• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi perkembangan gejala klinis dan patologi pada ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) yang diinfeksi dengan Streptococcus iniae

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi perkembangan gejala klinis dan patologi pada ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) yang diinfeksi dengan Streptococcus iniae"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERKEMBANGAN GEJALA KLINIS DAN

PATOLOGI PADA IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus

fuscoguttatus ) YANG DIINFEKSI DENGAN Streptococcus iniae

STUDI PERKEMBANGAN GEJALA KLINIS DAN PATOLOGI PADA IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus ) YANG DIINFEKSI DENGAN Streptococcus iniae

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Perkembangan Gejala Klinis dan Patologi pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang diinfeksi dengan Streptococcus iniae adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Hari Maryadi

(3)

ABSTRACT

HARI MARYADI. Developmental study of clinical and pathological signs in tiger grouper fish (Epinephelus fuscoguttatus) infected with Streptococcus iniae.

Under supervision of SRI ESTUNINGSIH and HERNOMOADI HUMINTO.

Disease in cultured of tiger grouper fish E. fuscoguttatus known to be one of mortality factors resulted in low production and harvest failure. One of the potent diseases is S. iniae infecting tilapia Oreochromis niloticus. S. iniae is also a potential disease to infect human (Zoonosis).

Therapy by antibiotics often evokes resistance of the pathogenic bacteria and therefore it is necessary to carry out its alternative control. One of the procedures is by controlling its introduction and spread of S. iniae carried by fish or other media from one area to the others and its potential infection.

This study aimed to (1) find out whether S. iniae isolated from tilapia could infect tiger grouper fish (E. fuscoguttatus), (2) study the developmental phase of clinical sign and (3) figure out pathological changes in grouper fish infected experimentally.

The study was conducted in three stages i.e. to recover its virulence, LD50 and main test. The main test was conducted in 2 treatment groups where each group was infected intra peritoneal (IP) at doses of 106 cells/ml and 109 cells/ml and 1 group was the control in duplicate each of 7 fish. Observations done were (a): clinical sign before infected (b) clinical sign and histopathological change after infected with S. iniae, conducted daily in which 1 fish was sampled for necroption.

Results showed that S. iniae isolated from tilapia were able to infect tiger grouper fish E. fuscoguttatus with dark body color clinical sign, hemorrhagic under the operculum, swollen belly, losing scales, swollen swimming bladder and pale liver and gill, and swollen spleen. Histopathological change occurred were branchitis, encephalitis, hepatitis, pericarditis, splenitis, nephritis and enteritis indicated by congestion, hyperemia, infiltration of eosinophylic granular cell and lymphocyte, difuse gliosis, vasculitis, malacia, degeneration and necrotic.

(4)

RINGKASAN

Penyakit bakterial saat ini merupakan salah satu kendala dalam sistem pembudidayaan ikan yang sering menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.

Streptococcus iniae adalah salah satu bakteri patogen dari kelompok

streptococcus yang dapat menginfeksi ikan air tawar maupun ikan laut. Patogen ini bersifat zoonosis, dapat menularkan penyakit dari ikan yang terserang kepada manusia yang menyentuh atau mengkonsumsinya. Atas dasar potensi patogenitasnya, sifat zoonosis dan resiko pengendaliannya maka pemerintah menetapkan S. iniae kedalam kelompok Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) gol II, yaitu penyakit yang harus diwaspadai untuk dicegah penyebarannya. Di Indonesia S. iniae dilaporkan menginfeksi ikan Nila (Oreochormis niloticus) yang dibudidayakan. Mekanisme infeksi dan inang terget lain selain ikan Nila belum banyak diketahui.

Ikan Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan salah satu komoditas sumberdaya perikanan potensial karena memiliki nilai ekonomis tinggi, permintaan untuk kebutuhan konsumsi di dalam negeri ataupun potensi ekspor untuk memenuhi permintaan luar negeri pun cukup besar. Kendala atau hambatan dalam budidaya Kerapu Macan yang sering menimbulkan kematian dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang disebabkan oleh agen patogenik (Virus, jamur, parasit dan bakteri) dan non patogenik seperti kualitas air, pakan.

Streptococcosis yang diakibatkan dapat S. iniae ditanggulangi dengan penggunaan antibiotik, vaksinasi atau pemberian imunostimulan. Penggunaan antibiotik dalam kondisi yang terkendali akan efektif namun apabila penggunaannya terus menerus dan tidak terkendali dapat menimbulkan efek resisten dari agen patogen selain itu residu yang ditimbulkan dapat membahayakan kesehatan manusia. Penggunaan vaksin dan imunostimulan untuk pencegahan penyakit ini sampai saat ini belum dapat optimal dilakukan mengingat ketersediaanya dipasar masih sulit diperoleh.

(5)

Kegiatan pengawasan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit pada ikan yang dilalulintaskan memerlukan kemampuan mendeteksi dari gejala klinis maupun patologi dari individu yang diduga terinfeksi.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui (1) apakah S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila dapat menginfeksi ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus), (2) mempelajari gejala klinis akibat infeksi S. iniae (3) mempelajari perubahan patologi pada ikan Kerapu yang diinfeksi secara buatan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam metoda pendeteksian secara dini untuk mencegah masuk dan tersebarnya penyakit streptococcosis melalui tanda klinis maupun perubahan patologi dari ikan yang diduga terserang bakteri patogen S. iniae. Informasi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pelaksanaan prosedur tindak karantina ikan ataupun pada usaha pembudidayaan ikan Kerapu Macan.

Ikan yang digunakan adalah ikan Kerapu Macan berukuran 10 - 11 cm dengan berat rata-rata 9 – 10 gr. Air yang digunakan sebagai media pemeliharaan adalah air laut dengan salinitas 32 – 35 ppm. Pakan yang diberikan berupa udang kecil / rebon atau ikan sisa / rucah. yang bebas dari S. iniae ataupun mikroorganisme patogen lainnya.

Isolat bakteri S. iniae berasal dari ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Sentani - Papua koleksi FKH UGM. Sebelum digunakan isolat dilakukan uji profisiensi di laboratorium mikrobiologi FKH IPB dan Stasiun karantina Ikan Tanjung Priok.

Penelitian dilakukan dalam 3 tahap, meliputi : persiapan, penelitian pendahuluan : uji pengembalian virulensi dan LD 50 dan penelitian utama. Uji pengembalian virulensi S. iniae dilakukan dengan metode in vivo melalui suntikan intraperitoneal dalam 2 (dua) kali pasase, dengan menginjeksikan pada 10 ekor ikan Nila (Oreochromis niloticus) masing-masing sebanyak 0,1 ml secara intraperitoneal (ip). Uji virulensi dilakukan selama 4 (empat) hari. Untuk mengetahui dosis maksimum yang dapat menyebabkan kematian 50 % populasi ikan uji dilakukan pengujian LD50 dengan 4 perlakuan dosis suspensi bakteri dan

(6)

diinjeksikan pada ikan sebanyak 0,1 ml setiap ekor pada ip. Perlakuan A : S.iniae 10 6 sel/ml ; Perlakuan B : S.iniae 10 8 sel/ml ; Perlakuan C : S.iniae 10 10 sel/ml; Perlakuan D : S.iniae 10 12 sel/ml; Perlakuan E : Kontrol, digunakan suspensi PBS Steril. Uji dilakukan selama 10 hari. Uji utama ikan uji dibagi kedalam 2 kelompok perlakuan yaitu 106 sel/ml dan 109 sel/ml dan 1 kelompok kontrol, masing-masing 2 ulangan terdiri dari 7 ekor ikan. Pengamatan penelitian meliputi : gejala klinis sebelum infeksi, gejala klinis dan patologi setelah infeksi dengan metoda deskriptif.

Pertumbuhan S. iniae pada permukaan agar darah menunjukan aspek koloni transparan, koloni membentuk zona hemolisis beta (β-hemolysis). Pada sediaan ulas yang diwarnai dengan Gram, S. iniae berbentuk rantai terdiri dari 2 – 7 sel berwarna biru tua. Pada media padat BHIA (Brain Heart Infusion Agar) dengan NaCL 0% dan 2 %, S. iniae bersifat Gram positif , tumbuh pada suhu inkubasi 10 °C dan 45°C. Karakter lain yang ditunjukan adalah tidak bergerak (non motil), katalase negatif, positif pada pengujian Voges Proskeuer.

Gejala klinis ikan Nila terinfeksi pada uji pengembalian virulensi memperlihatkan adanya penurunan respon terhadap rangsang dan nafsu makan, gerakan renang lemah dan sering berenang dipermukaan. Warna tubuh menjadi gelap, hemoragi pada bagian bawah tubuh / bawah sirip pectoralis dan sekitar operculum, sirip caudal geripis, pembesaran abdomen dan rontok sisik. Perubahan Patologi Anatomi – PA terlihat organ insang pucat dan pada beberapa ekor ikan uji terdapat lesi erosi pada lemella sekunder, organ hati membesar dan pucat, organ limpa relatif lebih gelap.

Nilai LD50 bakteri S. iniae yang mematikan 50% ikan uji Kerapu Macan

(E. fuscogutattus) adalah 8,98 x 10 8 sel/ml.

(7)

Perubahan makroskopis atau patologi anatomi pada ikan Kerapu Macan yang diberi perlakuan infeksi S. iniae berupa lesi pada area injeksi, warna tubuh menjadi gelap, hemoragi pada bagian bawah operkulum, perut bengkak, sisik rontok, gelembung renang relatif lebih besar, hati bengkak dan pucat, limpa bengkak dan empedu bengkak. Pada kelompok normal tidak terjadi perubahan.

Perubahan histopatologi pada ikan Kerapu Macan yang diberi perlakuan infeksi S. iniae terjadi pada organ insang, otak, jantung, hati, ginjal, limpa dan usus. Perubahan HP tersebut berupa degenerasi, nekrosis, kongesti, hemoragi, edema, dan radang.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila (O. niloticus) berpotensi menginfeksi ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus). Gejala klinis ikan yang terinfeksi S. iniae berupa perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, hemoragi pada operkulum dan rahang bagian bawah. Perubahan histopatologi berdasarkan data hasil pengamatan histopatologi, sebaran S. iniae pasca infeksi dan hasil reisolasi, beberapa organ terlihat konsisten yaitu encephalitis, nephritis, enteritis dan peritonitis. Gejala klinis dan perubahan histopatologi pada ikan yang diberi perlakuan infeksi dengan S. iniae tidak terlihat secara konsisten sama dengan gejala klinis pada ikan Nila yang diinfeksi S. Iniae pada uji pengembalian virulensi ataupun beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini diduga dipengaruhi oleh karakteristik media hidup S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila dengan parameter pH, suhu, dan salinitas peraiaran tawar, selanjutnya diinfeksikan pada ikan Kerapu macan yang merupakan ikan laut, perbedaan karakteristik media hidup dari host maupun lingkungan dimana inangnya hidup menyebabkan kemampuan adaptasinya menurun selanjutnya hal ini mempengaruhi tingkat patogenitas.

(8)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

STUDI PERKEMBANGAN GEJALA KLINIS DAN

PATOLOGI PADA IKAN KERAPU MACAN (

Epinephelus

fuscoguttatus

) YANG DIINFEKSI DENGAN

Streptococcus iniae

HARI MARYADI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Judul Penelitian : Studi perkembangan gejala klinis dan patologi pada ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) yang diinfeksi dengan Streptococcus iniae

Nama : Hari Maryadi

NRP : B053040081

Program Studi : Sains Veteriner

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi drh. Hernomoadi Huminto, MVS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sains Veteriner

drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS.PhD. Prof. Dr. Ir. Khairil A Notodiputro, MS.

(11)

STUDI PERKEMBANGAN GEJALA KLINIS DAN

PATOLOGI PADA IKAN KERAPU MACAN (

Epinephelus

fuscoguttatus

) YANG DIINFEKSI DENGAN

Streptococcus iniae

HARI MARYADI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Perkembangan Gejala Klinis dan Patologi pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang diinfeksi dengan Streptococcus iniae adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Hari Maryadi

(13)

ABSTRACT

HARI MARYADI. Developmental study of clinical and pathological signs in tiger grouper fish (Epinephelus fuscoguttatus) infected with Streptococcus iniae.

Under supervision of SRI ESTUNINGSIH and HERNOMOADI HUMINTO.

Disease in cultured of tiger grouper fish E. fuscoguttatus known to be one of mortality factors resulted in low production and harvest failure. One of the potent diseases is S. iniae infecting tilapia Oreochromis niloticus. S. iniae is also a potential disease to infect human (Zoonosis).

Therapy by antibiotics often evokes resistance of the pathogenic bacteria and therefore it is necessary to carry out its alternative control. One of the procedures is by controlling its introduction and spread of S. iniae carried by fish or other media from one area to the others and its potential infection.

This study aimed to (1) find out whether S. iniae isolated from tilapia could infect tiger grouper fish (E. fuscoguttatus), (2) study the developmental phase of clinical sign and (3) figure out pathological changes in grouper fish infected experimentally.

The study was conducted in three stages i.e. to recover its virulence, LD50 and main test. The main test was conducted in 2 treatment groups where each group was infected intra peritoneal (IP) at doses of 106 cells/ml and 109 cells/ml and 1 group was the control in duplicate each of 7 fish. Observations done were (a): clinical sign before infected (b) clinical sign and histopathological change after infected with S. iniae, conducted daily in which 1 fish was sampled for necroption.

Results showed that S. iniae isolated from tilapia were able to infect tiger grouper fish E. fuscoguttatus with dark body color clinical sign, hemorrhagic under the operculum, swollen belly, losing scales, swollen swimming bladder and pale liver and gill, and swollen spleen. Histopathological change occurred were branchitis, encephalitis, hepatitis, pericarditis, splenitis, nephritis and enteritis indicated by congestion, hyperemia, infiltration of eosinophylic granular cell and lymphocyte, difuse gliosis, vasculitis, malacia, degeneration and necrotic.

(14)

RINGKASAN

Penyakit bakterial saat ini merupakan salah satu kendala dalam sistem pembudidayaan ikan yang sering menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.

Streptococcus iniae adalah salah satu bakteri patogen dari kelompok

streptococcus yang dapat menginfeksi ikan air tawar maupun ikan laut. Patogen ini bersifat zoonosis, dapat menularkan penyakit dari ikan yang terserang kepada manusia yang menyentuh atau mengkonsumsinya. Atas dasar potensi patogenitasnya, sifat zoonosis dan resiko pengendaliannya maka pemerintah menetapkan S. iniae kedalam kelompok Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) gol II, yaitu penyakit yang harus diwaspadai untuk dicegah penyebarannya. Di Indonesia S. iniae dilaporkan menginfeksi ikan Nila (Oreochormis niloticus) yang dibudidayakan. Mekanisme infeksi dan inang terget lain selain ikan Nila belum banyak diketahui.

Ikan Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan salah satu komoditas sumberdaya perikanan potensial karena memiliki nilai ekonomis tinggi, permintaan untuk kebutuhan konsumsi di dalam negeri ataupun potensi ekspor untuk memenuhi permintaan luar negeri pun cukup besar. Kendala atau hambatan dalam budidaya Kerapu Macan yang sering menimbulkan kematian dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang disebabkan oleh agen patogenik (Virus, jamur, parasit dan bakteri) dan non patogenik seperti kualitas air, pakan.

Streptococcosis yang diakibatkan dapat S. iniae ditanggulangi dengan penggunaan antibiotik, vaksinasi atau pemberian imunostimulan. Penggunaan antibiotik dalam kondisi yang terkendali akan efektif namun apabila penggunaannya terus menerus dan tidak terkendali dapat menimbulkan efek resisten dari agen patogen selain itu residu yang ditimbulkan dapat membahayakan kesehatan manusia. Penggunaan vaksin dan imunostimulan untuk pencegahan penyakit ini sampai saat ini belum dapat optimal dilakukan mengingat ketersediaanya dipasar masih sulit diperoleh.

(15)

Kegiatan pengawasan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit pada ikan yang dilalulintaskan memerlukan kemampuan mendeteksi dari gejala klinis maupun patologi dari individu yang diduga terinfeksi.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui (1) apakah S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila dapat menginfeksi ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus), (2) mempelajari gejala klinis akibat infeksi S. iniae (3) mempelajari perubahan patologi pada ikan Kerapu yang diinfeksi secara buatan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam metoda pendeteksian secara dini untuk mencegah masuk dan tersebarnya penyakit streptococcosis melalui tanda klinis maupun perubahan patologi dari ikan yang diduga terserang bakteri patogen S. iniae. Informasi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pelaksanaan prosedur tindak karantina ikan ataupun pada usaha pembudidayaan ikan Kerapu Macan.

Ikan yang digunakan adalah ikan Kerapu Macan berukuran 10 - 11 cm dengan berat rata-rata 9 – 10 gr. Air yang digunakan sebagai media pemeliharaan adalah air laut dengan salinitas 32 – 35 ppm. Pakan yang diberikan berupa udang kecil / rebon atau ikan sisa / rucah. yang bebas dari S. iniae ataupun mikroorganisme patogen lainnya.

Isolat bakteri S. iniae berasal dari ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Sentani - Papua koleksi FKH UGM. Sebelum digunakan isolat dilakukan uji profisiensi di laboratorium mikrobiologi FKH IPB dan Stasiun karantina Ikan Tanjung Priok.

Penelitian dilakukan dalam 3 tahap, meliputi : persiapan, penelitian pendahuluan : uji pengembalian virulensi dan LD 50 dan penelitian utama. Uji pengembalian virulensi S. iniae dilakukan dengan metode in vivo melalui suntikan intraperitoneal dalam 2 (dua) kali pasase, dengan menginjeksikan pada 10 ekor ikan Nila (Oreochromis niloticus) masing-masing sebanyak 0,1 ml secara intraperitoneal (ip). Uji virulensi dilakukan selama 4 (empat) hari. Untuk mengetahui dosis maksimum yang dapat menyebabkan kematian 50 % populasi ikan uji dilakukan pengujian LD50 dengan 4 perlakuan dosis suspensi bakteri dan

(16)

diinjeksikan pada ikan sebanyak 0,1 ml setiap ekor pada ip. Perlakuan A : S.iniae 10 6 sel/ml ; Perlakuan B : S.iniae 10 8 sel/ml ; Perlakuan C : S.iniae 10 10 sel/ml; Perlakuan D : S.iniae 10 12 sel/ml; Perlakuan E : Kontrol, digunakan suspensi PBS Steril. Uji dilakukan selama 10 hari. Uji utama ikan uji dibagi kedalam 2 kelompok perlakuan yaitu 106 sel/ml dan 109 sel/ml dan 1 kelompok kontrol, masing-masing 2 ulangan terdiri dari 7 ekor ikan. Pengamatan penelitian meliputi : gejala klinis sebelum infeksi, gejala klinis dan patologi setelah infeksi dengan metoda deskriptif.

Pertumbuhan S. iniae pada permukaan agar darah menunjukan aspek koloni transparan, koloni membentuk zona hemolisis beta (β-hemolysis). Pada sediaan ulas yang diwarnai dengan Gram, S. iniae berbentuk rantai terdiri dari 2 – 7 sel berwarna biru tua. Pada media padat BHIA (Brain Heart Infusion Agar) dengan NaCL 0% dan 2 %, S. iniae bersifat Gram positif , tumbuh pada suhu inkubasi 10 °C dan 45°C. Karakter lain yang ditunjukan adalah tidak bergerak (non motil), katalase negatif, positif pada pengujian Voges Proskeuer.

Gejala klinis ikan Nila terinfeksi pada uji pengembalian virulensi memperlihatkan adanya penurunan respon terhadap rangsang dan nafsu makan, gerakan renang lemah dan sering berenang dipermukaan. Warna tubuh menjadi gelap, hemoragi pada bagian bawah tubuh / bawah sirip pectoralis dan sekitar operculum, sirip caudal geripis, pembesaran abdomen dan rontok sisik. Perubahan Patologi Anatomi – PA terlihat organ insang pucat dan pada beberapa ekor ikan uji terdapat lesi erosi pada lemella sekunder, organ hati membesar dan pucat, organ limpa relatif lebih gelap.

Nilai LD50 bakteri S. iniae yang mematikan 50% ikan uji Kerapu Macan

(E. fuscogutattus) adalah 8,98 x 10 8 sel/ml.

(17)

Perubahan makroskopis atau patologi anatomi pada ikan Kerapu Macan yang diberi perlakuan infeksi S. iniae berupa lesi pada area injeksi, warna tubuh menjadi gelap, hemoragi pada bagian bawah operkulum, perut bengkak, sisik rontok, gelembung renang relatif lebih besar, hati bengkak dan pucat, limpa bengkak dan empedu bengkak. Pada kelompok normal tidak terjadi perubahan.

Perubahan histopatologi pada ikan Kerapu Macan yang diberi perlakuan infeksi S. iniae terjadi pada organ insang, otak, jantung, hati, ginjal, limpa dan usus. Perubahan HP tersebut berupa degenerasi, nekrosis, kongesti, hemoragi, edema, dan radang.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila (O. niloticus) berpotensi menginfeksi ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus). Gejala klinis ikan yang terinfeksi S. iniae berupa perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, hemoragi pada operkulum dan rahang bagian bawah. Perubahan histopatologi berdasarkan data hasil pengamatan histopatologi, sebaran S. iniae pasca infeksi dan hasil reisolasi, beberapa organ terlihat konsisten yaitu encephalitis, nephritis, enteritis dan peritonitis. Gejala klinis dan perubahan histopatologi pada ikan yang diberi perlakuan infeksi dengan S. iniae tidak terlihat secara konsisten sama dengan gejala klinis pada ikan Nila yang diinfeksi S. Iniae pada uji pengembalian virulensi ataupun beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini diduga dipengaruhi oleh karakteristik media hidup S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila dengan parameter pH, suhu, dan salinitas peraiaran tawar, selanjutnya diinfeksikan pada ikan Kerapu macan yang merupakan ikan laut, perbedaan karakteristik media hidup dari host maupun lingkungan dimana inangnya hidup menyebabkan kemampuan adaptasinya menurun selanjutnya hal ini mempengaruhi tingkat patogenitas.

(18)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(19)

STUDI PERKEMBANGAN GEJALA KLINIS DAN

PATOLOGI PADA IKAN KERAPU MACAN (

Epinephelus

fuscoguttatus

) YANG DIINFEKSI DENGAN

Streptococcus iniae

HARI MARYADI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(20)

Judul Penelitian : Studi perkembangan gejala klinis dan patologi pada ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) yang diinfeksi dengan Streptococcus iniae

Nama : Hari Maryadi

NRP : B053040081

Program Studi : Sains Veteriner

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi drh. Hernomoadi Huminto, MVS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sains Veteriner

drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS.PhD. Prof. Dr. Ir. Khairil A Notodiputro, MS.

(21)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dalam rangka penyusunan tesis yang berjudul Studi Perkembangan Gejala Klinis dan Patologi pada ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) yang Diinfeksi dengan Streptococcus iniae.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan drh. Hernomoadi Huminto, M.VS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, saran, kesempatan dan bimbingan pada pembuatan rencana, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini, drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS.PhD. selaku Ketua Program Studi Sains Veteriner, Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan dan Kepala Pusat Karantina Ikan yang telah memberikan izin tugas belajar, Istri tercinta Yetty Rufianti, SIP. atas dorongan dan kesabarannya dalam mendampingi penulis, Anak-anakku tersayang Fadhilah Maryadi Putra dan Safira Dian Maryadianti serta Ayahanda dan Ibunda yang saya hormati, Prof. drh. Kurniasih, M.V.Sc. PhD. dan drh. Surya Amanu, MS. yang telah memfasilitasi penelitian pendahuluan di FKH UGM, rekan-rekan di Stasiun Karantina Ikan Kelas I Tanjung Priok dan Balai Karantina ikan SMB II Palembang serta semua pihak yang telah membantu dan mendukung penelitian ini yang tidak dapat penulis tuangkan satu persatu pada kesempatan ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2009

Penulis,

(22)

RIWAYAT HIDUP

Hari Maryadi, dilahirkan di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 31 Agustus 1965 sebagai anak ke dua dari lima bersaudara dari Ayah Drs. H. Maskun Disastra dan ibu Dra. Hj. Siti Umaerah.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1977 di SDN Sadagori I Cirebon, kemudian melanjutkan ke SMPN I Cirebon dan lulus pada tahun 1981. Selanjutnya Penulis melanjutkan ke SMAN 2 Cirebon dan lulus pada tahun 1984. Pada tahun 1984, Penulis diterima di Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung dan lulus sebagai Sarjana Perikanan pada tahun 1990. Pada tahun 2004, penulis mendapatkan ijin dan kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana IPB pada Program Studi Sains Veteriner.

Tahun1991 sampai sekarang penulis mengabdi dan bekerja pada Pusat Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan.

(23)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) ... 4

Streptococcosis ... 5

Streptococcus iniae ... 7

Perubahan Patologi ... 8

Kualitas Air ... 13

METODA PENELITIAN

Tempat dan waktu penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metoda Penelitian - Persiapan

Ikan Uji ... 16 Bakteri ... 16 - Pendahuluan

Uji Pengembalian virulensi ... 17 Uji LD50 ... 18

- Uji Utama ... 18

Analisa Data ………... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Pendahuluan ... 21

(24)

- Uji pengembalian virulensi ... 23 - Uji LD50 ... 25 Uji Utama

- Gejala klinis ... 27

- Perubahan Patologi Anatomi ... 29

- Perubahan histopatologi ... 33

- Penyebaran S. iniae pada organ pasca infeksi ... 59

- Perbandingan gejala klinis dan patologi pada ikan Nila dan Kerapu

Macan ... 67

- Hasil pengamatan kualitas air ... 68

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 69 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(25)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik morfologi dan biokimia Streptococcus iniae ... 21 Tabel 2 Perhitungan LD50 bakteri Streptococcus iniae terhadap ikan

kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) pada uji LD50 ... 25

Tabel 3 Data tingkah laku ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus)yang diinfeksi Streptococcus iniae ... 27 Tabel 4 Perubahan patologi anatomi ikan Kerapu Macan

(Epinephelus Fuscogutattus) yang diinfeksi Streptococcus

iniae ... 30 Tabel 5 Perubahan histopatologi ikan Kerapu Macan (Epinephelus

Fuscogutattus) yang diinfeksi Streptococcus iniae ... 34 Tabel 6 Data hasil pengamatan Sebaran Streptococcus iniae pasca

infeksi ... 60

Tabel 7 Data perbandingan gejala klinis, PA dan patologi ikan Nila dan Kerapu Macan yang diinfeksi S.iniae

67

(26)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Koloni Streptococcus sp. ... 6 Gambar 2 Hati kemerahan pada ikan Siganus canaliculatus yang

terinfeksi Streptococcus iniae ... 11 Gambar 3 Kongesti pada hati Rabit Fish Siganus canaliculatus yang

terinfeksiStreptococcus iniae ... 12 Gambar 4 Eksoptalmia pada Tilapia terinfeksi Streptococcus iniae .. 13 Gambar 5 Koloni isolat Streptococcus iniae pada media darah ... 22 Gambar 6 Koloni bentuk rantai Streptococcus iniae isolat Sentani ... 23 Gambar 7 Lesio patologi anatomi hemoragi dan sisik rontok pada

ikan Nila (Oreochromis Niloticus) yang diinfeksi Streptococcus iniae. ... 24 Gambar 8 Lesio patologi anatomi pendarahan pada ginjal dan hati

pucat ikan Nila (Oreochromis Nilaticus) yang diinfeksi

Streptococcus iniae ... 24 Gambar 9 Lesio patologi anatomi hemoragi pada rahang dan

operkulum bagian bawah dan sisik rontok pada ikan Karapu macan (Epinephelus Fuscogutattus) yang diinfeksi Streptococcus iniae. ... 33 Gambar 10 Insang normal ... 35 Gambar 11 Kongesti, hiperemia dan infiltrasi sel radang organ

insang ... 36 Gambar 12 Kongesti, lesio erosi dan infiltrasi pada lemella primer .. 37 Gambar 13 Fokus infiltrasi sel radang heterofil dan proliferasi sel

pada filamen insang ... 37 Gambar 14 Jaringan otak normal ... 38 Gambar 15 Kongesti, malacia dan gliosis difus pada otak ... 39 Gambar 16 Infiltrasi sel radang pada arteri (Vasculitis) yang disertai

(27)

Gambar 18 Kongesti pada pembuluh darah arteri otak ... 40 Gambar 19 Degenerasi sel neuron dan kongesti pada pembuluh

darah besar otak ... 41 Gambar 20 Hepatitis organ hati ... 43 Gambar 21 Kongesti pada pembuluh darah hati dan peradangan

vasculer pada hepatosit ... 43 Gambar 22 Infiltrasi heterofil dan limfosit ditepi buluh darah dan

hepatosit dan degenerasi hati ...

44

Gambar 23 Infiltrasi heterofil dan limfosit pada jaringan hati ... 44 Gambar 24 Jaringan ginjal normal ... 46 Gambar 25 Glomerulonephritis ... 47 Gambar 26 Kongesti, infiltrasi sel radang, droplet protein hyalin dan

dilatasi tubulus pada ginjal ... 48 Gambar 27 Infiltrasi sel radang dan nekrosa tubulus ginjal ... 48 Gambar 28 Jaringan jantung normal ... 50 Gambar 29 Epikarditis ... 50 Gambar 30 Infiltrasi heterofil dan limfosit diantara otot jantung ... 51 Gambar 31 Infiltrasi hetrofil dan makrofag pada selaput jantung .... 51 Gambar 32 Sel radang pada selaput jantung ... 52 Gambar 33 Jaringan limpa normal ... 53 Gambar 34 Sel radang dan MMC pada lapis serosa ... 54 Ganbar 35 Infiltrasi heterofil pada pulpa putih, deposisi protein dan

deplesi ... 55 Gambar 36 Splenitis pada pulpa putih ... 55 Gambar 37 Splenitis ditandai hadirnya heterofil dan deposisi protein

hyalin ... 56 Gambar 38 Splenitis dicirikan dengan infiltrasi heterofil dan MMC.. 56 Gambar 39 Jaringan usus normal ... 57 Gambar 40 Lesio pada usus, proliferasi, sel goblet dan peritonitis... 58 Gambar 41 Infiltrasi heterofil, hiperemia dan kongesti pada lapis

(28)

Gambar 43 Penyebaran S. iniae pada bagian interstitium ginjal ... 61 Gambar 44 Penyebaran S. iniae pada buluh empedu dan degenerasi

melemak sel hati ... 62 Gambar 45 Penyebaran S. iniae pada jaringan limpa ... 62 Gambar 46 Penyebaran S. iniae pada pulpa merah limpa ... 63 Gambar 47 Penyebaran S. iniae pada ruang peritonium dan tunica

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur pembuatan preparat histologis ………… 76 Lampiran 2 Tingkah laku ikan Nila (Oreochromis niloticus)

yang diinfeksi Streptococcus iniae ……….

78

Lampiran 3 Waktu kematian ikan Kerapu Macan (Epinephelus

fuscogutattus) pada uji LD50 ... 79

Lampiran 4 Perubahan patologi anatomi ikan Kerapu Macan

(30)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus (E.fuscoguttatus) merupakan salah satu komoditi ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi baik didalam maupun luar negeri. Ikan kerapu digemari konsumen dan mempunyai nilai ekonomis karena kelezatannya, selain itu kandungan asam dekosahexaenoic (DHA) dan asam eikosapentenat (EPA) yang dimilikinya cukup tinggi (Romimohtarto 2005). DHA dan EPA merupakan asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang atau lebih dikenal dengan Omega 3 yang sangat berguna dalam sistem pertahanan tubuh, sistem syaraf, otak dan mata (Alimuddin 2005).

Pemenuhan kebutuhan ikan Kerapu Macan untuk diperdagangkan ataupun konsumsi tidak hanya diperoleh dari hasil penangkapan tetapi juga didapatkan melalui usaha budidaya. Salah satu faktor penghambat keberhasilan dalam sistem budidaya satwa akuatik termasuk ikan kerapu adalah kerentanan terhadap serangan penyakit (Pasaribu 2005). Wabah penyakit yang mengakibatkan kematian dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Penyakit bakterial pada ikan merupakan salah satu kendala serius dalam sistem budidaya ikan. Penyakit dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, ikan yang terserang kualitas dagingnya akan menurun.

Salah satu penyakit yang banyak menyerang ikan budidaya dan berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar adalah streptococcosis, disebabkan oleh kelompok bakteri Streptococcus sp. Timbulnya penyakit streptococcosis dapat disebabkan oleh rendahnya ketahanan tubuh ikan, lingkungan pemeliharaan yang buruk ataupun pakan yang kurang baik.

(31)

patogen HPIK golongan II (Anonim 2006). Penggolongan ini dimaksudkan bahwa bakteri ini sudah masuk dan menyebar dalam sistem budidaya ikan di Indonesia dan teknologi pengobatannya sudah dikuasai. Mengingat bahwa penyakit yang diakibatkan oleh patogen ini potensial merugikan dalam sistem budidaya ikan selain itu pula dapat bersifat zoonosis pada manusia oleh karenanya dikategorikan sebagai salah satu jenis penyakit yang harus diawasi dan dicegah penyebarannya dari satu wilayah ke wilayah lainnya (Anonim 2005)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa streptococcosis yang menyerang ikan air tawar maupun air laut karakteristik isolatnya sama dengan S. iniae (Anonim 2006). Penyakit ini pertama kali diisolasi dari Dolphin (Inia

geoffrensis), selanjutnya dilaporkan menginfeksi ikan Rainbow trout

(Onchorrynchus mykiss), Tilapia (Orechromis niloticus), Bass (Morone sp), Burumundi (Anonim 2005; Varvarigos 2001). Di Indonesia streptococcosis dilaporkan telah banyak menimbulkan kerugian pada sistem budidaya ikan Nila (Supriyadi et al. 2002). Pada ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus) streptococcosis dilaporkan menginfeksi ikan dewasa dan induk (Kurniastuty et al. 2004), namun penelitian streptococcosis yang mendalam masih sangat terbatas.

S. iniae termasuk bakteri Gram positif (Brooks et al 2004). Penyakit ini dapat ditanggulangi dengan penggunaan antibiotik, vaksinasi atau pemberian imunostimulan. Penggunaan antibiotik dalam kondisi yang terkendali akan efektif namun apabila penggunaannya terus menerus dan tidak terkendali akan menimbulkan efek resisten dari agen patogen dan residu yang ditimbulkan dapat membahayakan kesehatan manusia. Penggunaan vaksin untuk pencegahan penyakit ini sampai saat ini belum dapat optimal dilakukan mengingat ketersediaanya dipasar masih sulit diperoleh. Penggunaan imunostimulan untuk pencegahan streptococcosis belum banyak diaplikasikan di tingkat pembudidaya karena informasi ataupun teknologi penggunaannya belum banyak tersedia.

(32)

klinis maupun patologi dari individu yang diduga terinfeksi. Berdasarkan hal tersebut diatas maka informasi tentang perkembangan keadaan sakit atau tahapan perkembangan lesio (patogenesis) yang terjadi akibat infeksi streptococcosis perlu diketahui.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui (1) apakah S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila dapat menginfeksi ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus), (2) mempelajari tahapan perubahan jaringan secara makroskopis (Patologi Anatomi / PA) (3) mempelajari perubahan jaringan secara mikroskopis (Histo Patologi/ HP) pada ikan Kerapu Macan yang diinfeksi S. iniae.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam metoda pendeteksian secara dini untuk mencegah masuk dan tersebarnya penyakit streptococcosis melalui tanda klinis maupun perubahan patologi dari ikan yang diduga terserang bakteri patogen S. iniae. Informasi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pelaksanaan prosedur tindak karantina ikan ataupun pada usaha pembudidayaan ikan Kerapu Macan.

Hipotesis

Hipotesis yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah :

1. S. iniae yang menimbulkan penyakit streptococcosis pada ikan Nila dapat menginfeksi ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus).

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus )

Kerapu Macan merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di perairan karang, diantara celah karang atau dasar gua perairan sehingga populer juga sebagai Kerapu Karang. Ikan ini mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi sehingga relatif mudah untuk dibudidayakan (Antoro et al. 2004)

Ikan kerapu diperkirakan meliputi 46 species yang hidup di berbagai tipe habitat (Sunyoto 1994). Menurut Heemstra & Randall (1993), sistematika ikan Kerapu Macan adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Osteichtyes Subclass : Actinopterygii

Ordo : Percomorphi (Perciformis) Subordo : Percoidea

Family : Serranidae Genus : Epinephelus

Species : Epinephelus fuscoguttatus

Identifikasi Kerapu Macan pertama kali dilakukan oleh Webwe and Beaufort (Antoro et al. 2004). Ciri morfologis ikan Kerapu Macan adalah berbadan kekar berbintik, memanjang pipih, kepala besar, bermulut lebar dan seluruh tubuhnya ditutupi sisik-sisik kecil (Nitimulyo et al. 2002).

(34)

penyebaran Kerapu Macan dimulai dari Afrika timur, Kepulauan Ryukyu (Jepang selatan), Australia, Taiwan, Mikronesia dan Polinesia, sedangkan di Indonesia habitat Kerapu tersebar diperairan pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru dan Ambon (Antoro et al. 2004).

Kendala atau hambatan dalam budidaya Kerapu Macan yang sering menimbulkan kematian dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang disebabkan oleh agen patogenik (Virus, jamur, parasit dan bakteri) dan non patogenik seperti kualitas air, pakan. (Kurniastuty et al. 2004). Penyakit bakterial pada ikan kerapu sebagian besar diakibatkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif .

Streptococcosis

Salah satu penyakit yang banyak menyerang ikan yang dibudidayakan dan berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar adalah streptococcosis. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian populasi ikan yang cukup tinggi (> 50 %) dan dalam jangka waktu yang relatif singkat yaitu 3 – 7 hari. Pada beberapa kasus, patogen penyakit ini dapat bersifat zoonosis (Yanong & Floyd 2002). Penyakit Streptococcosis disebabkan oleh kelompok bakteri Streptococcus sp.

Streptococcus merupakan bakteri famili stretococcoceae, bersifat Gram

positif memiliki karakteristik coccus / bulat berdiameter 0,6 – 0,9 μm, membentuk pasangan atau rantai pendek (Gambar 1), non motil, tidak membentuk kapsul atau spora, non acid fast, katalase negatif dan fakultatif anaerob. Struktur Streptococcus terdiri dari kapsel, dinding sel, membran sitoplasma dan sitoplasma (Brooks et al. 2004). Beberapa genus dari bakteri ini bersifat patogen pada manusia dan hewan, beberapa spesies diantaranya bersifat zoonosis (Anonim 2005).

Streptococcus sp. menginfeksi secara langsung melalui kontak, dapat

(35)

(Anonim 2005; Varvarigos 2001). Di Indonesia Streptococcosis dilaporkan telah banyak menimbulkan kerugian pada sistim budidaya ikan Nila (Supriyadi et al. 2002).

Streptococcus sp. sangat heterogen terdiri dari 20 species, dikelompokan dalam 4 group. Karakteristik masing-masing kelompok didasarkan atas pertumbuhan koloni, kemampuan menghidrolisis sel darah pada media darah (α hemolysis, β hemolysis atau non hemolysis) (Anonim 2005). Streptococcus dapat tumbuh / dikultur pada beberapa media standar seperti TSA, BHI Agar dan Agar darah, dapat hidup pada temperatur 10º – 45ºC, berwarna putih, transparan, rata dan agak cembung (Brooks et al. 2004).

Isolat bakeri Streptococcus sp. biasanya diambil dari permukaan kulit yang mengalami abses, cairan otak, ginjal, hati, mata dan darah (Yuasa et al. 1999)

Gambar 1. Koloni Streptococcus sp. Dengan pewarnaan Gram, bersifat Gram +, bulat dan rantai panjang Pembesaran 100x. (Anonim 2005)

(36)

Streptococcus iniae.

S. iniae memiliki karakteristik beta-hemolytic, tidak dikategorikan dalam Lancefield group (Anonim 2005), termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif, tidak mengurai amilum arabinose, inulin, laktosa, rafinosa dan sarbitol (Yuasa et al. 1999). S. iniae diidentikan dengan Streptococcus shiloi, yang memiliki karakteristik koloni pada BHIA berdiameter 1 µm, non pigmen, tidak memproduksi katalase dan tidak toleran pada kadar garam yang tinggi (Varvarigos 2001).

Beberapa Streptococcus memproduksi hemolisin yang merupakan sekresi protein ekstra seluler dari membran lipid. Kemampuan melisiskan sel darah merah (hemolisis) dapat dilihat dari keadaan yang terjadi di sekitar koloni

Streptococcus pada media agar darah. Ada beberapa tipe hemolisis dari

Streptococcus yaitu alfa (α), beta (β), gamma dan hemolisis yang meluas (wide zone alfa-hemolisis). Pada alfa-hemolisis, zona disekitar koloni tampak kabur atau tidak jelas dan sering tampak berwarna kehijauan sampai kecoklatan. Zona kabur pada media agar darah tersebut merupakan hasil hemolisis sel darah merah yang tidak sempurna. Pada beta-hemolisis, zona disekitar koloni bakteri tampak jelas dan terang tanpa warna sebagai hasil hemolisis sel darah merah secara sempurna. Pada gamma hemolisis, aktivitas hemolisis tidak tampak atau lisis sel darah merah di sekitar koloni tidak terdeteksi. Sedangkan pada wide-zone alpha-haemolysis, ada lingkaran kecil bercahaya yang merupakan hasil lisis sebagian atau secara lengkap terhadap sel darah merah, yang berbatasan secara samar terhadap koloni. Secara makroskopis wide-zone alpha-haemolysis hampir mirip dengan beta-hemolisis (Pier & Madin, 1976).

(37)

2007). Tingkat kematian akibat infeksi S. iniae pada ikan Tilapia yang dibudidayakan bisa mencapai 73,3 %. (Shoemaker et al. 2000 dalam Anonim 2005). Pada ikan Barramundi mortalitas akibat infeksi S. iniae bisa mencapai lebih dari 40 % populasi dalam waktu kurang dari 48 jam (Bromage et al. 1999)

S. iniae bersifat sebagai agen epizootik, telah ditemukan dan dapat menginfeksi manusia. Kasus infeksi S. iniae pada manusia pertama kali terjadi di Texas pada tahun 1991 selanjutnya di Ottawa – Kanada tahun 1994 (Yanong & Floyd 2002). Penularannya dapat terjadi secara langsung melalui sentuhan tangan dari ikan yang terinfeksi. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi dapat berupa cellulitis (infection of connective tissue) pada lengan, gangguan ginjal dan arthritis (Weinstein et al.1997).

Perubahan patologi

Infeksi akibat bakteri dikelompokan dalam 3 jenis infeksi yaitu : (1) akut (jenis yang sangat produktif); (2) kronis, yang menunjukan kemampuan bakteri tertentu misalnya menjadi parasit intraseluler yang membangun parasitisme intraseluler dan (3) toksikogenik atau infeksi yang diakibatkan oleh bakteri penghasil toksin (Bellanti 1985).

(38)

sering mengalami perikarditis dan adanya hemoragi pada peritonium disertai eksudat dan fibrin (Inglis et al., 1993).

Streptococcus termasuk salah satu bakteri yang memproduksi nanah, dan ini merupakan salah satu karakter dari bakteri pyogenic yang dapat menginvasi jaringan seperti membran mukosa dari faring, akan menimbulkan inflamasi yang ditandai adanya eksudasi plasma dan heterofil. Bakteri yang difagositosis oleh makrofag akan dicerna, beberapa bakteri ada yang resisten terhadap enzim lisosom. Toksin ekstraseluler yang dihasilkan bakteri mampu membunuh sel fagosit. Protein ekstra-seluler yang dilepaskan oleh sel bakteri umumnya beracun. Beberapa produk ekstraseluler dari bakteri Streptocoocus terdiri dari: a)

Hyaluronic acid, merupakan faktor virulen yang melindungi bakteri

Streptocoocus dari fagositosis oleh sel makrofag. b) Protein M, merupakan faktror virulen berkaitan dengan tipe spesifik sistem kekebalan dari inang. c) Hemolisis, terdiri dari streptolisin O dan S yang sangat responsif terhadap beta-hemolisis, masing-masing diproduksi dalam kondisi tertentu. Antibodi terhadap streptolisin O merupakan indikator yang baik adanya infeksi atau setelah terjadi infeksi. d) Streptokinase (fibrinolisin), dapat melisis fibrin. e) Lipoteichoic acid, bertanggungjawab untuk perlekatan bakteri terhadap sel epitel hospes. f) DNases A, B, C and D, merupakan enzim ekstraseluler yang ada dalam produksi dari substrat untuk pertumbuhan. g) Streptodornase, merupakan deoxyribonuclease yang mereduksi kekentalan terhadap cairan yang mengandung DNA. h)

Hyaluronidase, merupakan enzim yang mungkin ada hubungannya dengan

virulensi (Gyles et al. 2004).

S. iniae pada ikan bersifat sebagai patogen sekunder, umumnya

menginfeksi secara septisemia (Kvitt & Colorni 2004). Gejala yang timbul adalah ikan melemah, hemoragi pada jaringan tubuh atau perubahan struktur kulit. Pada beberapa kasus terdapat eksoptalmia dan haemoragi pada kelopak mata (Inglis et al. 1993). Pada trout dan tilapia dilaporkan ikan yang terinfeksi S. iniae memperlihatkan gejala meningoencephalitis, panophthalmitis, dan lesi pada kulit (Anonim 2005).

(39)

sedemikian rupa sehingga melampaui kemampuan reversibilitas suatu sel. Hal ini disebabkan terutama karena proses tersebut telah melibatkan dan merusakkan inti ataupun sitoplasma sel. Adanya nekrosis dapat dilihat dari perubahan makroskopik dan mikroskopik. Perubahan makroskopik pada organ dapat bersifat difus atau fokal, warna organ tampak lebih pucat dari pada keadaan normalnya atau berwarna abu-abu keputih-putihan dan konsistensi dari organ atau bagian-bagiannya bervariasi dari sangat keras sampai lunak atau cair tergantung pada tipe nekrosisnya. Pada perubahan mikroskopis terjadi perubahan-perubahan pada inti sel berupa: a) penggumpalan kromatin dan pengkerutan inti hingga mengakibatkan inti menjadi lebih kecil dan warnanya lebih gelap (kariopiknosis), b) pecahnya membran inti mengakibatkan gumpalan-gumpalan kromatin berbentuk fragmen kecil-kecil yang tertumpah ke dalam sitoplasma (karioreksis), dan c) pelarutan enzimatik dari kromatin hingga inti hanya terlihat sebagai ruangan kosong yang dikelilingi membran inti (kariolisis) (Robert, 2001).

Pada beberapa kasus infeksi, mikroorganisme dapat menimbulkan gangguan sirkulasi dan terjadi peradangan. Gangguan sirkulasi yang terjadi dapat berupa : a) kenaikan jumlah darah di dalam pembuluh darah (kongesti), b) keluarnya darah dari pembuluh darah ke luar tubuh maupun ke dalam jaringan tubuh (hemoragi), c) penimbunan cairan berlebihan di ruang interseluler organ atau rongga tubuh (edema), d) kumpulan trombosit dan fibrin dalam jumlah banyak tampak berlapis-lapis (thrombus), e) kematian jaringan setempat yang disebabkan oleh kekurangan darah yang hebat (infark), dan f) pelebaran pembuluh darah secara lokal yang biasanya menyerupai kantong (teleangiectasis). Radang merupakan reaksi vaskuler dan seluler jaringan hidup terhadap adanya iritasi yang disebabkan oleh agen infeksi (bakteri, virus, parasit, jamur). Derajat lamanya proses radang terdiri dari radang akut, kronis, dan reaksi radang yang menyangkut proses-proses imunologi (Robert, 2001).

(40)

Jaringan hati dari Rabbit fish Siganus canaliculatus yang terinfeksi S. iniae memperlihatkan perubahaan histopatologi berupa kongesti (Gambar 3) (Sano et al. 2000).

[image:40.612.153.479.433.649.2]

Gambar 2. Hati kemerahan pada RabbitFish Siganus canaliculatus yang terinfeksi S. iniae (Sano et al. 2000).

Gambar 3. Kongesti jaringan hati Rabbitfish (Siganus canaliculatus)

(41)

Tilapia yang terinfeksi S. iniae menunjukkan perubahan patologi pada beberapa organ, hemoragi operkulum, eksoptalmia dengan radang granuloma supuratif pada jaringan adipose mata (Gambar 4) (Miyazaki et al. 1984). Kelompok Cyprinid yang terinfeksi S. iniae memperlihatkan perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap (darkening), tidak respon terhadap rangsangan (lethargy), hemoragi pada bagian sisi tubuh, kepala dan sirip (Russo et al. 2006).

[image:41.612.159.490.360.582.2]

Perubahan histopatologi yang lain berupa epikarditis dan presipitasi fibrin pada jantung, sel limpa yang terfagositasi, infiltrasi sel bakteri pada submukosa dan pembengkakan usus, nekrosis dan edema testis, pembengkakan ginjal dengan atrofi sel epitel tubular, radang granuloma meningen otak (meningitis) (Miyazaki 1984). Pada ikan yang terinfeksi S. iniae memperlihatkan adanya infiltrasi leukosit dan makrofag pada sistem pencernaan, nekrosis pada jaringan otak, hati, limpa dan bagian posterior ginjal (Russo et al. 2006).

Gambar 4. Eksophtalmia (panah) pada Tilapia yang terinfeksi S. Iniae

(Miyazaki et al. 1984).

(42)

enzim, toksin dan dalam mengatasi sistem kekebalan inang (Russo et al. 2006). Terdapat 3 kelompok jenis modus infeksi bakteri terhadap inang yaitu : (1) kelompok bakteri yang memiliki mekanisme spesifik untuk menempel dan menembus permukaan tubuh inang yang normal dan sehat (primary infection), (2) kelompok bakteri yang masuk kedalam tubuh inang dan menyebabkan infeksi setelah terjadinya penetrasi oleh organisme lain dan bakteri menyebar akibat penetrasi tersebut, (3) kelompok bakteri oportunistik yaitu bakteri yang akan menimbulkan infeksi apabila sebelumnya terjadi kerusakan atau ketidakseimbangan dari sistem pertahanan tubuh, kulit dan jaringan epidermal atau mukosal lainnya (Mims 1988) .

Kualitas Air

Kestabilan nilai kualitas air sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan. Jika kualitas air tidak sesuai maka akan mengganggu proses metabolisme ikan Kerapu sehingga dapat mengganggu pertumbuhannya. Air yang digunakan dalam pemeliharaan ikan Kerapu Macan harus dalam kondisi kualitas yang optimal. Parameter yang dijadikan indikator pengukuran kualitas air diantaranya adalah suhu, salinitas, pH, kandungan oksigen, kandungan karbondioksida, kecerahan, kandungan H2S, Nitrit dan Amoniak (Kordi 2002).

Kisaran suhu yang baik bagi pertumbuhan ikan Kerapu Macan adalah antara

24ºC sampai 32ºC dengan perubahan yang tidak ekstrim. Pada daerah beriklim tropis misalnya Indonesia, suhu perairan pada umumnya relatif tinggi dengan perubahan yang sangat kecil (Anonim 2001). Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap proses kimia dan biologi. Secara umum kecepatan reaksi kimia dan biologi akan menjadi dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 ° C.

(43)

untuk penyesuaian diri terhadap kondisi kurang mendukung tersebut, sehingga dapat merusak sistim pencernaan dan transportasi zat makanan dalam darah. Salinitas yang optimal untuk pertumbuhan ikan Kerapu Macan adalah 30 sampai 35 ppt (Al Qodri et al. 2004).

Derajat keasaman atau pH dipergunakan untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan suatu perairan dalam memproduksi garam mineral. Derajat keasaman air ditentukan oleh konsentrasi ion H+ yang digambarkan dengan angka 1 sampai 14. Ikan kerapu hidup dengan baik pada kisaran pH 7 sampai 9.

Amoniak (NH3) yang terkandung dalam suatu perairan merupakan salah satu

hasil dari proses penguraian bahan organik. Amoniak ini barada dalam suatu bentuk amoniak tak berion (NH3) dan amoniak berion (NH4). Amoniak tak berion

(44)

METODA PENELITIAN

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Satwa Akuatik FKH IPB dan Stasiun Karantina Ikan Tanjung Priok bulan Januari sampai Februari 2007 dan Bagian Patologi FKH IPB bulan Maret sampai April 2007.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Ikan Kerapu Macan; S. iniae (Isolat Sentani koleksi FKH UGM); Media untuk isolasi dan identifikasi mikroba (BHI Agar, Agar darah, bahan uji biokimia meliputi : NaCl untuk parameter toleransi tumbuh pada kadar garam; media O/F untuk uji oksidatif dan Uji fermentasi ; media katalase ; Aesculin untuk menguji kemampuan menghidrolisis Aesculin; media uji Voges Proskauer untuk menguji kemampuan bakteri menghasilkan asam dari fermentasi glukosa; Bahan pembuatan / pemeriksaan histopatologi, pakan ikan berupa udang / ikan beku dan air laut. Peralatan yang digunakan meliputi : Akuarium beserta peralatannya, cawan petri, tabung erlenmayer, alat pembuatan preparat histopatologi (Autotechnic Tissue Processor, Parafin Embedding Console, Mikrotom, Inkubator), mikroskop, alat fotomikrografi serta alat dan bahan penguji kualitas air.

Metoda Penelitian

(45)

Persiapan

Ikan Uji

Ikan yang digunakan adalah ikan Kerapu Macan sehat berukuran 10 - 11 cm yang berasal dari pembudidaya ikan Kerapu Macan di Kepulauan Seribu. Kriteria ikan sehat dicirikan dari pergerakan yang aktif, aktifitas makan yang aktif, warna tubuh cerah, organ tubuh eksternal (sirip, sisik, operkulum ) normal.

Ikan yang akan digunakan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 3 (tiga) hari dalam akuarium berukuran 80 cm x 40 cm x 40 cm dengan kepadatan 50 ekor per akuarium. Selama aklimatisasi wadah penampungan diberi sistem resirkulasi air yang cukup. Untuk mempertahankan kualitas air serta kelangsungan hidup ikan maka dilakukan pergantian air 50% volume setiap harinya dengan mempertahankan salinitas tetap sesuai kebutuhan kelangsungan hidup ikan.

Air yang digunakan sebagai media pemeliharaan adalah air laut dengan salinitas 32 – 35 ppm yang diperoleh dari instalasi pengolahan dan penyediaan air Sea World Ancol - Jakarta. Air yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan filtrasi dan resirkulasi beraerasi, uji parameter kualitas air dan status mikrobiologi untuk memastikan bebas Streptococcus ataupun bakteri patogen lainnya.

Pakan yang diberikan disesuaikan dengan kebiasaan pakan yang diberikan pada ikan tersebut sebelumnya yaitu berupa udang kecil / rebon atau ikan sisa / rucah. Untuk memastikan bahwa pakan yang diberikan bebas dari streptococcus iniae ataupun mikroorganisme patogen lainnya dilakukan sterilisasi bebas mikroorganisme dengan melakukan irradiasi dengan kekuatan 10 KGray di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Jakarta. Ikan uji yang akan digunakan dibebaskan dari patogen khususnya S. iniae dengan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu secara acak terhadap kesehatan secara klinis maupun status mikrobiologinya.

Bakteri

(46)

Streptococcus, hasil survey Tim FKH UGM dan Balai Karantina Ikan Sentani Jayapura di wilayah Papua tahun 2005.

Penentuan karakteristik bakteri dilakukan dengan : Uji Morfologi meliputi : Pewarnaan Gram, karakteristik bentuk dan ukuran koloni; karakteristik sel dengan mengamati bentuk dan jumlah sel pada setiap rantai secara acak pada preparat hasil pewarnaan Gram dan uji motilitas; Uji Biokimia meliputi : toleransi pertumbuhan pada temperatur inkubasi 10˚ C dan 45˚ C selama 24 jam dan 6,5 % NaCl, Aktifitas haemolisis dalam media darah (Agar darah dengan eritrosit domba 10 %); uji oksidasi dan fermentasi (O/F); uji katalase; kemampuan menghidrolisis Aesculin agar; uji Voges Proskauer.

Sebelum digunakan bakteri terlebih dahulu dikenakan uji profisiensi dan identifikasi ulang di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Kelas I Tanjung Priok.

Isolat bakteri stok dalam slant agar kemudian dikultur dalam media agar darah, secara bertahap dan periodik dilakukan rekultur sampai diperkirakan cukup sehat agar dapat digunakan dalam penelitian. Propagasi bakteri yang akan digunakan dilakukan dalam Brain Heart Infusion Broth (BHI broth) dan diinkubasikan selama 18 jam, kemudian disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Larutan supernatan dibuang dan pelet disuspensikan kembali dengan menambahkan PBS 0,84 %. Pembuatan dan pengukuran suspensi bakteri digunakan satuan sel/ml dilakukan dengan membandingkan tingkat kekeruhan suspensi bakteri sesuai standar Mc Farlan I (Faddin & Bergey 1980).

Uji Pendahuluan

a. Uji pengembalian virulensi

(47)

memperlihatkan gejala klinis terinfeksi streptococcosis dilakukan isolasi dari organ mata, otak, hati, limpa dan ginjal (Bromage et al. 1999).

Isolat yang diperoleh selanjutnya diinokulasikan pada agar BHI dan diidentifikasi dengan uji biokimia. Apabila isolat dinyatakan positif S. iniae selanjutnya dipersiapkan dan diperbanyak pada media cair untuk tahap penelitian selanjutnya.

b. Uji LD 50

Untuk mengetahui dosis maksimum yang dapat menyebabkan kematian 50 % populasi ikan uji dilakukan pengujian LD50. Pengujian ini dilakukan dengan 4

perlakuan dosis suspensi bakteri dan 1 kontrol diinjeksi PBS, masing-masing 2 kali ulangan. Setiap perlakuan terdiri dari 10 ekor ikan. Perlakuan dibedakan atas kepadatan bakteri S. iniae (sel/ml) yang diinjeksikan pada ikan sebanyak 0,1 ml setiap ekor pada intra peritoneal.

Perlakuan A : Kontrol, digunakan suspensi PBS Steril Perlakuan B : S.iniae 10 6 sel/ml

Perlakuan C : S.iniae 10 8 sel/ml Perlakuan D : S.iniae 10 10 sel/ml Perlakuan E : S.iniae 10 12 sel/ml

Penentuan LD50 menggunakan metoda Dregsted Behrens (Hubert, 1980).

50 - %

m = X1 + d --- % x + 1 - % x1

m = Log LD50

X1 = Log dosis bakteri di bawah LD50

D = Selisih Log dosis dibawah LD 50 dan diatas LD50

% x + 1 = Persentase kematian kumulatif pada dosis di atas LD50

% x1 = Persentase kematian kumulatif pada dosis di bawah LD50

Uji Utama

(48)

untuk mengetahui kemungkinan adanya gejala sub klinis. Wadah penampungan ikan uji digunakan akuarium berukuran 40 cm x 20 cm x 25 cm masing-masing berisi 7 ekor ikan per akuarium. Volume air dalam akuarium adalah 5 liter. Ikan disuntik secara intra peritoneal (ip).

Uji dilakukan selama 7 hari, setiap hari dilakukan pergantian air dengan menyipon sebanyak 50 % volume air dan dilakukan penggantian sebanyak volume air terbuang dengan stok air baru. Pengamatan yang dilakukan meliputi : a) Pengamatan gejala klinis sebelum diinfeksi.

b) Pengamatan gejala klinis, perubahan makroskopis (Patologi Anatomi - PA) dan perubahan mikroskopis (histopatologi – HP) setelah diinfeksi S. Iniae, yang dilakukan setiap hari dengan cara mengambil sejumlah 1 (satu) ekor ikan dari setiap kelompok .

Pengamatan klinis yaitu pemantauan perilaku meliputi gerak, aktifitas / nafsu makan, morfologi / kondisi fisik ( insang, sisik). Pengamatan nafsu makan dilakukan dengan melihat respon dan aktifitas makan terhadap pakan yang diberikan dibandingkan dengan respon dan aktifitas makan ikan kontrol. Dinyatakan memiliki respon normal jika ikan memberikan respon spontan dan melakukan aktifitas makan saat diberi pakan.

Pengamatan patologi anatomi (PA) meliputi : perubahan makroskopis organ tubuh ikan. Perubahan histopatologi organ internal meliputi : insang, mata, otak, hati, limpa, jantung dan ginjal.

Pengambilan ikan untuk pengamatan dilakukan secara acak dan diutamakan yang akan mati (sekarat) atau memperlihatkan gejala klinis sakit. Sesudah dinekropsi ikan dimasukkan dalam larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10 %.

Setelah difiksasi dibuat preparat HP dan diwarnai dengan Hematoksilin Eosin dan Gram.

(49)

Analisa data

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Pendahuluan

1. Karakteristik S. iniae

Isolat S. iniae yang akan digunakan sebagai inokulat berhasil ditumbuhkan. Pertumbuhan S. Iniae pada permukaan agar darah menunjukan ukuran koloni bakteri 0,3 – 0,5 µm dengan aspek transparan (Gambar 5). Pada sediaan ulas yang diwarnai dengan Gram S. iniae berbentuk rantai terdiri dari 2 – 7 sel berwarna biru tua (Gambar 6).

Tabel 1. Karakteristik morfologi dan biokimia S. iniae.

No. Karakteristik Hasil identifikasi Referensi

1 Morfologi sel : - Ukuran koloni - Bentuk - Gram

0,3 – 0,5 µm Bulat, rantai +

0,3 – 0,5 µm (1) Bulat, rantai (1) + (1)

2 Katalase - - (1)

3 Haemolisis β β (1)

4 Motilitas - - (1)

5 Facultatif anaerob (o/f) + + (1) 6 Tumbuh pada:

- pH 9.6 - - (1)

- 10 ° C + + (1)

- 45 ° C - - (1)

7 Tumbuh dengan

- NaCl 6.5 % - - (1)

- 40 % Bile - (1)

8 Produksi Asam :

- Inulin - - (1)

- Rafinosa - - (1) - Arabinosa - - (1) - Trehalosa + + (1)

- Ribosa + - (1)

- Maltosa + + (1)

- Manitol + + (1)

9 Voges Proskaeur + + (2)

Keterangan : (+) : positif; (-) : negatif (1) Bergey’s (1994) (2) Varvarigos (2001).

(51)
[image:51.612.160.480.198.454.2]

Pertumbuhan pada media padat BHIA (Brain Heart Infusion Agar) dengan NaCL 0% dan 2 %, tampak S. Iniae bersifat Gram positif , tumbuh pada suhu inkubasi 10 °C dan 45°C. Karakter lain yang ditunjukan adalah tidak bergerak (non motil), katalase negatif, positif pada pengujian Voges Proskeuer (Tabel 1).

(52)

Gambar 6. Morfologi S. iniae isolat Nila asal Sentani- Papua yang dikultur pada media agar BHI dengan preparat ulas dan pewarnaan Giemsa memperlihatkan karakter bulat membentuk rantai.

2. Uji pengembalian virulensi

Uji pengembalian virulensi S. iniae dilakukan dengan metode in vivo melalui suntikan intraperitoneal terhadap ikan Nila (O. niloticus) dalam 2 (dua) kali pasase. Hasil pengamatan gejala klinis memperlihatkan adanya perubahan berupa menurunnya respon terhadap rangsang gertak ataupun sentuh, penurunan nafsu makan, gerakan renang lemah dan sering berenang dipermukaan. Warna tubuh menjadi gelap; hemoragi pada bagian bawah tubuh, bawah sirip pectoralis dan sekitar operkulum (Gambar 7); sirip kaudal geripis; pembesaran abdomen. Pada area injeksi terdapat lesi berupa luka dengan disertai rontok sisik. Perubahan makroskopis (Patologi Anatomi – PA) menunjukan insang pucat dan lesi berupa erosi dibagian lamella insang pada beberapa ekor ikan uji, hati membesar dan pucat, limpa relatif lebih gelap (Gambar 8).

(53)

Gambar 7. Ikan Nila (O. niloticus) yang diinfeksi S. iniae memperlihat kan lesio hemoragi (A) dan sisik rontok (B)

Gambar 8. Ikan Nila (O.nilaticus) yang diinfeksi S. iniae memperlihat kan lesio hemoragi pada organ ginjal (A) dan hati pucat (B)

A

B

A

(54)

3. Uji LD 50

Gejala klinis berupa tingkah laku gerakan renang hari ke 1 sampai hari ke 5 pada semua tingkat kepadatan bakteri kondisinya normal; selanjutnya gerakan renang menjadi lambat hari ke 6 dan 7 pada tingkat kepadatan bakteri 1012 sel/ml. Respon terhadap rangsang menunjukan respon reaktif pada semua perlakuan. Ikan yang diberi perlakuan nafsu makannya lebih rendah dibandingkan dengan ikan kontrol pada hari ke 1. Respon nafsu makan meningkat pada hari ke 2 sampai hari ke 4 namun pada hari ke 5 sampai hari ke 7 menunjukkan penurunan kembali.

Data mortalitas sebagaimana pada lampiran 4 selanjutnya dilakukan analisa untuk mendapatkan nilai Lethal Dosis 50 (LD50) seperti tertera dalam Tabel 2

(Hubert, 1980).

Tabel 2. Perhitungan LD50 bakteri S. iniae terhadap ikan kerapu macan (E.

fuscoguttatus) pada uji LD50

Perla- kuan Ula nga n r Kemat ian % Kema tian Rerata Kemati an Log C

n n - r Σr Σ (n-r) T Σ r /T X 100% A 1 0 0 0 0 16 16 0 46 46 0

2 0 0

B 1 2 25 37.5 6 16 10 6 36 42 14,28

2 4 50

C 1 5 62,5 43.5 8 16 9 13 27 40 32,50

2 2 25

D 1 3 37,5 37.5 10 16 10 19 17 36 57,78 2 3 37,5

E 1 8 100 93.75 12 16 1 34 16 50 68 2 7 87,5

Keterangan :

n = Jumlah ikan yang dipelihara r = Jumlah ikan yang mati

n – r = Jumlah ikan yang hidup

Σr = Jumlah total ikan yang mati pada dosis X

Σ (n – r ) = Jumlah total ikan hidup pada dosis X

Σr / T x 100 = Akumulasi persen kematian ikan A = Kontrol (tanpa infeksi)

(55)

Hasil perhitungan memperlihatkan kematian tertinggi pada perlakuan E : dosis 1012 sel /ml dengan rerata 93,75% dan hasil perhitungan akumulasi persen kematian sebesar 68 %. Perlakuan D : dosis 1010 sel /ml dengan rerata 37.5 % dan akumulasi persen kematian 52,78 % , Perlakuan C : dosis 108 sel / ml dengan rerata 43.75 % dan akumulasi persen kematian 32,50 %, Perlakuan B : dosis 106 sel / ml dengan rerata 37.5 % dan akumulasi persen kematian 14,286 %. Pada pelakuan A atau kontrol tidak terjadi kematian ikan. Pengujian untuk mengetahui dosis dan waktu mematikan 50 % populasi dihentikan pada hari ke 7 (tujuh) karena pada setiap dosis perlakuan populasi ikan tingkat kematian sudah 50 %.

Hasil perhitungan akumulasi persen kematian menunjukan bahwa tingkat kematian populasi sebesar 50 % berada pada kisaran antara dosis 108 dan 1010 sel/ml yaitu 32,50 % dan 52,78 %.

Berdasarkan analisa data tersebut maka nilai LD50 adalah :

50 - %

m = X1 + d --- % x + 1 - % x1

m = Log LD50

X1 = Log dosis bakteri di bawah LD50

D = Selisih Log dosis dibawah LD 50 dan diatas LD50

% x + 1 = Persentase kematian kumulatif pada dosis di atas LD50

% x1 = Persentase kematian kumulatif pada dosis di bawah LD50

50 – (% x – 1)

Log LD50 = X1 + d ---

(% x + 1) – (% x – 1)

50 – 32,5 Log LD50 = 8 + 2 ---

68 – 32,5

17,5 Log LD50 = 8 + 2 ---

35,5

Log LD50 = 8 + 2 (0,493)

Log LD50 = 8 + 0,986

(56)

Antilog 8,986 = 8,98 x 10 8

Nilai LD50 bakteri S. iniae dari isolat ikan Nila yang mematikan 50% ikan

uji Kerapu Macan (E. Fuscogutattus) adalah 8,98 x 10 8 sel/ml.

Uji Utama

1. Gejala klinis

Penelitian perkembangan gejala klinis dan patologi ikan kerapu macan (E.fuscogutattus) yang diinfeksi secara buatan dengan S. iniae dilakukan selama 6 hari. Isolat S. iniae yang digunakan adalah isolat Sentani - Papua yang diiolasi dari ikan Nila dan telah dikembalikan virulensinya. Dosis yang digunakan adalah didasarkan dari hasil uji LD50 yaitu 8,98 x 108 sel/ml. Penetapan 6 hari

pengamatan didasarkan hasil uji LD50 bahwa bakteri S. iniae dapat mematikan

50% populasi pada hari ke 6. Untuk mengetahui kemungkinan adanya gejala subklinis digunakan dosis infeksi pembanding yaitu 10 6 sel/ml.

Pengamatan tingkah laku meliputi nafsu makan, gerakan operkulum dan gerakan renang dituangkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengamatan tingkah laku ikan Kerapu macan (E. uscogutattus) yang diinfeksi S. iniae

Perlakuan infeksi S.iniae

Tingkah laku hari ke

1 2 3 4 5 6

K

Nafsu makan Normal Normal Normal Normal Normal Normal Gerakan

operkulum

Normal Normal Normal Norma Normal Normal

Garakan renang Normal Normal Normal Normal Normal Normal

106 sel/ml

Nafsu makan Sangat kurang Kurang Kurang Kurang Normal Normal Gerakan

operkulum

Lemah Normal Normal Normal Normal Normal

Garakan renang Lemah Kepermuka an

Lemah Kepermuka an

Lemah Lemah Normal Normal

109 sel/ml

Nafsu makan Sangat kurang Sangat kurang

Kurang Kurang kurang Normal

Ger

Gambar

Gambar 2.  Hati kemerahan pada RabbitFish Siganus canaliculatus        yang terinfeksi    S
Gambar 4.  Eksophtalmia (panah) pada Tilapia yang terinfeksi S. Iniae        (Miyazaki et al
Gambar 5.    Koloni isolat S. iniae pada media darah yang diisolasi dari organ ginjal
Tabel 4.     Patologi anatomi ikan Kerapu Macan (E. fuscogutattus) yang diinfeksi S. iniae
+7

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi elektrolit dan non elektrolit serta penelitian

Hal-hal yang masih kurang dan perlu ditingkatkan agar sesuai dengan langkah-langkah dalam RPP dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, serta guru perlu mempersiapkan model

Perbedaan Nilai Kesegaran …… (Dinda Rizki P., Ida Wahyuni).. 4) Ukuran meja dan kursi kerja yang tidak sesuai untuk pekerjaan mengepak jamu mengakibatkan posisi kaki menekuk

[r]

Jika input N maka akan mengalami perulangan GOTO ke awal 12. Jika input Y maka akan keluar

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Likuiditas, Kualitas Aktiva, Sensitivitas Pasar, Efisiensi, dan Profitabilitas Terhadap Komposisi Modal Inti

Dalam perancangan pabrik Metil Akrilat dari Asam Akrilat dan methanol dengan kapasitas 60.000 ton/tahun dapat diambil kesimpulan :. Pendirian pabrik Metil Akrilat dengan

Kapal keruk merupakan alat penambangan timah yang menggunakan bucket sebagai alat untuk menggalinya dan ladder sebagai lintasannya. Bucket dari tiap-tiap kapal