DAFTAR PUSTAKA
Asroni, H. Ali. (2010). Balok dan Beton Bertulang. Yogyakarta: Graha Ilmu. Badan Standarisasi Nasional. 1994. SNI 03-3403-1994: Metode Pengujian Kuat
Tekan Beton Inti Pemboran. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 2003. SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung. Bandung: Badan Standarisasi Nasional.
Daryanto. 1996. Mekanika Bangunan. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit PU
Laboratorium Beton, Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara. (2009). Panduan Praktikum Bahan Rekayasa. Medan.
Mulyono, T., 2006. Teknologi Beton, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Rizal, Faisal. Evaluasi Kekuatan dan Metode Perbaikan Struktur Beton pada Gedung Pasca Bakar. Aceh, Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil.
Rochman, A., Gedung Pasca Bakar Estimasi Kekuatan Sisa Dan Teknologi Perbaikannya, Dinamika Teknik Sipil, Volume 6,Nomor 2, Juli 2006: 94-100.
Schodek, Daniel L. 1998. Struktur. Bandung: Pt Refika Aditama.
Sirait, Koresj B., 2003. Kajian Perilaku Beton Bertulang Pasca Bakar (Studi Penelitian). Tesis pada USU Medan.
Soepandji, Budi Susilo, dkk. 2001. Trend Teknik Sipil Era Milenium Baru.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada 3 tempat :
Pengujiam uji kuat tekan silinder dari sampel core drill di Laboratorium Beton Teknik Sipil USU, dilaksanakan bulan Oktober 2013.
Pengambilan sampel core drill, tulangan beton dan data hammer test dari lantai 2 dan 3 gedung FMIPA USU, dilaksanakan bulan Februari 2014.
3.2 Diagram Alir Penelitian
Bagan Alir Kegiatan Penelitian
Studi Literatur
Kunjungan dan Observasi Lapangan Mulai
Pengumpulan Data Sekunder:
• Kronologis dan durasi kebakaran
• Pengukuran dimensi elemen struktur di lapangan
• Mutu bahan saat pelaksanaan pembangunan
• Fungsi setiap lantai bangunan
• Denah eksisting bangunan
Pengujian Lapangan:
• Kuat tekan dengan Rebound Hammer Test. Pemeriksaan kolom sebanyak 10 titik, balok sebanyak 16 titik, dan pelat sebanyak 5 titik.
•Kuat tekan silinder dan Core Drill. Sampel sebanyak 4 buah.
Pengujian Laboratorium:
• Uji baja tulangan dengan UTM (Universal Testing Machine).
Sampel diambil dari lapangan dan diuji di laboratorium sebanyak 2 buah.
YA
Gambar 3.1 Bagan Alir Diagram Penelitian
Rekomendasi Metode Perkuatan dan Material yang Digunakan
Rancangan Perkuatan
Kapasitas Elemen Struktur
OK?
Perhitungan Analisa Struktur Gedung dengan perhitungan manual dan SAP2000
Selesai
A
3.3 Tahap dan Estimasi Kekuatan Sisa Beton Pascabakar
3.3.1 Tahap Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di lantai 3 laboratorium biologi Gedung FMIPA USU. Pengambilan sampel dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu:
1. Tahap I. Pengambilan sampel berupa ukuran masing-masing kolom,balok
utama, balok anak, jarak antar kolom, balok ke kolom dan balok lainnya, serta ketinggian gedung lantai 3. Kemudian dibuatkan denah lokasi kebakaran di lantai 3 tersebut.
2. Tahap II. Pengambilan sampel sisa-sisa kebakaran untuk mendapatkan
kemungkinan suhu kebakaran yang terjadi di lokasi kebakaran.
3. Tahap III. Pengambilan data kuat tekan balok dan kolom di lantai 3
menggunakan alat Hammer Test. Pengambilan data dilakukan di 8 titik untuk kolom, 14 titik untuk balok, dan 5 titik untuk pelat atap.
4. Tahap IV. Pengambilan data kuat tekan balok dan kolom di lantai 2
menggunakan alat Hammer Test sebagai acuan kuat tekan rencana gedung. Pengambilan data dilakukan di 2 titik untuk kolom, dan 2 titik untuk balok.
5. Tahap V. Pengambilan data kuat tekan balok dan kolom di lantai 2 dan 3
6. Tahap VI. Pengambilan sampel tulangan baja sepanjang 30 cm sebanyak 2 buah untuk dibawa ke laboratorium dan diuji dengan menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine).
3.3.2 Estimasi Kekuatan Sisa Beton Pascabakar
Gedung-gedung yang mengalami kebakaran akan mengalami kerusakan akibat dari tinggi temperatur dan durasi kebakaran. Untuk melihat beberapa kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran, dilakukan beberapa penelitian sebagai berikut:
1) Visual Inspection. Perlu diperhatikan beberapa bagian dari struktur gedung, kemungkinan kerusakan sebelum terjadi kebakaran perlu dipertimbangkan. Jenis adukan beton yang tidak homogen sangat mempengaruhi kekuatan beton sebelum terjadi kebakaran, selain itu kesalahan dalam pengecoran dan posisi bekisting balok dan kolom juga perlu diperhatikan, karena kesalahan
Untuk struktur gedung yang telah terbakar, perlu diperhatikan pola retak yang terjadi dan dapat digolongkan menjadi beberapa kerusakan:
a. Spalling. Spalling adalah gejala melepasnya sebagian permukaan beton dalam bentuk tipis (beberapa cm).
Gambar 3.2 Contoh Gambar Kerusakan Spalling
b. Crazing. Crazing adalah gejala retak remuk pada permukaan beton (seperti pecahnya kulit telur).
c. Retak (Cracking). Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada betonnya sendiri. Tetapi pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Pada temperatur yang lebih tinggi lagi dapat menyebabkan terjadinya retak di sekeliling tulangan.
Gambar 3.4 Contoh Gambar Kerusakan Cracking
2) Non-destructive test. Alat yang digunakan untuk pengujian ini adalah
Gambar 3.5 Alat Hammer Test
Penggunaan alat hammer test ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: Menekan alat Hammer Test dari atas ke bawah secara tegak lurus,
membentuk sudut -900.
Menekan alat Hammer Test dari bawah ke atas tegak lurus, membentuk sudut 900.
Menekan alat Hammer Test dari sisi samping, depan, belakang, kiri dan kanan membentuk sudut 00.
Alat ini menganggap bahwa beton cukup homogen, sehingga perubahan mutu beton di bagian dalam tidak dapat ditunjukkan oleh alat ini. Semakin banyak titik pengamatan, semakin baik hasil yang diperoleh. Pada penelitian ini untuk 1 titik pengamatan diambil 10 kali pantulan dari alat.
3) Destructive Test. Pengujian ini dilakukan dengan pengambilan sampel dengan alat core drill dan pengambilan tulangan baja.
Gambar 3.6 Alat Core Drill
Uji core drill adalah cara uji beton keras dengan cara mengambil contoh silinder beton dari daerah yang kuat tekannya diragukan. Pengambilan contoh dilakukan dengan alat bor yang mata bornya berupa “pipa” dari intan, sehingga diperoleh contoh beton berupa silinder.
Jika uji bor inti dipilih maka beberapa hal yang perlu diperhatikan (SNI-03-3403-1994):
1. Umur beton minimal 14 hari.
2. Pengambilan contoh silinder beton dilakukan di daerah yang kuat tekannya diragukan, biasanya berdasarkan data hasil uji contoh beton dari masing-masing bagian struktur. Dari satu daerah beton diambil satu titik pengambilan contoh.
3. Dari satu pengambilan contoh (daerah beton yang diragukan mutunya) diambil 3 titik pengeboran. Pengeboran harus ditempat yang tidak membahayakan struktur, misalnya jangan dekat sambungan tulangan, momen maksimum, dan tulangan utama.
4. Pengeboran harus tegak lurus dengan permukaan beton.
5. Lubang bekas pengeboran harus segera diisi dengan beton yang mutunya minimal sama.
Bila beton yang diambil berada dalam kondisi kering selama masa layannya, benda uji silinder beton (hasil bor inti) harus diuji dalam kondisi kering. Bila beton yang diambil berada dalam kondisi sangat basah selama masa layannya, maka silinder harus direndam dahulu minimal 40 jam dan diuji dalam kondisi basah.
Sampel hasil core drill ini dapat mengandung tulangan baja di dalamnya atau tanpa tulangan baja, sampel ini kemudian di-caping, dan setelah itu dilakukan uji tekan seerti biasanya. Dalam menilai kualitas beton hasil core
1. Faktor pengali C0
Ketentuan mengenai faktor pengali C0 adalah sebagai berikut:
C0 adalah faktor pengali yang berhubungan dengan arah pengambilan benda uji beton inti pada struktur beton.
C0 digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti yang dikoreksi (fc’c).
Untuk menghitung (fc’c) harus dikalikan dengan faktor C0 seperti pada tabel berikut:
Arah pengambilan benda uji beton inti C0
Horizontal (tegak lurus pada arah tinggi dari struktur beton) 1 Vertikal (sejajar dengan arah tinggi dari struktur beton) 0,92
Tabel 3.1 Faktor Pengali C0
2. Faktor pengali C1
Ketentuan mengenai faktor pengali C1 adalah sebagai berikut:
C1 adalah faktor pengali yang berhubungan dengan rasio panjang sesudah diberi lapisan untuk caping (l) dengan diameter (ö) dari benda uji.
C1 digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti yang dikoreksi (fc’c).
Untuk menghitung fc’c apabila 1/ ö< 1,94, kuat tekan benda uji beton inti (fc’) harus dikalikan dengan faktor pengali C1 seperti pada tabel berikut:
1/ ö C1
2,00 1,00
1,75 0,98
1,5 0,96
1,25 0,93
1,00 0,87
Tabel 3.2 Faktor Pengali C1
3. Faktor pengali C2
Ketentuan mengenai faktor pengali C2 adalah sebagai berikut:
C2 adalah faktor pengali karena adanya kandungan tulangan besi dalam benda uji beton inti yang letaknya tegak lurus terhadap sumbu benda uji.
Apabila kandungan tulangan besi yang letaknya tegak lurus pada sumbu benda uji hanya satu batang, maka:
C2 = 1,0 + 1,5��
ö� ℎ′
� �
Dimana:
d = diameter batang tulangan (mm)
h’ = jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan benda uji
l = panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk caping
(mm)
Untuk benda uji dengan kandungan dua buah tulangan besi, apabila jarak antara tulangan > d terbear, maka C2 ditentukan menurut rumus berikut:
C2 =1,0+1,5� � d x h′
ö x l�
Dimana:
d = diameter batang tulangan (mm)
ö = diameter rata-rata benda uji (mm)
h’ = jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan ujung benda uji (mm)
l = panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk caping
(mm)
Kuat tekan benda uji beton inti yang dikoreksi, dihitung sampai dengan ketelitian 0,5 MPa dengan menggunakan rumus:
Fc’c = C0x C1 x C2 x fc’ Dimana:
b) Pengambilan sampel tulangan baja dilakukan dengan men-chipping
beton,dalam hal ini terhadap struktur balok dan kolom. Chipping
dilakukan sampai tulangan terlihat, kemudian diambil sampel tulangan yang ada pada kolom menggunakan gerinda. Sampel tulangan diambil dari tulangan utama kolom dan tulangan sengkang kolom, masing-masing tulangan diambil sepanjang 35 cm. Kebutuhan untuk pengujian kuat tarik adalah sepanjang 30 cm.
Gambar 3.7 Alat Gerinda
3.4 Pengujian Sampel
3.4.1 Pengujian Kuat Tekan Beton Sampel Core Drill
Pengujian dilakukan terhadap beton dari hasil pengambilan sampel menggunakan alat core drill. Sehari sebelum pengujian, semua benda uji di-caping
terlebih dahulu. Sebelum dilakukan uji tekan beton, benda uji ditimbang beratnya. Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan mesin kompres elektrik berkapasitas 200 ton yang digerakkan secara elektrik. Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus:
Α
Ρ
c
f'
=
dimana :
f’c = Kekuatan tekan (N/mm2) P = Beban tekan (N) A = Luas permukaan benda uji (mm2)
3.4.2 Pengujian Kuat Tarik Tulangan Baja
Pengujian dilakukan terhadap tulangan pada beton yang diambil dari tulangan kolom sepanjang 35 cm masing-masing dari tulangan utama dan tulangan sengkang. Pengujian menggunakan alat uji tarik sehingga didapatkan data regangan, tegangan leleh maupun kuat tarik baja. Kekuatan tarik benda uji dapat dihitung dengan rumus:
�
= Y
p/A
Dimana:
�
= Kekuatan tarik (N/mm2)Y
p = Beban tarik (N)A = Luas permukaan benda uji (mm2)
3.5 Analisis Struktur Beton Bertulang Menggunakan SAP 2000 v14.0.0
Langkah-langkah analisis struktur beton bertulang menggunakan SAP 2000 v14.0.0 adalah:
a) Mendefinisikan mutu beton dan tulangan. Satuan diambil Nmm, kemudian menginput data ke Define – Material – Conc – Modify/Show Material.
Gambar 3.11 Menginput Material Tulangan
b) Mendefinisikan penampang : Define – Section Properties – Frame Section.
c) Memodelkan Penampang : Define – Frame Section – Add Rectangular.
Gambar 3.13 Memodelkan Penampang
d) Pembebanan pada model : Assign – Frame Loads – Distributed.
Beban yang dimasukkan dalam bentuk terfaktor. Sedangkan berat sendiri penampang diperhitungkan.
• Perhitungan berat sendiri akan secara otomatis dihitung SAP 2000
dengan memastikan parameter Self Weight Multiplier = 1.
• Beban dinding diambil 250 kg/m2 (pasangan setengah batu bata
merah).
• Beban hidup pelat atap diambil 100 kg/m2, pelat lantai gedung
sekolah, ruang kuliah diambil 250 kg/m2, dan pelat tangga, bordes tangga diambil 300 kg/m2.
• Beban gempa diambil zona III dengan keadaan tanah sedang (SNI 03
Grafik 3.1 Respon Spektrum Gempa Wilayah III
e) Selanjutnya mendefinisikan jenis beban : Define – Load Case – Define Load.
Gambar 3.15 Pendefinisian jenis-jenis beban yang dimasukkan dalam SAP 2000
f) Mengatur kombinasi pembebanan : Define – Load Combinations.
Kombinasi yang dimasukkan ke dalam SAP 2000 yaitu : 1,4 DL + 1,4 Beban Bata
Gambar 3.16 Kombinasi Pembebanan (SNI 03 – 2847 – 2002)
g) Beban-beban tersebut dimasukkan ke dalam frame atau titik yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan menyeleksi area, frame, atau joint yang akan dibebani.
h) Melakukan analisis model (running) : Analize – Run Analysis – Run Now. Pastikan tidak ada pesan warning yang tampil.
Gambar 3.18 Tampilan Beban yang Akan di-RUN
3.6 Analisis Kolom dengan Software PCA Col 3.63
PCA Col dapat digunakan untuk mengecek secara cepat kekuatan kolom suatu struktur. Kolom adalah suatu struktur yang menahan gaya aksial tekan dan tarik dan momen secara bersamaan. Jarang ditemukan kolom yang menahan gaya aksial sentris dalam sebuah perencanaan. Penggunaan software PCA Col ini memerlukan data-data sebagai berikut:
• Dimensi kolom
• F’c beton
• Tulangan, jumlah tulangan, dan fy tulangan
• Beban yang ditinjau (aksial dan momen)
Urutan penggunaan software PCA Col yaitu:
A. Proses awal yaitu dengan memasukkan nama pekerjaan, pilih satuan metric, analisa menggunakan peraturan ACI 318-02, pilih investigation karena proses ini untuk memeriksa kelayakan kolom. (Input – General Information).
B. Proses berikutnya adalah memasukkan data input berupa data fc’ dan fy (Input-Material Properties).
Gambar 3.20 Memasukkan data fc’ dan fy
C. Kemudian memasukkan ukuran kolom, width(along x) =800mm, dan
depth(along y) =500mm(Input-Section-Rectangular).
D. Kemudian masukkan data tulangan kolom yaitu 18 D 18. Pilih sides different, karena letak tulangan yang tidak simetris, kemudian masukkan nilai selimut beton(Input-Reinforcement-Sides Different).
Gambar 3.22 Tampilan Memasukkan Data Tulangan dan Tebal Selimut Beton
E. Kemudian masukkan data aksial dan momen yang akan ditinjau, dalam hal ini yang dimasukkan hasil analisis hitungan manual kolom pada kondisi
Gambar 3.23 Tampilan Memasukkan Data Gaya yang Akan Ditinjau
F. Lakukan analisis data(Solve-Execute).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Pendahuluan
Untuk mengetahui perilaku beton bertulang pasca bakar maka digunakan beberapa test yaitu :
1. Hammer test (Non-destructive test) untuk mendapatkan nilai kuat tekan beton permukaan.
2. Core Drill (Destructive test) untuk mendapatkan nilai kuat tekan beton inti dengan adanya koreksi sampel. Hasil sampel diuji menggunakan mesin kompres elektrik berkapasitas 200 ton.
3. Uji kuat tarik tulangan baja dengan sampel panjang 35 cm.
Pada dasarnya untuk mengetahui perilaku beton bertulang pasca bakar, perlu menggunakan data valid sevelum terbakar. Pada studi kasus ini tidak didapatkan data awal struktur bangunannya, jadi pembandingan data digunakan terhadap hitungan SAP 2000 dengan data awal dari lantai 2.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Gambaran Visual Kerusakan Struktur
[image:30.595.115.543.195.610.2]Hasil evaluasi struktur lantai 3 secara visual dan titik kerusakan telah diplot dalam bentuk gambar seperti pada gambar berikut :
Gambar 4.2 Kondisi Visual Struktur Balok di Gedung Lantai 3 FMIPA USU
Hasil evaluasi visual memperlihatkan bahwa beberapa elemen struktur balok pada lantai 3 telah terdapat retak rambut. Plesteran yang menutupi balok telah pecah-pecah dan terlepas.
4.2.2 Evaluasi Bahan-bahan yang Terbakar
[image:32.595.116.512.194.341.2]Dengan mengevaluasi secara visual benda-benda yang terbakar di lokasi kejadian, maka dapat diperhitungkan panas tertinggi yang terjadi. Beberapa bahan yang ditemukan di gedung lantai 3 FMIPA USU yaitu :
Gambar 4.3 Botol Kaca Terbakar Gambar 4.4 Pelapis Polimer Karet
No Bahan Titik Leleh (0C)
1 Botol Kaca 753
[image:32.595.103.518.402.490.2]2 Pelapis Polimer Karet 327
Tabel 4.1 Titik Leleh Beberapa Bahan yang Ditemukan di FMIPA USU
Tabel 4.2 Perkiraan suhu bakar berdasarkan kondisi fisik/permukaan beton
Hasil pengamatan visual di gedung lantai 3 FMIPA USU menunjukkan kebanyakan beton tampak berwarna pink (merah muda) dan sebagian juga berwarna
white grey (putih keabu-abuan). Selain itu pada kolom dan balok muncul retak-retak ringan pada bagian luar beton sehingga dapat dikategorikan ke dalam kerusakan sedang.
4.2.3 Kuat Tekan Sisa Beton
4.2.3.1 Hasil Hammer Test
No Jenis Struktur Sudut Tembak (0) Tegangan (kg/cm2)
1 Kolom As-7 B 0 212,11
2 Kolom As-7 B 0 215,06
3 Kolom As-6 B 0 229,81
4 Kolom As-6 B 0 198,73
5 Kolom As-5 B 0 232,76
6 Kolom As-5 B 0 229,81
7 Kolom As-8 B 0 373,73
8 Kolom As-8 B 0 332,61
∑ 2024,62
[image:33.595.112.483.457.743.2]f’c rata−rata =2024,62
8 = 253,0775 = 25,30775 N/mm 2
Sd = √(((21,211−25,30775)^2 + (21,506−25,30775)^2 + (22,981−25,30775)^2 + (19.873−25,30775)^2 + (23,276−25,30775)^2 + (22,981−25,30775)^2 + (37,373−
25,30775)^2 + (33,261−25,30775)^2)/(8−1)) = 6,376
F’c = f’c rata-rata-1,645Sd = 25,30775 – 1,645(6,376) = 14,8192 N/mm2
No Jenis Struktur Sudut Tembak (0) Tegangan (kg/cm2)
1 Balok As-5/AB (90x40) 0 366,88
2 Balok As-5/AB (90x40) 0 312,05
3 Balok As-4/AB (90x40) 0 413,01
4 Balok As-4/AB (90x40) 0 394,29
5 Balok As-5.6/AB (75x40) 0 336,04
6 Balok As-5.6/AB (75x40) 0 308,62
7 Balok As-4.5/AB (75x40) 0 329,18
8 Balok As-4.5/AB (75x40) 0 349,74
9 Balok As-4.5/AB (75x40) 0 332,61
10 Balok As-4.5/AB (75x40) 0 325,76
11 Balok As-7.8/AB (75x40) 0 384,01
12 Balok As-7.8/AB (75x40) 0 384,01
13 Balok As-6.7/BC (75x40) 0 360,02
14 Balok As-6.7/BC (75x40) 0 366,88
[image:34.595.108.518.253.707.2]∑ 4963,1
Tabel 4.4 Hasil Hammer Test Balok lantai 3
f’c rata−rata =4963,1
14 = 354,507 = 35,4507 N/mm
Sd = √(((36,688−35,4507)2+ (31,205−35,4507)2+ (41,301−35,4507)2+ (39,429− 35,4507)2+ (33,604−35,4507)2+ (30,862−35,4507)2+ (32,918−35,4507)2+
(34,974−35,4507)2) + (33,261−35,4507)^2 + (32,576−35,4507)^2 + (38,401−
35,4507)^2 + (38,401−35,4507)^2 + (36,002−35,4507)^2 + (36,688−35,4507)^2)/(14−
1)) = 3,12072
F’c = f’c rata-rata-1,645Sd = 35,4507 – 1,645(3,12072)= 30,3327 N/mm2
Dari hasil Hammer Test terhadap kolom maupun balok menunjukkan bahwa telah terjadi degradasi kekuatan beton dan suhu panas kebakaran yang tidak merata pada semua tempat menyebabkan ketidakseragaman kekuatan sisa beton pasca kebakaran.
4.2.3.2 Hasil Pengujian terhadap Sampel Core Drill
Pengujian dilakukan di 2 titik di lantai 2 dan 2 titik di lantai 3, hasil pengujian adalah sebagai berikut :
No Nama Benda Uji (silinder) Tegangan (kg/cm2)
1 Balok Lantai 2 162,39
2 Kolom Lantai 2 89,40
3 Balok Lantai 3 94,24
4 Kolom Lantai 3 85,75
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Sampel Core Drill
Hasil pengujian terhadap sampel Core Drill menunjukkan perbedaan kekuatan tekan yang cukup jauh dengan hasil pengujian dengan menggunakan
Hammer Test. Jadi dipilih data dari hasil pengujian terhadap sampel Core Drill yaitu: a. Sebelum Terbakar
f’c kolom = 89,40 kg/cm2 = 8,94 N/mm2
Kedua data ini digunakan untuk nilai kuat tekan ke dalam SAP 2000. b. Setelah Terbakar
f’c balok = 94,24 kg/cm2 = 9,424 N/mm2 f’c kolom = 85,75 kg/cm2 = 8,575 N/mm2
4.2.3.3 Kuat Tarik Sisa Baja Tulangan
Sampel baja tulangan diambil dari tulangan kolom yaitu tulangan utama dan tulangan sengkang yang diperhitungkan dapat memperlihatkan dan mewakili kondisi baja tulangan pasca kebakaran. Panjang tulangan yang diperlukan sepanjang 30 cm untuk masing-masing sampel. Hasil pengujian diperlihatkan pada tabel berikut : No Jenis Benda Uji
σ
y (N/mm2)
σ
u (N/mm2) ε (%)1 Tulangan polos D-10 305,51 430,15 32,23 2 Tulangan polos D-25 339,44 534,15 27,58
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Sampel Tulangan Baja Pasca Bakar
4.3 Pembahasan Penelitian
Sebelum perhitungan struktur, perlu diperhatikan bahwa kemungkinan turunnya nilai kuat tekan struktur tidak hanya diakibatkan oleh kebakaran. Salah satu alasannya seperti ketidakseragaman waktu pengecoran dan pemasangan bekisting
[image:37.595.115.513.225.399.2]yang kurang tepat.
Gambar 4.5 Beberapa kerusakan yang kemungkinan tidak hasil dari akibat
kebakaran
Setelah mengetahui semua hasil penelitian maka perhitungan momen sisa dari struktur dapat dihitung. Untuk pemodelan frame menggunakan data ukuran balok dan kolom yang sudah diambil sebelumnya yaitu:
No Jenis Struktur Ukuran (cm)
1 Sloof 25 x 30
2 Balok 15 x 20
40 x 70 25 x 80
25 x 90 40 x 90
3 Kolom 20 x 30
25 x 30 50 x 80
Tabel 4.7 Data ukuran sloof, balok, dan kolom yang digunakan dalam SAP
2000
f’c balok = 16,239 N/mm2 f’c kolom = 8,94 N/mm2 fy = 300 N/mm2 Menurut SNI 03-1726-2003 :
Gempa = Zona III, kondisi tanah sedang
Faktor keutamaan (I) diambil = 1 (gedung umum untuk hunian, perniagaan dan kantoran)
Faktor reduksi kekuatan bangunan ( Rm) = 5,5 ( beton bertulang, rangka pemikul momen biasa)
u1 =I x g R =
1 � 9,81
5,5 = 1,78364
[image:38.595.108.423.82.229.2]4.3.1 Pemodelan Struktur Menggunakan SAP 2000
4.3.2 Analisa Perhitungan Hasil Data SAP 2000 Lantai 3
Hasil yang diambil dari data output SAP 2000 yaitu berupa nilai momen maksimum baik dari tumpuan maupun lapangan, nilai lintang maksimum, dan nilai normal maksimum dari penampang balok dan kolom. Data tersebut antara lain:
1. Balok Memanjang (9,3 m)
Momen tumpuan maksimum = -310,4461 KNm Momen lapangan maksimum = 218,5744 KNm Lintang maksimum tumpuan = 186,7623 KN Lintang maksimum lapangan = 66,1171 KN Normal maksimum = -44,3054 KN 2. Balok Melintang (7,3 m)
Momen tumpuan maksimum = -310,4461 KNm Momen lapangan maksimum = 218,5744 KNm Lintang maksimum tumpuan = 186,7623 KN Lintang maksimum lapangan = 66,1171 KN Normal maksimum = -44,3054 KN 3. Kolom
4.3.3 Analisa Perhitungan Hasil Data SAP 2000 Lantai 2
Hasil yang diambil dari data output SAP 2000 yaitu berupa nilai momen maksimum baik dari tumpuan maupun lapangan, nilai lintang maksimum, dan nilai normal maksimum dari penampang balok dan kolom. Data tersebut antara lain:
1) Balok Memanjang (9,3 m)
Momen tumpuan maksimum = -379,2622 KNm Momen lapangan maksimum = 206,1728 KNm Lintang maksimum tumpuan = 234,9667 KN Lintang maksimum lapangan = 71,4348 KN Normal maksimum = -70,159 KN 2) Balok Melintang (7,3 m)
Momen tumpuan maksimum = -379,2622 KNm Momen lapangan maksimum = 206,1728 KNm Lintang maksimum tumpuan = 234,9667 KN Lintang maksimum lapangan = 71,4348 KN Normal maksimum = -70,159 KN 3) Kolom
Momen tumpuan maksimum = -189,9323 KNm Momen lapangan maksimum = -19,416 KNm Lintang maksimum = -80,5531 KN Normal maksimum = -1609,3353 KN
Hasil yang diambil dari data output SAP 2000 yaitu berupa nilai momen maksimum baik dari tumpuan maupun lapangan, nilai lintang maksimum, dan nilai normal maksimum dari penampang balok dan kolom. Data tersebut antara lain:
A. Balok Memanjang (9,3 m)
Momen tumpuan maksimum = -454,7464 KNm Momen lapangan maksimum = 209,4471 KNm Lintang maksimum tumpuan = 238,2795 KN Lintang maksimum lapangan = 91,5162 KN Normal maksimum = 278,61KN B. Balok Melintang (7,3 m)
Momen tumpuan maksimum = -454,7464 KNm Momen lapangan maksimum = 209,4471 KNm Lintang maksimum tumpuan = 238,2795 KN Lintang maksimum lapangan = 91,5162 KN Normal maksimum = 278,61KN C. Kolom
4.3.5 Analisa Perhitungan Manual Setelah Kebakaran
Data-data yang didapat setelah kebakaran yaitu: 1) fc’ kolom = 8,575 N/mm2 2) fc’ balok = 9,424 N/mm2 3) Tulangan utama Ø 25 mm :
a)
�
y =339,44 N/mm2b)
�
u = 534,15 N/mm24) Tulangan sengkang Ø 10 mm :
a)
�
y = 305,51 N/mm2b)
�
u = 430,15 N/mm25) Jumlah tulangan:
a. Balok Memanjang (90x40 cm)
b. Balok Melintang (90x40 cm)
Tumpuan Lapangan
4.3.6 Perhitungan Momen Tahanan Balok Memanjang Lantai 3 (9,3 m)
4.3.6.1 Tumpuan
Mu = -310,4461 KNm
As = 4 D 22 = 4 x 3,14 x 112 = 1519,76 mm2 As’ = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1519,76mm2
400mmx850mm
=
0,0044699�′ = ��′ �.�
=
1139,82mm2
400mmx850mm
=
0,0033524� �
=
��−�′�.���
0,85.�1.��′
=
(0,0044699−0,0033524) �339,44N/mm2 0,85�0,85� 9,424 N/mm2
�
�
=
0,055711 ��∅.�.�2
=
� ′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�� ) + ( 1 – �′� )
�� = {�′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�
� ) + ( 1 – �′
� )} . ∅.�.�2
Mr = {0,0033524� 339,44 N/mm2 x
(
0,00446990,0033524
−
1)
x(1 - 0,425 x 0,055711) + ( 1 – 50mm
850mm
)}
x 0,8 x 400 mm x (850 mm)24.3.6.2 Lapangan
Mu = 218,5744 KNm
As = 4 D 22 = 4 x 3,14 x 112 = 1519,76 mm2 As’ = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1519,76mm2
400mmx850mm
=
0,0044699�′ = ��′ �.�
=
1139,82mm2
400mmx850mm
=
0,0033524 ��∅.�.�2
=
∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�. �����′ )
�� = {∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�.���
��′ )} . ∅.�.�2
Mr = {0,8 x 0,0044699 x 339,44 N/mm2 x (1 – 0,588 x 0,0044699 x
(
339,44N/mm29,424 N/mm2 ))} x 0,8 x 400 mm x (850 mm) 2
4.3.7 Perhitungan Momen Tahanan Balok Melintang Lantai 3 (7,3 m)
4.3.7.1 Tumpuan
Mu = -310,4461 KNm
As = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 As’ = 2 D 22 = 2 x 3,14 x 112 = 759,88 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1139,82 mm2
400mmx850mm
=
0,00335242�′ = ��′ �.�
=
759,88mm2
400mmx850mm
=
0,00223494� �
=
��−�′�.���
0,85.�1.��′
=
(0,00335242−0,00223494) �339,44N/mm2 0,85�0,85� 9,424 N/mm2
�
�
=
0,0557096 ��∅.�.�2
=
� ′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�� ) + ( 1 – �′� )
�� = {�′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�
� ) + ( 1 – �′
� )} . ∅.�.�2
Mr = {0,00223494 � 339,44 N/mm2 x
(
0,003352420,00223494
−
1)
x(1 - 0,425 x 0,0557096) + ( 1 – 50mm
850mm
)}
x 0,8 x 400 mm x (850 mm)24.3.7.2 Lapangan
Mu = 218,5744 KNm
As = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 As’ = 2 D 22 = 2 x 3,14 x 112 = 759,88 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1139,82 mm2
400mmx850mm
=
0,00335242�′ = ��′ �.�
=
759,88mm2
400mmx850mm
=
0,00223494 ��∅.�.�2
=
∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�. �����′ )
�� = {∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�.���
��′ )} . ∅.�.�2
Mr = {0,8 x 0,00335242 x 339,44 N/mm2 x (1 – 0,588 x 0,00335242 x
(
339,44N/mm29,424 N/mm2 ))} x 0,8 x 400 mm x (850 mm) 2
4.3.8 Perhitungan Gaya Geser Tahanan Balok Utama Lantai 3 (90x40 cm2) 4.3.8.1 Tumpuan
Vu = 186,7623 KN
∅�������� = 10 mm
Jarak sengkang (s) = 150 mm Kuat Tekan (f’c) = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
b = 400 mm
h = 900 mm
d’ = 50 mm
d = h-d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm
Vs = ��.fys.d �
=
2.�.�2.fys.d �
=
2�3,14� (5��)2x305,51N
��2 x850mm 150��
Vs = 271,802 KN
Vc = 1
6 . ���′ .�.� = 1
6 x √9,424 x 400 mm x 850 mm Vc = 173,958 KN
4.3.8.2 Lapangan
Vu = 66,1171 KN
∅�������� = 10 mm
Jarak sengkang (s) = 250 mm Kuat Tekan (f’c) = 9,424 N/mm2
fys = 305,51 N/mm2
b = 400 mm
h = 900 mm
d’ = 50 mm
d = h-d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm
Vs = ��.fys.d �
=
2.�.�2.fys.d �
=
2�3,14� (5��)2x305,51N
��2 x850mm 250��
Vs = 163,081 KN
Vc = 1
6 . ���′ .�.� = 1
6 x √9,424 x 400 mm x 850 mm
Vc = 173,958 KN
4.3.9 Perhitungan Kapasitas Beban Aksial dan Momen Kolom Lantai 3 (50cm x
80cm)
Pu = -758,9725 KN
Momen tumpuan maksimum = 164,0767 KNm
Dimensi kolom = 500 x 800 mm
Tinggi kolom = 450 mm
Kuat Tekan (f’c) = 8,575 N/mm2 Diameter tulangan longitudinal = 18 mm Diameter tulangan sengkang = 10 mm Jumlah tulangan longitudinal = 18 buah fy tulangan longitudinal = 339,44 N/mm2 fyh tulangan sengkang = 305,51 N/mm2 Luas Penampang (Ag) = 400000 mm2
Untuk mengetahui penampang kolom masih kuat terhadap beban, maka perlu dihitung titik aksial tekan maksimum, titik aksial tarik maksimum, dan titik balanced:
• Titik Po (aksial tekan maksimum, dimana Mn = 0)
Po = 0,85 x f’c (Ag - Ast) + fy x Ast
Po = 0,85 x (8,575) (400000 – 4578,12) + 339,44 (4678,12) Po = 4470,0722 KN
Pn max = 0,8 x Po = 0,8 x 4470,0722 KN = 3576,0578 KN
• Titik Mn (aksial tarik maksimum, dimana Pn = 0)
Mn = As.fy.(d – 0,59.��.�� ��′.�)
• Titik Balanced (Mnbalanced ; Pnbalanced)
a. d’ = tebal selimut beton + Øsengkang + � 2
d’ = 50 + 10 + 18 2 = 69
d = h – d’ = 800 – 69 = 731 mm
As = As’ = 9 x � x r2 = 9 x 3,14 x 92 = 2289,06 mm2
b. cb = d. 600
600+�� = 731 x 600
600+339,44 = 466,874 ab = �1.cb = 0,85 x 466,874 = 396,843
c. fs’ = Es.�s’ = 200000 x 0,003.Cb−d′
�� = 200000 x 0,003.
466,874−69
466,874 = 511,325 MPa > fy (tulangan tekan sudah leleh sehingga fs’ = fy)
Cc = 0,85.fc’.ab.b = 0,85 x 8,575 x 396,843 x 500 = 1446,2447 KN Cs = As.fs’ = 2289,06 x 511,325 = 1170,4536 KN
Ts = As’.fy = 2289,06 x 339,44 = 776,9985 KN
Pnb = Cc +Cs - Ts = 1446,2447 + 1170,4536 - 776,9985 = 1839,6998 KN
d. Mnb = Cc.( ý.�
b
2)
+
Cs.( ý− �′)+ Ts(d-ý) ý = ℎ 2Mnb = 1446,2447 x ( 8002 x 396 ,843
2 )
+
1170,4536 x ( 8002 −69) - 776,9985 x
(731 - 800
2 ) = 114,9167 KNm
Mnb; Pnb = (114,9167 KNm; 1839,6998 KN)
Gambar 4.7 Hasil Investigasi Kolom Lantai 3 Menggunakan Software PCA Col
4.3.10 Perhitungan Momen Tahanan Balok Memanjang Lantai 2 (9,3 m)
4.3.10.1 Tumpuan
Mu = -379,2622 KNm
As = 4 D 22 = 4 x 3,14 x 112 = 1519,76 mm2 As’ = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1519,76mm2
400mmx850mm
=
0,0044699�′ = ��′ �.�
=
1139,82mm2
400mmx850mm
=
0,0033524� �
=
��−�′�.���
0,85.�1.��′
=
(0,0044699−0,0033524) �339,44N/mm2 0,85�0,85� 9,424 N/mm2
�
�
=
0,055711 ��∅.�.�2
=
� ′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�� ) + ( 1 – �′� )
�� = {�′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�
� ) + ( 1 – �′
� )} . ∅.�.�2
Mr = {0,0033524� 339,44 N/mm2 x
(
0,00446990,0033524
−
1)
x(1 - 0,425 x 0,055711) + ( 1 – 50mm
850mm
)}
x 0,8 x 400 mm x (850 mm)24.3.10.2 Lapangan
Mu = 206,1728 KNm
As = 4 D 22 = 4 x 3,14 x 112 = 1519,76 mm2 As’ = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1519,76mm2
400mmx850mm
=
0,0044699�′ = ��′ �.�
=
1139,82mm2
400mmx850mm
=
0,0033524 ��∅.�.�2
=
∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�. �����′ )
�� = {∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�.���
��′ )} . ∅.�.�2
Mr = {0,8 x 0,0044699 x 339,44 N/mm2 x (1 – 0,588 x 0,0044699 x
(
339,44N/mm29,424 N/mm2 ))} x 0,8 x 400 mm x (850 mm) 2
4.3.11 Perhitungan Momen Tahanan Balok Melintang Lantai 2 (7,3 m)
4.3.11.1 Tumpuan
Mu = -379,2622KNm
As = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 As’ = 2 D 22 = 2 x 3,14 x 112 = 759,88 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1139,82 mm2
400mmx850mm
=
0,00335242�′ = ��′ �.�
=
759,88mm2
400mmx850mm
=
0,00223494� �
=
��−�′�.���
0,85.�1.��′
=
(0,00335242−0,00223494) �339,44N/mm2 0,85�0,85� 9,424 N/mm2
�
�
=
0,0557096 ��∅.�.�2
=
� ′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�� ) + ( 1 – �′� )
�� = {�′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�
� ) + ( 1 – �′
� )} . ∅.�.�2
Mr = {0,00223494 � 339,44 N/mm2 x
(
0,003352420,00223494
−
1)
x(1 - 0,425 x 0,0557096) + ( 1 – 50mm
850mm
)}
x 0,8 x 400 mm x (850 mm)24.3.11.2 Lapangan
Mu = 206,1728 KNm
As = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 As’ = 2 D 22 = 2 x 3,14 x 112 = 759,88 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1139,82 mm2
400mmx850mm
=
0,00335242�′ = ��′ �.�
=
759,88mm2
400mmx850mm
=
0,00223494 ��∅.�.�2
=
∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�. �����′ )
�� = {∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�.���
��′ )} . ∅.�.�2
Mr = {0,8 x 0,00335242 x 339,44 N/mm2 x (1 – 0,588 x 0,00335242 x
(
339,44N/mm29,424 N/mm2 ))} x 0,8 x 400 mm x (850 mm) 2
4.3.12 Perhitungan Gaya Geser Tahanan Balok Utama Lantai 2 (90x40 cm2) 4.3.12.1 Tumpuan
Vu = 234,9667 KN
∅�������� = 10 mm
Jarak sengkang (s) = 150 mm Kuat Tekan (f’c) = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
b = 400 mm
h = 900 mm
d’ = 50 mm
d = h-d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm
Vs = ��.fys.d �
=
2.�.�2.fys.d �
=
2�3,14� (5��)2x305,51N
��2 x850mm 150��
Vs = 271,802 KN
Vc = 1
6 . ���′ .�.� = 1
6 x √9,424 x 400 mm x 850 mm Vc = 173,958 KN
4.3.12.2 Lapangan
Vu = 71,4348 KN
∅�������� = 10 mm
Jarak sengkang (s) = 250 mm Kuat Tekan (f’c) = 9,424 N/mm2
fys = 305,51 N/mm2
b = 400 mm
h = 900 mm
d’ = 50 mm
d = h-d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm
Vs = ��.fys.d �
=
2.�.�2.fys.d �
=
2�3,14� (5��)2x305,51N
��2 x850mm 250��
Vs = 163,081 KN
Vc = 1
6 . ���′ .�.� = 1
6 x √9,424 x 400 mm x 850 mm
Vc = 173,958 KN
4.3.13 Perhitungan Kapasitas Beban Aksial dan Momen Kolom Lantai 2 (50cm
x 80cm)
Pu = -1609,3353 KN
Momen tumpuan maksimum = -189,9323 KNm
Dimensi kolom = 500 x 800 mm
Tinggi kolom = 450 mm
Kuat Tekan (f’c) = 8,575 N/mm2 Diameter tulangan longitudinal = 25 mm Diameter tulangan sengkang = 10 mm Jumlah tulangan longitudinal = 18 buah fy tulangan longitudinal = 339,44 N/mm2 fyh tulangan sengkang = 305,51 N/mm2 Luas Penampang (Ag) = 400000 mm2
Untuk mengetahui penampang kolom masih kuat terhadap beban, maka perlu dihitung titik aksial tekan maksimum, titik aksial tarik maksimum, dan titik balanced:
• Titik Po (aksial tekan maksimum, dimana Mn = 0)
Po = 0,85 x f’c (Ag - Ast) + fy x Ast
Po = 0,85 x (8,575) (400000 – 8831,25) + 339,44 (8831,25) Po = 5848,81 KN
Pn max = 0,8 x Po = 0,8 x 5848,81 KN = 4679,049 KN
• Titik Mn (aksial tarik maksimum, dimana Pn = 0)
Mn = As.fy.(d – 0,59.��.�� ��′.�)
= 814,9882 KNm
• Titik Balanced (Mnbalanced ; Pnbalanced)
I. d’ = tebal selimut beton + Øsengkang + � 2
d’ = 50 + 10 + 25
2 = 72,5
d = h – d’ = 800 – 72,5 = 727,5 mm
As = As’ = 9 x � x r2 = 9 x 3,14 x 12,52 = 4415,625 mm2
II. cb = d.600+��600 = 727,5 x 600+339600
,44 = 464,639 ab = �1.cb = 0,85 x 464,639 = 394,943
III. fs’ = Es.�s’ = 200000 x 0,003.Cb−d′
�� = 200000 x 0,003.
464,639−72,5
464,639 = 506,379 MPa > fy (tulangan tekan sudah leleh sehingga fs’ = fy)
Cc = 0,85.fc’.ab.b = 0,85 x 8,575 x 394,943 x 500 = 1439,32 KN Cs = As.fs’ = 4415,625 x 506,379 = 2235,979 KN
Ts = As’.fy = 4415,625 x 339,44 = 1498,840 KN
Pnb = Cc +Cs - Ts = 1439,32 + 2235,979 - 1498,840 = 2176,459 KN
IV. Mnb = Cc.( ý.�
b
2)
+
Cs.( ý− �′)+ Ts(d-ý) ý = ℎ 2Mnb = 1439,32 x ( 800 2 x
394,943
2 )
+
2235,979 x ( 8002 −72,5) - 1498,840 x
(727,5 - 800
2 ) = 113,931 KNm Mnb; Pnb = (113,931 KNm; 2176,459 KN)
Gambar 4.8 Hasil Investigasi Kolom Lantai 2 Menggunakan Software PCA Col
4.3.14 Perhitungan Momen Tahanan Balok Memanjang Lantai 1 (9,3 m)
4.3.14.1 Tumpuan
Mu = -454,7464 KNm
As = 4 D 22 = 4 x 3,14 x 112 = 1519,76 mm2 As’ = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1519,76mm2
400mmx850mm
=
0,0044699�′ = ��′ �.�
=
1139,82mm2
400mmx850mm
=
0,0033524� �
=
��−�′�.���
0,85.�1.��′
=
(0,0044699−0,0033524) �339,44N/mm2 0,85�0,85� 9,424 N/mm2
�
�
=
0,055711 ��∅.�.�2
=
� ′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�� ) + ( 1 – �′� )
�� = {�′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�
� ) + ( 1 – �′
� )} . ∅.�.�2
Mr = {0,0033524� 339,44 N/mm2 x
(
0,00446990,0033524
−
1)
x(1 - 0,425 x 0,055711) + ( 1 – 50mm
850mm
)}
x 0,8 x 400 mm x (850 mm)24.3.14.2 Lapangan
Mu = 209,4471 KNm
As = 4 D 22 = 4 x 3,14 x 112 = 1519,76 mm2 As’ = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1519,76mm2
400mmx850mm
=
0,0044699�′ = ��′ �.�
=
1139,82mm2
400mmx850mm
=
0,0033524 ��∅.�.�2
=
∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�. �����′ )
�� = {∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�.���
��′ )} . ∅.�.�2
Mr = {0,8 x 0,0044699 x 339,44 N/mm2 x (1 – 0,588 x 0,0044699 x
(
339,44N/mm29,424 N/mm2 ))} x 0,8 x 400 mm x (850 mm) 2
4.3.15 Perhitungan Momen Tahanan Balok Melintang Lantai 1 (7,3 m)
4.3.15.1 Tumpuan
Mu = -454,7464 KNm
As = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 As’ = 2 D 22 = 2 x 3,14 x 112 = 759,88 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1139,82 mm2
400mmx850mm
=
0,00335242�′ = ��′ �.�
=
759,88mm2
400mmx850mm
=
0,00223494� �
=
��−�′�.���
0,85.�1.��′
=
(0,00335242−0,00223494) �339,44N/mm2 0,85�0,85� 9,424 N/mm2
�
�
=
0,0557096 ��∅.�.�2
=
� ′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�� ) + ( 1 – �′� )
�� = {�′.��� .( �ρ′ −1). ( 1 - 0,425.�
� ) + ( 1 – �′
� )} . ∅.�.�2
Mr = {0,00223494 � 339,44 N/mm2 x
(
0,003352420,00223494
−
1)
x(1 - 0,425 x 0,0557096) + ( 1 – 50mm
850mm
)}
x 0,8 x 400 mm x (850 mm)24.3.15.2 Lapangan
Mu = 209,4471 KNm
As = 3 D 22 = 3 x 3,14 x 112 = 1139,82 mm2 As’ = 2 D 22 = 2 x 3,14 x 112 = 759,88 mm2 b = 400 mm
h = 900 mm d’ = 50 mm
d = h – d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm fc’ = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
� = �� �.�
=
1139,82 mm2
400mmx850mm
=
0,00335242�′ = ��′ �.�
=
759,88mm2
400mmx850mm
=
0,00223494 ��∅.�.�2
=
∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�. �����′ )
�� = {∅.� .��� . ( 1 - 0,588.�.���
��′ )} . ∅.�.�2
Mr = {0,8 x 0,00335242 x 339,44 N/mm2 x (1 – 0,588 x 0,00335242 x
(
339,44N/mm29,424 N/mm2 ))} x 0,8 x 400 mm x (850 mm) 2
4.3.16 Perhitungan Gaya Geser Tahanan Balok Utama Lantai 1 (90x40cm2) 4.3.16.1 Tumpuan
Vu = 238,2795 KN
∅�������� = 10 mm
Jarak sengkang (s) = 150 mm Kuat Tekan (f’c) = 9,424 N/mm2
fys = 339,44 N/mm2
b = 400 mm
h = 900 mm
d’ = 50 mm
d = h-d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm
Vs = ��.fys.d �
=
2.�.�2.fys.d �
=
2�3,14� (5��)2x305,51N
��2 x850mm 150��
Vs = 271,802 KN
Vc = 1
6 . ���′ .�.� = 1
6 x √9,424 x 400 mm x 850 mm Vc = 173,958 KN
4.3.16.2 Lapangan
Vu = 91,5162 KN
∅�������� = 10 mm
Jarak sengkang (s) = 250 mm Kuat Tekan (f’c) = 9,424 N/mm2
fys = 305,51 N/mm2
b = 400 mm
h = 900 mm
d’ = 50 mm
d = h-d’ = 900 mm – 50 mm = 850 mm
Vs = ��.fys.d �
=
2.�.�2.fys.d �
=
2�3,14� (5��)2x305,51N
��2 x850mm 250��
Vs = 163,081 KN
Vc = 1
6 . ���′ .�.� = 1
6 x √9,424 x 400 mm x 850 mm
Vc = 173,958 KN
4.3.17 Perhitungan Kapasitas Beban Aksial dan Momen Kolom Lantai 1 (50cm
x 80cm)
Pu = -2479,466 KN
Momen tumpuan maksimum = -254,6448 KNm
Dimensi kolom = 500 x 800 mm
Tinggi kolom = 450 mm
Kuat Tekan (f’c) = 8,575 N/mm2 Diameter tulangan longitudinal = 25 mm Diameter tulangan sengkang = 10 mm Jumlah tulangan longitudinal = 18 buah fy tulangan longitudinal = 339,44 N/mm2 fyh tulangan sengkang = 305,51 N/mm2 Luas Penampang (Ag) = 400000 mm2
Untuk mengetahui penampang kolom masih kuat terhadap beban, maka perlu dihitung titik aksial tekan maksimum, titik aksial tarik maksimum, dan titik balanced:
• Titik Po (aksial tekan maksimum, dimana Mn = 0)
Po = 0,85 x f’c (Ag - Ast) + fy x Ast
Po = 0,85 x (8,575) (400000 – 8831,25) + 339,44 (8831,25) Po = 5848,81 KN
Pn max = 0,8 x Po = 0,8 x 5848,81 KN = 4679,049 KN
• Titik Mn (aksial tarik maksimum, dimana Pn = 0)
Mn = As.fy.(d – 0,59.��.�� ��′.�)
= 814,9882 KNm
• Titik Balanced (Mnbalanced ; Pnbalanced)
a) d’ = tebal selimut beton + Øsengkang + � 2
d’ = 50 + 10 + 25
2 = 72,5
d = h – d’ = 800 – 72,5 = 727,5 mm
As = As’ = 9 x � x r2 = 9 x 3,14 x 12,52 = 4415,625 mm2
b) cb = d.600+��600 = 727,5 x 600+339600
,44 = 464,639 ab = �1.cb = 0,85 x 464,639 = 394,943
c) fs’ = Es.�s’ = 200000 x 0,003.Cb−d′
�� = 200000 x 0,003.
464,639−72,5
464,639 = 506,379 MPa > fy (tulangan tekan sudah leleh sehingga fs’ = fy)
Cc = 0,85.fc’.ab.b = 0,85 x 8,575 x 394,943 x 500 = 1439,32 KN Cs = As.fs’ = 4415,625 x 506,379 = 2235,979 KN
Ts = As’.fy = 4415,625 x 339,44 = 1498,840 KN
Pnb = Cc +Cs - Ts = 1439,32 + 2235,979 - 1498,840 = 2176,459 KN
d) Mnb = Cc.( ý.�
b
2)
+
Cs.( ý− �′)+ Ts(d-ý) ý = ℎ 2Mnb = 1439,32 x ( 800 2 x
394,943
2 )
+
2235,979 x ( 8002 −72,5) - 1498,840 x
(727,5 - 800
2 ) = 113,931 KNm Mnb; Pnb = (113,931 KNm; 2176,459 KN)
Gambar 4.9 Hasil Investigasi Kolom Lantai 1 Menggunakan Software PCA Col
Lantai Kode Dimensi (cm)
Tulangan Terpasang Mu (KNm) Mr (KNm) Penurunan
(%)
Keterangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
1 Balok Utama Memanjang
90 x 40 7 D 22 7 D 22 -454,7464 - 303,2233 - 33,32 Perkuatan
- 209,4471 - 254,0659 - Memenuhi
1 Balok Utama Melintang
90 x 40 5 D 22 5 D 22 -454,7464 - 303,2218 - 33,32 Perkuatan
- 209,4471 - 195,5305 6,64 Perkuatan
2 Balok Utama Memanjang
90 x 40 7 D 22 7 D 22 -379,2622 - 303,2233 - 20,05 Perkuatan
- 206,1728 - 254,0659 - Memenuhi
2 Balok Utama Melintang
90 x 40 5 D 22 5 D 22 -379,2622 - 303,2218 - 20,05 Perkuatan
- 206,1728 - 195,5305 5,16 Perkuatan
3 Balok Utama Memanjang
90 x 40 7 D 22 7 D 22 -310,4461 - 303,2233 - 2,33 Perkuatan
3 Balok Utama Melintang
90 x 40 5 D 22 5 D 22 -310,4461 - 303,2218 - 2,33 Perkuatan
[image:74.842.71.805.70.130.2]- 218,5744 - 195,5305 10,54 Perkuatan
Lantai Kode Tulangan Terpasang (∅)
mm
Jarak Sengkang (mm) Vu (KN) Vr (KN) Penurunan
(%)
Keterangan
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
1 Balok Utama Memanjang
10 100 250 238,2795 - 334,32 - - Memenuhi
- 91,5162 - 252,779 - Memenuhi
2 Balok Utama Memanjang
10 100 250 234,9667 - 334,32 - - Memenuhi
- 71,4348 - 252,779 - Memenuhi
3 Balok Utama Memanjang
10 100 250 186,7623 - 334,32 - - Memenuhi
[image:75.842.81.806.69.328.2]- 66,1171 - 252,779 - Memenuhi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pengujian dan perhitungan yang dilakukan terhadap benda uji sebelum dan sesudah kebakaran terjadi selama mengerjakan Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada struktur balok gedung FMIPA USU penurunan momen sisa maksimum terjadi pada lantai 1 di bagian tumpuan yaitu sebesar 33,32 % (dari -454,7464 KNm menjadi 303,2218 KNm).
2. Hasil struktur balok gedung pada semua lantai FMIPA USU masih aman terhadap gaya geser.
3. Hasil struktur kolom gedung pada semua lantai FMIPA USU masih dapat menahan semua kombinasi kuat tekan dengan analisis menggunakan
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap perlu atau tidaknya perkuatan terhadap struktur pelat atap, pelat lantai, tangga, dan pondasi 2. Perlu dilakukan penelilitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis perkuatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Beton
Beton pada dasarnya adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar dan agregat halus yang dicampur dengan air dan semen sebagai pengikat dan pengisi antara agregat kasar dan agregat halus serta kadang-kadang ditambahkan additive
(Kardiono Tjokrodimuljo, 2004). Pengertian beton menurut SK-SNI 03-2847-2000 didefiniskan sebagai campuran antara semen portland/semen hidrolik yang lain, agregat kaar (split), agregat halus, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat. Beton memiliki sifat utama, yaitu relatif kuat menahan beban tekan, namun lemah terhadap beban tarik. Nilai kuat tarik beton hanya berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya.
Nilai kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus :
�
c= P/A�
c = tegangan tekan beton, Mpa.P = besar beban tekan, N.
A = luas penampang beton, mm2.
�c’ = ∆L/L0
dimana:
�c’ = regangan tekan beton. ∆L = perpendekan beton, mm.
L0 = tinggi awal benda uji, mm.
[image:79.595.115.513.341.489.2]Hubungan antara tegangan dan regangan tekan beton dapat digambarkan seperti :
Grafik 2.1 Diagram hubungan antara Tegangan dan Regangan beton
Modulus elastisitas beton (Ec) merupakan tangen dari sudut α pada grafik di atas. Menurut SNI 03-2847-2002, modulus elastisitas beton Ec dapat ditentukan berdasarkan berat beton normal Wc dan kuat tekan beton fc’, dengan rumus:
Ec = (Wc)1,5 . 0,043 √fc’ dengan Wc = 1500-2500 kg/m3.
Untuk beton normal, nilai Ec boleh diambil dengan rumus:
Jika dibandingkan dengan material bangunan seperti baja dan kayu, maka beton memiliki keunggulan tersendiri terhadap kenaikan suhu/terbakar. Beton memiliki daya tahan terhadap api karena memiliki material penyusun dengan daya hantar panas yang rendah, sehingga dapat menghalangi rembetan panas ke bagian dalam struktur beton tersebut.
2.1.1 Sifat Beton Terhadap Temperatur Tinggi
[image:80.595.154.504.333.518.2]Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak mampu menahan panas di atas 250°C.
Grafik 2.2 Penurunan Kuat Tekan Beton pada berbagai temperatur (Sumber :
Suhendro (2000) dalam Suban (2012))
Temperatur yang dicapai oC
Perubahan akibat pemanasan
Perubahan kimia Perubahan kekuatan
70-80 Pemisahan awal Penurunan kekuatan yang
minor (<10%) 105 Kehilangan air pada agregat dan
120-163 Dekomposisi gypsum
250-350 Oksidasi dari kandungan besi menyebabkan terjadinya perubahan warna menjadi pink/merah muda pada agregat. Kehilangan kadar air pada matriks semen dan meningkatnya degradasi
Penurunan kekuatan yang signifikan mulai pada suhu 300 oC
450-500 Dehidrasi dari bahan pengikat dan perubahan warna menjadi putih dan keabu-abuan
573 5% kenaikan volume dari kuarsa menyebabkan retak radial di sekeliling butiran kuarsa pada agregat
Beton secara struktural sudah tidak lagi baik digunakan pada suhu melebihi 500-600 oC
600-800 Terlepasnya karbon dioksida dari karbonat yang akan menyebabkan kerusakan pada konstruksi beton (dengan beberapa retak mikro pada matriks semen)
800-1200 Pemisan dan tegangan akibat suhu yang ekstrim menyebabkan terjadinya disintegrasi penuh pada elemen yang terbakar, menyebabkan beton berwarna putih keabu-abuan dan beberapa retak mikro
[image:81.595.107.539.82.648.2]1200 Beton mulai meleleh/rontok 1300-1400 Beton telah meleleh/rontok total
Tabel 2.1 Perubahan Secara Kimia dan Kekuatan Beton Akibat Pemanasan
2.2 Baja Tulangan
Baja tulangan menurut SNI 07-2052-2002 merupakan baja berbentuk penampang bundar yang digunakan untuk penulangan beton, yang diproduksi dari bahan baku billet dengan cara canai panas (hot rolling). Billet baja harus sesuai Standar Nasional Indonesia. Menurut SNI 03-2847-2002, jenis tulangan yang dapat digunakan pada elemen beton bertulang dibatasi hanya pada baja tulangan dan kawat baja saja. Baja tulangan memiliki memiliki kuat tarik lebih tinggi daripada beton.
[image:82.595.161.479.331.551.2]Kekuatan maupun tegangan yang dapat diberikan oleh baja tergantung dari mutu bajanya. Tegangan leleh dan tegangan dasar dari berbagai macam baja bangunan adalah sebagai berikut
Tabel 2.2 Tegangan Leleh dan Dasar baja
Jenis Baja
Tegangan leleh Tegangan dasar
σ
y σkg/cm2 M Pa kg/cm2 M Pa
Bj 34 2100 210 1400 140
Bj 37 2400 240 1600 160
Bj 41 2500 250 1666 166,6
Bj 44 2800 280 1867 186,7
Bj 50 2900 290 1923 193,3
Grafik 2.3 Hubungan antara Tegangan dan Regangan Tarik Baja Tulangan
2.2.1 Sifat Baja Terhadap Temperatur Tinggi
Peningkatan suhu pada baja tulangan ditunjukkan pada gambar 2.2, kuat tariknya berkurang seiring kenaikan suhu.
Grafik 2.4 Diagram Beberapa Sifat Baja terhadap Kenaikan Suhu (Sumber
[image:84.595.149.399.180.436.2]2.3 Beton Bertulang
Pada dasarnya beton saja tidak dapat digunakan dalam struktur bangunan karena tidak dapat memikul gaya tarik, oleh sebab itu beton perlu digabung dengan baja sebagai tulangan sehingga menghasilkan material komposit yang disebut beton bertulang dan dapat memikul gaya tekan maupun tarik. Asroni (2010) menyebutkan pada beton bertulang, beban tarik ditahan oleh baja tulangan, sedangakan beban tekan cukup ditahan oleh beton. Sehingga, penggunaan beton bertulang pada komponen struktural seperti balok, dapat menahan gaya tekan maupun tarik secara bersamaan akibat beban sendiri maupun pengaruh gaya luar lainnya.
Pada struktur beton bertulang, perlu diperhatikan kriteria tebal selimut beton karena tebal selimut beton melindungi tulangan baja didalamnya. Pada suatu kondisi dimana tingginya temperatur yang dapat mencapai lebih dari 500oC dapat mengurangi kuat tekan beton dan tegangan leleh baja secara signifikan. Dengan adanya tambahan gaya luar yang bekerja pada struktur seperti gaya aksial, lentur, dan geser dapat berpotensi menyebabkan keruntuhan struktur.
2.4 Sistem Struktur Gedung
2.4.1 Balok
Balok adalah bagian struktur yang berfungsi sebagai pendukung beban vertikal dan horizontal. Beban vertikal berupa beban mati dan beban hidup yang diterima pelat lantai, berat sendiri balok dan berat dinding penyekat yang di atasnya. Sedangkan beban horizontal berupa beban angin dan gempa.
Dalam hal mendukung balok untuk menahan beban vertikal maupun beban horizontal, maka perlu diperhatikan tinggi dari balok tersebut. Jika ukuran balok terlalu kecil maka akan terjadi lendutan yang sangat berbahaya bagi keamanan struktur balok, bahkan akan timbul retak yang lebar sehingga dapat meruntuhkan balok.
Jika ingin mendesain balok tanpa memperhitungkan persyaratan lendutan, maka SNI beton 2002 memberikan tinggi penamang (h) minimal pada balok maupun pelat yaitu:
Komponen struktur
Tinggi minimal, h
Dua tumpuan Satu ujung menerus Kedua ujung menerus Kantilever
Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang akan rusak karena lendutan yang besar
Pelat solid satu
arah L/20 L/24 L/28 L/10
Balok atau pelat
jalur satu arah L/16 L/18,5 L/21 L/8
Tabel 2.3 Tinggi (h) Minimal Balok Non Pratekan atau Pelat Satu Arah Bila
[image:86.595.111.527.442.602.2]Balok direncanakan untuk menahan tegangan tekan dan tegangan tarik yang diakibatkan oleh beban terhadap balok tersebut. Nilai kuat tekan dan tarik balok berbanding terbalik, dimana kuat tekan balok tinggi sedangkan nilai kuat tarik beton rendah sehingga beton diperkuat dengan memasang tulangan baja pada daerah terjadinya tarik.
Menurut Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002, pada perencanaan lentur balok beton bertulang, ada tiga jenis keruntuhan yang dapat terjadi, yaitu:
1) Keruntuhan Tekan. Pada keadaan penampang beton dengan keruntuhan
tekan, beton hancur sebelum baja tulangan leleh. Hal ini berarti regangan tekan beton sudah melampaui regangan batas 0,003 tetapi regangan tarik baja tulangan belum sampai mencapai leleh, atau �c’ = �cu’ tetapi �s < �y, balok yang mengalami keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang dengan rasio tulangan ( � ) yang besar, dan disebut over-reinforced.
kelangsungan hidup manusia, sehingga sistem perencanaan beton bertulang yang mengakibatkan over-reinforced tidak diperbolehkan.
2) Keruntuhan Seimbang. Pada penampang beton dengan keruntuhan
seeimbang, keadaan beton hancur bersamaan dengan baja tulangan. Hal ini berarti regangan tekan beton mencapai regangan batas 0,003 dan regangan tarik baja tulangan mencapai leleh pada saat yang sama, atau �c’ = �cu’ dan �s = �y terjadi pada waktu yang sama. Balok yang mengalami keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang beton dengan rasio tulangan seimbang (balance). Rasio tulangan balance diberi notasi dengan �b.
Karena beton dan tulangan baja mengalami kerusakan pada saat yang sama, maka kekuatan beton dan baja tulangan dapat dimanfaatkan sepenuhnya, sehinggga penggunaan material beton dan baja tersebut menjadi hemat. Sistem perencanaan ini merupakan perencanaan beton bertulang yang ideal, tetapi sangat sulit untuk dicapai karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya: ketidaktepatan mutu baja dengan mutu baja rencana, ketidaktepatan mutu beton dalam pelaksanaan pembuatan adukan dengan mutu beton rencana, maupun kekurang-telitian pada perencanaan hitungan akibat adanya pembulatan-pembulatan.
belum mencapai regangan batas 0,003 atau �s = �y tetapi �c’ < �cu’. Balok yang mengalami keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang dengan rasio tulangan (�) yang kecil, dan disebut under-reinforced.
Distribusi tegangan beton tekan pada penampang bentuknya setara dengan kurva tegangan-regangan beton. Seperti tampak pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.2 Gambar Distribusi Regangan-Tegangan pada Balok Tulangan
Tunggal
2.4.1.1 Flowchart Analisis Balok
Pada balok, analisis kapasitas momen balok secara manual dengan memperhitungkan tulangan baja tarik 0,75 �b. Atau dengan kata lain, pendekatan dilakukan dengan mengabaikan kekuatan baja diluar jumlah 75% dari jumlah tulangan tarik yaang diperlukan untuk mencapai keadaan seimbang.
Pada keadaan demikian berarti tulangan baja tekan bermanfaat untuk memperbesar kekuatan balok.
Langkah-langkah perencanaan menganalisis balok tunggal yaitu:
2.4.2 Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktur yang memikul beban dari balok induk maupun balok anak. Kolom meneruskan beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi.
Apabila beban yang bekerja pada kolom semakin besar, maka retak akan terjadi diseluruh tinggi kolom pada daerah sengkang. Pada batas keruntuhan biasanya ditandai dengan selimut beton yang lepas terlebih dahulu sebelum baja tulangan kehilangan letakan. Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, kolom dibedakan menjadi:
1. Kolom segi empat dengan tulangan memanjang dan sengkang.
[image:94.595.174.470.418.513.2]2. Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berbentuk spiral. 3. Kolom komposit yang terdiri dari beton dan baja profil di dalamnya.
2.4.2.1 Kolom dengan Beban Sentris dan Eksentris
Berdasarkan posisi beban, kolom dibedakan menjadi 2 yaitu kolom dengan beban sentris dan kolom dengan beban eksentris. Kolom dengan beban sentris mengalami gaya aksial dan tidak mengalami momen lentur. Keruntuhan kolom dapat terjadi pada beton hancur karena tekan atau baja tulangan leleh karena tarik. Kolom pendek adalah kolom yang runtuh karena materialnya, yaitu lelehnya baja tulangan atau hancurnya beton. Kolom langsing adalah kolom yang runtuh karena tekuk yang besar. Perencanaan kolom didasarkan pada dua kondisi yaitu:
I. Kolom Pendek dengan Beban Sentris
Kapasitas beban sentris maksimum diperoleh dengan menambah kontribusi beton yaitu (Ag – Ast) 0,85 f’c dan kontribusi baja tulangan yaitu Ast fy, dimana Ag luas penampang bruto dan Ast luas total tulangan baja. Kapasitas beban sentris maksimum yaitu :
Po = (Ag – Ast) 0,85 f’c+ Astfy
Pada kenyataannya, beban eksentrisitas sebesar nol sangat sulit terjadi dalam struktur aktual. Hal tersebut disebabkan karena ketidak tepatan ukuran kolom, tebal plat yang berbeda dan ketidaksempurnaan lainnya. Batas eksentrisitas minimal untuk kolom sengkang dalam arah tegak lurus sumbu lentur adalah 10% dari tebal kolom dan 5% untuk kolom bulat (E.G Nawy., 1998)
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 tentang tata cara perencanaan beton untuk bangunan gedung, kuat rencana kolom tidak boleh lebih dari :
a. Kolom sengkang
b. Kolom bulat
ϕPn = 0,85 ϕ {(Ag – Ast) 0,85 f’c + Astfy }
Dengan faktor reduksi kekuatan ϕ untuk kolom sengkang sebesar 0,85 dan ϕ untuk kolom bulat 0,85.
II. Kolom Dengan Beban Eksentris
Kolom yang menahan beban eksentris mengakibatkan baja pada sisi yang tertarik akan mengalami tarik dengan garis netral dianggap kurang dari tinggi efektif penampang (d). Apabila angka kelangsingan klu/r ≤ 22 maka tergolong kolom pendek.
Berdasarkan regangan yang terjadi pada baja tulangan yang tertarik, kondisi awal keruntuhan digolongkan menjadi dua yait