LAMPIRAN 1
DATA BAHAN BAKU
L1.1 GUGUS FUNGSI SENYAWA YANG TERKANDUNG PADA BAHAN BAKU POLIPROPILENA (PP)
Bahan baku dianalisis meggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR), yang memberikan hasil seperti Gambar L1.1.
Gambar L1.1 Hasil Analisis PBKG Jenis Polipropilena Menggunakan FTIR
Dari hasil pengukuran, spektrum FTIR, terdapat banyak puncak yang teridentifikasi oleh alat dan disajikan pada Tabel L1.1
Tabel L1.1 Komposisi Gugus Fungsi Senyawa pada Plastik Bekas Kemasan Gelas (PBKG) Jenis Polipropilena (PP)
No. Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)[34]
Bilangan Gelombang (cm-1)
1. C-H Alkana 2850 – 2970
1340 – 1470
2873,94 1369,46 ; 1458,18
2. C=C Alkena 675 – 995
1610 – 1680
721,38 ; 840,96 ; 983,7 1631,78
3. C-H Cincin Aromatis 690 – 900 721,38 ; 840,96 4. O-H Alkohol berikatan
Tabel L1.1 Komposisi Gugus Fungsi Senyawa pada Plastik Bekas Kemasan Gelas (PBKG) Jenis Polipropilena (PP) (lanjutan)
No. Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)[34]
Bilangan Gelombang (cm-1)
5. C C Alkuna 2100 – 2260 2175,7 ; 2256,71
6. C-N Amina 1180 – 1360 1257,69 ; 1303,88
7. C=N Nitril 2210 – 2280 2256,71
8. C-O Alkohol 1050 – 1300 1103,28 ; 1161,15 ; 1257,59
9. C=O Keton 1690 – 1760 1693,5 ; 1747,51
LAMPIRAN 2
DATA HASIL PENELITIAN
L2.1 Hasil Pirolisis Plastik Bekas Kemasan Gelas Jenis Polipropilena Tabel L2.1 Hasil Pirolisis PBKG Jenis PP
Suhu °C V Hasil Pirolisis
200 37
250 131
300 346
350 470
L2.2 Hasil Pirolisis Plastik Bekas Kemasan Gelas Jenis Polipropilena dengan Katalis Karbon Aktif
Tabel L2.2 Hasil Pirolisis PBKG Jenis PP dengan Katalis Karbon Aktif Suhu °C Rasio katalis :
Polipropilena (b/b) V Hasil Pirolisis
200 1:10 105
250 1:10 141
300 1:10 364
350 1:10 370
200 1,5:10 125
250 1,5:10 200
300 1,5:10 382
350 1,5:10 400
200 2:10 145
250 2:10 220
300 2:10 385
350 2:10 410
200 2,5:10 225
250 2,5:10 300
300 2,5:10 390
350 2,5:10 420
200 3:10 217
250 3:10 238
300 3:10 330
L2.3 DATA YIELD BIODIESEL
Tabel L2.3 Hasil Yield Bahan Bakar Cair Suhu °C Rasio katalis :
Polipropilena (b/b) Yield (%)
200 0:10 5,539
250 0:10 19,583
300 0:10 45,548
350 0:10 72,073
200 1:10 15,441
250 1:10 21,107
300 1:10 55,375
350 1:10 57,413
200 1,5:10 18,661
250 1,5:10 30,223
300 1,5:10 58,888
350 1,5:10 59,553
200 2:10 22,235
250 2:10 33,245
300 2:10 59,351
350 2:10 63,620
200 2,5:10 33,818
250 2,5:10 46,065
300 2,5:10 60,121
350 2,5:10 64,831
200 3:10 33,408
250 3:10 36,110
300 3:10 51,006
L2.4 DATA HASIL ANALISIS DENSITAS BAHAN BAKAR CAIR Tabel L2.4 Hasil Analisis Densitas Bahan Bakar Cair Suhu
Pirolisis (oC)
Rasio katalis : Polipropilena
(b/b)
Suhu (oC)
Densitas Bahan Bakar Cair
(g/cm3)
Suhu (oC)
Densitas Bahan Bakar
Cair (g/cm3)
200 0:10 15 0,748 40 0,734
250 0:10 15 0,747 40 0,728
300 0:10 15 0,658 40 0,742
350 0:10 15 0,767 40 0,742
200 1:10 15 0,735 40 0,727
250 1:10 15 0,748 40 0,739
300 1:10 15 0,761 40 0,736
350 1:10 15 0,776 40 0,753
200 1,5:10 15 0,746 40 0,740
250 1,5:10 15 0,756 40 0,731
300 1,5:10 15 0,771 40 0,758
350 1,5:10 15 0,744 40 0,767
200 2:10 15 0,767 40 0,760
250 2:10 15 0,756 40 0,745
300 2:10 15 0,771 40 0,759
350 2:10 15 0,776 40 0,752
200 2,5:10 15 0,752 40 0,742
250 2,5:10 15 0,768 40 0,757
300 2,5:10 15 0,771 40 0,760
350 2,5:10 15 0,772 40 0,742
200 3:10 15 0,770 40 0,760
250 3:10 15 0,759 40 0,753
300 3:10 15 0,773 40 0,746
L2.5 DATA HASIL ANALISIS SPESIFIC GRAVITY DAN API GRAVITY BAHAN BAKAR CAIR
Tabel L2.5 Hasil Spesific Gravity Dan Api Gravity Bahan Bakar Cair Suhu Pirolisis
(oC)
Rasio katalis :
Polipropilena (b/b) SpesifiC Gravity API Gravity
200 0:10 0,749 57,358
250 0:10 0,748 57,615
300 0:10 0,659 83,257
350 0:10 0,768 52,862
200 1:10 0,736 60,745
250 1:10 0,749 57,358
300 1:10 0,761 54,337
350 1:10 0,777 50,693
200 1,5:10 0,747 57,872
250 1,5:10 0,756 55,584
300 1,5:10 0,772 50,455
350 1,5:10 0,745 58,388
200 2:10 0,768 52,862
250 2:10 0,756 55,584
300 2:10 0,772 51,891
350 2:10 0,777 50,693
200 2,5:10 0,752 56,594
250 2,5:10 0,769 52,618
300 2,5:10 0,772 51,891
350 2,5:10 0,773 51,650
200 3:10 0,771 52,133
250 3:10 0,759 54,834
300 3:10 0,774 51,410
L2.6 DATA HASIL ANALISIS VISKOSITAS KINEMATIK BAHAN BAKAR CAIR
Tabel L2.6 Hasil Analisis Viskositas Bahan Bakar Cair Suhu
Pirolisis (oC)
Rasio katalis : Polipropilena
(b/b)
Suhu (oC)
trata-rata Bahan Bakar Cair (detik) Viskositas Kinematik (cSt)
200 0:10 40 235 0,829
250 0:10 40 245 1,457
300 0:10 40 229 1,362
350 0:10 40 271 1,611
200 1:10 40 195 1,159
250 1:10 40 237 1,409
300 1:10 40 262 1,558
350 1:10 40 298 1,772
200 1,5:10 40 263 1,172
250 1,5:10 40 218 1,296
300 1,5:10 40 338 2,025
350 1,5:10 40 400 2,497
200 2:10 40 275 1,635
250 2:10 40 252 1,498
300 2:10 40 378 2,248
350 2:10 40 337 2,004
200 2,5:10 40 264 1,570
250 2,5:10 40 286 1,701
300 2,5:10 40 272 1,617
350 2,5:10 40 306 1,820
200 3:10 40 264 1,695
250 3:10 40 286 1,783
300 3:10 40 272 1,683
LAMPIRAN 3
CONTOH PERHITUNGAN
L3.1 PERHITUNGAN DENSITAS BAHAN BAKAR CAIR
Massa piknometer kosong = 16,76 gram Massa piknometer + air = 26,61 gram Massa piknometer + bahan bakar cair = 24,32 gram
Massa air = (26,61 – 16,76) gram = 9,85 gram Massa bahan bakar cair = (24,32 - 16,76) gram = 7,56 gram
ρ air pada suhu 15 oC = 0,99898 gr/ml (Geankoplis, 2003) ρ bahan bakar cair = 0,767gr/ml
85 , 9 56 , 7 99898 ,
0 x
Massa piknometer kosong = 15,86 gram Massa piknometer + air = 25,67 gram Massa piknometer + bahan bakar cair = 23,20 gram
Massa air = (25,67 – 15,86) gram = 9,81 gram Massa bahan bakar cair = (23,20 - 15,86) gram = 7,34 gram
ρ air pada suhu 40 oC = 0,99225 gr/ml [44]
ρ bahan bakar cair = 0,742gr/ml 81 , 9 34 , 7 99225 ,
0 x
Untuk data yang lainnya sama dengan perhitungan di atas.
L3.4 PERHITUNGAN SPESIFIC GRAVITY DAN VISKOSITAS BAHAN BAKAR CAIR sg = air sitas den sampel densitas
Viskositas sampel = k ×sg ×t Dimana t = waktu alir
Kalibrasi air :
t air = 185 s sgair= 1
Viskositas air = k × sg × t 0,656 cp = k × 1 × 185 s
k = 0,0035 cp/s
Viskositas Bahan Bakar Cair t rata-rata bahan bakar cair = 271 detik sg bahan bakar cair =
gr/ml 99225 , 0 gr/ml 742 , 0 = 0,748 Viskositas bahan bakar cair = k × sg × t
= 0,0035 × 0,748 × 271 = 1,196 cp
Viskositas kinematik =
gr/ml 742 , 0 cp 1,196
= 1,611 cSt
Untuk data yang lainnya sama dengan perhitungan di atas.
L3.5 PERHITUNGAN YIELD BAHAN BAKAR CAIR
Massa bahan bakar cair = densitas x volume bahan bakar cair = 0,767 gr/ml x 470 ml
= 360,363 gr
% 72,073 Yield % 100 gr 500 360,363gr Yield % 100 baku bahan massa cair bakar bahan massa Yield
Untuk data lainnya mengikuti contoh perhitungan di atas
L3.5 PERHITUNGAN API GRAVITY BAHAN BAKAR CAIR API gravity = 141,5 / (spesific gravity) – 131,5
= 141,5 / (0,768) – 131,5
= 52,862
LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI PENELITIAN
L4.1 BAHAN BAKU BPKG JENIS POLIPROPILENA
Gambar L4.1 Bahan BakuBPKG Jenis Polipropilena
L4.2 PROSES PIROLISIS
L4.3 HASIL PIROLISIS
Gambar L4.3 Hasil Pirolisis
L4.4 PENYARINGAN KATALIS
L4.5 PRODUK AKHIR BAHAN BAKAR CAIR
Gambar L4.5 (a) Bahan Bakar Cair yang Dihasilkan, (b) Penyimpanan Bahan Bakar Cair dalam Botol
(a)
L4.6 ANALISIS DENSITAS
Gambar L4.6 Analisis Densitas
L4.7 ANALISIS VISKOSITAS
LAMPIRAN 5
HASIL ANALISIS BAHAN BAKAR CAIR YANG
DIHASILKAN
L5.1 HASIL ANALISIS KOMPOSISI BAHAN BAKAR CAIR TANPA KATALIS SUHU 350 ºC
L5.2 HASIL ANALISIS KOMPOSISI BAHAN BAKAR CAIR DENGAN KATALIS PP : KARBON AKTIF ; 10 :2 PADA SUHU 300 ºC
Gambar L5.2 Hasil Analisis Kromatogram GC-MS Bahan Bakar Cair Hasil Pirolisis dengan Katalis PP:Karbon Aktif; 10:2 pada Suhu 350 ºC
L5.3 HASIL ANALISIS FTIR PRODUK BAHAN BAKAR CAIR YANG DIHASILKAN DARI SUHU PIROLISIS 350 ºC TANPA KATALIS
L5.4 HASIL ANALISIS FTIR PRODUK BAHAN BAKAR CAIR YANG DIHASILKAN DARI SUHU PIROLISIS 300 °C DENGAN RASIO PP:KARBON AKTIF ; 10:2
Gambar L5.4 Spektrum Gelombang Analisis FTIR Produk Bahan Bakar Cair yang Dihasilkan dari Suhu Pirolisis 300 °C dengan Rasio PP:Karbon Aktif ; 10:2
L5.5 HASIL ANALISIS HEATING VALUE PRODUK BAHAN BAKAR CAIR YANG DIHASILKAN DARI SUHU PIROLISIS 300 °C DENGAN RASIO PP:KARBON AKTIF ; 10:2
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ane R. Sari, Nur R. Aprianingtyas, “Pembuatan Bahan Bakar Cair Dari Tremboso (Sisa Sadapan Lateks) Menggunakan Katalis Zeolit Hy Dan Zsm-5”, 2011 : hal. 1 - 8.
[2] Mahendra F. Nugraha., Arifuddin Wahyudi., dan Ignatius Gunardi, “Pembuatan
Fuel dari Liquid Hasil Pirolisis Plastik Polipropilen Melalui Proses Reforming
dengan Katalis NiO/Γ-Al2O3”. Jurnal Teknik Pomits, 2 (2) 2013 : hal. F-299 - F-302.
[3] UNEP (United Nations Environment Programme), “Converting Waste Plastics Into a Resource”, Division of Technology, Industry and Economics International Environmental Technology Centre, 2009.
[4] Nadia K. Dewi, “Indonesia`s plastics industry in 2012 Challenges from raw materials and exchange rates Indonesia Update”, Juni 2012.
[5] Untoro B. Surono. 2013, “Berbagai Metode Konversi Sampah Plastik Menjadi Bahan Bakar Minyak”, Jurnal Teknik 3 (1) 2013 : hal. 32 - 40.
[6] Sumarni dan Ani Purwanti, “Kinetika Reaksi Pirolisis Plastik Low Density Poliethylene (LDPE)”, Jurnal Teknologi, 1(2) 2008 : hal. 135 - 140
[7] Febri S. Ningsih., Novesar Jamarun., dan Zulhadjri, “Pengaruh Katalis Dalam Pengolahan Limbah Plastik Low Density Polyethylene (LDPE) Dengan Metode Pirolisis”, Jurnal Kimia Unand, 2(2) 2013 : hal 128 – 132.
[8] Neha Patni, Pallav Shah, Shruti Agarwal, Piyush Singhal, “Alternate Strategies for Conversion of Waste Plastic to Fuels”, ISRN Renewable Energy, 2013 : hal. 1 – 8.
[9] Yovana S. González, Carlos Costa, M. C Márquez, Pedro Ramos, “Thermal and catalytic degradation of polyethylene wastes in the presence of silica gel, 5A molecular sieve and activated carbon”, Journal of Hazardous Materials, 187 2011 : hal. 101 – 112.
[10] Moinuddin Sarker, Mohammad Mamunor, “Rashid Catalytic Degradation of PVC and PETE Mixture of Waste Plastic into Petrochemicals using Al2O3 & Activated Carbon”,International Journal of Renewable Energy Technology, 1(1) 2012 : hal. 39 - 48.
[11] Alan Russell, Clare College, “Microwave-Assisted Pyrolysis Of HDPE Using An Activated Carbon Bed”. Dissertation Department Of Chemical Engineering And Biotechnology, University Of Cambridge. Inggris, 2012, hal. 39 – 41.
[12] P.V. Thorata, Sandhya Warulkara, Harshal Sathonea, “Thermofuel - Pyrolysis of waste plastic to produce Liquid Hydroocarbons”, Advances in Polymer Science and Technology: An International Journal, 3(1) 2013 : hal. 14 - 18.
[13] J Scheirs, W Kaminsky, Pyrolysis of polymers. 2006. Feedstock Recycling and Pyrolys is of Waste Plastics: Converting Waste Plastics into Diesel and Other Fuels (Australia : John Wiley & Sons, Ltd. 2006)
[14] Shartak Das, Saurabh Pandey, “Pyrolysis and Catalytic Cracking Of Municipal Plastic Waste For Recovery of Gasoline Range Hydrocarbons”. Thesis Departement of Chemical Engineering, National Institute of Technology.
Rourkela, 2007.
[15] Dan Weckstrom, “Changes in mechanical properties of recycled polypropylene”,
[16] Rosita Idrus, Bosi Pahinop Lapanporo, Yoga Satria Putra “Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Temperung Kelapa”, Journal of Prisma Fisika, 1 (1) 2013 : hal. 50 – 55
[17] Andri Maulana, “Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar Petroleum Coke
Dengan Metoda Aktivasi Kimiawi”, Skripsi Jurusan Ekstensi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 2011.
[18] Valerie J. Watson, Cesar Nieto Delgado, and Bruce E. Logan “Influence of Chemical and Physical Properties of Activated Carbon Powders on Oxygen Reduction and Microbial Fuel Cell Performance”, Journal of Eviromental Science & Technology, 2013.
[19] Jawad A. Bhatti, “Current State and Potential For Increasing Plastics Recycling in The U.S.”, Thesis Department Of Earth & Environmental Engineering Fu Foundation School Of Engineering & Applied Science, Columbia University,
Columbia, 2010.
[20] Achyut K. Panda, R.K Singh, D.K Mishra, “Thermolysis of waste plastics to liquid fuel A suitable method for plastic waste management and manufacture of value added products - A world prospective”, Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14 2010 : hal. 233 – 248.
[21] YB Sonawane, MR Shindikar, MY Khaladkar, “Onsite Conversion of Thermoplastic Waste into Fuel by Catalytic Pyrolysis”, International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology, 3 2007 : hal. 15903 – 15908.
[22] J. Aguado, D. P. Serrano, M. D. Romero, J. M. Escola, “Catalytic conversion of polyethylene into fuels over mesoporous MCM-41”, Chem. Commun, 1996. [23] Sachin Kumar, Achyut K. Panda, R.K. Singh, “A review on tertiary recycling of
high-density polyethylene to fuel”, Journal of Conservation and Recycling, 55 2011 : hal. 893 – 910
[24] Hanna Wilczura-Wachnik, “Catalytic cracking of hydrocarbons”, Chemical Technology Division, Faculty of Chemistry, University of Warsaw, 2014.
[25] Luis Noreña, Julia Aguilar, Violeta Mugica, Mirella Gutiérrez and Miguel Torres, “Materials and Methods for the Chemical Catalytic Cracking of Plastic Waste”, Applied Chemistry Research Group, Departamento de Ciencias Básicas, Universidad Autónoma Metropolitana, Azcapotzalco, México, 2012.
[26] Christine Cleetus, Shijo Thomas, Soney Varghese, “Synthesis of Petroleum-Based Fuel from Waste Plastics and Performance Analysis in a CI Engine”, Journal of Energy, 2013 : hal. 1 – 10.
[27] Feng Gao, “Pyrolysis of Waste Plastics into Fuels. Chemical and Process
Engineering”, Thesis University of Canterbury, New Zealand, 2010.
[28] P. N. Sharratt, Y.-H. Lin, “Investigation of the Catalytic Pyrolysis of High-Density Polyethylene over a HZSM-5 Catalyst in a Laboratory Fluidized-Bed Reactor”, Ind. Eng. Chem. Res, 36(12) 1997 : hal. 5118 – 51124.
[30] Joko, Santoso, “Uji Sifat Minyak Pirolisis dan Uji Performasi Kompor Berbahan Bakar Minyak Pirolisis dari Sampah Plastik”, Skripsi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010
[31] Qiangu Yan, Hossein Toghiani, Fei Yu, Zhiyong Cai, Jilei Zhang, “Effects of Pyrolysis Conditions on Yield of Bio-Chars from Pine Chips”, Journal of Forest Products, 61 (5) 2011 : hal. 367 – 371.
[32] American Society For Testing and Material, ASTM D1298 : Standard Test Method for Density, Relative Density (Spesific Gravity), or API Gravity of Crude Petroleum and Liquid Petrolium Products by Hydrometer Method, 1999.
[33] American Society For Testing and Material, ASTM D445 : Standard Test Method for Viscosity of Transparent and Opaque Liquids (Kinematic and Dynamic Viscosities), 1965.
[34] Douglas A Skoog, F. James Holler dan Stanley R. Grouch, “Principles of instrumental Analysis”, Thomson Brooks , 2007
[35] Achyut Kumar Panda, “Studies on process optimization for production of liquid fuels from waste plastics” Thesis National Institute of Technology, Rourkela, 2011.
[36] Achyut K. Panda dan R.K.Sigh, “ Optimization of Process for the Thermo-catalytic Degradation of Waste Polypropylene to Liquid Fuel”, Advances in Energy Engineering (AEE) 1 (3), 2013 : hal. 74 – 83.
[37] Hussain Gulab, Muhammad Rasul Jan, Jasmin Shah dan George Manos, “Plastic catalytic pyrolysis to fuels as tertiary polymer recycling method: Effect of process conditions”, Journal of Environmental Science and Health, Part A: Toxic/Hazardous Substances and Environmental Engineering, 45 (2010) : hal. 908-915.
[38] Neeraj Mishra, Sunil Pandey, Bhushan Patil,Mukeshchand Thukur, Ashmi Mewada,Madhuri Sharon, and Maheshwar Sharon, “Facile Route to Generate Fuel Oil via Catalytic Pyrolysis of Waste Polypropylene Bags: Towards Waste Management of >20�m Plastic Bags”, Journal of Fuels 2014: hal 1- 10
[39] M. Rezvanipour, F. Alikhani Hesari*, M. Pazouki, “Catalytic Pyrolysis of General Purpose PolyStyrene Using Red Mud as a Catalyst”, Iranian Journal of Chemical Engineering, 11 (4) 2014 : hal 10-20.
[40] Kaustav Mukherjee dan C.Thamotharan, “Performance and Emission Test of Several Blends of Waste Plastic Oil with Diesel and Ethanol on Four Stroke Twin Cylinder Diesel Engine”, Journal of Mechanical and Civil Engineering, 11 (2) 2014 : hal 47-51
[41] Ademiluyi, T dan Akpan, C, “Preliminary evaluation of fuel oil produced from pyrolysis of low density polyethylene water- sachet wastes”, Preliminary Evaluation of Fuel Oil, 11 (3) 2007: hal 15-19.
[42] Chevron Corporation, “Diesel Fuels Technical Review”, Chevron Products Company, San Ramon, 2007
[43] Fika Hesti Wulandari dan Sri Wahyuni, “Konversi Katalitik Polipropilen menjadi Fraksi Bahan Bakar Cair menggunakan Katalis Ni-Mo/Za”, Indonesian Journal Of Chemical Science, 4(1)2015 : hal 70-74.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi, Laboratorium Kimia Fisika, FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan dan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.
3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah plastik bekas kemasan gelas (PBKG) jenis polipropilena dan katalis yang digunakan yaitu karbon aktif powdered.
3.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Reaktor Pirolisis
2. Termometer 3. Kondensor 4. Corong gelas 5. Spatula
6. Neraca analitik 7. Beaker glass
8. Erlenmeyer 9. Gelas ukur
10. Viskosimeter ostwald
11. Fourier Transform Infra-Red (FTIR) 12. Bom kalorimeter oksigen
13. Gas Cromatography Mass Spektrophotometer (GCMS) 14. Piknometer
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penyediaan Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yaitu polipropilena disediakan berdasarkan prosedur berikut: 1. Polipropilena diperoleh dari Plastik Bekas Kemasan Gelas (PBKG) dicuci. 2. PBKG dipotong dengan ukuran 2 x 2 cm
3. Potongan PBKG ini disediakan sebanyak ± 500 gram.
Gambar 3.1 menunjukkan flowchart prosedur penyediaan bahan baku pirolisis, yaitu polipropilena yang diperoleh dari PBKG.
Mulai
Plastik Bekas Kemasan Gelas (PBKG) dicuci
Dipotong dengan ukuran 2 x 2 cm
Apakah massa potongan PBKG ± 500 gram?
Selesai
Tidak
Ya
Gambar 3.1 Flowchart Penyediaan Bahan Baku Pirolisis
3.3.2 Proses Pirolisis Polipropilena dari PBKG
Prosedur pirolisis dilakukan melalui beberapa tahapan proses diantaranya sebagai berikut [30] :
1. Pipa sambungan antara lubang pengeluaran gas pirolisis dengan unit pendingin dan
pipa aliran air pada kondensor dipasang.
3. Air pada unit pendingin dialirkan.
4. Plastik bekas kemasan gelas (PBKG) jenis Polipropilena (PP) sejumlah 500 gram dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis (tanpa katalis) dan katalis karbon aktif (dengan penggunaan katalis).
5. Pirolisis dilakukan selama 2 jam.
6. Setelah proses pirolisis selesai maka minyak hasil pirolisis tersebut diambil.
7. Minyak hasil pirolisis disaring dengan menggunakan kertas whatman no 1. 8. Pemanas LPG dimatikan dan mempersiapkan proses pirolisis selanjutnya.
9. Langkah (3) – (8) untuk tampa penggunaa katalis dan dengan menggunakan katalis
diulangi, dimana perbandingan katalis karbon aktif dengan PP dari PBKG yaitu 0,1,
0,15, 0,2, 0,25 dan 0,3 dengan suhu reaktor yaitu 200ºC, 250 ºC, 300 ºC dan 350
ºC.
Gambar 3.2 menunjukkan rangkaian peralatan pirolisis PBKG jenis polipropilena dan Gambar 3.3 menunjukkan flowchart prosedur dalam proses pirolisis plastik bekas kemasan gelas (PBKG) jenis polipropilena (PP).
Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Pirolisis PBKG Reaktor Pirolisis
Tabung Gas
Kondensor
Pemanas
Mulai
Burner/kompor dihidupkan dan reaktor dipanaskan sampai suhu yang diinginkan
Pirolisis dilakukan selama 2 jam
Setelah proses pirolisis selesai maka minyak hasil pirolisis tersebut diambil
Pemanas LPG dimatikan dan mempersiapkan proses pirolisis selanjutnya
Air pada unit pendingin dialirkan
Plastik bekas kemasan gelas (PBKG) jenis Polipropilena (PP) sejumlah 500 gram dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis (tanpa katalis) dan
katalis karbon aktif (dengan penggunaan katalis)
Pipa sambungan antara lubang pengeluaran gas pirolisis dengan unit
pendingin dan pipa aliran air pada kondensor dipasang
Apakah masih ada variasi komposisi dan suhu lain?
Selesai
Ya
Tidak
Minyak hasil pirolisis disaring dengan menggunakan kertas whatman no 1
3.3.3 Penentuan Yield Proses Pirolisis
Yield merupakan hasil yang diperoleh dari proses pirolisis, analisis yield
berfungsi untuk melihat seberapa besar yield yang dihasilkan dengan pengaruh suhu proses dan perbandingan komposisi dari PBKG dengan katalis yaitu karbon aktif.
Penentuan yield dapat dihitung dengan menggunakan rumus [31]:
Yield (%) = (massa produk/massa umpan) x 100 % ………..(3.1)
3.3.4 Pengujian Kualitas Bahan Bakar Pirolisis 3.3.4.1Uji Densitas/ Specific Gravity/ API Gravity
Densitas secara praktis diartikan sebagai berat cairan per unit volume pada 15 ºC dan 101,532 KPa dengan satuan standar pengukuran misalnya kg/m3, dimana densitas merupakan sifat umum bahan bakar solar. Densitas adalah faktor penting dalam indikator kualitas dari bahan bakar otomotif, penerbangan, maupun armada laut, yang mana mempengaruhi penyimpanan, penanganan, maupun pembakaran.
Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan piknometer dengan volume 10 ml, dimana sebelumnya bahan bakar hasil pirolisis disiapkan pada suhu 15 ºC. Kemudian dihitung berat kosong piknometer dan berat piknometer yang telah berisi bahan bakar hasil pirolisis. Maka densitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Densitas = Be a i e e e i i – Be a i e e g
…………(3.2)
Spesifik gravity adalah perbandingan massa sejumlah volume zat pada suhu tertentu terhadap massa air murni dengan volume yang sama pada suhu yang sama atau suhu yang berbeda [32]. Specific gravity dinyatakan dengan dua angka suhu. Angka pertama menunjukkan suhu zat, sedang angka kedua menunjukkan suhu air. Umumnya suhu acuan meliputi 60/60 oF, 20/20 oC, 20/4 oC.
Pengukuran spesifik gravity dapat dihitung dengan persamaan [32] : sg sampel = De i a a e
De i a ai ……….…...(3.3)
API gravity adalah fungsi dari specific gravity 60/60 ºF, yang dimana dapt dihitung dengan persamaan berikut [32]:
3.3.4.2Uji Viskositas Kinematik
Sifat kemudahan mengalir minyak dinyatakan sebagai viskositas dinamik dan viskositas kinetik. Viskositas dinamik adalah ukuran tahanan untuk mengalir dari suatu zat cair, sedang viskositas kinetik adalah tahanan zat cair untuk mengalir karena gaya berat. Bahan yang mempunyai viskositas kecil menunjukkan bahwa bahan itu mudah mengalir, sebaliknya bahan dengan viskositas tinggi sulit mengalir.
Suatu minyak bumi atau produknya mempunyai viskositas tinggi berarti minyak itu mengandung hidrokarbon berat (berat molekul besar), sebaliknya viskositas rendah maka minyak itu banyak mengandung hidrokarbon ringan. Viskositas minyak erat kaitannya dengan kemudahan mengalir pada pemompaan, kemudahan menguap untuk pengkabutan dan mampu melumasi fuel pump plungers. Penggunaan bahan bakar yang mempunyai viskositas rendah dapat menyebabkan keausan pada bagian-bagian pompa bahan bakar. Apabila bahan bakar mempunyai viskositas tinggi, berarti tidak mudah mengalir sehingga kerja pompa dan kerja injektor menjadi berat.
Sifat kebersihan minyak solar sesuai spesifikasi ditunjukkan pada pengujian viskositas Kinematik, ASTMD 445. Viskositas Kinematik dapat dihitung dari persamaan berikut [33]:
Viskositas Kinematis, cSt = C.t ………..……(3.5) Dimana :
C = konstanta kalibrasi viskosimeter, cSt/s t = waktu mengalir, s
Konstanta kalibrasi viskosimeter dapat dihitung dengan persamaan [33] :
C = v/t …..……….………..………(3.6) v = viskositas, cSt, untuk cairan standar seperti air
t = waktu alir, s
viskosimeter otswald dan kemudian nilai viskositas dihitung menggunakan persamaan [33] :
Viskositas dinamis, cP = ρ v ………..(3.7) Dimana :
ρ = Densitas, g/cm3 pada suhu yang sama dengan saat pengukuran viskositas kinematis
v = Viskositas kinematis, cSt
3.3.4.3Karakterisasi Fourier Transform Infra - Red (FTIR)
Sampel yang akan dianalisis dengan Fourier Transform Infra – Red yaitu berupa bahan bakar hasil dari hasil proses. Tujuan dilakukannya analisa ini adalah untuk melihat gugus baru yang terbentuk pada bahan bakar hasil pirolisis. Analisis FTIR dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.3.4.4Karakterisasi Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS)
Sampel yang akan dianalisa dengan Gas Chromatography Mass Spectroscopy
yaitu bahan bakar hasil pirolisis. Tujuan dilakukannya analisa ini adalah untuk digunakan untuk identifikasi jenis senyawa karbonil. Analisis GCMS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.
3.3.4.5Analisis Heating Value
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Bahan Baku Plastik Bekas Kemasan Gelas (PBKG) Jenis Polipropilena (PP)
Pada penelitian ini digunakan Plastik Bekas Kemasan Gelas (PBKG) jenis Polipropilena (PP) sebagai bahan baku. PBKG yang digunakan diperoleh dari limbah kemasan gelas air mineral yang biasa dijumpai dikehidupan sehari – hari. Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra - Red) plastik bekas kemasan gelas (PBKG) jenis polipropilena dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari PBKG. Karakterisasi FTIR dari PBKG jenis polipropilena dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Keterangan analisis gugus fungsi [34] :
- 2974,23 cm-1 : regang gugus alkana (C–H)
- 1458,16 cm-1 : regang gugus metilen (–CH
2)
- 1369,46 cm-1 : regang gugus metil (–CH
3)
Gambar 4.1 Karakterisasi FTIR Plastik Bekas Kemasan Gelas Jenis Polipropilena dan Polipropilena Murni
1458,16 1369,46 2974,23 300 250 200 150 100 50 0
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Bilangan Gelombang (cm-1)
Dari hasil FTIR Plastik Bekas Kemasan Gelas (PBKG) jenis polipropilena, dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 2974,23 cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus alkana (C–H). Disamping itu, terdapat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1458,16 cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus C–H dari –CH2 (metilen) dan puncak serapan pada panjang gelombang 1369,46 cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus C-H dari –CH3-C (metil). Hasil spektrum FTIR jelas menunjukkan terbentuknya gugus - gugus yang mendukung PBKG jenis PP yang memiliki struktur seperti Gambar 4.2. Selain itu, hasil spektrum FTIR PBKG jenis PP juga memiliki kesamaan dengan hasil spektrum FTIR PP murni.
C C
CH3 H
H H n
Gambar 4.2 Struktur Polipropilena
Puncak serapan gugus alkana dan metilen pada FTIR PBKG tidak setajam puncak serapan pada PP murni. Hal ini disebabkan karena PBKG merupakan jenis PP yang telah diproses dengan melibatkan penggunaan senyawa aditif, seperti antistatik, antioksidan, dan lain sebagainya. Kehadiran senyawa aditif ini juga menyebabkan perubahan puncak serapan yang terbentuk.
4.2 Pengaruh Suhu dan Jumlah Katalis terhadap Perolehan Yield
membentuk gas yang tidak terkondensasi, pada pirolisis limbah plastik jenis polipropilena pada suhu 500, 525 dan 550 ºC produk cairan menurun dan produk gas meningkat.
Gambar 4.3 Pengaruh Suhu dan Jumlah Katalis Karbon Aktif terhadap Perolehan
Yield
Berdasarkan grafik hasil penelitian, yield dari pirolisis tanpa menggunakan katalis meningkat seiring dengan peningkatan suhu dan pada suhu akhir yaitu 350 ºC produk cairan belum menunjukkan penurunan konversi, ini disebabkan suhu pirolisis yang digunakan menghasilkan gas yang tidak mudah terkondensasi lebih sedikit dan menghasilkan cairan lebih banyak.
Pada pirolisis yang menggunakan katalis karbon aktif, yield dari pirolisis PBKG meningkat seiring peningkatan suhu namun mengalami penurunan yield
pada suhu 350 ºC. Penambahan jumlah katalis karbon aktif meningkatkan yield
Dari grafik hasil penelitian terlihat pada suhu 350 ºC penggunaan katalis karbon aktif tidak menunjukkan yield atau konversi lebih besar dari pada pirolisis tanpa menggunakan katalis dimana yield tanpa menggunakan katalis yaitu 72,073 %. Pada pirolisis dengan menggunakan katalis konversi meningkat dengan peningkatan suhu, dimana membentuk produk gas lebih banyak dari pada produk cair. Penggunaan katalis membuat distribusi produk menjadi kurang signifikan pada temperatur tinggi, reaksi akan seperti reaksi pirolisis tanpa menggunakan katalis [26].
Penggunaan katalis pada pirolisis PBKG dengan rasio PP : Karbon Aktif ; 10 : 3 mengalami penurunan yield, disebabkan oleh jumlah katalis yang terlalu banyak membuat tidak terlalu berpengaruh terhadap konversi yang dihasilkan dan katalis karbon aktif termasuk dalam jenis katalis padatan asam konvensional, dimana pengaruh keasaman yang tinggi membuat produk gas lebih banyak dihasilkan. Dalam hal ini pirolisis yang dilakukan dengan menggunakan katalis, rasio PP : Karbon Aktif ; 10 : 2,5 pada suhu 350 ºC menghasilkan yield yang paling tinggi yaitu 64,831 %.
4.3 Analisis Produk Bahan Bakar Cair
Parameter analisis bahan bakar cair yang dihasilkan meliputi analisis kualitas (densitas / Spesific Gravity / API Gravity, viskositas kinematis, dan
Heating Value) dan analisis komponen senyawa dan gugus fungsi senyawa yang terkandung didalamnya (GC-MS dan FTIR).
4.3.1 Analisis Densitas / Specific Gravity / API Gravity
Densitas adalah faktor penting dalam indikator kualitas dari bahan bakar otomotif, penerbangan, maupun armada laut, yang mempengaruhi penyimpanan, penanganan, maupun pembakaran. Densitas merupakan sifat utama dari suatu bahan bakar yang secara langsung mempengaruhi karakteristik kinerja mesin, seperti angka setana dan nilai kalor.
[image:31.595.125.502.396.754.2]Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh densitas bahan bakar cair hasil pirolisis PBKG seperti yang telah disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Analisis Densitas Bahan Bakar Cair Suhu Pirolisis
(oC)
Rasio Katalis : Polipropilena (b/b)
Densitas Bahan Bakar Cair (g/cm3) (15 oC)
200 0:10 0,748
250 0:10 0,747
300 0:10 0,658
350 0:10 0,767
200 1:10 0,735
250 1:10 0,748
300 1:10 0,761
350 1:10 0,776
200 1,5:10 0,746
250 1,5:10 0,756
300 1,5:10 0,771
350 1,5:10 0,744
200 2:10 0,767
250 2:10 0,756
300 2:10 0,771
350 2:10 0,776
200 2,5:10 0,752
250 2,5:10 0,768
Tabel 4.1 Hasil Analisis Densitas Bahan Bakar Cair (lanjutan) Suhu Pirolisis
(oC)
Rasio Katalis : Polipropilena (b/b)
Densitas Bahan Bakar Cair (g/cm3) (15 oC)
350 2,5:10 0,772
200 3:10 0,770
250 3:10 0,759
300 3:10 0,773
350 3:10 0,778
Dicampur dengan Solar dan Memenuhi Standar Diesel komersial
Dari Tabel 4.1 densitas yang diperoleh dari penelitian berkisar antara 0,658-0,778 g/ml. Mishra et al [38] melakukan pirolisis limbah plastik polipropilena selama 60 menit, menggunakan katalis nikel pada suhu pirolisis 550 ºC, densitas yang dihasilkan yaitu 0,7930 g/ml. Standar densitas yang diterapkan Pemerintahan Indonesia untuk diesel 48 (Solar) berkisar antara 0,815-0,870 dan untuk diesel 51 (Pertamina Dex) berkisar antara 0,820-0,860 [29].
Berdasarkan hasil penelitian densitas bahan bakar cair yang dihasilkan sedikit berada dibawah standar diesel 48, densitas bahan bakar cair yang diperoleh lebih mendekati densitas bensin yaitu 0,736/0,725 g/ml [39]. Pencampuran bahan bakar hasil pirolisis dengan bahan bakar diesel dapat memberikan kualitas bahan bakar yang lebih baik dimana hasil densitas dapat memenuhi standar [29]. Mukherjee dan Thamotharan [40] melakukan pengujian terhadap campuran bahan bakar plastik dengan diesel pada mesin diesel silinder ganda dan mendapatkan hasil yang terbaik pada perbandingan 20 % bahan bakar plastik dan 80 % diesel.
Pencampuran antara bahan bakar cair hasil pirolisis dengan solar, menggunakan sampel PP : Karbon Aktif yaitu 10 : 2 pada suhu 300 ºC dengan perbandingan 20 % : 80 %, diperoleh densitas 0,848 g/ml dimana memenuhi standar diesel 48 (Solar). Dapat disimpulkan dengan mencampurkan bahan bakar cair yang dihasilkan dengan diesel dapat meningkatkan kualitas bahan bakar.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan juga diperoleh specific gravity
Tabel 4.2 Hasil Analisis SpecificGravity dan API Gravity Bahan Bakar Cair Suhu Pirolisis
(oC)
Rasio katalis :
Polipropilena (b/b) SpesifiC Gravity API Gravity
200 0:10 0,749 57,358
250 0:10 0,748 57,615
300 0:10 0,659 83,257
350 0:10 0,768 52,862
200 1:10 0,736 60,745
250 1:10 0,749 57,358
300 1:10 0,761 54,337
350 1:10 0,777 50,693
200 1,5:10 0,747 57,872
250 1,5:10 0,756 55,584
300 1,5:10 0,772 50,455
350 1,5:10 0,745 58,388
200 2:10 0,768 52,862
250 2:10 0,756 55,584
300 2:10 0,772 51,891
350 2:10 0,777 50,693
200 2,5:10 0,752 56,594
250 2,5:10 0,769 52,618
300 2,5:10 0,772 51,891
350 2,5:10 0,773 51,650
200 3:10 0,771 52,133
250 3:10 0,759 54,834
300 3:10 0,774 51,410
350 3:10 0,779 50,218
Dicampur dengan Solar dan Memenuhi Standar Diesel
Densitas pada minyak bumi atau bahan bakar sering ditampilkan dalam istilah API gravity, suatu skala yang diatur oleh American Petroleum Institute dan National Bureau of Standard atau National Institute of Standard and Technology.
Dari Tabel 4.2 bahan bakar cair yang dihasilkan memiliki nilai API gravity
berkisar antara 50 – 61. Mishra et al [38] melakukan pirolisis limbah plastik polipropilena dengan menggunakan katalis nikel pada suhu 550 ºC, dengan API
Amerika dimana memiliki API Gravity 45-57 [41], bahan bakar cair yang dihasilkan relatif memenuhi standar API gravity dari JP-4.
Pencampuran antara solar dengan bahan bakar cair hasil pirolisis menggunakan sampel PP : Karbon Aktif yaitu 10 : 2 pada suhu 300 ºC, dengan perbandingan 20 % : 80 %, diperoleh nilai API gravity sebesar 35,115 yang telah memenuhi standar API gravity dari solar pada 60 ºF (15,6 ºC) yaitu 30 sampai 42 [42], sedangkan nilai Specific gravity yang diperoleh dari hasil pencampuran sebesar 0,849 juga telah memenuhi standar Specific gravity dari solar yaitu 0,85 [39].
4.3.2 Analisis Viskositas Kinematik
Viskositas kinematik adalah tahanan zat cair untuk mengalir karena gaya berat dengan satuan centistokes. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, viskositas yang dihasilkan adalah seperti yang telah disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Bahan Bakar Cair Suhu Pirolisis
(oC)
Rasio katalis : Polipropilena (b/b)
Suhu
(oC) Viskositas Kinematik (cSt)
200 0:10 40 0,829
250 0:10 40 1,457
300 0:10 40 1,362
350 0:10 40 1,611
200 1:10 40 1,159
250 1:10 40 1,409
300 1:10 40 1,558
350 1:10 40 1,772
200 1,5:10 40 1,172
250 1,5:10 40 1,296
300 1,5:10 40 2,025
350 1,5:10 40 2,497
200 2:10 40 1,635
250 2:10 40 1,498
300 2:10 40 2,248
350 2:10 40 2,004
Tabel 4.3 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Bahan Bakar Cair (lanjutan) Suhu Pirolisis
(oC)
Rasio katalis : Polipropilena (b/b)
Suhu
(oC) Viskositas Kinematik (cSt)
250 2,5:10 40 1,701
300 2,5:10 40 1,617
350 2,5:10 40 1,820
200 3:10 40 1,695
250 3:10 40 1,783
300 3:10 40 1,683
350 3:10 40 1,730
Memenuhi Standar Diesel Komersial
Bahan bakar cair memiliki viskositas berkisar antara 0,829-2,248. Mishra et al [38] melakukan pirolisis limbah plastik polipropilena dengan menggunakan katalis nikel pada suhu 550 ºC, viskositas yang diperoleh yaitu 2,149 mm2/s.
Pemerintah Indonesia menetapkan standar viskositas kinematik diesel komersial yaitu 2,0-5,0 untuk diesel 48 (Solar) dan 2,0-4,5 untuk Diesel 51 (Pertamina Dex) [29]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai viskositas kinematik ada yang memenuhi standar viskositas diesel komersial yaitu pada pirolisis suhu 300 dan 350 ºC dengan rasio Karbon Aktif : PP yaitu 1,5 : 10 dan 2 : 10.
4.3.3 Analisis Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS)
Pada percobaan ini produk yang diinginkan adalah produk liquid karena molekul hidrokarbonnya sama dengan fraksi minyak bumi sehingga bisa digunakan sebagai bahan bakar cair terutama fraksi diesel (C8–C21) [11]. Dari proses pirolisis tersebut juga menghasilkan produk gas dan padat sisa plastik yang belum menguap, dalam penelitian ini produk gas dan padat tidak ditentukan.
Tabel 4.4 Komposisi GC-MS Bahan Bakar Cair Hasil Pirolisis
PP : Karbon Aktif ; 10 : 2 (300 °C) Tanpa Katalis (350 °C) Peak# R.Time Area %
Molekul
Formula R.Time
Area %
Molekul Formula
1 3,644 2,01 C8H18 5,21 1,82 C9H20
2 5,722 3,54 C9H18 5,726 3,22 C9H18
3 6,016 9,63 C8H16 6,019 8,94 C8H16
4 8,537 2,33 C10H20 8,54 1,9 C10H20
5 15,258 3,10 C9H12 15,28 3,36 C9H12
6 22,814 1,98 C12H24 22,545 1,8 C12H24
7 23,629 4,02 C12H26 22,821 2,27 C12H24
8 23,826 2,55 C12H26 23,635 4,23 C12H28
9 31,060 1,98 C11H22 23,831 2,55 C14H28
10 31,777 2,29 C13H28O 25,571 1,88 C13H28O
11 31,935 6,31 C13H28O 26,702 2,29 C11H20
12 32,171 2,73 C13H28O 31,063 2,21 C11H22
13 32,430 5,62 C13H28O 31,299 1,95 C12H24
14 33,220 2,19 C19H38 31,782 2,48 C50H102O
15 33,971 1,84 C10H16O 31,94 6,31 C13H28O
16 37,862 3,47 C20H42O 32,174 3,05 C13H28O
17 38,539 2,10 C20H42O 32,432 5,69 C13H28O
18 38,934 2,40 C14H28O 33,224 2,25 C13H28O
19 39,634 2,29 C14H28O 33,977 2,58 C10H16O
20 42,236 2,26 C41H84O 37,866 3,89 C20H42O
21 42,942 3,72 C41H84O 38,541 2,3 C20H42O
22 43,570 3,02 C20H42O 39,638 2,93 C14H28O
23 43,887 2,87 C15H30O 42,945 3,54 C41H84O
24 44,547 2,21 C14H28O 43,574 2,58 C14H28O
25 46,830 1,84 C54H108 43,882 2,65 C32H66O
26 47,472 2,84 C41H84O 44,551 2,52 C14H28O
27 47,697 2,54 C18H36 46,843 1,92 C60H122
28 48,319 2,85 C18H36 47,476 2,54 C18H36
29 48,947 2,55 C18H36 47,706 2,37 C18H36
30 51,574 2,20 C41H84O 48,323 2,28 C18H36
31 51,757 2,14 C18H36 49,95 2,38 C18H36
32 52,346 2,34 C18H36 51,577 1,78 C41H84O
33 52,937 2,37 C18H36 51,762 1,69 C18H36
34 56,022 1,86 C18H36 52,349 1,9 C18H36
35 52,941 1,94 C18H36
monomer, pemanasan pada suhu tinggi membuat rantai C terputus dari atom C yang lain.
[image:37.595.145.507.436.651.2]Tabel 4.4 menyajikan hasil analisis GC-MS terhadap bahan bakar cair hasil pirolisis tanpa menggunakan katalis pada suhu 350 ºC dan menggunakan katalis dengan perbandingan PP : karbon aktif ; 10 : 2 pada suhu 300 ºC. Berdasarkan hasil analisis GC-MS terjadinya pemutusan rantai polimer dilihat dari presentase area produk menghasilkan fraksi C8 sampai C21 lebih besar, untuk bahan bakar hasil pirolisis tanpa menggunakan katalis yaitu sebesar 87,62 % dan untuk pirolisis dengan menggunakan katalis dengan perbandingan PP : Karbon aktif ; 10 : 2 sebesar 80,81 %. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa fraksi C8 sampai C21 dari pirolisis tanpa katalis pada suhu 350 ºC lebih besar, ini disebakan karena pengaruh suhu pirolisis yang digunakan, tetapi presentase fraksi yang dihasilkan tidak terlalu jauh dengan pirolisis suhu 300 ºC menggunakan katalis karbon aktif, dimana katalis membantu memecah ikatan rantai polimer. Perbandingan distribusi atom C pada bahan bakar cair yang dihasilkan dari pirolisis menggunakan katalis dan tanpa katalis dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Pengaruh Penggunaan Katalis terhadap Distribusi Fraksi Bahan Bakar (Diesel Range : C8 – C21 ; High Molecular Weight : >C22)
melakukan analisis GC-MS terhadap hasil pirolis polipropilena dengan katalis Ni-Mo/ZA selama 60 menit pada suhu 350 ºC, menghasilkan C5 sampai C12 sebanyak 19,75163 % dan meningkat pada suhu 400 ºC menjadi 41,9766 %, suhu mempunyai pengaruh yang terpenting terhadap laju reaksi pada proses pemecahan rantai polimer.
4.3.4 Analisis FTIR Produk Bahan Bakar Cair
[image:38.595.114.545.332.508.2]Bahan bakar cair yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi senyawa yang terkandung pada bahan bakar cair yang dihasilkan. Karakterisasi FTIR dari produk bahan bakar cair tanpa katalis dengan suhu pirolisis 350 ºC dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Spektrum Gelombang Analisis FTIR Produk Bahan Bakar Cair yang Dihasilkan dari Suhu Pirolisis 350 °C Tanpa Katalis
Dari hasil pengukuran spektrum FTIR, terdapat banyak puncak yang teridentifikasi oleh alat dan disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Analisis FTIR pada Bahan Bakar Cair yang Dihasilkan dari Suhu Pirolisis 350 °C Tanpa Katalis
No. Gugus Jenis Senyawa Bilangan Gelombang (cm-1)
1. C-H Alkana
2956,63 ; 2916,80 ; 2872,36 1376,11 ; 1456,08
2. C=C Alkena 886,54 ; 967,37
1646,26
[image:38.595.152.471.627.739.2]Produk bahan bakar cair yang dihasilkan dari Suhu Pirolisis 300 °C dengan Rasio PP:Karbon Aktif ; 10:2, karakterisasi FTIR dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Spektrum Gelombang Analisis FTIR Produk Bahan Bakar Cair yang Dihasilkan dari Suhu Pirolisis 300 °C dengan Rasio PP:Karbon Aktif ; 10:2
Dari hasil pengukuran spektrum FTIR, terdapat banyak puncak yang teridentifikasi oleh alat dan disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Analisis FTIR pada Bahan Bakar Cair yang dihasilkan dari Suhu Pirolisis 300 °C dengan Rasio PP:Karbon Aktif ; 10:2
No. Gugus Jenis Senyawa Bilangan Gelombang (cm-1)
1. C-H Alkana
2955,58 ; 2914,55 ; 2870,29 1372,17 ; 1456,84
2. C=C Alkena 887,08 ; 967,88
1648,67
3. C-O Alkohol 1108,20 ; 1155,93
[image:39.595.155.470.427.537.2]berkurangnya puncak – puncak absorpsi pada bahan baku menjadi puncak absorbsi yang lebih kuat dan menunjukkan gugus – gugus senyawa yang terdapat pada bahan baku sudah mengalami pemutusan ikatan dan membentuk ikatan baru yang lebih sederhana. Hasil ini didapatkan dari pemecahan rantai polimer yang tidak teratur dengan menggunakan panas atau disebut proses pirolisis [34].
4.3.5 Analisis Heating Value
Nilai kalor merupakan jumlah energi kalor yang dilepaskan bahan bakar pada waktu terjadinya oksidasi unsur-unsur kimia yang ada pada bahan bakar tersebut, nilai kalor sangat berbeda-beda sesuai jenis bahan bakarnya. Analisis diuji terhadap bahan bakar cair hasil pirolisis pada suhu 300 ºC dengan rasio PP : Karbon aktif yaitu 10:2, menggunakan alat kalorimeter bom dan diperoleh heating value yaitu 44903 kJ/kgdimana mendekati standar heating value dari diesel yaitu 42000 kJ/kg [40], dan dapat disimpulkan bahwa hidrokarbon cair yang diperoleh dari pirolisis plastik bekas kemasan gelas (PBKG) dapat digunakan sebagai bahan bakar .
Hasil yang sama juga didapatkan oleh Mukheree danThamotharan [40]
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah : 1. Peningkatan suhu dan penambahan jumlah katalis terhadap proses pirolisis
menghasilkan bahan bakar cair yang terbaik yaitu rasio Katalis PP:Karbon Aktif; 10:2 pada suhu 300 ºC dengan yield sebesar 59,351 %, serta hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan bakar cair yang dihasilkan memenuhi standar diesel komersial, diperoleh densitas sebesar 0,848 g/ml dan viskositas kinematik sebesar 2,248 cSt, dimana menunjukkan keefektifan penggunaan katalis karbon aktif dalam proses pirolisis PBKG jenis polipropilena.
2. Yield tertinggi untuk pirolisis tanpa katalis diperoleh pada suhu 350 ºC.
3. Berdasarkan hasil analisis GC-MS komponen bahan bakar hasil pirolisis dari PBKG menghasilkan lebih besar hidrokarbon fraksi diesel yaitu C8 sampai C21.
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan adalah :
1. Penelitian berikutnya disarankan menggunakan suhu lebih tinggi.
2. Sebaiknya untuk penelitian berikutnya alat yang digunakan menggunakan safety valve.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik
Plastik adalah kelompok umum bahan sintetis atau alami, terdiri dari molekul rantai tinggi yang dimana elemen utamanya adalah karbon. Dalam penggunaan umum istilah plastik, polimer, dan resin secara kasar setara. Plastik dibuat dari monomer, yaitu unit molekul berulang dan berupa rantai balok melalui berbagai proses kimia, seperti [13]:
• Polimerisasi katalitik atau peroksida yang tersusun dari monomer , misalnya propilena, atau butadiena + stiren (kopolimer);
• Polikondensasi dari monomer berbeda (misalnya asam organik bifunctional
dan alkohol atau amina);
• Poliadisi molekul monomer yang reaktif.
Plastik berdasarkan jenisnya terdiri atas dua yaitu termoplastik dan termoset plastik, termoplastik adalah plastik yang sudah dibentuk dapat melunak dengan perlakuan panas dan dapat dibentuk kembali berulang-ulang, sampai kehilangan penyusunnya, contoh: polietilena, polipropilena, nilon, polikarbonat, dll, yang contoh penerapannya seperti ember polietilena, cangkir polistirena, tali nilon, dll.
Thermosetting plastik adalah plastik yang sudah dibentuk tidak bisa dilunakkan oleh perlakuan panas. Kelebihan panas akan membuat penyusun hangus. Contoh: fenol formaldehid, urea formaldehid, melamin formaldehid, termosetting poliester, dll, yang contoh penerapannya seperti : switch listrik, meja sermica, melamin
Cutlery [14].
2.1.1 Daur Ulang Plastik
dan kesehatan. Sebaliknya, sifat ketahanan yang tinggi membuat pembuangan limbah plastik merupakan masalah lingkungan yang sangat serius sebagai contoh landfill, menjadi cara pembuangan yang paling sering digunakan. Limbah plastik dapat diklasifikasikan sebagai limbah plastik industri dan kota menurut asal-usul mereka, kelompok-kelompok ini memiliki kualitas dan sifat yang berbeda [8].
[image:43.595.131.523.353.530.2]Plastik adalah polimer non-biodegradable sebagian besar mengandung karbon, hidrogen, dan beberapa unsur lainnya seperti klorin, nitrogen dan lain lain. Karena sifat non-biodegradable, sampah plastik memberikan kontribusi yang signifikan terhadap masalah pengelolaan sampah kota. Produksi plastik secara signifikan tumbuh dan saat ini produksi plastik lebih dari 200 MT di seluruh dunia setiap tahunnya [2]. Konsumsi per kapita plastik dari beberapa dekade terakhir meningkat dengan cepat, yang terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 : Konsumsi Plastik per Kapita Beberapa Negara Terpilih di Dunia [14]. Negara Konsumsi Per kapita dalam kg
India (1998) 1,6
India (2000) 4,0
Vietanam 1,5
China 6,0
Indonesia 8,0
Mexico 13,0
Thailand 18,0
Malaysia 22,0
Eropa Barat 60,0
Jepang 70,0
Amerika Utara 78,0
Daur ulang adalah solusi terbaik untuk lingkungan dari industri plastik, yang dimana dikategorikan menjadi daur ulang primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Daur ulang kimia yaitu konversi limbah plastik menjadi bahan baku atau bahan bakar telah diakui sebagai pendekatan yang ideal dan secara signifikan dapat mengurangi biaya pembuangan. Produksi hidrokarbon dari degradasi plastik akan bermanfaat dimana, cairan mudah disimpan, ditangani dan diangkut [8].
Tabel 2.2 Pemilihan Plastik [12]
Resin
Kecocokan Sistem Bahan Bakar
Polietilen (PE) Sangat Baik
Polipropilena (PP) Sangat Baik
Polistiren (PS) Sangat Baik (Menghasilkan Minyak yang baik)
Resin ABS (ABS) Baik
Polivinilclorida (PVC) Tidak cocok, harus dihindari Poliuritene (PUR) Tidak cocok, harus dihindari
Fiber Reinforced Plastics (FRP) Terbakar, perlakuan awal digunakan untuk menghapus serat
PET Tidak cocok, harus dihindari
Jenis limbah plastik & daur ulangnya, Tabel 2.3 menunjukkan berbagai jenis limbah plastik dan daur ulangnya, dengan standar tanda daur ulang untuk mengidentifikasi dengan mudah untuk banyak aplikasi.
Tabel 2.3: Jenis-jenis Limbah Plastik dan Daur Ulang [14] Lambang Tipe Daur
Ulang Polimer Deskripsi
Tipe 1 Ya PET Polietilen tereftalat Botol Minuman
Tipe 2 Ya HDPE
High-Density Polyethylene
Botol deterjen & minyak , mainan, wadah digunakan di luar,
komponen dan kantong plastik
Tipe 3 Ya V/PVC
Vinyl / Polyvinyl khlorida Pembungkus makanan,
botol minyak sayuran, paket blister
Tabel 2.3: Jenis-jenis Limbah Plastik dan Daur Ulang [14] (lanjutan) Lambang Tipe Daur
Ulang Polimer Deskripsi
Tipe 4 Ya LDPE
Low Density Polyethylene, Kantong plastik,
tas pakaian atau plastik kemasan.
Tipe 5 Ya PP
Polipropilena. Kemasan berpendingin,
beberapa kantong, sebagian atas botol, beberapa karpet, dan
beberapa bungkus makanan. Tipe 6 Ya, tapi tidak umum PS Polistiren. Pengepakan daging, pelindung packing.
Tipe 7 Bebera-pa
Lainnya. biasanya yang berlapis atau
dicampur plastik.
Tabel 2.4 Data Temperatur Transisi dan Temperatur Lebur Plastik [5]
Jenis Bahan Tm (°C) Tg (°C ) Temperatur Proses Maks (°C)
PP 168 5 80
HDPE 134 -110 82
LDPE 330 -115 260
PA 260 50 100
PET 250 70 100
ABS - 110 85
PS - 90 70
PMMA - 100 85
PC - 150 246
PVC - 90 71
Pada penelitian ini, polimer yang digunakan yaitu polipropilena yang berasal dari plastik bekas kemasan gelas (PBKG). Polipropilena digunakan karena sangat sesuai untuk dijadikan bahan bakar, dan dari segi harga untuk pemprosesan lebih murah serta ketersediannya yang cukup melimpah.
2.1.2 Polipropilena
Polipropilena termasuk kelompok plastik termoplastik, kata homopolimer berarti bahwa materi yang dalam hal ini adalah polipropilena (PP), dibentuk dari monomer tunggal melalui polimerisasi. Polipropilena termasuk dalam kelompok kristal dan kristalinitas ini dapat dilihat dalam warna transparan dalam produk yang dibuat dari polipropilena [15]. Gambar 2.1 menunjukkan rumus struktur polipropilena.
Gambar 2.1 Rumus Struktur Polipropilena [15]
[image:46.595.298.364.522.588.2]Mayoritas polipropilena dianggap isotaktik. Tabel 2.5 menunjukkan perbandingan antara nilai PP yang berbeda konfigurasinya.
Tabel 2.5 Perbandingan Sifat PP [15] Konfigurasi
PP-isotaktik
PP-Sindotaktik
PP-Ataktik
Densitas (g/cm3) 0,903 0,9 0,855
Tegangan (MPa) 20-35 2,4 2
Ketegangan (%) 100-300 2000
Nilai Aliran lelehan (g/10min)
1,8 3 0,1
Keburaman (%) 85 1,7 18
Kristalinitas (%) 40-66 30-40 Amorf
Temperatur Leleh 163 168 -
Polipropilena memiliki suhu transisi gelas 0° C, semua polipropilena yang homopolimer menjadi rapuh pada suhu rendah. Titik leleh kristalnya berkisar pada 160-165 °C lebih tinggi dari PE. Oleh karena itu, suhu reaksi yang maksimal juga lebih tinggi, dengan jangka pendek 140° C dan jangka panjang 100° C. Sifat listrik PP jika dibandingkan dengan PE, lebih tidak terpengaruh oleh paparan air disebabkan PP hanya menyerap sedikit air. Karena struktur non-polar, PP secara kimiawi sangat tahan hingga 120 °C [15].
Polipropilena digunakan dalam berbagai macam aplikasi termasuk kemasan, pelabelan, tekstil (misalnya, tali, pakaian dalam dan karpet), alat tulis, bagian plastik seperti gelas minuman dan berbagai jenis kontainer plastik, peralatan laboratorium, pengeras suara dan komponen otomotif. Gambar 2.2 menunjukkan plastik bekas gelas kemasan (PBKG).
[image:47.595.236.434.555.673.2]2.2 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan padatan berpori yang mengandung 85% - 95% karbon. Bahan-bahan yang mengandung unsur karbon dapat menghasilkan karbon aktif dengan cara memanaskannya pada suhu tinggi. Pori-pori tersebut dapat dimanfaatkan sebagai agen penyerap (adsorben). Karbon aktif dengan luas permukaan yang besar dapat digunakan untuk berbagai aplikasi yaitu sebagai penghilang warna, penghilang rasa, penghilang bau dan agen pemurni dalam industri makanan. Selain itu juga banyak digunakan dalam proses pemurnian air baik dalam proses produksi air minum maupun dalam penanganan limbah [16]
[image:48.595.180.487.355.518.2]Karbon aktif mempunyai bentuk amorf yang terdiri dari pelat pelat datar dimana atom - atom karbonnya tersusun dan terikat dalam kisi heksagonal yang secara acak berorentasi dengan karbon yang tidak terorganisir [17]. Gambar 2.3 menunjukkan struktur permukaan karbon aktif.
Gambar 2.3 Struktur Permukaan Karbon Aktif [18]
Karbon aktif juga dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis sebagai berikut: Karbon aktif granular
Jenis ini berbentuk butiran atau pelle, biasanya digunakan untuk proses pada fluida phase gas, ukuran granular 4 x 8 mesh sampai 10 x 20 mesh.
Karbon aktif powder
Umumnya diproduksi dari bahan kayu dalam bentuk serbuk gergaji, jenis ini memiliki ukuran rata - rata 15 ηm –25 ηm.
Karbon aktif moleculer sieves
Karbon aktif fiber
Memiliki ukuran yang lebih kecil dari karbon aktif powder. Sebagian besar karbon aktif fiber memiliki diameter antar 7 ηm– 15 ηm [17].
Selain sebagai adsorben, karbon aktif juga merupakan katalis yang paling baik untuk degradasi bahan polietilena (PE) dan menghasilkan komponen aromatik yang tinggi. Berdasarkan penelitian terdahulu diperoleh bahwa plastik jenis PE dapat diolah menjadi bahan bakar cair dengan metode pirolisis. Karbon aktif adalah katalis yang efisien untuk jenis degradasi dan dapat menghasilkan jumlah senyawa aromatik yang lebih tinggi. Karbon aktif dipilih karena menunjukkan sifat mekanik yang tinggi, tahan panas, murah dan sebagai katalis terbaik untuk degradasi katalitik limbah PE dimana suhu optimum untuk reaksi katalitik adalah 450 °C [9].
Karbon aktif saat ini digunakan dalam berbagai aplikasi yang pengembangannya berputar pada struktur dari pori, seperti pengolahan dan pemurnian, pemulihan produk, dan peningkatan kemampuan katalitik zat lain, dengan cara menambah antarmuka antara katalis dan substrat di daerah fisik yang lebih luas. Karbon aktif juga menunjukkan hasil yang baik sebagai katalis yang dalam reaksi yang melibatkan hidrogen, karbon, dan kombinasinya (termasuk dekomposisi dari rantai pendek hidrokarbon seperti metana), yang menunjukkan bahwa hal itu mungkin memiliki landasan digunakan sebagai katalis dalam pirolisis plastik [11].
2.3 Proses Pirolisis
Pirolisis yaitu pemanasan dalam kondisi bebas oksigen, mengurai senyawa organik dari suatu bahan menjadi produk cair dan gas dengan melepaskan ikatan bahan-bahan anorganik yang terikat [19]. Proses pirolisis dapat disebut juga dengan proses perengkahan atau cracking. Cracking adalah proses pemecahan rantai polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah. Hasil dari proses cracking plastik ini dapat digunakan sebagai bahan kimia atau bahan bakar. Ada tiga macam proses cracking yaitu hidro cracking, thermal cracking dan catalytic cracking [2].
polusi udara serta pencemaran tanah. Dalam pirolisis, bahan polimer dipanaskan sampai suhu tinggi, sehingga struktur makromolekul mereka dipecah menjadi molekul yang lebih kecil dan spektrum yang luas dari hidrokarbon yang terbentuk, produk pirolisis dapat dibagi menjadi fraksi gas, fraksi cair yang terdiri dari parafin, olefin, naftena dan aromatik (Pona), dan residu padat [14].
2.3.1 Thermal Cracking
Pirolisis, disebut juga thermolisis (Yunani: pur = api, termos = hangat; luo = melonggarkan), adalah proses dekomposisi kimia dan termal, umumnya mengarah ke molekul yang lebih kecil. Thermolisis adalahistilah yang lebih tepat daripada pirolisis karena api menunjukkan adanya oksigen. Disebagian besar proses pirolisis udara dihilangkan untuk alasan keamanan, kualitas produk, dan yield. Pirolisis dapat dilakukan pada berbagai suhu, waktu reaksi, tekanan, dan dengan adanya atau tidak adanya gas atau cairan, dan katalis reaktif. Pirolisis plastik dapat di proses pada suhu rendah (<400 ºC), menengah (400-600 ºC) atau suhu tinggi (> 600 ºC) dan umumnya dilakukan pada tekanan atmosfer [13].
Keuntungan dari proses pirolisis/thermal cracking adalah [8]: a) Volume sampah berkurang secara signifikan (<50-90%). b) Padat, cair, dan bahan bakar gas dapat diproduksi dari limbah.
c) Bahan bakar atau bahan kimia yang diperoleh dapat disimpan / diangkut. d) Masalah lingkungan berkurang.
e) Energi yang didapatkan dari proses diperoleh dari sumber-sumber terbarukan seperti sampah kota.
f) Biaya modal rendah.
yang tinggi dari olefin ringan. Ada peningkatan drastis dalam yield gas dengan meningkatnya suhu pirolisis. Komposisi dari minyak pirolisis juga berubah dengan temperatur pirolisis, umumnya mengandung senyawa alifatik lebih besar pada suhu yang lebih rendah dari pada suhu yang lebih tinggi di mana senyawa aromatik adalah senyawa yang dominan [13].
Empat jenis mekanisme pirolisis plastik yaitu [14] :
a) Pemotongan rantai akhir atau depolimerisasi: polimer ini rusak dari gugus akhir berturut-turut menghasilkan monomer yang sesuai.
b) Pemotongan rantai secara acak: Rantai polimer dipecah secara acak ke dalam fragmen tidak merata panjang.
c) Pelucutan rantai: penghapusan pengganti yang reaktif atau kelompok samping pada rantai polimer, mengarah ke evolusi produk cracking di satu sisi, dan rantai polimer charring pada lainnya.
d) Penghubung silang : Pembentukan jaringan rantai, yang sering terjadi untuk polimer thermosetting ketika dipanaskan.
2.3.2 Hidro Cracking
Hidro cracking adalah proses cracking dengan mereaksikan plastik dengan hidrogen di dalam wadah tertutup yang dilengkapi dengan pengaduk pada temperatur antara 423 – 673 K dan tekanan hidrogen 3 – 10 MPa. Dalam proses hydrocracking
2.3.3 Catalytic Cracking
Catalytic Cracking merupakan proses cracking yang menggunakan katalis untuk melakukan reaksi perengkahan, dimana dengan adanya katalis dapat mengurangi temperatur dan waktu reaksi [5]. Hasil proses distribusi produk jauh lebih sedikit dari nomor atom karbon dan puncaknya pada hidrokarbon ringan yang terjadi pada suhu yang lebih rendah. Biaya harus dikurangi untuk membuat proses lebih menarik dari perspektif ekonomi. Penggunaan kembali katalis dan penggunaan katalis yang efektif dalam jumlah yang lebih kecil dapat mengoptimalkan pilihan ini. Proses ini dapat dikembangkan dengan biaya yang efisien dengan menggunakan proses daur ulang polimer komersial untuk memecahkan masalah lingkungan dari pembuangan limbah plastik. Proses ini juga memiliki kemampuan cracking lebih tinggi pada plastik dan lebih rendah pada konsentrasi residu padat dalam produk [8].
Daur ulang katalitik telah terbukti secara signifikan lebih efisien daripada
thermal craking, terutama untuk PP. Degradasi plastik mengarah pada pembentukan gas, cairan, dan residu. Dalam degradasi PS, coke juga dibentuk. Katalis heterogen lebih mudah terpisah dari medium reaksi namun katalis ini kesulitan dalam penonaktifan karena dapat menjadi coke, sedangkan katalis homogen sulit untuk di keluarkan dari produk akhir dan akibatnya katalis tersebut lebih mudah menjadi lumpur [19].
Efek utama penambahan katalis dalam pirolisis plastik adalah sebagai berikut [14]:
Suhu pirolisis untuk mencapai konversi tertentu berkurang drastis dan sebagai rasio katalis / plastik meningkat, suhu pirolisis dapat lebih diturunkan.
Lebih iso-alkana dan aromatik di kisaran C5-C10 dapat diproduksi, yang sangat diinginkan bensin-rentang hidrokarbon.
Laju reaksi meningkat secara signifikan; misalnya tingkat awal degradasi polipropilena dilaporkan menjadi sekitar empat kali lebih cepat daripada
noncatalytic thermal degradation.
dari medium yang bereaksi. Katalis homogen yang digunakan untuk degradasi poliolefin kebanyakan asam lewis seperti AlCl3, metal tetrakloroaluminat, dan katalis baru berbasis cairan organik ionik.
Beberapa variasi katalis heterogen telah diuji pada Catalytic cracking dari poliolefin yang dapat digolongkan sebagai berikut [13] :
limbah polipropilena menjadi bensin / solar / minyak tanah. Hal ini meningkatkan hasil minyak dan laju reaksi pirolitik. Selain itu, kualitas minyak yang dihasilkan dari katalis kaolin reaksi pirolisis polipropilena lebih baik dibandingkan dengan yang dihasilkan dari pirolisis termal. Hasil minyak maksimum dalam proses katalitik adalah 87,5% dengan 3 : 1 plastik dengan umpan katalis pada 500 °C. Selain itu, dapat digunakan kembali berulang kali tanpa banyak mempengaruhi kualitas minyak. Katalis yang digunakan dapat diregenerasi dan kinerja katalis regenerasi ditemukan bahwa sama seperti yang dari kaolin segar. Kaolin alam yang tersedia berlimpah bisa menjadi katalis yang baik untuk aplikasi komersial pada degradasi polipropilena.
Katalis mesostruktur : MCM-41
Aguado et al [22] meneliti tentang konversi katalitik poliolefin jenis LDPE dan HDPE menjadi bahan bakar cair dengan menggunakan katalis MCM-41 dan zeolit. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa MCM-41 menghasilkan produk cairan lebih banyak dengan titik didih bensin C5 – C12 dan C3– C22. MCM-41 mempunyai luas permukaan yang besar walaupun punya keasaman yang lebih rendah daripada zeolit.
2.3.3.1 Mekanisme Catalytic Cracking
Mekanisme reaksi catalytic cracking dari rantai polimer sama dengan jalur dari catalytic cracking hidrokarbon di pabrik penyulingan minyak bumi. Mekanisme ini telah dipelajari selama beberapa tahun. Proses catalytic cracking
berlangsung pada suhu yang cukup tinggi untuk memiliki reaksi paralel thermal cracking [23].
Mekanisme catalytic cracking hidrokarbon berupa reaksi ion, seperti pada katalis jenis zeolit memiliki pusat bronsted asam kuat, yang akan mentransfer ion hidrogen ke rantai polimer. Gambar 2.4 menunjukkan mekanisme catalytic cracking
Mekanisme ion
RCH2CH=CHCH2R + H+ RCH2CHCH2CH2R
RCH2CH=CH + CH2R isomerisasi ke orde 2 CH3CHR1
[image:55.595.148.521.84.310.2]CH3CH=CH2 + CH2R2 isomerisasi lain Olefin ringan pada produk gas
Gambar 2.4 Mekanisme Catalytic Cracking Hidrokarbon [24]
Ion yang dihasilkan dapat distabilkan oleh β- splitting, isomerisasi atau mentransfer reaksi hidrogen. Skema selanjutnya menunjukkan reaksi yang berbeda yang dapat terjadi, masing-masing terjadi yang bergantung pada suhu. Luas permukaan dan struktur katalis yang berpori juga berperan penting. Penguraian rantai polimer dimulai pada permukaan eksternal katalis dan fragmen yang cukup kecil mungkin masuk ke dalam pori-pori, di mana reaksi cracking tambahan berlangsung, sehingga molekul gas terbentuk. Tidak seperti thermal cracking, katalis tertentu dapat membuat selektivitas terhadap produk tertentu [25].
Produk dari reaksi dapat diklasifikasikan sebagai produk gas (C1-C4) dan produk cair (C5-C44). Produk gas dianalisa deng