DAFTAR LAMPIRAN
4. Penyebaran S iniae pada organ pasca infeks
Hasil pengamatan mikroskopis terhadap adanya bakteri S. iniae pasca infeksi diperiksa dalam jaringan organ internal dilakukan menggunakan pewarnaan Gram. Bakteri dapat dikenali dalam bentuk koloni dalam berbagai ukuran. Letak koloni ditemukan pada pembuluh darah, interstitium, serosa. Pengamatan dilakukan berdasarkan waktu pasca infeksi dan lokasi penyebaran pada organ. Pengamatan berdasarkan waktu pasca infeksi tampak pada Tabel 6. Berdasarkan lokasi tampak pada Gambar 42 sampai 49.
Penyebaran S. iniae pasca infeksi pada ikan yang diberi perlakuan 10 6 sel/ml terdeteksi pada hari ke 1 dan 2 di jaringan otak besar, ginjal, jantung, usus, hati dan dan limpa, hari ke 3 sampai berakhirnya perlakuan tidak terdeteksi. Pada perlakuan infeksi 10 9 sel/ml penyebaran S. iniae terdeteksi otak kecil, otak besar, ginjal, hati, jantung dan mata pada hari ke 1 sampai hari ke 5. Hari ke 6 atau hari terakhir masa pengamatan tidak terdeteksi pada setiap sampel organ tubuh. Meskipun dengan pewarnaan Gram ditemukan adanya koloni bakteri pada organ mata tetapi pada organ tidak ditemukan reaksi radang seperti pada organ lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan infeksi pada mata membutuhkan waktu yang cukup lama (kronis). Hal ini sejalan dengan temuan pada PA yang menunjukkan tidak ada perubahan pada mata.
Tabel 6. Hasil pengamatan penyebaran S. iniae pada berbagai organ pasca infeksi
No Hari ke Penyebaran Perlakuan
10 6sel/ml 10 9sel/ml
1 1 Otak besar - Otak kecil - Usus 2 2 Ginjal Jantung Usus Hati Limpa - Ginjal
- Otak kecil; otak besar - Mata 3 3 Negatif - Ginjal 4 4 Negatif - Ginjal - Hati 5 5 Negatif - Hati - Mata - Jantung - Ginjal 6 6 Negatif Negatif
H
Gambar 42. Penyebaran S. iniae pada otak. Koloni bakteri (KB) pada sisi buluh darah (BD), sel glia (SG) yang berisi bakteri, malacia (M)
Gambar 43. Penyebaran S. iniae pada pada bagian interstitialis ginjal (KB). Tampak juga lesio hemoragi (H). Pewarnaan Gram.
DL
Gambar 44. Penyebaran koloni S. iniae pada lumen (KB) dan epitel (B) saluran empedu (KB), sel hati mengalami degenerasi lemak (DL). Pewarnaan Gram.
Gambar 45. Penyebaran koloni S. iniae (KB) pada organ limpa, bakteri terdapat pada pulpa merah limpa. Pewarnaan Gram.
Gambar 46. Penyebaran koloni S. iniae (KB) pada pulpa merah limpa, dikelilingi oleh makrofag (M). Pewarnaan Gram.
.
Gambar 47. Penyebaran koloni S. iniae (KB) pada ruang peritoneum (KB1) dan pada tunica muscularis (KB 2) usus. Pewarnaan Gram.
2
Gambar 48. Penyebaran koloni S.iniae (KB) pada tunica muscularis usus. Pewarnaan Gram.
Reisolasi bakeri dari ikan uji yang diinfeksi dilakukan dari beberapa organ yaitu otak, hati, limpa dan ginjal. Isolat positif S. Iniae diperoleh dari organ ginjal dan limpa hari ke 2 pada ikan yang diberi perlakuan 10 6 sel/ml, sedangkan ikan 10
9sel/ml diperoleh dari organ ginjal hari ke 2 dan ke 3.
Dari data hasil pengamatan keberadaan sel bakteri pada sampel organ yang diperiksa dapat diketahui bahwa pada organ ginjal yang diberi perlakuan infeksi 10 9 sel/ml secara konsisten terdeteksi pada hari ke 2 sampai hari 5. Hari ke 1 hanya terdeteksi pada usus dan otak kecil menunjukan bahwa S. iniae yang diinfeksikan secara intraperitoneal pada tahap awal diduga langsung menggenangi rongga peritonium selanjutnya dalam waktu yang singkat melekat pada beberapa organ yang ada di area tersebut antara lain usus. Pada tahap awal ini S. iniae mampu melekat dan mereplikasi pada lapis serosa bertahan dari proses fagositosis dan selanjutnya masuk dalam sistem peredaran darah selanjutnya dengan mengikuti sistem peredaran darah dimana aliran darah dari jantung disebarkan ke organ tubuh (Lahav et al. 2004).
Perubahan histopatologi berupa kongesti mengindikasikan adanya kenaikan jumlah darah di dalam pembuluh darah, kapiler darah tampak melebar
penuh terisi eritrosit. Sinusoid hati dan limpa terisi eritrosit. Hemoragi mengindikasikan keluarnya darah dari pembuluh darah, baik keluar tubuh maupun ke dalam jaringan tubuh, tampak adanya bintik hemoragi pada lapisan mukosa atau serosa pada organ tubuh. Perdarahan yang terbatas disebut hematoma. Bila perdarahan meluas akan terjadi purpura, dan eritrosit terlihat di luar pembuluh darah (Robert, 2001). Pada penelitian ini infeksi S. iniae terhadap ikan kerapu terbukti menyebabkan gangguan sirkulasi pada darah, yaitu timbulnya kongesti dan hemoragi. Perubahan makroskopis pada organ internal yang diinfeksi S. iniae adalah: organ terlihat bengkak, warna merah tua berkesan suram dan pucat seperti terjadi pada hati, ginjal otak dan usus.
Infeksi S.iniae menyebabkan timbulnya degenerasi pada hati, dan ginjal. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Robert (2001), bahwa infeksi bakterial dapat menyebabkan gangguan metabolisme sel yang bersifat sementara (degenerasi) yang ditandai adanya akumulasi intraseluler dengan ciri mikroskopik yaitu banyak sel-sel membengkak, warna lebih pucat; sitoplasma keruh, tersebar dan kadang- kadang ditemukan adanya vakuola.
Hasil pemeriksaan mikroskopis, ditemukan radang pada organ insang, otak, jantung, hati, ginjal, limpa dan usus. Keberadaan EGC yang rusak di dalam jaringan akan membantu merangsang secara kimiawi datangnya makrofag secara kemotaktik untuk melakukan perbaikan dalam jaringan dan menghancurkan mikroorganisme patogen yang berada dalam jaringan (Tizard. 1982). Peradangan didefinisikan rangkaian reaksi yang terjadi pada suatu jaringan apapun penyebabnya termasuk yang diakibatkan agen patogen (Nabib & Pasaribu 1989; Rukmono 1973). Peradangan pada dasarnya merupakan suatu mekanisme perlindungan yang reaksinya bisa merupakan indikasi awal terjadinya suatu penyakit. Migrasi sel radang merupakan reaksi tanggap kebal terhadap zat toksik yang masuk kedalam tubuh.
Nekrosis jaringan terjadi karena aktifitas enzim yang menurun sebagai akibat dari sel yang tidak dapat lagi mengadaptasi perubahan-perubahan yang terjadi dan apabila berlangsung lama menyebabkan kematian sel . Nekrosis sel hati diawali rusaknya susunan enzim. Kematian sel dapat disebabkan akibat toksin bakteri (Darmawan dalam Himawan 1996).
Degenerasi lemak terjadi sebagai indikasi adanya akumulasi lemak yang bersifat abnormal dalam sitoplasma parenkim yang dapat disebabkan oleh suatu keadaan anoksia, infeksi yang diserta keracunanan dan demam, penyakit metabolik, gizi buruk, alkohol dan keracunan. Robert (2001) menyatakan bahwa infeksi bakterial dapat menyebabkan gangguan metabolisme sel yang bersifat sementara (degenerasi) yang ditandai adanya akumulasi intraseluler dengan ciri mikroskopik yaitu, banyak sel membengkak, warna lebih pucat; sitoplasma keruh, tersebar dan kadang-kadang ditemukan adanya vakuola.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila (O. niloticus) berpotensi menginfeksi ikan Kerapu macan (E. fuscoguttatus). Gejala klinis infeksi S. iniae berupa perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, hemoragi pada operkulum dan rahang bagian bawah. Perubahan histopatologi berdasarkan data hasil pengamatan histopatologi, penyebaran S. iniae pasca infeksi dan hasil reisolasi, beberapa organ terlihat konsisten yaitu ensefalitis pada otak, nefritis pada ginjal, enteritis dan peritonitis pada usus. Gejala klinis dan perubahan histopatologi pada ikan yang diberi perlakuan infeksi dengan S. iniae tidak terlihat secara konsisten sama dengan gejala klinis pada ikan Nila yang diinfeksi S. Iniae pada uji pengembalian virulensi ataupun beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini diduga dipengaruhi oleh karakteristik media hidup S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila dengan parameter pH, suhu, dan salinitas perairan tawar, selanjutnya diinfeksikan pada ikan Kerapu macan yang merupakan ikan laut, perbedaan karakteristik media hidup dari host maupun lingkungan dimana inangnya hidup menyebabkan kemampuan adaptasinya menurun selanjutnya hal ini mempengaruhi tingkat patogenitas. Menurut Philips et al. (2001), penyebaran atau penularan infeksi bakteri dipengaruhi oleh : (1) karakteristik “host” terhadap resiko; (2) konsentrasi / jumlah bakteri dan tingkat keganasan /virulensi; (3) Lingkungan. Kemampuan merusak sel bakteri (virulensi) terhadap organ inang tegantung kemampuannya untuk melekat, menembus, menyebar dan berkembang biak pada organ yang menjadi target (Robbins 1999). Russo et al. 2006 menyatakan bahwa patogenitas setiap agen patogen sangat berkaitan dengan kemampuannya dalam memproduksi enzim, toksin dan dalam mengatasi sistem kekebalan inang.
Perbandingan gejala klinis dan patologi pada ikan Nila dan Kerapu Macan
Gejala klinis dan patolologi ikan Nila dan Kerapu Macan yang diinfeksi dengan S.iniae yang diisolasi dari Nila menunjukan kesamaan pada beberapa jenis lesio. Data perbandingan kesamaan dan perbedaan PA dan patologi dituangkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Data perbandingan gejala klinis, PA dan HP ikan Nila dan Kerapu Macan yang diinfeksi S. iniae.
Pengamatan Nila Kerapu Macan 106 sel/ml 109 sel/ml
Gejala klinis
Nafsu makan Menurun (h1 – h6) Normal (h7 – h12) Menurun (h1 – h4) Normal (h5- h7) kurang (h1 – h5) Normal (h5- h7) Respon (gebrak &
sentuh)
Lemah / Lethargy Lemah / Lethargy Lemah / Lethargy
Berenang Lemah, kepermukaan Lemah, kepermukaan
Lemah, kepermukaan
Patologi Anatomi
Lesio area injeksi ada ada ada
Warna tubuh Lebih gelap Lebih gelap Lebih gelap
Hemoragi Operkulum; rahang bagian bawah; tubuh
Operkulum; rahang bagian bawah
Operkulum; rahang bagian bawah Sisik Rontok bagian lateral Rontok bagian
lateral
Rontok bagian lateral
Sirip Geripis bagian caudal - - Insang Lesio (erosi) - - Hati Pucat Bengkak Pucat Bengkak Pucat Bengkak
Limpa Bengkak Bengkak Bengkak
Ginjal Hemoragi - -
Tabel 7. Data perbandingan gejala klinis, PA dan HP ikan Nila dan Kerapu Macan yang diinfeksi S. iniae. (lanjutan)
Pengamatan Nila Kerapu Macan 106 sel/ml 109 sel/ml HP Insang - Branchitis (h1 – h5) Branchitis (h1- h6) Otak - Encephalitis (h1 – h4) Encephalitis (h1-h5) Jantung - Epicarditis (h1) Pericarditis (h2 – h4) Myokarditis Pericardits (h2 – h6)
Hati - Hepatitis (h1-h5) Hepatitis (h1-h5) Limpa - Splenitis (h2 – h5) Splenits (h2 – h6) Ginjal - Nephritis (h1 – h5) Nephritis (h2 – h6) Usus - Enteritis Peritonitis ringan Enteritis Peritonitis
Hasil pengamatan kualitas air
Kualitas media hidup yaitu air merupakan salah satu faktor penentu terhadap kelangsungan hidup hewan aquatik. Hasil pengukuran nilai parameter kualitas air selama penelitian secara umum masih menunjukan dalam batas kewajaran untuk pemeliharaan ikan kerapu macan (Tabel 8).
Tabel 8. Data kualitas air media pemeliharaan uji infeksi Streptococcus iniae terhadap ikan Kerapu macan (Ephinephelus fuscogutattus).
Parameter Awal Tengah Akhir
Suhu 23 24 23
pH 7 – 8 7 – 8 7 – 8
Salinitas 30 31 32
DO 3,8 3,8 4,4
CO 2.6 mg/l 3 mg / l 3 mg / l
Al Qodri et al (2004) menyatakan bahwa kualitas air yang cocok untuk kerapu macan adalah suhu 25 – 32 ° C, salinitas 30 – 35 ppt, pH 7 – 8 dan DO < 5 ppm.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pemeriksaan dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1) Streptococcus iniae yang menimbulkan streptococosis pada ikan Nila dapat menginfeksi ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogutattus) dengan gejala klinis penurunan respon terhadap rangsang, nafsu makan dan perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap yang terjadi sebagai akibat septisemia. (2) Perubahan PA berupa hemoragi pada operkulum bagian bawah, mulut/rahang
bagian bawah dan sisik rontok.
(3) Perubahan histopatologi berupa radang pada organ insang, otak, jantung, hati, usus, limpa dan ginjal.
(4) Nilai LD 50 Streptococcus iniae terhadap ikan kerapu macan (Ephinephelus
fuscogutattus) adalah 8.98 x 10 8 sel/ ml.
(5) Ikan Kerapu Macan dapat mengalami infeksi secara klinis bila terpapar oleh S.iniae dengan dosis 106 sel/ml dan 109 sel/ml.
(6) Perubahan patologi anatomi maupun histopatologi pada ikan Kerapu Macan yang diinfeksi secara buatan denga S.iniae mempunyai karakteristik yang sama dengan ikan Nila yang terinfeksi S.iniae.
Saran
Dari uraian diatas dapat disarankan bahwa mengingat Kerapu Macan berpotensi sebagai target infeksi S.iniae, dan selain itu pula mengingat bahwa S.iniae bersifat zoonosis maka perlu dilakukan kewaspadaan dengan melakukan pengawasan pada sentra-sentra budidaya ikan dan dipintu masuk dan pengeluaran wilayah terhadap komoditi yang dilalulintaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimuddin. 2005. Inovasi On Line. Kompas Cyber Media. Diakses 11/ 2008
Al Qodri AH, Sujiharno dan Anindiastuti. 2004. Pemilihan lokasi Pembenihan Ikan Kerapu. Balai Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Halaman 15 dan 19.
Anonim. 2008. FISH. Wikipedia. www.en.wikipedia.org. [Diakses 9/2008] Anonim. 2007. Metoda Standar Pemeriksaan HPIK Golongan Bakteri.
Puskari. Departemen Kelautan dan Perikanan
Anonim. 2006 b. Bacterial disease. Korea - Us Aquaculture.
http://www.lib.noaa.gov/korea/diseases/bacterial.html. [Diakses 6/2006]
Anonim. 2006 a. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17/2006. Tentang Penetapan jenis-jenis Hama Penyakit Ikan Karantina, golongan, media pembawa dan sebarannya.
Anonim. 2005. Streptococcosis. OiE. Institut for International Cooperation in Animal Biologics. The Centre for Food Security & Public Health. IOWA STATE UNIVERSITY. http://www.cfsph.iastate.edu. 2005. [Diakses 7/2006]
Anonim. 2001. Budidaya Ikan Kerapu. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen kelautan dan Perikanan. Hal 19 - 22
Antoro S, HA. Sarwono dan Sujiharno. 2004. Biologi Kerapu. Pembenihan Ikan Kerapu - Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen kelautan dan Perikanan. Seri Budidaya Laut ISBN : 979-9890340-6 Hal 4 – 13
Andrews C, A Exell, N Carington. 2003. Manual of Fish Health. Firely Books. Hal. 208 .
Austin B and DA Austin. 1987. Bacterial Fish Pathogens. Diseases in Farmed and Wild Fish. John Willey and Sons. Chichester. Hal. 364 .
Bellanti JA. 1993. Imunologi. Georgetown University School of Medicine. W.B. Sounders Company. Dicetak oleh Gajah Mada University Press. Hal : 127 – 145.
Bromage ES, A Thomas, L Owen. 1999. Streptococcus iniae, a bacterial infection in barramundi Lates calcarifer. Diseases of Aquatic of Organisms. Vol. 36 : 177 – 181. Published May 31. [Diakses 10/2007]
Biberstein EL and YC Zea. 1990. Review Veterinary Microbiology. Blackwell Scientific Publication.
Brooks GF, JS Butel, SA Morse. 2004. Medical Microbiology. Jawetz, Melnick & Adelbergs. Twentythird Edition -International Edition. Hal : 231 – 248
Carter GR, 1986. Essentials of Veterinary Bacteriology and Mycology. Third Edition. Lea & Febiger. Philadelphia. Hal. 109 -115.
Cheville NF. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. Second Edition. Iowa
State. Univesity Press/AMES. Hal 5 – 27.
Conte Jr, John E. 2002. Manual af Antibiotics and Infection Disease. Treatment and Prevention. Ninth Edition. Lippincott Williams & Wailkins. Hal 181 - 194
Cowan ST. 1985. Manual for The Identification of Medical Bacteria. Cambridge University Press. Cambridge. Hal : 78, 100 ,101.
Eldar A, S Pearl, PF Frelier, H Bercovier. 1999. Red drum Scienops ocellatus mortalities associated with Streptococcus iniae infection. Diseases of Aquatic organism. Vol. 36 : 121 – 127. [Diakses 7/2007]
Facklam R, J Elliot, L Shewmaker and A Reingold. 2005. Identification and Caracterization of Sporadic Isolates of Streptococcus iniae Isolated from Humans. Journal of Clinical Microbiology. Vol. : 43 No. 2, hal 933 – 937. [Diakses 10/2006].
Faddin JF dan Bergeys, 1980. Biochemical Test for Identification of Medical Bacteria. Second Edition, William & Willkins, Baltimore, London. Hal 327.
Gyles CL JF Prescott, JG Songer and CO Thoen. 2004. Pathogenesis of Bacterial infection in Animal. Third Edition. Blackwell Publishing. Iowa State .Hal 3 – 9; 23 - 37
Himawan S. 1996. Ginjal. Kumpulan kuliah patologi. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia – Jakarta. Hal : 9, 159 – 171.
Heemstra PC, JE., Randall., 1993. FAO Species Catalog Vol.16 : Grouper of The world (Family Serranidae, Sub family Ephinephelus). Rome. Food and Agricultur organization of The United Nation.
Hubert JJ. 1980. Bioassay. Kendall. Hunt Publishing Company. Iowa. 164 hal.
Inglis V, RJ Roberts and NR Bromage. 1993. Bacterial Diseases of Fish. Institute of Aquaculture. Balckwell Science. Hal. 196 – 210.
Kordi G, 2002. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 47 - 52
Kurniastuty T, Tusihadi dan P Hartono. Hama dan Penyakit Ikan kerapu. Direktorat Jenderal budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Hal 56 - 58
Kusumawidjaja, 1996. Susunan Kardivaskuler. Didalam Himawan, editor. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia – Jakarta. Hal 252 – 285.
Kvitt H, A Colorni. 2004. Diseases of Aquatic Organism. Vol. 61 : 67 – 73. Inter Research. www.Int.Res.com. [Diakses 10/2006]
Lahav D, M Eynger, A Huvitz, C Ghittino, A Lublin, A Eldar. 2004. Diseases of Aquatic Organism. Vol. : 62 : 177 – 180. www. Inter
res.com. [Diakses 09/2007]
Miyazaki T, SS Kobota, N Kaige and T Miyashita. 1984. AHistopathological Study of Streptococcal Disease in Tilapia. Fish Pathology 19 (3) 167 – 172
Mims CA. 1988. The pathogenesis of Infectious Diseases. 3rd edition. Academic Press. London. 342 hal.
Nabib R, dan FH Pasaribu. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Hal 68 – 98.
Nitimulyo KH, Kurniasih, D Dana, Desrina, Alifuddin, H Supriyadi, Widodo, J Rukmono, M Widjiastuti, DN Satrie, R Ismayasari, Dewi S. 2002. Deskripsi Hama dan penyakit pada ikan kerapu dan lobster. Pusat Karantina Ikan – DKP. Hal 36 - 39
Pasaribu FH. 2005. Peran dan arti pengendalian Penyakit Hewan Akuatik (Aquatic Animals) untuk kesejahteraan masyarakat. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Institut Pertanian Bogor. Hal 8
Perrera RP and SK Johnson. 1994. Streptococcus iniae Associated with Mortality of Tilapia x T. aurea Hybrids. Journal of Aquatic Animal Health 6 : 335 – 340.
Philips J, P Murray & P Kirk. 2001. The Biology of Desease. Second edition. Blackwell science. Hal. 269 - 283
Pier GB & Madin SH. 1976. Streptococcus iniae: a Beta Haemolitic Streptococcus isolated from Amazon Freshwater Dolphin (Inia geoffrensis). International Journal of Sistematic Bacteriology. 26: 545- 553
Plumb JA. 2002. A guide to Integrated Management of Warm-water and Cool water Fish Diseases in the Great Lake Basin. Great Lake Fishery Comission Project. Completion Report. Hal 19 – 25.
Post G. 1987. Text Book of Fish Health. TFH Publication. Hal. : 72 – 73
Ressang AA. 1984. Patologi khusus veteriner. Ed. Ke 2. Denpasar. N.V. Percetakan. Bali. Hal 81 - 87
Romimohtarto KS. 2005. Biologi Laut. Jambatan – Jakarta. Hal : 71.
Robert JR. 2001. Fish Pathology 3 rd Edition. Bailere, Tyndall, Cadar, England. Hal. 300 – 316.
Robbins. 1999. Pathologic Basis of Desease. WB. Sounders Company.Philadephia USA. Hal : 340 – 350.
Russo R, H Mitchell, RPE Yanong. 2006. Aquaculture. Vol. 256 : 105 – 110. ELSEVER. www.elsever.com/locate/aqua.online. [Diakses : 10/2006]
Sano M, M Minigawa, M tamaki, T hayashibara and Kouki fukuoka. 2000. Couse of the mass motality of the Rabbit Fishes Cultured in Ishigali Island. www.snfaffrc.go.jp/English/ wwwsupt. [Diakses 9/2006] Sarono A, Kamiso HN, Iwan dan Widodo. 1993. Deskripsi Hama dan
Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta. Hal 29 – 33.
Stevens A, JS. Lowe, B Young. 2002. Wheather Basic Histiopatology, A Color Atlas and Text. Fourtth Edition. Churchill Livingstone. Edinburgh.
Sunyoto P. 1994. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Apung. Peneba Swadaya. Hal 2, 3 dan 12
Supriyadi H, Effendie J, D Bastiawan. 2002. Penyebaran penyakit streptococcosis pada beberapa pusat budidaya ikan air tawar. Bogor: Balai Riset Perikanan Budidaya air tawar. (Technical Report)
Taslihan A, M Murjani, C Purbomartono dan E Kusnendar. 2000. Bakteri Patogen Penyebab Penyakit Mulut Merah Pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptus altivelis). Jurnal Perikanan UGM II (2) 57 – 62
Tizard I. 1982. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi kedua. Fakultas Kedokteran Hewan Ontario, Universitas Guelph. WB. Saunders Company. Ontario, Canada. Hal. 18-31.
Varvarigos P. 2001. Gram positive cocco bacteria (Micrococcaceae, Streptococcaceae) causing systemic disease in intensively farmed fish in Greece. www.elsever.com/locate/aqua.online. [Diakses : 10/2006].
Weinstein MR, M Litt, DA Kertesz, P Wyper, D Rose, M Coulter, A Mcgeer, R Facklam, C Ostaach, BM Willey, AlBorczyk, DE Low. 1997. Invasive InfectionDue to a fish Pathogen, Streptococcus iniae. The New England Journal of Medicine. Vol. : 337 : 589-594. [Diakses 10/2006]
Yanong RPE and RF Floyd. 2002. Streptococcal Infection of Fish. IFAS EXTENSION. University of Florida. http://edis.ifas.ulf.edu/FAO057. [Diakses 7/ 2006]
Yuasa K, N Kitancharoen, Y Kataoka, FA Al-Murbaty. 1999. Streptococcus iniae, the Causative Agent of Mass Mortality in Rabbitfish Siganus canaliculatus in Bahrain. Journal of Aquatic Animal Health 11 : 87 – 99
Lampiran 1. PEMBUATAN PREPARAT HISTOLOGI
Pembuatan Histologi dilakukan tahapan sebagai berikut
1. Sample organ yang telah difiksasi dalam laruran Neutral Bauffer Formalin (BNF) 10 % didiamkan ± 2 x 24 jam, hingga mengeras (Matang);
2. Sample organ yang telah mengeras dipotong / ditrimming kasar setebal± 0,5 cm;
3. Potongan kemudian dimasukan dalam cetak miring untuk dimasukan dalam tissue processor automatis.
4. Dehidrasi adalah proses penarikan air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan sampel yang diuji. Sampel jaringan didehidrasi dalam alkohol bertingkat (Alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan Alkohol Absolut). Proses ini umumnya dilakukan pada masing-masing cairan alkohol selama 2 jam.
5. Clearing adalah proses penjernihan dengan menggunakan Xylol (I dan II). 6. Embedding adalah proses pembuatan blok parafin dengan menggunakan
parafin histoplast.
7. Sectioning adalah pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4 – 5 µm. Gelas objek yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (suhu 37oC) selama 24 jam.
8. Staining adalah proses pewarnaan jaringan.
Pewarnaan HE :
a) Preparat Histopatologi dicelupkan secara bertahap ke dalam larutan xylol (I dan II), Alkohol Absolut, Alkohol 95%, Alkohol 80%, masing-masing dilakukan selama 2 menit, kecuali perendaman Alkohol 95% dan Alkohol 80% dilakukan selama 1 menit;
b) Dicuci pada air mengalir (air kran) selama 1 menit;
c) Preparat direndam dalam larutan Mayer’s Haematoxylin selama 8 menit;
e) Dicelupkan ke dalam larutan Lithium Carbonat selama 15 – 30 detik;
f) Dicuci dengan air mengalir selama 2 menit;
g) Preparat direndam dalam larutan Eosin selama 2 - 3 menit; h) Dicuci pada air mengalir selama 30 – 60 detik;
i) Preparat dicelupkan kedalam larutan alkohol 95% dan Alkohol Absolut I sebanyak 10 celupan;
j) Direndam secara bertahap ke dalam larutan Alkohol Absolut II, Xylol I, dan Xylol II, masing-masing selama 2 menit kecuali Xylol II, perendaman dilakukan selama 1 menit
Pewarnaan Gram Twort:
Hilangkan lilin dengan xylene, dari hidrasi secara bertahap dengan alkohol sampai dengan air;
Genangi slide dengan 1% crystal violet selama 2 menit;
Bilas cepat dengan air kran;
Genangi slide dengan Lugol’s iodine selama 3 menit;
Bilas cepat dengan air kran;
Diferensiasi dengan aceton, sampai pewarnaan biru/hitam berhenti mengalir dari preparat (hanya 1-3 detik jangan sampai diferensiasi berlebihan), untuk menghentikan diferensiasi bilaslah slide dengan air kran;
Counter stain dengan twort’s stain (working solution) selama 5 menit;
Bilas dengan alkohol, dehidrasi, bersihkan dengan xylene dan tempel dengan cover glass (kaca penutup).
Hasil :
Bakteri dan parasit berwarna biru/biru tua (titik-titik) 9. Mounting
Lampiran 2. Data tingkah laku ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang diinfeksi Streptococcus iniae
Perla kuan Tingkah laku hari ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 K Nafsu makan
kurang Kurang Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Gerakan
operkulum
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Garakan
renang
Lemah Lemah Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Pasase 1
Nafsu makan
kurang Kurang kurang Kurang kurang Kurang Normal Normal Normal Normal Normal Normal Gerakan operkulum Menink at Menin kat Menink at Menin kat Menink at Menin kat
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Garakan renang Lemah Keperm ukan Lemah Keperm ukan
Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Normal Normal Pasase
2
Nafsu makan
kurang Kurang kurang Kurang Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Gerakan operkulum Menink at Menin kat Menink at Menin kat Menink at
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Garakan renang