Daftar informan
1. Nama Lengkap : Baji Sembiring Pelawi
Usia : 42 Tahun
Pekerjaan : Pemain Musik dan Pengrajin alat musik Karo sepeti surdam, keteng-keteng dan gendang indung dan gendang anak.
Alamat : Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo
2. Nama Lengkap : Norma Br Tarigan
Usia : 67 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo
3. Nama Lengkap : Darwan Tarigan
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Pemain Musik dan Petani
Alamat : Jalan Kutacane simpang Melati gang melati 4 Kabanjahe
4. Nama Lengkap : Brevin Tarigan
Usia : 27 Tahun
Pekerjaan : Asisten Dosen
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.(1995), The Karonese Traditional Musical Instruments. Medan: Pendidikan dan Departemen Kebudayan.
Hood, Mantle, ( 1982 ), The Ethnomusicologist. Ohio : The Kent State, University Press Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961.Clasification of Musical Instrument. Translate from original German by Anthony Baines and Klausss P. Wachsmann.
Khasima, Susumu, 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrumen Musik. Terjemahan Rizaldi Siagian.
Koenjaraningrat, 1986. Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka
Koentjaraningrat, (1989), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Aksara Koentjaraningrat (1982) , Manusia dan Kebudayaan Indonesia,Jakarta : Djambatan Koentjaraningrat (1980), Metode Penilitian Masyarakat, Jakarta : Balai Pustaka Loebis, Nawawiy.Ir. M. M.Phil, Ph.D. Alamsyah, Bhakti. Ir.MT.Ars. Pane, Faisal.
Imam. ST. Abdillah, Wahyu. ST. (2004), Raibnya Para Dewa Kajian Arsitektur Karo. Medan : Bina Teknik Press.
Merriam, Allan P. ( 1964 ), The Antropology of Music. North Western : University Press
Moleong, Lexi J., 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Poskakarya.
Nettle, Bruno, (1964) Theory and Method Ethnomusicology, New York
Sinaga, T. Saridin, (2009), Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak Arisden Purba di Huta Maniksaribu Nagori Sait Buttu Saribu Kec.
Pamatang Sidamanik Kab. Simalungun, Departemen Etnomusikologi FS USU, Skripsi Sarjana.
BAB III
STRUKTUR DAN TEKNIK PEMBUATAN GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK
3.1 Struktur dan Ukuran Gendang Indung dan Gendang Anak 3.1.1 Struktur Gendang Indung
Gambar 1. Struktur Gendang Indung
Baloh (badan gendang) Kulit (Membran)
Bingke atas (bingkai atas/tutup atas)
Nali (tali)
3.1.1.1 Struktur Gendang Anak
Untuk Gendang Anak, perbedaannya dari gendang indung adalah Gendang Anak
mendapat tambahan gendang kecil yang di gendongkan ke gendang indung. Untuk ukuran
baloh, nali, kulit serta bingke semua sama hanya saja ukuran pemukul/palu nya berbeda.
Berikut gambar Gendang Anak :
Gambar 2. Struktur Gendang Anak
Kulit/Membran Atas
Baloh Bingke Atas
Baloh Anak Gendang Nali
Bingke Bawah
Palu-palu (pemukul) Bingke Atas Anak Gendang
3.2 Teknik Pembuatan 3.2.1 Kulit/Membran
Tutup gendang indung dan gendang anak terbuat dari kulit hewan planduk (hewan
sejenis kancil) yang dalam istilah Karo disebut napoh. Kulit yang digunakan biasanya
hewan planduk yang berumur 1-3 tahun.
Gambar 3. Kulit Napoh
Kulit napoh yang biasa digunakan oleh bapak Baji biasanya diperoleh dari teman
sesama pemusik atau juga dipesan dari temannya yang tinggal di Sibolangit. Sebelum
kulit napoh tersebut dijemur, kulit harus dibersihkan terlebih dahulu, membuang lemak
atau daging yang masih menempel pada kulit napoh, agar mempermudah dalam
3.2.2 Baloh
Gambar 4. Baloh
Baloh/badan gendang terbuat dari kayu juhar dan digunakan sebagai
badan/resonator gendang, dan bagian yang digunakan untuk membuat baloh ialah bagian
tengah pohon. Kayu yang digunakan ialah kayu yang sudah tua karena daya tahan kayu
yang kuat.
Dalam pembuatan diameter gendang, bapak Baji menggunakan mangkok kecil.
Setelah lingkaran gendang dibentuk, batang pohon tersebut mulai dikerjakan melalui
Gambar 5. Batang Kayu Juhar
Tahap kasar yakni menggunakan gergaji untuk membentuk sisi luar dan dalam
gendang. Pada tahap ini alat yang digunakan berupa gergaji kayu dan parang. Kemudian
tahap halus, mengunakan pahat, ketam dan kertas pasir.
(b)
(e) (f)
(h)
(k) (l)
Gambar 6. Proses pembuatan Baloh
Keterangan :
(a) Kayu juhar diukur menggunakan penggaris untuk menentukan ukuran panjang
baloh.
(b) Batang kayu juhar dipotong menggunakan gergaji kayu
(c) Bentuk baloh setelah dipotong
(d) Baloh dibulatkan
(e) Membuat ukuran diameter baloh
(f) Batang kayu juhar dipotong menggunakan parang untuk mendapat bentuk kasar
baloh
(g) Bentuk kasar baloh
(h) Membuat lubang ditengah baloh menggunakan paku dan palu agar mempermudah
ketika melubangi menggunakan bor
(j) Sisi luar baloh dihaluskan menggunakan grenda mesin
(k) Setelah dilubangi menggunakan bor maka lubang tersebut diperbesar
menggunakan pahat
(l) Bentuk baloh
3.2.3 Baloh Anak
Gambar 7. Baloh anak
Beliau memilih batang kayu juhar yang sudah kering karena menurut beliau,
(a) (b)
(e)
(f)
(i)
(j) (k)
Gambar 8. Proses Pembuatan Baloh Anak Gendang
Keterangan :
a. Kayu juhar yang sudah dipotong kecil
b. Membentuk anak gendang
d. Membuat tanda ditengah bawah badan anak gendang dengan menggunakan paku
e. Bagian bawah gendang anak dihaluskan dengan menggunakan grenda
f. Bagian samping dan atas anak gendang dihaluskan dengan menggunakan grenda
g. bentuk anak yang sudah dihaluskan
h. membuat lubang pada bagian tengah atas anak gendang dengan menggunakan bor
i. Membuat lubang pada bagian tengah bawah anak gendang dengan bor
j. Lubang tengah anak gendang di perbesar menggunakan pahat
k. Bentuk badan anak gendang
3.2.4 Bingke
Bingke terbuat dari bambu yang berfungsi sebagai pengikat antara kulit dan baloh.
Bingke yang dibuat unuk gendang ini ada dua, yaitu bingke atas dan bingke bawah.
Bapak baji sembiring biasanya menggunakan jenis bambu yang masih muda. Karena
menurut beliau bambu yang masih muda bisa lebih kuat dibandingkan dengang bambu
yang sudah tua.
Untuk membuat bingke, saya bersama bapak Baji harus ke hutan untuk mencari
bambu. Setelah mendapat bambu yang pas kami kembali kerumah bapak baji sembiring.
Untuk membuat bingke, bambu dibelah hingga mendapat 12 bilah bambu. Kemudian
bambu diiris dan dihaluskan sampai lentur. Setelah itu bilah bambu direbus selama 20
menit agar mudah dibentuk lingkaran. Kemudian bambu tersebut diikat menggunakan tali
(a)
(b)
(d) (e)
(i)
(j)
(m) (n)
(o) (p)
Gambar 9. Proses Pembuatan Bingke
Keterangan :
a. Pengambilan bambu ke hutan
b. Bambu di potong
c. Bambu dibelah menjadi 2 bagian
d. Bagian setengah dari bambu yang sudah dibelah, dbelah kembali menjadi 6 bagian
f. Membuat batas disisi ujung bambu
g. Menipiskan sisi ujung bambu hingga ke batas sisi ditipiskan
h. Hasil bentuk setelah ditipiskan
i. Sisi yang lain dari bambu ditipiskan
j. Hasil bentuk sisi yang lain yang sudah ditipiskan
k. Bentuk bambu yang kedua sisi ujungnya setelah ditipiskan
l. Bambu direbus
m. Bambu dikeluarkan setelah direbus selama 20 menit
n. Bambu dibentuk lingkaran
o. Bambu diikat.
p. Bentuk Bingke
3.2.5 Nali
Kulit lembu digunakan untuk mengikat resonator. Kulit lembu diperoleh dari
membeli di pasar. Lembu yang digunakan untuk membuat nali yaitu lembu kecil yang
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 10. Proses Pembuatan Nali
Keterangan :
a. Kulit lembu yang diperoleh dari pasar
b. Menipiskan kulit lembu sesuai dengan ukuran untuk membuat nali dengan
menggunakan pisau daging
c. Kulit setelah ditipiskan lalu di jemur selama seminggu agar dapat dipotong kecil
hingga membentuk nali
d. Bentuk nali
3.2.6 Palu-palu
Palu-palu terbuat dari kayu pohon jeruk yang keras dan yang diambil bagian
pangkal pohon, berfungsi sebagai pemukul alat pemukul gendang yang digunakan bapak
(a) (b)
(e) (f)
(i) (j)
Gambar 11. Proses Pembuatan Palu-palu
Keterangan :
a. Memotong kayu pohon jeruk purut
b. Bentuk kasar palu palu untuk gendang indung
c. Bentuk kasar untuk palu palu gendang anak
d. Tahap membentuk palu palu
e. Membentuk sisi bagian atas palu palu
f. Membentuk sisi bawah palu palu
g. Membentuk bagian atas palu palu gendang indung dengan pisau pahat yang kecil
h. Menghaluskan palu palu dengan cara menggosokkan palu ke kertas pasir (amplas)
i. Bentuk palu palu gendang indung, untuk gendang indung palu untuk sebelah
kanan lebih besar daripadaa yang kiri.
3.3 Ukuran Gendang Indung dan Gendang Anak 3.3.1 Ukuran Kulit/Membran
Ukuran kulit atau membran yang dibutuhkan untuk membuat gendang adalah
lebih besar dari diameter badan gendang/resonator gendang. Tujuannya agar kulit yang
dilebihkan itu dapat dipakai untuk menutupi bingke nantinya.
Gambar 12. Kulit sebagai membran
3.3.2 Ukuran Baloh
Baloh mempunyai bagian atas yang nantinya akan dilapisi kulit/membran
berdiameter 5 centimeter dengan ketebalan 1 centimeter dan tinggi 41 centimeter. Ukuran
gambar 13. (a) Ukuran tinggi baloh gambar 13. (b) ukuran diameter atas baloh
Gambar 13. (c) ukuran tebal dinding baloh gambar 13. (d) ukran diamter bawah baloh
Gambar 13. Ukuran Baloh
41 cm 5 cm
1 cm
3.3.3 Ukuran Bingke
3.3.3.1 Ukuran Bingke Atas Gendang Indung
Bingke atas mempunyai diameter yang lebih besar dibandingkan dengan bingke
bagian bawah. Bingke atas berukuran lebih besar dari pada badan gendang karena bingke
ini berfungsi sebagai sumber utama penghasil bunyi.
Gambar 14. Diameter Bingke Atas Gendang Indung
3.3.3.2 Bingke Bawah
Bingke bawah mempunyai diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan bingke
bagian atas.
Gambar 15. Diameter Bingke Bawah Gendang Indung
3.3.3.3 Ukuran Bingke Atas Gendang Anak
Untuk ukuran bingke pada gendang anak hanya berbeda satu cm dari gendang
indung. Untuk diameter bingke atas 4 cm dan untuk ukuran bingke bawah 3cm.
Gambar 16. Diameter Bingke atas baloh anak
4 Cm
3.3.3.4 Ukuran Bingke Bawah Gendang Anak
Gambar 17. Diameter Bingke bawah baloh anak
3.3.4 Ukuran Nali
Kulit lembu dipotong sehingga membentuk lingkaran kemudian di potong kecil
sehingga menghasilkan panjang 8 M nali.
3.3.5 Ukuran Palu-palu
Ukuran palu-palu untuk Gendang indung
Gambar 19. (a) Ukuran Palu-palu Gendang Indung
Ukurang palu-palu untuk gendang anak
Gambar 19. (b) ukuran palu-palu gendang anak
Gambar 19. Ukuran Palu-palu
14 Cm
12 Cm
3.4 Bahan Baku Yang Dipergunakan
Berikut adalah bahan baku yang dipergunakan untuk membuat gendang indung
dan gendang anak, yakni :
3.4.1 Kayu Juhar
kayu juhar digunakan sebagai badan/resonator gendang. Pada umumnya yang
digunakan untuk membuat resonator tersebut adalah bagian tengah batang pohon juhar.
Dalam pemilihan bahan untuk membuat resonator gendang, batang pohon yang
digunakan baiknya pohon yang sudah tua karena mempunyai daya tahan kayu yang kuat.
Gambar 20. Kayu Juhar
3.4.2 Kulit Planduk
Kulit planduk adalah bahan yang digunakan untuk membuat membran gendang.
Kulit planduk sering juga disebut kulit napoh pada masyarakat Karo. Kulit yang
digunakan baiknya mempunyai ketebaan yang tipis. Biasanya bapak Baji Sembiring
memakai kulit planduk yang jantan, karena menurut beliau kulit planduk jantan bagus
Gambar 21. Kulit Planduk
3.4.3 Kulit Lembu
Kulit lembu adalah bahan yang digunakan untuk mengikat antara resonator
dengan membran gendang. Kulit lembu yang digunakan oleh bapak Baji Sembiring
biasanya diperoleh dengan membeli dipasar. Berat lembu yang dipakai kulitnya sekitar
360 kg.
3.4.4 Bambu
Bambu adalah bahan untuk membuat bingke pada gendang Indung dan Gendang
Anak. Bisanya bapak Baji Sembirig memperoleh bambu dari hutan kemudian dipotong,
dibilas dan direbus selama 20 menit sehinga dapat dilenturkan menjadi bentuk lingkaran
lalu diikat menggunakan tali rafia agar kuat dan tidak gampang lepas.
Gambar 23. Bambu
3.4.5 Kayu Pohon Jeruk Purut
Kayu pohon jeruk purut adalah bahan yang digunakan untuk membuat palu-palu.
Biasanya bagian yang digunakan untuk membuat palu-palu adalah bagian pangkal pohon
Gambar 24. Kayu Pohon Jeruk Purut
3.4.6 Air Daun Sirih
Air kunyahan daun sirih ini akan dioleskan di atas kulit gendang apabila semua
tahap pembuatan telah selesai. Menurut beliau, air kunyahan daun sirih ini akan
mempercantik
3.5 Peralatan Yang Digunakan 3.5.1 Gergaji Kayu
Digunakan untuk memotong kayu juhar yang akan digunakan untuk bahan
pembuatan gendang indung dan gendang anak. Gergaji ini dugunakan dalam tahap kasar.
Gambar 26. Gergaji
3.5.2 Parang
Parang adalah pisau besar (lebih besar dari pisau biasa). Alat ini digunakan untuk
memotong kayu sehingga membentuk resonator gendang. Alat ini digunkan beliau pada
3.5.3 Bor
Alat yang digunakan untuk membuat lubang resonator pada batang juhar.
3.5.4 Gerinda
Alat yang digunakan untuk membuat permukaan benda-benda menjadi lebih halus.
Gambar 29. Gerinda
3.5.5 Pisau Pahat
Alat ini digunakan untuk mengikis dan memahat batang pohon juhar untuk
Gambar 30. Pisau pahat dan Pahat ukuran panjang
3.5.6 Kelut
Alat ini digunakan untuk menjepit pinggir kulit ke bingke.
3.5.7 Palu Kayu
Alat ini digunakan untuk memukul pahat untuk melubangi kayu juhar sebagai
lubang resonator.
Gambar 32. Palu kayu
3.5.8 Kertas Pasir
Kertas pasir digunakan untuk membuat permukaan benda-benda menjadi lebih
halus dengan cara menggosokkan salah satu permukaan amplas yang telah ditambahkan
bahan yang kasar kepada permukaan benda tersebut. Amplas atau kertas pasir dipakai
3.5.9 Pensil dan Spidol
Pensil adalah alat tulis yang ujungnya lunak, dipakai untuk menulis dikertas.
Bapak Baji menggunakan pensil dan spidol sebagai penanda dalam pembuatan gendang.
Gambar 34. Pensil dan Spidol
3.5.10 Penggaris
Penggaris adalah alat yang berfungsi sebagai alat ukur dengan satuan dasar cm.
Penggaris digunakan beliau untuk mengukur bahan bahan untuk membuat gendang.
3.6 Teknik Pembuatan Gendang
Dalam pembuatan gendang, bapak Baji Sembiring Pelawi tidak mengunakan
tenaga mesin. Beliau menggunakan kemampuannya dan alat yg beliau punya untuk
membuat alat musik ini. Berikut ini tahap pembuatan gendang galang oleh bapak
Sembiring Baji Pelawi di desa Seberaya.
Prosedur Kerja Pembuatan Gendang Indung
No
1 Pemilihan Bahan a. Kulit planduk betina yang sudah pernah
melahirkan.
b. Batang pohon juhar yang tua yang sudah berumur
4 atau 5 tahun
c. Kulit Lembu
d. Bambu
2 Membentuk bagian
gendang
a. bulu pada kulit napoh harus dibersikan dan dikikis
dengan menggunakan pisau
b. Membuat ukuran diameter baloh dengan
menggunakan jangka
Tahap selanjutnya pengerjaan kasar dengan
menggunakan alat seperti parang, bor, pahat untuk
membuat baloh.
Tahap terakhir yakni pengerjaan halus dengan
kemudian dipernis agar badan gendang kelihatan
menarik.
c. Bingke, terbuat dari bambu yang dibelah hingga
mendapat 12 bilah bambu dan dihaluskan dengan
pisau kemudian direbus selama 20 menit agar mudah
mudah/lentur dibentuk lingkaran, lalu diikat
menggunakan tali rafia.
d. Nali terbuat dari kulit lembu yang diiris hingga
berbentuk seperti tali.
e. Palu –palu terbuat dari batang pohon jeruk nipis
3 Teknik pembuatan gendang
galang
a. Membran dijepitkan ke bingke
b. Kemudian, membran yang sudah menyatu dengan
bingke atas yang terbuat dari bambu menutup dengan
menekankan bingke ke bagian atas baloh.
c. Memasang nali pada membran yang sudah menyatu
dengan bingke dan diikatkan pada bingke bawah.
d. Mengikat secara simetris agar keketatan membran
terjaga.
Untuk proses pembuatan Gendang Anak sama saja proses kerjanya dengan
pembuatan Gendang indung. Hanya saja Gendang Anak mendapat tambahan gendang
kecil yang diikatkan pada sisi badan baloh. Untuk pemilihan bahan sampai proses
3.6.1 Membuat Membran
Pada tahap membuat membran atas gendang, bingke akan dilapisi dengan kulit
planduk. Kulit planduk terlebih dahulu direndam selama lebih kurang 2 jam, agar kulit
mudah diatur dan dijepit ke bingke. Kemudian kulit dijepitkan ke bingke dan dijemur
selama 2 hari. Setelah dijemur kulit akan menyatu dengan sendirinya ke bingke.
Kemudian selanjutnya pada kulit membran dibuat lubang sebanyak sepuluh lubang untuk
tempat nali sebagai pengikat dengan bingke bawah gendang.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 36. Proses membuat membran
Setelah posisi membran sudah tepat melapisi baloh, maka bingkei yang terbuat dari
dan badan gendang, nali dimasukkan kedalam lubang ditarik dengan tangan agar kulit
semakin ketat.
3.6.2 Mengiket
Setelah ketatnya gendang sudah terjaga, proses selanjutnya adalah mengiket. Cara
mengiket yakni :
(a) lobang
(b) Memasukkan nali,
(c) Menarik nali,
(d) Melilit nali
Cara melobang yang dimaksud adalah melobangi diantara kulit dan bingkei. Setelah itu
dilobangi kulitnya menggunakan pahat yang ujung tajamnya kecil dan nali pun
dimasukkan ke lobang tersebut. Setelah nali masuk, nali ditarik dan dililitkan ke bingkei
bawah. Cara melilitnya, simpei dimasukkan dari sisi pinggir bingke atas, kemudian nali
masuk melalui sisi dalam bingkei bawah. Dilanjutkan dengan menarik ujungnali dan
(1) (2)
(5) (6)
(7) (8)
Gambar 37. Proses Mengiket
Keterangan :
(1) Nali dimasukkan dari lubang membran dalam bingke atas, dan keluar dari
membran luar
(2) Nali keluar dari bagian dalam membran sisi atas tutup bingke ke sisi bawah
bingke atas
(3) Proses memasukkan nali hampir selesai
(5) Melubangi tengah nali untuk tempat memasukkan sisi nali yg lain
(6) Memasukkan nali ke lubang yang telah dibuat di tengah nali
(7) Disisa nali yang ada di bagian bawah diikatkan pada sisi nali yg lain agar tidak
renggang.
(8) setelah nali terpasang semua kemudian gendang dijemur
Begitu pula proses untuk mengiket untuk baloh anak. Semua prosesnya sama, hanya saja
BAB IV
TEKNIK MEMAINKAN, FUNGSI GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK DALAM ENSAMBEL GENDANG LIMA SEDALANEN
Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai, warna bunyi dari gendang
galang, teknik pukulan, posisi memainkan, dan pola dasar ritem gendang galang.
4.1 Posisi Memainkan
4.1.1 Posisi Memainkan Gendang Indung
Gambar 38. Posisi Memainkan Gendang Indung
Beginilah posisi memainkan gendang indung, menjepit bagian bawah gendang
dengan jari kaki kanan yg dilipat menimpa kaki kiri. Posisi gendang sengaja dibuat
4.1.2 Posisi Memainkan Gendang Anak
Gambar 39. Posisi Memainkan Gendang Anak
Inilah posisi memainkan gendang anak. Tidak jauh berbeda dengan posisi memainkan
gendang indung. Kaki kanan tetap menjepit bagian bawah gendang agar tidak goyang saat
dimainkan. Dan posisi gendang miring agar mudah dimainkan.
4.2 Teknik Memproduksi Bunyi 4.2.1 Warna Bunyi
Ada bermacam versi mengenai warna bunyi yang dihasilkan oleh gendang indung
dan gendang anak, menurut bapak Baji Sembiring Pelawi menyatakan warna bunyi untuk
gendang ada banyak, hanya saja yang paling mendominan ada dua, yakni warna “tih”
banyak, disebabkan gendang anak dalam ensambel gendang lima sedalanen hanya
pembawa ritem tetap (konstan). Dan warna suara yang dihasilkan oleh gendang anak
yakni “tang” dengan memukul bagian tengah gendang dan “cek” memukul bagian tengah
anak gendang.
Warna suara untuk Gendang Indung
Penyaji Warna Bunyi
Bapak Baji
Sembiring Pelawi
Tang Tih Dum Tak
Bunyi tih
Bunyi dum
bingkei Bunyi tang
Warna suara untuk Gendang Anak
Penyaji Warna Bunyi
Bapak Baji Sembiring
Pelawi
Tang Cek
Gambar 40. teknik memukul dengan satu stick Bunyi tang
C
.
.
.
Gambar 41. Teknik memukul dengan dua stick
4.3 Pola Ritem
Ttranskripsi bunyi musik merupakan suatu usaha untuk mendeskripsikan musik,
yang mana hal ini merupakan bagian penting dalam disiplin etnomusikologi. Dalam
menganalisis pola ritem, penulis melakukan pendekatan yang dikemukakan oleh netll
(1964) yakni: dalam menganalisis ritem maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pola
dasar ritem, repetisi, dan variasi dari pola dasar ritem.
4.3.1 Pola Ritem Gendang Indung
Untuk pola ritem gendang indung, penulis mengambil lagu Simalungun Rakyat
sebagai contoh pola ritem, dimana didalam lagu ini terdapat pola ritem dari lambat hinga
pola ritem cepat.
C
.
.
.
4.3.2 Pola Ritem Gendang Anak
Untuk pola ritem gendang anak, penulis mengambil lagu manuk sigurda gurdi dimana
lagu ini pernah dinyanyikan Ibu Norma Tarigan di Amerika yang tidak lain Ibunda dari
Bapak Baji Sembiring Pelawi.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Peranan ilmu Etnomusikologi sangat penting mengangkat suatu konsep dalam
sistem musikal disetiap etnis di dunia ini. Seperti pada masyarakat Karo di Kabupaten
Karo Kecamatan Tigapanah menggunakan pendekatan onomatope dalam
menggambarkan warna bunyi gendang galang. Pendekatan lainnya dalam
pengklasifikasian alat musik gendang indung dan gendang anak, gendang ini dapat
diklasifikasikan ke dalam double conical single head, tujuannya adalah memudahkan
dalam pengklasifikasian alat musik.
Dalam proses pembuatan gendang indung dan gendang anak, bapak Baji
Sembiring Pelawi masih menggunakan tenaga dan kemampuannya. Mulai dari pemilihan
bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gendang ini, beliau sangat teliti dan lebih
mementingkan kualitas suara dan ketahanan gendang walau beliau mengetahui memakan
waktu yang cukup lama. Beliau mempunyai teknik-teknik sendiri dalam membuat
gendang tersebut. Menurut beliau posisi memainkan gendang indung dan gendang anak
juga sangat menentukan suara yang dihasilkan.
Ritem yang dimainkan dalan setiap lagu pada masyarakat Karo di Kabupaten
Karo dan ritem setiap lagu memiliki pola dasar yang dimainkan secara konstan hingga
akhir komposisi lagu, ternyata ritem tersebut ketika penyajiannya menghasilkan ritem
yang mengisi celah ritem yang kosong, ritem saling yang mengisi itu adalah variasi,
5.2 Saran
Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat
bagimasyarakat pendukung kebudayaan. Kiranya penelitian ini membuka jalan untuk
penelitian berikutnya. Penulis berharap pemerintahan lebih memperhatikan kelestarian
budaya dan bukan hanya kelestariannya saja, tetapi kehidupan para pembuat alat musik
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KARO KECAMATAN TIGA
PANAH KABUPATEN KARO, DAN BIOGRAFI RINGKAS BAJI
SEMBIRING PELAWI SEBAGAI SENIMAN MUSIK TRADISIONAL
KARO
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Kecamatan Tigapanah yang
meliputi : letak geografis, penduduk, bahasa, mata pencaharian, sistem kekerabatan serta
agama, kepercayaan adatistiadat serta biografi singkat Bapak Baji Sembiring Pelawi.
2.1 Letak Geografis
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Karo
memiliki luas wilayah mencapai 2.127,25 Km2 atau 2,97% dari luas Provinsi Sumatera
Utara. Kabupaten Karo terletak pada Dataran Tinggi Bukit Barisan dan sebelah barat
daya berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia serta merupakan daerah hulu
sungai. Secara geografis Kabupaten Karo terletak pada koordinat 2050’ – 3019’ Lintang
Utara dan 97055’ - 98038’ Bujur Timur.
Adapun batas wilayah Kabupaten Karo adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
b. Sebelah Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir
c. Sebelah Barat : Provinsi Nangroe Aceh Darusalam
d. Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun
Keadaan alam Kecamatan Tigapanah adalah dataran tinggi dengan ketinggian
rata-rata 1.192- 1.376 meter diatas permukaan laut, dan memiliki luas wilayah 186,86
Km². Kecamatan Tigapah berbatasan dengan :
b. Sebelah Selatan : Kecamatan Merek
c. Sebelah Barat : Kecamatan Juhar, Munte, dan Kabanjahe
d. Sebelah Timur : Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Merek
Kecamatan Tigapanah terdiri dari 26 desa, sebagian besar dari wilayah kecamatan
ini digunakan sebagai tempat pemukiman penduduk, lahan pertanian dan perkebunan dan
salah satunya adalah Desa Seberaya yang merupakan tempat dimana bapak Baji
Sembiring Pelawi tinggal bersama keluarganya, dan sekaligus menjadi tempat dimana
beliau membuat instrumen musik karo.
Adapun batas-batas wilayah desa Seberaya adalah :
a. Sebelah Utara : Desa Ajimbelang
b. Sebelah Selatan : Desa Kutabale
c. Sebelah Barat : Desa Leparsamura
d. Sebelah Timur : Kutajulu
2.2 Keadaan Penduduk
Penduduk kecamatan Tigapanah pada saat ini berjumlah 29.593 jiwa yang
terhimpun dalam 8.257Kepala Keluarga (KK). Mengenai keadaan penduduk dapat dilihat
pada tabel-tabel dibawah ini.
Tabel 2.2.1
Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku di Kecamatan Tigapanah
No Suku Presentase
1 Karo 80 %
2 Toba 6 %
3 Simalungun 5 %
4 Mandailing 3 %
5 Pak Pak 2 %
6 Jawa 4 %
Tabel 2.2.2
Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Tigapanah
No Wanita Pria Jumlah (Jiwa)
1 14.657 14.936 29.593
Tabel 2.2.3
Distribusi Sarana Pendidikan di Kecamatan Tigapanah
No SD SMP SMU
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
Tabel 2.2.4
Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Tigapanah
No Rumah Sakit Puskesmas Pustu Polindes Posyandu
1 0 2 14 22 27
Tabel 2.2.5
Distribusi Tempat Peribadatan di Kecamatan Tigapanah
No Masjid/Mushola Gereja Kuil Vihara
1 5 67 0 0
Tabel 2.2.6
Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Tigapanah
No Jenis Pekerjaan Presentase
1 Petani 78 %
2 Pedagang 9 %
3 Pegawai Negeri Sipil 4 %
4 Pegawai Swasta 5 %
5 Buruh Harian Lepas 4 %
Sumber : Kantor Camat Pancur Batu Profil Kecamatan Pancur Batu, tahun 2009
Dari tabel 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa pekerjaan yang paling
mendominasi di Kecamatan Pancur Batu tersebut adalah sebagai petani, yang mencapai
negeri sipil , karyawan dan buruh/ pegawai swasta. Penduduk di Kecamatan Pancur Batu
tersebut tergolong memiliki jenis pekerjaan yang beragam.
Penduduk di Kecamatan Tigapanah menganut agama yang berbeda-beda diantara
enam agama yang diakui di Indonesia. Untuk melihat komposisi penduduk di Kecamatan
Pancur Batu berdasarkan agama yang dianut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.2.7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama di Kecamatan Tigapanah
No Agama Jumlah
1 Islam 2120 Orang
2 Kristen Protestan 19.778 Orang
3 Katholik 7687 Orang
4 Hindu 0
5 Budha 0
Jumlah 29.585 Orang
Sumber Kantor Camat Tigapanah Profil Kecamatan Tigapanah, tahun 2012
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan
Tigapanah memeluk agama Kristen Protestan dengan jumlah 19.778 orang dari total
populasi yang ada. Sedangkan pada urutan yang kedua yaitu agama Khatolik berjumlah
sebanyak 7687 orang dan sisanya menganut agama Islam, Hindu dan Budha.
2.3 Sistem Bahasa
Kecamatan Tigapanah adalah salah satu daerah di Kabupaten Tanah Karo yang
penduduknya mayoritas suku Karo. Bahasa Karo merupakan bahasa ibu dari masyarakat
menggunakan bahasa Karo sebagai media komunikasi dalam percakapan formal maupun
percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak penduduk yang tidak bersuku Karo pun
mengerti bahasa ini, karena bahasa Karo lebih sering digunakan jika dibandingkan
dengan bahasa nasional (bahasa indonesia). Hal ini mengharuskan mereka untuk
beradaptasi dengan penduduk asli yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa karo.
2.4 Sistem Kekerabatan
Setiap masyarakat memiliki suatu sistem kemasyarakatan yang mana sistem tersebut
berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat tersebut. Tatanan kehidupan
bermasyarakat didalam masyarakat Karo yang paling utama adalah suatu sistem yang
dikenal dengan Merga Silima. Merga berasal dari kata meherga (mahal), merga ini
menunjukkan identitas dan sekaligus penentuan sistem kekerabatan orang Karo. Menurut
keputusan Kongres Budaya Karo tahun 1995 di Berastagi, salah satu keputusan yang
diambil adalah merga-merga yang terdapat dalam Merga Silima adalah: Ginting,
Karo-karo, Tarigan, Sembiring, dan Perangin-angin.
Sementara Sub Merga dipakai dibelakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan
mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut. Berikut akan disajikan Merga dan
pembagiannya:
1. Ginting: Pase, Munthe, Manik, Sinusinga, Seragih, Sini Suka, Babo, Sugihen, Guru
Patih, Suka, Beras, Bukit, Garamat, Ajar Tambun, Jadi Bata, Jawak,
Tumangger, Capah.
2. Karo-karo: Purba, Ketaren, Sinukaban, Karo-karo Sekali, Sinuraya/ Sinuhaji, Jong/
Kemit, Samura, Bukit, Sinulingga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sitepu,
3. Tarigan: Tua, Bondong, Jampang, Gersang, Cingkes, Gana-gana, Peken, Tambak,
Purba, Sibero, Silangit, Kerendam, Tegur, Tambun, Sahing.
4. Sembiring: Kembaren, Keloko, Sinulaki, Sinupayung, Brahmana, Guru Kinayan,
Colia, Muham, Pandia, Keling, Depari, Bunuaji, Milala, Pelawi,
Sinukapor, Tekang.
5.Perangin-angin: Sukatendel, Kuta Buloh, Jombor Beringen, Jenabun, Kacinambun,
Peranginangin Bangun, Keliat, Beliter, Mano, Pinem, Sebayang,
Laksa, Penggarun, Uwir, Sinurat, Pincawan, Singarimbun,
Limbeng, Prasi.
Dalam perkembangan lebih lanjut, maka merga itu berperan dalam menentukan
hubungan kekerabatan antara masyarakat Karo. Garis keturunan yang berlaku pada
masyarakat Karo adalah Patrilineal ( garis keturunan ayah). Oleh karena itu setiap orang
Karo, pria maupun wanita mempunyai merga menurut merga ayahnya sedangkan untuk
perempuan merga ayah ini disebut beru. Bagi masyarakat Karo, hubungan garis
keturunan ini dikenal dengan sebutan tutur. Tutur adalah penarikan garis keturunan
(lineage) baik dari keturunan ayah (patrilineal) maupun dari garis keturunan ibu
0---X 0---X
Kampah Soler
0---X 0---X
Binuang Kempu
0---X
Merga
AKU
Ket : O = Pria
X = Wanita
Bagan Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat Karo Dikutip Dari Buku : Adat Karo, Hal 15, Darwan Prinst.
Penjelasan:
1. Merga/ Beru adalah nama keluarga yang diberikan (diwariskan) bagi seseorang
dari nama keluarga ayahnya secara turun temurun khususnya anak laki-laki.
Sedangkan bagi anak perempuan merga ayahnya tidak diwariskan bagi anaknya
kemudian. Merga/ Beru anaknya berasal dari nama keluarga suaminya kelak.
2. Bere-bere adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya.
3. Binuang adalah nama keluarga yang diwarisi seorang suku Karo dari bere-bere
4. Kempu (perkempun) adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere-bere
ibu. Dengan kata lain kempu (perkempun) berasal dari beru nenek (ibu dari ibu)
yang dikenal juga sebagai Puang Kalimbubu dalam peradatan dalam masyarakat
Karo.
5. Kampah adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang yang berasal dari beru
yang dimiliki oleh nenek buyut (nenek dari ayah).
6. Soler adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang beru empong (nenek dari ibu).
Dewasa ini dalam pergaulan sehari-hari yang umum dipergunakan biasanya hingga
lapis kedua yaitu bere-bere. Sedangkan untuk lapisan tiga hingga enam biasa diperlukan
dalam suatu upacara adat seperti perkawinan, masuk rumah baru, atau pada peristiwa
kematian dan acara adat lainnya.
Setelah sistem kekerabatan dapat ditentukan dengan seorang Karo lainnya melalui
ertutur ini, maka jalinan hubungan kekerabatan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga
ikatan yang dikenal dengan istilah Rakut Si Telu (ikatan yang tiga).
Kalimbumbu Senina
Rakut si telu pada masyarakat Karo terdiri dari:
a. Kalimbubu
Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita dan sangat dihormati
dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menyakini bahwa
kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga dengan
Dibata Ni Idah(Tuhan yang nampak). Sikap menentang dan menyakiti hati
kalimbubu sangat dicela. Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak
kalimbubu selalu mendapat prioritas utama, para anakberu (kelompok pihak
penerima istri) tidak akan berani mendahului makan sebelum pihak kalimbubu
memulainya, demikian juga bila selesai makan, pihak anakberu tidak akan berani
menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya selesai makan, bila ini tidak
ditaati dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua nasehat yang diberikan
kalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus
dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak masalah lain.
Darwan Prints mengatakan, kalimbubu diumpamakan sebagai legislatif, pembuat
undang-undang.
Kalimbubu dapat dibagi atas dua yaitu Kalimbubu berdasarkan tutur dan
kalimbubu
berdasarkan kekerabatan (perkawinan).
1. Kalimbubu berdasarkan tutur
a. Kalimbubu Bena-Bena disebut juga kalimbubu tua adalah kelompok
pemberi dara kepada keluarga tertentu yang dianggap sebagai keluarga
pemberi anak dara awal dari keluarga itu. Dikategorikan kalimbubu
Bena-Bena, karena kelompok ini telah berfungsi sebagai pemberi dara
sekurang-kurangnya tiga generasi.
b. Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongan kalimbubu yang ikut
mendirikan kampung. Status kalimbubu ini selamanya dan diwariskan
secara turun temurun.
Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila
diadakan pesta-pesta adat di desa di Tanah Karo.
2. Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan)
Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi wanita terhadap
generasi ayah, atau pihak clan (semarga) dari ibu kandung ego (paman
kandung ego). (Petra : ego maksudnya orang, objek yang dibicarakan)
a. Kalimbubu I Perdemui atau (kalimbubu si erkimbang), adalah pihak
kelompok dari mertua ego. Dalam bahasa yang populer adalah bapak
mertua berserta seluruh senina dan sembuyaknya dengan ketentuan bahwa
si pemberi wanita ini tidak tergolong kepada tipe Kalimbubu Bena-Bena
dan Kalimbubu Si Mada Dareh.
b. Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak
subclan pemberi anak dara terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa
sederhana pihak subclan dari istri saudara laki-laki istri ego.
c. Kalimbubu Senina. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan
jalursenina darikalimbubu ego. Dalam pesta-pesta adat, kedudukannya
berada pada golongan kalimbubuego, peranannya adalah sebagai juru
d. Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon. Golongankalimbubu ini
berhubungan erat dengan kekerabatan dalam jalur kalimbubu dari senina
sendalanen,vsepengalon (akan dijelaskan pada halaman-halaman
selanjutnya) pemilik pesta.
Hak kalimbubu ini dalam struktur masyarakat Karo :
a. Dihormati oleh anakberunya
b. Dapat memberikan perintah kepada pihak anakberunya
Tugas dan kewajiban kalimbubu :
a. Memberikan saran-saran kalau diminta oleh anakberunya
b. Memerintahkan pendamaian kepada anakberu yang saling berselisih
c. Sebagai lambang supremasi kehormatan keluarga
d. Mengosei anak berunya (meminjamkan dan mengenakan pakaian adat) di dalam
acara-acara adat
e. Berhak menerima ulu mas, bere-bere (bagian dari mahar) dari sebuah
perkawinan, maneh-maneh (tanda mata atau kenang-kenangan) dari salah
seorang 16 anggota anakberunya yang meninggal, yang menerima seperti ini
disebut Kalimbubu Simada Dareh.
b. Senina/Sembuyak
Hubungan perkerabatan senina disebabkan seclan, atau hubungan lain yang
berdasarkan kekerabatan. Senina ini dapat dibagi dua :
1. Senina berdasarkan tutur yaitu senina semerga. Mereka bersaudara karena
satu clan (merga).
2. Senina berdasarkan kekerabatan :
b. Senina Sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka
saling bersaudara, sehingga mereka mempunyai bebere (beru (clan)
ibu) yang sama.
c. Senina Sepengalon (Sendalanen) persaudaraan karena pemberi
wanita yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang
sama. Atau mereka yang bersaudara karena satu subclan (beru) istri
mereka sama. Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya
hubungan mereka dengan clan istri. Dalam musyawarah adat,
mereka tidak akan memberikan tanggapan atau pendapat apabila
tidak diminta.
d. Senina Secimbangen (untuk wanita)
Tugas senina adalah memimpin pembicaraan dalam musyawarah, bila
dikondisikan dengan situasi sebuah organisasi adalah sebagai ketua dewan. Fungsinya
adalah sebagai17 sekaku, sekat dalam pembicaraan adat, agar tidak terjadi friksi-friksi
ketika akan memusyawarahkan pekerjaan yang akan didelegasikan kepada anakberu.
Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang seketurunan
(dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan keluarga batih,
melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas
diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak walaupun dilahirkan dari satu
rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya.
Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat
sembuyaksembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi anak yatim
sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara kandung. Satu subclan sama
dengan saudarakandung.
Sembuyak dapat dibagi dua bagian :
1. Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen (merga).
2. Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi atas:
a) Sembuyak Kakek adalah kakek yang bersaudara kandung.
b) Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung.
c) Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung.
c. Anakberu
Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk
diperistri. Darwan Prints mengatakan, anakberu ini diumpamakan sebagai yudikatif,
kekuasaan peradilan.
Hal ini maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan
dalam keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan tersebut.
Anakberu dapat dibagi atas 2:
1. Anakberu berdasarkan tutur :
a. Anakberu Tua adalah pihak penerima anak wanita dalam tingkatan nenek
moyang yang secara bertingkat terus menerus
minimal tiga generasi.
b. Anakberu Taneh adalah penerima wanita pertama, ketika sebuah
kampung
selesai didirikan.
2. Anakberu berdasarkan kekerabatan :
kalimbubunya. Dipercaya dan diberi kekuasaan seperti ini karena dia
merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.
b. Anakberu Iangkip, adalah penerima wanita yang menciptakan jalinan
keluarga yang pertama karena di atas generasinya belum pernah
mengambil anak wanita dari pihak kalimbubunya yang sekarang.
Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu karena dia langsung
mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah peranannya di
dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih orang pertama
yang menikahi keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan mencampuri
urusan warisan adat dari pihak mertuanya.
Yang boleh mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.
c. Anakberu Menteri adalah anakberu darianakberu. Fungsinya menjaga
penyimpangan-penyimpangan adat, baik dalam bermusyawarah maupun
ketika acara adat sedang berlangsung. Anakberu Menteri ini memberi
dukungan kepadakalimbubunya yaitu anakberu dari pemilik acara adat.
d. Anakberu Singikuri adalah anakberu darianakberu menteri, fungsinya
memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi
dukungan tenaga yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan acara adat peran anakberu adalah yang paling penting.
Anakberulah yang pertama datang dan juga yang terakhir pada acara adat tersebut. Lebih
lanjut tugastugasnya
antara lain :
1. Mengatur jalannya pembicaraan runggu (musyawarah) adat.
2. Menyiapkan hidangan pada pesta.
4. Menanggulangi sementara semua biaya pesta.
5. Mengawasi semua harta milik kalimbubunya yaitu wajib menjaga dan mengetahui
harta benda kalimbubunya.
6. Menjadwal pertemuan keluarga.
7. Memberi khabar kepada para kerabat yang lain bila ada pihak kalimbubunya
berduka cita.
8. Memberi pesan kepada puang kalimbubunya agar membawa ose (pakaian adat)
bagi kalimbubunya.
9. Menjadi juru damai bagi pihak kalimbubunya,
Anakberu berhak untuk :
1. Berhak mengawini putri kalimbubunya, dan biasanya para kalimbubu tidak berhak
menolak.
2. Berhak mendapat warisan kalimbubu yang meninggal dunia. Warisan ini berupa
barang dan disebut morah-morah atau maneh-maneh, seperti parang, pisau,
pakaian almarhum dan lainnya sebagai kenang-kenangan.
Karena pentingnya kedudukan anakberu, biasanya pihak kalimbubu menunjukkan
kemurahan hati dengan :
1. Meminjamkan tanah perladangan secara cuma-cuma kepada anakberunya.
2. Memberikan hak untuk mengambil hasil hutan (dahulu karena pihak kalimbubu
adalah pendiri kampung, mereka mempunyai hutan sendiri di sekeliling desanya).
3. Merasa bangga dan senang bila anak perempuannya dipinang oleh pihak
anakberunya. Ini akan melanjutkan dan mempererat hubungan kekerabatan yang
4. Mengantarkan makanan kepada anaknya pada waktu tertentu misalnya pada
waktu menanti kelahiran bayi atau lanjut usia.
5. Membawa pakaian atau ose (seperangkat pakaian kebesaran adat) bagi
anakberunya pada waktu pesta besar di dalam clan anakberunya.
Adapun istilah-istilah yang diberikan kalimbubu, kepadaanakberunya adalah :
1. Tumpak Perang, atau Lemba-lemba. Artinya adalah ujung tombak. Maksudnya,
bila kalimbubunya ingin pergi ke satu daerah, maka yang berada di depan sebagai
pengaman jalan dan sebagai perisai dari bahaya adalah pihakanakberu. Dalam
bahasa lain anakberu sebagai tim pengaman jalan.
2. Kuda Dalan (Kuda jalan/beban). Dahulu sebelum ada alat transportasi hanya kuda,
untuk membawa barang-barang atau untuk menyampaikan informasi dari satu
desa ke desa lain, dipergunakanlah kuda. Arti Kuda Dalam dalam istilah ini adalah
alat atau kenderaan yang dipakai kemana saja, termasuk untuk berperang, untuk
21membawa barang-barang yang diperlukan pihak kalimbubunya atau untuk
menyampaikan berita tentang kalimbubunya, dan sekaligus sebagai hiasan bagi
kewibawaan martabatkalimbubunya.
3. Piso Entelap (pisau tajam). Dalam pesta adat atau pekerjaan adat pisau tajam dipergunakan untuk memotong daging atau kayu api atau untuk mendirikan
teratak tempat berkumpul. Setiap anakberu harus memiliki pisau yang yang
demikian agar tangkas dan sempurna mengerjakan pekerjaan yang diberikan
kalimbubunya.
Menjadi kebiasaan dalam tradisi Karo, pisau dari pihak kalimbubu yang
meninggal dunia diserahkan kepada anakberunya. Pisau ini disebut maneh-maneh,
pemberiannya bertujuan agar pekerjaankalimbubu terus tetap dilanjutkan oleh
kalimbubu, anakberulah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan tugas tersebut,
mulai dari menyediakan makanan sampai menyusun acaranya. Ketiga jenis
pekerjaan di atas, dikerjakan tanpa mendapat imbalan materi apapun maka
anakberu yang selalu lupa kepada kalimbubunya dianggap tercela di mata
masyarakat. Bahkan dipercayai bila terjadi sesuatu bencana di dalam lingkungan
keluarga dari anakberuyang melupakan kalimbubunya, ini dianggap sebagai
kutukan dari arwah nenek moyang mereka yang tetap melindungi kalimbubu.
Kemudian orang Karo juga mengenal istilah Tutur Si Waluh yang sebenarnya
kurang tepat artinya. Tutur itu ada 23, sedangkan yang disebut waluh (delapan) adalah
sangkep nggeluh. Jadi sebenarnya sangkep nggeluh si waluh (delapan kelengkapan
hidup), yang merupakan pengembangan fungsi dari rakut si telu.
Sangkep nggeluh si waluh itu antara lain adalah: pertama, pengembangan dari tegun
kalimbubu adalah (1) puang kalimbubu, dan (2) kalimbubu. Kedua, pengembangan dari
tegun senina adalah (1) senina, (2) sembuyak, (3) senina sepemeren, dan (4) senina
siparibanen. Ketiga, pengembangan dari tegun anak beru adalah (1) anak beru dan (2)
anak beru menteri. Kesemuanya ini yang disebut sebagai sangkep nggeluh si waluh dalam
masyarakat Karo.
2.5 Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat Kecamatan Tigapanah desa Seberaya sangat
beragam. Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber, pekerjaan yang paling
sebagai pedagang, PNS, dan juga membuka usaha sesuai keahlian individu. Dari
wawancara dengan bapak Baji Sembiring Pelawi, selain sebagai seniman beliau juga
bekerja sebagai petani. Diakui oleh bapak Baji, penghasilan sebagai seorang seniman di
kabupaten Karo tidakklah cukup dibandingkan dengan biaya hidup sekarang, sehingga
dibantu dengan menjual alat musik yang dilakukannya sedikit membantu beban ekonomi
keluarga.
2.6 Kesenian
Suku Karo adalah salah satu etnis yang memiliki keunikan kesenian tersendiri.
Keunikan Kesenian Karo ini lah yang menjadi kebanggaan suku Karo dalam menjalankan
tutur budayanya. Kesenian yang paling berkembang dan menonjol dalam kebudayaan
masyarakat Karo adalah seni musik, seni tari dan seni suara. Karena ketiga bentuk
kesenian tersebut tidak pernah terlepas dari pelaksanaan acara-acara adat, termasuk dalam
upacara adat perkawinan.
Pada masyarakat Karo penyebutan musik dikenal dengan istilah Gendang. Dalam
masyarakat Karo gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, diantaranya;
1. Gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik (Gendang
singindungi,Gendang singanaki),
2. Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu (Gendang
simalungun rayat, Gendang peselukken),
3. Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (Gendang cawir metua,
Gendang guro-guro aron)
4. Gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu (Gendang Lima
2.7 Pengertian Biografi
Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah riwayat
hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja,
namun
juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi
singkat
hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya
dalam
masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-
informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan
yang baik dan jelas.
Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada
hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan membaca biografi,
pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam
kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman
selama hidupnya.
Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah
meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup.
Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya
memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun
ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian
tertentu.
Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan yang
dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan sering penulis
gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang dapat dilihat dari
hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) Kejadian apa yang membentuk atau
mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar
untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya
dengan mengambil resiko, atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal
yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut
hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian.
2.8 Alasan Memilih Baji Sembiring Pelawi
Dalam tulisan ini, penulis memilih Baji Sembiring Pelawi sebagai objek
penelitian, dikarenakan beliau mampu memainkan dan membuat alat musik tradisional
Karo, diantaranya adalah:
1. Beliau adalah satu-satunya orang yang dapat membuat gendang idung dan
gendang anak yang merupakan alat musik tradisional Karo yang ada di desa
seberaya kecamatan Tigapanah
2. Beliau dapat memainkan alat musik tradisional Karo dengan sangat baik
3. Gendang indung dan gendang anak hasil buatan Baji Sembiring Pelawi banyak
dipakai oleh para masyarakat baik di daerah Sitepu tinggal ataupun di luar daerah
tersebut.
4. Hasil karya beliau juga dikirim ke daerah-daerah lainnya seperti Bandung, Jakarta,
Medan, maupun dari Kabupaten Karo sendiri.
Hal-hal tersebut penulis ketahui dari hasil percakapan/wawancara dengan Bapak Baji
Sembiring dan juga dari ibu beliau, dan rekan-rekan. Peranan dan pengalaman beliau
kehidupan beliau, dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau sebagai
pembuat alat musik dan lebih dikhususkan kepada instrumen musik gendang buatan
beliau.
Melalui wawancara penulis akan mencatat kehidupan beliau dalam pembuatan
instrumen musik tradisional Karo serta kehidupan beliau dalam bermain musik seni
tradisi masyarakat karo, dan dalam hal ini gendang indung dan gendang anak adalah
instrumen musik tradisional Karo dan juga akan membahas bagaimana pengalaman hidup
beliau, dan bagaimana pendapat orang mengenai dirinya, dan hal-hal lain.
2.9 Biografi Baji Sembiring Pelawi
Biografi Baji Sembiring Pelawi yang akan dideskrpsikan dalam tulisan ini,
mencakup aspek-aspek:
1. latar belakang keluarga
2. pendidikan beliau
3. kehidupan sebagai pemusik,
4. kehidupan sebagai pembuat alat musik
5. tanggapan masyarakat khususnya para masyarakat di desa seberaya mengenai
keberadaan Baji Sembiring Pelawi, khususnya mengenai gendang buatan beliau
tersebut.
2.9.1 Latar Belakang Keluarga
Bapak Baji Sembiring Pelawi lahir di Desa Lau Mulgao, Kecamatan Mardinding
Tanah Karo pada tangaal 19 Agustus 1972, anak dari Ayah Dirman Sembiring Pelawi dan
diturunkan kepada beliau. Latar belakang keluarga yang berkecimpung dengan seni
tradisi Karo membuat Baji sembiring Pelawi sudah sangat akrab dengan musik tradisional
Karo, baik dalam memainkan instrumen dan juga pembuatannya.
Bapak Baji Sembiring Pelawi anak pertama dari 5 bersaudara masing-masing
adalah
sebagai berikut:
1. Baji Sembiring Pelawi (Pemain sekaligus Pembuat Gendang, Laki-laki)
2. Ependi Sembiring Pelawi ( Almarhun, Laki-laki)
3. Albina Br Sembiring Pelawi (Almarhum, Perempuan)
4. Ampli Sembiring Pelawi ( Pemain Musik/Petani, Laki-laki)
5. Dahlia Br Sembiring Pelawi ( Perempuan)
2.9.2 Latar Belakang Pendidikan
Baji Sembiring Pelawi hanya sempat menginjakkan dirinya di bangku SD di desa
seberaya pada tahun 1978 dan SMP di SMP Negeri 1Tigapanah pada tahun 1981, setelah
tamat di bangku SMP beliau tidak lagi melanjutkan sekolah dikarenakan ikut bermain
musik bersama seniman-seniman tradisi Karo.
2.9.3 Berumah Tangga
Baji Sembiring Pelawi menikah pada tanggal 1 Desember 2005 dengan istrinya
Hramtalina Br Sinuhaji, dan dari penikahan mereka lahirlah 2 orang anak, 1 orang putra
dan 1 orang putri, yaitu
1. Kenny Brata Sembiring Pelawi (Laki-laki)
Setelah menikah beliau memilih untuk berprofesi sebagai petani dan juga sekaligus
sebagai pemain dan pembuat alat musik tradisional Karo dirumah beliau yang beralamat
di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
2.10 Baji Sembiring Pelawi Sebagai Pemusik Tradisional Karo
Pada tahun 1987, beliau sudah ikut bermain musik bersama seniman-seniman
pemusik tradisi Karo pada acara-acara adat perkawinan maupun adat orang meninggal,
hanya saja beliau masih menjadi pemain gung dang penganak saja, dan tahun berikutnya
beliau main di acara Pesta Tahunan masyarakata karo atau sekarang lebih dikenal dengan
Kerja Tahun.
Kemampuan bermusik beliau sudah semakin baik dan bagus, terbukti dari
beberapa acara yang pernah diikutinya seperti pada tahun 1992 beliau bermain pada acara
kampanye Golkar, dan pada tahun 1993 sampai 2002 beliau menetap di kota Medan dan
tetap jadi pemain musik tradisi Karo dan dipanggil untuk main di acara pesta tahunan,
nampeken tulan-tulan,pernikahan maupun orang meninggal, di daerah Tanah Karo, Deli
Serdang dan Langkat. Pada Oktober 2004, beliau mendapat undangan untuk main di acara
tour keliling Pertunjukan Seni Tradisi Sumatera Utara di Eropa dan di acara tersebut
beliau bermain sarune.
Dari wawancara bersama beliau, banyak hal yang ingin dicapai beliau belum
tercapai, salah satunya beliau ingin mempunyai sanggar seni di Desa Seberaya, dan beliau
sangat menikmati pekerjaannya sebgai pemain musik.
Baji Sembiring Pelawi pernah berkolaborasi dengan beberapa pemain musik tradisi
karo, yaitu:
3) Alvin Tarigan (Pemain Gung dan Penganak)
4) Fender Ginting (Pemain Sarune)
5) Darwan Tarigan (Pemain Sarune)
6) Jimi Tarigan (Pemain Gendang)
7) Yusuf Perangin-nangin (Pemain Sarune)
8) Lingkup Perangin-nangin (Pemain Gendang)
9) Johanes Kaban (Pemain Gung)
10) Jinis Tarigan (Pemain Sarune)
11) Santi Tarigan (Pemain Gendang)
12) Pendi Perangin-nangin (Pemain Sarune)
13) Sehat Sembiring (Pemain Gendang)
14) Susanto Ginting (Pemain Gendang)
2.11 Baji Sembiring Pelawi Sebagai Pembuat Alat Musik Tradisi Karo
Kemampuan membuat intrumen musik tradisi Karo diperoleh Bapak Baji
Sembiring Pelawi semenjak beliau sering ikut bermain musik bersama seniman tradisi
Karo dan juga bila ada alat musik yang rusak, beliau bertanya kepada pemusik sekaligus
yang ahli dalam membuat dan mempebaiki alat musik.
Diakui beliau, awal karirnya sebagai pembuat alat musik didasari oleh rasa ingin
tahunya ketika alat musik beliau rusak. Beliau membongkar ulang alat musik tersebut dan
menyusunnya kembali hinggat utuh dan dapat dipergunakan kembali pada acara-acara
adat maupun pertunjukan seni tradisi Karo. Dan dari situ beliau mulai rajin bertanya
kepada pembuat alat musik tradisi Karo bagaimana membuat alat musik tradisi Karo yang
bapak Baji adalah gendang indung, gendang anak, kulcapi, keteng-keteng, dan sarune.
Kelima instrumen tersebuta kerap digunakan oleh bapak Baji dalam acara pertunjukan
musik maupun acara pernikahan dan adat orang meninggal, akan tetapi beberapa tahun
belakangan ini beliau lebih nyaman bermain sarune. Lambat laun pemusik tradisi Karo
lainnya mengetahui bahwa bapak Baji mahir dalam membuat alat musik dan mereka
mulai meminta bapak Baji untuk dibuatkan alat musik yang serupa. Beberapa gendang
yang dibuat oleh beliau sudah dikirim kelar daerah Tanah Karo seperti ke Jakarta dan
Bandung. Untuk harga, Bapak Baji Sembiring Pelawi tidak pernah mematokkan harga
satu alat musik yang dibuat oleh beliau, “berapa yang dikasih oleh pembeli ya saya
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Suku Karo adalah salah satu suku yang ada di Sumatera Utara. Suku Karo
memiliki beragam kesenian, antara lain seni suara (ende-enden), seni tari (landek), seni
pahat (ukir), seni tenun (mbayu), dan seni musik. Dalam kesenian masyarakat Karo
terdapat dua jenis ansambel musik tradisional yang dipakai dalam upacara ritual maupun
pertunjukan kesenian yaitu Gendang Lima Sedalanen1 dan Gendang Telu Sedalanen.
GendangLima Sedalanen adalah ensambel musik yang ada pada suku karo, dan
yang dimaksud dengan Gendang Lima Sedalanen itu adalah lima perangkat alat musik
dan dimainkan oleh lima orang pemusik. Disebut Gendang Lima Sedalanen karena
ensambel musik tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu sarune (aerofon),
Gendang Indung(membranofon), Gendang Anak(membranofon), gung dan penganak.
Ensambel gendang lima sedalanen dianggap sebagai identitas suku Karo.
Walaupun sekarang ini musik karo sudah ditampilkan secara modern melalui keyboard,
tetapi di beberapa daerah masih memilih menggunakan musik tradisi dengan
menampilkan ensambel gendang lima sedalanen.
Ensambel Gendang Lima Sedalanen ini sering dipergunakan pada upacara ritual
seperti Erpangir Ku Lau, upacara adat Karo seperti Adat Pernikahan, dan pertunjukan
kesenian musik Karo seperti Gendang Guro-guro Aron.
Gendang Indung dan Gendang Anak merupakan alat musik yang termasuk dalam
Gendang Lima Sedalanen, Gendang Indung dan Gendang Anak berfungsi sebagai
pembawa ritme variasi. Gendang Indung sebagai pembawa ritem variasi dan Gendang
Anak sebagai ritem tetap (konstan).
Gendang Indung dan Gendang Anak adalah alat musik yang terbuat dari kayu
nangka atau pun kayu juhar. Sebagai penutup rongga atas dan bawah digunakan kulit
kancil yang sudah dikeringkan dan sebagai pengikatnya digunakan kulit lembu. Alat
musik ini dimainkan oleh pemainnya dengan posisi duduk dengan menggunakan dua
buah stick pemukul dan dipukul pada membran gendang tersebut.Minat generasi muda
desa Seberaya terhadap pembuatan alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak bisa
dikatakan sangat minim. Data otentik tentang pembuatan alat musik Gendang Indung dan
Gendang Anak sangat sulit ditemukan. Disamping itu hingga saat ini pembuat Gendang
Indung dan Gendang Anak hanya tersisa beberapa orang saja.
Hingga sekarang Gendang Lima Sedalanen masih memegang peranan di dalam
masyarakat Karo. Sejauh pengetahuan penulis saat wawancara pada tanggal 25 April
2015, pembuat Gendang Indung dan Gendang Anak ada beberapa orang, yaitu : Ropong
Tarigan (Bp.Dep) dari Berastagi Kabupaten Karo, Pulungenta Sembiring berasal dari
Desa Sarimunte kecamatan Munte Kabupaten Karo, kini beliau tinggal di Kota Medan,
Ngemat Tarigan dari Kabanjahe, dan Baji Sembiring Pelawi dari desa Seberaya
kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
Di dalam skripsi ini, penulis mengkaji gendang indung dan gendang Anak buatan
Bapak Baji Sembiring Pelawi karena tertarik dengan prioritas Bapak Baji Sembiring
Pelawi yang masih mau melestarikan budaya Karo dengan membuat alat musik dan
memainkannya. Dalam hal membuat alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak,
membuat alat musik Gendang Indung dan Gendang anak, beliau juga aktif dalam kegiatan
kesenian karo.
Meskipun dewasa ini musik karo sudah menggunakan alat musik keyboard, yaitu
alat musik modern dan memiliki banyak program musik didalamnya, namun menurut
hasil wawancara dengan Bapak Baji Sembiring Pelawi pada tanggal 25 April 2015
kelompok musik Gendang Lima Sedalanen tetap dipakai pada acara adat pernikahan,
ataupun acara adat kematian, bahkan pada acara Gendang Guro-Guro Aron.
Ada beberapa alasan mendasar mengapa penulis ingin meneliti alat musik
Gendang Indung dan Gendang Anak, salah satunya adalah karena kurangnya minat
generasi muda Desa Seberaya terhadap pebuatan alat musik Gendang Indung dan
Gendang Anak. Sampai saat ini pembuatannya hanya dilakukan secara tradisional.
Disamping itu pembuat alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak semakin sedikit.
Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji
serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah berupa skripsi dengan judul: “Kajian Organologis Gendang Indung dan Gendang Anak Buatan Bapak Baji Sembiring Pelawi di Desa Seberaya Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo”
1.2 Pokok Permasalahan
Melihat luasnya ruang lingkup yang dapat dijadikan subjek dalam penelitian
Gendang Indung dan Gendang Anak, maka untuk penelitian ini, peneliti mengkaji dua
pokok masalah saja, yaitu :
(1) Bagaimana teknik pembuatan alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak
yang dibuat oleh Bapak Baji Sembiring Pelawi.
(3) Apa fungsi alat Gendang Indung dan Gendang Anak dalam ensambel Gendang
Lima Sedalanen
1.3 Tujuan dan Maanfaat
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
(1) Untuk mengetahui tekhnik pembuatan Gendang Indung dan Gendang Anak
yang dibuat oleh Bapak Baji Sembiring Pelawi.
(2) Untuk mengetahui bagaimana teknik memainkan Gendang Indung dan
Gendang Anak.
(3) Untuk mengetahui fungsi alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak
dalam ensambel musik Gendang Lima Sedalanen.
Didalam penelitian ini ada beberapa manfaat khususnya untuk peneliti dan untuk
pembaca pada umumnya, yaitu :
1. Sebagai suatu upaya untuk memelihara kesenian tradisional daerah sebagai
bagian dari Budaya Nasional
2. Sebagai informasi kepada masyarakat atau lembaga yang mengemban
visi dan misi kebudayaan khususnya di bidang musik tradisional
3. Sebagai bahan literatur agar lebih mengenal alat musik Gendang Indung
dan Gendang Anak yang digunakan dalam ensambel Gendang Lima
Sedalanen.
4. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama
perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.