• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI

MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT

SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG

SITI NURJANAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

SITI NURJANAH.

Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam

Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang. Dibimbing oleh

SUMINAR S. ACHMADI

dan

RIENOVIAR

.

Penggunaan membran dalam teknik pemisahan dalam berbagai industri semakin

luas dan berkembang. Hal ini karena pemisahan dengan menggunakan membran tidak

akan mengubah struktur maupun susunan dari zat yang akan dipisahkan, dapat

dioperasikan pada suhu ruang, prosesnya dapat dilakukan secara kontinu, dan tidak

beracun karena tidak ada tambahan zat kimia lain selama pemisahan. Pektin sebagai

bahan alami yang sangat melimpah di alam diharapkan dapat diaplikasikan dalam bidang

membran.

Pektin memiliki kelarutan yang sangat baik dalam air. Agar dapat diaplikasikan

dalam bidang membran, maka diperlukan modifikasi pada gugus fungsinya. Penelitian ini

dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyabunan dan pembentukan taut silang pada pektin

dengan reaksi esterifikasi menggunakan asam adipat dan asam oksalat sebagai agen

penaut silang. Reaksi penyabunan bertujuan meningkatkan jumlah gugus karboksil agar

tempat untuk pertukaran ion lebih banyak.

(3)

ABSTRACT

SITI NURJANAH.

Modification of pectins for membran application using dicarboxylic

acids as crosslink agent. Supervised by

SUMINAR S. ACHMADI

and

RIENOVIAR

.

Membrane has been widely applied in industrial separation technique. It is

because the separation using membrane do not change structure and composition of the

material being separated, it could be operated at room temperature, and the process can be

done continuously, non-toxic because no chemical is added along the separation process.

Pectins as natural material that are largely available is expected to be suitable for

membrane making.

Pectins have good solubility in water. Pectins need to be modified to be apllicable

as membrane. This research was done in two steps, i.e. saponification and cross-link of

pectins by esterification using adipic acid and oxalic acid as cross-link agent. The aim of

saponification reaction is to increase the number of carboxyl groups that enlarge the ion

exchange area.

(4)

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI

MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT

SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG

SITI NURJANAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul

: Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam Dikarboksilat

sebagai Agen Penaut Silang

Nama

: Siti Nurjanah

NIM

: G44203010

Menyetujui,

Diketahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Hasim, DEA

NIP 131 578 806

Tanggal lulus :

Pembimbing I,

Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi

NIP 130 516 496

Pembimbing II,

(6)

PRAKATA

Alhamdulillahirrabil’aalamiin, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas

segala rahmat, kasih sayang, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai Juni

2007 sampai Desember 2008 di Laboratorium Kimia Organik FMIPA IPB dan

Laboratorium Balai Besar Industri Agro dengan judul

Modifikasi Pektin untuk Aplikasi

Membran dengan Asam Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Suminar Achmadi dan Ibu

Rienoviar selaku pembimbing atas segala bimbingan, dorongan semangat, dan ilmu yang

diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima

kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta (mamah dan bapa), adik-adik

(Wawan dan Teguh), suami (Ace), dan sahabat-sahabat terbaik (B14, Deby, Elin, dan

Rita) yang selalu memberikan doa, dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan

kasih sayang kepada penulis.

Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni,

Om

Eman, dan

Mas

Heri atas segala sarana dan kemudahan yang telah diberikan.

Penghargaan yang tak terhingga tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Farid, Bapak

Sjahriza,

Kak

Budi dan

Mbak

Tuti atas segala bantuannya, serta kepada teman-teman

kimia 40 atas persahabatan yang terjalin selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 23 Februari 1985 dari ayah Oting

D. Rochmani dan ibu Yati Suhaeminah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga

bersaudara.

Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMU diselesaikan di

Sumedang. Pada tahun 2003 penulis lulus sari SMUN 1 Sumedang dan pada tahun yang

sama lulus dari seleksi masuk IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih Program Studi

Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bidang

yang diminati penulis adalah Kimia Organik.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...

x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Pektin ... 1

Polimer ... 3

Spektrofotometer Inframerah (FTIR)... 3

Analisis Termal (DSC) ... 3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 4

Metode Penelitian ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Bahan Baku ... 4

Pektin Tersabunkan ... 5

Pektin Ester ... 6

Kelarutan ... 6

Analisis FTIR ... 7

Analisis DSC ... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Ciri bahan baku ...

4

2. Perbandingan sifat fisik pektin dengan pektin tersabunkan ...

5

3. Kelarutan pektin dan pektin adipat...

7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Struktur pektin ... 1

2.

Contoh termogram hasil analisis DSC ... 4

3.

Reaksi saponifikasi pektin... 5

4.

Pektin tersabunkan ... 5

5.

Reaksi taut silang pektin dengan asam adipat sebagai agen penaut silang ... 6

6.

Pektin oksalat... 6

7.

Pektin adipat... 6

8.

Spektrum FTIR pektin murni ... 7

9.

Spektrum FTIR pektin oksalat ... 7

10.

Spektrum FTIR pektin adipat... 8

11.

Kurva DSC pektin murni ... 8

12.

Kurva DSC pektin adipat ... 9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Diagram alir sintesis pektin tersabunkan ... 13

(10)

PENDAHULUAN

Seiring dengan kemajuan teknologi, penggunaan membran dalam pemisahan di berbagai industri semakin luas dan berkembang. Hal ini karena pemisahan dengan menggunakan membran tidak akan mengubah struktur maupun susunan zat yang akan dipisahkan, dapat dioperasikan pada suhu ruang, prosesnya dapat dilakukan secara berkesinambungan, dan tidak beracun karena tidak ada tambahan zat kimia lain selama pemisahan. Oleh karena itu, teknologi pemisahan dengan membran dapat juga digunakan dalam industri pangan selain pada industri kimia, bioindustri, dan industri pengolahan air dan limbah.

Menurut Wenten (1999), membran organik dapat dibuat dari polimer yang memiliki massa molekul yang besar. Polimer yang biasa digunakan sebagai bahan baku membran adalah selulosa asetat, turunan selulosa, poliakrilonitril, poliamida, polisulfon, poliestersulfon, dan poliolefin.

Pektin merupakan polisakarida yang banyak terdapat di alam. Senyawa ini dapat diisolasi dari berbagai macam kulit buah-buahan diantaranya kulit jeruk lemon (Fitriani 2003), kulit kakao (Lestari 2004), dan Kulit labu kuning (Andriyani 2005). Pemanfaatan pektin pada umumnya adalah sebagai pengemulsi dan pembentuk jeli. Akhir-akhir ini pektin telah banyak digunakan dalam bidang penyalutan obat (Fernandezhervas & Fell 1998; Sriamornsak 1998; Ahrabiet al. 2000) dan penjerap logam berat (Li et al. 2007). Namun, sampai saat ini belum dilakukan penelitian mengenai sintesis membran dari pektin karena sifat kelarutannya dalam air. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai modifikasi pektin untuk menghasilkan senyawa yang dapat dijadikan bahan baku membran.

Farobie (2006) telah mensintesis pektin asetat melalui reaksi asetilasi. Namun senyawa ini sulit untuk disintesis. Pada penelitian ini dilakukan reaksi taut silang pada pektin untuk menghilangkan sifat kelarutan pektin dalam air. Taut silang pada suatu polimer menyebabkan perubahan sifat polimer. Suatu polimer yang mengalami taut silang memiliki ketahanan terhadap suhu maupun kelarutan yang berbeda dengan polimer asal yang tidak mengalami taut silang (Becket al. 1992). Taut silang pada pati telah banyak dilakukan dengan mereaksikan pati dengan campuran asam adipat dan suatu anhidrida (Wurzburg 1978). Berdasarkan

pustaka ini, taut silang pada pektin dicoba menggunakan asam dikarboksilat (asam oksalat dan asam adipat) sebagai agen penaut silang.

TINJAUAN PUSTAKA

Pektin

Pengertian dan Struktur Pektin

Pektin pertama kali ditemukan oleh Vakuelin pada tahun 1790 dan istilah pektin pertama kali dipakai oleh Broconot tahun 1825 untuk komponen pembentuk gel yang diperoleh dari buah-buahan (Nussinovitch 1997). Istilah pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat. Kelompok senyawa pektin secara umum disebut substansi pektat yang terdiri atas protopektin, asam pektinat, dan asam pektat. Protopektin adalah zat pektat yang tidak larut dalam air (Winarno 1995) dan dapat terhidrolisis oleh asam, alkali, dan air panas sehingga dapat larut (Kertesz 1951). Asam pektinat adalah istilah yang digunakan bagi asam poligalakturonat yang mengandung gugus metil ester dalam jumlah yang cukup banyak. Asam pektinat dalam keadaan yang sesuai mampu membentuk gel dengan ion-ion logam. Asam pektat adalah zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester.

Pektin menurut O’Neill et al. (2000) merupakan senyawa polisakarida kompleks yang mengandung residu α-D-galakturonat dengan ikatan α-1,4 (Gambar 1).

Pektin adalah polisakarida yang menyusun sepertiga bagian dinding sel tanaman (dikotil dan beberapa monokotil). Pektin meningkatkan ikatan antara sel dan menguatkan dinding sel. Pektin adalah polimer yang sebagian besar terdiri atas α -(1,4)-D-asam galakturonat yang mengandung gugus metil ester pada konfigurasi atom C-2 (Hoejgaard 2004). Komponen lain ialah beberapa gula netral seperti ramnosa, arabinosa, dan galaktosa. Ramnosa terdapat bersama asam galakturonat pada rantai utama

(11)

2

pektin, sedangkan arabinosa dan galaktosa ditemukan pada rantai samping.

Berdasarkan kandungan metoksilnya pektin dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu (a) pektin berkadar metoksil tinggi, yang mengandung gugus metoksil sekitar 7-12% dan dapat membentuk gel dengan gula dan asam, (b) pektin berkadar metoksil rendah, yang mengandung gugus metoksil kurang dari 7%, tidak dapat membentuk gel dengan kadar gula yang rendah, bahkan tanpa gula dengan syarat ada kation polivalen.

Sifat Fisik dan Kimia Pektin

Dalam kodeks makanan Indonesia disebutkan bahwa pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih kekuningan, tidak berbau, dan memiliki rasa lendir. Glicksman (1969) menyebutkan bahwa pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya. Pektin dengan kadar metoksil tinggi larut dalam air dingin dan dapat membentuk gel dengan gula dan asam. Pektin ini dapat membentuk gel dengan adanya ion-ion kalsium (Caplin 2004). Sedangkan pektin bermetoksil rendah larut dalam alkali dan asam oksalat tetapi tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula. Menurut Towle dan Christensen (1973) kelarutan pektin ditentukan oleh jumlah gugus metoksil, distribusinya, dan bobot molekulnya. Secara umum, kelarutan akan meningkat dengan menurunnya bobot molekul dan meningkatnya gugus metil ester. Namun pH, suhu, jenis pektin, garam, dan adanya zat organik seperti gula juga mempengaruhi kelarutan pektin.

Sifat-sifat fisis seperti kelarutan, viskositas, dan kemampuan membentuk gel bergantung pada ciri kimia pektin seperti derajat esterifikasi, bobot molekul, ditambah dengan senyawa kimia yang merupakan bagian dari molekul pektin (Nelson et al. 1977). Rouse (1977) dan Nussinovitch (1997) menyatakan bahwa viskositas larutan pektin mempunyai kisaran cukup lebar bergantung pada konsentrasi pektin, pH, garam, ukuran rantai asam poligalakturonat, derajat esterifikasi, dan bobot molekul. Bila suhu meningkat, viskositas larutan pektin menjadi berkurang.

Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif karena adanya gugus karboksil bebas. Larutan pektin 1% yang tidak ternetralkan akan memberikan pH 2,7-3,0. Larutan pektin stabil pada pH 2,0-4,0. Pada

pH lebih dari 4,0 atau kurang dari 2,0, viskositas dan kekuatan gelnya akan berkurang karena terjadi depolimerisasi. Pektin dapat mengalami reaksi penyabunan dan degradasi melalui reaksi β-eliminasi pada kondisi basa (Nelsonet al. 1977).

Degradasi dan dekomposisi pektin juga dapat disebabkan oleh oksidator, misalnya asam periodat, klorin dioksida, bromin, permanganat, asam peroksida, dikromat, dan asam askorbat. Laju degradasi bergantung pada suhu, pH, dan konsentrasi oksidator. Larutan pektin lebih cepat terdegradasi dibandingkan dengan tepung pektin (Rouse 1977).

Gugus fungsi pada polimer pektin dapat diubah menjadi gugus fungsi yang lain. Gugus metil ester dapat berubah menjadi gugus amida asam dengan cara mengolah pektin dengan NH3 di bawah kondisi basa dalam suspensi alkohol. Sekitar 20% gugus metil ester dapat diganti menjadi gugus amida asam. Gugus karboksil pektin dapat diesterifikasi dengan mudah menggunakan metanol, glikol, dan gliserol. Taut silang antarpektin dapat dibentuk dengan mereaksikan pektin dan epiklorohidrin. Pektat ini memiliki sifat pertukaran ion dengan selektivitas terhadap Ca2+ dan ion logam berat.

Kegunaan Pektin

Pektin cukup luas dan banyak penggunaannya baik dalam bidang industri pangan maupun nonpangan. Pektin digunakan sebagai pembentuk jeli, selai, pengental, dan dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai obat diare (National Research Depelopment Corporation 2004). Dalam industri karet pektin berguna sebagai bahan pengental lateks. Pektin dapat memperbaiki warna, konsistensi, kekentalan, dan stabilitas produk yang dihasilkan (Towle & Christensen 1973).

(12)

3

Polimer

Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang terdapat dalam rantai yang disebut derajat polimerisasi (DP). Semua polimer yang dapat dimanfaatkan untuk plastik, karet, atau serat mempunyai bobot molekul antara 10.000 dan 1.000.000 (Cowd 1991).

Berdasarkan sumbernya, polimer digolongkan dalam dua jenis, yaitu polimer alam dan polimer sintetik. Polimer alam ialah polimer yang terjadi secara alamiah, misalnya selulosa dan pektin, sedangkan polimer sintetik ialah polimer yang disintesis oleh manusia melalui reaksi polimerisasi dari suatu monomer.

Berdasarkan unit-unit ulang pada rantai molekul, polimer dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu polimer linear, polimer bercabang, dan polimer bertaut silang. Polimer linear tersusun dari unit-unit ulang yang berikatan satu sama lain pada ujung-ujung monomer. Polimer bercabang terdiri atas rantai utama polimer yang mengikat beberapa monomer dan membentuk cabang pada rantai utama. Polimer bertaut silang merupakan gabungan beberapa rantai utama polimer yang terikat satu sama lain. Taut silang yang terbentuk dalam jumlah besar akan membentuk jaringan tiga dimensi (Mulder 1996).

Berdasarkan sifat termalnya, polimer sintetik digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu termoplastik dan termoset. Polimer termoplastik dapat melunak dan mencair pada waktu pemanasan dan jika sudah dingin akan mengeras kembali sehingga dapat diproses berulang-ulang. Polimer yang termasuk golongan termoplastik di antaranya adalah polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), polipropilena (PP), dan polistirena. Polimer termoset ialah polimer yang mempunyai struktur rantai bercabang dan cabang ini saling mengikat membentuk ikatan silang. Polimer jenis ini apabila telah diproses menjadi produk tertentu, tidak dapat dilunakkan kembali dengan pemanasan. Polimer yang termasuk golongan termoset di antaranya adalah formaldehida, poliester, dan silikon. Perbedaan utama antara polimer termoplastik dan termoset ialah polimer termoplastik biasanya mempunyai struktur linear sedangkan polimer termoset mempunyai struktur jaringan tiga dimensi (Stevens 2001).

Spektrofotometer Inframerah

Spektrofotometer inframerah dengan transformasi fourier (FTIR) merupakan teknik pengukuran spektrum berdasarkan respons dari radiasi elektromag-netik. FTIR mengandung informasi untuk menduga dan mengidentifikasi gugus fungsi dalam suatu senyawa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menganalisis spektrum yang dihasilkan sesuai dengan puncak-puncak yang diperlihatkan gugus fungsi.

Metode spektroskopi IR memiliki dua ragam instrumen, yaitu metode dispersif dan metode transformasi (FT). Metode dispersif yang lebih tua menggunakan prisma atau kisi yang dipakai untuk mendispersikan radiasi IR, sedangkan FT menggunakan prinsip interferometri. Metode yang disebut terakhir lebih unggul dibandingkan dengan metode yang lainnya, yaitu sampel lebih sedikit, perkem-bangan spektrum yang cepat, mampu menyimpan dan memanipulasi spektrum (Stevens 2001).

FTIR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar pada penentuan struktur polimer. Hal ini karena struktur polimer bisa disusur, disimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik. Teknik ini memudahkan penelitian mengenai reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau pembentukan taut silang (Stevens 2001).

Analisis Termal

Prinsip kerja analisis termal yaitu dengan DSC didasarkan pada perbedaan suhu antara sampel dan suatu pembanding yang diukur ketika sampel dan pembanding dipanaskan dengan pemanasan yang beragam. Perbedaan suhu antara sampel dan zat pembanding yang lembam (inert) akan teramati apabila terjadi perubahan dalam sampel yang melibatkan panas seperti reaksi kimia, perubahan fase atau perubahan

struktur. Jika ΔH (-) maka suhu sampel akan lebih rendah daripada suhu pembanding,

sedangkan jika ΔH (+) maka suhu sampel

akan lebih besar daripada suhu zat pembanding.

(13)

4

polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi (Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer berwujud cairan, dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai rusak. Gambar 3 memperlihatkan contoh termogram hasil analisis DSC.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pektin p.a., asam adipat p.a. yang diperoleh dari PT Kanto Chemical, asam oksalat p.a. yang diperoleh dari PT kanto Chemical, alkohol, dan H2SO4.

Alat-alat yang digunakan adalah lempeng pemanas, penguap putar, oven, spektrofotometer FTIR Bruker jenis Tensor 37, dan DSC Perkin Elmer model 7. Analisis FTIR dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB dan analisis termal dilakukan di Batan Puspitek, Serpong.

Metode

Penyabunan Pektin

Pektin sebanyak 10 g dilarutkan dalam NaOH 0,01 M sampai pH mencapai 12. kemudian diaduk pada suhu 4°C selama 8 jam. Pektin tersabunkan dikeringkan pada suhu 60 °C (Lampiran 1).

Sintesis Pektin Tertaut Silang

Pektin tersabunkan sebanyak 10 g ditambahkan ke dalam alkohol sebanyak 500 ml dan diaduk selama 1 jam pada suhu 70°C. Kemudian ditambahkan asam dikarboksilat (asam adipat dan asam oksalat) sebanyak 9 gram dan H2SO4 pekat 2 ml. Campuran ini dipanaskan pada suhu yang sama selama 4 jam. Endapan disaring kemudian dicuci dengan alkohol sebanyak 4-5 kali hingga pH

netral. Endapan dikeringkan dengan oven vakum.

Endapan yang telah dikeringkan dicirikan dengan FTIR dan DSC kemudian diuji kelarutannya (lampiran 2).

Uji Kelarutan

Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam berbagai macam pelarut, yaitu air, DMSO, aseton, CH2Cl2, etanol, CHCl3, n-heksana, dan dioksan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Bahan Baku

Fungsi pencirian pektin yang akan dimodifikasi ialah untuk menentukan kelayakan bahan baku pektin. Hasil pencirian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Ciri Bahan Baku

Sumber: [Farobie 2006]

Kadar air yang diperoleh pada pektin sebesar 8,5%. Kadar air ini memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan SNI (1979), yaitu maksimum 12%. Kadar abu yang diperoleh sebesar 2,2%, juga memenuhi SNI (1979). Kadar abu akan mempengaruhi kemampuan pektin untuk membentuk gel. Nilai bobot ekuivalen pektin yang diperoleh sekitar 2560.

Kadar metoksil yang dihasilkan sebesar 6,4% berarti pektin tersebut termasuk pektin bermetoksil rendah. Kadar metoksil suatu jenis pektin memberikan peranan yang sangat penting dalam menentukan sifat-sifat pektin.

Pektin dengan kadar metoksil tinggi dapat membentuk gel dengan gula dan asam. Sementara itu, pektin dengan kadar metoksil rendah tidak dapat membentuk gel dengan kadar gula tinggi.

Kadar galakturonat dari pektin yang diperoleh sebesar 43,1%, memenuhi persyaratan SNI (1979), yaitu minimum 35%.

Pencirian Pektin p.a SNI

Kadar air (%) 8,48±0,03 Maks.12

Kadar abu

(%) 2,19±0,03 Maks.10

Bobot

ekuivalen 2,5610

3±70,27

-Kadar

metoksil (%) 6,38±0,07 Maks. 7

Kadar galakturonat (%)

43,11±0,57 Min. 35

(14)

5

Hasil pencirian bahan baku menunjukkan bahwa pektin yang digunakan telah memenuhi semua persyaratan SNI (1979).

Pektin Tersabunkan

Pektin merupakan polisakarida yang dapat bereaksi dengan basa berair menghasilkan suatu garam dan alkohol. Jika basa yang digunakan adalah NaOH berair, maka akan dihasilkan garam pektin dalam bentuk garam natrium.

Keberadaan gugus metil ester pada pektin mengurangi sifat pertukaran ionnya (Li et al.2007). Untuk memperbesar sifat pertukaran ion ini dilakukan penyabunan pektin dengan menggunakan larutan NaOH 1M. Dengan reaksi penyabunan, gugus ester akan tersabunkan. Penurunan jumlah metil ester berbanding lurus dengan penambahan jumlah gugus karboksilat.

Garam yang didapatkan dari reaksi penyabunan dapat diubah menjadi asam karboksilat dengan penambahan HCl berair. Dalam tahap reaksi selanjutnya garam pektin direaksikan dengan asam dikarboksilat dengan penambahan asam kuat sebagai katalis. Dalam reaksi ini juga diharapkan terjadi perubahan garam pektin menjadi bentuk asam karboksilat.

Reaksi hidrolisis dalam kondisi basa pada suhu yang tinggi dapat menyebabkan dekarboksilasi pektin (Linggood 1930; Norman & Martin 1930). Oleh karena itu, reaksi penyabunan pektin dilakukan pada suhu 4°C selama 24 jam untuk menghindari reaksi tersebut. Pektin yang telah tersabunkan dikeringkan dengan vakum pada suhu 50°C untuk menghilangkan pelarut.

Penyabunan ester ini menghasilkan pektin yang banyak mengandung gugus karboksilat. Adapun hasil samping reaksi adalah metanol, yaitu senyawa golongan alkohol yang paling sederhana.

Tahap reaksi diawali dengan penyerangan gugus C karbonil oleh gugus hidroksil basa menghasilkan intermediet alkoksida tetrahedral. Kemudian terjadi eliminasi ion alkoksida menghasilkan suatu

asam karboksilat. Ion ini merupakan basa yang sangat kuat sehingga dapat mengambil proton dari asam karboksilat menghasilkan ion karboksilat. Selanjutnya ion karboksilat bergabung dengan ion Na+membentuk garam. Persamaan reaksi yang terjadi pada reaksi penyabunan pektin diperlihatkan pada Gambar 4.

Pektin tersabunkan (Gambar 5) berwarna cokelat, keras, dan sulit dihaluskan. Warnanya lebih gelap dibandingkan dengan pektin sebelum penyabunan. Perubahan warna ini disebabkan oleh perubahan-perubahan oksidatif pada molekul pektin yang terjadi selama proses reaksi (Fengel dan Wegener 1995). Selain itu, pektin tersabunkan memerlukan waktu yang lebih lama untuk larut dalam air. Perbandingan sifat fisik antara pektin dan pektin tersabunkan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan sifat fisik pektin dengan pektin tersabunkan

Larutan pektin hasil reaksi penyabunan dipekatkan pada suhu 50 ºC. Suhu yang dipilih relatif rendah agar pektin tersabunkan tidak rusak. Hasil pemekatan ini kemudian dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 60ºC.

Gambar 5 Pektin tersabunkan Pektin Pektin

tersabunkan Warna Putih

kecokelatan

Cokelat Bentuk Serbuk Serpih Kelarutan

dalam air

Cepat Lambat Tekstur Halus Kasar

O

O

O

O CO O-Na+

OH

OH

COO-Na+

OH OH O O O O COOH O H OH COO CH 3 OH OH NaOH

(15)

6

Pektin Ester

Pektin merupakan polisakarida kompleks dengan struktur yang sulit untuk ditetapkan, bergantung pada cara ekstraksi (Novosel’skaya et al. 2000). Dalam satuan unit polimer sederhananya pektin memiliki gugus hidroksil yang berperan dalam kelarutannya dalam air. Aplikasi pektin dalam bidang membran diawali dengan upaya untuk menghilangkan sifat kelarutannya dalam air sehingga perlu dimodifikasi untuk menghilangkan sifat hidrofiliknya tersebut. Sifat hidrofilik pektin disebabkan oleh berbagai substituen pada rantai utama poligalakturonat di antaranya karena keberadaan gugus hidroksil.

Pektin yang telah tersabunkan direaksikan dengan asam dikarboksilat pada suhu 70°C dengan H2SO4 sebagai katalis. Asam dikarboksilat yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam oksalat dan asam adipat. Asam oksalat merupakan golongan asam dikarboksilat yang sederhana karena hanya memiliki dua atom karbon ((COOH)2). Sementara asam adipat merupakan golongan asam dikarboksilat rantai panjang dengan enam atom karbon ((CH2)4(COOH)2). Reaksi esterifikasi yang terjadi adalah reaksi antara gugus hidroksil dari pektin dengan gugus karboksilat dari asam dikarboksilat.

Reaksi esterifikasi ini tentunya akan mengurangi jumlah gugus hidroksil dalam setiap molekul pektin. Gambar 6 menunjukkan dugaan reaksi yang terjadi pada esterifikasi pektin dengan asam adipat. Pektin oksalat (Gambar 7) dan pektin adipat (Gambar 8) yang dihasilkan pada penelitian ini berbentuk butiran yang berwarna cokelat

keputihan. Kedua pektin ester ini memiliki tekstur yang keras dan larut sebagian dalam air. Reaksi yang terjadi ditandai dengan berubahnya warna alkohol dari tidak berwarna menjadi kuning.

Gambar 7 Pektin oksalat

Kelarutan

Uji kelarutan dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah pektin sudah termodifikasi dengan asam dikarboksilat. Kelarutan dari kedua jenis pektin ester tidak begitu jauh berbeda. Dengan jumlah yang sama, pektin oksalat lebih banyak larut dalam air dibandingkan dengan pektin adipat.

Berdasarkan uji kelarutan, pektin ester larut sebagian dalam air (Tabel 3). Hal ini menyiratkan bahwa pektin telah teresterifikasi sebagian dengan asam dikarboksilat membentuk suatu jaringan taut silang tiga dimensi yang tidak larut dalam air. Seperti diungkapkan oleh Beck et al (1992) dan Nicholson (1991) taut silang pada suatu polimer akan mengubah sifat kelarutan dari polimer asal.

Kelarutan sebagian dapat disebabkan karena reaksi belum sempurna sehingga ada pektin yang belum membentuk taut silang dengan asam dikarboksilat. Pektin ester yang didapatkan belum cukup murni, oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai teknik pemurniannya.

Gambar 6 Reaksi taut silang pektin dengan asam adipat sebagai agen penaut silang

(16)

7

Tabel 3 Kelarutan pektin dan pektin ester Pelarut Pektin Pektin ester

Air Larut Larut

sebagian Etanol Tidak larut T idak larut DMSO Tidak larut T idak larut Aseton Tidak larut T idak larut Kloroform Tidak larut T idak larut n-Heksana Tidak larut T idak larut CH2Cl2 Tidak larut T idak larut Dioksan Tidak larut T idak larut

Analisis FTIR

Gambar 9 menunjukkan spektrum dari pektin murni. Spektrum menunjukkan puncak serapan lebar yang khas pada bilangan gelombang 3327,22 cm- 1 menunjukkan keberadaan gugus –OH. Puncak serapan pada

bilangan gelombang 2935,85 cm- 1 menunjukkan adanya ulur C-H. Puncak serapan pada bilangan 1743,10 cm-1 menunjukkan adanya ulur C=O. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1153,76 cm-1 menunjukkan keberadaan adanya gugus alkohol sekunder (Sutaret al.2007)

Gambar 10 menunjukkan spektrum FTIR dari pektin oksalat. Adanya serapan lebar yang khas pada bilangan gelombang 3443,91 cm- 1 mangindikasikan masih adanya gugus hidroksil. Hal ini dapat disebabkan oleh molekul asam oksalat yang terlalu pendek sehingga sulit menjadi agen penaut silang. Secara umum spektrum yang ditunjukkan pada Gambar 8 dan 9 tidak berbeda. Akan tetapi, pada Gambar 9 terdapat peningkatan serapan pada bilangan gelombang sekitar 1741,98 cm-1yang mengindikasikan ciri khas gugus ester.

Gambar 11 menunjukkan spektrum

Gambar 9 Spektrum FTIR pektin murni

(17)

8

FTIR dari pektin adipat. Menurunnya intensitas serapan pada bilangan gelombang 3200-3260 cm- 1 mengindikasikan hilangnya gugus hidroksil. Serapan pada bilangan gelombang 1650,23 cm- 1 menunjukkan keberadaaan gugus C=O. Serapan yang terjadi sangat lemah menunjukkan sedikitnya ciri gugus ester. Serapan pada bilangan gelombang 1032,51 cm- 1menunjukkan vibrasi ulur C-O.

Pola spektrum di daerah sidik jari yang berbeda antara Gambar 8 dan Gambar 10 mengindikasikan terbentuknya senyawa baru. Serapan eter yang sangat dominan mungkin merupakan serapan dari gugus eter yang terdapat pada rantai polimer pektin.

Berdasarkan hasil uji kelarutan dalam air, senyawa pektin oksalat maupun pektin adipat hasil penelitian ini belum dapat diaplikasikan dalam bidang membran karena belum dapat dimurnikan. Kelarutan parsial mengindikasikan bahwa reaksi belum terjadi

dengan sempurna. Reaksi yang tidak sempurna dapat disebabkan oleh terlalu meruahnya molekul pektin.

Analisis DSC

Berdasarkan perbandingan puncak termogram hasil analisis DSC dari pektin murni (Gambar 12) dengan pektin adipat (Gambar 13) terlihat ada perbedaan yang cukup nyata. Termogram DSC pektin memperlihatkan adanya puncak pada 73°C dan 153°C. Suhu 73°C mengindikasikan adanya pengotor (air). Suhu 153°C menunjukkan kemungkinan titik leleh (Tm) dari pektin. Termogram ini juga menunjukkan bahwa pada kisaran suhu 0– 200°C pektin berada dalam fase yang heterogen. Pada kisaran 0-153°C pektin berwujud padat sedangkan pada suhu di atas 153°C pektin telah berwujud cair.

Gambar 11 Spektrum FTIR pektin adipat

(18)

9

Termogram DSC pada pektin adipat memperlihatkan kurva yang homogen. Artinya, pada kisaran suhu 0-200°C pektin adipat berwujud padat. Tidak terlihatnya Tm mengindikasikan bahwa senyawa ini kemungkinan memiliki titik leleh yang lebih tinggi dari 200°C sehingga tidak terlihat dalam termogram pada Gambar 13.Perbedaan yang cukup nyata ini membuktikan bahwa pektin telah dapat dimodifikasi dengan asam adipat menghasilkan suatu polimer lain dengan Tmyang lebih tinggi. Kenaikan nilai Tm dapat disebabkan oleh adanya taut silang dalam suatu polimer (Nicholson 1991).

Pembuatan membran dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu metode casting, alat kuat tekan, dan metode ekstrusi. Pada penelitian ini telah dicoba metode casting untuk membuat lapisan tipis pektin ester, tetapi belum berhasil karena belum ditemukan jenis pelarut yang tepat. Oleh karena itu pada penelitian selanjutnya akan dicoba pembuatan membran dengan metode yang lain.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dengan FTIR dan DSC, pektin dapat dimodifikasi dengan asam adipat tetapi tidak dengan asam oksalat. Pola spektrum FTIR menunjukkan pektin telah termodifikasi secara kimia. Analisis DSC menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara pektin dan pektin adipat. Tidak adanya titik leleh pada 153°C menunjukkan bahwa pektin telah berubah menjadi polimer lain dengan Tm lebih dari 200°C.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai teknik pemurnian pektin adipat agar dapat diketahui pelarut yang tepat. Hal ini memungkinkan aplikasi pektin adipat sebagai bahan baku membran karena sifatnya yang tidak larut dalam air.

DAFTAR PUSTAKA

Ahrabi SF et al. (2000). Development of Pectin Matrix Tablets for Colonic Delivery of Model Drug Ropivacaine. European Journal of Pharmaceutical Sciences10: 43-52. Andriyani A. 2005. Ekstraksi dan

Karakterisasi Pektin dari Kulit Labu Kuning [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Beck RHF, Fitton MG, Kricheldorf HR. 1992. Chemical Modification of Polysacharides. Hamburg: University of Hamburg. Hlm. 1526-1527.

Caplin M. 2004. Pectin. http://www.isbu.ac. uk/water/hypec.ml.[2 Februari 2006] Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Firman H,

Penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dariPolymer Chemistry. Farobie O. 2006. Sintesis Pektin Asetat

sebagai Bahan Baku Membran [skripsi]. Bogor. Fakultas Matemati-ka dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(19)

10

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, dan Reaksi-reaksi. Sastrohamidjojo H, penerjemah: Yogyakarta: UGM Pr. Terjemahan dari Wood: Chemistry, Ultrastructure and Reactions.

Fernandezhervas MJ, Fell JT. (1998). Pectin/chitosan Mixtures as Coatings for Colon-Specific Drug Delivery - an Invitro Evaluation. International Journal of Pharmaceutics 169: 115-119.

Fitriani V. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Glicksman M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. New York: Academic Pr. Hlm. 43-38

Hoejggard S. 2004. Pectin Chemistry, Functionally, and Applications. http://www.cpkelco.com/ptalk.htm. [30 Januari 2006]

Kertez ZI. 1951. The Pectic Substances. NewYork: Interscience. Hlm.12-43. Lestari DP. 2004. Pemisahan dan Pencirian

Pektin dari Kulit Buah Kakao [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

.

Li FT.et al. 2007. Novel Modified Pectin for Heavy Metal Adsorption. Chinese Chemical Letters18:325-328.

Linggood FV. 1930. The Decarboxylation of pectin. London: Department of Bio-chemistry, Imperial College of Science and Technology. Hlm. 262-265. Mulder M. 1996. Basic Principles of

Membrane Technology. Dordrecht: Kluwer Academic and Profesional. Hlm. 4-43.

National Research Depelopment Corporation. 2004. High Grade Pectin from Lime Peels.

http://www.nrdcindia.com/pages/ pect.htm. [2 Februari 2006].

Nelson DB, Smith CJB, Wiles RL. 1977. Commercially important pectic substances. Di dalam: Graham HD, editor. Food Colloids. Connecticut: Westport. Hlm.419-500.

Nicholson JW. 1991. The Chemistry of Polymers. Northamptonshire: Wool-nough Bookbinders. Hlm. 61-63. Norman AG, Martin JT. 1930. Studies of

Pectin. Herts: The Fermentation Department, Rothamsted Experiment Station. Hlm. 649-660.

Novosel’skaya ILet al. (2000). Trends in the Science and Applications of Pectins. Chemistry of Natural Compounds 36: 1-10.

Nussinovitch A. 1997. Hidrocolloid Aplications Gum Technology in the Food and Other industries. London: Blackie Academic and Professional. Hlm. 46-51.

O’Neill MA, Ridley BL, Mohnen D. 2000. Pectins: Structure, biosynthesis, and oligogalakturonide-related signaling. Phytochemistry57: 929-967.

Rouse AH. 1977. Pectins: Distribution, Significance. Di dalam: Nagy S, Shaw PE, Veldhuis MK, editor. Citrus Science and Technology. Vol ke-1. Connecticut: AVI. Hlm.111-199. SNI. 1991. SNI-02-2101-1979: Pektin.

Jakarta: Dewan Standardidasi Nasional.

Sriamornsak P. (1998). Investigation of Pectin as a Carrier for Oral Delivery of Proteins using Calcium Pectinate Gel Beads. International Journal of Pharmaceutics169: 213-220.

Stevens MP. 2001.Kimia Polimer. Sofyan I, penerjemah: Jakarta: PT Pradnya Paramita. Terjemahan dari Polymer Chemistry.

(20)

11

Towle GA, Christensen O. 1973. Pectins. Di dalam: Whistler RL, editor. Industrial Gum. New York: Academic Pr. Hlm. 429-455.

Wenten IG. 1999. Teknologi Membran Industrial. Bandung: Penerbit ITB

(21)
(22)

13

Lampiran 1 Diagram Alir Sintesis Pektin Tersabunkan

Pektin p.a (10 g)

+ NaOH 0,01 M

T = 4°C, t = 8 jam

Pektin tersabunkan

Dipekatkan T = 50°C

(23)

14

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Pektin Ester

Pektin p.a (10 g)

+ Asam oksalat/ adipat (9g)

+ alkohol 500 ml

T = 70°C, t = 4 jam

Pektin ester

Disaring

(24)

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI

MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT

SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG

SITI NURJANAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(25)

ABSTRAK

SITI NURJANAH.

Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam

Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang. Dibimbing oleh

SUMINAR S. ACHMADI

dan

RIENOVIAR

.

Penggunaan membran dalam teknik pemisahan dalam berbagai industri semakin

luas dan berkembang. Hal ini karena pemisahan dengan menggunakan membran tidak

akan mengubah struktur maupun susunan dari zat yang akan dipisahkan, dapat

dioperasikan pada suhu ruang, prosesnya dapat dilakukan secara kontinu, dan tidak

beracun karena tidak ada tambahan zat kimia lain selama pemisahan. Pektin sebagai

bahan alami yang sangat melimpah di alam diharapkan dapat diaplikasikan dalam bidang

membran.

Pektin memiliki kelarutan yang sangat baik dalam air. Agar dapat diaplikasikan

dalam bidang membran, maka diperlukan modifikasi pada gugus fungsinya. Penelitian ini

dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyabunan dan pembentukan taut silang pada pektin

dengan reaksi esterifikasi menggunakan asam adipat dan asam oksalat sebagai agen

penaut silang. Reaksi penyabunan bertujuan meningkatkan jumlah gugus karboksil agar

tempat untuk pertukaran ion lebih banyak.

(26)

ABSTRACT

SITI NURJANAH.

Modification of pectins for membran application using dicarboxylic

acids as crosslink agent. Supervised by

SUMINAR S. ACHMADI

and

RIENOVIAR

.

Membrane has been widely applied in industrial separation technique. It is

because the separation using membrane do not change structure and composition of the

material being separated, it could be operated at room temperature, and the process can be

done continuously, non-toxic because no chemical is added along the separation process.

Pectins as natural material that are largely available is expected to be suitable for

membrane making.

Pectins have good solubility in water. Pectins need to be modified to be apllicable

as membrane. This research was done in two steps, i.e. saponification and cross-link of

pectins by esterification using adipic acid and oxalic acid as cross-link agent. The aim of

saponification reaction is to increase the number of carboxyl groups that enlarge the ion

exchange area.

(27)

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI

MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT

SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG

SITI NURJANAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(28)

Judul

: Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam Dikarboksilat

sebagai Agen Penaut Silang

Nama

: Siti Nurjanah

NIM

: G44203010

Menyetujui,

Diketahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Hasim, DEA

NIP 131 578 806

Tanggal lulus :

Pembimbing I,

Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi

NIP 130 516 496

Pembimbing II,

(29)

PRAKATA

Alhamdulillahirrabil’aalamiin, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas

segala rahmat, kasih sayang, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai Juni

2007 sampai Desember 2008 di Laboratorium Kimia Organik FMIPA IPB dan

Laboratorium Balai Besar Industri Agro dengan judul

Modifikasi Pektin untuk Aplikasi

Membran dengan Asam Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Suminar Achmadi dan Ibu

Rienoviar selaku pembimbing atas segala bimbingan, dorongan semangat, dan ilmu yang

diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima

kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta (mamah dan bapa), adik-adik

(Wawan dan Teguh), suami (Ace), dan sahabat-sahabat terbaik (B14, Deby, Elin, dan

Rita) yang selalu memberikan doa, dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan

kasih sayang kepada penulis.

Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni,

Om

Eman, dan

Mas

Heri atas segala sarana dan kemudahan yang telah diberikan.

Penghargaan yang tak terhingga tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Farid, Bapak

Sjahriza,

Kak

Budi dan

Mbak

Tuti atas segala bantuannya, serta kepada teman-teman

kimia 40 atas persahabatan yang terjalin selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2008

(30)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 23 Februari 1985 dari ayah Oting

D. Rochmani dan ibu Yati Suhaeminah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga

bersaudara.

Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMU diselesaikan di

Sumedang. Pada tahun 2003 penulis lulus sari SMUN 1 Sumedang dan pada tahun yang

sama lulus dari seleksi masuk IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih Program Studi

Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bidang

yang diminati penulis adalah Kimia Organik.

(31)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...

x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Pektin ... 1

Polimer ... 3

Spektrofotometer Inframerah (FTIR)... 3

Analisis Termal (DSC) ... 3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 4

Metode Penelitian ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Bahan Baku ... 4

Pektin Tersabunkan ... 5

Pektin Ester ... 6

Kelarutan ... 6

Analisis FTIR ... 7

Analisis DSC ... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(32)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Ciri bahan baku ...

4

2. Perbandingan sifat fisik pektin dengan pektin tersabunkan ...

5

3. Kelarutan pektin dan pektin adipat...

7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Struktur pektin ... 1

2.

Contoh termogram hasil analisis DSC ... 4

3.

Reaksi saponifikasi pektin... 5

4.

Pektin tersabunkan ... 5

5.

Reaksi taut silang pektin dengan asam adipat sebagai agen penaut silang ... 6

6.

Pektin oksalat... 6

7.

Pektin adipat... 6

8.

Spektrum FTIR pektin murni ... 7

9.

Spektrum FTIR pektin oksalat ... 7

10.

Spektrum FTIR pektin adipat... 8

11.

Kurva DSC pektin murni ... 8

12.

Kurva DSC pektin adipat ... 9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Diagram alir sintesis pektin tersabunkan ... 13

(33)

PENDAHULUAN

Seiring dengan kemajuan teknologi, penggunaan membran dalam pemisahan di berbagai industri semakin luas dan berkembang. Hal ini karena pemisahan dengan menggunakan membran tidak akan mengubah struktur maupun susunan zat yang akan dipisahkan, dapat dioperasikan pada suhu ruang, prosesnya dapat dilakukan secara berkesinambungan, dan tidak beracun karena tidak ada tambahan zat kimia lain selama pemisahan. Oleh karena itu, teknologi pemisahan dengan membran dapat juga digunakan dalam industri pangan selain pada industri kimia, bioindustri, dan industri pengolahan air dan limbah.

Menurut Wenten (1999), membran organik dapat dibuat dari polimer yang memiliki massa molekul yang besar. Polimer yang biasa digunakan sebagai bahan baku membran adalah selulosa asetat, turunan selulosa, poliakrilonitril, poliamida, polisulfon, poliestersulfon, dan poliolefin.

Pektin merupakan polisakarida yang banyak terdapat di alam. Senyawa ini dapat diisolasi dari berbagai macam kulit buah-buahan diantaranya kulit jeruk lemon (Fitriani 2003), kulit kakao (Lestari 2004), dan Kulit labu kuning (Andriyani 2005). Pemanfaatan pektin pada umumnya adalah sebagai pengemulsi dan pembentuk jeli. Akhir-akhir ini pektin telah banyak digunakan dalam bidang penyalutan obat (Fernandezhervas & Fell 1998; Sriamornsak 1998; Ahrabiet al. 2000) dan penjerap logam berat (Li et al. 2007). Namun, sampai saat ini belum dilakukan penelitian mengenai sintesis membran dari pektin karena sifat kelarutannya dalam air. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai modifikasi pektin untuk menghasilkan senyawa yang dapat dijadikan bahan baku membran.

Farobie (2006) telah mensintesis pektin asetat melalui reaksi asetilasi. Namun senyawa ini sulit untuk disintesis. Pada penelitian ini dilakukan reaksi taut silang pada pektin untuk menghilangkan sifat kelarutan pektin dalam air. Taut silang pada suatu polimer menyebabkan perubahan sifat polimer. Suatu polimer yang mengalami taut silang memiliki ketahanan terhadap suhu maupun kelarutan yang berbeda dengan polimer asal yang tidak mengalami taut silang (Becket al. 1992). Taut silang pada pati telah banyak dilakukan dengan mereaksikan pati dengan campuran asam adipat dan suatu anhidrida (Wurzburg 1978). Berdasarkan

pustaka ini, taut silang pada pektin dicoba menggunakan asam dikarboksilat (asam oksalat dan asam adipat) sebagai agen penaut silang.

TINJAUAN PUSTAKA

Pektin

Pengertian dan Struktur Pektin

Pektin pertama kali ditemukan oleh Vakuelin pada tahun 1790 dan istilah pektin pertama kali dipakai oleh Broconot tahun 1825 untuk komponen pembentuk gel yang diperoleh dari buah-buahan (Nussinovitch 1997). Istilah pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat. Kelompok senyawa pektin secara umum disebut substansi pektat yang terdiri atas protopektin, asam pektinat, dan asam pektat. Protopektin adalah zat pektat yang tidak larut dalam air (Winarno 1995) dan dapat terhidrolisis oleh asam, alkali, dan air panas sehingga dapat larut (Kertesz 1951). Asam pektinat adalah istilah yang digunakan bagi asam poligalakturonat yang mengandung gugus metil ester dalam jumlah yang cukup banyak. Asam pektinat dalam keadaan yang sesuai mampu membentuk gel dengan ion-ion logam. Asam pektat adalah zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester.

Pektin menurut O’Neill et al. (2000) merupakan senyawa polisakarida kompleks yang mengandung residu α-D-galakturonat dengan ikatan α-1,4 (Gambar 1).

[image:33.595.326.504.525.585.2]

Pektin adalah polisakarida yang menyusun sepertiga bagian dinding sel tanaman (dikotil dan beberapa monokotil). Pektin meningkatkan ikatan antara sel dan menguatkan dinding sel. Pektin adalah polimer yang sebagian besar terdiri atas α -(1,4)-D-asam galakturonat yang mengandung gugus metil ester pada konfigurasi atom C-2 (Hoejgaard 2004). Komponen lain ialah beberapa gula netral seperti ramnosa, arabinosa, dan galaktosa. Ramnosa terdapat bersama asam galakturonat pada rantai utama

Gambar

Gambar 1 Struktur Pektin
Tabel 1 Ciri Bahan Baku
Tabel 2Perbandingan sifat fisik pektindengan pektin tersabunkan
Gambar 6 Reaksi taut silang pektin dengan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan pengangguran terhadap tingkat konsumsi masyarakat di Provinsi Jawa

Dilihat dari semua hasil yang telah diperoleh pada proses pembelajaran ketrampilan menulis cerita sederhana dengan menggunakan media gambar pada siklus I dan siklus II

17 Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa margin pemasaran atau tataniaga komoditas pertanian adalah selisih harga dari yang dibayarkan di

1) Investor walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil risiko. Sebagai contoh, seorang

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh kompetensi aparatur desa, sistem pengendalian internal dan whistleblowing system terhadap

- Potensi yang bisa dimanfaatkan dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, aparat pemerintah , dan lembaga – lembaga sosial dan potensi sumber daya alam (kerjasam) -

Adapun kesimpulan lainnya adalah Website ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi percetakan buku catalog menu yang membutuhkan biaya mahal dan waktu pengerjaan yang

Pasal 18 ayat (1) UU PTKP mengatur mengenai beberapa pidana tambahan yang dapat dijatuhkan dalam perkara tindak pidana korupsi selain pidana tambahan yang terdapat dalam KUHP,