• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

n

-HEKSAN DAN

ETILASETAT SERTA ETANOL DARI TALUS

Kappaphycus

alvarezii

(Doty) TERHADAP BAKTERI

Escherichia coli

dan

Staphylococcus aureus

SKRIPSI

OLEH:

NISA EPALINA SIMARMATA NIM 101524009

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

n

-HEKSAN DAN

ETILASETAT SERTA ETANOL DARI TALUS

Kappaphycus

alvarezii

(Doty) TERHADAP BAKTERI

Escherichia coli

dan

Staphylococcus aureus

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NISA EPALINA SIMARMATA NIM 101524009

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

n

-HEKSAN DAN

ETILASETAT SERTA ETANOL DARI TALUS

Kappaphycus

alvarezii

(Doty) TERHADAP BAKTERI

Escherichia coli

dan

Staphylococcus aureus

OLEH:

NISA EPALINA SIMARMATA NIM 101524009

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat,

kasih dan karunianNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana,

etilasetat dan etanol dari talus Kappaphycus alvarezii (Doty) terhadap bakteri

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan

ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra.

Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,

bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Ibu Dra. Masfria, M.Si., Apt., Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Ibu

Dra. Herawati Ginting, M.Si., Apt.,, selaku dosen penguji yang telah memberikan

kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan

Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama

perkuliahan dan Bapak Drs. Syahrial Yoenoes SU., Apt., selaku penasehat

akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Ibu kepala

Laboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi yang telah memberikan bantuan dan

fasilitas selama penulis melakukan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada

(5)

tercinta, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan

penulis, juga kepada abang, kakak dan adikku yang selalu setia memberi doa,

dorongan, dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan kefarmasian.

Medan, Februari 2013 Penulis

Nisa Epalina Simarmata

(6)

UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSAN DAN ETILASETAT SERTA ETANOL DARI TALUS Kappaphycus

alvarezii (Doty) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DANStaphylococcus aureus

ABSTRAK

Upaya menggali potensi laut sangat menarik perhatian, bukan saja terhadap pembudidayaannya tetapi juga penelitian mengenai pemanfaatannya diberbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu potensi laut tersebut adalah rumput laut

Kappaphycus alvarezii (Doty). Rumput laut mengandung beberapa jenis senyawa metabolit seperti steroid/triterpenoid, saponin, dan glikosida. Rumput laut ini merupakan sumber karagenan yang banyak di manfaatkan industri farmasi sebagai pengental, pengemulsi, pensuspensi, pembentuk gel dan stabilisator.

Penelitian ini meliputi skrining fitokimia dan menguji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana, etilasetat dan etanol rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty), terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan metode difusi agar dengan pencetak lubang (Punch hole). Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, sedangkan ekstrak etilasetat dan etanol memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus.

Ekstrak etilasetat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri

Escherichia coli dengan daya hambat pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu 14,51 mm dan kadar hambat minimumnya pada konsentrasi 100 mg/ml yaitu 9,52 mm sedangkan untuk bakteri Staphylococcus aureus konsentrasi 400 mg/ml yaitu 14 mm dan kadar hambat minimumnya pada konsentrasi 100 mg/ml yaitu 9 mm. untuk ekstrak etanol daya hambatnya lemah dengan daya hambat pada konsetrasi 500 mg/ml yaitu 10 mm dan kadar hambat minimumnya pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu 7,5 mm untuk bakteri Escherichia coli, sedangkan untuk bakteri

Staphylococcus aureus daya hambat pada konsentrasi 500 mg/ml yaitu 10,5 mm dan kadar hambat minimumnya pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu 7,31 mm.

Kata kunci: Talus Kappaphycus alvarezii (Doty), antibakteri, Escherichia coli,

(7)

TEST ACTIVITY ANTIBACTERIAL EXTRACT n-HEKSAN AND ETHYLACETATE WITH ETHANOL FROM THALLUS

Kappaphycus alvarezii (Doty) AGAINST BACTERIA Staphylococcus aureus AND Escherichia coli

ABSTRACT

Efforts to explore the potential of the sea are very interesting, not only for cultivation but also research on its use in various fields of human life. One potential ocean is seaweed Kappaphycus alvarezii (Doty). Seaweed contains several types of

metabolites compounds such as steroids/triterpenoids, saponins, and glycosides. Seaweed is a source of carrageenan are widely utilized in the pharmaceutical industry as a thickener, emulsifier, suspending agent, forming gels and stabilizers.

Study include screening phytochemical and testing the activity of antibacterial extracts of n-hexane, ethylacetate and ethanol seaweed Kappaphycus alvarezii (Doty). the bacterium Escherichia coli and Staphylococcus aureus by agar diffusion method with the printer hole (hole punch). The test results the activity antibacterial of showed that n-hexane extract did not have the ability to inhibit the growthof bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus, while extracts ethylacetate and ethanol have the ability to inhibit the growth of bacteria

Escherichia coli and Staphylococcus aureus.

Extract ethylacetate has the ability to inhibit the growth of Escherichia coli

with the inhibition at a concentration of 300 mg/ml is 14,51 mm and the levels inhibitory minimum at a concentration of 100 mg/ml which is 9.52 mm, while for the bacteria Staphylococcus aureus concentration of 400 mg /ml at 14 mm and the levels inhibitory minimum of concentration 100 mg /ml which is 9 mm. Extract ethanol weak inhibition of the inhibition at concentrations of 500 mg/ml which is 10 mm and the minimum inhibitory concentration levels of 300 mg/ml at 7.5 mm for the bacterium Escherichia coli, Staphylococcus aureus while the inhibition at concentrations of 500 mg/ml is 10.5 mm and the minimum inhibitory levels on the concentration of 300 mg/ml which is 7.31 mm.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan penelitian ... 4

1.5 Manfaat penelitian ... 4

1.6 Kerangka konsep penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tanaman ... 6

2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut ... 6

2.1.2 Perkembangbiakan rumput laut ... 6

2.1.3 Sistematika tumbuhan ... 7

(9)

2.1.5. Morfologi tumbuhan ... 8

2.5.2 Fase pertumbuhan bakteri ... 15

2.5.3 Media pertumbuhan bakteri ... 16

2.5.4 Metode isolasi biakan bakteri ... 18

2.5.5 Pengukuran aktifitas antimikroba ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

(10)

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 22

3.4.3 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 24

3.4.4 Pemeriksaan flavonoid ... 25

3.4.5 Pemeriksaan tanin ... 25

3.4.6 Pemeriksaan saponin ... 25

3.4.7 Pemeriksaan antrakinon ... 25

3.5 Pembuatan Ekstrak n-Heksan, Etilasetat, dan Etanol Secara Perkolasi Berkesinambungan ... 26

3.6 Sterilisasi Alat dan Media ... 26

3.8.1.2 Bakteri Staphylococcus aureus ... 28

(11)

3.8.2.1 Bakteri Escherichia coli ... 28

3.8.2.2 Bakteri Staphylococcus aureus ... 29

3.9 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak n-Heksana, Ekstrak Etilasetat, Ekstrak Etanol Dengan Berbagai Konsentrasi ... 29

3.10 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara Invitro ... 29

3.10.1 Bakteri Escherichia coli ... 29

3.10.2 Bakteri Staphylococcus aureus ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 31

4.2 Hasil Skrining Fitokimia ... 31

4.3 Hasil Ekstraksi ... 32

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-Heksan, Etilasetat, Etanol terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli 32 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia Kappaphycus alvarezii (Doty) ... 31

4.2 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan

Escherichia coli oleh ekstrak etilasetat, ekstrak etanol…………. 32

4.3 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

7 Bagan uji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) ... 46

8. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri oleh ekstrak n-heksan ... 47

9 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri oleh ekstrak etilasetat ... 47

10 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri oleh ekstrak etanol ... 48

11 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri dengan konsentrasi 500mg/ml .. 49

12 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etilasetat terhadap Eacherichia coli ... 50

13 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etilasetat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ... 52

14 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol terhadap bakteri Escherichia coli ... 54

15 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol terhadap bakteri Staphylococcus aureus ... 55

(14)

UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSAN DAN ETILASETAT SERTA ETANOL DARI TALUS Kappaphycus

alvarezii (Doty) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DANStaphylococcus aureus

ABSTRAK

Upaya menggali potensi laut sangat menarik perhatian, bukan saja terhadap pembudidayaannya tetapi juga penelitian mengenai pemanfaatannya diberbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu potensi laut tersebut adalah rumput laut

Kappaphycus alvarezii (Doty). Rumput laut mengandung beberapa jenis senyawa metabolit seperti steroid/triterpenoid, saponin, dan glikosida. Rumput laut ini merupakan sumber karagenan yang banyak di manfaatkan industri farmasi sebagai pengental, pengemulsi, pensuspensi, pembentuk gel dan stabilisator.

Penelitian ini meliputi skrining fitokimia dan menguji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana, etilasetat dan etanol rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty), terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan metode difusi agar dengan pencetak lubang (Punch hole). Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, sedangkan ekstrak etilasetat dan etanol memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus.

Ekstrak etilasetat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri

Escherichia coli dengan daya hambat pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu 14,51 mm dan kadar hambat minimumnya pada konsentrasi 100 mg/ml yaitu 9,52 mm sedangkan untuk bakteri Staphylococcus aureus konsentrasi 400 mg/ml yaitu 14 mm dan kadar hambat minimumnya pada konsentrasi 100 mg/ml yaitu 9 mm. untuk ekstrak etanol daya hambatnya lemah dengan daya hambat pada konsetrasi 500 mg/ml yaitu 10 mm dan kadar hambat minimumnya pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu 7,5 mm untuk bakteri Escherichia coli, sedangkan untuk bakteri

Staphylococcus aureus daya hambat pada konsentrasi 500 mg/ml yaitu 10,5 mm dan kadar hambat minimumnya pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu 7,31 mm.

Kata kunci: Talus Kappaphycus alvarezii (Doty), antibakteri, Escherichia coli,

(15)

TEST ACTIVITY ANTIBACTERIAL EXTRACT n-HEKSAN AND ETHYLACETATE WITH ETHANOL FROM THALLUS

Kappaphycus alvarezii (Doty) AGAINST BACTERIA Staphylococcus aureus AND Escherichia coli

ABSTRACT

Efforts to explore the potential of the sea are very interesting, not only for cultivation but also research on its use in various fields of human life. One potential ocean is seaweed Kappaphycus alvarezii (Doty). Seaweed contains several types of

metabolites compounds such as steroids/triterpenoids, saponins, and glycosides. Seaweed is a source of carrageenan are widely utilized in the pharmaceutical industry as a thickener, emulsifier, suspending agent, forming gels and stabilizers.

Study include screening phytochemical and testing the activity of antibacterial extracts of n-hexane, ethylacetate and ethanol seaweed Kappaphycus alvarezii (Doty). the bacterium Escherichia coli and Staphylococcus aureus by agar diffusion method with the printer hole (hole punch). The test results the activity antibacterial of showed that n-hexane extract did not have the ability to inhibit the growthof bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus, while extracts ethylacetate and ethanol have the ability to inhibit the growth of bacteria

Escherichia coli and Staphylococcus aureus.

Extract ethylacetate has the ability to inhibit the growth of Escherichia coli

with the inhibition at a concentration of 300 mg/ml is 14,51 mm and the levels inhibitory minimum at a concentration of 100 mg/ml which is 9.52 mm, while for the bacteria Staphylococcus aureus concentration of 400 mg /ml at 14 mm and the levels inhibitory minimum of concentration 100 mg /ml which is 9 mm. Extract ethanol weak inhibition of the inhibition at concentrations of 500 mg/ml which is 10 mm and the minimum inhibitory concentration levels of 300 mg/ml at 7.5 mm for the bacterium Escherichia coli, Staphylococcus aureus while the inhibition at concentrations of 500 mg/ml is 10.5 mm and the minimum inhibitory levels on the concentration of 300 mg/ml which is 7.31 mm.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi merupakan masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, kemudian

berkembang biak dan menimbulkan penyakit (Pratiwi, 2008). Perkembangan

infeksi di Indonesia yang beriklim tropis disebabkan oleh udara yang lembab,

sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk dan tingkat sosial ekonomi

yang rendah. mikroorganisme yaitu bakteri, jamur dan virus (Tjay, 2002). Bakteri

merupakan organisme bersel tunggal yang berkembang biak dengan pembelahan

menjadi dua sel secara terus-menerus (Gibson, 1996).

Rumput laut tergolong tumbuhan tingkat rendah, umumnya tumbuh melekat

pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi

hanya menyerupai batang yang disebut talus. Rumput laut tumbuh dialam dengan

melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya.

Selain benda mati rumput laut dapat melekat pada tumbuhan lain (Anggadiredja,

dkk., 2010).

Algae laut atau rumput laut atau memiliki potensi sebagai antibakteri, salah

satunya yang dilaporkan yaitu ekstrak metanol dari 56 rumput laut yang berasal dari

kelas Chlorophyta (algae hijau), Phaeophyta (algae coklat) dan Rhodophyta (algae

merah). Dari ketiga kelas rumput laut tersebut, yang mempunyai antibakteri paling

tinggi terdapat pada kelas Phaeophyta (Choudhury, et. al.,2005).

Jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticullatum

mempunyai daya antibakteri. Ekstrak metanol Eucheuma denticullatum dan ekstrak

(17)

untuk dikembangkan sebagai antibakteri, hal ini ditunjukkan oleh diameter zona

penghambatan, yaitu pada ekstrak Eucheumadenticullatum dengan pelarut metanol

memiliki diameter zona penghambatan sebesar 19,43 mm terhadap bakteri

Aeromonas hydrophila dan 19,85 mm terhadap bakteri Vibrio harveyii. Ekstrak

metanol Kappaphycus alvarezii memiliki diameter zona penghambatan sebesar

16,60 mm terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dan 16,33 mm terhadap bakteri

Vibrio harveyii. Senyawa antibakteri dominan yang terdapat pada ekstrak metanol

Eucheuma denticullatum senyawa turunan asam karboksilat yaitu hexadecanoid

acid, 9-octadecanoid acid dan senyawa turunan keton steroid yaitu cholest-5-ene,

3-bromo. Senyawa antibakteri dominan yang terdapat pada ekstrak metanol

Kappaphycus alvarezii senyawa turunan asam karboksilat yaitu hexadecanoid acid,

octadecanoid acid dan senyawa turunan keton steroid yaitu holest-5-ene, 3-bromo,

holest-5-en-3-ol-bromo, holest-5-en-3-ol-beta (Wiyanto, 2010).

Penerapan teknologi memberikan kemungkinan melakukan isolasi metabolit

sekunder dari rumput laut. Rumput laut menghasilkan metabolit sekunder dengan

variasi struktur senyawa biologi aktif. Alga merah mengandung senyawa terpen dan

senyawa asetogenin. Senyawa metabolit sekunder menunjukan aktifitas

antimikroba, bersifat toksik (Anggadiredja, dkk., 2010). Rumput laut Kappaphycus

alvarezii (Doty) memiliki kandungan kimia karagenan (Munthe, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian mengenai aktivitas

antibakteri terhadap talus Kappaphycus alvarezii (Doty) dengan menggunakan

bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus karena bakteri ini masing-masing

mewakili bakteri gram negatif dan gram positif. Penelitian ini meliputi skrining

fitokimia dan pembutan ekstrak rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii (Doty)

(18)

perkolasi berkesinambungan, selanjutnya masing-masing ekstrak diuji aktivitas

antibakteri dengan metode difusi agar menggunakan punch hole dan diukur dengan

jangka sorong.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari peneltian ini adalah:

a. Apakah golongan senyawa kimia yang terdapat dari serbuk simplisia talus

Kappaphycus alvarezii (Doty)?

b. Apakah ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol talus

Kappaphycus alvarezii (Doty) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus?

1.3 Hipotesis

Hipotesa dari penelitian ini adalah:

a. Golongan senyawa kimia dari simplisia talus Kappaphycus alvarezii (Doty)

dapat diketahui dengan melakukan skrining fitokimia.

b. Ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol mempunyai

aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus

(19)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia dari serbuk simplisia talus

Kappaphycus alvarezii (Doty).

b. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak n-heksana, ekstrak

etilasetat dan ekstrak etanol talus Kappaphycus alvarezii (Doty), serta

konsentrasi hambat minimumnya terhadap bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus.

1.5 Manfaat

Manfaatdari penelitian ini adalah:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek

antibakteri dari ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol dari talus

Kappaphycus alvarezii (Doty) serta konsentrasi hambat minimumnya terhadap

(20)

1.6 Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan kerangka konsep seperti ditunjukkan dalam

bagan berikut:

Variabel bebas variabel terikat parameter

Serbuk simplisia

Ekstrak n-heksana

Ekstrak etilasetat

Ekstrak etanol

Penentuan golongan senyawa kimia

1. Alkaloida 2. Flavonoida 3. Tanin 4. Saponin

5. Steroida/Triterpenoida 6. Glikosida

Uji aktifitas bakteri

Escherichia coli

dan Staphylococcus

aureus

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Rumput laut atau alga termasuk divisi Thallophyta (tumbuhan bertalus)

karena mempunyai struktur kerangka tubuh (morfologi) yang tidak berdaun,

berbatang dan berakar semuanya hanya terdiri dari talus saja (Aslan, 1998).

2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut

Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat dipengaruhi oleh factor

lingkungan, seperti substrat, salinitas, temperatur, intensitas cahaya, tekanan dan

nutrisi. Umumnya tumbuh baik didaerah pantai terumbu, karena ditempat inilah

beberapa persyaratan untuk pertumbuhannya banyak terpenuhi, rumput laut ini

lebih menyukai variasi suhu harian yang kecil dan substrat karang mati. Rumput

laut ini tumbuh mengelompok dengan berbagai jenis rumput laut lainya

(Anggadiredja, dkk., 2010).

Kappaphycus alvarezii (Doty) umumnya terdapat didaerah tertentu dengan

persyaratan khusus, kebanyakan tumbuh didaerah pasang surut (intertidal) atau

pada daerah yang selalu terendam air (subtidal) melekat pada substrat didasar

perairan yang berupa karang mati, karang hidup, batu gamping atau cangkang

moluska (Aslan, 1998).

2.1.2 Perkembangbiakan rumput laut

Perkembangbiakan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara

vegetatif dengan talus diploid yang menghasilkan spora. Perbanyakan secara

vegetatif dikembangkan dengan cara stek, yaitu potongan talus yang kemudian

(22)

dikembangkan melalui spora baik alami maupun melalui budidaya. Pertemuan dua

gamet membentuk zygot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit, individu

inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam

sporagenesis menjadi gametofit (Anggadiredja, dkk., 2010; Winarno, 1990).

Faktor biologi utama yang menjadi pembatas produktifitas rumput laut yaitu

faktor persaingan dan pemangsa dari hewan herbifore, selain itu dapat pula

dihambat oleh faktor mobiditas dan mortalitas rumput laut itu sendiri. Morbiditas

dapat disebabkan oleh penyakit akibat infeksi dari mikroorganisme, tekanan

lingkungan perairan (fisika dan kimia perairan) yang buruk, serta tumbuhnya

tanaman menempel (parasit). Mortalitas dapat disebabkan oleh pemangsaan

hewan-hewan herbivora (Aslan, 1998).

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Berdasarkan hasil identifikasi LIPI, taksonomi rumpput laut Kappaphycus

alvarezii (Doty) adalah sebagai berikut:

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Bangsa : Gigartinales

Suku : Solieriaceae

Marga : Kappaphycus

Spesies : Kappaphycus alvarezii (Doty).

2.1.4 Nama daerah

Nama (dagang) yang lebih dikenal untuk Kappaphycus alvarezii (Doty)

yaitu Eucheuma cottonii dan Eucheuma alvarezii. Nama daerahnya untuk

(23)

2.1.5 Morfologi tumbuhan

Dari segi morfologinya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya

perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan, tanaman ini

mempunyai morfologi yang mirip, walapun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk

tersebut sebenarnya hanya talus (Aslan, 1998; Winarno, 1990).

Ciri fisik Kappaphycus alvarezii ditandai oleh talus silindris dengan

permukaan licin dan cartilogenous. Warna talus tidak selalu tetap, kadang-kadang

berwarna hijau, kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi karena

pengaruh faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi

kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas

pencahayaan. Percabangan talus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus

(tonjolan-tonjolan) dan duri untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat alternates

(berseling), tidak teratur serta dapat bersifat dichotomus (percabangan dua) atau

trichotomus (system percabangan tiga) (Anggadiredja, dkk.,2010; Largo, et. al.,1995).

2.2 Kandungan kimia

Jenis rumput laut termasuk dalam kelas Rhodophyceae (alga merah)

mengandung saponin, glikosida dan steroid/triterpenoid. Rumput laut ini juga

mengandung pigmen antara lain adalah klorofil a, klorofil d, α dan β karoten, lutein,

zeaxanthin, fikosianin dan fikoeritrin. Fikoeritrin merupakan pigmen yang dominan

yang menyebabkan warna merah pada alga merah (Dawes, 1981).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan

(24)

kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani

menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak

kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air,

etanol dan campuran air etanol (Depkes, 1979).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dari simplisia

nabati atau hewani dengan cara yang sesuai diluar pengaruh cahaya matahari

langsung (Ditjen POM, 1979).

2.3.1 Metode ekstraksi

Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi:

1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.

Maserasi kinetik di lakukan dengan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).

Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah di

lakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

sampai penyarian sempurna, umumnya di lakukan pada temperatur ruangan. Proses

ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, dan tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus menerus sampai

ekstrak yang diinginkan habis tersari. Tahap pengembangan bahan dan maserasi

antara di lakukan dengan maserasi serbuk menggunakan cairan penyari

sekurang-kurangnya 3 jam. hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang

(25)

2. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah pelarut

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang

lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu pada temperature 40-500C.

d. Infudasi

Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).

2.4 Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup,

yang terdapat pada/di dalam suatu benda. Cara-cara sterilisasi yaitu:

a. Sterilisasi dengan bahan kimia, contoh: senyawa fenol dan turunannya.

Desinfektan ini digunakan misalnya untuk membersihkan area tempat

bekerja.

b. Sterilisasi kering digunakan untuk alat-alat gelas misalnya cawan petri,

tabung reaksi waktu sterilisasi selama 2-3 jam dan berdaya penetrasi rendah.

(26)

pembakaran dengan api dari Bunsen dengan temperatur sekitar 350oC, dan

dengan udara panas oven yang lebih sederhana dan murah dengan

temperature sekitar 160-170oC.

c. Sterilisasi basah, biasanya menggunakan uap panas bertekanan dalam

autoklaf. Media biakan, larutan dan kapas dapat disterilkan dengan cara ini.

Autoklaf merupakan suatu alat pemanas bertekanan tinggi, dengan

meningkatnya suhu air maka tekanan udara akan bertambah dalam autoklaf

yang tertutup rapat. Sejalan dengan meningkatnya tekanan di atas tekanan

udara normal, titik didih air meningkat. Biasanya pemanasan autoklaf

berada pada suhu 121o C selama 15 menit.

d. Filtrasi bakteri, digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang terurai

atau tidak tahan panas. Metode ini didasarkan pada proses mekanik yaitu

menyaring semua bakteri dari bahan dengan melewatkan larutan tersebut

melalui lubang saringan yang sangat kecil (Pratiwi, 2008).

2.5 Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti

tongkat atau batang, sekarang namanya dipakai untuk menyebutkan sekelompok

mikroorganisme yang bersel satu, berkembang biak dengan pembelahan diri,

berukuran kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro,

1987).

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri di pengaruhi oleh:

a. Temperatur

Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap

(27)

kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal.

Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein sedangkan

temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan terhenti. Berdasarkan batas

temperatur dibagi atas tiga golongan:

1. Psikrofil, tumbuh pada temperatur -5 sampai 30 dengan optimum 10 sampai

20oC.

2. Mesofil, tumbuh pada temperatur 10 sampai 45 dengan optimum 20 sampai

40oC.

3. Termofil, tumbuh pada termperatur 25 sampai 80 dengan optimum 50

sampai 60oC (Pratiwi, 2008).

b. Keasaman dan kebasaan (pH)

PH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun

ada beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang sangat asam

atau alkali (Pratiwi, 2008).

c. Tekanan osmosis

Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel

karena ketidak seimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik untuk

pertumbuhan sel adalah medium isotonis terhadap sel tersebut. Dalam larutan

hipotonik air akan masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan sel membengkak,

sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel sehingga membran

plasma mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis) (Pratiwi, 2008; Lay,

1994).

d. Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen di kenal mikroorganisme menjadi 5

(28)

Anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap golongan ini.

Anaerob aerotoleran, tidak mati dengan adanya oksigen.

Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa

oksigen.

Aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen dalam jumlah besar.

Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalam tekanan oksigen yang rendah

(Pratiwi, 2008).

e. Nutrisi

Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan

pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua

yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak) dan

mikroelemen (trace element yaitu elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah

sedikit) (Pratiwi, 2008).

2.5.1 Morfologi bakteri

Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat di bagi atas tiga

golongan yaitu :

A. Golongan basil

Golongan basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Basil dapat

bergandengan dua-dua, atau terlepas satu sama lain, yang bergandeng-gandengan

panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil.

B. Bentuk kokus

Golongan kokus merupakan bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil.

Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang

(29)

diplokokus, ada yang mengelompok berempat, disebut tetrakokus, kokus yang

mengelompok serupa kubus disebut sarsina.

C. Golongan spiril

Golongan spiril merupakan bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok

serupa spiral. Bakteri ini tidak banyak terdapat, karena itu merupakan golongan

yang paling kecil, jika dibandingkan dengan golongan kokus maupun golongan

basil (Dwidjoseputro, 1987).

a. Bakteri Escherichia coli

Sistematika bakteri Escherichia coli menurut (Gembong, 1987) adalah

sebagai berikut :

Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

Escherichia coli disebut juga Bacterium coli, merupakan bakteri gram

negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1-4 µm, lebar 0,4-1,7 µm, berbentuk

batang, tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 370C tetapi dapat tumbuh

pada suhu 8-400C, membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan

tepi rata. Eschericia coli biasanya terdapat dalam saluran cerna sebagai flora

normal. Bakteri ini dapat menjadi patogen bila berada diluar usus atau dilokasi lain

(30)

b. Bakteri Staphylococcus aureus

Sistematika bakteri Staphylococcus aureus menurut (Gembong, 1987)

adalah sebagai berikut :

Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Familia : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau anaerob

fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8 – 1,0

µm, tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning. Bakteri

ini tumbuh cepat pada suhu 370C membentuk pigmen pada suhu 20-250C paling

baik.Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol dan berkilau

membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput berkembang

biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz, dkk., 2001).

2.5.2 Fase pertumbuhan bakteri

Bakteri mengalami pertumbuhan yang dapat dibagi dalam 4 fase menurut

(Pratiwi, 2008; Dwidjoseputro, 1994) yaitu:

1. Fase lag

Pada saat dipindahkan ke media yang baru, bakteri tidak langsung tumbuh

dan membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk pertumbuhan.

Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk menyeimbangkan

(31)

2. Fase log

Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang

teratur. Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya aktivitas

metabolisme sel.

3. Fase tetap

Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari

media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh dan

membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap.

4. Fase kematian

Pada fase ini, sel bakteri akan mati lebih cepat daripada terbentuknya sel

baru. Laju kematian mengalami percepatan yang eksponensial.

2.5.3 Media pertumbuhan bakteri

Media pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori,

yaitu:

a. Berdasarkan asalnya, media dibagi atas:

1. Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan

diketahui secara terperinci. Contoh: Nutrien agar.

2. Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui

secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya:

ekstrak daging, pepton (Lay, 1994).

b. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi:

1. Media selektif

Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu

(32)

diinginkan dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme tertentu yang

ingin diisolasi.

2. Media diferensial

Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai

jenis dalam suatu lempengan agar.

3. Media diperkaya

Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh

dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam

jumlah sedikit (Lay, 1994).

c. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas:

1. Media padat/ solid, diperoleh dengan cara menambahkan agar-agar. Agar

berasal sari ganggang/alga yang berfungsi sebagai bahan pemadat. Alga

digunakan karena bahan ini tidak diuraikan oleh mikroorganisme, dan dapat

membeku pada suhu di atas 45o C. Media padat dapat berupa bahan organik

alamiah, misalnya media yang dibuat dari bahan kentang dan wortel. Media

padat biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni

dan untuk mengisolasi biakan murni.

2. Media semi solid, dibuat denngan bahan yang sama dengan media padat, akan

tetapi yang berbeda adalah komposisi agarnya. Media ini digunakan untuk

melihat gerak kuman secara mikroskopik dan kemampuan fermentasi.

3. Media cair dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiakan mikroba

dalam jumlah besar, kemampuan fermentasi, dan berbagai macam uji.

Beberapa contoh media cair adalah kaldu nutrient, kaldu glukosa, air pepton,

(33)

2.5.4 Metode isolasi biakan bakteri

1. Cara gores

Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang

diencerkan, lalu dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling menutupi di

atas permukaan agar yang telah padat.

2. Cara sebar

Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara

merata dengan menggunakan hockey stick pada permukaan media padat.

3 Cara tuang

Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri

steril dan dicampurkan dengan medium agar cair, lalu dibiarkan memadat. Koloni

yang berkembang akan tertanam di dalam media tersebut (Lay, 1994).

2.5.5 Pengukuran aktifitas antimikroba

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba pada dasarnya

dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

a. Metode dilusi

Metode ini mengukur kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh

minimum (KBM). Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang

menurun secara bertahap, dengan media cair dan padat. Bakteri uji diinokulasi ke

dalam media cair dan padat lalu diinkubasi. Dimasukkan larutan antimikroba

dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi

menggunakan 2 cara yaitu dengan menggunakan tabung reaksi dan microdilution

(34)

b. Metode difusi

Metode yang paling sering digunakan dan biasanya menggunakan cakram.

Ada beberapa jenis cakram yaitu cakram kertas, cakram silinder dan punch hole.

Cakram tersebut yang berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan

medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya.

Setelah diinkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan untuk

mengukur kekuatan hambatan obat terhadap mikroorganisme yang uji (Mudihardi,

2001).

c. Metode turbidimetri

Pada cara ini digunakan media cair. Pertama dilakukan penuangan media

kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan

pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran

kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan

menggunakan instrumen yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan. Tahap penelitian yang

dilakukan meliputi penyiapan bahan, skrining fitokimia dan pembuatan ekstrak.

Selanjutnya pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar

menggunakan punch hole Parameter yang dilihat adalah besarnya diameter hambat

pertumbuhan bakteri.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat–alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, lemari pengering, blender (Philips), desikator, freeze dryer

(Modulio), inkubator (Fiber Scientific), jangka sorong, jarum ose, kamera digital

(Sony), krus porselin, Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200L), lemari

pendingin (Toshiba), mikroskop, neraca kasar (Sun), neraca listrik (Vibra AJ),

oven (Memmert), penangas air (Yenaco), pinset, pipet mikro (Eppendorf), rotary

evaporator(Haake D), seperangkat alat penetapan kadar air, punch hole,

spektrofotometer visible (Dynamica).

3.1.2 Bahan–bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah talus rumput laut

Kappaphycus alvarezii (Doty), Nutrient Agar (NA), Mueller Hinton Agar (MHA),

bakteri Escherichia coli (ATCC 25922), Staphylococcus aureus (ATCC No 25923)

(36)

kecuali dinyatakan lain yaitu alfa naftol, amil alkohol, asam klorida pekat, asam

asetat anhidrida, asam nitrat, asam asetat glasial, asam sulfat pekat, besi (III)

klorida, bismuth (III) nitrat, dimetil sulfoksida (DMSO), etanol 96%, etilasetat, n

-heksana, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol,

natrium hidroksida, natrium klorida, natrium sulfat anhidrat, raksa (II) klorida,

serbuk magnesium, serbuk zinkum, timbal (II) asetat, dan toluen.

3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.2.1 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya

kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit, cukupkan dengan air suling

sampai 100 ml (Depkes, 1995).

3.2.2 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml

kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml

air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil

dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.2.3 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,36 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling

hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu

dilarutkan dalam 20 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air

suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes, 1995).

3.2.4 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml

(37)

3.2.5 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml

(Depkes, 1995).

3.2.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2

hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.2.7 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai

100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.2.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g pelet natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan

dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.2.9 Pereaksi Liebermann-Burchard

Campur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrida dengan 5 ml asam sulfat

pekat tambahkan etanol hingga 50 ml (Merck, 1978).

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel

3.3.1 Pengambilan sampel

Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan

dengan tumbuhan dari daerah lain. Bahan penelitian adalah talus Kappaphycus

alvarezii (Doty) yang diperoleh dari kelompok pembudidayaan rumput laut

masyarakat Beringin-Berjaya, Dusun III, Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei

(38)

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan di Pusat dan Pengembangan Oseanografi

– LIPI, Jakarta. Hasil determinasi menunjukan bahan tumbuhan adalah

Kappaphycus alvarezii (Doty). Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada

lampiran 1, halaman 40.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) yang telah dikumpulkan, direndam

dalam air ledeng dan dibersihkan dari pengotor dan organisme yang melekat serta

sisa-sisa karang yang menempel. Dicuci berkali-kali dengan air ledeng sampai

bersih, kemudian ditiriskan, kemudian disebarkan diatas kertas yang dapat

menyerap air sehingga airnya terserap. Bahan ditimbang sebagai berat basah. Bahan

dikeringkan dilemari pengering hingga kering dimana jika simplisia tersebut

diremas akan hancur. Bahan kering ditimbang dan diperoleh berat kering. Bahan

selanjutnya diserbuk dengan menggunakan blender sampai diperoleh serbuk. Berat

bahan basah adalah 12 kg dan berat kering adalah 1,8 kg.

3.4 Skrining Fitokimia

Penentuan golongan senyawa kimia serbuk simplisia daun Kappaphycus

alvarezii (Doty) meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida,

antrakinon dan saponin (Depkes , 1995), flavonoida, dan tanin (Farnsworth, 1966),

triterpenoida/steroida (Harborne, 1987).

3.4.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida

2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan

(39)

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Mayer, maka akan

terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau putih kekuningan.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Bauchardat, akan

terbentuk endapan berwarna coklat.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff

terbentuk endapan warna merah atau jingga.

Alkaloida disebut positif jika endapan atau kekeruhan paling sedikit dua

dari tiga percobaan diatas (Depkes, 1995).

3.4.2 Pemeriksaan glikosida

Ekstrak ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol

95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam,

didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25

ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari

dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang

sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih

dari 50 C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk

percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukan dalam tabung reaksi dan

diuapkan diatas penangas air. Sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi

Molish, secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding

tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan

adanya ikatan gula (Depkes, 1995).

3.4.3 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu

disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan beberapa

(40)

menunjukan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoida (Harborne, 1987).

3.4.4 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g ekstrak ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5

menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g

serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan

dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning atau

jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.4.5 Pemeriksaan tanin

Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam 100 ml

air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes peraksi

besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman

3.4.7 Pemeriksaan antrakuinon

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,2 g, kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat

2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena, dikocok dan

didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring, kocok lapisan benzena

dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan

(41)

3.5 Pembuatan Ekstrak n-heksana, Ekstrak Etilasetat dan Ekstrak Etanol Secara Perkolasi Berkesinambungan

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi berkesinambungan

menggunakan tiga pelarut. Cara kerja: sebanyak 400 g serbuk simplisia dimasukkan

ke dalam bejana tertutup, dituangi cairan penyari n-heksana sampai semua simplisia

terendam sempurna dan dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan

massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati,

dituangi cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas

simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator dan biarkan selama

24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan

berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan

penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar

terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa . Ampasnya di keringkan dan

diperkolasi kembali dengan menggunakan cairan penyari etilasetat dengan prosedur

perkolasi yang sama. Perkolat etilasetat di peroleh, ampasnya di perkolasi kembali

dengan menggunakan cairan penyari etanol dengan menggunakan prosedur

perkolasi yang sama. Masing-masing perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan

alat penguap rotary evaporator dan dikering bekukan dengan freeze dryer (Depkes,

1995).

3.6 Sterilisasi Alat dan Media

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan

terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven pada suhu

170°C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15

(42)

3.7 Pembuatan Media

1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Media dimasukkan kedalam

erlenmeyer dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit

(Oxoid , 2013).

3.7.2 Media Mueller Hinton agar (MHA)

Komposisi: Beef infusion form 300 g

1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Media dimasukkan kedalam

erlenmeyer dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit

Sebanyak 8 g nutrien broth dilarutkan dalam air suling steril sebanyak 1000

(43)

kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Disterilkan di autoklaf 1210C selama 15

menit (Difco, 1997).

3.7.4 Pembuatan agar miring

Kedalam tabung reaksi dimasukkan 10 ml media Nutrien agar yang sudah

dicairkan, kemudian diletakkan dengan posisi miring dengan kemiringan lebih

kurang 45oC, ditutup mulut tabung reaksi dengan kapas dan dibiarkan memadat.

3.8 Pembiakan Bakteri

3.8.1 Pembuatan stok kultur

3.8.1.1 Bakteri Escherichia coli

Biakan bakteri Escherichia coli dari strain utama diambil dengan jarum ose

steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrien agar miring, kemudian

diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam.

3.8.1.2 Bakteri Staphylococcus aureus

Biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain utama diambil dengan

jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrien agar miring,

kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam.

3.8.2 Penyiapan inokulum

3.8.2.1 Bakteri Escherichia coli

Koloni bakteri Escherichia coli diambil dari stok kultur diambil

menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml media

nutrient broth steril lalu diinkubasikan pada suhu 37oC sampai didapat kekeruhan

dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang

(44)

3.8.2.2 Bakteri Staphylococcus aureus

Koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dari stok kultur diambil

menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml media

nutrient broth steril lalu diinkubasikan pada 37oC sampai didapat kekeruhan dengan

transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580

nm (Ditjen POM, 1995).

3.9 Pembuatan Larutan Uji (Ekstrak n-heksana, Etilasetat dan Etanol) Dengan Berbagai Konsentrasi.

Sebanyak 5 g masing-masing ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat dan

ekstrak etanol ditimbang seksama dengan neraca analitik, dilarutkan dalam 5 ml

dimetil sulfoksida (DMSO) dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Tambahkan

aquabidest steril hingga garis tanda dan diperoleh konsentrasi ekstrak 500 mg/ml.

Larutan tersebut diencerkan kembali dengan dimetil sulfoksida (DMSO) dan

aquabidest steril hingga didapat ekstrak dimetil sulfoksida (DMSO) dan aquabidest

steril dengan konsentrasi 500 mg/ml, 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100

mg/ml, 90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml,50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml,

20 mg/ml, 10 mg/ml.

3.10 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara In Vitro

3.10.1 Bakteri Escherichia coli

Kedalam cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum (106) kemudian

ditambahkan 15-20 ml Mediasteril Mueller Hinton Agar yang telah dicairkan

(45-50o

C CFU/ml) dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Permukaan

(45)

-heksana sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi. Kemudian diinkubasi pada

suhu 37oC selama 18-24 jam. Hal yang sama dilakukan terhadap ekstrak etilasetat

dan ekstrak etanol. Diameter daerah hambat di sekitar sumur diukur dengan

menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali (Ditjen POM,

1995).

3.10.2 Bakteri Staphylococcus aureus

Kedalam cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum (106) kemudian

ditambahkan 15-20 ml Mediasteril Mueller Hinton Agar yang telah dicairkan

(45-50oC CFU/ml) dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Permukaan

media dilubangi, kemudian masing-masing kedalam lubang dimasukkan ekstrak n

-heksana sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi. Kemudian diinkubasi pada

suhu 37oC selama 18-24 jam. Hal yang sama dilakukan terhadap ekstrak etilasetat

dan ekstrak etanol. Diameter daerah hambat di sekitar sumur diukur dengan

menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali (Ditjen POM,

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Pusat dan Pengembangan

Oseanologi–LIPI, Jakarta, menyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Rumput Laut Kappaphycus alverezii (Doty). Hasil

identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 40.

4.2 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia Rumput Laut

Kappaphycus alverezii (Doty) terdapat golongan-golongan senyawa kimia yang

memberikan hasil positif. Data dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia rumput Laut Kappaphycus alverezii (Doty)

Keterangan: (+) = mengandung senyawa (-) = tidak mengandung senyawa

No Golongan Senyawa Serbuk

1 Alkaloida -

2 Flavonida -

3 Glikosida +

4 Saponin +

5 Steroida/Triterpenoida +

(47)

Serbuk simplisia Rumput Laut Kappaphycus alverezii (Doty). Skrining

glikosida ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat

dimana terbentuk cincin ungu. Penambahan 10 ml air panas, didinginkan dan

kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik dengan adanya buih yang mantap

selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1-10 cm dan tidak hilang dengan

penambahan asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin. Penambahan pereaksi

Liebermann-Burchard memberikan warna ungu menunjukkan adanya senyawa

steroid/triterpenoid.

4.3 Hasil Ekstraksi

Simplisia rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) 400 g diekstraksi

dengan cara perkolasi menggunakan pelarut n-heksana, etilasetat, dan etanol 96%,

diharapkan senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalamnya dapat tersari

sempurna. Hasilnya diperoleh ekstrak n-heksana 3,5 g, ekstrak etilasetat 4,9 g dan

ekstrak etanol 8 g.

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-heksana, Etilasetat, etanol Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak rumput laut jenis Kappaphycus

alvarezii (Doty) menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, hal ini ditandai

dengan tidak adanya zona hambat (daerah bening) disekitar daerah sumur. Ekstrak

etilasetat dan etanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan

(48)

disekitar sumur, semakin tinggi konsentrasi ekstrak etilasetat dan etanol maka akan

menghasilkan diameter daerah hambat yang semakin besar.

Hasil pengukuran diameter daerah hambat ekstrak etilasetat dan ekstrak

etanol Kappaphycus alverezii (Doty) pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan Escherichia coli ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol.

Konsentrasi

Tabel 4.3 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol.

(49)

Berdasarkan Farmakope Indonesia (1995) batas daerah hambatan yang

efektif adalah dengan diameter lebih kurang dari 14 mm sampai 16 mm. Hasil uji

aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etilasetat memberikan hasil efektif

untuk bakteri Escherichia coli, pada konsentrasi 300 mg/ml memberikan daya

hamabat 14,51 mm dan KHM 100 mg/ml 9,52 mm pada ekstrak etilasetat rumput

laut jenis Kappaphycus alverezii, dan untuk bakteri Staphylococcus aureus pada

konsentrasi 400 mg/ml memberikan daya hamabat 14 mm dan KHM 100 mg/ml 9

mm.

Pengujian pada ekstrak etanol hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan

bahwa ekstrak etanol memberikan hasil untuk bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus, pada konsentrasi 500 mg/ml ekstrak etanol memberikan

daya hamabat pada bakteri Escherichia coli 10 mm dan KHM 300 mg/ml 7,5 mm,

dan pada bakteri Staphylococcus aureus memberikan daya hamabat pada

konsentrasi 500 mg/ml 10,5 mm dan KHM 300 mg/ml 7,31 mm.

Penelitian ini mengunakan DMSO sebagai pelarut ekstrak, dari hasil yang

didapat bahwa DMSO memiliki daya hambat sebagai antibakteri., sehingga dalam

menggunaan sebagai pelarut ekstrak, DMSO diencerkan dengan aquabidest steril.

Hasil skrining fitokimia dari serbuk simplisia Kappaphycus alverezii (Doty)

menunjukkan adanya senyawa golongan saponin, steroid/triterpenoid, glikosida.

Senyawa ini diduga memberikan aktivitas antibakteri (Robinson, 1995).

Senyawa triterpenoid/steroid dan saponin dapat menghambat pertumbuhan

bakteri dengan mekanisme penghambatan terhadap sintesis protein karena

terakumulasi dan menyebabkan perubahan komponen-komponen penyusun sel

(50)

Tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan

selama berates-ratus tahun. Saponin digunakan sebagai antimikroba dalam

beberapa tahun terakhir ini ( Robinson, 1995).

Hasil yang tidak efektif pada ekstrak n-heksana, hal ini mungkin disebabkan

karena adanya kerja yang tidak sinergis antara senyawa metabolit sekunder dalam

ekstrak n-heksana dalam peranannya sebagai antibakteri, sedangkan pada ekstrak

etilasetat dan ekstrak etanol kemungkinan disebabkan karena adanya kerja yang

sinergis antara senyawa metabolit sekunder sebagai antibakteri.

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Hasil dari penentuan golongan senyawa kimia dijumpai golongan senyawa

steroida/triterpenoida, saponin, dan glikosida.

b. Ekstrak etilasetat memberikan daya hamabat terhadap bakteri Escherichia

coli dan Staphylococcus aureus konsentrasi 300 mg/ml dan 400 mg/ml

yaitu 14,51 mm dan 14 mm, kadar hambat minimum 100 mg/ml 9,52 mm

dan 9 mm. Ekstrak etanol memberikan daya hamabat terhadap bakteri

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus konsentrasi 500 mg/ml yaitu

10 mm dan 10,5 mm, kadar hambat minimumnya pada konsentrasi 300

mg/ml yaitu 7,5 mm dan 7,3 mm, sedangkan ekstrak n-heksana tidak

memberikan diameter daerah hambat terhadap bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus.

5.2 Saran

Diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi dan identifikasi

senyawa aktif yang terdapat dalam rumput laut Kappaphycus alverezii (Doty) yang

menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, J.T., Achmad Z., Heri, P., dan Sri, I. (2010). Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 14-19, 26-39, 52-60, 65.

Aslant, L.M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Jakarta: Kanisius. Halaman 11-14, 17, 24.

Atmadja, W.S., Kadi A., Sulistijo., dan Safari, R. (1996). Pengenalan Jenis-jenis RumputLaut Indonesia. Jakarta: LIPI PUSLITBANG Oseanologi. . Halaman 95.

Choudhury, S., Sree, A., Mukherjee, S.C., Pattnaik, P., dan Bapuji. M. (2005). In Vitro Antibacterial Activity of Extracts of selected Marine Algae and mangroves Against Fish Pathogens. Journal Asian Fisheries Science. Volume 18. Halaman 185-294.

Dawes, C.J. (1981). Marine Botany. Florida: A Wiley-Interscience Publication. Halaman 41. Microbiology and Clinical Laboratory Procedures. Edisi IX. Detroit Michigan: Difco Laboratories. Halaman 29, 32.

Ditjen POM (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 8-11.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Depkes RI. Halaman 33, 649, 682.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Halaman 891-898.

Dwidjoseputro. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: D. Jambatan. Halaman 33, 117-133.

Gembong, T. (1994). Toksonomi Tumbuhan. Edisi III. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 1-26.

Gambar

Tabel 4.1 Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia rumput Laut Kappaphycus alverezii (Doty)
Tabel 4.2 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan    Escherichia coli  ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol
Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etilasetat  terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol terhadap bakteri Escherichia coli
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gagasan di atas, penulisan ilmiah ini membahas tentang pembuatan sistem pakar yang digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit seputar masalah pada masa kehamilan

393.540.000,- (Tiga ratus Sembilan puluh Juta Lima ratus Empat puluh ribu Rupiah) termasuk PPN 10% ).. Demikian pengumuman ini

Web Service GetDeletedRecordset mengirim 6 parameter yaitu: token yang telah didapatkan dari GetToken, table yang akan diquery, order untuk menampilkan data sesuai order

237.124.000,- (Dua ratus Tiga puluh Tujuh Juta Seratus Dua Empat ribu Rupiah) termasuk PPN 10% ). Demikian pengumuman ini

59 Akademi Akuntansi Artawiyata Indo-LPI 60 Akademi Keuangan Dan Perbankan YPK 61 Akademi Keuangan Dan Perbankan LPI 62 Akademi Bahasa Asing Kusuma Mandiri 63 Akademi

Sehubungan dengan pelaksanaan hasil evaluasi yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk :.. Paket Pekerjan : Pembangunan Gedung Balai

Dengan hormat kami sampaikan bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada tahun 2014 ini akan mempublikasikan prs maupun program studi legal dan tidak bermasalah

Kaltim Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa pada tanggal 28 Agustus 2012 pukul 11.59 Wita tahapan pemasukan/upload dokumen penawaran ditutup sesuai waktu pada