• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2. Uji pengembalian virulens

Uji pengembalian virulensi S. iniae dilakukan dengan metode in vivo melalui suntikan intraperitoneal terhadap ikan Nila (O. niloticus) dalam 2 (dua) kali pasase. Hasil pengamatan gejala klinis memperlihatkan adanya perubahan berupa menurunnya respon terhadap rangsang gertak ataupun sentuh, penurunan nafsu makan, gerakan renang lemah dan sering berenang dipermukaan. Warna tubuh menjadi gelap; hemoragi pada bagian bawah tubuh, bawah sirip pectoralis dan sekitar operkulum (Gambar 7); sirip kaudal geripis; pembesaran abdomen. Pada area injeksi terdapat lesi berupa luka dengan disertai rontok sisik. Perubahan makroskopis (Patologi Anatomi – PA) menunjukan insang pucat dan lesi berupa erosi dibagian lamella insang pada beberapa ekor ikan uji, hati membesar dan pucat, limpa relatif lebih gelap (Gambar 8).

Gambar 7. Ikan Nila (O. niloticus) yang diinfeksi S. iniae memperlihat kan lesio hemoragi (A) dan sisik rontok (B)

Gambar 8. Ikan Nila (O.nilaticus) yang diinfeksi S. iniae memperlihat kan lesio hemoragi pada organ ginjal (A) dan hati pucat (B)

A

B

A

3. Uji LD 50

Gejala klinis berupa tingkah laku gerakan renang hari ke 1 sampai hari ke 5 pada semua tingkat kepadatan bakteri kondisinya normal; selanjutnya gerakan renang menjadi lambat hari ke 6 dan 7 pada tingkat kepadatan bakteri 1012 sel/ml. Respon terhadap rangsang menunjukan respon reaktif pada semua perlakuan. Ikan yang diberi perlakuan nafsu makannya lebih rendah dibandingkan dengan ikan kontrol pada hari ke 1. Respon nafsu makan meningkat pada hari ke 2 sampai hari ke 4 namun pada hari ke 5 sampai hari ke 7 menunjukkan penurunan kembali.

Data mortalitas sebagaimana pada lampiran 4 selanjutnya dilakukan analisa untuk mendapatkan nilai Lethal Dosis 50 (LD50) seperti tertera dalam Tabel 2

(Hubert, 1980).

Tabel 2. Perhitungan LD50 bakteri S. iniae terhadap ikan kerapu macan (E.

fuscoguttatus) pada uji LD50 Perla- kuan Ula nga n r Kemat ian % Kema tian Rerata Kemati an Log C n n - r Σr Σ (n-r) T Σ r /T X 100% A 1 0 0 0 0 16 16 0 46 46 0 2 0 0 B 1 2 25 37.5 6 16 10 6 36 42 14,28 2 4 50 C 1 5 62,5 43.5 8 16 9 13 27 40 32,50 2 2 25 D 1 3 37,5 37.5 10 16 10 19 17 36 57,78 2 3 37,5 E 1 8 100 93.75 12 16 1 34 16 50 68 2 7 87,5 Keterangan :

n = Jumlah ikan yang dipelihara r = Jumlah ikan yang mati

n – r = Jumlah ikan yang hidup

Σr = Jumlah total ikan yang mati pada dosis X

Σ (n – r ) = Jumlah total ikan hidup pada dosis X

Σr / T x 100 = Akumulasi persen kematian ikan A = Kontrol (tanpa infeksi)

B = 10 6 sel / ml C = 10 8 sel / ml D = 10 10 sel / ml E = 10 12 sel / ml

Hasil perhitungan memperlihatkan kematian tertinggi pada perlakuan E : dosis 1012 sel /ml dengan rerata 93,75% dan hasil perhitungan akumulasi persen kematian sebesar 68 %. Perlakuan D : dosis 1010 sel /ml dengan rerata 37.5 % dan akumulasi persen kematian 52,78 % , Perlakuan C : dosis 108 sel / ml dengan rerata 43.75 % dan akumulasi persen kematian 32,50 %, Perlakuan B : dosis 106 sel / ml dengan rerata 37.5 % dan akumulasi persen kematian 14,286 %. Pada pelakuan A atau kontrol tidak terjadi kematian ikan. Pengujian untuk mengetahui dosis dan waktu mematikan 50 % populasi dihentikan pada hari ke 7 (tujuh) karena pada setiap dosis perlakuan populasi ikan tingkat kematian sudah 50 %.

Hasil perhitungan akumulasi persen kematian menunjukan bahwa tingkat kematian populasi sebesar 50 % berada pada kisaran antara dosis 108 dan 1010 sel/ml yaitu 32,50 % dan 52,78 %.

Berdasarkan analisa data tersebut maka nilai LD50 adalah :

50 - %

m = X1 + d --- % x + 1 - % x1

m = Log LD50

X1 = Log dosis bakteri di bawah LD50

D = Selisih Log dosis dibawah LD 50 dan diatas LD50

% x + 1 = Persentase kematian kumulatif pada dosis di atas LD50

% x1 = Persentase kematian kumulatif pada dosis di bawah LD50

50 – (% x – 1) Log LD50 = X1 + d --- (% x + 1) – (% x – 1) 50 – 32,5 Log LD50 = 8 + 2 --- 68 – 32,5 17,5 Log LD50 = 8 + 2 --- 35,5 Log LD50 = 8 + 2 (0,493) Log LD50 = 8 + 0,986 = 8,986

Antilog 8,986 = 8,98 x 10 8

Nilai LD50 bakteri S. iniae dari isolat ikan Nila yang mematikan 50% ikan

uji Kerapu Macan (E. Fuscogutattus) adalah 8,98 x 10 8 sel/ml.

Uji Utama 1. Gejala klinis

Penelitian perkembangan gejala klinis dan patologi ikan kerapu macan (E.fuscogutattus) yang diinfeksi secara buatan dengan S. iniae dilakukan selama 6 hari. Isolat S. iniae yang digunakan adalah isolat Sentani - Papua yang diiolasi dari ikan Nila dan telah dikembalikan virulensinya. Dosis yang digunakan adalah didasarkan dari hasil uji LD50 yaitu 8,98 x 108 sel/ml. Penetapan 6 hari

pengamatan didasarkan hasil uji LD50 bahwa bakteri S. iniae dapat mematikan

50% populasi pada hari ke 6. Untuk mengetahui kemungkinan adanya gejala subklinis digunakan dosis infeksi pembanding yaitu 10 6 sel/ml.

Pengamatan tingkah laku meliputi nafsu makan, gerakan operkulum dan gerakan renang dituangkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengamatan tingkah laku ikan Kerapu macan (E. uscogutattus) yang diinfeksi S. iniae

Perlakuan infeksi S.iniae

Tingkah laku hari ke

1 2 3 4 5 6

K

Nafsu makan Normal Normal Normal Normal Normal Normal Gerakan

operkulum

Normal Normal Normal Norma Normal Normal

Garakan renang Normal Normal Normal Normal Normal Normal

106 sel/ml

Nafsu makan Sangat kurang Kurang Kurang Kurang Normal Normal Gerakan

operkulum

Lemah Normal Normal Normal Normal Normal

Garakan renang Lemah Kepermuka an

Lemah Kepermuka an

Lemah Lemah Normal Normal

109 sel/ml

Nafsu makan Sangat kurang Sangat kurang

Kurang Kurang kurang Normal

Gerakan operkulum

Lemah lemah Lemah Lemah Lemah Lemah

Garakan renang Lemah Kepermuka an Lemah Kepermuka an Lemah Kepermuka an

Lemah Normal Normal

Nafsu makan ikan tanpa perlakuan (kontrol) pada hari ke 1 sampai hari ke 6 adalah normal, sedangkan ikan yang diberi perlakuan 109 sel/ml maupun106 sel/ml memperlihatkan ada perbedaan dibandingkan perlakuan kontrol. Pada perlakuan 106 sel/ml nafsu makan ikan uji sangat kurang pada hari ke 1 selanjutnya terdapat peningkatan pada hari ke 2 hingga hari ke 5 dan normal pada hari ke 6. Pada perlakuan 109 sel/ml nafsu makan lebih menurun dibandingkan perlakuan 106 sel/ml dan kontrol. Nafsu makan ikan uji baru terlihat pada hari ke 3 dan selanjutnya meningkat kearah normal pada hari ke 6. Penurunan nafsu makan pada ikan yang diberi perlakuan diduga disebab kan oleh stress sebagai akibat perlakuan dan masuknya bahan atau benda asing yang masuk dalam tubuh. Perbedaan tingkat kepadatan bakteri juga diduga mempengaruhi tingkat stress dari masing-masing kelompok perlakuan. Peningkatan nafsu makan pada akhir penelitian untuk kelompok perlakuan 106 sel/ml diduga dipengaruhi tingkat kesehatan yang sudah pulih, hal itu dapat terjadi karena respon kekebalan tubuh telah mampu menetralisis masuknya S. iniae.

Respon terhadap rangsang, gerakan renang dan gerakan operkulum merupakan parameter tingkat kesehatan ikan. Parameter tersebut tampak menurun pada hari ke 1 pasca injeksi selanjutnya pada hari ke 2 sampai hari ke 6 memperlihatkan tanda mengarah normal atau kembali reaktif sebagaimana pada ikan kontrol. Penurunan respon reaksi terhadap rangsang dan nafsu makan, berenang tidak beraturan dan perubahan warna kulit adalah beberapa bentuk gejala klinis ikan yang terinfeksi oleh bakteri patogen (Miyazaki, 1984; Russo et al. 2006)

Menurut Inglis (1993) gejala klinis perubahan tingkah laku ikan dapat dipicu karena adanya stressor. Pada penelitian ini stressor penyebab perubahan tingkah laku ikan diduga adalah agen infeksius S. iniae yang dimasukan ke dalam tubuh ikan. S. iniae merupakan agen infeksius yang dapat menginfeksi secara sistemik dan menimbulkan stress. Menurut Nabib & Pasaribu (1989) setiap spesies ikan mempunyai perbedaan batas kemampuan mengendalikan stress.

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa ikan berenang ke permukaan, hal ini diduga dipengaruhi oleh infeksi S. iniae yang menyebabkan terganggunya fungsi insang dalam mengikat oksigen menjadi menurun. Penurunan suplai

oksigen dalam darah dan otak mendorong ikan yang terinfeksi untuk mencari oksigen permukaan. Perubahan tingkah laku ikan yang terinfeksi Streptococcus sp. dilaporkan oleh Inglis (1993) yang menyatakan bahwa tanda klinis aspek tingkah laku diantaranya adalah ikan akan berenang tegak (erratic swimming) dan menjadi lemah. Weinstein et al. (1997) menyatakan bahwa ikan Tilapia yang terinfeksi S. iniae menunjukkan gejala klinis perubahan warna tubuh menjadi gelap, berenang tidak terarah dan menjadi lemah serta sirip dorsal menjadi geripis. Perrera & Sterling (1994) dan Plumb (2002) menyatakan bahwa ikan Tilapia yang terserang S. iniae selain menunjukkan gejala klinis perubahan warna tubuh menjadi gelap, berenang tidak terarah dan menjadi lemah juga menunjukan adanya gejala klinis eksternal lain yaitu petechiae disekitar mulut, anus dan sirip pektoralis. Russo et al. (2006) yang melakukan penelitian karakterisasi S. iniae dari kelompok Cyprinid menyatakan bahwa gejala klinis ikan yang terinfeksi S. iniae berupa perubahan tubuh menjadi gelap (darkness); tidak ada respon terhadap rangsang (lethargy), hemoragi pada bagian sisi tubuh sekitar kepala serta sirip pelvik dan kaudal; berenang berputar (swimming spinning) ke permukaan. Supriyadi et al. (2003) menyatakan bahwa gejala klinis ikan Tilapia yang terinfeksi S. iniae adalah berenang berputar-putar, warna tubuh menjadi gelap / pucat dan lemah.

Dokumen terkait