KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DALAM
PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS DI POLI KLINIK
ENDOKRIN RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
SKRIPSI
OLEH:
Deby Anisha
(091101067)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT dan Nabi besar penerang umat
Muhammad SAW atas selesainya skripsi ini dengan judul “Kepatuhan Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Poli Klinik
Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi di
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada saat penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta
dorongan kepada penulis.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :
1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
3. Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp. KMB sebagai dosen pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan
masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini dan juga motivasi serta dukungan
kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.
4. Yesi Ariani S.Kep, Ns, M.Kep dan Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai
dosen penguji skripsi yang telah banyak memberikan masukan yang bermanfaat
untuk skripsi ini, serta Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS yang telah
5. Ibu Evi Karota Bukit S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing akademik.
6. Seluruh dosen pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak memberikan ilmu dan pendidikan kepada saya selama proses
perkuliahan dan juga pegawai/staf non akademik yang telah membantu
memfasilitasi saya di bidang administrasi.
7. Teristimewa kepada kedua orangtua saya, Mama tercinta Nisfa Sunaini Ida yang
selalu menjadi penyemangat, yang selalu setia memberikan nasehat dan petuah
serta do’a yang tak kunjung henti yang sampai sekarang menjadi penyemangat
bagi penulis di setiap waktu, Papa tercinta Evaldi yang senantiasa selalu
mendoakan, memberikan semangat dan motivasi, serta dukungan materi kepada
penulis. Terimakasih juga kepada abang ku Dendy Anugrah Saputra yang sudah
mendoakan, memberikan semangat, serta setia mengirimkan pulsa, adikku tercinta
Decitra Intan Mutia yang selalu mendoakan dan memberikan semangat serta
memberi warna tersendiri dalam kehidupan penulis. Terimakasih juga kepada
keluarga besar penulis, Tante El, Mak Uning, Ibu Ida, Ayah medan atas seluruh
motivasi dan bantuan selama penulis berada jauh dari orangtua dan Fairuzabady
yang telah mendo’akan serta memberi motivasi dan menambah warna warni dalam
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu saya. Harapan saya semoga skripsi ini bermanfaat
dalam memberikan informasi di bidang kesehatan terutama keperawatan.
Kesempurnaan hanya milik Tuhan, dan keKhilafan adalah milik saya.
Assalamu’alaikum wr.wb.
Medan, Juli 2013
Penulis
Title : The Compliance of Diabetes Mellitus Type-2 Patients with Diabetes Mellitus Treatment in the Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan
Name : Deby Anisha
Diabetes Mellitus (DM) is divided into several classes, and one of them is Diabetes Mellitus Type-2. Diabetes Mellitus is one of the cronic diseases that needs appropriate treatment to avoid complication. This complication can be prevented by complying with the four pillars of DM treatment incluyding health education, diet and physical exercise and equipped with oral hypoglycemic drugs. The purpose of this descriptive study was to find out the compliance of DM type-2 patients with the diet treatment, physical exercise and oral hypoglycemic drug consumption. The respondents for this study conducted at Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan from April to May 2013 were 76 patients selected through purposive sampling technique. The result of this study showed that most of DM type-2 patients at Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan complied with DM treatment (89.5%), with diet treatment (88.2%), and with oral hypoglycemic drug consumption (97.4%). Most of the patients did not comply with physical exercise (71.1%). The hospital management is expected to try more to increase the compliance of the patients especially in physical exercise treatment by conducting joint exercise every week. Based on the result of this test, the conclusion drawn is that majority of the respondents carried out diet treatment, physical exercise and oral hypoglycemic drugs obediently that the rate of complication of DM Type-2 can be minimized.
Judul : Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama : Deby Anisha
NIM : 091101067
Jurusan : S-1 Keperawatan
Tahun Akademik : 2013
Abstrak
Penyakit diabetes melitus (DM) terbagi atas beberapa kelas, salah satunya adalah DM tipe 2. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat agar dapat mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi ini dapat dicegah dengan mematuhi empat pilar penatalaksanaan DM meliputi pendidikan kesehatan, diet dan latihan fisik, serta dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral (OHO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam penatalaksanaan diet, latihan fisik dan mengonsumsi OHO. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan mengambil
76 orang responden sebagai sample penelitian dan menggunakan tehnik “purposive
sampling”. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2013 di Poli Klinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DM tipe 2 di Poli Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan mayoritas responden patuh (89,5%) dalam penatalaksanaan diabetes melitus, dalam menjalankan penatalaksanaan diet DM mayoritas responden patuh (88,2%), dalam menjalankan latihan fisik sebagian besar tidak patuh (71,1%), dan dalam mengonsumsi obat hipoglikemik oral (OHO) sebagian besar patuh (97,4%). Rumah sakit diharapkan agar lebih berusaha untuk meningkatkan kepatuhan pasien khususnya dalam penatalaksanaan latihan fisik misalnya dengan mengadakan senam barsama setiap minggunya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini melaksanakan penatalaksanaan diet, latihan fisik dan OHO secara patuh sehingga dapat menurunkan angka komplikasi dari penyakit DM tipe 2.
DAFTAR ISI
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan ... . 7
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian ... . 32
3.2. Defenisi Operasional ... . 33
4.5. Instrumen Penelitian ... . 38
4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... . 41
4.7. Pengumpulan Data ... . 41
4.8. Analisa Data ... . 42
BAB 5. Hasil dan Pembahasan 5.1. Hasil Penelitian ... . 43
5.2. Pembahasan ... . 47
BAB 6. Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan ... . 55
6.2. Saran ... . 56
6.3. Keterbatasan Peneliti ... . 57
DAFTAR PUSTAKA ... . 58 LAMPIRAN
1. Inform Consent
2. Data Demografi
3. Kuesioner Penelitian
4. Surat Uji Valid
5. Surat Izin Reliabel
6. Surat Survey Awal dan Penelitian
7. Surat Selesai Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Menu DM... 24
Tabel 2. Tabel Definisi Operasional Variabel Peneliti... 33
Tabel 3. Karakteristik Demografi Responden Pasien DM... 44
Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kepatuhan Diet... 45
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Persentase Kepatuhan Lat.Fisik... 45
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Persentase Kepatuhan OHO... 46
DAFTAR SKEMA
Title : The Compliance of Diabetes Mellitus Type-2 Patients with Diabetes Mellitus Treatment in the Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan
Name : Deby Anisha
Diabetes Mellitus (DM) is divided into several classes, and one of them is Diabetes Mellitus Type-2. Diabetes Mellitus is one of the cronic diseases that needs appropriate treatment to avoid complication. This complication can be prevented by complying with the four pillars of DM treatment incluyding health education, diet and physical exercise and equipped with oral hypoglycemic drugs. The purpose of this descriptive study was to find out the compliance of DM type-2 patients with the diet treatment, physical exercise and oral hypoglycemic drug consumption. The respondents for this study conducted at Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan from April to May 2013 were 76 patients selected through purposive sampling technique. The result of this study showed that most of DM type-2 patients at Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan complied with DM treatment (89.5%), with diet treatment (88.2%), and with oral hypoglycemic drug consumption (97.4%). Most of the patients did not comply with physical exercise (71.1%). The hospital management is expected to try more to increase the compliance of the patients especially in physical exercise treatment by conducting joint exercise every week. Based on the result of this test, the conclusion drawn is that majority of the respondents carried out diet treatment, physical exercise and oral hypoglycemic drugs obediently that the rate of complication of DM Type-2 can be minimized.
Judul : Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama : Deby Anisha
NIM : 091101067
Jurusan : S-1 Keperawatan
Tahun Akademik : 2013
Abstrak
Penyakit diabetes melitus (DM) terbagi atas beberapa kelas, salah satunya adalah DM tipe 2. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat agar dapat mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi ini dapat dicegah dengan mematuhi empat pilar penatalaksanaan DM meliputi pendidikan kesehatan, diet dan latihan fisik, serta dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral (OHO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam penatalaksanaan diet, latihan fisik dan mengonsumsi OHO. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan mengambil
76 orang responden sebagai sample penelitian dan menggunakan tehnik “purposive
sampling”. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2013 di Poli Klinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DM tipe 2 di Poli Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan mayoritas responden patuh (89,5%) dalam penatalaksanaan diabetes melitus, dalam menjalankan penatalaksanaan diet DM mayoritas responden patuh (88,2%), dalam menjalankan latihan fisik sebagian besar tidak patuh (71,1%), dan dalam mengonsumsi obat hipoglikemik oral (OHO) sebagian besar patuh (97,4%). Rumah sakit diharapkan agar lebih berusaha untuk meningkatkan kepatuhan pasien khususnya dalam penatalaksanaan latihan fisik misalnya dengan mengadakan senam barsama setiap minggunya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini melaksanakan penatalaksanaan diet, latihan fisik dan OHO secara patuh sehingga dapat menurunkan angka komplikasi dari penyakit DM tipe 2.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah
akibat dari kekurangan insulin baik itu absolut maupun relatif. Meningkatnya kadar
glukosa disebabkan kurangnya hormon insulin atau cukup bahkan lebih, tetapi fungsi
hormon disini kurang efektif (Suyono, S. dalam Soegondo, Soewondo&Subekti,
2009).
Penyakit diabetes melitus terbagi atas beberapa kelas, salah satunya adalah DM
tipe 2 yang disebut juga dengan resistensi insulin artinya terjadi penurunan jumlah
produksi insulin atau akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin. Penyakit ini
tidak dapat disembuhkan namun dapat diatasi dengan diet dan latihan fisik, serta
dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral (OHO). Penyuntikan insulin dapat terjadi
pada beberapa pasien DM tipe 2 dengan keadaan stress fisiologik (seperti sakit atau
pembedahan) dan pada pasien yang penggunaan OHO tidak dapat mengendalikan
keadaan hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2002).
Diabetes melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai
dengan prevalensi 4% di seluruh dunia. Prevalensi ini akan terus meningkat dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 5,4% (Adnyana, 2006). Indonesia
China dan India. Laporan Depkes RI tahun 2008, DM pada penduduk urban
Indonesia di perkotaan berjumlah 5,7% yang terdiri dari 1,5% responden yang sudah
mengetahui bahwa dirinya DM dan sisanya 4,2% responden mengetahui dirinya
menderita DM setelah dilaksanakan pemeriksaan. Prevalensi berdasarkan provinsi di
Indonesia yang tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara dengan
masing-masing 11,1%, sedangkan di Sumatera Utara sendiri 5,3%.
Hasil yang lebih mengejutkan ternyata banyak toleransi glukosa terganggu
(TGT) saat pemeriksaan yang dilakukan Riskesdas (2007) di Indonesia dengan
prevalensi 10,2%. Melalui modifikasi gaya hidup yaitu mengubah pola makan,
melakukan latihan fisik, penurunan berat badan didukung penyuluhan berkelanjutan
yang berfungsi untuk pencegahan primer pada individu yang beresiko ini.
Keikutsertaan para pengelola kesehatan di tingkat kesehatan primer sangat diperlukan
untuk menghambat terjadinya penyakit menahun seperti penyakit serebro-vaskular,
penyakit jantung coroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata,
ginjal dan syaraf yang merupakan akibat dari tidak dirawatnya penyakit DM dengan
baik (Waspadji, S., dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2009).
Komplikasi akut dan kronis akan mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga
mudah terserang penyakit lain, selain itu pasien akan mengeluarkan banyak biaya
perawatan dan akan menyita banyak waktu untuk kontrol ke pelayanan medis atau
istirahat bila terjadi kondisi tidak terkontrol seperti hipo/hiperglikemi, luka gangren
dan lain-lain. Penyakit ini tidak dapat di sembuhkan, namun dapat di kelola dengan
perencanaan makan / diet, latihan fisik dan minum obat hipoglikemik oral (OHO)
dengan teratur / penggunaan insulin. Mematuhi aturan ini dapat menyebabkan
stressor pada pasien sehingga banyak yang gagal mematuhinya. Tingginya angka
ketidakpatuhan pasien DM terhadap penatalaksanaan akan sangat berpengaruh
terhadap terjadinya komplikasi akut dan kronis, lamanya perawatan akan berdampak
pada produktifitas dan menurunkan sumber daya manusia (Purba, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Purba (2008) pelaku diet mempunyai masalah
terhadap kepatuhan yang berkaitan dengan emosi yang negatif seperti stress dan
depresi sehingga membuat mereka makan lebih banyak dan menjadi tidak patuh.
Secara spesifik banyak pasien DM tipe 2 yang tidak mengetahui manfaat latihan
fisik dan bahkan memiliki pandangan yang salah seperti tidak ada teman melakukan
latihan fisik, latihan fisik membuat lelah, dan karena sudah tua. Pemahaman yang
salah tentang konsumsi obat juga banyak terjadi, seperti lamanya waktu penggunaan
dan persepsi pasien bahwa tidak adanya perubahan sehingga membuat mereka
merasa bosan, menghindar, dan lupa.
Hasil penelitian Tera (2011) di salah satu puskesmas di Semarang, responden
cenderung makan dalam keadaan lapar tanpa memperhatikan jumlah dan interval
makan. Sebagian besar responden memiliki pendapat mengenai penyakitnya yang
aman dari ancaman komplikasi karena DM yang mereka miliki adalah jenis kering,
sehingga hal ini akan menurunkan motivasi mereka untuk mematuhi
penatalaksanaan diabetes melitus. Penelitian yang dilakukan. Handayani (2007)
ternyata hanya 1/3 dari penderita diabetes yang menjalani aktivitas fisik secara
pentingnya aktifitas fisik sehingga tidak dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari
atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas fisik tersebut.
Pasien diebetes melitus tipe 2 di Southwest Ethiopia dari hasil penelitian Wabe,
Angamo & Hussein (2011) pasien yang mengkonsumsi obat hipoglikemik oral
menjadi tidak patuh karena kurangnya pengetahuan dengan resep yang telah
diberikan dan manajemen diri. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan
pasien pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah.
Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70%
pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009).
Rifki dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, (2009) menjelaskan diabetes
melitus merupakan penyakit metabolik yang memerlukan pengobatan yang panjang,
hal ini membuat pasien merasa terjebak dalam penatalaksanaan yang mengikat
dengan disiplin diri yang tinggi, waktu yang lama dan akan membosankan. Keadaan
ini menyebabkan pasien dengan DM sering putus asa untuk meneruskan pengobatan
dan tidak jarang mereka mencari penyelesaian melalui pengobatan alternatif.
Ketidakpatuhan pasien terhadap penatalaksanaan DM dapat menyebabkan kadar
glukosa darah tetap tinggi sehingga dapat menimbulkan penyakit penyerta seperti
stroke, kebutaan, jantung coroner, ginjal, dan luka yang sulit sembuh (Suyono, S.
dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2009). Melihat pentingnya suatu kepatuhan
penatalaksanaan pada pasien diabetes melitus maka penulis tertarik untuk
menggambarkan kepatuhan pasien dalam menjalani penatalaksanaan diet, latihan
1.2Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
kepatuhan pasien diabetes melitus dalam menjalankan penatalaksanaan
diabetes melitus tipe 2.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi :
a) Kepatuhan pasien diabetes melitus dalam penatalaksanaan program
diet,
b) Kepatuhan pasien diabetes melitus dalam penatalaksanaan latihan
fisik,
c) Kepatuhan pasien diabetes melitus dalam penatalaksanaan obat
hipoglikemik oral (OHO).
1.3Pertanyaan Penelitian
Apakah pasien diabetes melitus tipe 2 patuh dalam menjalankan penatalaksanaan
diabetes melitus?
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data awal, informasi dasar dan
evidence based untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berhubungan
1.4.2 Untuk Mahasiswa Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien diabetes melitus
sehingga tetap patuh dalam penatalaksanaan DM yang dapat mencegah
komplikasipada pasien DM sendiri.
1.4.3 Bagi Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kepatuhan pasien
diabetes melitus di RSUD dr. Pirngadi Medan sebagai tempat penelitian
terhadap penatalaksanaan diabetes melitus seperti diet pasien DM, latihan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepatuhan
2.1.1 Definisi
Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam menjalani pengobatan, mengikuti
diet, atau mengikuti perubahan gaya hidup lainnya sesuai dengan anjuran medis dan
kesehatan. Kepatuhan merupakan hal yang utama karena mengikuti anjuran dari ahli
medis merupakan salah satu cara menuju kesembuhan pasien (Kartika, dalam Ogden,
2008)
Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku
seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan
gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003)
Kepatuhan adalah suatu perilaku dalam menepati suatu anjuran terhadap
kebiasaan sehari-harinya dan dapat di nilai dengan score penelitian. Suatu kepatuhan
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, di mana pendidikan merupakan suatu dasar
utama dalam keberhasilan pencegahan atau pengobatan (Tjokroprawiro, 2002).
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Green (dikutip dari Notoadmojdo, 2003) ada beberapa faktor yang
program pengobatan, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor
pendukung serta faktor pendorong, yaitu :
1. Faktor Predisposisi
Faktor presisposisi merupakan faktor utama yang ada didalam diri
individu yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi,
kepercayaan dan keyakinan, nilai-nilai serta sikap.
2. Faktor Pendukung
Faktor pendukung merupakan faktor yang diluar individu seperti :
a. Pendidikan. Pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang
pendidikan itu merupakan pendidikan yang aktif seperti membaca
buku-buku, mengikuti seminar dan kaset oleh pasien secara
mandiri.
b. Akomodasi. Suatu usaha yang dilakukan untuk memahami ciri
kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial. Hal ini berarti
membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman.
d. Perubahan model terapi. Program-program kesehatan dapat
dibuat sesederhana mungkin dan pasien dapat terlibat aktif dalam
pembuatan program tersebut.
e. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien,
membemberikan informasi tentang diagnosis dan pasien
membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini (Niven,
2000).
3. Faktor Pendorong
Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas yang lain.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam buku ajar keperawatan medikal
bedah , faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :
1. Faktor Demografi seperti usia, jenis kelamain, suku bangsa, status
sosial, ekonomi dan pendidikan.
2. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala
akibat terapi.
3. Faktor psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga
kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit,
keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang
termaksud dalam mengikuti regimen.
2.1.3 Ketidakpatuhan
Menurut Niven (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
1. Pemahaman tingkat instruksi
Seseorang tidak dapat memenuhi instruksi jika dia salah memahami
tentang instruksi yang diberikan kepadanya. Hal ini disebabkan oleh
kegagalan professional kesehatan dalam memeberikan informasi yang
lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak
instruksi yang harus diingat oleh pasien
2. Kualitas interaksi
Kualitasi interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan
bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Terdapat
beberapa keluhan spesifik dari pasien dimana terdapat kurang minat yang
diperlihatkan oleh tim medis, kurangnya empati, dan pasien hampir tidak
memperoleh kejelasan tentang penyakitnya
3. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat
menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
4. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Orang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih mengalami
depresi, ansietas, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan kehidupan
2.1.4 Mengurangi Ketidakpatuhan
Niven (2002) mengusulkan lima titik rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan
pasien :
1. Pasien harus mengembangkan tujuan kepatuhan serta memiliki keyakinan
dan sikap yang positif terhadap suatu penatalaksanaan, dan keluarga serta
teman juga harus mendukung keyakinan tersebut.
2. Perilaku sehat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, maka dari itu perlu
dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku,
tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut. Perilaku disini
membutuhkan pemantau terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan
penghargaan terhadap perilaku yang baru tersebut.
3. Pengontrolan terhadap perilaku sering tidak cukup untuk mengubah
perilaku itu sendiri. Faktor kognitif juga berperan penting.
4. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga
yang lain, teman dapat membantu mengurangi ansietas, mereka dapat
menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan, dan mereka sering menjadi
kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.
5. Dukungan dari professional kesehatan, terutama berguna saat pasien
menghadapi perilaku sehat yang penting untuk dirinya sendiri. Selain itu
tenaga kesehatan juga dapat meningkatkan antusias terhadap tindakan
tertentu dan memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Pengertian
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh meningkatnya kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu di dalam darah. Glukosa dibentuk di
hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi
pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya (Smeltzer&Bare, 2002).
DM adalah suatu sindroma kronik gangguan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau resistensi insulin pada
jaringan (Dorland, 2002). DM tipe 2 (juga disebut noninsulin dependent diabetes
mellitus atau NIDDM) disebabkan oleh resistensi reseptor insulin di sel target insulin
yang menyebabkan hormon insulin tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal
(Kahn, 2005).
2.2.2 Klasifikasi
Menurut Riyadi dan Sukarmin (2008), klasifikasi DM adalah sebagai berikut:
a. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau DM tipe 1
Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang
berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik,
predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cendrung ketosis dan
sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau
langerhans di pankreas.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus atau DM tipe 2
Yaitu diabetes resisten, lebih sering terjadi pada dewasa, tapi dapat terjadi
pada semua umur.Kebanyakan penderita kelebihan berat badan atau
obesitas dan lebih sering terjadi pada perempuan. Pada pasien DM tipe 2
memiliki tekanan darah yang tinggi yaitu diatas 130/85 mmHg dan
konsentrasi lemak atau lipid dalm darah yang meningkat ( trigliserida ≥
150 mg/dl dan kolestrol HDL ≤ 50 mg/dl).
c. Diabetes Melitus tipe lain
Yaitu DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu yang
mana hiperglemik terjadi karena penyakit lain seperti penyakit pankreas,
hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati dan kelainan reseptor
insulin.
d. Impaired Glukosa Tolerance ( gangguan toleransi glukosa)
Yaitu Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes
atau menjadi normal atau tetap tidak berubah
e. Gestasional Diabetes Melitus ( GDM)
Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan.Dalam kehamilan terjadi
perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang
pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.Menjelang aterm,
kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan
sehingga relative hipoinsulin dan menyebabkan hiperglikemia.Resisten
insulin disebabkan oleh adanya hormone estrogen, progesteron, prolaktin
dan plasenta laktogen.Hormone tersebut mempengaruhi reseptor insulin
pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.
2.2.3 Etiologi
Menurut Riyadi dan Sukarmin (2008), Faktor-faktor penyebab resistensi
insulin pada DM tipe II adalah :
a. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes.
Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada
gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan
beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi
insulin.
c. Stress
Stress kronis cenderung membuat orang mencari makanan yang cepat saji
yang kaya akan pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar
terhadap kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kebutuhan akan
tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan
insulin.
d. Pola makanan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama menigkatkan risiko
terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pancreas, sedangkan obesitas
meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak
teratur dan cendrung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan
kerja pankreas.
e. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita
obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
f. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya
sel-sel beta pankreas. Kerusakan ini akan berakibat pada penurunan fungsi
pankreas.
2.2.4 Manifestasi Klinis
Menurut Guntur (2006), keluhan pada DM ada dua yaitu keluhan khas dan
keluhan tidak khas.
Keluhan khas pada DM adalah
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus ) akibat volume urine yang sangat besar
dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel akan mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma
yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (antideuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia ( peningkatan rasa lapar )
d. Lemah diakibatkan ganguan aliran darah, katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan gula darah
sebagai energy
e. Penurunan berat badan tanpa sebab yang diketahui.
Keluhan tidak khas pada DM adalah
a. Kesemutan akibat terjadinya neuropati. Pada penderita DM regenerasi sel
persyarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama
yang berasal dari unsure protein. Akibatnya banyak sel persyarafan
terutama perifer mengalami kerusakan
b. Gatal-gatal
c. Penglihatan kabur disebabkan gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia.
d. Impotensi diakibatkan karena pada DM terjadi penurunan produksi
hormone seksual akibat kerusakan testosteron
2.3 Penatalaksanaan DM Tipe 2
2.3.1 Penyuluhan/Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit,
pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul dan resikonya,
pentingnya intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, cara mengatsi
hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang teratur, dan cara mempergunakan fasilitas
kesehatan. Mendidik pasien bertujuan agar pasien dapat mengontrol gula darah,
mengurangi komplikasi dan meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri (Purba,
2008).
Penyakit DM tipe 2 biasanya terjadi pada saat gaya hidup dan perilaku
terbentuk dengan kuat. Petugas kesehatan bertugas sebagai pendamping pasien dalam
memberikan edukasi yang lengkap dalam upaya untuk peningkatan motivasi dan
perubahan perilaku. Penelitian Palestian (2006) mendapatkan bahwa sikap responden
terhadap penyakit DM yang dideritanya meningkat cukup berarti setelah pemberian
intervensi komunikasi terapeutik. Secara statistik terdapat pengaruh yang bermakna
setelah pemberian komunikasi terapeutik terhadap sikap pasien dengan penyakit yang
diderita dan program pengobatan.
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan
antara lain :
a. Penyandang diabetes dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan, karena
b. Membantu penyandang diabetes agar mereka dapat merawat dirinya sendiri,
sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi, selain itu juga
jumlah hari sakit dapat ditekan.
c. Meningkatkan produktifitas penyandang diabetes sehingga dapat berfungsi
dan berperan sebaik-baiknya di dalam masyarakat.
d. Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, asuransi
ataupun secara nasional
(Basuki, E., dalam Soegondo, Soewondo,& Subekti, 2009).
2.3.2 Diet
Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi beban kerja
insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula menjadi glikogen.
Keberhasilan terapi ini melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan
keluarganya (Delameter, 2006).
Intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan berat badan, perbaikan
kadar glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk dengan DM tipe 2
mempunyai pengaruh positif pada morbiditas. Orang yang kegemukan dan menderita
DM mempunyai resiko yang lebih besar dari pada mereka yang hanya kegemukan
(Sukardji, K., dalam Waspadji, Sukardji,& Octarina, 2002). Berikut ini ada beberapa
a. Makanlah lebih sedikit kalori
Mengurangi makanan setiap 500 kalori setiap hari, akan menurunkan berat
badan satu pon satu pekan, atau lebih kurang 2 kg dalam sebulan.
Tampaknya seperti kemajuan yang sangat lambat, tetapi sebenarnya cara
itulah yang aman dan ukuran ideal penurunan berat badan.
b. Jangan makan diantara makan yang ditetapkan
Makanan kecil akan menambah kalori tambahan yang sebenarnya tidak
diperlukan oleh pasien DM. Mereka harus tetap pada tiga kali makan sehari
tanpa sesuatu di antaranya.
c. Hindari makan berlebihan
Tetapkan kebutuhan makanan, berapa kalori yang dibutuhkan kepada ahli
gizi, dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya.Batasi diri dalam jumlah yang
sudah ditentukan.
d. Kurangi jumlah lemak dalam diet sehari hari
Lemak akan menyebabkan insulin sulit untuk mengizinkan glukosa masuk ke
sel tubuh, sehingga tubuh akan lebih banyak memproduksi insulin. Keadaan
seperti ini menyebabkan tubuh tidak sanggup untuk menambah produksi
e. Hati-hati dengan lemak yang tersembunyi dan penyedap makanan
Hindari makanan yang di goreng dan jauhi makanan juckfood dan fastfood
serta seperti makanan kue-kue kering dan makanan yang berlemak tinggi
lainnya.Mengenai penggunaan bumbu garam, MSG, kecap, dan bahan perasa
lainnya dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.Pada penderita DM
mempunyai resiko penyakit jantung dan ginjal maka harus berhati-hati dalam
menggunakan bumbu-bumbu ini.
f. Makanlah makanan yang belum dimurnikan
Makanan seperti serat-serat alami dapat menurunkan jumlah lemak dan gula
yang beredar di dalam peredaran darah.Makanan ini seperti sayur-sayuran,
buah-buahan semua yang tidak di kupas kulitnya sebelum dimakan, biji-bijian
yang belum dimurnikan seperti terigu dan gandum, buncis, kacang-kacangan.
g. Hindari minuman beralkohol
Alkohol memiliki kalori yang sangat tinggi bahkan dapat mendorong tubuh
menyimpan banyak lemak.Pada pasien yang juga merokok, dapat terjadi
penyempitan pembuluh darah. Rokok juga dapat menambah lemak yang
beredar dalam peredaran darah yang bukan hanya menganggu tapi juga bisa
Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan barat badan idaman. Jumlah
kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali kebutuhan kalori basal
(30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudain
ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30% untuk atlet dan pekerja
berat dapat lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam
kegiatannya). Makanan sejumlah kalori terhitung dalam 3 porsi besar untuk makanan
pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10-15%) di
antaranya ( Sukardji, K., dalam Soegondo, Soewondo&Subekti 2009).
2.3.2.1 Gizi Seimbang dan Diabetes
1. Makanlah aneka ragam makanan
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi yang
mampu membuat seseorang untuk hidup sehat dan produktif.Oleh sebab itu
setiap orang termasuk penyandang diabetes perlu mengkonsumsi aneka
ragam makanan. Makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin
terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat
pengatur.
Sumber zat tenaga seperti : beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu,
menghasilkan tenaga.Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas
sehari-hari.
Sumber zat pembangun berasal dari bahan makan nabati antara lain
kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewani adalah ikan,
telur, daging, susu, serta hasil olahannya seperti keju. Zat pembangun
berperan penting untuk petumbuhan dan perkembangan kecerdasaan
seseorang.
Sumber zat pengatur adalah sayur-sayuran dan buah-buahan.Makanan ini
mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk
melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.
2. Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seperempat kecukupan
energi.
Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk
memeuhi kebutuhan energi, membantu penyerapan vitamin A,D,E, dan K
serta menambah lezatnya makanan. Kebiasaan mengkonsumsi lemak
hewani berlebihan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri
dan penyakit jantung koroner.Anjuran konsumsi lemak dan minyak dalam
makanan sehari-hari tidak lebih dari 25%.
Penyandang diabetes mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan penyakit
jantung dan pembuluh darah, oleh karena itu lemak dan kolesterol dalam
makanan perlu dibatasi.Jaganlah makan makanan yang terlalu banyak
digoreng, tidak lebih dari satu lauk saja yang digoreng pada setiap kali
direbus atau dibakar.Kurangi makan yang tinggi kolesterol seperti kuning
telur, ginjal, hati, limpa, jantung, daging berlemak, keju, lemak hewan dan
mentega.
3. Gunakan garam beryodium dan gunakan garam secukupnya.
Penyandang diabetes sering memiliki tekanan darah tinggi sehingga perlu
hati-hati pada asupan natrium.Pilihlah garam yang beryodium yaitu garam
yang telah diperkaya dengan kalium iodat sebanyak 30-80 ppm.
4. Makanlah makanan sumber zat besi (Fe)
Kekurangan zat besi dalam sumber makanan sehari-hari secara
berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi. Bahan makanan
sumber zat besi antara lain sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan serta
makanan hewani.
5. Biasakan makan pagi
Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi semua orang.Hal ini dapat
mempertahankan ketahanan fisik dan mempertahankan daya tahan saat
bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi penyandang diabetes
terutama yang menggunakan obat penurun glukosa jika tidak makan pagi
mempunyai resiko menurunkan kadar glukosa darah yang dapat
membahayakan kesehatan (Sukardji dalam Soegondo, Soewondo
Sebagai contoh menu DM 1700 Kalori
Waktu Makanan Penukar Kebutuhan bahan Contoh Menu
Pagi Roti
2.3.3 Latihan Fisik Jasmani
Pada DM tipe II, olahraga berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa
darah. Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang sebaliknya sensitifitas
insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada diabetisi tipe II akan
berkurang. Respon ini hanya terjadi setiap kali berolahraga, tidak merupakan efek
yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu olahraga harus dilakukan secara
terus menerus dan teratur (Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2009).
Olahraga yang dilakukan adalah olahraga yang terukur, teratur terkendali
dan berkesinambungan .Prinsip olahraga yang harus dijalankan adalah Frekuensi
(jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan teratur 3-5 kali perminggu),
Intensitas (ringan dan sedang yaitu 60%-70% Maximum heart rate), Durasi (30-60
menit), Jenis (olahraga endurans/aerobik untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda) (Ilyas, 2009).Sebagai
contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki selama 30 menit, olahraga sedang adalah
berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging. Seperti
perencanaan makan, mengenai latihan jasmani juga memerlukan pembicaraan
tersendiri yang lebih rinci (Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2009).
Prinsip lain yang perlu diperhatikan adalah, setiap berolahraga harus terdiri
dari 3 tahap berturut-turut mulai dari pemanasan (5-10 menit), latihan inti (20-40
menit), dan pendinginan (5-10 menit). Durasi dan intensitas ditentukan berdasarkan
yang menyertai dan lain-lain. Contoh bagi pasien yang tidak biasa aktif adalah
melakukan olahraga ringan (yang dapat membakar 5Kal/menit) selama 20 menit
(5x20=100Kal). Olahraga itu antara lain adalah jalan kaki santai, sepeda santai, dan
senam low impact. Agar program olahraga yang diberikan aman, perlu dilakukan
penilaian kesehatan dan kebugaran penyandang DM terlebih dahulu sebelum
berolahraga (Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2007).
Hal yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga adalah dengan
urutan-urutan kegiatan berikut ini :
1. Pemenasan (warm-up)
Kegiatan ini dilakaukan sebelum melakukan kegiatan inti dengan tujuan untuk
mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan yang
sebenarnya, seperti menaikkan suh tubuh, meningkatkan denyut nadi secara
bertahaptidak meningkatkan secara mendadak.Selain itu pemansan perlu
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cedera akibat berolahraga. Lama
pemansan cukup 5-10 menit.
2. Latihan inti (conditioning)
Pada tahap ini denyut nadi di usahakan mencapai THR agar latihan
benar-benar bermanfaat. Bila THR tidak tercapai maka latihan tidak akan
bermanfaat, bila melebi THR akan menimbulkan resiko yang tidak
3. Pendinginan (cooloing-down)
Baiknya setelah selesai melakukan olahraga dilakukan pendinginan, untuk
mencegah terjadinya penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa
nyeri pada otot sesudah berolahraga atau pusing-pusing karena darah masih
terkumpul pada otot yang aktif.Bila oalahraga yang dilakukan adalah jogging
maka pendinginan sebaiknya tetap jalan untuk beberapa menit.Bila bersepeda,
tetap mengayuh sepeda tanpa beban. Lama pendinginan kurang lebih 5-10
menit, hingga denyut nadi mendekati denyut nadi istirahat.
4. Peregangan (stretching)
Hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot masih
teregang, elastis, dan hangat. Aktivitas ini lebih penting/diutamakan bagi para
penyandang diabetes yang usia lanjut. Banyak ahli menempatkan peregangan
sebagian dari pendinginan (Ilyas dalam Soegondo. Ilyas, dalam Soegondo,
Soewondo, Subekti 2009).
Sebelum mengikuti suatu kegiatan latihan jasmani sebaiknya penyandang
diabetes berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Biasanya akan
dilakukan pemeriksaan kesehatan dan kebugaran terlebih dahulu, setelah itu akan
disusun program latihan yang sesuai.
Bagi penyandang diabetes yang penyakitnya ringan atau terkendali dengan
baik tanpa komplikasi tentu tidak begitu berbahaya untuk melakukan latihan jasmani
yang ketat sangat diperlukan untuk menghindari hal-hal negatif yang tidak
diinginkan. Evaluasi yang berkala perlu dilakukan untuk melihat kemajuan latihan
dan mengetahui manfaat dari latihan jasmani yang telah dilakukan. Hasil yang baik
dan memuaskan akan menambah motivasi pasien diabetes untuk tetap melakukan
latihan jasmani (Ilyas dalam Soegondo, Soewondo&Subekti 2009).
2.3.4 Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Pendekatan pengobatan tetap menggunakan perencanaan makanan (diet)
atau terapi nutrisi medik sebagai pengobatan utama dan jika hal ini bersama latihan
jasmani/aktifitas fisik ternyata gagal mencapai target yang ditentukan, maka
diperlukan penambahan obat hipogikemik oral atau insulin. Banyak orang dengan
diabetes sukar menurunkan berat badannya karena kurangnya motivasi atau disiplin
untuk mengikuti program yang dianjurkan oleh dokter sehingga seringkali seorang
dokter harus memberikan pengobatan farmakologis untuk mengatasi hiperglikemia
pada keadaan seperti ini. Setelah obat tertentu dipilih untuk penyandang DM,
biasanya pemberian obat dimulai dari dosis terendah. Dosis harus dinaikkan secara
bertahap 1-2 minggu, hingga mencapai KGD yang memuaskan atau dosis sudah
hampir maksimal (Soegondo, 2007).
Terapi farmakologi pada pasien DM biasanya diberikan obat hipoglikemik
oral atau obat anti hiperglikemia. Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral
1. Pemicu sekresi insulin
a. Golongan Sulfoniurea, cara kerja utamanya adalah meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pancreas, meningkatkan performance dan
jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak. Meningkatkan
efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport
karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak. Penurunan produksi
glukosa oleh hati. Termasuk golongan ini adalah:
1. Khlorpropamid, seluruhnya diekskresi oleh ginjal sehinggga tidak
dipakai pada gangguan faal ginjal dan oleh karena lama kerjanya
lebih dari 24 jam, diberikan sebagai dosis tunggal, tidak
dianjurkan untuk pasien geriatric
2. Glibenklamid, mempunyai efek hipoglikemik yang poten sehingga
pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makanan yang
ketat. Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada
beberapa kelainan fungsi hati dan ginjal.
3. Gliklasid, mempunyai efek hipoglikemik yang sedang sehingga
tidak begitu sering menyebabkan hipoglikemia.
4. Glikuidon, mempunyai efek hipoglikemik sedang dan juga jarang
menyebabkan hipoglikemik
5. Glipsid, mempunyai efek menekan produksi efek menekan
produksi glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor.
6. Glimepirid, mempunyai waktu mula kerja yang pendek dan waktu
b. Golongan Glinid, merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya
sulfonylurea dengan meningkatkan sekresi insulin. Golongan ini
terdiri dari dua obat, yaitu:
1. Repaglinid, merupakan derivate asam benzoat. Mempunyai efek
hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi melalui hati.
2. Nateglinid, cara kerja hamper sama dengan repaglenid, namun
nateglinid derivate dari fenilalanin. Diabsorpsi cep at setelah
pemberian secara oral dan dieksresi terutama melalui urin.
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin
a. Biguanid, tidak merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar
gula darah sampai normal serta tidak menyebabkan hipoglikemia.
Contoh obat golongan ini adalah metformin. Metformin menurunkan
gula darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot
yang dirangsang oleh insulin.
b. Thiazolindion, memperbaiki transport glukosa ke dalam sel. Contoh
obat golongan ini pioglitazon dan rosiglitazon.
3. Penghambat alfa glukosidase / acarbose
Acarbose merupakan suatu penghambat enzim alfa glukosidase yang berada
di dinding usus halus. Enzim alfa glukosidase antara lain maltase, isomaltase,
glukomaltase, dan sukrase. Obat ini diberikan dengan dosis 150-300 mg/hari. Obat ini
kurang dari 180mg/dl. Obat ini hanya memperngaruhi kadar glukosa darah pada
waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat ini
sebaiknya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta
dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan
(Soegondo, 2009)
Penyebab resistensi pada pasien DM tipe 2 dalam praktek sehari-hari sukar
dinilai, maka terpaksa dilakukan secara empiris yaitu bila seseorang tidak dapat
diobati dengan satu suntikan perhari maka ditambahkan suntikan kedua pada sore hari
dan seterusnya. Beberapa indikasi pemakaian obat hipoglikemik oral yaitu diabetes
sesudah umur 40 tahun, diabetes kurang dari 5tahun, yang memerlukan insulin
dengan dosis kurang dari 40 unit sehari dan DM tipe 2 berat normal atau lebih
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan
pasien diabetes melitus tipe 2 dalam menjalani penatalaksanaan diabetes mellitus di
Poli Klinik Endokrin RSUD Dr.Pirngadi Medan.
Patuh
Tidak Patuh
Keterangan :
Variabel yang diteliti =
Variabel yang tidak diteliti =
4. Edukasi Penatalaksanaan
Diabetes Melitus tipe 2
1. Diet
2. Latihan Fisik
3.2 Definisi Operasional
Variabel : Nominal
Kepatuhan
1. Diet Perencanaan
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimen dengan menggunakan
desain deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk
memaparkan suatu peristiwa atau fenomena yang terjadi dan disajikan dengan apa
adanya tanpa manipulasi (Nursalam, 2009). Dalam hal ini peneliti melihat kepatuhan
pasien diabetes melitus tipe 2 dalam menjalankan penatalaksanaan diabetes melitus
(diet, latihan fisik dan OHO) di RSU dr.Pirngadi Medan.
4.2 Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek (misalnya manusia atau pasien)
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2009). Berdasarkan survey
awal yang dilakukan terdapat jumlah populasi pasien diabetes melitus yang berada di
RSU dr. Pirngadi Medan pada bulan April 2012 berjumlah 93 orang.
4.2.2 Sampel penelitian
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2009). Pada penelitian ini yang menjadi
sampel penelitian adalah pasien diabetes tipe 2 yang menjalani rawat jalan di Poli
Dimana : n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
= Presisi yang ditetapkan (0,05)
Jadi jumlah sampel pada penelitian ini 76 orang responden.
4.2.3 Teknik sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperolah sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2009). Pengambilan sampel pada penelitian
ini menggunakan teknik nonprobability sampling dengan jenis purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan kriteria inklusi dan eklusi tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Responden yang didiagnosa DM tipe 2 yang mengkonsumsi obat
hipoglikemik oral
b. Responden yang menderita DM < 5tahun
c. Responden yang berusia > 40 tahun
d. Mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal
e. Mampu berbahasa Indonesia
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan yang beralamat di Jln
Prof. H. M. Yamin SH. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 April sampai dengan
22 Mei 2013 atau empat minggu. Alasan pemilihan rumah sakit ini sebagai objek
penelitian adalah karena RSUD dr. Pirngadi merupakan rumah sakit pendidikan yang
telah diberi SK dari dinas pendidikan. Selain itu, juga merupakan salah satu rumah
sakit pemerintah kota Medan.
4.4 Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini ada beberapa pertimbangan etik yang diperhatikan yaitu
lembar persetujuan penelitian, kerahasiaan identitas responden dan kerahasiaan
informasi.
4.4.1 Lembar persetujuan penelitian (Informed Consent)
Informed Consent diberikan kepada responden, yaitu lembar persetujuan
untuk menjadi responden. Sebelumnya peneliti memperkenalkan diri terlebih
dahulu, kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dan
menjelaskan prosedur penelitian. Setelah itu peneliti menanyakan kesediaan
responden untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. Jika responden bersedia
maka responden diminta untuk menandatangani informed consent tersebut.
Namun, jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka
4.4.2 Anonimity (Tanpa Nama)
Anonimity bertujuan untuk menjaga kerahasiaan responden. Peneliti tidak
mencantumkan nama responden, tetapi peneliti hanya menuliskan kode
(inisial) sebagai pengganti nama responden yang hanya diketahui oleh peneliti
saja.
4.4.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil
penelitian.
Karena penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka
hak – haknya sebagai manusia harus dilindungi dengan memperhatikan
prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik yaitu prinsip-prinsip manfaat, prinsip-prinsip menghargai hak asasi
manusia dan prinsip keadilan (Nursalam, 2003). Peneliti memberikan lembar
persetujuan penelitian yang diisi oleh responden atas dasar kesediaan responden
sebelum dilakukannya pengumpulan data. Data yang telah dikumpulkan dirahasiakan,
karena pada instrument penelitian tidak dicantumkan nama responden melainkan
menggunakan kode responden.
4.5 Instrumen Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan variabel yang akan diteliti, maka instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan mengacu kepada tinjauan
bagian pertama data demografi dan yang kedua kuesioner tentang kepatuhan diet,
latihan fisik dan obat hipoglikemik oral.
Data demografi meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,
pendapatan pertahun, dan pernyataan pernah mendapatkan penyuluhan atau edukasi
dari petugas kesehatan tentang penatalaksanaan DM. Instrument kedua berisi
pernyataan dengan menggunakan instrumens baru yang terdiri dari 9 pernyataan
positif dan 11 pernyataan negatif. Pernyataan positif dimana kategori dan skornya
terbagi empat yaitu Tidak Pernah = 1, Kadang-kadang = 2, Sering = 3,
Terus-menerus/selalu = 4. Pernyataan negatif untuk pilihan TP = 4, KK = 3, S = 2, TM = 1.
Skor tertinggi pada skala ini adalah 80 dan skor terendah adalah 20.
Berdasarkan rumus statistik (menurut Sudjana, 1992) :
Dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi
nilai terendah) sebesar 60 dan banyak kelas dibagi 2 kategori kelas untuk kepatuhan
penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 (patuh dan tidak patuh), maka akan diperoleh
panjang kelas sebesar 30. Menggunakan P = 30 dan nilai terendah 20 sebagai batas
bawah kelas interval pertama. Data kepatuhan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2
dikategorikan atas kelas interval dengan rentang 20 - 50 = tidak patuh dan 51 – 80 =
Instrument pernyataan untuk kepatuhan diet terdiri dari 3 pernyataan positif (1,
2 dan 4) dan 5 pernyataan negatif (3, 5, 6, 7, dan 8). Untuk kepatuhan
penatalaksanaan program diet diabetes melitus tipe 2 dengan nilai p sebesar 12 dan
banyak kelas dibagi 2 kategori (patuh dan tidak patuh). Menggunakan P = 12 dan
nilai terendah 8 sebagai batas bawah kelas interval pertama. Data kepatuhan
penatalaksanaan program diet diabetes melitus tipe 2 dikategorikan atas kelas interval
dengan rentang 8 - 20 = tidak patuh dan 21 – 32 = patuh.
Instrument pernyataan untuk kepatuhan latihan fisik terdiri dari 4 pernyataan
positif (9, 10, 11, dan 12) dan 1 pernyataan negatif (13). Kategori kepatuhan
penatalaksanaan latihan fisik diabetes melitus tipe 2 dibagi 2 kategori (patuh dan
tidak patuh) dengan menggunakan P = 7 dan nilai terendah 5 sebagai batas bawah
kelas interval pertama. Data kepatuhan penatalaksanaan latihan fisik diabetes melitus
tipe 2 dikategorikan atas kelas interval dengan rentang 5 - 12 = tidak patuh dan 13 –
20 = patuh.
Instrument pernyataan untuk kepatuhan mengonsumsi OHO terdiri dari 2
pernyataan positif (16 dan 17) dan 5 pernyataan negatif (14, 15, 18, 19, dan 20).
Kategori kepatuhan penatalaksanaan obat hipoglikemik oral (OHO) diabetes melitus
tipe 2 dibagi juga dengan 2 kategori (patuh dan tidak patuh), menggunakan P = 10
dan nilai terendah 7 sebagai batas bawah kelas interval pertama. Data kepatuhan
penatalaksanaan obat hipoglikemeik oral (OHO) diabetes melitus tipe 2 dikategorikan
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen harus mampu mengukur apa yang
seharusnya diukur (Nursalam,2008). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya
validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Uji validitas pada
penelitian ini dilakukan oleh dua dosen Fakultas Keperawatan USU yang ahli di
bidangnya (Lampiran 3).
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau
kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan
(Nursalam, 2008). Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui sejauh
mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap variabel yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama
(Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini dilaksanakan uji reliabilitas terhadap 30
orang responden yang memiliki karakteristik dan kriteria yang sama tetapi dengan
orang yang berbeda di RSU Haji Medan. Uji tes ini dilakukan dengan menggunakan
aplikasi komputerisasi dengan analisis cronbach alpha, maka diperoleh nilai reliabilitas
instrumen ini adalah 0,762 yang artinya instrumen tersebut reliabel untuk digunakan.
4.7 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian yaitu RSUD dr.
Pirngadi Medan.
Setelah peneliti mendapat surat izin, peneliti menjelaskan kepada calon responden
tentang tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden
dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed consent.
Responden penelitian diberi lembar kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya
apabila ada pernyataan yang tidak dipahami. Selesai pengisian peneliti mengambil
kuesioner yang telah diisi responden, kemudian memeriksa kelengkapan data. Jika
ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi dan selanjutnya data yang telah
terkumpul dianalisa/diolah.
4.8. Analisa Data
Data yang terkumpul dianalisa dengan memeriksa kembali data demografi serta
data hasil kuesioner kepatuhan penatalaksanaan DM. Data yang diperoleh
diidentifikasi dengan mentabulasi data yang terkumpul. Selanjutnya data diolah
dengan program komputerisasi SPSS dalam uji deskriptif untuk mengetahui
frekwensi, presentasi, mean dan standar deviasi menggunakan tabel untuk data
demografi kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam penatalaksanaan diabetes
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian serta pembahasan mengenai
kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam penatalaksanaan diabetes melitus di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan.
5.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanaan mulai tanggal 22 April 2013 sampai 22 Mei 2013 di
RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan jumlah responden sebanyak 76 responden.
Adapun data – data yang diperoleh sebagai berikut :
5.1.1 Data Demografi Responden
Data yang diperoleh dari responden pada penelitian ini paling banyak
adalah jenis kelamin perempuan dengan jumlah responden 51 orang (67,1%).
Tingkat usia responden paling banyak berada di rentang 40-60 tahun (57,9%).
Tingkat pendidikan yang tertinggi ialah SMA dengan jumlah 33 orang
(43,4%). Pekerjaan responden yang paling banyak Pensiun/Tidak bekerja
yaitu 48 responden (63,2%). Penghasilan responden mayoritas 1 juta – 3 juta
per bulan dengan jumlah 34 responden (44,7%). Lama mengidap DM pada
penelitian ini selama 4 – 5 tahun dengan 31 orang responden (40,8%). Berikut
Tabel 5.1. Karakteristik Demografi Responden Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Pasien DM Tipe 2 di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)
Data Demografi Frekuensi Persentase (%) Umur
Peg.Swasta/Wiraswasta 12 15,8
Pensiun/Tdk Bekerja/IRT 48 63,2
Penghasilan
1. Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang patuh terhadap
penatalaksanaan diet diabetes melitus di RSUD dr. Pirngadi Medan (88,2%)
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Kepatuhan Diet Pasien DM Tipe 2 di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)
Kepatuhan Diet Frekuensi Persentasi (%)
Patuh 67 88,2
Tidak Patuh 9 11,8
Total 76 100
2. Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Latihan Fisik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di RSUD dr. Pirngadi
Medan (71,1%) lebih banyak yang tidak patuh dalam melaksanakan
penatalaksanaan latihan fisik dengan jumlah responden 54 orang (Tabel 5.3).
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Kepatuhan Latihan Fisik Pasien DM Tipe 2 di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)
Kepatuhan Latihan Fisik
Frekuensi Persentasi (%)
Patuh 22 28,9
Tidak Patuh 54 71,1
Total 76 100
3. Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Obat Hipoglikemeik Oral (OHO).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di RSUD dr. Pirngadi
penatalaksanaan obat hipoglikemik oral (OHO) dengan jumlah responden 74
orang ( Tabel 5.4).
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Kepatuhan Minum OHO Pasien DM Tipe 2 di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)
Kepatuhan OHO Frekuensi Persentasi (%)
Patuh 74 97,4
Tidak Patuh 2 2,6
Total 76 100
4. Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di RSUD dr. Pirngadi
Medan (89,5%) lebih banyak yang patuh dalam melaksanakan
penatalaksanaan obat hipoglikemik oral (OHO) dengan jumlah responden 68
orang (Tabel 5.4).
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Kepatuhan Penatalaksanaan DM di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)
Kepatuhan Penatalaksanaan
Frekuensi Persentasi (%)
Patuh 68 89,5
Tidak Patuh 8 10,5
5.2. Pembahasan
5.2.1 Kepatuhan Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus (DM)
tipe 2 di RSUD dr. Pirngadi Medan (88,2%) patuh dalam penatalaksanaan diet
DM. Berdasarkan penelitian Susanty (2004) di RSUD dr. Pirngadi Medan
pada umumnya pengetahuan responden mengenai jenis makanan sudah baik,
dimana semua jenis makanan dapat dimakan bagi pasien diabetes melitus dan
susunan makanan penderita diabetes melitus sudah mendekati makanan orang
normal, yang penting jumlah kalori yang di dapat dari makanan tidak lebih
dari jumlah yang ditetapkan. Bahan makanan ini tidak terikat pada bahan
makanan tertentu saja, karena ada daftar penukar bahan makanan yang tidak
akan menimbulkan kebosanan.
Mayoritas jenis kelamin pada penelitian ini lebih banyak perempuan
(67,1%). Sejalan dengan penelitian Chaveeponjkamjorn et al (2008) mengenai
kualitas hidup dan kepatuhan pasien DM Tipe 2 mayoritas responden adalah
perempuan (78,7%). Hasil ini berbeda dengan penelitian Lestari (2012) di
RSUP Fatmawati lebih banyak responden laki – laki (51%). Hasil penelitian
Tera (2011) menunjukkan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan dengan
kepatuhan pengaturan makanan, di mana perempuan mempunyai kebiasaan
makan lebih sedikit sehingga kepatuhan diet pada perempuan lebih baik.
Karakteristik responden pada penelitian ini adalah pasien yang
penelitian ini responden masih mengatur makanannya sesuai diet yang
diberikan oleh tim kesehatan. Didukung oleh hasil penelitian Tera (2011)
menunjukkan bahwa pasien dengan jangka waktu menderita DM tipe 2 lebih
lama (>12 tahun) akan cenderung mengonsumsi makanan yang tidak tepat,
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tidak mengikuti aturan diet yang
diberikan.
Hasil penelitian Lubis (2006) ditemukan bahwa responden yang
mempunyai penghasilan dibawah Rp. 500.000,00 dan dipastikan akan
mempengaruhi klien dalam melaksanakan dietnya yang lebih cenderung
memilih kuantitas dari kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga mereka
tidak patuh. Hal ini sesuai dengan hasil peneliti dimana responden pada
penelitian ini memiliki pengasilan 1-3 juta (44,7%) dan dapat dikatakan patuh.
Didukung pula oleh penelitian Nurachmah (2001) bahwa kualitas
makanan/pola makan turut dipengaruhi oleh status ekonomi.
Prevalensi kepatuhan diet pada pasien DM tipe 2 di beberapa wilayah
di Indonesia antara lain di Denpasar yang diteliti oleh Adnyana et all (2006)
memperlihatkan hanya 37% yang menjalani diet secara teratur. Hasil
penelitian Lestari (2012) prevalensi kepatuhan diet DM pasien rawat jalan di
RSUP Fatmawati sebesar 56%. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh
Wahyudi (2011) di RSUD Nganjuk sebanyak 51% pasien DM tipe 2 rawat
jalan patuh terhadap diet DM. Berdasarkan hasil penelitian ini pasien DM tipe
2 yang patuh di RSUD dr.Pirngadi dengan lama menderita kurang dari 5