"Bacalah dengun nama Tuhanmu, Yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu amat mulia.
Yang telah mengajar degan kalam.
Dia telah mengajarkan kepada manusia, apa yung tidak diketahuinya".
(Surat (96) Al'Alaq ayat 1 - 5)
DAN ASPEK PENGOBATANNYA DENGAN GnRH - PGF2ALPHA
S K R I P S I
Oleh ISDONI
B. 17 1344
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
ISDONI. Sistik Ovari Pada Sapi Dan Aspek Pengobatannya Dengan GnRH-PGF2Alpha CDi bawah bimbingan Drh. R. Kurnia Aehjadi, MS.).
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kejadian sis-tik ovari sebagai salah satu kelainan pad a ovarium yang menyebabkan terganggunya proses reproduksi dan aspek peng-obatannya d,engan preparat GnRH-PGF2Alpha.
Sistik ovari merupakan penyebab kegagalan reproduksi yang serius pada sapi perah. Yang bersifat patologik ada-lah sistik folikel dan sistik luteal. Sistik ヲッャゥャセ・ャ@ le-bih sering ditemukan dari sistik luteal, berdiameter lele-bih besar dari 2,5 em, menetap pad a ovarium selama 10 hari a-tau lebih, tanpa ditemukan adanya korpus luteum.
Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai penyebab sistik ovari. Diduga se bagai se bab dasarn!),a adalah kega-' galan hipophisa melepaskan sejumlah LH sebanyak yang dibu-tUhkan untuk ovulasi dan pembentukan korpus luteum.
Diperkirakan sekitar 60% dari sistik ovari yang ter-bentuk sebelum ovulasi pertama pospartum sembuh sendiri. Sedangkan yang terjadi setelah ovulasi pertama pospartum diperkirakan akan sembuh dengan sendirinya hanya sekitar 20% saja.
Rata-rata 80% sapi-sapi dengan sistik ovari yang LZセセZYLBGLZLLLLL@
kembali. Estrus terlihat rata-rata 21 hari setelah pengo-batan. Interval antara saat pengobatan dan terlihatnya e£ trus ini akan diperpendek dengan pemberian PGF2Alpha 9 ha-ri setelah pembeha-rian GnRH yaitu, estrus terlihat rata-rata
3
hari setelah pemberian PGF2Alpha.SISTIK OVARI PADA SAPI
DAN ASPEK PENGOBATANNYA DENGAN GnRH-PGF2A1PHA
SKRIPSI
01eh ISDONI B.
17 1344
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter HeY/an
pacta Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogar
F AKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SISTIK PADA SAPI
DAN ASP]';K PENGOBATANNYA DENGAN GnRH-PGF2ALPHA
SKRIPSI
Oleh ISDONI B. 17 1344
Telah dipe iksa dan oleh
(Drh. R. Kurnia Ach jadi, MS.) Dosen ilmu reproduksi dan kebidanan, FKH-IPB
mWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 22 September 1961 di Bukit Tinggi, Sumatra Barat. Anak pertama dari delapan bersaudQ ra putra, Bapak: Bustamam dan Ibu: Nuraini.
Puji dan syukur penu1is panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T. atas segala rahmat dan petunjuknya sehingga penulis ,dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tulisan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran He-wan Institut Pertanian 'Bogor.
Pada kesempatan ini dengan setu1us hati penu1is me-nyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa
terima kasih penulis kepada dosen pembimbing Bapak Drh. R. Kurnia Achjadi, MS., dosen ilmu reproduksi dan kebidanan
pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor yang te1ah membimbing dan memberikan pengarahan da1arn peng 1isan ini. Rasa terima kasih tak セオー。@ juga penu1is sarnpai kan kepada se1uruh staf pengajar, yang telah mernbimbing dan mendidik penulis selarna menuntut ilrnu di FKH-IPB. Ucapan yang sarna juga penu1is tujukan kepada ternan-teman <:Ian semua pihak yang telah mernbantu se1ama penu1isan hing-ga tersusunnya skripsi ini.
Penu1is menyadari bahwa skripsi ini isinya masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan.
DAFV.R lSI
DAF'r AR T ABEL
PENDAHULUAN
...
tinjauLオセ@ PUST"KA I.II.
III.Ovarium ...
Fungsi Ovarium Sistik Ovari
Penyebab Symptom ... ... ... l . 2.
3·
4·
Diagnosa dan Prognosa •..•...
Pengobatan ... ..
PEMBAHASAN ...
KESiMPULAN
DAFTAR PUSTllKll
No.
Teks
1. Anatomi perbandingan ovarium betina dewasa
2. Lama relatif dari periode-periode siklus
estrus pada hewan pe1iharaan rata-rata
3.
Konsentrasi hormon· reproduksi rata-rata IJadaplasma sapi dengan sistik ovari
...
Ha1aman
6
10
20
4. Respon sapi dengan sistik ovari t.erhadap
pengo-·ba tan dengan memakai prpeparat GnRH
24
5. Respon pengobatan sistik ovari pada sapi perah
PENDAHULUAl\j
Reproduksi merupakan suatu rangk"ian proses yang sang at rumit pada semua spesies hewan. Karena itu, apabila terjadi gangguan anatomis maupun fisiologis dari alat re-produksiak .. n menyebabkan turunnya fertilitas, bahkan dapat mengakibatkan terjadinya sterilitas.
Pemeliharaan sapi 'yang mengalami infertilitas, apabi-la tidak ditangguapabi-langi dengan sungguh-sungguh, akan sangat merugikan. Karena tidak saja menyebabkan terjadinya steri litas, tetapi juga akan terjadi penurunan dan penghentian produksi.
Ternak sapi terdapat hampir diseluruh wilayah Indone-sia baik di desa maupun di kota dan merupakan ternak yang mempunyai banyak fungsi. Maka masalah yang berhubungan ctengan proses reproduksi dari ternak terse but mutlak harus ditangani dengan baik.
Rendahnya angka konsepsi akibat adanya gangguan reprQ
duksi menyebabkan jumlah ternak yang lahir tidak dapat mengatasi atau mengimbangi penurunan populasi yang terjadi karena: peningkatan kebutuhan akan daging, peningkatan 、セ@
ya beli masyarakat, pemotongan betina bunting atau yang ュセ@
sih proctuktif dan kematian ternak akibat penyakit.
Sistik ovari merupakan salah satu dari beberapa kela-inan pada ovarium yang ditandai dengan pengumpulan cairan sistik pada folikel ovarium, baik folikel yang sudah ovu12 si maupun yang belum ovulasi, sehingga biasanya ukuran fo-likel tersebut lebih besar dari normal.
Sebab dasar dari kejadian sistik ovari adalah kegaga-Ian hipophisa melepaskan sejumlah luitenizing hormon(LH) sebanyak yang dibutuhkan untuk ovulasi dan pembentukan ko.!:
pus luteum (Roberts, 1971).
Sebagai salah sotu penyebab kegagalan reproduksi pada sapi betina, sistik ovari terutama menyerang sapi perah, tetapi dapat juga ditemukan pada sapi potong (Roberts, 1971) •
Kesler dan Garverick (1982) mengatakan, bahwa kejadi-an sistik ovari pada populasi sapi telah dilaporkkejadi-an terja-di sekitar
6% -
19% dan kemungkinan bisa lebih besar.Ada beberapa cara untuk mengobati sistik ovari, anta-ra lain: pemecahan sistik secaanta-ra manual, penggunaan prepQ
rat progesteron, preparat human chorionic gonadotropin Hhセ@
CG) dan yang berhasil dengan baik adalah dengan memakai preparat gonadotropin releasing hormon (GnRH) - prostaglan din F2Alpha (PGF2Alpha).
TINJAUllN PUSTAKJi
I. Ovariurn
Hafez (1980) mengatakan,bahwa sistim reproduksi he-wan betina terdiri dari ovarium, oviduk, uterus, vagina dan alat kelamin luar.
Roberts (1971) menyebutkan, bahwa sebagai organ reprQ duksi pada hewan betina, ovarium sapi bentuknya oval deng-an variasi ukurdeng-an: 1,3 -
5
em panjang, 1,3 - 3,2 em le-bar, 0,6 - 1,9 em tebal dan berat5 -
15 gram. Ovarium ks nan urnurnnya lebih besar dari ovariurn kiri, karena seeara fisiologis lebih aktif. Ovarium kuda bentuknya seperti ginjal dengan variasi ukuran: 4 - 8 em panjang, 3 - 6 em lebar, 3 -5
em tebal dan beratnya 30 - 90 gram. Domba bentuk ovariurnnya sarna dengan bentuk ovarium sapi, perkirs an panjangnya adalah 1,3 - 1,9 em. Sedangkan ovariurn babi berbentuk oval dengan berat3,5 -
10 gram, tetapi pada wali tu pubertas bentuknya berubah menyerupai setangkai buah anggur. Ukuran-ukuran dari ovarium di atas bervariasi me-nurut struktur yang dikan<lungnya, folikel atau korpuslu-teum.
diilwti oleh regresi korpus luteum, menyebabkan ovariumnya lebih besar dara ovarium sapi muda. Adanya korpus luteum matang pada ovarium menyebabkan ukuran ovarium juga bertam bah besar, keadaan ini berlangsung secara fisiologis. Se-dangkan keadaa patologis pad a ovarium juga menyebabkan
pe-ningkatan besar ovarium. Termasuk didalamnya adalah: ウゥセ@
tik ·ovari, ovaritis dan tumor pada ovarium.
Hafez (1980), membagi ovarium menjadi bagian cortex dan bagian medulla serta bagian yang mengelilinginya yaitu epithel kecambah. Ovarium umunya mengalami peningkatan 「セ@
rat 4 - 7 kali dari berat waktu lahir, pada saat hewan men jelang pubertas. Medulla ovarium mengandung jaringan ikat fibro-elastis, sistim syaraf dan pembuluh darah yang masuk melalui hilus (pertautan an tara ovarium dengan mesoovari-um). Pembuluh darah terse but tersusun dalam suatu bentuk spiral yang definitif. Cortex mengandung folikel, bakat-bakat dan hasil akhirnya dan disinilah tempat pembentukan sel telur serta tempat memproduksi beberapa hormon repro-duksi. OVarium dapat mempunyai struktur-struktur yang be£ beda:(folikel at au korpus luteum) pada berbagai tingkatan perkembangan atau regresi.
Jaringan ikat cortex mengandung banyak fibroblas, be-berapa kolagen dan serabut retikuler, pembuluh darah,
5 sebagai tunica albuginea. Pada permukaan ovarium terdapat selapis sel yang datar dan disebut dengan epithel kecumbah
(Hafez,
1980).
Laing
(1970)
menyatakan, bahwa ovarium terletak diru-ang abdomen sebelah caudal agak lateral dari ujung cornua uterus dan dapat ditemukan dengan jalan menyelusuri cornua dari cervix.Sedangkan menurut ·Hoberts
(1971),
ovarium sapi terle-tak pada perbatasan cranial ligamentum lata, kadangkala di bawahnya di lantai ventro-lateral pelvis dekat pada atau cranial ke gerbang dalam pelvis dan cranio-lateral mulut dalam cervix. Ovarium dibungkus oleh bursa oVe,ria yai tu kantong yang dibentuk oleh ligamentum utero-ovaria dengan mesoovarium. Bagian ovarium yang tidak bertaut dengan me-soovarium menonjol ke dalam cavum abdominalis dan pada ba-gian inilah terlihat penonjolan dari folikel ovarium. II. Fungsi OvariumSalisbury dan Van Denmark
(1961)
menyatakan, bahwa0-varium merupakan organ reproduksi primer yang berfungsi t,;t dak hanya menghasilkan sel telur, tetapi juga menghasilkan hormon. Hormon yang dihasilkan tersebut berperanan dalam penyiapan saluran reproduksi untuk suatu kebuntingan dan memelihara produk kebuntingan.
6 'rabe1 1. tlniltomi perbandingan ovarium betina dewilSa
Organ
Ovarium bentuk
berat
sa-Sapi
10njong
tu ovarium 10-20 gr
Fo1ike1 de Graaf matang
jum1ah diameter
Ovarium yang paling
1-2 12-19 mm
aktif kanan
Korpus 1ute-um matang
bentuk bundar / 10njong diameter 20-25 mm ukuran
ter-besar dipe-ro1eh (hari sebe1um
ovu-1asi) 10
mu1ai reg-resi (hari sesudah
0-vu1asi) 14-15
Spesies
Domba Babi
10njong
3-4
gr1-4 5-10 mm
ko.nan
bun dar / lonjong
9 mm
7 - 9
12-14
bagaikan setangkai anggur
3-7
gr10-25 8-12 mm
ldri
bundar / lonjong
10-15 mm
14
13
Kuda
menyerupai ginja1, de-ngan fossa ovu1atoris
40-80 gr
1-,?:
25-70 mm
kiri
seperti buah pir 10-25 mm
14
17
Ukuran-ukuran da1am tabe1 di atas bervariasi menurut umur, bangsa, paritas (berapa ka1i beranak), tingkat makanan dan sik1us estrus
7 folilce:l atau folikulogenesis dan pelepasan sel telur atau ovulasi. Proses-proses terse but bermula dari masa embrio-nal.
Zuckerman (1962) dalam Tolihere (1981) menyebutkan, bahwa oogenesis atau pembentukan ova berakhir sebelum atau segera sesudah part us.
Proses perkembangan folikel yang telah dimulai sebe-lum hewan lahir, untuk-mencapai kematangan terjadi melalui beberapa tingkatan perkembangan yaitu: folikel primer, s.@. kunder, tertier dan folikel de Graaf. Pada anak sapi beti na yang baru lahir, diperkiran terdapat 75 000 folikel dan akan berkurang Sbmpai kira-kira 2500 pada sapi betina tua
(12 - 14 tuhun), lmrena terutama disebabkan oleh kegagalan folikel menjadi matang, tidak berovulasi tetapi mblah ber-degenerasi (Tolihere, 1981).
Menurut Hafez (1980), proses perl{embangan folikel di-rangsang oleh FSH (follicle stimulating hormone). Dan FSH bekerja sarna dengan LH (luiteinizing hormone) menyebabkan terjadinya pemasakan folikel dan produksi estrogen dari fQ likel yang masak tersebut. Kemudian LH menyebabkan terja-dinya ovulasi dengan merangsang pemecahan dinding folikel yang masak "dan pembentukan korpus luteum dari bekas foli-kel yang pecah. Bekerja sama dengan LTH (luteothropic hor. mone), LH merangsang produksi progesteron dari korpus
8 Salisbury dun Van Denmark (1961) menyatakan, walaupun folikel telah terbentuk sebelum pubertas namun tidak terJ£l. di pemasakan dan pemecahannya. Kemudian Salisbury dan Van Denmark (1961) memperkuat pernyataan tersebut, dengan ィ。セ@
sil penelitian Heitz yang mereka kutip dari Hammond (1927) yaitu, folikel besar didapatkan pada ovarium anak sapi yang berumur
5 -
12 minggu, namun demikian folikel terse-but tidak mengalami ruptura at au membentuk korpus luteum, tetapi beberapa dari padanya mengalami atresi atau memben-tuk sistik. Tidak ada penjelasan mengapa folikel tidak ュセ@sak pada sapi berumur
5
bulan, tetapi pemasakan baru terli hat pada waktu sapi berumur9
bulan saat terjadinya puber-tas.Roberts (1971) menyebutkan, bahwa apabila hewan telah mengalami pubertas, maim akan terjadi proses fisiologis yang nyata dari alat-alat reprodill,si. Proses fisiologis tersebut berjalan dalam dalam suatu rangkaian siklus yang dinamakan siklus estrus. Pubertas pad a hewan dicapai umur: sapi 6 - 18 bulan, kuda 10 - 12 bulan, kambing 6 - 12 bu-lan dan babi pada umur 5 - 8 bubu-lan.
Siklus estrus biasanya dibagi dalam empat phase atau periode, yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Periode-periode tersebut adalah proestrus, estrus,
periode progestational atau luteal, termasuk di dalamnya metestrus dan diestrus (Roberts, 1971).
Se1anjutnya Roberts (1971) menyatakan, bahwa proes-trus adalah periode sebe1um esproes-trus. Pada periode ini ter-lihat pertwnbuhan folikel de Graaf dibawah pengaruh FSH dan terjadi kenaikan produksi estradiol. Korpus Iutewn ュセ@
ngalami vakuolisasi, degenerasi dan penurunan besar dengan cepat. Cole dan Cupps (1969) yang dikutip oleh Roberts
(1971) menyebutkan, bahwa pad a periode proestrus ter1ihat adanya peningkatan pengeluaran estrogen da1am urin dan mu-Iai terjadi penurunan jwnlah progesteron dalam darah.
Estrus adalah periode atau phase dim ana hewan memper-lihatkan gejala berahi atau keinginan kelamin, terlihat 「セ@
tina mencari-cari pejantan dan mau menerima pejantan untuk kopulasi. Folike1 de Graaf menjadi besar dan matang. Pa-da sapi ovulasi akan terjadi kira-kira dua belas jam sete-lah akhir estrus (Roberts, 1971).
epi thel kecambah lwrunkula uterus sanga t hiperemi dan ter-jadi haemorrhagia kapiler dan disebut dengan perdarahan metestrus atau perdarahan posestrus (Roberts, 1971).
Diestrus adalah periode terakhir dan terlama dari siklus estrus. Korpus luteum menjadi matang dan efek pro-gesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Pada akhir periode ini korpus luteum mengalami kemunduran dan vakuolisasi secara berangsur-angsur serta mUlai terjadi perkembangan folikel primer dan sekunder, akhernya kembali ke proestrus (Roberts, 1971).
Tabel 2. Lama relatif dari periode periode siklus estrus pada hewan peliharaan rata-rata
Hewan Proestrus Estrus ャセ・エ・Dエイオウ@ Diestrus Sapi 3 hari 12-24 jam 3-5 hari 13 hari Kuda 3 hari 4-7 hari 3-5 hari 6-10 hari Domba 2 hari 1-2 hari 3-5 hari 7-10 hari Babi 3 hari 2-4 hari 3"'14 hari 9-13 hari
Sumber: Roberts (1971) III. Sistik Ovari
11
l·ienurut Arthur
(1975),
ovariwn dikatakan sistik apabi la ュ・ョァGセ|ャャ、オョァ@ satu atau lebih cairan yang menetap mengisi ruangan (folike!), lebih besar dari folikel matang.Short
(1962)
yang dilmtip oleh Glencross dan iセオョイッ@(1974)
menemukan, bahwa cairan sistik ovari mengandung es-trogen dan steroid-steroid lainnya, sarna dengan yang ter-kandung dalam folikel normal. Tetapi konsentrasi estrogen tidak normal pad a cairan sistik ovari.Hc Kay dan Thomson
(1959)
mendapatkan dari hasil pen&. litian mereka, kira-kira12% - 14%
gangguan reproduksi pa-da sapi disebabkan oleh sistik ovari.Sedangkan Kesler dan Garverick
(1982)
mengatakan, bah wa kejadian sistik ovari pada populasi sapi telah dilapor-kan terjadi6% - 19%
dan kemungkinan bisa lebih besar, ka-rena lebih kurang60%
dari sapi-sapi yang mengalami sistik ovari sebelwn ovulasi pertama pospartum akan sembuh sendi-rio Sebaliknya yang terbentuk setelah ovulasi pertama po§. partwn diperkirakan akan sembuh sendiri sekitar 20%.Vande plasse he
(1982)
menyebutkan, bahwa pada kebanya1s an bangsa (breed) sapi perah,10%
dari sapi-sapi terse but mengalami sistik ovari .,.aling kurang satu mas a laktasi se-belum mencapai umur delapan tahun.sedangkan sistik korpus luteum adaluh sistik ovulatorik a-tau telah mengalami ovulasi. Sistik folikel adalah foli-kel yang berisi eairan sistik, menetap pad a ovarium selama 10 hari atau lebih, dengan diameter lebih besar dari 2,5 em dandikarakteristik oleh nymphomania (berahi terus ュ・ョセ@
rus) atau anestrus (tidak berahi). Sistik luteal adalah sistik pada folikel, dengan diameter lebih besar dari 2,5 em, sebagian terluteinisasi, menetap dalam suatu periode yang lama umumnya ditandai dengan anestrus. Sistik korpus luteum terjadi mengikuti ovulasi yang normal, tetapi me-ngandung rongga sentral berdiameter
7 -
10 mm dan berisi eairan sistik. Pada palpasi rektal sistik korpus luteum terasa seperti korpus luteum normal, besar dan mengcembung serta keduanya mempunyai mahkota tenunan luteal yang menon jol melalui tempat bekas ovulasi, tetapi sistik korpus lu-teum sering berfluktuasi dan konsistensinya agak lunak. Sistik korpus luteum lebih sering terjadi, diperkirakanLセL@
5
kali lebih besar dari sistik folikel.Sistik folikel dan sistik luteal sulit dibedakan secQ ra klinis. Biasanya sistik folikel berbentuk jarnak, pad a salah satu atau kedua ovari, sedangkan umumnya sistik ャオエセ@
13
karena ovulasi tidak terjadi. Sistik folikel lebih sering dijumpai dari sistik luteal (I1oberts, 19'71). HasH p8nga,.. matan Zemjanis (1970) terhadap 1191 kasus sistik ovari,
le-bih kurang 30,5% dari padanya adalah sistik luteal.
Ro berts (1971) menyatakan, bahwa sistik folikel dan sistik luteal bersifat patologik karena menyebabkan tergang gunya proses reproduksi, konsepsi tidak berlangsung diseba.Q kan ovulasi tidak terjadi. Sedangkan kebanyakan ウゥウエゥャセ@ ko£ pus luteum tidak mempengaruhi konsepsi, karen a ovulasi te-lah terjadi. Disamping itu tenunan luteal yang terbentuk pada sistik korpus luteum masih dapat menghasilkan ーイッァ・ウエセ@
ron untuk menjaga dan memelihara kebuntingan. Atas dasar ini sistik korpus luteum dinyatakan tidak patologik dan pa-ra ahli membatasi sistik ovari pada bentuk folikuler saja.
Sedangkan Kesler dan Garverick (1982) berpendapat sis-tik korpus luteum tidak patologik, karena terjadi pada foli kel yang sudah berovulasi dan tidak mempengaruhi siklus
es-trus.
Menurut Roberts (1971), sistik ovari umumnya menyerang sapi perah, tetapi kejadian sistik ovari juga dapat ditemu-kan pada sapi potong.
Nalbandov (1976) dalam Kesler dan Garverick (1982) me-nambahkan, bahwa sistik ovari juga ditemukan pada babi da-lam bentuk tunggal maupun jamak.
pacta sapi perah, karen a QNオイセ@ ilenderita akan memperlihatkan
interval antara pospurtum uengon estrus pertama dan kebun-tingan, diperponjang ldril-ldra 10},j - jO)(; dari yang normal. Disamping itu tingkat kejadian sistik ovari pada sapi
pe-rah cukup tinggi.
Garm (1949) dikutip Eoberts (1971) menyebutkan, bahwa sistik OViAri menyerang sapi-sapi p",da semua UtfiUr dari pu-bertas sampai senilitas. Tetapi lebih sering didapatkan mengikuti masa ke 2 - ke
5
melahirkan, atau pada umur 4,7 - 10 tahun (Henrickson, 1957 dalam Joberts, 1971).Hasil penelitian Roberts (1955), dari 352 kasus sis-tik ovari, 13,9% dari jumlah tersebut adalah penderita yang berumur 1 - 3 tahun, 54,2% berumur 4 - 6 tahun, 25,1;6 berumur 7 - 9 tahun, VLX[セ@ berumur lebih c;.ari 10 tahun dan hanya tiga kasus sistik ovari yang terjadi pacta sapi dara.
Horrow, Marion dan Gier yang dikutip oleh Roberts (1971) menyebutkan, bahY/a waktu kejadian sistilc ovari bia-sanya adalah dari bulan lee 1 - ke 1-1 pospartum, dengan
wak-puncak pada hari ke 15 - 45 pospartum.
1. Penyebab
15 Roberts (1971) menyebutkan, bahwa kejadian sistik ッカセ@
ri berhubungan dengan produksi susu. 'l'er1ihat wnumnya ke-jadian sistik ovari terjadi pada sapi perah yang 「・イーイッ、オセ@
si. tinggi. Be berapa peneli ti yakin, bahv:a dengan
mening-•
katkan makanan untuk merangsang laktasi terutama makanan dengan kadar protein tinggi, dapat menyebabkan terjadinya sistik ovari.
Sedangkan Arthur (1975) berpendapat, bahwa terjadinya peningkatan kasus sistik ovari pada sapi perah-sapi perah hasil seleksi untuk mendapatkan sapi perah dengan produksi susu tinggi, adalah karena pada sapi perah yang berproduk-si tinggi terjadi pelepasan prolaktin yang sangat tinggi, sehingga menghambat sintesa dan pelepasan LH.
Johnson, Legates dan U1berg (1966) mendapatkan dari hasil penelitian mereka, sapi perah dengan sistik ovari ーセ@
da masa sistik menghasilkan susu lebih banyak. Tetapi ma-sa sebelwn sistik produksi tidak berbeda nyata dibanding-kan dengan kelompolmya yang identik. Dari hasil ini mere-ka berpendapat, bahwa sistik ovari bertanggung jawab terh£l dap peningkatan produksi susu dan bukan produksi susu yang bertanggung jawab terhadap kejadian sistik ovari.
Sejalan dengan pendapat Johson et aI, Kesler dan Gar-verick (1982) menyatakan, bahwa peningkatan produksi susu mungkin terjadi sebagai hasil perubahan kadar hormonal pa-da sistik ovari.
16 akibat antara produksi susu dengan kejadian sistik ovari belum diketahui dengan pasti.
Ada beberapa faktor lagi yang dihubungkan dengan keJg dian sistik ovari, tetapi hubungan sebab akibatnya juga 「セ@ lum diketahui. Roberts (1971) menghubungkan kejadian sis-tik ovari dengan musim, yaitu sering terjadi pada musim rontok. Henrickson (1957) dalam Roberts (1971), menyata-kan ada faktor predisposisi herediter pada kejadian sistik ovari. Donaldson dan Hansel (1968) menghubungkan kejadian sistik ovari dengan kurang berfungsinya kelenjar hipophisa.
Beberapa peneliti berhasil menimbulkan sistik ovari secara percobaan.· Nadaradja dan Hansel (1967) dalam percQ baannya berhasil menimbulkan sistik ovari dengan ー・ョケオョエゥセ@
17 Bayon (1983) menyatakan, bahwa sistik ovari dapat te£ jadi pada sapi-sapi yang malwn tanaman yang mengandung ka-dar estrogen tinggi.
Sedangkan Erb, Surve, Callahan dan Mollett (1971) ュ・セ@
duga rangsangan FSH yang berlebihan pada Vlaktu pembentukan folikel dan atau LH yang merangsang ovulasi jumlahnya 、ゥ「セ@
wah normal, sebagai penyebab terjadinya sistik ovari. Gangguan parsial mekanisme kontrol peleL;asan LH juga didu-ga sebadidu-gai penyebab terjadinya sistik ovari (Erb et aI, 1973) •
Menurut Sequin, Convey dan Oxender (1976), kekurangan pelepasan GnRH dari hipothalamus sebagai penyebab kejadian sistik ovari. Pendapat ini berdasarkan pada hasil ー・イ」ッ「セ@
an ュ・イ・ャセ。L@ sapi-sapi dengan sistik ovari meleiJaskan LH se-bagai respon dari pemberian GnRH
Kesler dan Garverick (1982), setelah memperhatikan ウセ@
pi perah-sapi perah pospartum yang secara spontan memben-tuk sistik ovari dan sapi perah-sapi perah pospartum deng-an atau tdeng-anpa sistik ovari ydeng-ang diberi estradiol benzoat menyatakan, bahwa sistik ovari terbentuk apabila hipothalQ mus dan hipophisa kurang memberikan respon dalam
melepas-kan LH dibawah pengaruh dari estradiol.
18 2. Symptom
Casida, McSchan dan Meyer (1944) menyatakan, bahwa SQ
pi-sapi yang menderita sistik ovari menunjukan gejala kei-nginan seksual yang hebat (nymphomania). Tetapi kemudian mereka menambahkan, bahwa sapi-sapi yang mengandung sistik ovari memperlihatkan gejala-_yang berubah-ubah.
Roberts (1955) mendapatkan dari 265 kasus sistik ova-ri pada sapi perah yang diketahui gejalanya, 73,6% memper-lihatkan gejala nymphomania dan 26,4% mempermemper-lihatkan geja-la kegagageja-lan estrus. Terlihat adanya relaksasi dari liga-mentum sacroischiadicum, oedema vulva dan juga ditandai dengan peningkatan besar uterus. Tetapi kemudian Roberts
(1971) mengutip dari Garm (1949) menambahkan, bahwa keada-an terakhir ini merupakkeada-an gejala-gejala ykeada-ang terlihat pada kasus nymphomania.
Sedangkan Bierschwal, Garverick, Hartin, Youngquist, Cantley ddl Brown (1975), mendapatkan mayoritas penderita sistik ovari yang mereka amati memperlihcctkan gejala
an-estrus.
19 tinggi pada nymphomania menghambat produksi susu dan pengQ ruh adanya estrus, karena pada hewan yang estrus aktifitas fisiknya bertClmbah sehingga mengganggu proses produksi susu.
Dobson, Rankin dan Ward (1977) melakukan penelitian terhadap 91 ekor sapi dengan sistik ovari, mendapatkan ka-dar progesteron lebih tinggi pada sapi dengan sistik lute-al dari sapi dengan sistik folikel. Tetapi rata-rata ka-dar LH, FSH, progesteron, estradiol dan testosteron da1am plasma sapi dengan sistik ovari tersebut, tidak berbeda jQ. uh dibandingkan dengan sapi normal pada tahap siklus es-trus yang relevan (tabel 3).
Sedangkan Kesler, Garverick, Caudle, Bierschwal, ElmQ re dan Youngquist (1980)mendapatkan konsentrasi LH pada 、セ@
lapan ekor sapi perah dengan sistik ovari, bervariasi be-sarnya (konsentrasi rata-rata dari sapi yang mereka perik-sa adalah antara 1,0 - 3,0 ng/m1). Hanya empat dari sapi tersebut yang memiliki konsentrasi LH lebih besar dari 3,0 ng/ml pada, suatu waktu penelitian.
Konsentrasi testosteron dalam plasma sapi yang mende-rita sistik ovari juga bervariasi besarnya, tetapi masih dalam batas tingkatan pad a sapi selama siklus estrus (60,8
t.
2/7.:.pg/ml) (Kesler, Garverick, Caudle, Bierschwal, Elmo-re dan Youngquist (19'79).C-\} Tabel
3.
Konsentrasi hormon-hormon reproduksi rata-rata pada plasma sapidengan sistik ovari
Sistik folikel Range normal phase folikel
セゥウエゥォ@ luteal
Range normal phase luteal
Jumlah Sampel 18 59 Progesteron (ng/ml)
0,23 .:!:. 0,2
0,1 - 0,6 3,80.:!:. 1,9
1,0 - 9,0
Estradiol (pg/ml)
6,97 .:!:. 2,7
6,0 - 20,0 4,6 .:!:. 1,1
4,0 - 7,0
'restosteron (pg/ml)
78,1 .:!:. 18
40 - 80 94,0 .:!:. 25
50 - 90*
LH
(ng/ml )8,5.:!:. 4,1
8,0 - 25 4,7.:!:.1,1
2,0 - 5,0
FSH (ng/ml)
53,1 .:!:. 32
50 - 80 63,9 .:!:. 39
50 - 100
Keterangan; * 1 hari menjelang phase luteal berakhir
[image:30.797.73.688.87.307.2]21 2'1,4% pada kelompok sapi perah pada suatu waktu. Secara
tidak langsung sistik ovari menyebabkan kenaikan kelahiran kembar, abortus dan retensio secundinarium.
3.
Diagnosa dan PrognosaVandeplassche (1982) menyebutkan, bahwa diagnosa dari kejadian sistik ovari didasarkan pada gabungan gejala-gej,!,! la yaitu, yang terlihat dari luar (eksternal), vaginal, eksplorasi rektal termasuk didalamnya pola prilaku seksual yang terlihat, serta pengujian kandungan estrogen dan
pro-gesteron dari plasma darah dan air susu.
Prognosa dari sistik ovari untuk kembali fertil, bu-ruk pada sapi tua, sapi yang stbu-ruktur ovariumnya rusak, ser.ta pada proses penJlakit yang menyebabkan rusaknya ute-rus dan oviduk. Secara umum sapi dengan sistik luteal ku-rang begitu baik prognosanya dibandingkan dengan sistik fQ
likel, karena pada sistik luteal penyakit telah berkernbang lebih jauh (Vandeplassche, 1982).
4. Pengobatan
Menurut Roberts (1955) berdasarkan pada pengamatannya terhadap sapi-sapi yang mengandung sistik ovari yang dio-bati dengan cara manual, manganjurkan untuk tidak melaku-kan pengobatan dengan cara tersebut, karena dapat menyebaQ kan terjadinya trauma dan adhesi dari ovarium.
Short (1962) dalam Nakao, Numata, Kubo dan Yamauchi (1978) menyebutkan ada dua metoda yang rasional untuk meng obati sistik ovari pada sapi perah, yaitu; pemberian LH atau pemecahan sistik untuk pemoentukan korpus luteum dan pemberian progestin untuk menghambat pelepasan gonadotro-pin dari kelenjar hipophisa.
Johnson dan Ulberg (1967), melakukan pengobatan sis-tik ovari dengan menyunsis-tikan progesteron setiap hari sela-rna l4 hari dengan dosis 50 mg dan 100 mg perhari, mendapal lean hasil masing-masing, 61,5% dan 62,5% kembali estrus dengan normal, 48,5% dan 52,5% dari padanya bunting sete-lah diinseminasi dengan jarak hari rata-rata dari pengobal an ke bunting adalah 72 dan 40 hari.
Sedangkan Nakao dan Qno (1977) yang me1akukan pengo-batan sistik ovari dengan preparat corticosteroid H「・エィ。ュセ@
thasone 20 mg atau 10 mg dexamethasone) dan kombinasi hu-man chorionic gonadotropin (HeG) dengan progesteron masing masing dengan dosis 300 IU dan 125 mg, mendapatkan hasil penyembuhan masing-masing ada1ah 41,2% dan 45,5%.
23
dan FlCG untuk mengobati sistik ovari pada napi perah ada-lah sekitar64%.
Bierschwal
(1966)
dalam Sequin, Convey dan Oxender(1976)
melakukan pengobatan sistik ovari dengan memakai preparat HCG5:,000
IU, mendapatkan67%
dari sapi yang dio-batinya membentuk korpus luteum dalam 1 - 2 minggu setelah pengobatan.Metoda pengobatan'sistik ovari yang lebih baru dan memberikan hasil lebih baik adalah dengan memakai preparat GnRH dikombinasi dengan PGF2Alpha.
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)
Convey (1973) menyebutkan, bahwa GnRH merupakan salah satu faktor pelepas hormon gonadotropin hipophisa. Convey menduga GnRH ini disekresikan oleh neuron-neuron pada ba-sal hipothalamus, dilepaskan ke hipophisa melalui pembuluh portal dan menggunakan pengaruhnya pada sel-sel spesifik di hipophisa.
Menurut Schally, Arimura dan Kastin (1973), GnRH be-kerja merangsang sel-sel basofil hipophisa untuk membentuk dan mensekresikan LH dan FSH. Tetapi sampai saat ini be-lum diketahui dengan pasti bagaimana cara kerja GnRH dalam melepaskan LH atau FSH sendiri-sendiri.
Tabel 4. Respon sapi dengan sistik ovari terhadap pengobatan memakai
rre-セ@ par at GnRH
Grup pengobatan
o
ug 50 ug 100 ug 250 ugJumlah sapi 28 28 28 30
Jurnlah sapi yang berespon 6 18 23 23
Interval dari pengobatan ke
estrus pertama (hari) 24 :t 4 23 .:t. 3 22 .:t. 3 22 .:t. 3
'fotal sapi yang bunting 4 13 20 17
Hari dari pengobatan ke bunting 45 :t 12 50 :t 7 43 :t 9 59 :t 9 Inseminasi per kebuntingan (SiC)
1,5:tO,3
1,6.:t.O,3 1, 6.:t.O, 31,9.:t.O,3
Jumlah sapi yang bunting padainseminasi pertama 2 7 10 '7
r
[image:34.799.82.696.75.351.2]25 hipophisa terhadap neurohormon hipothalamus, misalnya per-ubahan dalam twnpat penyimpanan hormon, pelepasannya atau perubahan pad a sel-sel hipophisa itu sendirij kombinasi kedua hal tersebut.
i'iatsuo et al (1971) dalam Convey (1973) berhasil mem-buat GnRH sintetik yang ternyata aktifitasnya sarna dengan GnRH alami. GnRH terdiri dari 10 macam asam amino yang di sebut decapeptida dengan berat molekul 1182.
Pemakaian GnRH sintetik untuk mengobati sistik ovari pada sapi perah dilakukan pertama kali oleh Kittok, Britt dan Convey (1973). Hereka memakai GnRH dengan dosis 3 ka-Ii 100 ug interval 2 jam intra vena, pada lima ekor sapi perah dengan hasil kelima sapi terse but kern bali membentuk siklus estrus dengan estrus terlihat rata-rata dalam waktu 20 - 24 hari setelah pengobatan.
Inisiatif Kittok et al kemudian didikuti oleh Bier-schwal et al (1975). Nereka melakukan pengobatan pada em-pat grup sapi perah yang menderita sistik ovari, dengan pemberian GnRH dosis tunggal 0, 50, 100 dan 250 ug intra muskular untuk masing-masing grup. Respon pengobatan ter-dapat pada tabel 4.
Prostaglandin F2Alpha
darah, dengan variasi berdasarkan struktur )<:imianya. Pens. maan prostaglandin diberikan oleh von Euler.
Kindahl et al (1976) dalam Sequin (1980) menyatakan, bahwa prostaglandin merupakan faktor luteolitik ケ。ョセ@ diha-silkan oleh uterus dan mengontrol umur korpus luteum. Pa-da sapi-sapi yang tiPa-dak bunting faktor ini dilepaskan kirs. kira hari ke 14 atau 15 siklus estrus dan akan mengakhiri
fungsi korpus luteum. 'Sedangkan pad a sapi-sapi bunting ーセ@
lepasannya akan dihambat, korpus luteum akan menetap dan kebuntingan akan berlanjut.
Bergstrom dan kawan-kawan dari Swedia, berhasil membQ at ekstrak murni, menemukan struktur kimia dan melakukan biosintesa prostaglandin (Inskeep, 1973).
Lauderdale (1972) memamfaatkan efek luteolitik dari analog PGF2Alpha untuk mengobati sistik ovari. Mereka men dapatkan hasil 26 ekor dari 28 ekor sapi yang mereka obati kembali estrus dengan normal.
C'-(\j
Tabel 5. rtespon pengobatan sistik ovari pada ウセーゥ@ perah dengan memakai GnRH dan atau PGF2Alpha
Grup I I I III
IV
Jumlah 8 8 8 8
Respon positip 6 5 7
Hari dari pengo bat an ke estrus at au
"silent" estrus 19,0 .:t 1,5 5,6 :!:.
2,4
12,3 :!:. 1,2 kebuntingan 48,5 .:t 23,8 56,0 :!:. 54,0 31,0 :!:. 8,7 Inseminasi per kebuntingan(siC) 1,8 :!:. 0,5 1,5 :!:. 0,5 1,4:!:. 0,3
Jum1ah yang bunting it 2 5
[image:37.793.78.697.81.413.2]Sistik ovari sebClgai penyebab )cegagalan reproduksi yang cukup serius pada sapi terutama sapi perah, harus di-tanggulangi dengan baik. Pemakaian PGF2Alpha 9 hari sete-lah pemberian GnRH masing-masing dengan dosis 25 mg dan 100 ug intra muskular, merupakan metoda pengobatan yang sangat efektif (Kesler'et aI, 1978).
Sequin et al (1976) menyebutkan, GnRH merangsang ー・ャセ@
pasan LH, sangat efektif untuk memulai pembentukan jaring-an luteal aktif baru pada dinding sistik. Pembentukan ja-ringan luteal aktif baru ini ditandai dengan peningkatan konsentrasi progesteron dalam serum setel&h pemberian GnRH
tersebut.
Berchtold et al (1980) dalam Kesler dan Garverick (1982) menyatakan, apabi1a GnRH diberikan dalam dosis ting gi pada sapi perah dengan sistik ovari, akan terjadi ovu1£._ si sebagai respon berlangsungnya 1uteinisasi dari struktur dinding sistik.
Kesler dan Garverick (1982) manambahkan, bahwa regre-si dari falikel dengan regre-sistik yang te1ah menga1ami luteini sasi yaitu telah terbentuk jaringan luteal aktif baru, te£ jadi da1am waktu yang sarna dengan regresi korpus luteum normal.
29 100 ug intra muskular, jaringan luteal yang terbentuk memi liki respon terhadap efek luteolitik dari PGF2Alpha yang diberikan 9 hari setelah pemberian GnJlH. Efek luteolitik tersebut ditandai dengan diperpendeknya waktu dari saat pengobatan sampai terbentuknya estrus, dengan estrus terli hat rata-rata 3 hari setelah pemberian PGF2Alpha. Sedang-kan pengobatan dengan 100 ug GnRH tanpa pemberian PGF2Al-pha, estrus baru akan terlihat rata-rata 18-23 hari sete':'. lah pengobatan.
Sistik ovari merupakan penyebab kegagalan reproduksi yang serius ].lada terni,k, menyerang terutama sapi peruh
wu-luupun dapat juga ditemukan pada sapi potong dall babi. Penyebab kejadian sistik ovari belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga kegagalan hipophisa melepaskan sejum-lah LH yang cukup untuk ovulasi dan pembentukan korpus lu-teum sebagai sebab dasarnya.
Sistik ovari dibagi dalam tiga bentuk yaitu; sistik folikel atau sistik degenerasi dari folikel de Graaf, sis-tik luteal dan sissis-tik korpus luteum. Yang bersifat patolQ gik atau mempengaruhi proses rel)roduksi dari ternak adalah sistik folikel dan sistik luteal.
Gejala klinis sistik ovari adalah nymphomania (berahi terus menerus) dan atau anestrus (tidak berahi).
Konsentrasi progesteron dalam plasma sapi perah deng-an sistik luteal lebih tinggi dari sistik folikel.
Diagnosa sistik ovari didasarkan pada gabungan ァ・ェ。ャセ@
gejala yang terlihat dari luar, vaginal dan eksplorasi ret tal untuk menemukan folikel yang berukuran lebih besar da-ri
2,5
em yang menetap pada ovarium 10 hari atau lebih, tanpa ditemukan adanya korpus luteum.DilF'rAR PU::; l'!U(J\
Arthur, G. H. 1975. Veterinary Reproduction and Obste-tric. Ed. 4. The English Language Book Society and Bailliere Tindall.
Bayon, D. 1983. OVarian cysts induce by plant oestrogen. Britain Vet. J., 139:38.
Bierschwal, C. J., H. A. Garverick, C. E. Martin, R. S. Youngquist, T. C. Cantley and H. D. Brown. 1975. Clinical response of dairy cows with ovarian cyst to GnRH.
J.
Anim. Sci., 41:1660-1665.Cantley, T. C., H. A. Garverick, C. J. Bierschwal, C. E. Martin and R. S. Youngquist. 1975. Hormone respon-ses of dairy cows with ovarian cysts to GnRH. J.
Anim. Sci., 41:1666-1673.
Casida, L. E., VI. H. McSchan and II. K. meyer. 1944. Ef-fects of an unfractioned pituitary extrac upon cystic ovaries and nymphomania in cows. J. Anim. Sci.,
3:273-282.
Convey, E. M. 1973. Neuroendocrine relationship in farm animals: A review. J. Anim. SCi., 37:745-757.
Dobson, H., J. E. F. Rankin and W. ゥセN@ Ward. 1977. Bovine cystic ovarian disease: Plasma hormone concentrations and treatment. Vet. Rec., 101:459-461.
Donaldson, L. E. and W. Hansel. 1968. Cystic corpora lu-tea and normal and cystic graafian follicle in the cow. Aust. Vet. J., 44:304-308.
Erb, R. E., A. H. Surve, C. J. Callahan, T. H. Mollett. 1971. Reproductive steroid in the bovine, VIII cha-nges postpartum. J. Anim. Sci., 33:1060-1065.
Erb, R. セNL@
1973.
cysts.
L. E. Monk, C.
J.
Callahan, T. H. Mollett. Endocrinology of induce ovarian follicularJ. Anim. Sci., 37:310 (Abstr.).
Glencross, II. G. and J. B. Munro. 1974. Oestradiol and progesterone levels in plasma of a cow with ovarian cysts. Vet. Rec., 95:169-173.
32 Hinze, P. 1'1. 1959. Diugnosis and treatment of
nonspeci-fic infertility in the di.Airy cow. J. Amer. Vet. Med. "ssoc., 134:302-30'1.
Inskeep,
s.
1973. Potential uses of prostaglandin in control of reproductive cycle of domestic animals. J. Anim. Sci., 36:1150-1153.Johnson, A. D., J. E. Legates and L. C. Ulberg. 1966. Relationship between follicular cysts and milk produ£ tion in dairy cattle. J. Dairy Sci., 49:865-868. Johnson,
A. D.
and L. C. Ulberg. 1967. Influence ofexo-genous progesterone on follicular cysts in dairy cat-tle. J. Dairy Sci., 50:758-761.
Kesler, D. J., H. A. Garverick, A. B. Caudle, C. J. Bier-schwal,
R.
G. Elmore andR.
S. Youngquist. 19'78. Clinical and endocrine responses of dairy cows with ovarian cysts. to GnRH and PGF2.41pha. J. Anim. Sci.,46:719-725.
Kesler, D. J., H. A, Garverick, A. B. Caudle, C. J. Bier-schwal, R. G. Elmore and i:l. S. Youngquist. 1979. Testosterone concentrations in plasma of cows with ovarian cysts •. J. Dairy Sci., 62 :1825-1828.
Kesler, D.
J.,
H.A.
Garverick,A.
B. Caudle, C.J.
Bier-schwal, R. G. Elmore and R. S. Youngquist. 1980. Reproductive hormone and ovarian changes in cows with oVDrian cysts. J. Dairy Sci., 63:166-170. Kesler, D. J. and H. A. Garverick. 1982. Ovarian cystsin dairy cattle: A review. J. Anim. Sci., 55:1147-1159.
Kittok, R. J., J. H. Britt and E. M. Convey. 1973. Endo-crine response after GnRH in luteal phase cows and cows with ovarian follicular cysts.
J.
llilim. Sci., 37:985-989.Laing, J. A. 19'70. Fertility and Infertility in the Do-mestic Animals. Ed. 2. Bailliere Tindall and Cas-sel, London.
Lauderdale, J. VI. 19'72. cy and oestrus cycle 35:246.
Effects of PGF2ALpha on pregnan-of cattle. J. Anim. SCi.,
McDonald, L. E.
33 I1cl(ay, G. IV. and J. E. Thomson. 1959. Field observation
on treatment of cystic ovaries in cattle. Can.
J.
Compo Ned. and Vet. Sci., 23:175-176
Nadaradja, R., W. Hansel. 1976. Hormonal changes associ-ated with experimentally produced cystic ovaries in the cow. J. Reprod. Fert., 47:203-208.
Nakao, T. and H. Ono. 1977. Treatment of cystic ov[,rian disease in dairy cattle: Comparative observation on the effects of an intramuscular injection of cortico-steroids and an intravenous injection of a combinati-on of human choricombinati-onic gcombinati-onadotropin and progestercombinati-one. Cornell Vet., 67:50-64.
Nakao, T., Y. Numata, M. Kubo and S. Yamauchi. 1978. Treatment of cystic ovarian disease in dairy cattle: Combined use of progestin and human chorionic gonado-tropin. Cornell Vet., 68:161-178.
Roberts, S. J. 1955. Clinical observation on cystic ova-ries in dairy cattle. Cornell Vet., 45:497-508. Roberts, S. J. 1971. Veterinary Obstetric and Genital
Diseases (Theriogenology). Ed. 2. (Indian Edition). CBS. Publishems
&
Distributors, India.Salisbury, G. W. and N. L. Van Denmark. 1961. Physiology of Reproduction and Artificial Insemination of Cattle. W. H. Freeman and Co., San Fransisco and London.
Schally, A. V., A. Arimure, A. J. Kastin.
lamic regulatory hormones. Science, 179:341-350. 1973. Hypotha-Sequin, B. E., E. M. Convey, W. D. Oxender. 1976. Effect
of gonadotropin-releasing hormone and human chorionic gonadotropin on cows with ovarian follicular cysts. J. スセ・イN@ Vet. Med. Assoc., 37:153-157.
Sequin, B. E. 1980. Role of prostaglandin in bovine re-production. J • . <\mer. Vet. Med. Assoc., 176:1178-1181. 'rolihere, 11. 1,. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada 'rernak.
Angkasa, Bandung.
Vandeplassche. 1982. Reproductive Efficency in Cattle. FAO., Rome.
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu amat mulia.
Yang telah mengajar degan kalam.
Dia telah mengajarkan kepada manusia, apa yung tidak diketahuinya".
(Surat (96) Al'Alaq ayat 1 - 5)
SISTIK OVARI PADA SAPI
DAN ASPEK PENGOBATANNYA DENGAN GnRH - PGF2ALPHA
S K R I P S I
Oleh ISDONI
B. 17 1344
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ISDONI. Sistik Ovari Pada Sapi Dan Aspek Pengobatannya Dengan GnRH-PGF2Alpha CDi bawah bimbingan Drh. R. Kurnia Aehjadi, MS.).
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kejadian sis-tik ovari sebagai salah satu kelainan pad a ovarium yang menyebabkan terganggunya proses reproduksi dan aspek peng-obatannya d,engan preparat GnRH-PGF2Alpha.
Sistik ovari merupakan penyebab kegagalan reproduksi yang serius pada sapi perah. Yang bersifat patologik ada-lah sistik folikel dan sistik luteal. Sistik ヲッャゥャセ・ャ@ le-bih sering ditemukan dari sistik luteal, berdiameter lele-bih besar dari 2,5 em, menetap pad a ovarium selama 10 hari a-tau lebih, tanpa ditemukan adanya korpus luteum.
Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai penyebab sistik ovari. Diduga se bagai se bab dasarn!),a adalah kega-' galan hipophisa melepaskan sejumlah LH sebanyak yang dibu-tUhkan untuk ovulasi dan pembentukan korpus luteum.
Diperkirakan sekitar 60% dari sistik ovari yang ter-bentuk sebelum ovulasi pertama pospartum sembuh sendiri. Sedangkan yang terjadi setelah ovulasi pertama pospartum diperkirakan akan sembuh dengan sendirinya hanya sekitar 20% saja.
Rata-rata 80% sapi-sapi dengan sistik ovari yang LZセセZYLBGLZLLLLL@
kembali. Estrus terlihat rata-rata 21 hari setelah pengo-batan. Interval antara saat pengobatan dan terlihatnya e£ trus ini akan diperpendek dengan pemberian PGF2Alpha 9 ha-ri setelah pembeha-rian GnRH yaitu, estrus terlihat rata-rata
3
hari setelah pemberian PGF2Alpha.SISTIK OVARI PADA SAPI
DAN ASPEK PENGOBATANNYA DENGAN GnRH-PGF2A1PHA
SKRIPSI
01eh ISDONI B.
17 1344
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter HeY/an
pacta Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogar
F AKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SISTIK OVJUII PADA SAPI
DAN ASP]';K PENGOBATANNYA DENGAN GnRH-PGF2ALPHA
SKRIPSI
Oleh ISDONI B. 17 1344
Telah dipe iksa dan oleh
(Drh. R. Kurnia Ach jadi, MS.) Dosen ilmu reproduksi dan kebidanan, FKH-IPB
mWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 22 September 1961 di Bukit Tinggi, Sumatra Barat. Anak pertama dari delapan bersaudQ ra putra, Bapak: Bustamam dan Ibu: Nuraini.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penu1is panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T. atas segala rahmat dan petunjuknya sehingga penulis ,dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tulisan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran He-wan Institut Pertanian 'Bogor.
Pada kesempatan ini dengan setu1us hati penu1is me-nyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa
terima kasih penulis kepada dosen pembimbing Bapak Drh. R. Kurnia Achjadi, MS., dosen ilmu reproduksi dan kebidanan
pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor yang te1ah membimbing dan memberikan pengarahan da1arn peng 1isan ini. Rasa terima kasih tak セオー。@ juga penu1is sarnpai kan kepada se1uruh staf pengajar, yang telah mernbimbing dan mendidik penulis selarna menuntut ilrnu di FKH-IPB. Ucapan yang sarna juga penu1is tujukan kepada ternan-teman <:Ian semua pihak yang telah mernbantu se1ama penu1isan hing-ga tersusunnya skripsi ini.
Penu1is menyadari bahwa skripsi ini isinya masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan.
DAF'r AR T ABEL PENDAHULUAN
...
tinjauLオセ@ PUST"KA I.II.
III.Ovarium ...
Fungsi Ovarium Sistik Ovari
Penyebab Symptom ... ... ... l . 2.
3·
4·
Diagnosa dan Prognosa •..•...
Pengobatan ... ..
PEMBAHASAN ...
KESiMPULAN
DAFTAR PUSTllKll
DAFTAR 'l'ABEL
No.
Teks
1. Anatomi perbandingan ovarium betina dewasa
2. Lama relatif dari periode-periode siklus
estrus pada hewan pe1iharaan rata-rata
3.
Konsentrasi hormon· reproduksi rata-rata IJadaplasma sapi dengan sistik ovari
...
Ha1aman
6
10
20
4. Respon sapi dengan sistik ovari t.erhadap
pengo-·ba tan dengan memakai prpeparat GnRH
24
5. Respon pengobatan sistik ovari pada sapi perah