• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Penderita Presbikusis yang Berobat di Poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2012 - 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Penderita Presbikusis yang Berobat di Poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2012 - 2014"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Steven Chandra

Tempat/Tanggal lahir : Jakarta/ 23 Desember 1994

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Rajawali no 96D, Komp. Cemara Asri, Medan Riwayat Pendidikan : 1. SD Permai Jakarta (2001-2003)

2. SD Methodist Pematang Siantar (2003-2007) 3. SMP Methodist Pematang Siantar (2007-2010) 4. SMA Methodist-2 Medan (2010-2012)

Riwayat Pelatihan : 1. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU Tahun 2012

2. Peserta Seminar dan Workshop Basic Life Support & Traumatology Tahun 2012

(2)

LAMPIRAN 2

(3)

LAMPIRAN 3

(4)

LAMPIRAN 4

(5)

LAMPIRAN 5

DATA INDUK

No. Jenis Kelamin Usia Rentang Usia Jenis

Pekerjaan

1 Wanita 77 >=70 tahun Ibu Rumah

Tangga

2 Pria 62 61- 70 tahun Wiraswasta

3 Wanita 83 >=70 tahun Ibu Rumah

Tangga

4 Wanita 71 >=70 tahun Wiraswasta

5 Pria 73 >=70 tahun Tidak Bekerja

/ Pensiunan

6 Pria 58 <= 60 tahun Pegawai

Negeri Sipil

7 Pria 64 61- 70 tahun Tidak Bekerja

/ Pensiunan

8 Wanita 68 61- 70 tahun Tidak Bekerja

/ Pensiunan

9 Pria 65 61- 70 tahun Tidak Bekerja

/ Pensiunan

10 Pria 86 >=70 tahun Tidak Bekerja

/ Pensiunan

11 Pria 68 61- 70 tahun Petani

12 Pria 79 >=70 tahun Petani

13 Pria 75 >=70 tahun Petani

14 Pria 71 >=70 tahun Tidak Bekerja

/ Pensiunan

15 Pria 57 <= 60 tahun Pegawai

(6)

16 Wanita 78 >=70 tahun Ibu Rumah Tangga

17 Wanita 83 >=70 tahun Ibu Rumah

Tangga

18 Pria 75 >=70 tahun Wiraswasta

19 Pria 67 61- 70 tahun Wiraswasta

20 Wanita 71 >=70 tahun Ibu Rumah

(7)

LAMPIRAN 6

HASIL OUTPUT SPSS

RentangUsia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >= 70 tahun 12 60,0 60,0 60,0

61-70 tahun 6 30,0 30,0 90,0

<= 60 tahun 2 10,0 10,0 100,0

Total 20 100,0 100,0

JenisPekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ibu Rumah Tangga 5 25,0 25,0 25,0

Wiraswasta 4 20,0 20,0 45,0

Tidak Bekerja / Pensiunan 6 30,0 30,0 75,0

Pegawai Negeri Sipil 2 10,0 10,0 85,0

Petani 3 15,0 15,0 100,0

Total 20 100,0 100,0

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pria 13 65,0 65,0 65,0

Wanita 7 35,0 35,0 100,0

(8)

29

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Hairil. 2011. Prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSUP. Haji Adam Malik., Medan Periode Januari 2009-Desember 2009. Karya Tulis

Ilmiah. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Boies, 2014. Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6th. Jakarta : EGC.

Dewi, Yussy Afriani, 2009. Presbiakusis. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Hendarto H. Hearing loss in the eldery. Seminar otologi-audivestibuler. Bandung. 2005.

Kim SH et al., 2008. Sex Differences in a Cross Sectional Study of Age-Related Hearing Loss in Korea. Korea: Clin Exp.

Lalwani, 2008. Current diagnose & Treatment: Otolaryngology Head and Neck Surgery Ed.2nd. United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc. Lee FS et al., 2005. Longitudinal Study of Puretone Thresholds in Older Persons.

USA:PubMed.gov.

Listyaningrum, 2011. Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Ambang Dengar pada Telinga Kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.

Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Ludman, 2007. ABC of Ear Nose Throat. Australia: Blackwell.

Moller, 2006. Hearing Anatomy Physiology and Disorder of the Auditory System Ed. 2nd. United States of America: Elsevier Inc.

Primadi, Oscar, 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Kepala Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

Soesilorini, Melinda. 2011. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Presbikusis di RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro.

Stach B, Spretnjak M, Jerger J. 1990. The Prevalence of Central Presbycusis in a Clinical Population. America:Journal of the American Academy of

(9)

30

Supari, Siti Fadilah, 2006. Pedoman Manajemen Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Suwento R, Hendarmin H. Gangguan pendengaran pada geriatric. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar ilmu

kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi ke-6. Jakarta:

Balai penerbit FKUI.

Tantana, 2014. Hubungan Antara Jenis Kelamin, Intensitas Bising, dan Masa Pemaparan terhadap Risiko Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat

Bising Gamelan Bali pada Mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan.

Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Tortora, 2008. Principles of Anatomy and Physiology Ed.12th. United States of America: RR Donnelley.

Tortora, Derrickson, 2012. Principles of Anatomy and Physiology Ed.13th. United States of America: Quad Graphics.

(10)

18

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.1. Definisi Operasional

Prevalensi adalah jumlah kasus penyakit pada tempo tertentu dihubungkan dengan besar populasi. Perhitungan prevalensi di sini adalah jumlah kasus presbikusis dibandingkan dengan jumlah kasus lain pada poli THT-KL RSUP HAM Medan periode 2012 - 2014. Cara pengukuran adalah dengan cara observasi. Alat ukur yang digunakan adalah data-data dari rekam medis. Skala ukur : nominal

Usia adalah usia pasien presbikusis pada saat penelitian dilaksanakan dan usia dinyatakan dalam tahun. Cara pengukuran adalah dengan cara observasi. Alat ukur yang digunakan adalah data-data dari rekam medis. Karena rata-rata nilai ambang pendengaran meningkat 1 dB / tahun pada usia 60 tahun ke atas (Soesilorini, 2011), maka hasil pengukuran dikategorikan sebagai berikut :

a) ≤ 60 tahun b) 61-70 tahun

Usia

Jenis kelamin

Jenis pekerjaan

(11)

19

c) ≥ 70 tahun Skala ukur : interval

Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien presbikusis pada saat penelitian dilaksanakan. Cara pengukuran adalah dengan cara observasi. Alat ukur adalah data-data dari rekam medis. Hasil pengukuran adalah :

a) Pria b) Wanita

Skala ukur : nominal

Jenis pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan yang memiliki kewajiban dan tugas pokok. Cara pengukuran adalah dengan observasi. Alat ukur adalah data-data dari rekam medis. Hasil pengukuran adalah semua jenis pekerjaan. Skala ukur : nominal

(12)

20

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada RSUP H.Adam Malik Medan. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti untuk mendapatkan data akurat tentang prevalensi presbikusis pada RSUP H.Adam Malik Medan periode 2012 - 2014.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama lebih kurang 7 bulan yang berlangsung sejak bulan Maret 2015 hingga September 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien pada poli THT-KL RSUP H.Adam Malik Medan periode 2012 (1749 pasien), 2013 (1663 pasien), 2014 (2006 pasien).

4.3.2. Sampel Penelitian

(13)

21

Adapun kriteria inklusi dalam pemilihan sampel penelitan ini adalah seluruh pasien presbikusis di poli THT-KL RSUP H.Adam Malik Medan periode 2012 - 2014.

Adapun kriteria eksklusi dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah ditemukannya riwayat penyakit lain penyebab ketulian dari data-data rekam medis.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui rekam medis seluruh pasien penyakit presbikusis di poli THT-KL RSUP H.Adam Malik Medan periode 2012 - 2014. Data-data dari rekam medis tersebut dicatat kemudian ditabulasikan sesuai dengan variabel penelitian.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) editing, dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan dari data-data yang dikumpulkan, (2) coding yaitu mengubah data-data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan, (3) entry, yaitu memasukkan data-data ke dalam program atau software computer, dan (4) cleaning, yaitu pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan penulisan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2012).

(14)

22

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah yang masuk dalam kategori Rumah Sakit Kelas A.

Berdasarkan SK MenKes RI No. HK.02.02/MENKES/390/2014 tanggal 17 Oktober 2014 Tentang Pedoman Penetapan Rumah Sakit Rujukan Nasional, RSUP H. Adam Malik Medan merupakan salah satu rumah sakit di bagian Regional Barat yang merupakan Rumah Sakit Rujukan Nasional. Selain itu RSUP H. Adam Malik Medan ini juga merupakan jenis Rumah Sakit Pendidikan sehingga peneliti dapat melakukan penelitian di rumah sakit ini. Penelitian ini dilakukan di sub bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

5.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melihat data sekunder yaitu data yang berasal dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari 2012 sampai Desember 2014.

(15)

23

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia

2012 2013 2014

Kelompok Usia (tahun) Freku ensi Persenta se(%) Freku ensi Persenta se(%) Freku ensi Persenta se(%)

<=60 0 0 1 14,3 1 16,7

61-70 3 42,9 1 14,3 2 33,3

>=70 4 57,1 5 71,4 3 50

Total 7 100% 7 100% 6 100%

Dalam Tabel 5.1, diketahui bahwa pasien presbikusis yang datang terbanyak berada pada kelompok di atas atau sama dengan usia 70 tahun baik pada tahun 2012 yaitu sebanyak 4 orang (57,1%), pada tahun 2013 yaitu sebanyak 5 orang (71,4%) dan pada tahun 2014 sebanyak 3 orang (50%), diikuti kelompok usia 61-70 tahun sebanyak 3 orang (42,9%) pada tahun 2012, 1 orang (14,3%) pada tahun 2013 dan 2 orang (33,3%) pada tahun 2014 dan pasien tersedikit pada kelompok usia di bawah atau sama dengan usia 60 tahun yaitu sebanyak 0 orang (0%) pada tahun 2012, 1 orang (14,3%) pada tahun 2013 dan 1 orang (16,7%) pada tahun 2014.

Distribusi data berdasarkan jenis kelamin pasien presbikusis pada tahun 2012 - 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

2012 2013 2014

Jenis Kelamin Frekue nsi Persentas e(%) Frekue nsi Persentas e(%) Frekue nsi Persentas e(%)

Pria 5 71,4 6 85,7 2 33,3

Wanita 2 28,6 1 14,3 4 66,7

Total 7 100% 7 100% 6 100%

(16)

24

Distribusi data berdasarkan jenis pekerjaan pada pasien presbikusis pada tahun 2012 - 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Pekerjaan

2012 2013 2014

Jenis Pekerjaan Freku ensi Persenta se(%) Freku ensi Persenta se(%) Freku ensi Persenta se(%) Ibu Rumah

Tangga 2 28,6 0 0 3 50

Wiraswasta 0 0 3 42,9 1 16,7

Tidak bekerja /

Pensiunan 3 42,9 2 28,6 1 16,7

Pegawai Negeri

Sipil 0 0 1 14,3 1 16,7

Petani 2 28,6 1 14,3 0 0

Total 7 100% 7 100% 6 100%

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa pasien presbikusis terbanyak merupakan golongan tidak bekerja / pensiunan pada tahun 2012 dan wiraswasta pada tahun 2013 dengan jumlah dan persentase pasien yang sama yaitu 3 orang (42,9%). Pada tahun 2014, ibu rumah tangga merupakan pekerjaan dengan kasus presbikusis terbanyak dengan jumlah 3 orang (50%).

Berdasarkan hasil penelitian dari rekam medis didapat 20 kasus presbikusis dari bulan Januari 2012 sampai dengan Desember 2014. Dari data tersebut, dapat dihitung prevalensi penderita presbikusis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012 - 2014 dengan hasil sebagai berikut : prevalensi penderita presbikusis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012 adalah 0,40023%, pada tahun 2013 adalah 0,421%, pada tahun 2014 adalah 0,2991%, sedangkan pada tahun 2012 - 2014 adalah 0,36912%.

5.2 Pembahasan 5.2.1 Usia

(17)

25

4 orang (57,1%), 5 orang (71,4%) dan 3 orang (50%) merupakan kelompok yang terbanyak menderita presbikusis. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia maka manifestasi klinis dari presbikusis semakin nyata yang akan menyebabkan penurunan sensitivitas ambang suara pada frekuensi tinggi (Soesilorini, Melinda, 2011). Data ini sesuai dengan data penelitian Stach B, Spretnjak M, Jerger J. (1990) yang menyatakan bahwa prevalensi presbikusis sentral meningkat seiring usia yakni 17% pada usia 50 - 54 tahun sampai pada 95% pada usia yang melebihi 80 tahun. Data penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Soesilorini, Melinda (2011), menyatakan prevalensi presbikusis secara global muncul pada dekade 6 sampai 7 tahun.

5.2.2 Jenis Kelamin

Pada distribusi berdasarkan jenis kelamin, persentase pasien pria (71,4%) lebih tinggi daripada persentase pasien wanita (28,6%) pada tahun 2012. Sama juga pada tahun 2013 menunjukkan persentase pasien pria (85,7%) lebih tinggi daripada wanita (14,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian Soesilorini, Melinda (2011) yang menyatakan pria lebih banyak menderita presbikusis 31 orang (34,4%) terhadap kontrol dibandingkan dengan wanita 14 (15,6%) terhadap kontrol dimana perbandingan angka ini mencapai dua kali lipatnya.

Pada penelitian Lee FS et al. (2005) dan Kim SH et al. (2010), pria memiliki resiko presbikusis yang lebih besar dihubungkan dengan faktor paparan suara bising dibandingkan dengan wanita.

Namun pada tahun 2014 persentase pasien wanita (66,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan pria, tetapi perbedaan persentase pasien wanita dengan pria tidak sebesar pada tahun sebelumnya, hal ini dapat disebabkan karena rendahnya jumlah sampel dimana perbedaan sedikit sampel yang satu dengan yang lain menyebabkan perbedaan persentase yang besar.

5.2.3 Jenis Pekerjaan

(18)

26

pada tahun 2013 (42,9%), dan ibu rumah tangga pada tahun 2014 (50%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Listyaningrum (2011) dimana terdapat hubungan antara fungsi pendengaran dengan paparan bising dari flat print dan colour mixer. Data ini juga sesuai pada penelitian Tantana (2014), adanya hubungan antara masa paparan suara gamelan terhadap fungsi pendengaran.

Namun peneliti tidak dapat memaparkan faktor penyebab presbikusis lebih spesifik pada tiap jenis pekerjaan sebab data yang diambil merupakan data rekam medis yang terbatas.

5.2.4 Prevalensi Presbikusis

(19)

27

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil data yang diperoleh, kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan usia, angka kejadian presbikusis tertinggi terdapat pada kelompok usia diatas atau sama dengan 70 tahun sebanyak 4 pasien (57,1%) pada tahun 2012, 5 pasien (71,4%) pada tahun 2013 dan 3 pasien (50%) pada tahun 2014.

2. Berdasarkan jenis kelamin, angka kejadian presbikusis tertinggi terdapat pada jenis kelamin pria sebanyak 5 pasien (71,4%) pada tahun 2012, 6 pasien (85,7%) pada tahun 2013 dan wanita 4 pasien (66,7%) pada tahun 2014.

3. Berdasarkan jenis pekerjaan, angka kejadian presbikusis tertinggi terdapat pada golongan tidak bekerja / pensiunan sebanyak 3 orang (42,9%) pada tahun 2012, wiraswasta sebanyak 3 pasien (42,9%) pada tahun 2013 dan ibu rumah tangga sebanyak 3 pasien (50%) pada tahun 2014.

(20)

28

6.2. Saran

Adapun yang disarankan adalah sebagai berikut :

1. Perlunya edukasi masyarakat tentang presbikusis baik dalam hal pencegahan maupun penanganan dapat dilakukan melalui seminar, workshop, ceramah atau bakti sosial.

(21)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Telinga

2.1.1. Anatomi Telinga

Telinga dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu telinga luar, yang mengumpulkan bunyi dan menyalurkannya ke bagian yang lebih dalam, telinga tengah, yang menyatakan getaran suara ke oval window, telinga dalam, yang merupakan tempat reseptor pendengaran dan keseimbangan (Tortora, 2008).

Telinga luar terdiri dari auricle (pinna), external auditory canal (meatus), dan membran timpani (gendang telinga). Telinga tengah terdiri dari tuba auditorius, ossicles, oval window, dan round window. Telinga dalam terdiri dari bony labyrinth, membranous labyrinth, dan mengandung organ spiral (organ of

Corti), yaitu organ pendengaran (Tortora dan Derrickson, 2012).

(22)

5

1. Telinga Luar

Aurikula adalah suatu lembaran yang terdiri dari jaringan tulang rawan elastis dan dilapisi oleh kulit. Pinggiran dari aurikula disebut rim, dan bagian bawah dari pinggiran aurikula disebut lobule ( Tortora dan Derrickson, 2012).

External auditory canal adalah saluran yang melengkung sepanjang 2,5

cm yang berada di dareah tulang temporal dan berujung ke gendang telinga (Tortora, 2008). Pada ujung dekat aurikula terdapat folikel rambut dan kelejar keringat khusus yang disebut ceruminous gland yang mensekresikan cerumen atau biasa disebut earwax (Tortora, 2008).

Gendang telinga merupakan selaput tipis, semi transparan yang menghubungkan external auditory canal dan telinga tengah. Selaput gendang telinga ini dapat robek yang biasa disebabkan oleh penekanan kapas yang berlebih, trauma, infeksi telinga tengah, dan dapat pulih biasanya dalam sebulan (Tortora dan Derrickson, 2012).

2. Telinga Tengah

Telinga tengah merupakan suatu ruang kecil yang berisi udara yang terletak pada bagian keras dari tulang temporal dan dilapisi oleh epitel (Tortora, 2008).

Telinga tengah berbatasan dengan telinga luar oleh gendang telinga dan berbatasan dengan telinga dalam oleh suatu tulang kecil yang memiliki dua jendela yaitu oval window dan round window (Tortora dan Derrickson, 2012).

Pada telinga tengah terdapat tulang-tulang kecil yang berhubungan satu sama lain secara synovial. Tulang – tulang kecil ini dinamakan sesuai bentuknya yaitu malleus atau martil, incus atau landasan, stapes atau sanggurdi (Tortora, 2008).

(23)

6

round window yang juga mempunyai lapisan yang disebut membran

timpani kedua (Tortora,2008).

Pada ossicle (malleus, incus, stapes) melekat ligamen-ligamen dan juga otot-otot skeletal yaitu musculus tensor timpani, yang dipersarafi oleh nervus trigeminal dan berfungsi untuk membatasi pergerakan berlebih

untuk mencegah cedera ketika mendengar suara yang keras dan musculus stapedius, yang merupakan otot terkecil dari seluruh tubuh dan dipersarafi

oleh nervus facial (Tortora dan Derrickson, 2012).

Dinding depan daripada telinga tengah menyambung ke tuba auditorius, yang biasa disebut saluran eustachius. Saluran ini terdiri dari tulang dan jaringan tulang rawan elastis, dan merupakan penghubung telinga tengah dengan nasopharynx, serta mempunyai fungsi untuk mengatur keseimbangan tekanan udara antara telinga tengah dengan atmosfer (Tortora dan Derrickson, 2012).

(24)

7

3. Telinga Dalam

Telinga dalam juga disebut labyrinth karena kerumitan dari struktur salurannya (Tortora, 2008).

Telinga dalam memiliki struktur yang menyerupai tulang atau bony labyrinth pada bagian luar, terdiri dari semicircular canal, vestibularis,

dan koklea, berisi cairan yang disebut perilymph dan struktur berlapis atau membranous labyrinth pada bagian dalam, yaitu bagian yang memiliki

reseptor pendengaran dan keseimbangan, berisi cairan yang kaya ion K+ untuk penyampaian pesan (Tortora dan Derrickson, 2012).

Pada bagian tengah dari telinga dalam terdapat struktur lonjong yang disebut vestibule, membranous labyrinth pada daerah ini terdiri dari sacculus dan utriculus (Tortora dan Derrickson, 2012).

Pada bagian superior dan posterior dari vestibule terdapat semicircular canal, yaitu struktur yang terdiri dari dua saluran vertikal (sisi anterior dan

posterior) dan satu saluran horizontal (sisi lateral) dimana masing-masing

ujung dari saluran ini terdapat daerah yang melebar yang disebut ampulla (Tortora dan Derrickson, 2012).

Bagian membranous labyrinth dari semicircular canal berisikan semicircular duct yang menyambung dengan utriculus dan sacculus

(Tortora dan Derrickson, 2012).

Persarafan dari ampulla, sacculus, dan utriculus akan menyatu menjadi saraf vestibular (Tortora, 2008).

Bagian anterior dari vestibule adalah cochlea, suatu saluran spiral yang menggulung sebanyak hampir tiga putaran pada bony core yang disebut mediolus, dan terbagi menjadi tiga saluran yaitu duktus koklearis (skala

media), merupakan lanjutan dari membranous labyrinth, scala tympani, saluran di bawah skala media yang berakhir di round window, dan scala vestibuli, saluran di atas skala media yang berakhir di oval window

(Tortora dan Derrickson, 2012).

(25)

8

Scala tympani dipisah dengan scala vestibuli oleh skala media kecuali

pada bagian puncak cochlea yang disebut helicotrema (Tortora dan Derrickson, 2012).

Cochlear duct dan scala vestibuli dipisah oleh vestibular membrane,

sedangkan choclear duct dan scala tympani dipisah oleh basilaris membrane (Tortora dan Derrickson, 2012).

Pada basilaris membrane terdapat organ spiral (organ of corti), yang memiliki sel penunjang dan 1600 sel rambut, yang berfungsi sebagai reseptor pendengaran (Tortora dan Derrickson, 2012).

Pada puncak sel rambut terdapat 40-80 stereocilia yang memanjang ke endolymph (Tortora dan Derrickson, 2012).

Ada dua jenis sel pendengaran yaitu inner hair cells dan outer hair cells (Tortora dan Derrickson, 2012).

Tectorial membrane adalah suatu lapisan fleksibel dari gelatin yang

menutupi sel rambut dari organ spinal (Tortora dan Derrickson, 2012).

(26)

9

2.1.2. Fisiologi Pendengaran

Tahapan-tahapan pendengaran (Tortora dan Derrickson, 2012) :

1. Aurikula mengarahkan gelombang suara menuju eksternal auditory canal. 2. Membran timpani bergetar.

3. Tulang-tulang pendengaran bergetar mulai dari malleus, incus, stapes. 4. Jendela oval bergetar.

5. Perilymph terdorong pada scala vestibuli, mendorong membran

vestibularis dan menggerakan endolymph pada cochlear duct.

6. Basilaris membrane bergetar, menggerakan sel rambut pada organ spiral terhadap tectorial membrane. Pelengkungan stereocilia memicu potensial aksi terhadap saraf vestibularis.

Sel rambut mengubah gerakan mekanik menjadi signal elektrik. Ketika membran basiler bergetar, sterosilia pada sel rambut juga akan bergetar dan akan berhubungan satu sama lain melalui suatu protein penghubung yang disebut tip link protein menyebabkan inisiasi proses tranduksi melalui suatu mechanical

gated ion channel, yaitu perpindahan ion K+ pada endolymph masuk ke dalam

sitosol sel rambut menyebabkan depolarisasi sepanjang plasma membran dan akan membuka voltage gated Ca+ channel pada dasar sel rambut. Masuknya Ca+ akan memicu eksositosis neurotransmitter glutamate, semakin tinggi glutamate yang tereksitasi semakin tinggi frekuensi impulsnya. Ketika sterocilia bergerak ke arah yang berlawanan akan menyebabkan hiperpolarisasi, menurunkan pelepasan neurotransmitter dari sel rambut dan menurunkan frekuensi pada saraf sensori (Tortora, 2008).

Badan sel dari saraf sensoris berada pada spiral ganglia. Impuls dari saraf vestibulocochlea akan melewati spiral ganglia, axon dari spiral ganglia akan

(27)

10

Perbedaan waktu sampainya impuls pada kedua telinga pada superior olivary nuclei dapat menentukan lokasi sumber suara. Akson dari superior olivary

nuclei juga naik menuju lateral meniscus dan berakhir pada inferior coliculi. Dari

tiap inferior coliculus, impuls juga dihantarkan ke medial geniculate nucleus pada thalamus dan akhirnya menuju ke primary auditory area pada cerebral cortex di

lobus temporalis (area 41 dan 42). Primary auditory area pada kiri dan kanan otak menerima informasi pada kedua telinga karena banyaknya akson pendengaran yang berjalan menyilang (Tortora dan Derrickson, 2012).

2.2. Gangguan Pendengaran

2.2.1. Definisi Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran adalah penurunan fungsi termasuk peningkatan threshold dan penurunan diskriminasi percakapan (Moller, 2006).

2.2.2. Klasifikasi

Ada dua jenis penurunan pendengaran yaitu konduktif dan sensorineural. Kelainan pada jenis konduktif bila adanya halangan rambatan gelombang suara dari telinga luar sampai dasar dari stapes, sedangkan kelainan pada jenis sensorineural bila adanya gangguan pada cochlea (sensori) atau pada cochlear nerve (neural) (Ludman, 2007).

1. Jenis Konduktif

Ada lima kemungkinan pada kejadian tuli tipe konduktif, yaitu : sumbatan pada saluran telinga luar, perforasi gendang telinga, terputusnya ossicular chain, fixation of the ossicular chain, Eustachian tube inadequacy

(Ludman, 2007).

(28)

11

Robeknya tympanic membrane menurunkan permukaan area pada gendang telinga sehingga menggangu transmisi suara, dapat disebabkan karena gelombang suara tinggi secara tiba-tiba (Ludman, 2007).

Infeksi kronis dapat menyebabkan dislokasi dari ossicular chain khususnya pada bagian incus. Dislokasi ossicular chain dapat juga disebabkan karena luka kepala tertutup dengan atau tanpa skull fracture (Ludman, 2007).

Fixation of the ossicular chain merupakan gambaran khas pada

otosclerosis, dimana dasar dari stapes tidak dapat bergerak pada oval

window. Perlekatan bagian selain stapes dari ossicular chain tidak pernah

terjadi (Ludman, 2007).

Terjadinya defek pada fungsi eustachius tube sangat sering terjadi pada anak-anak dan biasanya diikuti dengan penumpukan cairan pekat atau efusi pada telinga tengah (Ludman, 2007).

(29)

12

2. Jenis Sensorineural

Ada tiga gejala tuli sensorineural yang dapat dikenali, yaitu : bilateral progressive loss, unilateral progressive sensorineural loss, sudden

sensorineural loss (Ludman, 2007).

Pada bilateral progressive loss terjadi degradasi cochlea yang terkait usia, biasanya pada kasus presbycusis, dapat juga disebabkan karena obat ototoxic atau paparan suara berlebih dalam jangka panjang. Contoh obat

ototoxic seperti antibiotik golongan aminoglycoside. Pasien berusia tua

dan gangguan fungsi ginjal lebih rentan terjadi bilateral progressive loss. Paparan suara berlebih dalam jangka panjang dapat merusak sel rambut pada organ corti, biasanya terjadi pada pekerja industri, penembak, pemakaian alat elektronik. Derajat keparahan tergantung pada intensitas suara, durasi terpapar suara, ketahanan individual (Ludman, 2007).

Unilateral progressive sensorineural loss selalu mengacu kepada Meniére’s disease (endolymphatic hydrops), atau acoustic neuroma (Ludman, 2007).

Sudden sensorineural deafness lebih sering terjadi secara unilateral, dapat

disebabkan karena trauma kepala atau telinga, infeksi viral (mumps, measles, varicella zoster) atau gangguan peredaran koklea secara tiba-tiba.

Sudden sensorineural deafness juga dapat mengacu pada acoustic

neuroma atau barotrauma (Ludman, 2007).

2.3. Presbikusis

2.3.1. Definisi Presbikusis

Presbikusis adalah ketulian setelah beberapa waktu akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam (Boies, 2014).

(30)

13

Presbikusis adalah suatu kondisi yang sering terkait dengan degenerasi sel-sel rambut di koklea, dan gangguan pendengaran terkait usia yang pada awalnya dianggap disebabkan oleh karena perubahan morphologic pada sel-sel rambut koklea (Moller, 2006).

2.3.2. Patogenesis Presbikusis

Penurunan pendengaran pada orang tua bergantung pada banyak faktor dan karena konvergensi dari banyak faktor resiko itu sendiri. Pada orang tua dengan presbikusis ditemukan lebih sulit untuk membedakan kata-kata dibandingkan dengan orang yang lebih muda dengan pengujian rata-rata nada murni, hal ini menunjukkan terlibatnya kerusakan saraf selain dari end organ dysfunction (Lalwani, 2008).

Proses patologi sentral yang menyebabkan presbikusis adalah memanjangnya synaptic time pada auditory pathway, memanjangnya waktu pemrosesan informasi, dan berkurangnya jumlah sel saraf pada korteks pendengaran (Lalwani, 2008).

Pada study morphology pasien presbikusis menunjukkan penurunan inner and outer hair cells dan supporting cells, dengan penurunan terbesar berada pada dasar belokan pada cochlea dan penurunan outer hair cells lebih banyak dibandingkan inner hair cells, namun penurunan ini tidak berhubungan langsung dengan fungsi pendengaran. Akan tetapi, degradasi sel-sel spiral ganglion, saraf-saraf kedelapan, dan saraf-saraf-saraf-saraf pada cochlear nuclei yang terjadi pada presbikusis telah terbukti berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran (Lalwani, 2008).

Beberapa study menyatakan perubahan aktivitas brainstem terkait proses penuaan memberi kesan terjadi peningkatan aktivitas superior olivary complex, lateral lemniscus, atau inferior colliculus, maka penurunan fungsi pendengaran

terbentuk dari kumpulan faktor yang memperburuk keseluruhan jalur pendengaran (Lalwani, 2008).

(31)

14

metabolisme, arteriosclerosis, pajanan ototoxic, dan trauma yang disebabkan suara. Banyak yang percaya bahwa faktor genetik sendiri menyebabkan proses degenerasi fungsi pendengaran tak terelakkan. Penyebab dari penurunan fungsi pendengaran termungkin adalah pajanan suara sepanjang usia dan penuaan terkait genetik (Lalwani, 2008).

2.3.3. Klasifikasi Presbikusis

Terdapat empat tipe patologik yang telah diklasifikasikan Schuknecht, yaitu : Presbikusis sensorik, neuropresbikusis, presbikusis stria, dan ketulian koklear konduktif (Boies, 2014).

Pada presbikusis sensorik, yang mula-mula hilang adalah sel-sel rambut pada gelang basal koklea dan menyebabkan ketulian nada tinggi, kemudian akan menyebabkan gangguan saraf-saraf koklea (Boies, 2014).

Pada neuropresbikusis, yang menjadi gangguan primer adalah hilangnya saraf-saraf koklea dan sel-sel rambut relatif dipertahankan. Pada kasus ini, diskriminasi kata-kata relatif lebih terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel rambut (Boies, 2014).

Pada presbikusis stria terjadi degenerasi dan penciutan stria vaskularis, diskriminasi kata-kata masih bagus walaupun proses degenerasi menyebabkan ketulian sedang hingga berat yang sifatnya relatif datar (Boies, 2014). Stria vaskularis merupakan daerah metabolisme aktif pada koklea yang bertanggung jawab terhadap sekresi endolymph dan mempertahankan gradien ion sepanjang organ corti (Lalwani, 2008).

Pada ketulian koklear konduktif, tidak ada ditemukan kerusakan pada sel rambut, saraf, dan stria vaskularis. Kerusakan diduga berkaitan dengan keterbatasan gerak basilaris membrane (Boies, 2014).

2.3.4. Gejala Klinis Presbikusis

(32)

15

Diskriminasi kata-kata berkaitan langsung dengan pendengaran nada tinggi (Lalwani, 2008).

Pada neural presbycusis terjadi penurunan berat fungsi diskriminasi kata-kata. Penurunan fungsi diskriminasi ini lebih berat dari batas audiometri nada murni. Meskipun neural presbycusis dapat terjadi pada semua usia, gejala klinis yang ditimbulkan baru akan timbul setelah jumlah saraf yang terlibat turun sampai tingkat kritis. Pada audiogram akan ditemukan penurunan fungsi pendengaran dengan berbagai jenis (Lalwani, 2008).

Pada audiometri strial presbycusis ditemukan grafik datar pada nada murni dan fungsi diskriminasi kata-kata yang baik. Degradasi strial ini terjadi pada usia pertengahan (Lalwani, 2008).

Pada conductive presbycusis penurunan fungsi diskriminasi akan berkurang seiring dengan besarnya pure tone loss (Lalwani, 2008).

Tabel 2.1. Gejala Klinis Presbikusis pada Masing-Masing Jenis (Lalwani, 2008)

2.3.5. Diagnosa Presbikusis

(33)

16

sensorineural, bilateral, simetris dengan konfigurasi tergantung tipe presbikusisnya (Dewi, 2009).

2.3.6. Faktor Resiko Presbikusis

Faktor resiko presbikusis adalah usia, suku, tempat tinggal, pajanan suara, pekerjaan, aktivitas rekreasi, jenis kelamin, olahraga, merokok, diet, hiperlipidemia, hipertensi, dan penyakit vaskular (Lalwani, 2008).

2.3.7. Terapi Presbikusis

1. Hearing Aids (Alat Bantu Dengar)

Pada pasien usia lanjut, penurunan fungsi untuk diskriminasi suara dan pemahaman kata-kata pada lingkungan bising dapat diturunkan dengan terapi pendengaran, biasanya melalui proses amplifikasi. Alat bantu dengar sekarang telah disempurnakan secara fisik dan dapat dipasang seutuhnya dalam ear canal. Untuk memaksimalkan keuntungan pendengaran, alat bantu dengar sebaiknya dipilih secara teliti. Akhir-akhir ini alat bantu dengar digital sudah tersedia dan menjanjikan perbaikan yang bermakna pada ketajaman percakapan, terutama pada kondisi mendengar yang menyulitkan (Lalwani, 2008).

2. Assistive devices

Selain hearing aids banyak alat bantu lain yang dapat membantu individu atau kelompok untuk dapat mendengar televisi, radio, dan percakapan pada handphone. Pada televisi dapat digunakan headphone yang dimasukkan pada lubang pendengaran pada televisi, listening loop dengan telecoil pada hearing aid, perangkat infrared tanpa kabel yang mengirim

signal televisi langsung ke pendengar melalui receiver. Telephone amplifier and devices dapat memperbesar suara dari signal telephone.

Sekarang terdapat perangkat handset amplifiers yang dapat dihubungkan langsung pada dasar telephone atau earphone (Lalwani,2008).

Cochlear implant adalah suatu alat elektronik yang ditanam melalui

(34)

17

penting pada auditoric rehabilitation pasien usia lanjut dengan penurunan pendengaran sensorineural berat (Lalwani, 2008).

2.3.8. Prognosis dari Presbikusis

Penurunan pendengaran terkait usia merupakan kondisi yang bertahap, namun, tingkat perkembangannya bermacam-macam. Penurunan fungsi pendengaran ini biasanya bermulai dari tahap 1 dB/tahun. Rehabilitasi dari pasien berusia lanjut dengan keluhan tuli biasanya jauh dari tingkat puas. Meskipun alat amplifikasi dapat membantu mendengar namun tidak dapat cukup membantu kejelasan suara. Penanaman cochlear memberikan harapan pengembalian pendengaran dan kejelasan pada pasien penurunan pendengaran berat (Lalwani, 2008).

2.4. Prevalensi

2.4.1. Definisi Prevalensi

Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah orang dalam polulasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Prevalensi sepadan dengan insidensi, yaitu perkalian dengan rata-rata durasi kasus, dan tanpa insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi penyakit (Azhar, 2011).

2.4.2. Faktor yang Memengaruhi Prevalensi

Faktor yang memengaruhi prevalensi adalah (Azhar, 2011) :

1. Kasus baru yang dijumpai pada populasi sehingga angka insidensi meningkat.

2. Durasi penyakit.

(35)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Presbikusis (berasal dari bahasa Yunani prébys = usia, dan ákousis = pendengaran) adalah penurunan pendengaran yang mengiringi proses menua, pada audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum (Dewi, 2009).

Menurut Jönsson R, penurunan ketajaman pendengaran yang bersifat progresif lambat terjadi paling sering pada usia 70-80 tahun, pada usia 70 tahun biasanya penderita belum merasakan adanya gangguan pendengaran namun ketika usia mencapai 80 tahun gangguan pendengaran terasa lebih nyata (Soesilorini, 2011).

Presbikusis secara histopatologi ditandai terutama pada sel rambut koklea sampai korteks auditorius dalam lobus temporalis otak (Dewi, 2009). Perubahan akibat presbikusis ini jarang terjadi pada satu telinga, biasanya melibatkan kedua telinga (Dewi, 2009).

Penyakit - penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus dan hiperkolesterol secara langsung dapat memengaruhi aliran pembuluh darah koklea dan menurunkan transportasi nutrisi akibat perubahan pembuluh darah dan secara tidak langsung menurunkan aliran pembuluh darah yang berakibat degenerasi sekunder pada saraf pendengaran (Suwento R, Hendarmin H, 2007). Kelompok usia, hipertensi merupakan faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian presbikusis secara independen atau bersama-sama dengan faktor resiko lainnya. DM, hiperkolesterol, dan kebiasaan merokok tidak merupakan faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian presbikusis (Soesilorini, 2011).

(36)

2

tahunnya. Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%) (Primadi, 2013).

Kejadian presbikusis di seluruh dunia diperkirakan 30-45% masyarakat diatas usia 65 tahun didiagnosa menderita penyakit ini dengan jumlah dominan pada pria (Dewi, 2009).

Prevalensi presbikusis berkisar 25% pada populasi berusia 70-74 tahun, 50% pada usia 85 tahun, dan >80% pada populasi diatas 85 tahun atau lebih (Zhang, 2013). Tingginya angka kejadian presbikusis ini menyebabkan presbikusis termasuk ke dalam salah satu masalah kesehatan yang penting dalam masyarakat, dan dapat mengakibatkan penderita presbikusis mengalami gangguan sosial seperti frustasi, depresi, cemas, paranoid, merasa kesepian, dan meningkatnya angka kecelakaan (Soesilorini, 2011).

Berdasarkan dari uraian di atas dan belum adanya data prevalensi penderita presbikusis yang berobat pada poliklinik THT-KL RSUP HAM Medan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu :

Bagaimana prevalensi penderita presbikusis yang berobat di poliklinik THT – KL RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012 - 2014?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(37)

3

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi penderita presbikusis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012 - 2014 berdasarkan kelompok usia.

2. Untuk mengetahui prevalensi penderita presbikusis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012 - 2014 berdasarkan jenis kelamin.

3. Untuk mengetahui prevalensi penderita presbikusis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012 - 2014 berdasarkan jenis pekerjaan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Bagi peneliti

Sebagai wadah untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan khususnya tentang presbikusis dan metodologi penelitian selama pendidikan di FK USU.

2. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya khususnya mengenai prevalensi presbikusis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP HAM Medan.

3. Bagi praktisi medis dan pasien

(38)

ii

ABSTRAK

Latar Belakang: Semakin tingginya Umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia akan meningkatkan jumlah lansia. Presbikusis merupakan penyakit degeneratif yang bermanifestasi dengan penurunan fungsi pendengaran secara sensorineural. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi presbikusis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP HAM Medan periode 2012 - 2014.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel sebanyak 20 orang dengan menggunakan data dari rekam medis. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan angka presbikusis terbanyak pada tahun 2012 berada pada kelompok usia di atas atau sama dengan 70 tahun dengan jumlah 4 orang, 2013 berada pada kelompok usia di atas atau sama dengan 70 tahun dengan jumlah 5 orang dan 2014 berada pada kelompok usia di atas atau sama dengan 70 tahun dengan jumlah 3 orang. Jenis kelamin pria lebih sering terkena presbikusis pada tahun 2012 dengan jumlah 5 orang dan juga pada tahun 2013 dengan jumlah 6 orang, namun wanita lebih banyak pada tahun 2014 dengan jumlah 4 orang. Pekerjaan dengan kasus presbikusis tersering pada tahun 2012 berada pada golongan tidak bekerja / pensiunan dengan jumlah 3 orang, pada tahun 2013 berada pada golongan wiraswasta dengan jumlah 3 orang dan pada tahun 2014 berada pada golongan ibu rumah tangga dengan jumlah 3 orang. Prevalensi presbikusis di poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012 adalah 0,40023%, tahun 2013 adalah 0,421%, tahun 2014 adalah 0,2991% dan prevalensi dari tahun 2012 sampai dengan 2014 adalah 0,36912%. Kata kunci: Prevalensi, presbikusis, poliklinik THT-KL RSUP Haji Adam Malik

(39)

iii

ABSTRACT

Background: The higher Life Expectancy Rate (LER) in Indonesia will increase the amount of the elders.Presbycusis is degenerative sensorineural disease which manifest by decreasing the quality of hearing.

Objective: This study aims to determind the prevalence of presbycusis at RSUP HAM Medan ENT clinic in 2012 - 2014.

Methods: This is a descriptive study with cross-sectional approach. The number of samples in the medical record are 20 peoples.

Results: The result showed that most of the presbycusis cases in 2012 were above or equivalent to age 70 with the number of 4 persons, where in 2013 were above or equivalent to age 70 with the number of 5 persons and in 2014 were above or equivalent to age 70 with the number of 3 persons. Man were more prone to woman in 2012 with the number of 5 persons and in 2013 with the number of 6 persons, but woman were much than man in 2014 with the number of 4 persons. Occupation with the most presbycusis case were non occupational persons / retired in 2012 with the number of 3 persons, in 2013 were entrepreneurs with the number of 3 persons and in the 2014 were housewifes with the number of 3 persons.The prevalence of presbycusis at RSUP H. Adam Malik Medan ENT clinic in 2012 were 0,40023%, in 2013 were 0,421%, in 2014 were 0,2991% and the prevalence from 2012 until 2014 were 0,36912%.

(40)

PREVALENSI PENDERITA PRESBIKUSIS YANG BEROBAT DI POLIKLINIK THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE 2012 - 2014

Oleh:

STEVEN CHANDRA 120100135

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(41)

PREVALENSI PENDERITA PRESBIKUSIS YANG BEROBAT DI POLIKLINIK THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE 2012 - 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

STEVEN CHANDRA 120100135

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(42)
(43)

ii

ABSTRAK

Latar Belakang: Semakin tingginya Umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia akan meningkatkan jumlah lansia. Presbikusis merupakan penyakit degeneratif yang bermanifestasi dengan penurunan fungsi pendengaran secara sensorineural. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi presbikusis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP HAM Medan periode 2012 - 2014.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel sebanyak 20 orang dengan menggunakan data dari rekam medis. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan angka presbikusis terbanyak pada tahun 2012 berada pada kelompok usia di atas atau sama dengan 70 tahun dengan jumlah 4 orang, 2013 berada pada kelompok usia di atas atau sama dengan 70 tahun dengan jumlah 5 orang dan 2014 berada pada kelompok usia di atas atau sama dengan 70 tahun dengan jumlah 3 orang. Jenis kelamin pria lebih sering terkena presbikusis pada tahun 2012 dengan jumlah 5 orang dan juga pada tahun 2013 dengan jumlah 6 orang, namun wanita lebih banyak pada tahun 2014 dengan jumlah 4 orang. Pekerjaan dengan kasus presbikusis tersering pada tahun 2012 berada pada golongan tidak bekerja / pensiunan dengan jumlah 3 orang, pada tahun 2013 berada pada golongan wiraswasta dengan jumlah 3 orang dan pada tahun 2014 berada pada golongan ibu rumah tangga dengan jumlah 3 orang. Prevalensi presbikusis di poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012 adalah 0,40023%, tahun 2013 adalah 0,421%, tahun 2014 adalah 0,2991% dan prevalensi dari tahun 2012 sampai dengan 2014 adalah 0,36912%. Kata kunci: Prevalensi, presbikusis, poliklinik THT-KL RSUP Haji Adam Malik

(44)

iii

ABSTRACT

Background: The higher Life Expectancy Rate (LER) in Indonesia will increase the amount of the elders.Presbycusis is degenerative sensorineural disease which manifest by decreasing the quality of hearing.

Objective: This study aims to determind the prevalence of presbycusis at RSUP HAM Medan ENT clinic in 2012 - 2014.

Methods: This is a descriptive study with cross-sectional approach. The number of samples in the medical record are 20 peoples.

Results: The result showed that most of the presbycusis cases in 2012 were above or equivalent to age 70 with the number of 4 persons, where in 2013 were above or equivalent to age 70 with the number of 5 persons and in 2014 were above or equivalent to age 70 with the number of 3 persons. Man were more prone to woman in 2012 with the number of 5 persons and in 2013 with the number of 6 persons, but woman were much than man in 2014 with the number of 4 persons. Occupation with the most presbycusis case were non occupational persons / retired in 2012 with the number of 3 persons, in 2013 were entrepreneurs with the number of 3 persons and in the 2014 were housewifes with the number of 3 persons.The prevalence of presbycusis at RSUP H. Adam Malik Medan ENT clinic in 2012 were 0,40023%, in 2013 were 0,421%, in 2014 were 0,2991% and the prevalence from 2012 until 2014 were 0,36912%.

(45)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.

Karya tulis ilmiah dengan judul “Prevalensi Penderita Presbikusis yang Berobat di Poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2012 - 2014” ini merupakan syarat kelulusan dalam program studi pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, peneliti mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai, memberi kesehatan dan kekuatan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Harry Agustaf Asroel, M. Ked, Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu serta membimbing dan mendukung selama proses pembuatan karya tulis ilmiah.

4. Dr. dr. Rodiah Rachmawaty Lubis, Sp. M dan dr. Wisman Dalimunthe, Sp.A(K) selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang memberi masukan dalam membuat suatu karya tulis yang lebih baik.

5. Dosen - dosen dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membekali dengan pengetahuan seputar penulisan karya tulis ilmiah.

6. Kedua orang tua peneliti Binsar Hasoloan Panggabean dan Tan Jenny Tobing yang terus memberi semangat, mendukung, mendoakan bagi peneliti dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

(46)

v

Peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan peneliti. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. Sekiranya karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Medan, 7 Desember 2015 Peneliti,

(47)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Telinga... 4

2.1.1. Anatomi Telinga ... 4

2.1.2. Fisiologi Pendengaran ... 9

2.2. Gangguan Pendengaran ... 10

2.2.1. Definisi Gangguan Pendengaran ... 10

2.2.2. Klasifikasi ... 10

2.3. Presbikusis... 12

2.3.1. Defenisi Presbikusis ... 12

(48)

vii

2.3.3. Klasifikasi Presbikusis ... 14

2.3.4. Gejala Klinis Presbikusis ... 14

2.3.5. Diagnosa Presbikusis ... 15

2.3.6. Faktor Resiko Presbikusis ... 16

2.3.7. Terapi Presbikusis ... 16

2.3.3. Prognosis dari Presbikusis ... 17

2.4. Prevalensi ... 17

2.4.1. Defenisi Prevalensi ... 17

2.4.2. Faktor yang Memengaruhi Prevalensi ... 17

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3.1. Kerangka Konsep ... 18

3.2. Definisi Operasional... 18

BAB 4. METODE PENELITIAN ... 20

4.1. Jenis Penelitian... 20

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 20

4.2.2. Waktu Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

4.3.1. Populasi Penelitian ... 20

4.3.2. Sampel Penelitian ... 20

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 21

4.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 21

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 22

5.1. Hasil Penelitian ... 22

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 22

5.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 22

5.2. Pembahasan... 24

(49)

viii

5.2.2. Jenis Kelamin ... 25

5.2.3. Jenis Pekerjaan ... 25

5.2.4. Prevalensi Presbikusis ... 26

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

6.1. Kesimpulan ... 27

6.2. Saran ... 28

(50)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1. Gejala Klinis Presbikusis pada Masing – Masing Jenis ... 15

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ... 23

Tabel 5.2. Distribusi Ferkuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23

(51)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi Telinga Secara Umum ... 4

Gambar 2.2. Tulang – Tulang pada Telinga Tengah ... 6

Gambar 2.3. Telinga Dalam ... 8

Gambar 2.4. Kejadian – Kejadian Tuli Tipe Konduktif... 11

(52)

xi

DAFTAR SINGKATAN

BPS : Badan Pusat Statistik dB : decibels

DM : Diabetes Melitus

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara HAM : Haji Adam Malik

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences THT-KL : Telinga Hidung Tenggorokan - Kepala Leher UHH : Umur Harapan Hidup

(53)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Surat Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

LAMPIRAN 3 Surat Izin Studi Awal Penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan

LAMPIRAN 4 Surat Izin Penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan LAMPIRAN 5 Data Induk Penelitian

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Gambar 2.1. Anatomi Telinga Secara Umum (Tortora, 2008)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : membuat alat, melakukan pengujian alat untuk mengetahui apakah alat tersebut sudah berfungsi atau belum, setelah alat berfungsi

Peringatan
 HKN
 ke
 44
 tahun
 2008
 hendaknya
 diselenggarakan
 dalam
 berbagai
 bentuk
kegiatan
 antara
lain
upacara
bendera
yang
diikuti
 jajaran


Running LED merupakan sebuah rangkaian elektronika dimana sering digunakan pada sarana umum dan tempat-tempat hiburan, tetapi kita tidak tahu bagaimana cara kerja running led

Rangkaian ini menguatkan sinyal yang berasal dari penguat awal, dan penguat akhirnya dihubungkan dengan sebuah IC Op-Amp type LM 386 yang mampu menguatkan sinyal input lebih

Tiga orang yang mengemukakan pendapatnya mengenai dasar Negara Indonesia pada sidang BPUPKI adalah ….. Sidang pertama PPKI menetapkan

Dalam rangka mencapai sasaran hasil berupa peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan

Pada setiap akhir periode pelaporan, Grup menilai apakah terdapat indikasi aset mengalami penurunan nilai. Jika terdapat indikasi tersebut, Grup mengestimasi jumlah

Keluarga yang harus dihubungi dalam keadaan darurat kesehatan.. Jenis asuransi kesehatan yang