• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Organologis Gendang Indung Dan Gendang Anak Buatan Bapak Baji Sembiring Pelawi Di Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Organologis Gendang Indung Dan Gendang Anak Buatan Bapak Baji Sembiring Pelawi Di Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar informan

1. Nama Lengkap : Baji Sembiring Pelawi

Usia : 42 Tahun

Pekerjaan : Pemain Musik dan Pengrajin alat musik Karo sepeti surdam, keteng-keteng dan gendang indung dan gendang anak.

Alamat : Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo

2. Nama Lengkap : Norma Br Tarigan

Usia : 67 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo

3. Nama Lengkap : Darwan Tarigan

Usia : 50 Tahun

Pekerjaan : Pemain Musik dan Petani

Alamat : Jalan Kutacane simpang Melati gang melati 4 Kabanjahe

4. Nama Lengkap : Brevin Tarigan

Usia : 27 Tahun

Pekerjaan : Asisten Dosen

(2)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.(1995), The Karonese Traditional Musical Instruments. Medan: Pendidikan dan Departemen Kebudayan.

Hood, Mantle, ( 1982 ), The Ethnomusicologist. Ohio : The Kent State, University Press Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961.Clasification of Musical Instrument. Translate from original German by Anthony Baines and Klausss P. Wachsmann.

Khasima, Susumu, 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrumen Musik. Terjemahan Rizaldi Siagian.

Koenjaraningrat, 1986. Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka

Koentjaraningrat, (1989), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Aksara Koentjaraningrat (1982) , Manusia dan Kebudayaan Indonesia,Jakarta : Djambatan Koentjaraningrat (1980), Metode Penilitian Masyarakat, Jakarta : Balai Pustaka Loebis, Nawawiy.Ir. M. M.Phil, Ph.D. Alamsyah, Bhakti. Ir.MT.Ars. Pane, Faisal.

Imam. ST. Abdillah, Wahyu. ST. (2004), Raibnya Para Dewa Kajian Arsitektur Karo. Medan : Bina Teknik Press.

Merriam, Allan P. ( 1964 ), The Antropology of Music. North Western : University Press

Moleong, Lexi J., 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Poskakarya.

Nettle, Bruno, (1964) Theory and Method Ethnomusicology, New York

Sinaga, T. Saridin, (2009), Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak Arisden Purba di Huta Maniksaribu Nagori Sait Buttu Saribu Kec.

Pamatang Sidamanik Kab. Simalungun, Departemen Etnomusikologi FS USU, Skripsi Sarjana.

(3)

BAB III

STRUKTUR DAN TEKNIK PEMBUATAN GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK

3.1 Struktur dan Ukuran Gendang Indung dan Gendang Anak 3.1.1 Struktur Gendang Indung

Gambar 1. Struktur Gendang Indung

Baloh (badan gendang) Kulit (Membran)

Bingke atas (bingkai atas/tutup atas)

Nali (tali)

(4)

3.1.1.1 Struktur Gendang Anak

Untuk Gendang Anak, perbedaannya dari gendang indung adalah Gendang Anak

mendapat tambahan gendang kecil yang di gendongkan ke gendang indung. Untuk ukuran

baloh, nali, kulit serta bingke semua sama hanya saja ukuran pemukul/palu nya berbeda.

Berikut gambar Gendang Anak :

Gambar 2. Struktur Gendang Anak

Kulit/Membran Atas

Baloh Bingke Atas

Baloh Anak Gendang Nali

Bingke Bawah

Palu-palu (pemukul) Bingke Atas Anak Gendang

(5)

3.2 Teknik Pembuatan 3.2.1 Kulit/Membran

Tutup gendang indung dan gendang anak terbuat dari kulit hewan planduk (hewan

sejenis kancil) yang dalam istilah Karo disebut napoh. Kulit yang digunakan biasanya

hewan planduk yang berumur 1-3 tahun.

Gambar 3. Kulit Napoh

Kulit napoh yang biasa digunakan oleh bapak Baji biasanya diperoleh dari teman

sesama pemusik atau juga dipesan dari temannya yang tinggal di Sibolangit. Sebelum

kulit napoh tersebut dijemur, kulit harus dibersihkan terlebih dahulu, membuang lemak

atau daging yang masih menempel pada kulit napoh, agar mempermudah dalam

(6)

3.2.2 Baloh

Gambar 4. Baloh

Baloh/badan gendang terbuat dari kayu juhar dan digunakan sebagai

badan/resonator gendang, dan bagian yang digunakan untuk membuat baloh ialah bagian

tengah pohon. Kayu yang digunakan ialah kayu yang sudah tua karena daya tahan kayu

yang kuat.

Dalam pembuatan diameter gendang, bapak Baji menggunakan mangkok kecil.

Setelah lingkaran gendang dibentuk, batang pohon tersebut mulai dikerjakan melalui

(7)

Gambar 5. Batang Kayu Juhar

Tahap kasar yakni menggunakan gergaji untuk membentuk sisi luar dan dalam

gendang. Pada tahap ini alat yang digunakan berupa gergaji kayu dan parang. Kemudian

tahap halus, mengunakan pahat, ketam dan kertas pasir.

(8)

(b)

(9)

(e) (f)

(10)

(h)

(11)

(k) (l)

Gambar 6. Proses pembuatan Baloh

Keterangan :

(a) Kayu juhar diukur menggunakan penggaris untuk menentukan ukuran panjang

baloh.

(b) Batang kayu juhar dipotong menggunakan gergaji kayu

(c) Bentuk baloh setelah dipotong

(d) Baloh dibulatkan

(e) Membuat ukuran diameter baloh

(f) Batang kayu juhar dipotong menggunakan parang untuk mendapat bentuk kasar

baloh

(g) Bentuk kasar baloh

(h) Membuat lubang ditengah baloh menggunakan paku dan palu agar mempermudah

ketika melubangi menggunakan bor

(12)

(j) Sisi luar baloh dihaluskan menggunakan grenda mesin

(k) Setelah dilubangi menggunakan bor maka lubang tersebut diperbesar

menggunakan pahat

(l) Bentuk baloh

3.2.3 Baloh Anak

Gambar 7. Baloh anak

Beliau memilih batang kayu juhar yang sudah kering karena menurut beliau,

(13)

(a) (b)

(14)

(e)

(f)

(15)

(i)

(j) (k)

Gambar 8. Proses Pembuatan Baloh Anak Gendang

Keterangan :

a. Kayu juhar yang sudah dipotong kecil

b. Membentuk anak gendang

(16)

d. Membuat tanda ditengah bawah badan anak gendang dengan menggunakan paku

e. Bagian bawah gendang anak dihaluskan dengan menggunakan grenda

f. Bagian samping dan atas anak gendang dihaluskan dengan menggunakan grenda

g. bentuk anak yang sudah dihaluskan

h. membuat lubang pada bagian tengah atas anak gendang dengan menggunakan bor

i. Membuat lubang pada bagian tengah bawah anak gendang dengan bor

j. Lubang tengah anak gendang di perbesar menggunakan pahat

k. Bentuk badan anak gendang

3.2.4 Bingke

Bingke terbuat dari bambu yang berfungsi sebagai pengikat antara kulit dan baloh.

Bingke yang dibuat unuk gendang ini ada dua, yaitu bingke atas dan bingke bawah.

Bapak baji sembiring biasanya menggunakan jenis bambu yang masih muda. Karena

menurut beliau bambu yang masih muda bisa lebih kuat dibandingkan dengang bambu

yang sudah tua.

Untuk membuat bingke, saya bersama bapak Baji harus ke hutan untuk mencari

bambu. Setelah mendapat bambu yang pas kami kembali kerumah bapak baji sembiring.

Untuk membuat bingke, bambu dibelah hingga mendapat 12 bilah bambu. Kemudian

bambu diiris dan dihaluskan sampai lentur. Setelah itu bilah bambu direbus selama 20

menit agar mudah dibentuk lingkaran. Kemudian bambu tersebut diikat menggunakan tali

(17)

(a)

(b)

(18)

(d) (e)

(19)

(i)

(j)

(20)

(m) (n)

(o) (p)

Gambar 9. Proses Pembuatan Bingke

Keterangan :

a. Pengambilan bambu ke hutan

b. Bambu di potong

c. Bambu dibelah menjadi 2 bagian

d. Bagian setengah dari bambu yang sudah dibelah, dbelah kembali menjadi 6 bagian

(21)

f. Membuat batas disisi ujung bambu

g. Menipiskan sisi ujung bambu hingga ke batas sisi ditipiskan

h. Hasil bentuk setelah ditipiskan

i. Sisi yang lain dari bambu ditipiskan

j. Hasil bentuk sisi yang lain yang sudah ditipiskan

k. Bentuk bambu yang kedua sisi ujungnya setelah ditipiskan

l. Bambu direbus

m. Bambu dikeluarkan setelah direbus selama 20 menit

n. Bambu dibentuk lingkaran

o. Bambu diikat.

p. Bentuk Bingke

3.2.5 Nali

Kulit lembu digunakan untuk mengikat resonator. Kulit lembu diperoleh dari

membeli di pasar. Lembu yang digunakan untuk membuat nali yaitu lembu kecil yang

(22)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 10. Proses Pembuatan Nali

Keterangan :

a. Kulit lembu yang diperoleh dari pasar

b. Menipiskan kulit lembu sesuai dengan ukuran untuk membuat nali dengan

menggunakan pisau daging

c. Kulit setelah ditipiskan lalu di jemur selama seminggu agar dapat dipotong kecil

hingga membentuk nali

d. Bentuk nali

3.2.6 Palu-palu

Palu-palu terbuat dari kayu pohon jeruk yang keras dan yang diambil bagian

pangkal pohon, berfungsi sebagai pemukul alat pemukul gendang yang digunakan bapak

(23)

(a) (b)

(24)

(e) (f)

(25)

(i) (j)

Gambar 11. Proses Pembuatan Palu-palu

Keterangan :

a. Memotong kayu pohon jeruk purut

b. Bentuk kasar palu palu untuk gendang indung

c. Bentuk kasar untuk palu palu gendang anak

d. Tahap membentuk palu palu

e. Membentuk sisi bagian atas palu palu

f. Membentuk sisi bawah palu palu

g. Membentuk bagian atas palu palu gendang indung dengan pisau pahat yang kecil

h. Menghaluskan palu palu dengan cara menggosokkan palu ke kertas pasir (amplas)

i. Bentuk palu palu gendang indung, untuk gendang indung palu untuk sebelah

kanan lebih besar daripadaa yang kiri.

(26)

3.3 Ukuran Gendang Indung dan Gendang Anak 3.3.1 Ukuran Kulit/Membran

Ukuran kulit atau membran yang dibutuhkan untuk membuat gendang adalah

lebih besar dari diameter badan gendang/resonator gendang. Tujuannya agar kulit yang

dilebihkan itu dapat dipakai untuk menutupi bingke nantinya.

Gambar 12. Kulit sebagai membran

3.3.2 Ukuran Baloh

Baloh mempunyai bagian atas yang nantinya akan dilapisi kulit/membran

berdiameter 5 centimeter dengan ketebalan 1 centimeter dan tinggi 41 centimeter. Ukuran

(27)

gambar 13. (a) Ukuran tinggi baloh gambar 13. (b) ukuran diameter atas baloh

Gambar 13. (c) ukuran tebal dinding baloh gambar 13. (d) ukran diamter bawah baloh

Gambar 13. Ukuran Baloh

41 cm 5 cm

1 cm

(28)

3.3.3 Ukuran Bingke

3.3.3.1 Ukuran Bingke Atas Gendang Indung

Bingke atas mempunyai diameter yang lebih besar dibandingkan dengan bingke

bagian bawah. Bingke atas berukuran lebih besar dari pada badan gendang karena bingke

ini berfungsi sebagai sumber utama penghasil bunyi.

Gambar 14. Diameter Bingke Atas Gendang Indung

3.3.3.2 Bingke Bawah

Bingke bawah mempunyai diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan bingke

bagian atas.

(29)

Gambar 15. Diameter Bingke Bawah Gendang Indung

3.3.3.3 Ukuran Bingke Atas Gendang Anak

Untuk ukuran bingke pada gendang anak hanya berbeda satu cm dari gendang

indung. Untuk diameter bingke atas 4 cm dan untuk ukuran bingke bawah 3cm.

Gambar 16. Diameter Bingke atas baloh anak

4 Cm

(30)

3.3.3.4 Ukuran Bingke Bawah Gendang Anak

Gambar 17. Diameter Bingke bawah baloh anak

3.3.4 Ukuran Nali

Kulit lembu dipotong sehingga membentuk lingkaran kemudian di potong kecil

sehingga menghasilkan panjang 8 M nali.

(31)

3.3.5 Ukuran Palu-palu

Ukuran palu-palu untuk Gendang indung

Gambar 19. (a) Ukuran Palu-palu Gendang Indung

Ukurang palu-palu untuk gendang anak

Gambar 19. (b) ukuran palu-palu gendang anak

Gambar 19. Ukuran Palu-palu

14 Cm

12 Cm

(32)

3.4 Bahan Baku Yang Dipergunakan

Berikut adalah bahan baku yang dipergunakan untuk membuat gendang indung

dan gendang anak, yakni :

3.4.1 Kayu Juhar

kayu juhar digunakan sebagai badan/resonator gendang. Pada umumnya yang

digunakan untuk membuat resonator tersebut adalah bagian tengah batang pohon juhar.

Dalam pemilihan bahan untuk membuat resonator gendang, batang pohon yang

digunakan baiknya pohon yang sudah tua karena mempunyai daya tahan kayu yang kuat.

Gambar 20. Kayu Juhar

3.4.2 Kulit Planduk

Kulit planduk adalah bahan yang digunakan untuk membuat membran gendang.

Kulit planduk sering juga disebut kulit napoh pada masyarakat Karo. Kulit yang

digunakan baiknya mempunyai ketebaan yang tipis. Biasanya bapak Baji Sembiring

memakai kulit planduk yang jantan, karena menurut beliau kulit planduk jantan bagus

(33)

Gambar 21. Kulit Planduk

3.4.3 Kulit Lembu

Kulit lembu adalah bahan yang digunakan untuk mengikat antara resonator

dengan membran gendang. Kulit lembu yang digunakan oleh bapak Baji Sembiring

biasanya diperoleh dengan membeli dipasar. Berat lembu yang dipakai kulitnya sekitar

360 kg.

(34)

3.4.4 Bambu

Bambu adalah bahan untuk membuat bingke pada gendang Indung dan Gendang

Anak. Bisanya bapak Baji Sembirig memperoleh bambu dari hutan kemudian dipotong,

dibilas dan direbus selama 20 menit sehinga dapat dilenturkan menjadi bentuk lingkaran

lalu diikat menggunakan tali rafia agar kuat dan tidak gampang lepas.

Gambar 23. Bambu

3.4.5 Kayu Pohon Jeruk Purut

Kayu pohon jeruk purut adalah bahan yang digunakan untuk membuat palu-palu.

Biasanya bagian yang digunakan untuk membuat palu-palu adalah bagian pangkal pohon

(35)

Gambar 24. Kayu Pohon Jeruk Purut

3.4.6 Air Daun Sirih

Air kunyahan daun sirih ini akan dioleskan di atas kulit gendang apabila semua

tahap pembuatan telah selesai. Menurut beliau, air kunyahan daun sirih ini akan

mempercantik

(36)

3.5 Peralatan Yang Digunakan 3.5.1 Gergaji Kayu

Digunakan untuk memotong kayu juhar yang akan digunakan untuk bahan

pembuatan gendang indung dan gendang anak. Gergaji ini dugunakan dalam tahap kasar.

Gambar 26. Gergaji

3.5.2 Parang

Parang adalah pisau besar (lebih besar dari pisau biasa). Alat ini digunakan untuk

memotong kayu sehingga membentuk resonator gendang. Alat ini digunkan beliau pada

(37)

3.5.3 Bor

Alat yang digunakan untuk membuat lubang resonator pada batang juhar.

(38)

3.5.4 Gerinda

Alat yang digunakan untuk membuat permukaan benda-benda menjadi lebih halus.

Gambar 29. Gerinda

3.5.5 Pisau Pahat

Alat ini digunakan untuk mengikis dan memahat batang pohon juhar untuk

(39)

Gambar 30. Pisau pahat dan Pahat ukuran panjang

3.5.6 Kelut

Alat ini digunakan untuk menjepit pinggir kulit ke bingke.

(40)

3.5.7 Palu Kayu

Alat ini digunakan untuk memukul pahat untuk melubangi kayu juhar sebagai

lubang resonator.

Gambar 32. Palu kayu

3.5.8 Kertas Pasir

Kertas pasir digunakan untuk membuat permukaan benda-benda menjadi lebih

halus dengan cara menggosokkan salah satu permukaan amplas yang telah ditambahkan

bahan yang kasar kepada permukaan benda tersebut. Amplas atau kertas pasir dipakai

(41)

3.5.9 Pensil dan Spidol

Pensil adalah alat tulis yang ujungnya lunak, dipakai untuk menulis dikertas.

Bapak Baji menggunakan pensil dan spidol sebagai penanda dalam pembuatan gendang.

Gambar 34. Pensil dan Spidol

3.5.10 Penggaris

Penggaris adalah alat yang berfungsi sebagai alat ukur dengan satuan dasar cm.

Penggaris digunakan beliau untuk mengukur bahan bahan untuk membuat gendang.

(42)

3.6 Teknik Pembuatan Gendang

Dalam pembuatan gendang, bapak Baji Sembiring Pelawi tidak mengunakan

tenaga mesin. Beliau menggunakan kemampuannya dan alat yg beliau punya untuk

membuat alat musik ini. Berikut ini tahap pembuatan gendang galang oleh bapak

Sembiring Baji Pelawi di desa Seberaya.

Prosedur Kerja Pembuatan Gendang Indung

No

1 Pemilihan Bahan a. Kulit planduk betina yang sudah pernah

melahirkan.

b. Batang pohon juhar yang tua yang sudah berumur

4 atau 5 tahun

c. Kulit Lembu

d. Bambu

2 Membentuk bagian

gendang

a. bulu pada kulit napoh harus dibersikan dan dikikis

dengan menggunakan pisau

b. Membuat ukuran diameter baloh dengan

menggunakan jangka

Tahap selanjutnya pengerjaan kasar dengan

menggunakan alat seperti parang, bor, pahat untuk

membuat baloh.

Tahap terakhir yakni pengerjaan halus dengan

(43)

kemudian dipernis agar badan gendang kelihatan

menarik.

c. Bingke, terbuat dari bambu yang dibelah hingga

mendapat 12 bilah bambu dan dihaluskan dengan

pisau kemudian direbus selama 20 menit agar mudah

mudah/lentur dibentuk lingkaran, lalu diikat

menggunakan tali rafia.

d. Nali terbuat dari kulit lembu yang diiris hingga

berbentuk seperti tali.

e. Palu –palu terbuat dari batang pohon jeruk nipis

3 Teknik pembuatan gendang

galang

a. Membran dijepitkan ke bingke

b. Kemudian, membran yang sudah menyatu dengan

bingke atas yang terbuat dari bambu menutup dengan

menekankan bingke ke bagian atas baloh.

c. Memasang nali pada membran yang sudah menyatu

dengan bingke dan diikatkan pada bingke bawah.

d. Mengikat secara simetris agar keketatan membran

terjaga.

Untuk proses pembuatan Gendang Anak sama saja proses kerjanya dengan

pembuatan Gendang indung. Hanya saja Gendang Anak mendapat tambahan gendang

kecil yang diikatkan pada sisi badan baloh. Untuk pemilihan bahan sampai proses

(44)

3.6.1 Membuat Membran

Pada tahap membuat membran atas gendang, bingke akan dilapisi dengan kulit

planduk. Kulit planduk terlebih dahulu direndam selama lebih kurang 2 jam, agar kulit

mudah diatur dan dijepit ke bingke. Kemudian kulit dijepitkan ke bingke dan dijemur

selama 2 hari. Setelah dijemur kulit akan menyatu dengan sendirinya ke bingke.

Kemudian selanjutnya pada kulit membran dibuat lubang sebanyak sepuluh lubang untuk

tempat nali sebagai pengikat dengan bingke bawah gendang.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 36. Proses membuat membran

Setelah posisi membran sudah tepat melapisi baloh, maka bingkei yang terbuat dari

(45)

dan badan gendang, nali dimasukkan kedalam lubang ditarik dengan tangan agar kulit

semakin ketat.

3.6.2 Mengiket

Setelah ketatnya gendang sudah terjaga, proses selanjutnya adalah mengiket. Cara

mengiket yakni :

(a) lobang

(b) Memasukkan nali,

(c) Menarik nali,

(d) Melilit nali

Cara melobang yang dimaksud adalah melobangi diantara kulit dan bingkei. Setelah itu

dilobangi kulitnya menggunakan pahat yang ujung tajamnya kecil dan nali pun

dimasukkan ke lobang tersebut. Setelah nali masuk, nali ditarik dan dililitkan ke bingkei

bawah. Cara melilitnya, simpei dimasukkan dari sisi pinggir bingke atas, kemudian nali

masuk melalui sisi dalam bingkei bawah. Dilanjutkan dengan menarik ujungnali dan

(46)

(1) (2)

(47)

(5) (6)

(7) (8)

Gambar 37. Proses Mengiket

Keterangan :

(1) Nali dimasukkan dari lubang membran dalam bingke atas, dan keluar dari

membran luar

(2) Nali keluar dari bagian dalam membran sisi atas tutup bingke ke sisi bawah

bingke atas

(3) Proses memasukkan nali hampir selesai

(48)

(5) Melubangi tengah nali untuk tempat memasukkan sisi nali yg lain

(6) Memasukkan nali ke lubang yang telah dibuat di tengah nali

(7) Disisa nali yang ada di bagian bawah diikatkan pada sisi nali yg lain agar tidak

renggang.

(8) setelah nali terpasang semua kemudian gendang dijemur

Begitu pula proses untuk mengiket untuk baloh anak. Semua prosesnya sama, hanya saja

(49)

BAB IV

TEKNIK MEMAINKAN, FUNGSI GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK DALAM ENSAMBEL GENDANG LIMA SEDALANEN

Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai, warna bunyi dari gendang

galang, teknik pukulan, posisi memainkan, dan pola dasar ritem gendang galang.

4.1 Posisi Memainkan

4.1.1 Posisi Memainkan Gendang Indung

Gambar 38. Posisi Memainkan Gendang Indung

Beginilah posisi memainkan gendang indung, menjepit bagian bawah gendang

dengan jari kaki kanan yg dilipat menimpa kaki kiri. Posisi gendang sengaja dibuat

(50)

4.1.2 Posisi Memainkan Gendang Anak

Gambar 39. Posisi Memainkan Gendang Anak

Inilah posisi memainkan gendang anak. Tidak jauh berbeda dengan posisi memainkan

gendang indung. Kaki kanan tetap menjepit bagian bawah gendang agar tidak goyang saat

dimainkan. Dan posisi gendang miring agar mudah dimainkan.

4.2 Teknik Memproduksi Bunyi 4.2.1 Warna Bunyi

Ada bermacam versi mengenai warna bunyi yang dihasilkan oleh gendang indung

dan gendang anak, menurut bapak Baji Sembiring Pelawi menyatakan warna bunyi untuk

gendang ada banyak, hanya saja yang paling mendominan ada dua, yakni warna “tih”

(51)

banyak, disebabkan gendang anak dalam ensambel gendang lima sedalanen hanya

pembawa ritem tetap (konstan). Dan warna suara yang dihasilkan oleh gendang anak

yakni “tang” dengan memukul bagian tengah gendang dan “cek” memukul bagian tengah

anak gendang.

Warna suara untuk Gendang Indung

Penyaji Warna Bunyi

Bapak Baji

Sembiring Pelawi

Tang Tih Dum Tak

Bunyi tih

Bunyi dum

bingkei Bunyi tang

(52)

Warna suara untuk Gendang Anak

Penyaji Warna Bunyi

Bapak Baji Sembiring

Pelawi

Tang Cek

Gambar 40. teknik memukul dengan satu stick Bunyi tang

(53)

C

.

.

.

Gambar 41. Teknik memukul dengan dua stick

4.3 Pola Ritem

Ttranskripsi bunyi musik merupakan suatu usaha untuk mendeskripsikan musik,

yang mana hal ini merupakan bagian penting dalam disiplin etnomusikologi. Dalam

menganalisis pola ritem, penulis melakukan pendekatan yang dikemukakan oleh netll

(1964) yakni: dalam menganalisis ritem maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pola

dasar ritem, repetisi, dan variasi dari pola dasar ritem.

4.3.1 Pola Ritem Gendang Indung

Untuk pola ritem gendang indung, penulis mengambil lagu Simalungun Rakyat

sebagai contoh pola ritem, dimana didalam lagu ini terdapat pola ritem dari lambat hinga

pola ritem cepat.

(54)
(55)

C

.

.

.

4.3.2 Pola Ritem Gendang Anak

Untuk pola ritem gendang anak, penulis mengambil lagu manuk sigurda gurdi dimana

lagu ini pernah dinyanyikan Ibu Norma Tarigan di Amerika yang tidak lain Ibunda dari

Bapak Baji Sembiring Pelawi.

(56)
(57)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Peranan ilmu Etnomusikologi sangat penting mengangkat suatu konsep dalam

sistem musikal disetiap etnis di dunia ini. Seperti pada masyarakat Karo di Kabupaten

Karo Kecamatan Tigapanah menggunakan pendekatan onomatope dalam

menggambarkan warna bunyi gendang galang. Pendekatan lainnya dalam

pengklasifikasian alat musik gendang indung dan gendang anak, gendang ini dapat

diklasifikasikan ke dalam double conical single head, tujuannya adalah memudahkan

dalam pengklasifikasian alat musik.

Dalam proses pembuatan gendang indung dan gendang anak, bapak Baji

Sembiring Pelawi masih menggunakan tenaga dan kemampuannya. Mulai dari pemilihan

bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gendang ini, beliau sangat teliti dan lebih

mementingkan kualitas suara dan ketahanan gendang walau beliau mengetahui memakan

waktu yang cukup lama. Beliau mempunyai teknik-teknik sendiri dalam membuat

gendang tersebut. Menurut beliau posisi memainkan gendang indung dan gendang anak

juga sangat menentukan suara yang dihasilkan.

Ritem yang dimainkan dalan setiap lagu pada masyarakat Karo di Kabupaten

Karo dan ritem setiap lagu memiliki pola dasar yang dimainkan secara konstan hingga

akhir komposisi lagu, ternyata ritem tersebut ketika penyajiannya menghasilkan ritem

yang mengisi celah ritem yang kosong, ritem saling yang mengisi itu adalah variasi,

(58)

5.2 Saran

Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat

bagimasyarakat pendukung kebudayaan. Kiranya penelitian ini membuka jalan untuk

penelitian berikutnya. Penulis berharap pemerintahan lebih memperhatikan kelestarian

budaya dan bukan hanya kelestariannya saja, tetapi kehidupan para pembuat alat musik

(59)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KARO KECAMATAN TIGA

PANAH KABUPATEN KARO, DAN BIOGRAFI RINGKAS BAJI

SEMBIRING PELAWI SEBAGAI SENIMAN MUSIK TRADISIONAL

KARO

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Kecamatan Tigapanah yang

meliputi : letak geografis, penduduk, bahasa, mata pencaharian, sistem kekerabatan serta

agama, kepercayaan adatistiadat serta biografi singkat Bapak Baji Sembiring Pelawi.

2.1 Letak Geografis

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Karo

memiliki luas wilayah mencapai 2.127,25 Km2 atau 2,97% dari luas Provinsi Sumatera

Utara. Kabupaten Karo terletak pada Dataran Tinggi Bukit Barisan dan sebelah barat

daya berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia serta merupakan daerah hulu

sungai. Secara geografis Kabupaten Karo terletak pada koordinat 2050’ – 3019’ Lintang

Utara dan 97055’ - 98038’ Bujur Timur.

Adapun batas wilayah Kabupaten Karo adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir

c. Sebelah Barat : Provinsi Nangroe Aceh Darusalam

d. Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun

Keadaan alam Kecamatan Tigapanah adalah dataran tinggi dengan ketinggian

rata-rata 1.192- 1.376 meter diatas permukaan laut, dan memiliki luas wilayah 186,86

Km². Kecamatan Tigapah berbatasan dengan :

(60)

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Merek

c. Sebelah Barat : Kecamatan Juhar, Munte, dan Kabanjahe

d. Sebelah Timur : Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Merek

Kecamatan Tigapanah terdiri dari 26 desa, sebagian besar dari wilayah kecamatan

ini digunakan sebagai tempat pemukiman penduduk, lahan pertanian dan perkebunan dan

salah satunya adalah Desa Seberaya yang merupakan tempat dimana bapak Baji

Sembiring Pelawi tinggal bersama keluarganya, dan sekaligus menjadi tempat dimana

beliau membuat instrumen musik karo.

Adapun batas-batas wilayah desa Seberaya adalah :

a. Sebelah Utara : Desa Ajimbelang

b. Sebelah Selatan : Desa Kutabale

c. Sebelah Barat : Desa Leparsamura

d. Sebelah Timur : Kutajulu

2.2 Keadaan Penduduk

Penduduk kecamatan Tigapanah pada saat ini berjumlah 29.593 jiwa yang

terhimpun dalam 8.257Kepala Keluarga (KK). Mengenai keadaan penduduk dapat dilihat

pada tabel-tabel dibawah ini.

(61)

Tabel 2.2.1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku di Kecamatan Tigapanah

No Suku Presentase

1 Karo 80 %

2 Toba 6 %

3 Simalungun 5 %

4 Mandailing 3 %

5 Pak Pak 2 %

6 Jawa 4 %

Tabel 2.2.2

Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Tigapanah

No Wanita Pria Jumlah (Jiwa)

1 14.657 14.936 29.593

Tabel 2.2.3

Distribusi Sarana Pendidikan di Kecamatan Tigapanah

No SD SMP SMU

Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta

(62)

Tabel 2.2.4

Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Tigapanah

No Rumah Sakit Puskesmas Pustu Polindes Posyandu

1 0 2 14 22 27

Tabel 2.2.5

Distribusi Tempat Peribadatan di Kecamatan Tigapanah

No Masjid/Mushola Gereja Kuil Vihara

1 5 67 0 0

Tabel 2.2.6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Tigapanah

No Jenis Pekerjaan Presentase

1 Petani 78 %

2 Pedagang 9 %

3 Pegawai Negeri Sipil 4 %

4 Pegawai Swasta 5 %

5 Buruh Harian Lepas 4 %

Sumber : Kantor Camat Pancur Batu Profil Kecamatan Pancur Batu, tahun 2009

Dari tabel 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa pekerjaan yang paling

mendominasi di Kecamatan Pancur Batu tersebut adalah sebagai petani, yang mencapai

(63)

negeri sipil , karyawan dan buruh/ pegawai swasta. Penduduk di Kecamatan Pancur Batu

tersebut tergolong memiliki jenis pekerjaan yang beragam.

Penduduk di Kecamatan Tigapanah menganut agama yang berbeda-beda diantara

enam agama yang diakui di Indonesia. Untuk melihat komposisi penduduk di Kecamatan

Pancur Batu berdasarkan agama yang dianut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2.7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama di Kecamatan Tigapanah

No Agama Jumlah

1 Islam 2120 Orang

2 Kristen Protestan 19.778 Orang

3 Katholik 7687 Orang

4 Hindu 0

5 Budha 0

Jumlah 29.585 Orang

Sumber Kantor Camat Tigapanah Profil Kecamatan Tigapanah, tahun 2012

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan

Tigapanah memeluk agama Kristen Protestan dengan jumlah 19.778 orang dari total

populasi yang ada. Sedangkan pada urutan yang kedua yaitu agama Khatolik berjumlah

sebanyak 7687 orang dan sisanya menganut agama Islam, Hindu dan Budha.

2.3 Sistem Bahasa

Kecamatan Tigapanah adalah salah satu daerah di Kabupaten Tanah Karo yang

penduduknya mayoritas suku Karo. Bahasa Karo merupakan bahasa ibu dari masyarakat

(64)

menggunakan bahasa Karo sebagai media komunikasi dalam percakapan formal maupun

percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak penduduk yang tidak bersuku Karo pun

mengerti bahasa ini, karena bahasa Karo lebih sering digunakan jika dibandingkan

dengan bahasa nasional (bahasa indonesia). Hal ini mengharuskan mereka untuk

beradaptasi dengan penduduk asli yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa karo.

2.4 Sistem Kekerabatan

Setiap masyarakat memiliki suatu sistem kemasyarakatan yang mana sistem tersebut

berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat tersebut. Tatanan kehidupan

bermasyarakat didalam masyarakat Karo yang paling utama adalah suatu sistem yang

dikenal dengan Merga Silima. Merga berasal dari kata meherga (mahal), merga ini

menunjukkan identitas dan sekaligus penentuan sistem kekerabatan orang Karo. Menurut

keputusan Kongres Budaya Karo tahun 1995 di Berastagi, salah satu keputusan yang

diambil adalah merga-merga yang terdapat dalam Merga Silima adalah: Ginting,

Karo-karo, Tarigan, Sembiring, dan Perangin-angin.

Sementara Sub Merga dipakai dibelakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan

mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut. Berikut akan disajikan Merga dan

pembagiannya:

1. Ginting: Pase, Munthe, Manik, Sinusinga, Seragih, Sini Suka, Babo, Sugihen, Guru

Patih, Suka, Beras, Bukit, Garamat, Ajar Tambun, Jadi Bata, Jawak,

Tumangger, Capah.

2. Karo-karo: Purba, Ketaren, Sinukaban, Karo-karo Sekali, Sinuraya/ Sinuhaji, Jong/

Kemit, Samura, Bukit, Sinulingga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sitepu,

(65)

3. Tarigan: Tua, Bondong, Jampang, Gersang, Cingkes, Gana-gana, Peken, Tambak,

Purba, Sibero, Silangit, Kerendam, Tegur, Tambun, Sahing.

4. Sembiring: Kembaren, Keloko, Sinulaki, Sinupayung, Brahmana, Guru Kinayan,

Colia, Muham, Pandia, Keling, Depari, Bunuaji, Milala, Pelawi,

Sinukapor, Tekang.

5.Perangin-angin: Sukatendel, Kuta Buloh, Jombor Beringen, Jenabun, Kacinambun,

Peranginangin Bangun, Keliat, Beliter, Mano, Pinem, Sebayang,

Laksa, Penggarun, Uwir, Sinurat, Pincawan, Singarimbun,

Limbeng, Prasi.

Dalam perkembangan lebih lanjut, maka merga itu berperan dalam menentukan

hubungan kekerabatan antara masyarakat Karo. Garis keturunan yang berlaku pada

masyarakat Karo adalah Patrilineal ( garis keturunan ayah). Oleh karena itu setiap orang

Karo, pria maupun wanita mempunyai merga menurut merga ayahnya sedangkan untuk

perempuan merga ayah ini disebut beru. Bagi masyarakat Karo, hubungan garis

keturunan ini dikenal dengan sebutan tutur. Tutur adalah penarikan garis keturunan

(lineage) baik dari keturunan ayah (patrilineal) maupun dari garis keturunan ibu

(66)

0---X 0---X

Kampah Soler

0---X 0---X

Binuang Kempu

0---X

Merga

AKU

Ket : O = Pria

X = Wanita

Bagan Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat Karo Dikutip Dari Buku : Adat Karo, Hal 15, Darwan Prinst.

Penjelasan:

1. Merga/ Beru adalah nama keluarga yang diberikan (diwariskan) bagi seseorang

dari nama keluarga ayahnya secara turun temurun khususnya anak laki-laki.

Sedangkan bagi anak perempuan merga ayahnya tidak diwariskan bagi anaknya

kemudian. Merga/ Beru anaknya berasal dari nama keluarga suaminya kelak.

2. Bere-bere adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya.

3. Binuang adalah nama keluarga yang diwarisi seorang suku Karo dari bere-bere

(67)

4. Kempu (perkempun) adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere-bere

ibu. Dengan kata lain kempu (perkempun) berasal dari beru nenek (ibu dari ibu)

yang dikenal juga sebagai Puang Kalimbubu dalam peradatan dalam masyarakat

Karo.

5. Kampah adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang yang berasal dari beru

yang dimiliki oleh nenek buyut (nenek dari ayah).

6. Soler adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang beru empong (nenek dari ibu).

Dewasa ini dalam pergaulan sehari-hari yang umum dipergunakan biasanya hingga

lapis kedua yaitu bere-bere. Sedangkan untuk lapisan tiga hingga enam biasa diperlukan

dalam suatu upacara adat seperti perkawinan, masuk rumah baru, atau pada peristiwa

kematian dan acara adat lainnya.

Setelah sistem kekerabatan dapat ditentukan dengan seorang Karo lainnya melalui

ertutur ini, maka jalinan hubungan kekerabatan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga

ikatan yang dikenal dengan istilah Rakut Si Telu (ikatan yang tiga).

Kalimbumbu Senina

(68)

Rakut si telu pada masyarakat Karo terdiri dari:

a. Kalimbubu

Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita dan sangat dihormati

dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menyakini bahwa

kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga dengan

Dibata Ni Idah(Tuhan yang nampak). Sikap menentang dan menyakiti hati

kalimbubu sangat dicela. Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak

kalimbubu selalu mendapat prioritas utama, para anakberu (kelompok pihak

penerima istri) tidak akan berani mendahului makan sebelum pihak kalimbubu

memulainya, demikian juga bila selesai makan, pihak anakberu tidak akan berani

menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya selesai makan, bila ini tidak

ditaati dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua nasehat yang diberikan

kalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus

dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak masalah lain.

Darwan Prints mengatakan, kalimbubu diumpamakan sebagai legislatif, pembuat

undang-undang.

Kalimbubu dapat dibagi atas dua yaitu Kalimbubu berdasarkan tutur dan

kalimbubu

berdasarkan kekerabatan (perkawinan).

1. Kalimbubu berdasarkan tutur

a. Kalimbubu Bena-Bena disebut juga kalimbubu tua adalah kelompok

(69)

pemberi dara kepada keluarga tertentu yang dianggap sebagai keluarga

pemberi anak dara awal dari keluarga itu. Dikategorikan kalimbubu

Bena-Bena, karena kelompok ini telah berfungsi sebagai pemberi dara

sekurang-kurangnya tiga generasi.

b. Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongan kalimbubu yang ikut

mendirikan kampung. Status kalimbubu ini selamanya dan diwariskan

secara turun temurun.

Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila

diadakan pesta-pesta adat di desa di Tanah Karo.

2. Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan)

Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi wanita terhadap

generasi ayah, atau pihak clan (semarga) dari ibu kandung ego (paman

kandung ego). (Petra : ego maksudnya orang, objek yang dibicarakan)

a. Kalimbubu I Perdemui atau (kalimbubu si erkimbang), adalah pihak

kelompok dari mertua ego. Dalam bahasa yang populer adalah bapak

mertua berserta seluruh senina dan sembuyaknya dengan ketentuan bahwa

si pemberi wanita ini tidak tergolong kepada tipe Kalimbubu Bena-Bena

dan Kalimbubu Si Mada Dareh.

b. Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak

subclan pemberi anak dara terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa

sederhana pihak subclan dari istri saudara laki-laki istri ego.

c. Kalimbubu Senina. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan

jalursenina darikalimbubu ego. Dalam pesta-pesta adat, kedudukannya

berada pada golongan kalimbubuego, peranannya adalah sebagai juru

(70)

d. Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon. Golongankalimbubu ini

berhubungan erat dengan kekerabatan dalam jalur kalimbubu dari senina

sendalanen,vsepengalon (akan dijelaskan pada halaman-halaman

selanjutnya) pemilik pesta.

Hak kalimbubu ini dalam struktur masyarakat Karo :

a. Dihormati oleh anakberunya

b. Dapat memberikan perintah kepada pihak anakberunya

Tugas dan kewajiban kalimbubu :

a. Memberikan saran-saran kalau diminta oleh anakberunya

b. Memerintahkan pendamaian kepada anakberu yang saling berselisih

c. Sebagai lambang supremasi kehormatan keluarga

d. Mengosei anak berunya (meminjamkan dan mengenakan pakaian adat) di dalam

acara-acara adat

e. Berhak menerima ulu mas, bere-bere (bagian dari mahar) dari sebuah

perkawinan, maneh-maneh (tanda mata atau kenang-kenangan) dari salah

seorang 16 anggota anakberunya yang meninggal, yang menerima seperti ini

disebut Kalimbubu Simada Dareh.

b. Senina/Sembuyak

Hubungan perkerabatan senina disebabkan seclan, atau hubungan lain yang

berdasarkan kekerabatan. Senina ini dapat dibagi dua :

1. Senina berdasarkan tutur yaitu senina semerga. Mereka bersaudara karena

satu clan (merga).

2. Senina berdasarkan kekerabatan :

(71)

b. Senina Sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka

saling bersaudara, sehingga mereka mempunyai bebere (beru (clan)

ibu) yang sama.

c. Senina Sepengalon (Sendalanen) persaudaraan karena pemberi

wanita yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang

sama. Atau mereka yang bersaudara karena satu subclan (beru) istri

mereka sama. Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya

hubungan mereka dengan clan istri. Dalam musyawarah adat,

mereka tidak akan memberikan tanggapan atau pendapat apabila

tidak diminta.

d. Senina Secimbangen (untuk wanita)

Tugas senina adalah memimpin pembicaraan dalam musyawarah, bila

dikondisikan dengan situasi sebuah organisasi adalah sebagai ketua dewan. Fungsinya

adalah sebagai17 sekaku, sekat dalam pembicaraan adat, agar tidak terjadi friksi-friksi

ketika akan memusyawarahkan pekerjaan yang akan didelegasikan kepada anakberu.

Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang seketurunan

(dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan keluarga batih,

melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas

diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak walaupun dilahirkan dari satu

rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya.

Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat

sembuyaksembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi anak yatim

(72)

sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara kandung. Satu subclan sama

dengan saudarakandung.

Sembuyak dapat dibagi dua bagian :

1. Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen (merga).

2. Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi atas:

a) Sembuyak Kakek adalah kakek yang bersaudara kandung.

b) Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung.

c) Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung.

c. Anakberu

Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk

diperistri. Darwan Prints mengatakan, anakberu ini diumpamakan sebagai yudikatif,

kekuasaan peradilan.

Hal ini maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan

dalam keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan tersebut.

Anakberu dapat dibagi atas 2:

1. Anakberu berdasarkan tutur :

a. Anakberu Tua adalah pihak penerima anak wanita dalam tingkatan nenek

moyang yang secara bertingkat terus menerus

minimal tiga generasi.

b. Anakberu Taneh adalah penerima wanita pertama, ketika sebuah

kampung

selesai didirikan.

2. Anakberu berdasarkan kekerabatan :

(73)

kalimbubunya. Dipercaya dan diberi kekuasaan seperti ini karena dia

merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.

b. Anakberu Iangkip, adalah penerima wanita yang menciptakan jalinan

keluarga yang pertama karena di atas generasinya belum pernah

mengambil anak wanita dari pihak kalimbubunya yang sekarang.

Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu karena dia langsung

mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah peranannya di

dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih orang pertama

yang menikahi keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan mencampuri

urusan warisan adat dari pihak mertuanya.

Yang boleh mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.

c. Anakberu Menteri adalah anakberu darianakberu. Fungsinya menjaga

penyimpangan-penyimpangan adat, baik dalam bermusyawarah maupun

ketika acara adat sedang berlangsung. Anakberu Menteri ini memberi

dukungan kepadakalimbubunya yaitu anakberu dari pemilik acara adat.

d. Anakberu Singikuri adalah anakberu darianakberu menteri, fungsinya

memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi

dukungan tenaga yang diperlukan.

Dalam pelaksanaan acara adat peran anakberu adalah yang paling penting.

Anakberulah yang pertama datang dan juga yang terakhir pada acara adat tersebut. Lebih

lanjut tugastugasnya

antara lain :

1. Mengatur jalannya pembicaraan runggu (musyawarah) adat.

2. Menyiapkan hidangan pada pesta.

(74)

4. Menanggulangi sementara semua biaya pesta.

5. Mengawasi semua harta milik kalimbubunya yaitu wajib menjaga dan mengetahui

harta benda kalimbubunya.

6. Menjadwal pertemuan keluarga.

7. Memberi khabar kepada para kerabat yang lain bila ada pihak kalimbubunya

berduka cita.

8. Memberi pesan kepada puang kalimbubunya agar membawa ose (pakaian adat)

bagi kalimbubunya.

9. Menjadi juru damai bagi pihak kalimbubunya,

Anakberu berhak untuk :

1. Berhak mengawini putri kalimbubunya, dan biasanya para kalimbubu tidak berhak

menolak.

2. Berhak mendapat warisan kalimbubu yang meninggal dunia. Warisan ini berupa

barang dan disebut morah-morah atau maneh-maneh, seperti parang, pisau,

pakaian almarhum dan lainnya sebagai kenang-kenangan.

Karena pentingnya kedudukan anakberu, biasanya pihak kalimbubu menunjukkan

kemurahan hati dengan :

1. Meminjamkan tanah perladangan secara cuma-cuma kepada anakberunya.

2. Memberikan hak untuk mengambil hasil hutan (dahulu karena pihak kalimbubu

adalah pendiri kampung, mereka mempunyai hutan sendiri di sekeliling desanya).

3. Merasa bangga dan senang bila anak perempuannya dipinang oleh pihak

anakberunya. Ini akan melanjutkan dan mempererat hubungan kekerabatan yang

(75)

4. Mengantarkan makanan kepada anaknya pada waktu tertentu misalnya pada

waktu menanti kelahiran bayi atau lanjut usia.

5. Membawa pakaian atau ose (seperangkat pakaian kebesaran adat) bagi

anakberunya pada waktu pesta besar di dalam clan anakberunya.

Adapun istilah-istilah yang diberikan kalimbubu, kepadaanakberunya adalah :

1. Tumpak Perang, atau Lemba-lemba. Artinya adalah ujung tombak. Maksudnya,

bila kalimbubunya ingin pergi ke satu daerah, maka yang berada di depan sebagai

pengaman jalan dan sebagai perisai dari bahaya adalah pihakanakberu. Dalam

bahasa lain anakberu sebagai tim pengaman jalan.

2. Kuda Dalan (Kuda jalan/beban). Dahulu sebelum ada alat transportasi hanya kuda,

untuk membawa barang-barang atau untuk menyampaikan informasi dari satu

desa ke desa lain, dipergunakanlah kuda. Arti Kuda Dalam dalam istilah ini adalah

alat atau kenderaan yang dipakai kemana saja, termasuk untuk berperang, untuk

21membawa barang-barang yang diperlukan pihak kalimbubunya atau untuk

menyampaikan berita tentang kalimbubunya, dan sekaligus sebagai hiasan bagi

kewibawaan martabatkalimbubunya.

3. Piso Entelap (pisau tajam). Dalam pesta adat atau pekerjaan adat pisau tajam dipergunakan untuk memotong daging atau kayu api atau untuk mendirikan

teratak tempat berkumpul. Setiap anakberu harus memiliki pisau yang yang

demikian agar tangkas dan sempurna mengerjakan pekerjaan yang diberikan

kalimbubunya.

Menjadi kebiasaan dalam tradisi Karo, pisau dari pihak kalimbubu yang

meninggal dunia diserahkan kepada anakberunya. Pisau ini disebut maneh-maneh,

pemberiannya bertujuan agar pekerjaankalimbubu terus tetap dilanjutkan oleh

(76)

kalimbubu, anakberulah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan tugas tersebut,

mulai dari menyediakan makanan sampai menyusun acaranya. Ketiga jenis

pekerjaan di atas, dikerjakan tanpa mendapat imbalan materi apapun maka

anakberu yang selalu lupa kepada kalimbubunya dianggap tercela di mata

masyarakat. Bahkan dipercayai bila terjadi sesuatu bencana di dalam lingkungan

keluarga dari anakberuyang melupakan kalimbubunya, ini dianggap sebagai

kutukan dari arwah nenek moyang mereka yang tetap melindungi kalimbubu.

Kemudian orang Karo juga mengenal istilah Tutur Si Waluh yang sebenarnya

kurang tepat artinya. Tutur itu ada 23, sedangkan yang disebut waluh (delapan) adalah

sangkep nggeluh. Jadi sebenarnya sangkep nggeluh si waluh (delapan kelengkapan

hidup), yang merupakan pengembangan fungsi dari rakut si telu.

Sangkep nggeluh si waluh itu antara lain adalah: pertama, pengembangan dari tegun

kalimbubu adalah (1) puang kalimbubu, dan (2) kalimbubu. Kedua, pengembangan dari

tegun senina adalah (1) senina, (2) sembuyak, (3) senina sepemeren, dan (4) senina

siparibanen. Ketiga, pengembangan dari tegun anak beru adalah (1) anak beru dan (2)

anak beru menteri. Kesemuanya ini yang disebut sebagai sangkep nggeluh si waluh dalam

masyarakat Karo.

2.5 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Kecamatan Tigapanah desa Seberaya sangat

beragam. Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber, pekerjaan yang paling

(77)

sebagai pedagang, PNS, dan juga membuka usaha sesuai keahlian individu. Dari

wawancara dengan bapak Baji Sembiring Pelawi, selain sebagai seniman beliau juga

bekerja sebagai petani. Diakui oleh bapak Baji, penghasilan sebagai seorang seniman di

kabupaten Karo tidakklah cukup dibandingkan dengan biaya hidup sekarang, sehingga

dibantu dengan menjual alat musik yang dilakukannya sedikit membantu beban ekonomi

keluarga.

2.6 Kesenian

Suku Karo adalah salah satu etnis yang memiliki keunikan kesenian tersendiri.

Keunikan Kesenian Karo ini lah yang menjadi kebanggaan suku Karo dalam menjalankan

tutur budayanya. Kesenian yang paling berkembang dan menonjol dalam kebudayaan

masyarakat Karo adalah seni musik, seni tari dan seni suara. Karena ketiga bentuk

kesenian tersebut tidak pernah terlepas dari pelaksanaan acara-acara adat, termasuk dalam

upacara adat perkawinan.

Pada masyarakat Karo penyebutan musik dikenal dengan istilah Gendang. Dalam

masyarakat Karo gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, diantaranya;

1. Gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik (Gendang

singindungi,Gendang singanaki),

2. Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu (Gendang

simalungun rayat, Gendang peselukken),

3. Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (Gendang cawir metua,

Gendang guro-guro aron)

4. Gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu (Gendang Lima

(78)

2.7 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah riwayat

hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja,

namun

juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi

singkat

hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya

dalam

masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-

informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan

yang baik dan jelas.

Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada

hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan membaca biografi,

pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam

kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman

selama hidupnya.

Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah

meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup.

Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya

memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun

ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian

tertentu.

Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan yang

(79)

dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan sering penulis

gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang dapat dilihat dari

hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) Kejadian apa yang membentuk atau

mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar

untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya

dengan mengambil resiko, atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal

yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut

hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian.

2.8 Alasan Memilih Baji Sembiring Pelawi

Dalam tulisan ini, penulis memilih Baji Sembiring Pelawi sebagai objek

penelitian, dikarenakan beliau mampu memainkan dan membuat alat musik tradisional

Karo, diantaranya adalah:

1. Beliau adalah satu-satunya orang yang dapat membuat gendang idung dan

gendang anak yang merupakan alat musik tradisional Karo yang ada di desa

seberaya kecamatan Tigapanah

2. Beliau dapat memainkan alat musik tradisional Karo dengan sangat baik

3. Gendang indung dan gendang anak hasil buatan Baji Sembiring Pelawi banyak

dipakai oleh para masyarakat baik di daerah Sitepu tinggal ataupun di luar daerah

tersebut.

4. Hasil karya beliau juga dikirim ke daerah-daerah lainnya seperti Bandung, Jakarta,

Medan, maupun dari Kabupaten Karo sendiri.

Hal-hal tersebut penulis ketahui dari hasil percakapan/wawancara dengan Bapak Baji

Sembiring dan juga dari ibu beliau, dan rekan-rekan. Peranan dan pengalaman beliau

(80)

kehidupan beliau, dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau sebagai

pembuat alat musik dan lebih dikhususkan kepada instrumen musik gendang buatan

beliau.

Melalui wawancara penulis akan mencatat kehidupan beliau dalam pembuatan

instrumen musik tradisional Karo serta kehidupan beliau dalam bermain musik seni

tradisi masyarakat karo, dan dalam hal ini gendang indung dan gendang anak adalah

instrumen musik tradisional Karo dan juga akan membahas bagaimana pengalaman hidup

beliau, dan bagaimana pendapat orang mengenai dirinya, dan hal-hal lain.

2.9 Biografi Baji Sembiring Pelawi

Biografi Baji Sembiring Pelawi yang akan dideskrpsikan dalam tulisan ini,

mencakup aspek-aspek:

1. latar belakang keluarga

2. pendidikan beliau

3. kehidupan sebagai pemusik,

4. kehidupan sebagai pembuat alat musik

5. tanggapan masyarakat khususnya para masyarakat di desa seberaya mengenai

keberadaan Baji Sembiring Pelawi, khususnya mengenai gendang buatan beliau

tersebut.

2.9.1 Latar Belakang Keluarga

Bapak Baji Sembiring Pelawi lahir di Desa Lau Mulgao, Kecamatan Mardinding

Tanah Karo pada tangaal 19 Agustus 1972, anak dari Ayah Dirman Sembiring Pelawi dan

(81)

diturunkan kepada beliau. Latar belakang keluarga yang berkecimpung dengan seni

tradisi Karo membuat Baji sembiring Pelawi sudah sangat akrab dengan musik tradisional

Karo, baik dalam memainkan instrumen dan juga pembuatannya.

Bapak Baji Sembiring Pelawi anak pertama dari 5 bersaudara masing-masing

adalah

sebagai berikut:

1. Baji Sembiring Pelawi (Pemain sekaligus Pembuat Gendang, Laki-laki)

2. Ependi Sembiring Pelawi ( Almarhun, Laki-laki)

3. Albina Br Sembiring Pelawi (Almarhum, Perempuan)

4. Ampli Sembiring Pelawi ( Pemain Musik/Petani, Laki-laki)

5. Dahlia Br Sembiring Pelawi ( Perempuan)

2.9.2 Latar Belakang Pendidikan

Baji Sembiring Pelawi hanya sempat menginjakkan dirinya di bangku SD di desa

seberaya pada tahun 1978 dan SMP di SMP Negeri 1Tigapanah pada tahun 1981, setelah

tamat di bangku SMP beliau tidak lagi melanjutkan sekolah dikarenakan ikut bermain

musik bersama seniman-seniman tradisi Karo.

2.9.3 Berumah Tangga

Baji Sembiring Pelawi menikah pada tanggal 1 Desember 2005 dengan istrinya

Hramtalina Br Sinuhaji, dan dari penikahan mereka lahirlah 2 orang anak, 1 orang putra

dan 1 orang putri, yaitu

1. Kenny Brata Sembiring Pelawi (Laki-laki)

(82)

Setelah menikah beliau memilih untuk berprofesi sebagai petani dan juga sekaligus

sebagai pemain dan pembuat alat musik tradisional Karo dirumah beliau yang beralamat

di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

2.10 Baji Sembiring Pelawi Sebagai Pemusik Tradisional Karo

Pada tahun 1987, beliau sudah ikut bermain musik bersama seniman-seniman

pemusik tradisi Karo pada acara-acara adat perkawinan maupun adat orang meninggal,

hanya saja beliau masih menjadi pemain gung dang penganak saja, dan tahun berikutnya

beliau main di acara Pesta Tahunan masyarakata karo atau sekarang lebih dikenal dengan

Kerja Tahun.

Kemampuan bermusik beliau sudah semakin baik dan bagus, terbukti dari

beberapa acara yang pernah diikutinya seperti pada tahun 1992 beliau bermain pada acara

kampanye Golkar, dan pada tahun 1993 sampai 2002 beliau menetap di kota Medan dan

tetap jadi pemain musik tradisi Karo dan dipanggil untuk main di acara pesta tahunan,

nampeken tulan-tulan,pernikahan maupun orang meninggal, di daerah Tanah Karo, Deli

Serdang dan Langkat. Pada Oktober 2004, beliau mendapat undangan untuk main di acara

tour keliling Pertunjukan Seni Tradisi Sumatera Utara di Eropa dan di acara tersebut

beliau bermain sarune.

Dari wawancara bersama beliau, banyak hal yang ingin dicapai beliau belum

tercapai, salah satunya beliau ingin mempunyai sanggar seni di Desa Seberaya, dan beliau

sangat menikmati pekerjaannya sebgai pemain musik.

Baji Sembiring Pelawi pernah berkolaborasi dengan beberapa pemain musik tradisi

karo, yaitu:

(83)

3) Alvin Tarigan (Pemain Gung dan Penganak)

4) Fender Ginting (Pemain Sarune)

5) Darwan Tarigan (Pemain Sarune)

6) Jimi Tarigan (Pemain Gendang)

7) Yusuf Perangin-nangin (Pemain Sarune)

8) Lingkup Perangin-nangin (Pemain Gendang)

9) Johanes Kaban (Pemain Gung)

10) Jinis Tarigan (Pemain Sarune)

11) Santi Tarigan (Pemain Gendang)

12) Pendi Perangin-nangin (Pemain Sarune)

13) Sehat Sembiring (Pemain Gendang)

14) Susanto Ginting (Pemain Gendang)

2.11 Baji Sembiring Pelawi Sebagai Pembuat Alat Musik Tradisi Karo

Kemampuan membuat intrumen musik tradisi Karo diperoleh Bapak Baji

Sembiring Pelawi semenjak beliau sering ikut bermain musik bersama seniman tradisi

Karo dan juga bila ada alat musik yang rusak, beliau bertanya kepada pemusik sekaligus

yang ahli dalam membuat dan mempebaiki alat musik.

Diakui beliau, awal karirnya sebagai pembuat alat musik didasari oleh rasa ingin

tahunya ketika alat musik beliau rusak. Beliau membongkar ulang alat musik tersebut dan

menyusunnya kembali hinggat utuh dan dapat dipergunakan kembali pada acara-acara

adat maupun pertunjukan seni tradisi Karo. Dan dari situ beliau mulai rajin bertanya

kepada pembuat alat musik tradisi Karo bagaimana membuat alat musik tradisi Karo yang

(84)

bapak Baji adalah gendang indung, gendang anak, kulcapi, keteng-keteng, dan sarune.

Kelima instrumen tersebuta kerap digunakan oleh bapak Baji dalam acara pertunjukan

musik maupun acara pernikahan dan adat orang meninggal, akan tetapi beberapa tahun

belakangan ini beliau lebih nyaman bermain sarune. Lambat laun pemusik tradisi Karo

lainnya mengetahui bahwa bapak Baji mahir dalam membuat alat musik dan mereka

mulai meminta bapak Baji untuk dibuatkan alat musik yang serupa. Beberapa gendang

yang dibuat oleh beliau sudah dikirim kelar daerah Tanah Karo seperti ke Jakarta dan

Bandung. Untuk harga, Bapak Baji Sembiring Pelawi tidak pernah mematokkan harga

satu alat musik yang dibuat oleh beliau, “berapa yang dikasih oleh pembeli ya saya

(85)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Suku Karo adalah salah satu suku yang ada di Sumatera Utara. Suku Karo

memiliki beragam kesenian, antara lain seni suara (ende-enden), seni tari (landek), seni

pahat (ukir), seni tenun (mbayu), dan seni musik. Dalam kesenian masyarakat Karo

terdapat dua jenis ansambel musik tradisional yang dipakai dalam upacara ritual maupun

pertunjukan kesenian yaitu Gendang Lima Sedalanen1 dan Gendang Telu Sedalanen.

GendangLima Sedalanen adalah ensambel musik yang ada pada suku karo, dan

yang dimaksud dengan Gendang Lima Sedalanen itu adalah lima perangkat alat musik

dan dimainkan oleh lima orang pemusik. Disebut Gendang Lima Sedalanen karena

ensambel musik tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu sarune (aerofon),

Gendang Indung(membranofon), Gendang Anak(membranofon), gung dan penganak.

Ensambel gendang lima sedalanen dianggap sebagai identitas suku Karo.

Walaupun sekarang ini musik karo sudah ditampilkan secara modern melalui keyboard,

tetapi di beberapa daerah masih memilih menggunakan musik tradisi dengan

menampilkan ensambel gendang lima sedalanen.

Ensambel Gendang Lima Sedalanen ini sering dipergunakan pada upacara ritual

seperti Erpangir Ku Lau, upacara adat Karo seperti Adat Pernikahan, dan pertunjukan

kesenian musik Karo seperti Gendang Guro-guro Aron.

Gendang Indung dan Gendang Anak merupakan alat musik yang termasuk dalam

(86)

Gendang Lima Sedalanen, Gendang Indung dan Gendang Anak berfungsi sebagai

pembawa ritme variasi. Gendang Indung sebagai pembawa ritem variasi dan Gendang

Anak sebagai ritem tetap (konstan).

Gendang Indung dan Gendang Anak adalah alat musik yang terbuat dari kayu

nangka atau pun kayu juhar. Sebagai penutup rongga atas dan bawah digunakan kulit

kancil yang sudah dikeringkan dan sebagai pengikatnya digunakan kulit lembu. Alat

musik ini dimainkan oleh pemainnya dengan posisi duduk dengan menggunakan dua

buah stick pemukul dan dipukul pada membran gendang tersebut.Minat generasi muda

desa Seberaya terhadap pembuatan alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak bisa

dikatakan sangat minim. Data otentik tentang pembuatan alat musik Gendang Indung dan

Gendang Anak sangat sulit ditemukan. Disamping itu hingga saat ini pembuat Gendang

Indung dan Gendang Anak hanya tersisa beberapa orang saja.

Hingga sekarang Gendang Lima Sedalanen masih memegang peranan di dalam

masyarakat Karo. Sejauh pengetahuan penulis saat wawancara pada tanggal 25 April

2015, pembuat Gendang Indung dan Gendang Anak ada beberapa orang, yaitu : Ropong

Tarigan (Bp.Dep) dari Berastagi Kabupaten Karo, Pulungenta Sembiring berasal dari

Desa Sarimunte kecamatan Munte Kabupaten Karo, kini beliau tinggal di Kota Medan,

Ngemat Tarigan dari Kabanjahe, dan Baji Sembiring Pelawi dari desa Seberaya

kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

Di dalam skripsi ini, penulis mengkaji gendang indung dan gendang Anak buatan

Bapak Baji Sembiring Pelawi karena tertarik dengan prioritas Bapak Baji Sembiring

Pelawi yang masih mau melestarikan budaya Karo dengan membuat alat musik dan

memainkannya. Dalam hal membuat alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak,

(87)

membuat alat musik Gendang Indung dan Gendang anak, beliau juga aktif dalam kegiatan

kesenian karo.

Meskipun dewasa ini musik karo sudah menggunakan alat musik keyboard, yaitu

alat musik modern dan memiliki banyak program musik didalamnya, namun menurut

hasil wawancara dengan Bapak Baji Sembiring Pelawi pada tanggal 25 April 2015

kelompok musik Gendang Lima Sedalanen tetap dipakai pada acara adat pernikahan,

ataupun acara adat kematian, bahkan pada acara Gendang Guro-Guro Aron.

Ada beberapa alasan mendasar mengapa penulis ingin meneliti alat musik

Gendang Indung dan Gendang Anak, salah satunya adalah karena kurangnya minat

generasi muda Desa Seberaya terhadap pebuatan alat musik Gendang Indung dan

Gendang Anak. Sampai saat ini pembuatannya hanya dilakukan secara tradisional.

Disamping itu pembuat alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak semakin sedikit.

Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji

serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah berupa skripsi dengan judul: “Kajian Organologis Gendang Indung dan Gendang Anak Buatan Bapak Baji Sembiring Pelawi di Desa Seberaya Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo”

1.2 Pokok Permasalahan

Melihat luasnya ruang lingkup yang dapat dijadikan subjek dalam penelitian

Gendang Indung dan Gendang Anak, maka untuk penelitian ini, peneliti mengkaji dua

pokok masalah saja, yaitu :

(1) Bagaimana teknik pembuatan alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak

yang dibuat oleh Bapak Baji Sembiring Pelawi.

(88)

(3) Apa fungsi alat Gendang Indung dan Gendang Anak dalam ensambel Gendang

Lima Sedalanen

1.3 Tujuan dan Maanfaat

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

(1) Untuk mengetahui tekhnik pembuatan Gendang Indung dan Gendang Anak

yang dibuat oleh Bapak Baji Sembiring Pelawi.

(2) Untuk mengetahui bagaimana teknik memainkan Gendang Indung dan

Gendang Anak.

(3) Untuk mengetahui fungsi alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak

dalam ensambel musik Gendang Lima Sedalanen.

Didalam penelitian ini ada beberapa manfaat khususnya untuk peneliti dan untuk

pembaca pada umumnya, yaitu :

1. Sebagai suatu upaya untuk memelihara kesenian tradisional daerah sebagai

bagian dari Budaya Nasional

2. Sebagai informasi kepada masyarakat atau lembaga yang mengemban

visi dan misi kebudayaan khususnya di bidang musik tradisional

3. Sebagai bahan literatur agar lebih mengenal alat musik Gendang Indung

dan Gendang Anak yang digunakan dalam ensambel Gendang Lima

Sedalanen.

4. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama

perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

Gambar

Gambar 17. Diameter Bingke bawah baloh anak
Gambar 19. (a) Ukuran Palu-palu Gendang Indung
Gambar 20. Kayu Juhar
Gambar 21. Kulit Planduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan, teknik memainkan, dan fungsi dari gendang singanaki.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

“Kajian Organologis Saga -saga Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia Kota Medan.” Skripsi Sarjana Etnomusikologi. Silalahi,

BAB II : GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KARO JAHE DI DESA RAJA TENGAH KABUPATEN LANGKAT, DAN BIOGRAFI RINGKAS LAPE SITEPU SEBAGAI SENIMAN MUSIK TRADISIONAL GENDANG

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan, teknik memainkan, dan fungsi dari gendang singanaki.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan, teknik memainkan, dan fungsi dari gendang singanaki.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Basri Barus juga mampu membuat alat musik budaya Karo seperti, gendang. singanaki dan gendang singindungi, kulcapi, sarune.Bapak Hasan

Skiripsi yang berjudul “STUDI ORGANOLOGI KETENG KETENG PADA MASYARAKAT KARO BUATAN BAPAK BANGUN TARIGAN” ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni

Skripsi ini berjudul Dalan Gendang: Analisis Pola Ritem dalam Ansambel Gendang Lima Sendalanen oleh Tiga Musisi Karo.. Alasan pemilihan judul adalah untuk meneliti dalan