• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koksidiosis pada Sapi Disebabkan Eimeria Zuernii (Rivolta,1887)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Koksidiosis pada Sapi Disebabkan Eimeria Zuernii (Rivolta,1887)"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

KOKSIDIOSIS PAD A SAPI

YANG DlSEBABKAN EIMERIA ZUERNII

(RIVOLTA, 1887)

SKRIPSI

Ole h DESY SUGESTI

B. 190046

FAKUL TAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Koksidia merupakan paras it intraseluler yang

me-nyerang traktus digestiyus terutama bagian USUS. Penyebab

penyakit ini adalah dari genus Eimeria. Koksidia .yang

pal ing patogen terhadap ternalt sapi adalah Eimeria Ziuernii

(Rivolta, 1887 dalam Todd dan Ernst, QセWWIN@

Siklus hidup Eimeria zuernii terdiri dari fase

eksogen yang disebu·t juga dengan tahap sporogoni dan fase

endogen yang terdiri dari tahap skizogoni dan tahap

gametogoni (Soulsby, 1982).

Gejala klinik yang umum ditemukan adalah diare

berdarah, anemia, kelemahan dan kekurusan. Secara ekonomis

penyakit ini mempunyai arti yang penting karena dapat

menimbulkan kerugian berupa penurunan berat badan,

per-tumbuhan terhambat dan penurunan produksi.

Secara patologi anatomi. di.temukan enteritis pada usus

halus maupun usus besar. Pada usus halus bagian bawah,

sekum dan usus besar penuh berisi darah atau bekuan darah,

mukosa terlihat berwarna merah dan menebal HセL・カゥNョ・L@ 1978). Di.agnosa koksidiosis dilakukan berdasarkan gejala

klinik, anamnese yang berhubungan dengan keadaan kandang,

secara laboratorium di mana ditemukan sejumlah ookista

dari tinja sapi.

Penyebaran penyakit terjadi melalui makanan dan

(3)

bersporulasi.

Usaha pengendalian koksidiosis dilakukan dengan

menjaga agar sanitasi kandang, tempat makanan dan minuman

selalu baik, karen a koksidiosis merupakan masalah kelompok

ternak. Sedangkan usaha pengobatan yang dilakukan adalah

dengan menggunakan preparat sulfa. Penggunaan monensin dan

amprolium selain untllk tujuan pengobatan dapat pula

(4)

KOKSIDIOSIS PADA SAPI

YANG DISEBABKAN EIMERIA ZUERNII

(RIVOLTA, 1887)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar dokter hewan

di Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Desy Sugesti

B. 19.0046

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOG OR

(5)

KOKSIDIOSIS PADA SAPI

YANG DISEBABKAN EIMERIA ZUERNII

(RIVOLTA. 1887)

SKRIPSI

Oleh:

DESI SUGESTI

B. 19.0046

Skripsi ini telah diperiksa

dan disetujui oleh:

セ@

セヲセO@

7

セOOO@

Drh. Tutuk Astyawati MS

Pembimbing

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara,

dilahirkan di Jakarta, tanggal 6 Desember 1964, dari ayah

Drs. Abdul Salam dan ibu Sudisah.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar pa,da tahun 1976,

Sekolah Menengah Pertama pad a tahun 1980 dan Sekolah

Mene-ngah Atas pada tahun 1983. Diterima sebagai mahasiswa

Institut Pertanian Bogor pad a tahun 1983 melalui Jalur

Proyek Perintis II.

Pada tahun 1984 penulis diterima menjadi mahasiswa

Fakultas Kedokteran Hewan. Pada tahun 1985-1986 menjadi

tenaga pengajar luar bias'a dalam mata ajaran Anatomi I dan

II, dan pada tahun 1986-1987 sebagai tenaga'pengajar luar

biasa dalam mat a ajaran Parasitologi (Proto3001ogi).

Penulis lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada

tang-gal 14 Juli 1987 dan dilantik sebagai Sarjana Kedokteran

Hewan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 26 September

1987.

(7)

KATA P:ENGANTAR

Puj i dan syukur penulis panja·tkan kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Ibu Drh. Tutuk Astyawati MS yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing

penulis. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada Bapak

Dr. Soeprapto Soekardono yang telah banyak membantu

penu-lis dalam memberikan informasi dan fasilitasnya.

Tak lupa penulis ucapkan pula terima kasih kepada

seluruh karyawan Perpustakaan BPT-Ciawi, Perpustakaan

Balitvet-Bogor, Perpustakaan FKH-IPB yang telah banyak

membantu penulis untuk mendapatlcan bahan-bahan yang

diper-lukan guna menyusun skripsi ini.

Mesldpun tul isan ini jauh dari sempurna, akan tetapi

penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

mereka yang membutuhkan, di samping dapat menambah hasanah

ilmu pengetahuan khususnya mengenai bidang veteriner di

negara tercinta ini.

Bogor, Juli 1988

Penulis

(8)

DAFTAR lSI

BAB

Halaman

DAFT AR GAMBAR

vi

I.

PENDAHULUAN

1

II.

TAKSONOMI

3

III .

MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP

8

IV.

PATOGENESIS

17

V.

DIAGNOSIS

22

VI.

PENGENDALIAN DAN PENGOBATAN

25

VII.

PEMBAHASAN

30

VIII,

KESIMPULAN

39

DAFTAR PUSTAKA

41
(9)

Nomor

1.

2.

3.

4.

DAFTAR GAMBAR

Daur hidup Eimeria zuernll (Sumber: Todd dan Ernst, 1977)

Ookista belum dan telah sporulasi (Sumber: Orlov, 1970) .

Ookista belum bersporulasi (Sumber: SouIsby, 1982) . .

Apicomplexa (Levine, 1978)

vi

Halaman

11

12

12

(10)

I . PENDAHULUAN

Koksidiosis pada ternak sapi merupakan penyakit

pro-tozoer yang serius dan penting untuk diketahui. Penyakit

ini disebabkan oleh galur koksidia yang paling patogen,

antara lain Eimeria zuernii. Galur ini banyak menyerang

sapi jenis Bos taurus dan Bos indicus, juga menyerang

Bubalus bubalis. Gejala-gejala klinik yang diperlihatkan

adalah diare berdarah, anemia, lesu, "lemah dan kekurusan.

Biasanya infeksi terjadi pada ternak sapi berumur

tiga minggu sampai enam bulan, tetapi kadang-kadang dapat

pula menyerang sapi berumur sekitar satu tahun dan bahkan

ternak dewasa bilamana infeksinya hebat. Hewan menjadi

kurus, lesu dan dapat mati tujuh hari setelah terkena

infeksi yang disertai gejala-gejala klinik yang hebat.

Mortal i tas yang cukup tinggi dapat> di temukan pad a

anak-anak sapi yaitu berkisar antara 26-42%.

Di Indonesia ternal, sapi jumlahnya mencapai seki tar

4.156.894 ekor (Direktorat Bina Program, 1987). Peternak

di Indonesia umumnya memiliki sapi dengan jumlah yang

tidak besar. Karena itu kerugian akibat infeksi protozoa

ini belum terlihat nyata. Tetapi bilama'1a ternak sapi

sudah dimiliki dalam jurnlah besar, maka mungkin dapat

timbul kerugian yang cukup besar akibat penyakit ini. Hal

ini dapat terjadi jika pengelolaan sapi yang dipelihara

(11)

2

Adanya paras it ini telah dilaporkan oleh Soeprapto

Soekardono, 1982 pada aeara Lokakarya Pertemuan Ilmiah

tentang Ruminansia besar di Cisarua.

Karena peternakan sapi sekarang sedang digalaltkan

pemerintah dan ternyata di Indonesia khususnya Bogor,

telah ditemukan sembilan galur koksidia sapi maka

koksidi-os is sapi perlu diperhitungkan pengaruhnya terhadap

penu-runan produksi, terutama di daerah di mana sapi dipelihara

dalam jumlah yang besar. Pengelolaan sapi-sapi muda yang

berumur di bawah satu tahun perlu diamati dan ditingkatkan

agar penurunan produksi sebagai akibat infeksi galur

kok-sidia yang paling patogen khususnya Eimeria zuernii dapat

dieegah.

Penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat

mem-berikan informasi berbagai segi pad a infeksi Eimeria

(12)

II. TAKSON.OMI

Banyak ahli telah mengklasifikasikan Eimeria zuernii

di mana satu dengan yang lainnya masing-masing mempunyai

persamaan maupun perbedaan . Antara lain yaitu Honigberg,

.sn,

ill

pad a tahun 1964 dalam J.D. Smith 1976

mengklasifika-sikan Eimeria zuernii sebagai berikut:

Phylum Protozoa

Subphylum Sporozoa

Klas Telosporea

Subklas Coccidia

Ordo Eucoccidia

Subordo Eimeriina

Family Eimeriidae

Genus Eimeria

Kemudian E. J. L. Soulsby, 1980 mengklasifikasikan sebagai

berikut:

Phylum Protozoa

Klas Sporozoa

Subklas Telosporidia

Ordo Coccidia

Family Eimeriidae

Genus Eimeria

Sedangkan menu rut Levine (1973) dalam Todd dan Ernst tahun

1977 mengklasifikasikan Eimeria zuernii sebagai berikut:

(13)

4

Subphylum Apicomplexa

Klas Sporozoasida

Subklas Coccidiasina

Ordo Eucoccidiorida

Subordo Eimeriorina

Family Eimeriidae

Genus Eimeria

Oraian mengenai ciri-ciri tiap takson sebagian besar

diambil dari Levine, karena dianggap lengkap dan jelas di

mana telah dikemukakan adanya subphylum Apicomplexa, yaitu

kelompok organisme-organisme yang mempunyai struktur yang

jelas yang disebut apical complex. Struktur tersebut dapat

dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.

Berdasarkan pemeriksaan mil<roskop elektron, subphylum

Apicomplexa pada stadium tertentu mempunyai:

1. Sebuah at au lebih cincin polar yang padat elektron

(electron-dense polar ring) pada ujung anterior tubuh.

2. Sebuah conoid, yaitu sebuah bentuk seperti kerucut

pada ujung anterior tubuh yang terdiri dari sebuah

atau lebih microtubule yang digulung seperti spiral.

3. Dua atau lebih rhoptries, yaitu struktur yang padat

elektron yang salah satu ujungnya menembus conoid

sampai di ujung anteriornya dan meluas menjadi bentuk

seperti kantong pada ujung yang lain.

(14)

5

batang yang tidak tembus elektron dan mungkin struktur

ini melekat pada rhoptries.

5. Sejumlah subpellicular )1licrotubule yang berderet mulai

dari cincin polar ke belakang yang mempunyai peranan

dalam pergerakan.

6. Micropore, yaitu suatu lobang pada permukaan

mikroor-ganisme ini. Bisa satu atau banyak dan digunakan untuk

memasukl,an makanan.

Intinya berbentuk vesicular (gelembung). Tidak

mem-punyai

galur

silia atau flagel padamikrogamet

tertentu. Kebanyakan Apicomplexa

seksual dan aseksual dalam siklus hidupnya.

dari beberapa

mempunyai fase

Klas sporozoa menurut Todd dan Ernst (1977) mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut: Apical complexnya berkembang

dengan baik; reproduksi umumnya secara seksual dan

aseksu-ali mempunyai ookista. Pergerakannya dilakukan dengan cara

melekukkan badan, meluncur atau dengan cara undulasi dari

punggung longitudinal yang panjang. Pada beberapa golongan

mikrogametnya mempunyai flagela. Sedangkan pseudopodia

biasanya tidak dipunyai oleh klas ini. Akan tetapi jika

ada, maka pseudopodia ini digunal,an untuk mengambil

makan-an, bukan untuk bergerak. Sporozoa bersifat monoxenous dan

heteroxenous.

Organisme yang termasuk subklas coccidiasina

(15)

6

tidak berubah bentuk menjadi mucron atau pun epimerite.

Endodiogeni bisa ada bisa juga tidak ada. Organisme kelas

ini kebanyakan terdapat pada vertebrata tetapi ada

bebera-pa yang hidup bebera-pada avertebrata (Todd dan Ernst, 1977).

Ordo Eucoccidiorida mempunyai ciri-ciri seperti

beri-kut: ada sporogoni, dan biasanya terdapat pada vertebrata

at au pun pad a avertebrata (Todd dan Ernst, 1977).

Giri-ciri dari subordo Eimeriorina menurut Todd dan

Ernst, 1977 adalah sebagai berikut: Makrogamet dan

mikro-gametosit berkembang sendiri-sendiri (bebas);

mikrogameto-sit menghasilkan banyak mikrogamet; zigot yang dihasilkan

tidak bergerak, sporozoit-sporozoit terdapat dalam sebuah

sporokista. Endodiogeni bisa at au tidak; bersifat

monoxe-セ@ dan heteroxenous ..

Oraganisme-organisme yang termasuk dalam famili

Eime-riidae berkembang at au tumbuh hanya dalam sel-sel induk

semang. Ookista dan meront (skizon) tidalc mempunyai

organ-el yang menemporgan-el. Ookistanya mempunyai satu, dua, empat

atau bisa juga banyak sporokista, setiap sporokista

mengandung satu sporozoit atau lebih; bersifat monoxenous;

proses merogoni (skizogoni) terjadi di dalam tubuh induk

semang sedangkan sporogoninya terjadi di luar tubuh induk

semang; mikrogamet mempunyai dua at au tiga flagela.

Jenis Eimeria mempunyai ookista dengan empat

(16)

7

(17)

III. MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP

. Pada tahun 1887 Rivolta dalam Todd dan Ernst, 1977

memperkenalkan dan menggunal<an istilah Eimeria zuernii

untuk salah satu galur koksidia yang menyerang saluran

pencernaan khususnya usus halus, sekum dan usus besar pada

ternak sapi dan kerbau. Parasit ini tidak berwarna sampai

kuning muda. Penemuan ini diikuti dengan penemuan-penemuan

lain.

Levine (1973) mengatal,an bahwa Cvtospermium zuernii,

Eimeria bovis proparte dan Eimeria canadensis proparte

adalah sinonim dari Eimeria zuernii.

MORFOLOGI

Penularan koksidiosis terjadi melalui ookista yang ke

luar bersama tinja dan telah bersporulasi. Morfologi

ookista yang ditemukan dari sampel-sampel tinja yang telah

ban.yak dikemukakan oleh Christensen (1951), Nyberg (1965)

seta Levine dan Ivens (1967) dalam Gevine tahun 1972, di

mana umumnya ookist<t dari Eimeri g zuernii berbentuk bulat,

agak bulat tetapi ada juga yang berbentuk ovoid, subovoid

dan elip. Demikian pula ukurannya bervariasi yaitu ukuran

panjang dan lebarnya: 12-29 x 10-21 mikron dengan angka

r<tta-rat<tnya 17-20 x 14-17 mikron. Perbandingan panjang

dan lebarnya kira-kira 1,0 - 1,4 mikron dengan angka

(18)

9

dalam Gaafar S.M. tahun 1985, cckista dari Eimeria zuernii

adalah 17,5 X 15,8 mili mikron dengan kisarannya 15-12 mili mikron x 13-18 mili mikron. Dinding ookista halus,

homogen, transparan, tidak berwarna sampai berwarna kuning

muda, tidak mempunyai mi.luopil dan tersusun dari satu

lapisan yang tebalnya kurang lebih 0,7 mikron. Sedangkan

pada Bubalus bubalis dinding ookista tersusun atas dua

lapisan yang tebalnya 1,5 mikron (Bathia, セ@ £1, 1989) dalam Todd dan Ernst tahun 1977. Residu ookista tidak ada,

sedangkan satu atau lebih granula polar dari ookista bisa

ada atau bisa juga tidak ada dan bila ada biasanya

terda-pat dalam keadaan hancur (Todd dan Ernst, 1977).

Setiap ookista dari jenis Eimeria mempunyai 4

kista di mana masing-masing sporokista mengandung 4

sporo-zoit. Sporokista berbentuk bulat panjang dengan ukuran

7-13 x 4-7 mikron dengan rata-ratanya 9 x 11 mikron.

kista mempunyai bentuk yang kecil tapi stabil.

Sporo-Residu

ookista bisa ada bisa juga tidak ada dan jika ada tersusun

dari granul-granul yang tersebar dengan ukuran 8-10 x 2-3

mikron dengan angka rata-ratanya 9 x 2 mikron. Sporozoit

ini memanjangkan tubuhnya dari kepala sampai ekornya di

dalam sporokista dengan sebuah globul yang jelas pada

ujung tumpul tubuhnya dan sebuah inti terdiri dari

bahan-bahan protein yang kadang-kadang terlihat jelas dekat

(19)

10

x 2-3 mikron dengan angka rata-ratanya 9 x 2 mikron

(Nyberg dan Hammond, 1965) dalam Levine tahun 1973.

Davis dan Bowman (1957) dalam Soulsby, 1982 tidak

membatasi jumlah generasi aseksual, tetapi mereka yakin

bahwa ada lebih dari satu generasi aseksual yang

diganda-kan jumlahnya melalui proses sl,izogoni. Kemudl.an dari

proses ini dilanjutkan dengan suatu fase seksual di mana

setiap mikrogametosit akan menghasilkan mikrogamet dalam

jumlah besar dan setiap mikrogametosit akan menghasilkan

makrogamet yang berkembang secara sederhana. Yang lebih

dahulu ditemukan adalah makrogamet, yaitu pada bagian atas

usus halus yang berukuran 11 x 14 mikron dan berisi satu sampai dua baris granul plastik.

DAUR HIDUP

Koksidia mempunyai dua fase dalam siklus hidupnya

yaitu fase endogen dan eksogen. Fase endogen terjadi di

dalam tubuh induk semang sedangkan fase eksogen terjadi di

luar tubuh induk semang. Siklus hidup endogen terdiri dari

tahap aseksual (skizogeni) dan tahap seksual (gametegoni),

sedangkan siklus hidup eksogen disebut juga dengan tahap

sporogoni.

SPOROGONI

Sporogoni merupakan tahap di mana ditemukannya

(20)

EXTERNAL ENVIRONMENT

(Sumber: Todd 、セョ@ Ernst, 1977)

「・イオーセ@ dinding ケセョァ@ resisten エ・イィセ、セー@ ー・ョァセイオィ@ fisis,

khe-mis ュセオーオョ@ エ・イィセ、セー@ セォエゥ@ vi エセウ@ 「セォエ・セᄋゥN@ oッォゥウエセ@ ウ・ァセイ@ ケセョァ@

、ゥォ・ャオセイォセョ@ ュ・ャセャオゥ@ tin,ja harus mengalami suatu proses

pertumbuhan ケセョァ@ disebut sporulasi, sebelum ookista

tersebut menjadi infektif エ・イィセ、。ー@ hew an lain. Akan tetapi

proses sporulasi ini memerlllkan temperatllr dan ォ・ャ・ュ「セ「セョ@

ケセョァ@ cocok 、セョ@ 、ゥー・イャオォ。ョョケセ@ oksigen. Proses ウーッイオャセウゥ@ ini

「ゥセウセョケセ@ memerlukan waktu kurang lebih 2-3 hari dan

se-「セァ。ゥ@ セォゥ「。エョケセ@ 、ゥエ・ュオォ。ョョケセ@ 、・ャセー。ョ@ 「セ、。ョ@ infektif 、。ャセュ@

sebuah ッッォゥウエセ@ ケセョァ@ disebut sporozoit. sーッイオャセウゥ@ yang

lengkap terjadi ウ・ャセュセ@ 9-10 ィセイゥ@ ーセ、セ@ temperatur 12oC, 6

ィセイゥ@ ーセ、セ@ 15oC, 3 hari ーセ、。G@ 20oC, 40 ェセュ@ ーセ、セ@ 250C dan

(21)

12

1960) dalam Levine, 1973. Beberapa ookista dapat mengalami

proses sporulasi pada temperatur yang paling rendah 80C

selama beberapa bulan, akan tetapi sporulasi terjadi tidak

normal pada temperatur di atas 320 C (Marquardt, セ@ al.,

1960). Sedangkan menurut Lee dan Armour (1959) sporulasi

yang lengkap terjadi dalam waktu 48-72 jam pad a temperatur

27oC, dan Svanberg (1967) mendapatkan bahwa sporulasi itu

ter jadi dalam waktu 2-3 hari pada t,emperatur 25-280 C dalam

Levine, 1973.

1,2,4,5 ookista belum bersporulasi 3,6 telah sporulasi

(Sumber: Orlov, 1970)

SKIZOGONI DAN GAMETOGONI

I

セセNj@

!

ookista beh,lm bersporulasi

(Sumber: Soulsby, 1982)

Jika ookista yang infektif termakan oleh ternak maka

sporozoit yang terdapat dalam ookista akan melepaskan

diri, ada 8 buah sporokista setiap ookista. Sporozoit ini

akan menerobos masuk ke dalam dinding usus halus. Pada

(22)

13

tumbuh menjadi tropozoit yang berkembang menjadi skizon.

Tropozoit dapat ditemukan dalam mukosa usus, beberapa ada

yang menerobos masuk ke muskularis mukosa usus. Sedangkan

skizon dapat ditemukan pada hari ke-6 pada sel-sel epitel

viii usus haius bagian atas dan bawah, juga pada sekum dan

usus besar.

GOI(li

Nucleus Nucleo!us

r-7'---Posterior Rint,J

... ____ . _______

---.J

Gambar Apicomplexa (Levine, 1978)

Skizon masih dapat ditemukan sampai hari ke-19 seteiah

infeksi dan pada saat ini skizon menerobos masuk ke dalam

usus haius dan juga sekum dan usus besar. Pertumbuhan

skizon ini bersamaan dengan pembeiahan inti. Skizon yang

matang berukuran 7 x 9,8 mili mikron dan akan memproduksi

24-36 merozoit. 3ki"on yang telah matang akan pecah dan

[image:22.605.59.474.223.687.2]
(23)

14

induk semang yang baru untuk membentuk generasi kedua dari

skizon. Hasing-masing merozoit mengandung satu inti pada

ujung lancipnya yang berasal dari skizon dan mempunyai

globul yang refraktil. Herozoit terletak di bagian bawah

dari inti sel induk semang dan berukuran kira-kira 5 x 12

mikron. sォゥコッァッセゥゥ@ olelanjutkan pembentukan banyak generasi.

Davis dan Bowman (1957) dalam SouJ.sby 1982 mengatakan

bahwa kejadian generasi aseksual lebih dari satu. Dan

Stockdale tahun 1977 dalam Soul.sby 1982 rnelaporkan bahwa

ada 2 generasi skizogoni. Generasi pertama terjadi pada

bagian bawah ileum dan generasi keduanya terjadi di usus

besar dan sekum.

Akhirnya meroBoit-meroBoit akan membentuk gamet-garnet

dan mulailah terjadi siklus seksual yang disebut

gametogo-ni. Beberapa rnerozoit akan membentuk makrogamet yang

lain-nya membentuk mikrogamet. Hasing-masing gamet mempunyai

satu inti yang tidak terbagi-bagi. Tahap seksual yang

lebih dahulu didapatkan adalah terbentuknya makrogamet.

Hal,rogamet ini ditemukan pada hari ke-12 setelah infeksi

pada sel-sel epitel vili usus halus bagian bawah dan juga

di dalam sekum. usus besar dan rektum. Ukuran makrogamet

kira-kira 11 x 9 mikron dan berisi satu atau dua baris

granual plastik. Hikrogamet terlihat kemudian yaitu pada

hari ke-15 setelah infeksi di bagian bawah usus besar dan

(24)

lE

mikron. Selama proses pematangan dari mikrogametosit,

pemanjangan inti dan pertumbuhan flagela menghasilkan

letak atau formasi dari mikrogamet.

Setelah masa pertumbuhan dan pematangan makrogamet

akan dibuahi oleh mikrogamet dan menghasilkan zigot.

Dinding dari satu lapis atau lebih tumbuh mengelilingi

zigot untuk membentuk sebuah ookista. Sel-sel induk semang

akan rusak dan pecah sehingga ookista dapat keluar dari

tubuh induk semang menuju dunia luar. Ookista dapat

di-,

temukan dalam jaringan sekum dan usus besar paling cepat

pada hari ke-12 setelah infeksi, tetapi produksi ookista

paling tinggi adalah pada hari ke 19-20 setelah infeksi.

Periode patennya kira-kira selama 11 hari (Svanbaev, 1967)

dan masa prepatennya kira-kira selama 17 hari (Pellerdy,

1965) atau 15 hari (Svanbaev, 1967) dalam Levine tahun

1973.

Banyak variasi dapat terjadi dalam tipe siklus hidup

koksidia. Yang pertama adalah lokasi paras i t pada induk

semang. Tidak semua koksidia adalah paras i t internal dan

tidak semua koksidia dapat ditemukan di dalam sitoplasma

sel induk semang. Untuk lokasi skizon dan merozoit dari

eセュ・イゥ。@ zuernii di dalam sel induk semang adalah pada

sel-sel epitel usus halus, sekum dan usus besar, sedangkan

gamet-gametnya ditemukan di dalam sel-sel epitel usus

(25)

16

di dalam usus halus bagian atas. Lokasi ini merupakan

salah satu yang dapat. l1lembedakan Eimeri", zuernU dari

galur koksidia yang lain. Di samping itu Eimeria zuernii

tidak memproduksi skizon besar sekali yang disebut

megalo-skizC!n seperti yang dihasilkan oleh Eimeria bovis.

Demikian pula terjadinya generasi aseksual, pada E.zuernii

dapat lebih dari satu, sedangkan pada E.bovis kejadian

generasi aseksual hanya satu. Untuk membedakannya dengan

E.alabamensis dilihat dari kejadian skizogoni dan

sporogo-ni, eli mana eN。ャ。「。ュセNョウゥZ[[L@ kedua proses terjadi di dalam

inti sel epitel usus halus bagian bawah (Nyberg dan

(26)

IV. PATOGENESIS

Eimeria g;u".'rnii merupakan b;:)k:;;iciia yang' paling

pato-gen pada ternak khl.lsusnya sapi dan paling umum menyebabkan

lwksidiosis musim dingin ("Winter Coccidiosis"). Boughton

(1945) dalam Soulsby tahun 1982 mendapatkan galur ini

sebesar 42% dari lebih 2000 sampel tinja sapi di

South-Eastern USA; Hasche dan Todd (1959) dalam Souisby tahun

1982 melaporkan bahwa prevalensi pad a ternak sapi di

Wisconsin sebesar 26% dan 10-30% pada ternak sapi dan

kerball dari bagian lain di dllnia. Koksidiosis pada sapi

menyebabkan mort,al i tas yang nyata dan l<erugian pada

anak-anak sapi berumur kurang dari satu tahun. Khususnya pada feedlot perkiraan mortalitas berkisar antara 5 sampai 20%

untuk anak-anak sapi yang berumur 6 sampai 9 bulan. Foster

(1949) dalam Soulsby tahun 1982 telah memperkirakan

kerugian tahunan di USA akibat koksidiosis adalah kurang

lebih 10 juta dolar. Sedangkan di Eropa Eimeria zuernii

merupakan parasit utama penyebab kerugian. Koksidiosis

merupakan penyakit serius dan penting di seluruh dunia,

tetapi bukan merllpakan penyakit yang dimasukkan dalam

morbiditas dan mortalitas hewan di kebanyakan negara dan

informasi mengenai kejadian penyakit dan kerugian yang

di-sebabkannya banyak yang tidak terlaporkan. Memang banyak

laporan yang telah tersebar di seluruh dunia mengenai

(27)

18

kebanyakan hanya menyebutkan galur koksidia yang ada dan

sedikit yang menghitung jumlah·ookista untuk setiap galur

yang ada.

'Ternak yang banyak diserang ada.lah sapi jenis Bos

:taurus dan Bos indicus serta menyerang pula Bubalus

bubalis. Secara umum infeksi terjadi pada hewan berumur 3

minggll sampai 6 bulan. tetapi kadang-kadang penyakit

ter-jadi pada hewan berumllr sekitar satu tahun dan bahkan juga

pada hewan yang dewasa. khususnya pada infeksi yang hebat.

Kerugian yang banyak terlihat adalah pada kelompok sapi

perah. Kerugian yang harus mendapat perhatian adalah pad a

ternak sapi yang dilepas dan terkadang kejadian penyakit

yang parah dapat t.er jadi pada ternak yang dikandangkan

atau dihalamankan. Kejadian ini yang sering disebut dengan

koksidiosis musim dingin dan kejadian tersebut dikarenakan

alas kandang mnyediakan kehangatan dan kelembaban yang

cukup untuk sporlllasi ookista walau dalam keadaan suhu di

bawah nol (Foster. 1949 dalam Soulsby tahun 1982). Biswal

(1948) dalam Soulsby tahlln 1982 menyatakan bahwa

koksidio-sis pada ternak sapi merupakan penyakit primerpada

ke10m-pok kerball di India.

Ternak yang lebih tua merupakan pembawa penyakit

koksidiosis dan walaupun mempunyai. kekebalan tetap akan

mengelllarkan ookista dalam tinjanya. Pasase berturut-turllt

(28)

19

infeksi di halaman, bangunan kandang dan padang

peng-gembalaan, sehingga koksidiosis yang hebat dan fatal dapat

terjadi bila kelompok anak sapi baru ditempatkan pada

padang penggembalaan sebelum aman untuk digembalakan.

Kejadian koksidiosis kadang-kadang mencapai tingkat

epide-mis di antal'a anak-anak sapi pada bulan-bulan musim gugul'

dan musim dingin di USA. Di Ingg1'is koksidiosis me1'upakan

penyakit yang penting pada akhir musim panas dan musim

gugue terutama di Ingg1'is Ba1'at Daya dan di Irlandia Utara.

Di daerah terakhir ini terlihat terutama pada hew an yang

digembalakan di mana tempat makanan, danau, sekita1' kolam

atau daerah basah dikontaminasi oleh ookista yang telah

bersporulasi (Foster, 1949 dalam Soulsby tahun 1982)

Tidak semua faktor-faktor yang menentukan patogenitas

aki bat infeksi Eimeria dil>;etahui. Di antara faktor-faktor

yang lebih penting untuk diketahui adalah:

1. Jumlah ookista yang menginfeksi

2" Jumlah generasi merozoi t. yang te1'bentuk dan jumlah

p1'oduksi merozoit-me1'ozoit setiap siklus skizogoni.

3. Lokasi parasi t eli elalam jaringan induk semang d"an di

antara sel-sel induk semang.

4. Derajat 1n£eks1.

5. Derajat kekebalan (imunitas) baik secara alam maupun

dapatan.

(29)

20

Eimeria zue:rnhi adalah koksidia ternak sapi yang

paling patogen, pada infeksi akut menyebabkan diare

ber-darah pada anak sapi. Awalnya pada tinja akan terlihat

bercak-bercak darah, kemudian diare menjadi lebih parah:

cairan berdarah, gumpalan-gumpalan darah dan tinja cair

keluar: ketegangan dan batuk-batuk dapat menyebabkan

campuran-campuran ini menyembur ke luar sampai 2-3 meter.

Bagian perineum sapi terlihat seperti dipulas dengan cat

merah. Anemia, kelemahan dan kekurusan mengikuti gejala

disentri dan in£eksi sekunder khususnya pneumoni sering

terjadi. Fase akut ini dapat berlangsung selama 3-4 hari,

jika anak sapi tidak mati dalam waktu 7-10 hari

kemungkin-an akkemungkin-an sembuh (Levine, 1973).

Eimeria zuernii dapat dihubungkan dengan suatu tipe

penyakit yang lebih kronis di mana masih ditemukan diare,

akan tetapi hanya disertai sedikit atau tanpa disertai

adanya darah dalam tinja. Ternak menjadi kurus, mengalami

dehidrasi. lesu dan lemah dengan bulu yang kasar, telinga

jatuh dan mata cekung (Todd dan Ernst, 1977).

Lesio-les.io koksidiosis digambarkan oleh Boughton

(1945) dan Davis dan Bowman (1952) dalam Soulsby tahun

1982 berupa peradangan usus bereksudat cair yang umum

ter-jadi pada usus halus maupun usus besar. Usus halus bagian bawah, sekum dan usus besar dapat berisi bahan-bahan darah

(30)

21

maupun besar mengalami erasi at au kehancuran dan mukosa

membran dapat menebal, usus besar mengalami penebalan yang

berwarna keputih-putihan dan tepi-tepinya tidak teratur,

demikian pula pada usus halu5. Juga terdapat daerah yang

(31)

V. DIAGNOSIS

Diagnosa dari koksidiosis pada ternak berdasarkan

tanda-tanda klinis seringkali mendapatkan kesulitan,

karena gejala-gejala dari penyakit ini mudah dikelirukan

dengan penyakit-penyakit lain yang menyerang usus. Oleh

karena itu harus ada kepastian penyebab yang menimbulkan

gejaia-gejaia klinis tersebut yaitu dengan pemeriksaan

tinja seeara laboratoris.

Dalam usaha mendeteksi adanya ookista di dalam tinja

dapat dilakukan beberapa metode, akan tetapi metode yang

paling sederhana adalah dengan membuat preparat natif dari

sampel tinja. Caranya adalah dengan mengambil sedikit

tinja yang diletakkan di atas gelas obyek dan dicampur

dengan beberapa tetes air, kemudian ditutup dengan gelas

penutup. Setelah itu preparat natif tersebut diperiksa di

bawah mikroskop dengan pembesaran rendah. Walaupun teknik

ini cepat dan hanya memerlukan peralatan sedikit,

sering-kali ookista tidak teramati karena hanya diambil dari

tinja dalam jumlah sedikit untuk diuji.

Hasil yang lebih memuaskan adalah dengan metode

konsentrasi, di mana ookista yang akan diamati akan

di-konsentrasikan dengan menggunakan bahan pengkonsentrasi

(pengapung). Bahan yang paling memuaskan dalam metode

kon-sentrasi adalah larutan gula Sheather yang dibuat dengan

(32)

23

dalam 320 ml air suling (aquadest) kemudian ditambahkan

6,5 gram fenol cair sebagai pengawet. Larutan pengapung

lainnya selain larutan gula Sheather yang dapat digunakan

adalah zinc sulfat, magnesium sulfat dan sodium chlorida

(Sloss, 1970 dalam Levine tahun 1973). Dalam metode

kon-sentrasi sampel tinja diproses sebagai berikut:

1. Masukkan 2-5 gram tinja ke dalam mortar dan tambahkan

10-15 ml air.

2. Diaduk dengan alu dan dibuat suspensi.

3. Suspensi dimasukkan ke dalam tabung sentrifus (15 ml),

disentrifus selama 5 menit, 1500 rpm.

4. Supernatan yang ada cii bagian atas dibuang dan

sedi-mennya ditambahkan larutan gula Sheather.

5. Suspensi baru tersebut disent.rifus lagi selama 5

menit, 1500 rpm.

6. Tambahkan larutan gula She ather sampai membentuk

bidang cembung di atas ·tabung sentrifus.

7. Letakkan gelas penutup di at.as bidang cembung dan

tunggu beberapa menit untuk memberi kesempatan ookista

terkonsentrasi.

8. Pindahkan gelas penutup ke atas gelas obyek dan

dipe-riksa di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah.

Teknik-t.eknik l<wanti tatif untuk menghi tung ookista

sangat berguna (Davis, 1973 dalam Levine t.ahun 1973), akan

(33)

24

Teknik kwantitatif yang paling umum digunakan para

pene-liti adalah teknik Mc. Master (Whitlock, 1948 dalam Levine

tahun 1973), dan menurut Levine, 1960 sangat penting

dilakukan di laboratorium.

Lesio-Iesio yang disebabkan oleh koksidia dapat

temukan dengan cara otopsi. Runtuhan mukosa usus harus

di-periksa terhadap adanya fase-fase endogen dari siklus

(34)

VI.

PENGENDALIAN DAN PENGOBATAN

Pengendalian terhadap koksidiosis sapi secara dini

sulit dilakukan sebelum penyakit berjalan lanjut menjadi

parah, karen a gejala k1inis pertama kali terlihat pada

hari ke 17-18 setelah terinfeksi ookista. Pada saat

ter-sebut Eimeria zuernii telah menyebabkan kerusakan mukosa

usus. Oleh l<arena i tu pengobatan pada saat pertama kali

terlihat gejala klinis merupakan usaha pengendalian yang

baik,

1964) .

sebelum penyakit berlanjut menjadi parah (Hammond,

Koksidiosis merupakan masalah kelompok ternak,

se-hingga jika tidak dilakukan usaha pencegahan dan

pengenda-lian secara dini dapat menimbulkan kerugian yang cukup

besar. Pencegahan koksidiosis pada sapi antara lain dengan

men jaga sani tasi sel.al u baik merupal<an upaya yang

memberi-kan hasil yang baik, di samping dilakumemberi-kan pengobatan. Pada

tempat penggemukan sapi, tempat makanan dan minumnya harus

cukup tinggi untuk mencegah kontaminasi terhadap tinja dan

pembuangan ransurn yang sudah tidal< digunakan. Tempat

peng-gemukan harus dijaga tetap kering dengan saluran air yang

lancar dan dibersihkan secara teratur. Bila anak-anak sapi

digembalakan di halaman, tempat tidur at au alas kandang

dijaga kering, irigasi baik dan dibersihkan secara teratur

karena infeksi E.zuernii biasanya menyerang sapi berumur

(35)

26

penggembalaan, kubangan dan selokan harus dipagar dan

anak-anak sapi dihindarkan berhubungan dengan tempat tersebut.

Alas kandang dan tanah dapat didesinfeksi dengan

mengguna-kan 1,25% sodium hypoehlorid, 0,5% l<resol atau fenol at au

difumigasi dengan formaldehid (Soulsby, 1974).

Fitzgerald (1962) dalam Hammond tahun 1964 telah

meneliti bahwa inokulasi dengan ookista sejumlah 100, 1000

atau 15.000 selama 7 minggu dapat menimbulkan kekebalan

dalam tubuh sapi di mana sapi tersebut dapat tahan

terhadap infeksi ulang. Penelitian lebih lanjut dilakukan

dengan menggunakan jumlah ookista yang lebih sedikit, untuk

menentukan apakah dengan jumlah minimum masih dapat

menim-bulkan kekebalan. Fitzgerald juga menernukan bahwa ookista

yang diinokulasikan pada keadaan kering bersifat infektif,

walaupun setelah penyimpanan selama beberapa bulan.

Pene-muan yang menarik ini menyarankan perlunya pekerjaan lebih

lanjut untuk mempertahankan kelangsungan hidup ookista

yang berhubungan dengan adanya kelembaban pada lingkungan

hidupnya. Jika ookista mampu bertahan dengan tidak adanya

kelembaban, maka transmisi melalui jilatan dan bahkan

melalui air dapat terjadi. Penemuan ini juga mengarahkan

kemungkinan timbulnya kekebalan pada sapi dengan

memberi-kan sejumlah keeil ookista melalui mamemberi-kanan.

Preimunitas juga dapat dilakukan dengan

(36)

27

dengan 200.000 ookista tidak terjadi diare, kecuali

penggunaan obat tidak dilalmkan lagi. Sapi--sapi yang telah

mempunyai kekebalan sebelumnya tidak akan resisten

terha-dap infeksi jika obat tidak dlgunakan lagi (Conlogue et

al., 1984).

Pengendalian dengan menggunakan obat-obatan sudah

banyak dilakukan, akan tetapi penggunaan obat-obatan

ter-sebut harus diperhatikan agar tidak menimbulkan akibat

yang lebih parah dari penyakitnya, misalnya dengan

timbul-nya keracunan. Di bawah ini disebutkan beberapa obat yang

ditemukan oleh peneliti-peneliti dalam usaha menanggulangi

koksidiosis pada sapi.

1. Kelompok suJfonamid

Sulphamezathine (Sulfamethazine)

Davis dan Bowman dalam Soulsby tahun 1982 menemukan

bahwa obat inl dapat mengurangi kefatalan koksidiosis

oleh i.zuerni1 atau infeksi campuran galur secara

per-cobaan. Obat ini diberikan dengan dosis 7,25 g / 50 kg

be rat badan pada hari pertama diikuti 3,6 g tiap hari

selama tiga hari. 3 masa pengobatan ini diberikan pada

minggu I, II dan IV setelah infeksi. Hammond et pl.,

1959 dalam Soulsby i;ahlln 1982 menemukan bahwa 0,215 g

per kg be rat badan diberikan selama 13 hari setelah

infeksi dapat membatasi penyakit ini dan pemberian

(37)

pada hari-hari lain juga efektif.

Sulfaguanidin

28

Boughton (1943) dalam Soulsby tahun 1982 melaporkan

bahwa 0,1 g per kg berat badan memberikan keberhasilan

pada kasus koksidiosis secara percobaan, tetapi Arthus

(1944) dalam Soulsby, 1982 gagal memperoleh hasil yang

sarna.

Sulphaquinoxaline dan Sulphamerazine

Keduanya efektif jika diberikan dengan dosis 0,143

gram per kg berat badan selama 2 hari pada hari ke-13

setelah infeksi secara percobaan (Hammond, et al.,

1956 dalam Soulsby tahun 1982).

Phthalysulphatiazole

Obat ini dilaporkan efektif dengan dosis 5-5,7 gram

per 50 kg berat badan setiap hari selama 3-4 hari

(Henning, 1956 dalam Souisby tahun 1982)

4,4 diamonidiphenylsulphone

Horton-Smith (1958) da1am Soulsby tahun 1982

melapor-kan bahwa obat ini efektif terhadap E.zuernii.

Dibe-rikan dengan dosis 4 g per kg berat badan setiap hari

selama 6 hari.

Mecaprine hYdrochlorid dengan dosis 1 g per 100 kg

berat badan efektif (Horton-Smith, 1958 dalam Soulsby

(38)

29

Amprolium

Secara normal dipakai untuk ayam, akan tetapi ternyata

untuk kontrol koksidiosis pada anak sapi juga efektif

(Casoroso dan Zaraza,

Hammond .§j;, al., 1966;

1963; Peardon et

Newman et al., 1968;

al. , 1965;

Gertillat

dan Vassiliades, 1968); Slater et al., 1970; Jolley

et al., 1971) dalam Levine tahun 1973. Diberikan

mela1ui susu se1ama 3 minggu dimulai pada hari ke-2

sebelum infeksi at au se1ama 5 hari dimulai pada hari

ke-13 setelah infeksi. Tidak efektif lagi jika

diberi-kan sebagai dosis tunggal 13 hari setelah infeksi.

Monensin

Merupakan anti koksidia berspektrum luas, efektif

untuk koksidiosis pada anak sapi perah (Fitzgerald dan

Mansfield, 1973 dalam Levine tahun 1973). Dosis yang

diberikan 16,5-33 g per ton makanan (Langston, Galey,

Lovell, Buck tahun 1985).

Lasalocid dan Decoquinate

Efektif untuk koksidia, diberikan dengan dosis 50 mg

per kg makanan kira-kira 1,2 mg per kg berat badan

(39)

VII.

PEMBAHASAN

セオ・イョゥゥ@ adalah protozoa yang merupakan

paras it dari galur koksidia yang paling umum ditemukan dan

paling patogen terhadap sapi (Bos taurus dan Bos indicus)

dan bオ「。ャオセ@ bubalis. Terdapat dua tahap dalam siklus

hidupnya yaitu tahap aseksual (skizogoni) dan tahap

seksu-a1 (gametogoni). Tidak seperti koksidia 1ainnya pada sapi

seperti E;.b9Vis yang dianggap cukup patogen juga pada

sapi, ,E.Hyomingensis,

ookista dari

Eimeria zuernii tidak mempunyai mikropil dan berbentuk

spherical, tidak berwarna sampai kuning muda (Christensen,

1941 dalam Souisby tahun 1982). Menurut Nyberg dan Hammond

ookista E;.zuernii terdiri atas 2 lapis pembentuk dinding

dengan ketebalan yang berbeda 1 at au 2 mikron, di mana

Iapisan bagian luar halus dan berwarna biru muda at au

kuning sedangkan Iapisan bagian dalam berwarna ungu tua.

Membran ookista keriput seperti halnya pada ];.aurbunensis

yang melapisi dinding bagian dalam okista tidak didapatkan

pada E.zuernii (dalam Nyberg dan Hammond, 1965). Bathia et

a1 (1968) dalam Levine 1978 mengatal<an bahwa ookista E.

zuernii yang terdapat pada sapi mempunyai dinding yang

halus dan tersusun atas satu lapis, sedangkan pada Bubalus

bubalis dinding ookista ter-susun atas 2 lapis. Hasil

(40)

31

sporokista dari i.zuernii kehilangan granul yang tersebar

dalam jumlah sedikit sehingga akan terlihat sisa

peninggalan (residu) dari sporokista dalam ookista i.

zuernii dan badan-badan refraktil yang ada digunakan

sebagai alat gerak untuk mengantarkan sporozoi t masul, ke

dalam jaringan usus indul, semang.

Dalam siklus hidupnya Eimeria Buerni! mempunyai 2

fase yaitu fase endogen dan fase eksogen, di mana fase

endogen terdiri dari tahap eseksual (skizogoni) dan tahap

seksual (gametogoni). Sedangkan siklus hidup eksogen

dise-but juga dengan ゥセ。ィ。ー@ sporogoni. Siklus hidup ini terjadi

secara langsung, tidak mempunyai induk semang perantara.

Tahap-tahap dari siklus hidup i.zuernii dapat diamati

me-lalui preparat yang berasal dari mukosa usus atau sampel

tinja. Siklus perkembangan endogen digambarkan oleh Davis

dan Bowman (1957) dalam Soulsby tahun 1980 di mana

skizon-ski zan ditemukan 2-19 hari setelah infeksi secara

percoba-an pada sel-sel epitel usus halus bagipercoba-an atas, tengah dan

bawah, sekum dan usus besar. Skizon yang matang (dewasa)

mengandung 24-36 merozoit. Skizon yang telah matang

tersebut terdapat di bagian distal (bawah) inti sel induk

semang. Davis dan Bowman tidak menentukan jumlah generasi

aseksual, tetapi mereka yakin bahwa lebih dari satu

gene-rasi aseksual yang dihasilkan. Stockdale (1977) melaporkan

(41)

32

aseksual yang dihasilkan dalam siklus hidup iNセオ・イョゥゥL@ di

mana generasi pertama terjadi di bagian bawah ileum dan

generasi kedua di dalam usus besar dan sekum. Tahap

sek-sual yang pertama terbentuk adalah makrogamon

(makrogamet-osit) yang terlihat 12 hari setelah infeksi pada sel-sel

epitel viIi usus halus bagian bawah dan di dalam sekum,

usus besar dan rektum. Bentuk kedua yang terbentuk

kemudian setelah 19 hari infeksi adalah mikrogamon

(mikro-gametosit) yang ditemukan di bagian bawah usus besar dan

reI-,tum di mana jumlah mikrogametosi t lebih banyak dari

makrogametosit. Hasil dari pembuahan makrogamet oleh

mik-rogamet dihasilkan ookista yang dapat ditemukan dalam

jaringan sekum dan usus besar paling cepat 12 hari setelah

infeksi, tetapi produksi ookista yang paling tinggi adalah

pada hari ke 19-20 setelah infeksi (Stockdale, 1977 dalam

Levine, 1978).

Menurut Pellerdy (1965) dalam Levine tahun 1978

peri-ode prepaten untuk penyakit lnl adalah 17 harl sedangkan

menurut Svanbaev (1967) klra-kira 11-15 hari. Akhir

peri-ode prepaten pad a infeksi Eimeria zuernii ditandai dengan

ditemukannya ookista di dalam tinja diikuti dengan

gejala-gejala kllnls berupa diare berdarah pada lnfeksi akut

merupakan karakterlstik dari koksidiosis oleh E.zuernii.

Gejala-gejala lainnya yang menyertai adalah anemia,

(42)

Diare setelah menyapih ditemukan selama beberapa

tahun di padang rumput beberapa peternakan termasuk sapi

potong di stasiun penelitian Swan's Lagoon, di bagian

Utara Queensland. Selama tahun 1980 kira-kira 10 ekor dari

300 ekor anak sapi potong di Swan's Lagoon mati ditandai

dengan gejala diare setelah menyapih. Sampel-sampel tinja

yang dikumpulkan dari hewan-hewan yang sakit mengandung

ookista dari Eimeria zuernii, E.bukidonensis dan eNセッM

mingensis (Parker, 1981). Penelitian secara histologi dari

usus besar anak sapi yang mati memperlihatkan deskwamasi

yang hebat dari mukosa. Ditemukan sampai 30.000 ookista

E.zuernii per gram dalam sampel tinja yang menunjukkan

koksidiosis sebagai penyebabnya. Jumlah maksimum ookista

yang terhitung pad a hari ke-29 ketika anak sapi

mengeksre-sikan lebih dari 5000 ookista per gram tinja, 1 ekor

dengan 30.000 ookista dan 1 ekor dengan 45.000 ookista per

gram tinja. Dan ternyata yang paling dominan adalah

ookis-ta dari Eimeria zuernii. Dari hasil nekropsi ditemukan

enteritis pad a sekum, usus besar dan rekltum yang

terinfek-si oleh gametosit-gametosit E.zuernii dan ookistanya yang

belum matang.

Penelitian berikutnya (Parker, lS8l} menyatakan bahwa \

jumlah ookista yang tinggi pada anak sapi'" yang terinfeksi

!

secara alamiah biasanya hanya dicapai dalam waktu 2 sampai

\

(43)

34

tahun 1981 rnenggarnbarkan periode yang sarna pendeknya dari

poduksi ookista secara percobaan pada anak-anak sapi yaitu

sekitar 21 hari setelah infeksi dengan 9,6 x 106 ookista

dari E.zuerq.ii.

Dari hasil penelitian di Swan' 5 Lagoon narnpalmya

hanya dalam jumlah sedikit dari ookista yang dapat

berspo-rulasi dalam keadaan kering berdebu dan koksidiosis oleh

E.

"uerni i rnengikuti keadaan stres atau infeksi la·ten.

Marquardt (1976) yaldn bahwa E. zuernii tidak rnungkin

berkembang melalui siklus hidup endogennya dengan cepat

diikuti dengan pengeluaran ookista yang telah bersporula

si , t e t a p i E . .1lQ.£Ornii. masih dapat berbentuk inaktif sampai

dirangsang dengan berbagai jalan. Nillo, 1970 dan

Stock-dale tahun 1876 dalam ParkAr, 18Bl berhasil menimbulkan

penyaki t oleh.E .. ZIlS!.!;:!lii. pada sapi muda dengan perlakuan

dexamethasone di mana terdapat pertambahan produksi

ookis-ta 10 kali lipat dari biasanya. Nillo (1970) mengatakan

bahwa kondisi dingin dapat meningkatkan kepekaan induk

semang pada kejadian koksidiosis musim dingin (Winter

Coccidiosis) di Kanada pada waktu temperatur yang

mengha-larigi terjadinya sporulasi. Fitzgerald (1959) dalam Parker

tahun 1981 mendapatl<;an bahwa penyaki t ini kadang- kadang

disebablwn karena keadaan lingkungan yang menyebabkan

stres seperti halnya yang terjadi setelah menyapih.

(44)

35

perhatian dibandingkan dengan peternakan ayam yang

inten-sif (Fitzgerald, 1980 dalam Pavlasek et al tahun 1984).

Tetapi pada peternakan sapi yang intensif di Cekolavaskia

dan di negara-negara lain penyakit ini melibatkan satu

unit ternak dengan ribuan sapi berumur muda. Dari kondisi

pertumbuhan-pertwnbuhan yang terlihat ternyata hew an yang

banyak terillfeksi koksidia adalah ternak yang berumur muda

yaitu 1-6 bulan (Prucopik, 1977 dan p。カャ。ウ・ャセL@ 1978). Pada

peternakan dengan jumlah be sal' anak-anak sapi yang

dikan-dangkan secara individu ternyata penyebaran koksidiosis

terjadi dengan Iambat. Sedangkan pada anak-anak sapi yang

terdapat pada tiap sel yang 、ゥォ。ョ、。ョァャセ。ョ@ bersama dapat

terkena infeksi semuanya dalam waktu 3-4 minggu (Paviasek

et a1 .. , 1984). Epi zootiologi lwksidiosis pada ternak sapi

umumnya mel i batkan

E.

_;;llernii dan

E.

,bovis sebagai

penyebab-nya. Kebanyakan galur lain yang ditemukan pada ternak sapi

di USA relatif tidak patogen, kecuali jika sejum1ah besar

dari ookista yang telah bersporu1asi diinfeksi seeara

percobaan. Karena kebanyakan galur koksidia pada ternak

nampaknya tidak patogen dan beberapa ookista dapat

dltemu-kan dalam tinja ternal,tanpa adanya penyaki t, maka Ernst

dan Benz (1981) dalam Pavlasek ;;ahun 1984 mengatakan bahwa

diagnosa secara k1inik dari koksidiosis pada ternak harus

berdasarkan adanya tanda-tanda dari penyakit, adanya

(45)

36

secara individu atau kelompok.

Walaupun eNセッカゥウ@ m8rupakan parasit yang umum juga

terdapat pad a ternak sapi dan mempunyai distribusi di

seluruh dunia, akan tetapi eNセオ・イョゥゥ@ mempunyai arti

ekono-mi yang lebih penting. Penyebaran E. zugrnii juga di

selu-ruh dunia dan Iebih patogen dibandingkan dengan E.bovis

karena menyebabkan diare yang hebat pada ternak,

penghan-curan epitel usus sangat hebat dan mengakibatkan adanya

pecahan jaringan epitel usus ditemukan dalam tinja.

Per-bedaan' yang umum antara E. ,f'uernii dan E. bovis adalah bahwa

tahap penghancuran oleh E.bovis disebabkan karena proses

gametogoninya. Sedangkan proses penghancuran terhadap

induk semang oleh E.zuernli terlihat dengan adanya gejala

disen tri merah walaupun belLllll di 1;elllukan ookista di dalam

tinja. 10feksi k1'onis oleh E.zq§rnii dapat berkembang pada

hewan yang berumur tua, w.::.tlaupun pada umumnya E .. zue,;r:J.L:ii

banyak menyerang sapi berLlmur muda. Hewan - hewan sanga't

menderita dengan terjadinYB diare walaupun tinjanya

me-ngandung sedikit atau sama seka1i tidak mengandung darah.

Jika pada kondisi tersebut hew an dapat bertahan, maka akan

terlihat hew an sangat kurus dan dehidrasi. Tetapi

sayang-nya hewan-hewan tersebut masih mampu menghasilkan ookista

dan berlaku sebagai pembawa penyakit (Hawkins et al.,

(46)

37

Telah dilakukan usaha-usaha untuk mencegah dan

mengendalikan koksidiosis pada ternak sapi di berbagai

negara. Pencegahan terhadap infeksi koksidia yang penting

adalah menjaga agar sanitasi kandang dan lingkungan selalu

baik. Karena koksidiosis merupakan penyakit kelompok

ternak, maka j il,a tidak dilakukan usaha pencegahan secara

dini akan menimbulkan kerugian yang sangat besar (Sou1sby,

1982). Pengendalian koksidiosis harus dilakukan sedini

mungkin pada fase yang tepat, karena penyal<i t ini be1um

memperlihatkan gejala-gejala klinis sebelum berjalan

lanjut. Usaha pengobatan pada saat pertama ka1i ter1ihat

gejala klinis dapat dikatakan yang terbaik sebelum

gejala-gejala lain yang lebih parah terjadi.

Ternak yang terinfeksi E. zlu;rnii dilaporkan oleh

Wilson dan Mosley (1933) dapat tahan terhadap infeksi

ulang. Dalam meneliti kekebalan alamiah oleh koksidia pada

ternak harus berusaha untuk mempe1ajari pada fase mana

dari siklus hidupnya yang dipengaruhi oleh reaksi imun.

Hammond, Anderson dan Miner (1963) dalam Levine tahun 1973

mengatakan bahwa generasi pertama dari skizon dan at au

ュ・イッコッセエ@ yang terjadi di dalam usus halus, demikian pula

dengan generasi kedua dari skizon, merozoit dan gametosit

yang terjadi di dalam usus besar dipengaruhi oleh realesi

imun. Walaupun demikian pengaruh pada tahap-tahap dalam

(47)

36

lain yang terdapat di dalam usus halus. Ditemukan juga

bahwa reaksi imun mempengaruhi jum1ah, bukan waku dari

tahap-tahap sik1us hidup yang bervariasi.

Banyak seka1i penemuan-penemuan da1am usaha

pengenda-lian koksidiosis oleh E.zuernii dengan menggunakan

obat-obatan. Akan tetapi yang harus diperhatikan dalam

pemberi-an obat-obatpemberi-an tersebut adalah cara pemberipemberi-an dan

dosis-nya, karena banyak pula penelitian yang menemukan kerugian

besal' akibat tidak diperhatikannya kedua hal tersebut di

atas. Dalam penelitian Langston et al., 1985 menemukan

adanya keracunan akibat pemberian monensin yang tidak

me-nurut aturan pemakaiannya. Di s1ni terlihat adanya

gejala-gejala klinis sebagai berikut: anoreksia, ataksia, diare

ringan, depresi, dispnoe, kekakuan, ke1emahan, sikap

ber-baring terus dan akhirnya mati. Kematian pertama pada

ternak sapi bisa terjadi leb1h dari 60 jam setelah

infek-si. Ternak sering mati tanpa disertai tanda-tanda

hiper-eksitasi atau meronta-ronta. Tahun-tahun terakhir telah

banyak penemuan penggunaan obat-obatan dalam pengendalian

koksidiosis dengan cara murah dan 1ebih efektif seperti

ha1nya penemuan Langston et a1., 1985 yaitu dengan

pembe-1'ian monensin. Kelompok sulfonamid juga dapat dibe1'ikan

untuk pencegahan terhadap koksidiosis pada ternak oleh E.

(48)

VIII. KESIMPULAN

1. Eimeria zuernii ialah protozoa yang paling patogen

terhadap sapi. Tidak mempunyai mikropil dan ookistanya

dapat ditemukan dalam tinja penderita 11-15 hari

setelah infeksi.

2. Terdapat 2 fase di da1am sik1us hidupnya, yaitu fase

endogen yang terdiri dari tahap aseksua1 (skizogoni),

dan tahap seksual (gametogoni), dan fase eksogen yang

disebut dengan tahap sporogoni.

3. Tahap seksual yang terbentuk pertama adalah

makroga-metosit pada se1-se1 epitel vili usus ha1us bagian

bawah, sekum, usus besar dan rektum. Mikrogametosit

terlihat kemudian pada bagian bawah usus besar dan

rektum.

4. Eimeria zuernii mempunyai daur hidup yang 1angsung,

tidak mempunyai induk semang antara.

5. Bentuk dari siklus hidup Eimeria zuernii yang banyak

dipengaruhi oleh reaksi imun adalah pada waktu

terja-dinya generasi kedua dari skizon, merozoit dan

gameto-sit yang terjadi di dalam usus besar. Ternak sapi yang

エ・セゥョヲ・ォウゥ@ oleh eNセオ・イョゥゥ@ tahan terhadap infeksi ulang.

6. Ternak sapi yang terinfeksi mati karena diare berdarah,

anemia, ke1emahan dan kekurusan, perubahan.,perubahan

patologik pada usus berupa peradangan usus bereksudat

(49)

40

adanya infeksi sekunder yaitu pneumonia.

7. Ternak sapi yang banyak terinfeksi oieh E.3uernii

adalah yang berumur muda yaitu sekitar 1-6 bulan.

8. Koksidiosis pada ternak sapi merupakan penyakit yang

penting karena penyakit ini penyebarannya ke seluruh

dunia dan menyebabkan kerugian

penurunan produksi dan pertumbuhan,

masalah kelompok ternak sapi.

berupa kematian,

(50)

daセGtar@ PUSTAKA

Conloque,G., Foreyt,W.J., Wescott,R.B. 1984. Bovine Coc-cidiosis: Protective effects of low level infection and coccidiostat treai:ment in calves. Am. J. Vet. Res. 45: 863-865.

Direktorat Bina Program. 1987. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.

Ernst,J.V., Ciordia,H., dan Stuedemann,J.A. dia in cows and calves on pasture in

(U.S.A.). Vet. Paraitol. 15: 213-221.

1984. Cocci-North-Georgia

Fitzgerald,P.R. dan Mansfield,M.E. 1984. Control of bovine Coccidiosis with Monensin: In nonresistant newborn calves. Am. J. Vet. Res. 45: 984-987.

Gaafar,S.M. 1985. Veterinary Parasitology. An interna-tional Scientific Journal: 94-99.

Giorgi. 1980. Parasitology for Veterinarians. 3rd ed. W.B. Saunders Company Philadelphia London. Toronto.

Hall,R.P. 1953. Protozoology. Charles E.Tuttle Company, Tokyo.

Hammond, D. M. 1964. Coccidiosis of Cattle. Utah State Univ., Logan Utah.

Kudo,R.R. 1960. Protozoology. 4th ed. Charles C.Thomas Publisher, Springfield, Illinois, U.S.A.

Langston,V.C., Galey,F., Lovell,R., Buck,W.B. 1985. Toxicity and therapeutics of monensin: A review. Veterinary Medicine: 75-,83.

Levine,N.D. 1961. mals and of man. polis, Minnesota.

1973. mals and. of man.

Protozoan parasites of domestic ani-Burgess Publishing Company.

Minnea-Protozoan parasites of domestic ani-2rd ed. Burgess Publishing Company.

Minneapolis, Minnesota.

(51)

42

Noble,R.E., dan Noble,G.A. 1982. Parasitology: The Bio-logy of Animal Parasi t.es. 5th ed. Lea dan Febiger, Philadelphia.

Nyberg,P.A. dan Hammond,D.M. 1965. sporulated oocysts and sporozoites bovine coccidia. The Journal of 669-673.

Description of the of four species of Parasitology. 51:

Orlov,N.P. 1970. Coccidiosis of Farm Animals. Israel Program for Scientific Translations, Jerusalem.

Parker,R.J., Boothby,K., Polkinghorne, I. , and Holroyd,R.G. 1984. Coccidiosis associated with post-weaning diar-rhoe in beef calves in a dry tropical region. Austra-lian Veterinary Journal. 61: 181-183.

Pavlasek,I., Caleda,L., Urbanova,Z., Cerny,J. and Raskova, H. 1984. Coccidiosis in preimunating calves. The effect. of management and short-icerm teratment on the spread of infection and reinfection. Vet. Parasitol., 14: 7-12.

Price,C.J. dan Reed,E.J. 1970. Practical Parasitology General Laboratory Techniques and Parasi·tic Protozoa. United Nations Development Programme Food and Agri-culture Organization of The United Nations, Rome.

Scmidt,G.D. dan Roberts,L.S. 1982. Foundation tology. 2nd ed. The C.V.Mosby Company. Toronto, London.

of Parasi-St.Louis.,

Smyth,J.D. 2nd ed.

1976. Introduction to Animal Parasitology. Hodder dan Stoughton London Sydney Auckland Toronto.

Soulsby,E.J.L. 1980. Helminths, arthropods, and protozoa of domesticated animals. 6th ed. Balliere Tindall, London.

1982. of domesticated London.

Helminths, arthropods, and protozoa animals. 7th ed. Balliere Tindall,

(52)

43

Van Vleet,J.F., et al. 1983. Clinical, clinicopathologic and pathologic alterations in acute monensin toxico-sis in cattle. Am. J. Vet. Res. 44: 2133-2144.

(53)

KOKSIDIOSIS PAD A SAPI

YANG DlSEBABKAN EIMERIA ZUERNII

(RIVOLTA, 1887)

SKRIPSI

Ole h DESY SUGESTI

B. 190046

FAKUL TAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(54)

RINGKASAN

Koksidia merupakan paras it intraseluler yang

me-nyerang traktus digestiyus terutama bagian USUS. Penyebab

penyakit ini adalah dari genus Eimeria. Koksidia .yang

pal ing patogen terhadap ternalt sapi adalah Eimeria Ziuernii

(Rivolta, 1887 dalam Todd dan Ernst, QセWWIN@

Siklus hidup Eimeria zuernii terdiri dari fase

eksogen yang disebu·t juga dengan tahap sporogoni dan fase

endogen yang terdiri dari tahap skizogoni dan tahap

gametogoni (Soulsby, 1982).

Gejala klinik yang umum ditemukan adalah diare

berdarah, anemia, kelemahan dan kekurusan. Secara ekonomis

penyakit ini mempunyai arti yang penting karena dapat

menimbulkan kerugian berupa penurunan berat badan,

per-tumbuhan terhambat dan penurunan produksi.

Secara patologi anatomi. di.temukan enteritis pada usus

halus maupun usus besar. Pada usus halus bagian bawah,

sekum dan usus besar penuh berisi darah atau bekuan darah,

mukosa terlihat berwarna merah dan menebal HセL・カゥNョ・L@ 1978). Di.agnosa koksidiosis dilakukan berdasarkan gejala

klinik, anamnese yang berhubungan dengan keadaan kandang,

secara laboratorium di mana ditemukan sejumlah ookista

dari tinja sapi.

Penyebaran penyakit terjadi melalui makanan dan

(55)

bersporulasi.

Usaha pengendalian koksidiosis dilakukan dengan

menjaga agar sanitasi kandang, tempat makanan dan minuman

selalu baik, karen a koksidiosis merupakan masalah kelompok

ternak. Sedangkan usaha pengobatan yang dilakukan adalah

dengan menggunakan preparat sulfa. Penggunaan monensin dan

amprolium selain untllk tujuan pengobatan dapat pula

(56)

KOKSIDIOSIS PADA SAPI

YANG DISEBABKAN EIMERIA ZUERNII

(RIVOLTA, 1887)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar dokter hewan

di Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Desy Sugesti

B. 19.0046

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOG OR

(57)

KOKSIDIOSIS PADA SAPI

YANG DISEBABKAN EIMERIA ZUERNII

(RIVOLTA. 1887)

SKRIPSI

Oleh:

DESI SUGESTI

B. 19.0046

Skripsi ini telah diperiksa

dan disetujui oleh:

セ@

セヲセO@

7

セOOO@

Drh. Tutuk Astyawati MS

Pembimbing

(58)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara,

dilahirkan di Jakarta, tanggal 6 Desember 1964, dari ayah

Drs. Abdul Salam dan ibu Sudisah.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar pa,da tahun 1976,

Sekolah Menengah Pertama pad a tahun 1980 dan Sekolah

Mene-ngah Atas pada tahun 1983. Diterima sebagai mahasiswa

Institut Pertanian Bogor pad a tahun 1983 melalui Jalur

Proyek Perintis II.

Pada tahun 1984 penulis diterima menjadi mahasiswa

Fakultas Kedokteran Hewan. Pada tahun 1985-1986 menjadi

tenaga pengajar luar bias'a dalam mata ajaran Anatomi I dan

II, dan pada tahun 1986-1987 sebagai tenaga'pengajar luar

biasa dalam mat a ajaran Parasitologi (Proto3001ogi).

Penulis lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada

tang-gal 14 Juli 1987 dan dilantik sebagai Sarjana Kedokteran

Hewan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 26 September

1987.

(59)

KATA P:ENGANTAR

Puj i dan syukur penulis panja·tkan kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Ibu Drh. Tutuk Astyawati MS yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing

penulis. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada Bapak

Dr. Soeprapto Soekardono yang telah banyak membantu

penu-lis dalam memberikan informasi dan fasilitasnya.

Tak lupa penulis ucapkan pula terima kasih kepada

seluruh karyawan Perpustakaan BPT-Ciawi, Perpustakaan

Balitvet-Bogor, Perpustakaan FKH-IPB yang telah banyak

membantu penulis untuk mendapatlcan bahan-bahan yang

diper-lukan guna menyusun skripsi ini.

Mesldpun tul isan ini jauh dari sempurna, akan tetapi

penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

mereka yang membutuhkan, di samping dapat menambah hasanah

ilmu pengetahuan khususnya mengenai bidang veteriner di

negara tercinta ini.

Bogor, Juli 1988

Penulis

(60)

DAFTAR lSI

BAB

Halaman

DAFT AR GAMBAR

vi

I.

PENDAHULUAN

1

II.

TAKSONOMI

3

III .

MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP

8

IV.

PATOGENESIS

17

V.

DIAGNOSIS

22

VI.

PENGENDALIAN DAN PENGOBATAN

25

VII.

PEMBAHASAN

30

VIII,

KESIMPULAN

39

DAFTAR PUSTAKA

41
(61)

Nomor

1.

2.

3.

4.

DAFTAR GAMBAR

Daur hidup Eimeria zuernll (Sumber: Todd dan Ernst, 1977)

Ookista belum dan telah sporulasi (Sumber: Orlov, 1970) .

Ookista belum bersporulasi (Sumber: SouIsby, 1982) . .

Apicomplexa (Levine, 1978)

vi

Halaman

11

12

12

(62)

I . PENDAHULUAN

Koksidiosis pada ternak sapi merupakan penyakit

pro-tozoer yang serius dan penting untuk diketahui. Penyakit

ini dise

Gambar

Gambar Apicomplexa (Levine, 1978)

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang dianalisis adalah faktor pribadi yang terdiri dari umur dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan situasi ekonomi (pendapatan), gaya hidup, kepribadian dan konsep diri..

Produk yang baik harus dapat melalui tahapan perancangan, produksi, penetrasi pasar dan kemudian melewati tahap siklus daur hidup produk, mulai dari fase perkenalan,

Dari gambar skema di atas langkah langkah penelitian terdiri dari tiga fase yang terbagi dalam empat tahapan yaitu; tahap pertama studi pendahuluan; tahap kedua studi pengembangan

Pada penelitian siklus ke II ini pada dasarnya tidak berbeda dengan siklus I yaitu terdiri dari 4 tahapan yang terdiri dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,

siklus yang terdiri dari empat tahap, yaitu perencaan, tindakan, observasi,.. dan refleksi. Rencana pelaksaannya terdiri dari 2 siklus, sesuai

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menerapkan siklus penelitian. Rinciannya yaitu siklus I, siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat

Untuk mengetahui faktor pribadi yang terdiri dari usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri secara serempak

Hasil pengamatan siklus hidup mulai dari spora berkecambah sampai dengan terbentuknya sporofit muda disajikan dalam gambar 1, yang dibedakan menjadi 4 (empat) fase yaitu