai media produksi dan tata air (KEMHUT 2014). Lahan kritis dimaksud berada di beberapa DAS strategis Jawa Barat, diantaranya DAS Citarum, DAS Cimanuk, dan DAS Citanduy. Agar lahan dapat kembali berfungsi dengan baik, maka lahan perlu dipulihkan fungsinya melalui rehabilitasi. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (KEMHUT 2014). Dengan kondisi tersebut, kemiri sunan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman rehabilitasi untuk pemulihan fungsi lahan kritis di Jawa Barat yang sekaligus dapat menjadi tanaman penghasil biodiesel.

Potensi pengembangan kemiri sunan di Jawa Barat juga didukung kondisi lapangan yang menunjukkan bahwa kemiri sunan dapat ditemui di Kabupaten Majalengka, Subang, Sumedang, dan Garut, baik yang tumbuh secara alami maupun hasil kegiatan penanaman. Di Kabupaten Majalengka dan Garut terdapat

menggugurkan daun tampak bawah

(20)

5

Blok Penghasil Tinggi (BPT) tanaman kemiri sunan. Kemiri sunan dari populasi Banyuresmi di Kabupaten Garut dan kemiri sunan dari populasi Jumat di Kabupaten Majalengka telah ditetapkan sebagai varietas unggul kemiri sunan. Sejak tahun 2009, Provinsi Jawa Barat telah melakukan penanaman kemiri sunan di beberapa kabupaten. Hal tersebut menjadi salah satu indikasi bahwa kemiri sunan berpotensi untuk dikembangkan di Jawa Barat. Hal lain yang mendukung pengembangan kemiri sunan di Jawa Barat adalah bahwa konsumsi solar Jawa Barat cukup tinggi, yang dicerminkan dengan total volume distribusi solar cenderung meningkat setiap tahun. Volume distribusi solar Jawa Barat tahun 2012 adalah sebesar 2.087.702,24 Kl. Kebutuhan solar tersebut dapat disubstitusi dengan biodiesel kemiri. Informasi persentase substitusi merupakan informasi penting sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat.

Pengembangan biodiesel dengan bahan nabati seperti kemiri sunan, memerlukan ketersediaan bahan baku dan pengolah biodiesel yang memadai. Oleh karena itu, pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat harus dilakukan dengan strategi komprehensif mulai dari aspek hulu dalam penyediaan bahan baku sampai aspek hilir dalam hal pengolahan biodiesel. Hal tersebut memerlukan informasi: i) kesinambungan ketersediaan bahan baku yang dicirikan dengan data lahan tersedia dan sebarannya untuk pengembangan kemiri sunan di Jawa Barat, ii) kelayakan finansial pengembangan biodiesel kemiri sunan, serta iii) peranan biodiesel kemiri sunan sebagai sumber energi alternatif di Jawa Barat.

Kerangka Pikir Penelitian

Secara umum, konsumsi energi semakin meningkat sementara ketersediaan energi berbahan fosil semakin terbatas. Ketergantungan masyarakat terhadap energi fosil masih tinggi yang dapat memicu terjadinya kelangkaan energi. Energi terbarukan sebagai salah satu pilihan mengatasi kelangkaan energi belum dapat berkembang dengan baik. Indonesia memiliki berbagai sumber energi terbarukan, diantaranya adalah biodiesel yang dapat digunakan untuk substitusi solar dan merupakan bahan bakar yang banyak dibutuhkan masyarakat dan industri.

(21)

Gambar 2 Kerangka pikir penelitian

Perumusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan biodiesel kemiri sunan adalah kontinuitas ketersediaan bahan baku yang terkait dengan ketersediaan lahan dan luasan lahan yang sesuai untuk pengembangan skala usaha, kepastian usaha, serta peranan biodiesel kemiri sunan dalam substitusi sumber energi fosil. Pertanyaan penelitian terkait dengan permasalahan adalah:

1) Sejauh mana ketersediaan lahan yang sesuai untuk tanaman kemiri sunan di Jawa Barat?

2) Bagaimana kelayakan finansial pengembangan biodiesel kemiri sunan? 3) Seberapa besar peranan biodiesel kemiri sunan sebagai sumber energi

alternatif di Jawa Barat?

4) Bagaimana strategi pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat?

Lahan tersedia Kesinambungan ketersediaan bahan baku Usaha penyediaan bahan baku

Strategi pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat Identifikasi lahan

tersedia kemiri sunan

Kelayakan finansial pengembangan biodiesel

kemiri sunan

Peranan biodiesel kemiri sunan dalam pemenuhan

kebutuhan solar Usaha pengolahan biodiesel Kontribusi sebagai energi alternatif semakin meningkat,

sumber energi fosil semakin berkurang

Pengembangan biodiesel sebagaienergy securitydan

penyelamatan lingkungan

energi fosil terbarukan belum berkembang

Kemiri sunan

- Dapat digunakan sebagai tanaman rehabilitasi

- Dapat berpotensi menambah bahan organik tanah

- Penyimpan karbon

- Rendemen biodiesel dari MKKS mencapai 88%

- Tidak dapat dimakan

- Belum banyak dimanfaatkan

- Umur usaha panjang

Jawa Barat

- Lahan kritis cukup luas , 13% terhadap luas Jawa Barat, berada di DAS strategis

- Terdapat tanaman kemiri sunan yang tumbuh dengan baik

- Ada BPT dan varietas unggul

- Ada inisiasi program penanaman

(22)

7

Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan dan upaya menjawab pertanyaan penelitian, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1) Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan strategi pengembangan biodiesel kemiri sunan di Jawa Barat.

2) Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah menganalisis:

1. Ketersediaan lahan yang sesuai untuk penanaman kemiri sunan dan sebarannya di Jawa Barat

2. Kelayakan finansial pengembangan biodiesel kemiri sunan

3. Peranan biodiesel kemiri sunan sebagai sumber energi alternatif di Jawa Barat.

Kebaruan

Kebaruan hasil penelitian adalah menghasilkan strategi pengembangan biodiesel kemiri sunan dari hulu hilir, yang mencakup prakondisi dan dukungan kebijakan, ketersediaan lahan untuk penyiapan bahan baku, pengembangan tanaman, pengolahan biodiesel, kemitraan untuk pemasaran, serta kelembagaan pengelolaan usaha pengembangan biodiesel. Strategi diformulasikan berdasarkan peran para pemangku kepentingan dengan prioritas, tahapan, dan cara implementasinya. Strategi yang direkomendasikan adalah pengembangan biodiesel kemiri sunan skala kecil yang dilaksanakan oleh masyarakat melalui pemberdayaan kelompok tani sehingga dapat memberikan kesempatan usaha dan kesempatan kerja bagi pelaku lokal, aplikasi agroforestry, dan skema kelembagaan yang dikoordinasi oleh pengelola kelompok.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan IPTEK dan bagi pemangku kepentingan terkait.

1) Pengembangan IPTEK

Dalam rangka pengembangan IPTEK, manfaat hasil penelitian ini adalah: 1. Memberikan sintesis informasi aspek-aspek penting dalam pengembangan

biodiesel kemiri sunan.

2. Menambah sumber referensi dalam pengembangan IPTEK biodiesel kemiri sunan.

2) Pengambil kebijakan

Bagi pengambil kebijakan, hasil penelitian memberikan manfaat sebagai rekomendasi dalam kebijakan pengembangan biodiesel kemiri sunan.

3) Pelaku usaha

Bagi pelaku usaha, hasil penelitian dapat memberikan manfaat sebagai sumber informasi tentang:

(23)
(24)

9

2 ANALISIS KETERSEDIAAN LAHAN YANG SESUAI

UNTUK PENANAMAN KEMIRI SUNAN (

Reutealis trisperma

(Blanco) Airy Shaw) DI JAWA BARAT

Pendahuluan 1) Latar belakang

Ketersediaan dan kesinambungan bahan baku dalam pengembangan biodiesel merupakan faktor yang sangat penting. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku diperlukan pengembangan tanaman dalam skala luas. Variabel pokok yang diperlukan adalah ketersediaan lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman. Untuk itu diperlukan informasi luas lahan yang berpotensi diarahkan untuk penanaman kemiri sunan dengan mempertimbangkan pemanfaatan lahan dan rencana pola ruang, serta penyebaran lahan untuk membantu menentukan lokasi penanaman kemiri sunan. Perencanaan penggunaan lahan memerlukan informasi ketersediaan lahan agar dapat memberikan arahan secara jelas dalam penggunaan lahan. Ketersediaan lahan yang dicerminkan dengan luas lahan tersedia adalah lahan yang memenuhi kriteria tujuan penggunaan lahan dan telah memperhatikan faktor lain yang mempengaruhi penggunaan lahan. Faktor yang perlu diperhatikan dalam analisis ketersediaan lahan diantaranya adalah kesesuaian lahan, alokasi lahan untuk penggunaan lain, rencana pola ruang, dan fungsi strategis dari penggunaan lahan yang telah ada bagi suatu daerah. Dengan memperhatikan faktor tersebut maka lahan tersedia dapat diarahkan untuk penggunaan tertentu sesuai tujuan yang ditetapkan. Informasi ketersediaan lahan penting dalam upaya penggunaan lahan secara lestari. Penggunaan lahan secara lestari ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan saat ini dan juga untuk pemenuhan kebutuhan masa mendatang (Widiatmaka et al. 2012). Ketersediaan lahan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengembangan kemiri sunan sebagai biodiesel. Ketersediaan lahan merupakan faktor kekuatan dalam produksi bioenergi pada lahan marginal (Liuet al. 2011).

Dalam merencanakan penggunaan suatu lahan, perlu adanya pertimbangan kesesuaian lahan dengan persyaratan penggunaan. Kesesuaian lahan adalah kecocokan lahan untuk tipe penggunaan tertentu baik jenis tanaman maupun tingkat pengelolaannya, yang perlu diketahui untuk merencanakan tataguna lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Keberhasilan pemanfaatan lahan sangat dipengaruhi oleh pemenuhan persyaratan dalam penggunaan lahan. Kesalahan dalam menentukan penggunaan lahan akan mempengaruhi tata ruang secara keseluruhan dan berpotensi memberikan dampak yang merugikan bagi lingkungan maupun bagi perekonomian.

(25)

kualitas lahan masing-masing satuan peta lahan untuk mendapatkan kelas kesesuaian lahan secara fisik (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Menurut Widiatmaka et al. (2014), untuk menentukan pilihan lokasi pada umumnya digunakan metoda analisis kesesuaian lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan di Indonesia dan negara berkembang lainnya saat ini banyak menggunakan Sistem Klasifikasi Kesesuaian Lahan menurut kerangka evaluasi lahan FAO tahun 1976.

Untuk mengetahui kesesuaian lahan dalam rangka pengembangan tanaman tertentu sesuai tujuan yang ditetapkan, harus diketahui kriteria kesesuaian lahannya. Kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) sebagai salah satu bahan nabati penghasil biodiesel yang prospektif di Indonesia, memiliki persyaratan tumbuh tertentu agar dapat berproduksi dengan baik. Kemiri sunan pada umumnya dapat tumbuh dari dataran rendah hingga di daerah pegunungan yaitu 0-1200 m dpl, pada tanah latosol, podzolik dan andosol, dengan pH masam sampai netral, dapat berproduksi dengan baik pada tanah dengan solum tebal sampai agak tebal dan memiliki drainase yang baik (Supriadi et al. 2009). Produksi biji yang baik diperoleh sampai ketinggian 700 m dpl dan tumbuh pada daerah yang memiliki curah hujan 1.500-2.500mm per tahun, temperatur udara 24oC-30oC, iklim agak kering sampai basah, kelembaban 71-88%, serta jumlah bulan kering sebanyak 3-4 bulan (Hermanet al. 2013). Untuk itu penentuan lahan untuk penanaman kemiri sunan harus memperhatikan kesesuaian lahan sesuai dengan persyaratan tumbuhnya.

2) Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis ketersediaan lahan beserta luas dan sebarannya untuk penanaman kemiri sunan di Propinsi Jawa Barat.

Metode Penelitian 1) Tempat dan waktu penelitian

Daerah studi dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Barat. Pemilihan daerah studi didasarkan pada keberadaan tanaman kemiri sunan yang tumbuh secara alami maupun dari hasil kegiatan penanaman, adanya lahan kritis, serta konsumsi solar di Provinsi Jawa Barat cukup tinggi sehingga memberikan peluang untuk pengembangan biodiesel sebagai salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan solar. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, dari bulan Agustus sampai September 2014.

2) Bahan dan alat

(26)

11

3) Jenis dan sumber data

Jenis dan sumber data yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam analisis kesesuaian lahan

Jenis data Sumber data

Sekunder:

- Peta Rupa Bumi Jawa Barat skala 1:250.000 (2001) Bakosurtanal

- Peta Tanah 1:250.000 (2004) Balai Penelitian Tanah - Peta Iklim skala 1:250.000 Badan Meteorologi dan

Geofisika - Peta Rencana Pola Ruang RTRWP Jawa Barat

2009-2029 skala 1:250.000

Bappeda Jawa Barat

- Peta Landuse skala 1:50.000 (2012) Kementerian Lingkungan Hidup

- Peta Lahan Kritis Jawa Barat skala 1: 50.000 Kementerian Kehutanan (2013)

- Kriteria kesesuaian lahan Kementerian Pertanian Primer:

- Bobot kuantitatif kriteria dan faktor untuk analisis kesesuaian lahan

Pakar dan hasil analisis

4) Parameter

Parameter yang digunakan dalam analisis kesesuaian lahan mengacu pada kriteria kesesuaian lahan kemiri sunan yang ditetapkan Kementerian Pertanian (KEMTAN 2011) serta kajian literatur. Parameter dikelompokkan ke dalam: 1. Parameter iklim, mencakup ketinggian, curah hujan, jumlah bulan kering,

kelembaban udara dan suhu.

2. Parameter lahan, mencakup kemiringan lereng, tekstur tanah, pH, tebal solum, dan drainase.

5) Tahapan analisis

1. Klasifikasi karakteristik iklim dan lahan

Klasifikasi karakteristik iklim dan lahan disusun berdasarkan kriteria kesesuaian lahan. Hasil klasifikasi karakteristik iklim dan lahan digunakan untuk menyiapkan peta dari faktor-faktor yang merupakan cakupan parameter iklim dan lahan.

2. Analisis kesesuaian lahan

Metoda analisis yang digunakan dalam analisis kesesuaian lahan kemiri sunan adalah Multi Criteria Evaluation (MCE) dengan menggunakan dasar

Geographic Information System (GIS). Pendekatan analisis yang digunakan adalah penghitungan Weighted Linear Combination (WLC). Integrasi pendekatan analisis multikriteria dengan GIS dapat memberikan dukungan sistem spasial yang kuat untuk membuat peta kesesuaian lahan (Mendas dan Dellali 2012). GIS juga dapat memudahkan penanganan banyak data dalam MCE (Ismail et al. 2012)

(27)

teknologi kemiri sunan. Masing-masing bidang kepakaran diwakili oleh 1 orang pakar. Skor subfaktor ditentukan oleh penulis mengacu pada hasil kajian literatur dan kriteria kesesuaian lahan kemiri sunan. Skor kriteria dan faktor dianalisis melalui pairwaise comparisons dengan AHP untuk menentukan bobot. Perbandingan berpasangan dinilai dengan skala 1-9, untuk menggambarkan tingkat kemampuan membedakan intensitas tata hubungan antar elemen. Skala perbandingan Saaty sebagaimana uraian berikut ini (Marimin dan Maghfiroh 2011):

Nilai 1 : Faktor vertikal sama penting dengan faktor horisontal Nilai 3 : Faktor vertikal lebih penting dari faktor horisontal Nilai 5 : Faktor vertikal jelas lebih penting dari faktor horisontal Nilai 7 : Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor

horisontal

Nilai 9 : Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horisontal

Nilai 2,4,6,8 : Ragu-ragu antara dua nilai elemen yang berdekatan Kuesioner untuk penilaian kriteria dan faktor sebagaimana Lampiran 1.

Kriteria dan faktor dioverlay dengan software ArcGIS 10.0. Selang kesesuaian dihitung dengan filed calculator, dan dibagi menjadi 4 selang nilai kelas kesesuaian yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N).

3. Analisis ketersediaan lahan bagi penanaman kemiri sunan

Lahan yang sesuai untuk tanaman kemiri sunan diintegrasikan dengan peta penggunaan lahan dan peta pola ruang untuk mengetahui lahan tersedia yang dapat diarahkan untuk penanaman kemiri sunan. Selanjutnya peta lahan tersedia dioverlay dengan peta lahan kritis untuk mengetahui sebaran lahan kritis pada lahan tersedia.

(28)

13

Gambar 3 Tahapan analisis penentuan lahan tersedia bagi penanaman kemiri sunan di Jawa Barat

Hasil dan Pembahasan 1) Klasifikasi Karakteristik Iklim dan Lahan

Karakteristik iklim dan lahan diklasifikasikan sesuai kriteria yang ditetapkan untuk tiap faktor iklim dan lahan. Klasifikasi karakteristik iklim disajikan dalam 5 peta yaitu peta ketinggian tempat, peta curah hujan tahunan, peta jumlah bulan kering, peta suhu udara, dan peta kelembaban udara. Klasifikasi karakteristik iklim disajikan dalam 5 peta yaitu peta kemiringan lereng, peta tekstur tanah, peta pH, peta tebal solum, dan peta drainase.

a) Klasifikasi karakteristik iklim.

Peta karakteristik iklim ditunjukkan pada Gambar 4 8.

Tekstur tanah

pH

Ketebalan solum

Drainase Kelembaban udara

Suhu Bulan kering Curah hujan

Peta Sumberdaya Lahan

Peta Iklim

Peta Pola Ruang Peta Topografi

Peta Kesesuaian Lahan Kemiri Sunan

Overlay

Peta Lahan Tersedia Kemiri Sunan

Peta Penggunaan Lahan

Ketinggian n Kemiringan

Kriteria Lahan

Criteria

Kriteria Iklim

(29)

Gambar 4 Peta ketinggian tempat (m dpl)

(30)

15

Gambar 6 Peta jumlah bulan kering

(31)

Gambar 8 Peta kelembaban udara (%)

Provinsi Jawa Barat didominasi daerah dengan ketinggian tempat < 350 m dpl yang berada di bagian utara. Sedangkan dataran tinggi dengan ketinggian >1000 m dpl berada di bagian selatan. Jawa Barat sebagian besar bercurah hujan 1500-4000 mm/tahun. Sebagian daerah di Bogor, Purwakarta, dan Ciamis memiliki curah hujan > 4000 mm/tahun. Curah hujan rata-rata tahunan di Provinsi Jawa Barat dalam periode tahun 1998-2010 mencapai 2000 mm/tahun. Jumlah bulan kering di Jawa Barat yang sebagian besar < 3. Beberapa daerah Jawa Barat bagian utara seperti Bekasi, Indramayu, dan Cirebon memiliki jumlah bulan kering >3. Suhu udara di Propinsi Jawa Barat umumnya 24-30o C. Beberapa

daerah di Jawa Barat bagian utara yaitu Garut, Cianjur, Kota Bandung, dan Kota Cimahi memiliki suhu udara < 24oC. Daerah di seluruh Jawa Barat memiliki kelembaban udara sebesar 71-88%.

b) Klasifikasi karakteristik lahan

(32)

17

Gambar 9 Peta kemiringan lereng (%)

(33)

Gambar 11 Peta pH

(34)

19

Gambar 13 Peta Drainase

Provinsi Jawa Barat bagian utara memiliki kelerengan < 2%, namun secara umum memiliki kelerengan 8-25%. Tekstur tanah di Jawa Barat sebagian besar bertekstur lempung, dan di Jawa Barat bagian utara pada umumnya bertekstur liat dan liat berpasir. Tanah di Jawa Barat didominasi tanah dengan kemasaman masam, agak asam sampai netral. Sebagian kecil daerah memiliki pH tanah>7 atau basa, yaitu sebagian daerah Tasikmalaya, Sukabumi dan Ciamis. Tebal solum pada umumnya >1 m, hanya sebagian daerah di Subang, Tasikmalaya dan Cirebon memiliki tebal solum <1 m. Sedangkan untuk drainase, pada umumnya berdrainase sedang dan sangat baik.

2) Kesesuaian Lahan Tanaman Kemiri Sunan di Propinsi Jawa Barat. Analisis AHP menghasilkan bobot faktor dari kriteria dan sub kriteria sebagai dasar untuk melakukan overlay tiap peta sesuai karakteristik lahan dan karakteristik iklim. Pembobotan kriteria memberikan nilai Concistency Ratio (CR) 0,00 dan pembobotan faktor memberikan nilai CR 0,02. Penilaian dengan konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan, yang ditunjukkan dengan nilai CR maksimal sebesar 10%, atau CR lebih kecil atau sama dengan 0,1.

(35)

Iklim 0,691 Ketinggian (m dpl) 0,541 <350 0,279

350 - 700 0,649

>700 -1000 0,072

Curah Hujan (mm/tahun)

0,170 1000 - <1500 0.279

1500-2500 0,649

>2500-4000 0,072

Jumlah bulan kering

0,158 2-3 0,279

4-5 0,649

6-7 0,072

Suhu udara (oC) 0,090 <24 0,102

24-30 0,726

>30 0,172

Kelembaban udara (%)

0,041 <71% 0,172

71-88% 0,726

>88% 0,102

Lahan 0,309 Kemiringan lereng (%)

0,082 <8 0,649

8-25 0,279

>25 0,072

Tekstur 0,130 Pasir berlempung,

lempung berdebu

0,279 Lempung, lempung

berpasir

0,649 Liat berpasir, Liat

berdebu, Liat

0,072

pH 0,153 Masam 0,102

Agak masam-netral 0,726

Basa 0,172

Tebal solum (m) 0,486 >1 0,875

<1 0,125

Drainase 0,149 Baik 0,271

Sangat Baik 0,644

Sedang 0,085

Berdasarkan hasil pembobotan diatas, diketahui bahwa kesesuaian lahan kemiri sunan lebih dipengaruhi oleh kondisi iklim dari pada lahan. Kondisi iklim lebih bersifat alami yang tidak bisa dimanipulasi dengan campur tangan manusia. Pada faktor iklim, ketinggian memiliki bobot yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan karakteristik tanaman kemiri sunan yang membutuhkan intensitas sinar matahari untuk pembentukan lemak pada biji. Curah hujan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan kemiri sunan. Kemiri sunan tumbuh dengan baik pada curah hujan 1500-2500 mm. Faktor iklim lainnya yang berpengaruh berturut-turut berdasarkan bobot adalah jumlah bulan kering, suhu udara, dan kelembaban udara.

(36)

21

2009). Ketebalan solum atau kedalaman efektif tanah akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perakaran tanaman. Kedalaman tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam hal volume media untuk pemenuhan kebutuhan air, unsur hara dan perakaran tanaman (Winarso 2005). Kedalaman tanah merupakan hal yang paling penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat hidrologi tanah dan perilaku untuk menahan erosi (Akinci et al. 2013). Selain ketebalan solum, faktor yang berpengaruh adalah pH tanah. Menurut Winarso (2005), pH adalah kemasaman atau kebasaan relatif bahan. Kemasaman tanah atau pH dalam tanah merupakan hal penting yang menentukan aktivitas dan dominasi mikroorganisme. Faktor lahan lainnya yang berpengaruh berturut-turut berdasarkan bobot adalah drainase, tekstur tanah, dan kemiringan lereng. Ismail et al. (2012) menggunakan faktor drainase tanah untuk melihat kesesuaian lahan pada berbagai type penggunaan lahan di Western Dessert, Egypt. Hasil penelitiannya antara lain menunjukkan bahwa drainase dan ketebalan solum merupakan faktor pembatas yang paling berpengaruh terhadap irigasi permukaan. Tekstur tanah sangat berperan dalam proses degradasi tanah dan transportasi air serta pengendalian produktivitas dan kualitas tanah (Curcioet al. 2013).

Berdasarkan hasil overlay dan perhitungan field calculator, diperoleh selang kesesuaian lahan yang terdiri dari 4 kelas kesesuaian lahan yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N). Kelas kesesuaian lahan tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kelas kesesuaian lahan kemiri sunan

Kelas Kesesuaian Selang Nilai

Sangat sesuai (S1) Cukup sesuai (S2) Sesuai marginal (S3) Tidak sesuai (N)

0,542-0,693 0,390-0,541 0,239-0,389 0-0,238

(37)

Gambar 14 Peta kesesuaian lahan untuk penanaman kemiri sunan di Jawa Barat

Lahan yang sesuai untuk penanaman kemiri sunan adalah 981.067 ha yang terdiri dari 86.856 ha lahan dengan kelas kesesuaian lahan sangat sesuai, 799.947 ha lahan cukup sesuai, dan 94.264 ha lahan sesuai marginal. Sedangkan luas lahan yang tidak sesuai adalah sebesar 2.691.513 ha. Luas lahan yang sesuai untuk penanaman kemiri sunan sekitar 25,7% dari luas Provinsi Jawa Barat yaitu seluas 3.672.580 ha. Lahan yang sesuai untuk penanaman kemiri sunan tersebar pada 23 kabupaten/ kota di Jawa Barat. Diantara 23 kabupaten tersebut, terdapat Kabupaten Majalengka, Sumedang, dan Garut. Hal ini sejalan dengan Supriadi et al. (2009) yang menyampaikan bahwa tanaman kemiri sunan tumbuh dan berproduksi dengan baik di Kabupaten Majalengka, Sumedang dan Garut. Indramayu memiliki total luas lahan yang sesuai paling besar yaitu 185.513 ha. Namun jika dilihat dari total luas lahan sangat sesuai, maka Majalengka memiliki luas lahan sangat sesuai paling besar yaitu 17.333 ha.

(38)

23

Tabel 4 Sebaran luas lahan yang sesuai untuk penanaman kemiri sunan berdasarkan kabupaten/kota di Jawa Barat.

Kabupaten/ Kota Luas lahan (ha) Total luas lahan

(ha)

S1 S2 S3

Bandung 13.912 14.090 15.482 43.484

Bandung Barat 2.779 2.571 8.267 13.617

Bekasi 4.009 95.104 - 99.113

Bogor 557 2.223 2.557 5.337

Cianjur 186 - 1.096 1.282

Cirebon 939 67.369 16.761 85.069

Garut 17.071 13.052 20.479 50.602

Indramayu - 183.220 2.293 185.513

Karawang 1.386 155.224 7.684 164.294

Kota Bandung 2.676 4.915 1.221 8.812

Kota Bekasi 4.083 8.950 - 13.033

Kota Bogor 672 325 - 997

Kota Cimahi - 138 9 147

Kota Cirebon 57 2.571 768 3.396

Kota Sukabumi 2.063 1 - 2.064

Kota Tasikmalaya - 341 - 341

Kuningan 3.427 38.104 733 42.264

Majalengka 17.333 71.745 8.463 97.541

Purwakarta 1.641 1.838 - 3.479

Subang 744 91.307 1.461 93.512

Sukabumi 3.679 1.281 643 5.603

Sumedang 7.239 43.593 6.132 56.964

Tasikmalaya 2.403 1.987 214 4.604

Total (ha) 86.856 799.947 94.264 981.067

3) Penggunaan Lahan di Jawa Barat

Penggunaan lahan untuk penanaman kemiri sunan perlu memperhatikan penggunaan lahan yang telah ada saat ini dan pola ruang Jawa Barat. Perencanan penggunaan lahan dengan memperhatikan penggunaan yang telah ada dan rencana pola ruang merupakan hal yang sangat penting untuk meminimalkan tumpang tindih pemanfaatan lahan dan mempertimbangkan kepentingan strategis daerah. Perencanaan penggunaan lahan memegang peran penting dalam distribusi sumber daya dan pengorganisasian penggunaan lahan (Jieet al. 2010).

(39)

Hutan di Jawa Barat memiliki fungsi strategis yang masuk dalam kawasan lindung yang berfungsi untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan, daya dukung lingkungan serta untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. b) Mangrove

Mangrove memiliki ekosistem yang khas dan tidak dapat digantikan untuk penanaman tanaman lain.

c) Perkebunan

Penggunaan lahan untuk perkebunan merupakan kawasan budidaya yang sudah berkembang dengan baik dan sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Perkebunan di Jawa Barat memiliki peranan yang cukup besar dalam pengembangan sektor pertanian, baik perkebunan besar milik negara dan swasta maupun perkebunan rakyat.

d) Permukiman

Alokasi penggunaan lahan untuk pemukiman tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan dasar tempat tinggal sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk Jawa Barat.

e) Rawa

Rawa merupakan salah satu lahan yang memiliki fungsi konservasi sebagai tempat untuk resapan air.

f) Sawah

Sawah memiliki fungsi strategis dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Pada tahun 2013 lahan sawah di Jawa Barat dapat menghasilkan padi 60,78 kuintal/ha dan ladang menghasilkan padi 41,44 kuintal/ha. (BPS, 2014). g) Tambak/ Empang

Pembuatan tambak/ empang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan. h) Tubuh Air

Merupakan faktor alam maupun buatan yang berfungsi mendukung tata air dan irigasi untuk kawasan budidaya.

Dengan demikian, berdasarkan penggunaan lahan, lahan yang masih memungkinkan diarahkan untuk pengembangan kemiri sunan adalah:

a) Kebun campuran b) Semak/belukar c) Tanah terbuka d) Tegalan/ladang

(40)

25

Gambar 15 Peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat 4) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Barat tahun 2009 - 2029, telah direncanakan penataan ruang Jawa Barat yang terdiri dari areal konservasi (14,49%), areal pemanfaatan hutan (11,25%), areal rawan bencana (20,52%), konservasi hutan lindung (10,79%), perdesaan (22,14%), perkotaan (9,38%), sawah (10,41%), dan tubuh air (1,02%). Beberapa pola ruang yang telah ditetapkan dalam RTRWP Jawa Barat 2009-2029 tidak diperhitungkan dalam penentuan lahan tersedia kemiri sunan karena memiliki fungsi tertentu terutama untuk mendukung kelestarian lingkungan, ketahanan pangan dan perkembangan ekonomi. Pola ruang yang tidak diarahkan untuk penanaman kemiri sunan yaitu: a) Areal konservasi

Areal konservasi memiliki fungsi utama untuk konservasi keragaman hayati dan ekosistemnya untuk keberlangsungan penyangga kehidupan.

b) Konservasi Hutan Lindung

Hutan lindung memiliki kondisi alami yang diperuntukkan dalam pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah.

c) Perkotaan

(41)

Sawah merupakan lahan strategis untuk mendukung sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan. Kebijakan Provinsi Jawa Barat dalam RTRWP adalah mempertahankan lahan sawah berkelanjutan.

e) Tubuh air

Merupakan faktor alam maupun buatan yang berfungsi mendukung tata air dan irigasi untuk kawasan budidaya.

Peta RTRWP Jawa Barat ditunjukkan Gambar 16.

Gambar 16 Peta RTRWP Jawa Barat

Selain memperhatikan pengunaan lahan dan pola ruang, kesesuaian lahan juga harus memperhatikan penggunaan lahan hutan yang diformulasikan ke dalam Tata Guna Hutan Kesepakatan. Dengan diterbitkannya Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, maka semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi harus disesuaikan paling lambat 2 tahun sejak undang-undang diberlakukan. RTRWP Jawa Barat telah menyesuaikan dengan penataan ruang kawasan hutan dan telah mendapatkan persetujuan substansi kehutanan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. S.276/Menhut-VIII/2010 tanggal 10 Juni 2010.

(42)

27

2, dan lahan tersedia 3. Lahan tersedia 1 adalah lahan yang memiliki kelas kesesuaian sangat sesuai. Sedangkan lahan tersedia 2 dan 3 adalah lahan yang memiliki kelas kesesuaian cukup sesuai dan sesuai marginal. Arahan penggunaan lahan untuk penanaman kemiri sunan seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Arahan penggunaan lahan untuk penanaman kemiri sunan di Jawa Barat

Kriteria

Arahan Penggunaan

Penggunaan lahan Kesesuaian lahan

Rencana penggunaan lahan

berdasarkan RTRWP Jawa Barat

2009-2029 Kebun campuran,

semak/belukar, tanah terbuka, dan tegalan/ladang

Sangat sesuai (S1) Cukup sesuai (S2) Sesuai marginal (S3) Tidak sesuai (N)

Areal pemanfaatan hutan, areal rawan bencana, perdesaan

Lahan tersedia 1 Lahan tersedia 2 Lahan tersedia 3

Hutan, mangrove, perkebunan,

Sangat sesuai (S1) Cukup sesuai (S2)

Areal konservasi, konservasi hutan

Bukan Arahan

permukiman, rawa, sawah, tambak/empang, tubuh air

Sesuai marginal (S3) Tidak sesuai (N)

lindung, perkotaan, sawah, dan tubuh air

5) Ketersediaan Lahan untuk Penanaman Kemiri Sunan di Jawa Barat

Lahan tersedia di Propinsi Jawa Barat diperoleh berdasarkan interpretasi peta hasil integrasi peta kesesuaian lahan kemiri sunan dengan peta penggunaan lahan dan peta RTRWP Provinsi Jawa Barat dengan mengacu pada arahan penggunaan lahan yang ditujukkan Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan berupa kebun campuran, semak/belukar, tanah terbuka, dan tegalan/ladang yang berada pada areal pemanfaatan hutan, areal rawan bencana dan perdesaan. Lahan sangat sesuai (S1), lahan cukup sesuai (S2) dan lahan sesuai marginal (S3) masing-masing diarahkan penggunaannya sebagai lahan tersedia 1, lahan tersedia 2, dan lahan tersedia 3.

Luas lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan adalah 141.956 ha yang terdiri atas 19.583 ha lahan tersedia 1, 103.975 ha lahan tersedia 2, dan 18.398 ha lahan tersedia 3. Jika dibandingkan dengan luas Propinsi Jawa Barat, lahan tersedia sebesar 3,87%. Sedangkan jika dibandingkan dengan luas lahan yang sesuai adalah sebesar 14,47%. Namun demikian luas lahan tersedia 141.956 ha merupakan angka yang cukup besar untuk pengembangan suatu komoditi yang berpotensi menghasilkan nilai tambah dan penciptaan kesempatan berusaha.

Luas lahan tersedia tersebar pada 17 kabupaten/ kota di Jawa Barat. Kabupaten Garut dan Majalengka memiliki luas lahan tersedia lebih dari 5.000 ha. Di lapangan, pada kabupaten tersebut terdapat tanaman kemiri sunan yang tumbuh secara alami maupun kegiatan hasil kegiatan penanaman. Selain itu di Kabupaten Majalengka dan Garut terdapat blok penghasil tinggi tanaman kemiri sunan. Kemiri sunan dari populasi Banyuresmi di Kabupaten Garut dan kemiri sunan dari populasi Jumat di Kabupaten Majalengka telah ditetapkan sebagai varietas unggul kemiri sunan.

(43)

Gambar 17 Peta lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan di Jawa Barat Sebaran luas lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan pada kabupaten/ kota di Jawa Barat ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran luas lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan per kabupaten di Jawa Barat

Kabupaten/ Kota

Luas lahan (ha) Total luas lahan (ha) Lahan

tersedia 1

Lahan tersedia 2

Lahan tersedia 3

Bandung 128 2.355 5.234 7.717

Bandung Barat 471 114 842 1.427

Bekasi - 432 - 432

Bogor 8 4 26 38

Cirebon 12 6.338 2.396 8.746

Garut 6.138 3.267 3.658 13.063

Indramayu - 17.395 - 17.395

Karawang 4 6.758 2 6.764

Kota Bandung - 12 216 228

Kota Tasikmalaya - 45 - 45

Kuningan 232 24.954 - 25.186

Majalengka 5.352 10.183 2.379 17.914

Purwakarta 252 70 - 322

Subang 299 829 10 1.138

Sukabumi 909 3 22 934

Sumedang 3.771 29.669 3.399 36.839

Tasikmalaya 2.007 1.547 214 3.768

(44)

29

Lahan tersedia sebagian besar merupakan tegalan/ ladang yaitu sebesar 66,98%, kebun campuran 30,52% dan sisanya berupa semak/belukar dan tanah tanah terbuka. Komposisi lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi lahan tersedia untuk penanaman kemiri sunan di Jawa Barat

Lahan tersedia (ha) Kebun campuran Semak/ belukar Tanah terbuka Tegalan/ ladang

Areal pemanfaatan hutan 5.254 1.013 112 39.218

Areal rawan bencana 14.992 486 76 23.352

Perdesaan 23.077 1.080 777 32.519

Jumlah (ha) 43.323 2.579 965 95.089

Perbandingan terhadap lahan tersedia (%) 30,52 18,17 0,68 50,63

6) Lahan kritis pada lahan tersedia

Kemiri sunan merupakan tanaman yang sesuai untuk rehabilitasi lahan karena memiliki perakaran yang dalam serta menggugurkan daun sebelum pembungaan yang berpotensi menambah bahan organik tanah. Berdasarkan overlay peta lahan tersedia dengan peta lahan kritis Jawa Barat dapat diketahui bahwa terdapat 87.133 ha lahan kritis atau 61,38% yang tersebar pada lahan tersedia 1, 2, dan 3. Sebaran lahan kritis pada lahan tersedia sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8 dan peta lahan kritis pada lahan tersedia ditunjukkan pada Gambar 18.

Tabel 8 Sebaran lahan kritis pada lahan tersedia

Kabupaten/ kota

Lahan kritis (ha) Jumlah

lahan kritis (ha) Jumlah lahan tidak kritis (ha) Jumlah lahan tersedia (ha) Lahan tersedia 1 Lahan tersedia 2 Lahan tersedia 3

Bandung 125 2.038 5.193 7.356 361 7.717

Bandung Barat 297 105 818 1.220 207 1.427

Bekasi 0 331 0 331 101 432

Bogor 8 1 26 35 3 38

Cirebon 12 5.486 2.032 7.530 1.216 8.746

Garut 3.918 2.861 2.912 9.691 3.372 13.063

Indramayu 0 3.679 0 3.679 13.716 17.395

Karawang 4 6.628 0 6.632 132 6.764

Kota Bandung 0 5 194 199 29 228

Kota Tasikmalaya 0 45 0 45 - 45

Kuningan 216 16.307 0 16.523 8.664 25.186

Majalengka 4.903 7.131 2.069 14.103 3.810 17.914

Purwakarta 206 67 0 273 49 322

Subang 300 366 10 676 462 1.138

Sukabumi 909 3 22 934 - 934

Sumedang 2.455 10.012 2.853 15.320 21.519 36.839

Tasikmalaya 1.133 1.257 196 2.586 1.182 3.768

(45)

Gambar 18 Peta lahan kritis pada lahan tersedia

Simpulan

(46)

31

3 KAJIAN FINANSIAL PENGEMBANGAN BIODIESEL

KEMIRI SUNAN (

Reutealis trisperma

(Blanco) Airy Shaw) DI

JAWA BARAT

Pendahuluan 1) Latar belakang

Salah satu bahan nabati penghasil biodiesel adalah kemiri sunan (Reutealis trisperma(Blanco) Airy Shaw) yang banyak ditemukan di Jawa Barat baik secara alami maupun hasil penanaman. Berdasarkan hasil analisis ketersediaan lahan, di Jawa Barat tersedia lahan yang sesuai untuk penanaman kemiri sunan seluas 141.955,56 ha. Informasi tersebut merupakan titik tolak pengembangan kemiri sunan untuk penyediaan bahan baku pengolahan biodiesel. Dalam pengembangan tanaman kemiri sunan pada lahan tersedia yang sesuai untuk penanaman kemiri sunan, diperlukan dukungan IPTEK budidaya agar penanaman dapat berhasil dengan baik. Teknologi budidaya kemiri sunan mulai dari persemaian dan pembenihan sampai dengan pemeliharaan sudah dikuasai. Persyaratan benih yang baik adalah berasal dari pohon induk, masak fisiologis, ukuran dan bentuk benih normal, tidak retak, tidak terserang hama dan penyakit atau berjamur, memiliki daya tumbuh >80% dengan kemurnian tinggi. Jika benih akan disimpan dalam waktu lama, kadar air harus berada pada kisaran 7-9% (Pranowo 2009). Budidaya tanaman agar memperhatikan manajemen penanaman yang sesuai dengan agroklimat yang dimulai dengan persemaian, pembibitan, persiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit (Luntunganet al. 2009).

(47)

Hal penting yang perlu diketahui sebelum melaksanakan pengembangan tanaman kemiri sunan maupun pengolahan biodiesel adalah informasi kelayakan usaha. Informasi kelayakan usaha dapat menarik minat masyarakat untuk berperan dalam pengembangan biodiesel kemiri sunan dan pihak penyedia dana jika akan meminjamkan modal. Kelayakan finansial pengembangan biodiesel kemiri sunan dapat memberikan informasi sejauh mana manfaat yang akan diperoleh sehingga merupakan dasar dalam mengambil. Selain itu, kelayakan finansial dapat memberikan gambaran menganai jumlah dana yang dibutuhkan, proyeksi biaya, dan pendapatan untuk memudahkan perencanaan dan pengendalian usaha. Aspek finansial merupakan salah satu unsur kritis dalam formulasi proyek, sebagai informasi mengenai kemampuan proyek untuk berkembang dan mandiri secara finansial (Khotimah et al. 2002). Kelayakan finansial pengembangan biodiesel kemiri sunan dinilai berdasarkan: 1) Net Present Value (NPV), 2) Internal Rate of Return (IRR), dan 3) Net Benefit Cost Ratio (Net BC Ratio), dan 3) Pay Back Period (PBP). Yang et al. (2012) menggunakan kriteria NPV, IRR dan PBP untuk mengevaluasi kinerja ekonomi proyek energi terbarukan tenaga angin di China pada 3 skenario, yang mampu memberikan informasi kelayakan ekonomi dan profitabilitas dari tiap skenario.

Kegiatan di bidang pertanian maupun perkebunan sensitiv terhadap perubahan harga maupun perubahan kuantitas hasil produksi. Hal tersebut perlu diprediksi sebelum kegiatan dilaksanakan. Oleh karena itu, selain kelayakan usaha, perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk mempredikasi adanya ketidakpastian perkembangan faktor-faktor yang digunakan dalam perhitungan kelayakan usaha. Manfaat saat ini akan lebih dipilih karena manfaat di masa depan tidak ada kepastian untuk dapat menikmatinya (Brent 2006). Analisis sensitivitas diperlukan agar dapat mengurangi resiko kerugian dengan mengambil langkah pencegahan.

Untuk itu, dalam mendukung pengembangan biodiesel kemiri sunan diperlukan kajian finansial pembangunan tanaman kemiri sunan dan kajian finansial pengolahan biodiesel kemiri sunan.

2) Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan:

1. Mengkaji kelayakan finansial pembangunan tanaman kemiri sunan di Jawa Barat

2. Mengkaji kelayakan finansial pengolahan biodiesel kemiri sunan Jawa Barat.

Metode Penelitian 1) Tempat dan Waktu Penelitian

Data penelitian diperoleh dari Bogor dan Sukabumi, sesuai dengan keberadaan narasumber dan ketersediaan informasi terkait pengembangan biodiesel kemiri sunan. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan (April -September 2014).

(48)

33

Data yang digunakan untuk analisis adalah primer dan data sekunder. Jenis dan sumber data sebagaimana Tabel 9.

Tabel 9 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam analisis finansial

Data Jenis data Sumber Data

1. Penanaman kemiri sunan

- HOK dan kebutuhan bahan pembuatan tanaman

Sekunder Dishutbun Majalengka

- Pemeliharaan tanaman

- Produksi biji kering kemiri sunan

Sekunder Primer

Hermanet al. (2013)

Herman 24 Juni 2014, komunikasi pribadi

2. Pengolahan biodiesel kemiri sunan

- Peralatan dan pemeliharaan Primer Pranowo 5 April 2014, komunikasi pribadi

- Kebutuhan listrik dan bahan pengolahan biodiesel

Sekunder Listyati 2009

3. Harga

- Biodiesel, distribusi Sekunder Keputusan Menteri ESDM No 2185 K/12/MEM/ 2014 Keputusan Menteri ESDM No 2187 K/12/MEM/ 2014

- Listrik Sekunder Peraturan Menteri Energi dan

Sumber Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2014 Tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Persero).

- Air Sekunder PDAM

- Bahan kimia Primer Toko sarana pertanian dan

bahan kimia, Bogor

- Bungkil Sekunder Balittri

- Gliserol kotor Primer Pranowo 5 April 2014,

komunikasi pribadi

- Upah Sekunder Kementerian Keuangan,

Pustekolah

3) Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam analisis finansial adalah sebagai berikut: 1. Asumsi yang digunakan dalam analisis pembangunan tanaman kemiri sunan

- Harga tahun 2014.

- Luas unit analisis adalah 60 Ha, sesuai dengan kebutuhan biji untuk pengolahan biodiesel

- Kemiri sunan ditanam di lahan sendiri atau lahan pemerintah

(49)

- Kemiri sunan mulai berproduksi pada umur 4 tahun rata-rata sebanyak 12,5 kg biji kering per pohon per tahun, umur 5 tahun 25 kg biji kering per pohon per tahun, umur 6 tahun 50 kg biji kering per pohon per tahun, umur 7 tahun 75 kg biji kering per pohon per tahun. Mulai umur 8 tahun dan seterusnya, rata-rata produksi biji kering per pohon per tahun adalah 100 kg

- Harga biji kering kemiri sunan Rp 750/kg, tetap selama masa analisis.

- Semua pohon berproduksi

2. Asumsi yang digunakan dalam analisis pengolahan biodiesel

- Harga tahun 2014

- Kapasitas alat sekali proses adalah 400 liter MKKS

- 1 hari dilakukan 2 kali proses

- Hari efektif adalah 24 hari per bulan dan 12 bulan per tahun

- Jumlah biji kering kemiri sunan yang digunakan untuk satu kali proses adalah 1600 kg dengan harga Rp 775/kg

- Masa analisis adalah 15 tahun sesuai masa pakai alat

- Rendemen biji kering menjadi kernel 50%, rendemen kernel menjadi MKKS 50%, dan rendemen MKKS menjadi biodiesel 88%

- Banyaknya bungkil adalah 50% dari kernel dan gliserol sebanyak 12% dari MKKS

- Bahan baku dan bahan penunjang tersedia sesuai kebutuhan

- Alat beroperasi dengan lancar

- Harga biodiesel dan bahan tetap selama masa analisis. Harga jual biodiesel sesuai harga jual yang ditetapkan pemerintah setelah dikurangi biaya distribusi yaitu Rp. 8.480,37/ l.

4) Tahapan Analisis 1. Mengidentifikasi kegiatan

Identifikasi dilakukan pada kegiatan pembuatan tanaman kemiri sunan dan pengolahan biodiesel untuk mengetahui komponen biaya yang harus dikeluarkan.

2. Mengidentifikasi biaya satuan kegiatan dan harga produk

Biaya satuan kegiatan digunakan sebagai dasar perhitungan biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan, sedangkan harga produk yang dihasilkan digunakan untuk menghitung pendapatan

3. Menghitung biaya dan pendapatan

Biaya dan pendapatan dihitung dengan mengacu pada asumsi yang digunakan dalam analisis.

4.

Gambar

Gambar 1  Pohon kemiri sunan Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 2 Kerangka pikir penelitian
Gambar 3 Tahapan analisis penentuan lahan tersedia bagi penanaman kemiri sunan di Jawa Barat
Gambar 5  Peta curah hujan tahunan (mm)
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.1.2 Land suitability class, area and spread of available land for planting kemiri sunan at West Java Province Based on overlay (weighted sum) and calculation by field

Hasil isolasi cendawan dan bakteri pada seduhan ceremai dan kemiri sunan secara keseluruhan menunjukkan bahwa perlakuan dengan aerasi memiliki tingkat kelimpahan dan

Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut pengaruh waktu, dosis katalis, suhu dan jumlah co-solvent terhadap bahan baku minyak kemiri sunan melalui proses

Hasil ekstraksi DNA kemiri sunan dengan menggunakan kombinasi penambahan antioksidan polivinilpolipirolidon (PVPP) dan mercapto-ethanol, namun tanpa penggunaan nitrogen cair,

Biodiesel dan gliserol yang diperoleh dari hasil pengolahan 40 liter MMKS dengan kedua metode tersebut disajikan pada Tabel 5. Hasil analisis mutu biodiesel dari kemiri sunan

Pada konsentrasi 8% minyak kemiri sunan sudah dapat mengendalikan hama penggerek buah kopi (PBKo) dengan persentase mortalitas 93%, persentase intensitas serangan

Tanah yang digunakan sebagai media tanam sebaiknya diayak terlebih dahulu memakai ayakan dengan ukuran lubang 1,0 cm x 1,0 cm untuk mencegah masuknya gumpalan-gumpalan

Tanah yang digunakan sebagai media tanam sebaiknya diayak terlebih dahulu memakai ayakan dengan ukuran lubang 1,0 cm x 1,0 cm untuk mencegah masuknya