SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN
PRINSIP MIKROBENDING
SKRIPSI
CINDY AL KINDI
090801012
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN
PRINSIP MIKROBENDING
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
CINDY AL KINDI
090801012
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK
DENGAN PRINSIP MIKROBENDING
Kategori : SKRIPSI
Nama : CINDY AL KINDI
NIM : 090801012
Program Studi : SARJANA (S-1) FISIKA Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juli 2013
Pembimbing II, Pembimbing I,
Dwi Hanto, M.Si Dr. Marhaposan Situmorang
NIP. 198404252008121003 NIP. 195510301980031003
Deketahui/Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang serta karunia-Nya kepada penulis hingga skripsi yang berjudul “Sensor Beban Berbasis Serat Optik dengan Prinsip Mikrobending” berhasil diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditetapkan.
Ucapan terima kasih terbesar penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta Nurdiana dan Ayahanda tercinta Syaiful Yusmainur Saragih atas kasih sayang dan
do’a yang selalu dihadiahkan kepada penulis serta dukungan secara moril maupun
materi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu :
1. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku ketua jurusan Departemen Fisika
dan dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan panduan, bantuan,
perhatian serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dwi Hanto M.Si selaku dosen pembimbing dari Pusat Penelitian
Fisika LIPI yang telah bersedia memberikan panduan, bantuan, serta
segenap perhatian dan dorongan kepada penulis dalam melakukan
penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Bambang Widiyatmoko, M.Eng selaku kepala Pusat Penelitian
Fisika LIPI yang telah memberikan izin penelitian, dan selaku penguji pada
saat seminar hasil di P2F yang telah memberikan arahan dan dukungannya
kepada penulis.
4. Bapak Ir. Thomas Budi Waluyo M.Eng.Sc. selaku penguji pada saat
seminar hasil yang telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.
5. Bapak Andi Setiono, Bapak Sigit, Mas Hendra Adinanta dari P2F LIPI
yang sudah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.
6. Bapak Prof. Perdamean Sebayang M.Si dari Pusat Penelitian Fisika LIPI
yang sudah sangat baik memberikan arahan dan dukungan serta
semangatnya kepada penulis sampai penulis menyelesaikan penelitian untuk
tugas akhir.
7. Seluruh Staf Pusat Penelitian Fisika LIPI yang belum disebutkan saya
8. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc, seketaris departeman Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam Universitas Sumatra Utara
9. Seluruh staf dosen departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
10.Kak Yuspa, Kak Tini, dan Bang Jo yang selalu mempermudah segala
urusan di departemen Fisika
11.Keluarga dan para saudara yang banyak mendukung secara langsung
maupun tidak langsung terima kasih atas dukungannya .
12.Adik-adikku Jundi, Badar, Tata dan Batros yang menjadi semangatku.
13.Para sahabat tersayang Desy Hervina, Seri Dermayu Siregar, Sally Irvina,
Tian Havwini, Kharismayanti, Hilda Ayu Marlina, Fitri Hidayati yang
selalu memberikan motivasi, semangat, bantuan, pengertian, dan masih
banyak lagi yang tidak mampu diungkapkan.
14.Sahabat terkasih Nurkhasanah, T Masykur Al Qaedy, Bang Khalid Lubis
terima kasih atas dukungan dan semangatnya.
15.Pak Lukman, Bang Maulana (Nana), Irmawan Oktavianto terima kasih atas
dukungan dan bantuannya kepada penulis.
16.Staf LIDA terkhusus pada Ibu Ratna Simatupang dan Bapak Nasruddin dan
Asisten LIDA (kak Masthura, kak Mora, bang Ikhsan, bang Hilman, kak
Pepi, adik-adik dan kepala laboratorium LIDA) terima kasih atas
dukungannya selama ini.
17.Buat Ibunda Neneng dan kak Lina, terima kasih banyak karena telah
menjadi keluarga yang baik ketika penulis melakukan penelitian di LIPI.
18.Kak Cici, kak Farida, kak Ratika terima kasih atas dukungannya.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang diberikan kepada penulis oleh
semua pihak-pihak tersebut. Aamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, sesungguhnya
PERNYATAAN
SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN PRINSIP MIKROBENDING
SKRIPSI
Saya mengetahui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2013
CINDY AL KINDI
SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN PRINSIP
MIKROBENDING
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai sensor beban berbasis serat optik
dengan prinsip mikrobending. Penelitian ini meliputi beberapa pengujian yaitu
kesetabilan laser, pengaruh mikrobending, validitas dan reliabilitas sensor untuk
mengetahui rancangan yang tepat serta tingkat respon sensor pada saat beban
diletakkan diatas sensor agar dapat diaplikasikan pada sensor beban kendaraan.
Pengujian tersebut menggunakan sumber laser dengan panjang gelombang 1310
nm, serat optik ragam banyak, lapisan karet, beban, kawat stainless, sensor
modifikasi (buatan Pusat Penelitian Fisika), photodetektor, Data Translation
DAQ, dan software Weight in Motion buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI. Dari
penelitian diperoleh beberapa hasil yaitu kesetabilan laser terpenuhi dengan uji T
statistik, pengaruh mikrobending berpengaruh secara signifikan pada respon
sensor beban dengan ANOVA pada tingkat signifikansi 0.05, histerisis sensor
dengan error < 5 % dan validasi sensor dengan persamaan polinomial serta
LOAD SENSORS BASED ON OPTICAL FIBER WITH MICROBENDING
PRINCIPLE
ABSTRACT
DAFTAR ISI
2.1 Teori Cahaya dan Hukum Snellius 7
2.2 Serat Optik 10
2.3 Prinsip dan Tipe Sensor Optik 12
2.4 Konektor Serat Optik 15
2.5 Sensor 16
2.6 Photodetektor 17
Pada Serat 19
2.8 Sensor Beban dengan Serat Optik Mikrobending 22
2.9 Pengolahan Data-data Statistik 24
Bab 3 Metodologi Penelitian
3.1 Tahapan Penelitian 25
3.2 Pengujian Kesetabilan Laser 27
3.3 Pengujian Pengaruh Diameter dan Jarak Kawat
Terhadap Respon Sensor Beban 29
3.4 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor Beban 32
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Kesetabilan Laser 34
4.2 Pengujian Variasi Diameter dan Jarak Kawat terhadap
Respon Sensor Beban 36
4.3 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor Beban 39
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 45
5.2 Saran 45
Daftar Pustaka 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Hukum Snellius 9
Gambar 2.2 Pemantulan Dinding Serat Optik 10
Gambar 2.3 Bagian-bagian Serat Optik 11
Gambar 2.4 Karakteristik Serat Optik MultimodeStep Index 13
Gambar 2.5 Karakteristik Serat Optik Multimode Graded Index 14
Gambar 2.6 Karakteristik Serat Optik Single Mode Step Index 14
Gambar 2.7 Pembengkokan Sinar di Dalam Inti Serat Optik 19
Gambar 2.8 Peristiwa Rugi-rugi akibat Pembengkokan Mikro 20
Gambar 2.9 Sensor Intrinsik Serat Optik 21
Gambar 2.10 Skematik Sensor Mikrobending 21
Gambar 2.11 Skematik Sensor dengan Pelat Bergerigi 23
Gambar 3.1 Rancangan Sensor Beban 26
Gambar 3.2 Diagram Blok Penelitian 26
Gambar 3.3 Software Weight In Motion Based Optical Fiber 27
Gambar 3.4 Flowchart Pengujian Kesetabilan Laser 28
Gambar 3.5 Beban Uji yang diletakkan Terpusat di atas Sensor Beban 29
Gambar 3.6 Software Weight In Motion Based Optical Fiber 30
Gambar 3.7 Flowchart Pengujian Variasi Diameter dan Jarak Kawat 31
Gambar 3.8 Sensor Untuk Pengujian Validitas dan Reliabilitas 33
Gambar 4.1 Grafik Kesetabilan Laser 34
Gambar 4.2 Grafik Kesetabilan Fluktuasi Laser 35
Gambar 4.3 Grafik Pengujian Mikrobending 37
Gambar 4.5 Grafik Validasi Sensor 42
Gambar 4.6 Grafik Validasi Beban 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Uji T untuk Kesetabilan Laser 35
Tabel 4.2. Uji Normalitas Data 37
Tabel 4.3. Uji Homogenitas 38
Tabel 4.4. Uji ANOVA 38
Tabel 4.5. Error Histerisis 41
SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN PRINSIP
MIKROBENDING
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai sensor beban berbasis serat optik
dengan prinsip mikrobending. Penelitian ini meliputi beberapa pengujian yaitu
kesetabilan laser, pengaruh mikrobending, validitas dan reliabilitas sensor untuk
mengetahui rancangan yang tepat serta tingkat respon sensor pada saat beban
diletakkan diatas sensor agar dapat diaplikasikan pada sensor beban kendaraan.
Pengujian tersebut menggunakan sumber laser dengan panjang gelombang 1310
nm, serat optik ragam banyak, lapisan karet, beban, kawat stainless, sensor
modifikasi (buatan Pusat Penelitian Fisika), photodetektor, Data Translation
DAQ, dan software Weight in Motion buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI. Dari
penelitian diperoleh beberapa hasil yaitu kesetabilan laser terpenuhi dengan uji T
statistik, pengaruh mikrobending berpengaruh secara signifikan pada respon
sensor beban dengan ANOVA pada tingkat signifikansi 0.05, histerisis sensor
dengan error < 5 % dan validasi sensor dengan persamaan polinomial serta
LOAD SENSORS BASED ON OPTICAL FIBER WITH MICROBENDING
PRINCIPLE
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak diperkenalkan oleh Kao dan Hockham bahwa serat optik dapat
digunakan pada sistem komunikasi, metode modulasi cahaya pada serat optik
telah banyak diinvestigasi. Bentuk metode modulasi ini merupakan dasar dari
sensor serat optik. Pada tahun 1970- an, eksperimen pertama dilakukan dengan
menggunakan serat optik dengan loss rendah. Divais semacam ini disebut Optical Fiber Sensors (OFSs). Hal ini hanya berhubungan dengan aplikasi dalam bidang telekomunikasi. Pada penelitian kali ini serat optik dikembangkan menjadi lebih
baik dari segi aplikasi, bukan dalam bidang telekomunikasi melainkan dalam
bidang sensor. Dari kelemahan serat optik sebagai kabel transmisi data di bidang
telekomunikasi yaitu memiliki loss atau rugi optik yang mengakibatkan data dapat hilang, maka muncul aplikasi dalam serat optik bahwa kelemahan serat
optik tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi gaya. Pada penelitian ini
akan dikembangkan sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip
mikrobending. Dengan prinsip ini maka serat optik akan dapat mengalami
rugi-rugi daya optik sehingga serat optik dapat mendeteksi berapa besar gaya yang
diterima oleh serat optik sehingga sinyal cahaya yang mengalami rugi optik atau
pelemahan akan ditransmisikan untuk dikonversi menjadi parameter yang
dibutuhkan dan dalam hal ini yaitu besar beban terukur. Sehingga diharapkan
dengan prinsip dan teknik mikrobending ini pula serat optik dapat dimanfaatkan
sebagai sensor beban yang nantinya diharapkan dapat diaplikasikan pada alat
timbang yang masih menggunakan sensor konvensional (analog).
Latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan juga karena terdapatnya
beban berlebih pada jalan disebabkan penyelewengan pengawasan pada jembatan
timbang terhadap beban kendaraan yang melintasi jalan. Dampak nyata yang
alat timbang yang ada masih menggunakan sensor konvensional (analog) sehingga
masih dapat mengalami gangguan elektromagnetik.
Terdapat beberapa teknik untuk mengukur beban yang sekarang digunakan
ini yaitu piezoelektrik, lempeng kapasitif, hidrolik dan pelat beban yang
dibengkokkan, akan tetapi metode tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu
mudah korosi, jangkauan kecepatan kecil, mudah mengalami gangguan
elektromagnetik, akurasi rendah, pembuatan dan instalasi yang sulit, ukuran besar
dan harga tinggi. Perkembangan teknologi sensor serat optik yang memiliki
keuntungan diantaranya sensitivitas tinggi, tahan terhadap gangguan
elektromagnetik, suhu tinggi dan korosi dibandingkan dengan sensor sebelumnya
dapat menjadi alternatif untuk mengukur beban.
Sensor serat optik merupakan basis teknologi yang dapat diterapkan untuk
banyak aplikasi penginderaan. Sensor serat optik mempunyai banyak keuntungan
dibandingkan dengan sensor elektronik konvensional, keuntungan-keuntungan itu
antara lain adalah (1) mudah diintegrasikan dengan jaringan serat optik yang ada,
(2) tidak mengalirkan arus listrik, (3) tahan terhadap interferensi elektromagnetik
dan interferensi frekuensi radio, (4) ringan, (5) tahan terhadap lingkungan yang
korosif dan basah, (6) sensitivitas tinggi, (7) mempunyai kemampuan yang tinggi
untuk membentuk jaringan sensing, (8) kemampuan sensing multifungsi seperti regangan, tekanan, korosi, temperatur dan sinyal akustik. Perkembangan teknologi
komputer saat ini yang berkembang pesat juga mempunyai dampak terhadap
perkembangan teknologi serat optik. Hal ini karena kepraktisan dari peralatan
tersebut sehingga sangat mudah untuk dikembangkan lebih lanjut.
Sensor Microbend adalah salah satu sensor serat optik awal dikembangkan dan telah digunakan oleh beberapa peneliti selama lebih dari tiga puluh tahun.
Sensor microbend Serat optik telah digunakan dalam beberapa aplikasi industri
seperti pengukuran tekanan dalam sistem peralatan antarmuka [1], suhu dan
pengukuran tekanan dalam tangki bahan bakar pesawat [2], investigasi
karakteristik berbagai bidang [3], sensor pH [4], akustik dan sensor perpindahan
[5].
Prinsip kerja dari sensor serat optik berdasarkan pada pemanfaatan
mengakibatkan perubahan intensitas cahaya yang ditransmisikan oleh serat optik.
Sehingga serat optik dapat digunakan dalam pengukuran parameter-parameter
fisis diantaranya tegangan, tekanan, strain dan temperatur.
Sensor serat optik yang didasarkan pada prinsip kerugian daya optik yang
disebabkan oleh pembengkokan mikro (mikrobending) juga memiliki bentuk padat yang baik, struktur sederhana, biaya rendah dan lainya. Dengan demikian
studi sensor serat optik dengan mikrobending menjadi sangat penting.
Dalam decade terakhir, sensor berat berbasis serat optik, didasarkan pada
perubahan pada parameter sinyal optik karena regangan serat optik akibat berat
kendaraan yang lewat, telah mendapat perhatian. Sensor ini lebih tahan lama,
relatif murah dalam pembuatan dan operasi. Namun, serat optik terutama
digunakan sebagai detektor untuk kendaraan karena akurasi rendah pada pengukur
berat (khususnya penimbang beban bergerak) dan ketergantungan tinggi terhadap
kondisi cuaca.
Pada 1990-an , muncul sensor gaya berbasis serat optik untuk penimbang
dan kontrol sistem gerak pada kendaraan atau transportasi. Penggunaan serat optik
disetujui karena biaya rendah, kemudahan instalasi di jalan-jalan dengan lalu
lintas yang padat. Kabel serat optik ditempatkan dalam alur sempit di seberang
jalan yang dilapisi dengan karet yang tahan, dan transmisi tekanan ban kendaraan
pada kabel serat optik. Arus lalu lintas tidak boleh terganggu untuk waktu yang
lama, sehingga kemudahan dan kecepatan instalasi sensor melebihi kekurangan
sensor yaitu akurasi pengukuran rendah.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah bagaimana merancang sensor beban berbasis serat optik
dengan prinsip mikrobending sehingga penggunaan serat optik valid sebagai
sensor beban. Dengan demikian dapat mengikuti perkembangan sensor dan dapat
diaplikasikan pada alat timbang seperti alat timbang kendaraan atau lainnya yang
1.3 Batasan Masalah
Ruang lingkup penelitaian ini akan dibatasi pada :
1. Perancangan sensor beban menggunakan serat optik mikrobending
sehingga terdapat beberapa kombinasi
2. Pengujian kesetabilan laser sebagai sumber cahaya pada sensor
3. Analisa pengaruh diameter dan jarak kawat terhadap mikrobending
pada serat optik dengan Anova pada signifikansi 0.05
4. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor Beban berbasis Serat Optik
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kestabilan laser yang digunakan sebagai sumber cahaya pada sensor
2. Untuk mengetahui pengaruh jarak dan diameter kawat terhadap respon sensor beban menggunakan serat optik dengan prinsip mikrobending
3. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas sensor beban berbasis serat optik
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu :
1. Dapat membuat rancangan atau kombinasi sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending dengan tingkat respon yang
berbeda-beda
2. Diharapkan dapat diaplikasikan untuk sensor alat timbang kendaraan yang masih menggunakan sensor konvesional (analog).
1.6. Metodologi Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam menyusun dan
menganalisa tugas akhir ini adalah:
1. Studi literatur yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan
sensor serat optik dengan prinsip mikrobending
2. Perencanaan dan pembuatan sensor serat optik dengan prinsip
mikrobending yang akan diuji
3. Pengujian pengaruh diameter dan jarak kawat terhadap mikrobending
4. Pengujian validitas dan reliabilitas sensor serat optik dengan prinsip
mikrobending
5. Analisa data-data penelitian untuk keperluan informasi mengenai sensor
serat optik dengan prinsip mikrobending
6. Penarikan kesimpulan
1.7. Tempat Penelitian
Laboratorium Fiber Optik, Pusat Penelitian Fisika (PPF), Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
1.8. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Berisi latar belakang penelitian, permasalahan, batasan masalah,
tujuan pembahasan, manfaat penelitian, metodologi pelaksanaan
penelitian, dan sistematika penulisan laporan penelitian.
BAB II : Landasan Teori
Membahas tentang teori Cahaya, sensor dan transduser, serat
BAB III : Metodologi Penelitian
Membahas tentang perencanaan, pembuatan dan pengujian sensor
secara keseluruhan.
BAB IV : Hasil Dan Pembahasan
Berisi tentang hasil pengujian sensor berupa kesetabilan laser,
pengaruh diameter dan jarak kawat terhadap mikrobending pada
serat optik, kurva histerisis, validitas dan reliabilitas sensor beban
serat optik.
BAB V : Kesimpulan Dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari bab sebelumnya
yaitu hasil dan pembahasan terkait tujuan dari penelitian. Dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Teori Cahaya dan Hukum Snellius
Penggunaan cahaya sebagai pembawa informasi sebenarnya sudah banyak
digunakan sejak zaman dahulu, baru sekitar tahun 1930-an para ilmuwan Jerman
mengawali eksperimen untuk mentransmisikan cahaya melalui bahan yang
bernama serat optik. Percobaan ini juga masih tergolong cukup primitif karena
hasil yang dicapai tidak bisa langsung dimanfaatkan, namun harus melalui
perkembangan dan penyempurnaan lebih lanjut lagi. Perkembangan selanjutnya
adalah ketika para ilmuwan Inggris pada tahun 1958 mengusulkan prototipe serat
optik yang sampai sekarang dipakai yaitu yang terdiri atas gelas inti yang
dibungkus oleh gelas lainnya. Sekitar awal tahun 1960-an perubahan fantastis
terjadi di Asia yaitu ketika para ilmuwan Jepang berhasil membuat jenis serat
optik yang mampu mentransmisikan gambar.
Di lain pihak para ilmuwan selain mencoba untuk memandu cahaya
melewati gelas (serat optik) namun juga mencoba untuk ”menjinakkan” cahaya.
Kerja keras itupun berhasil ketika sekitar 1959 laser ditemukan. Laser beroperasi
pada daerah frekuensi tampak sekitar 1014 Hertz - 15 Hertz atau ratusan ribu kali
frekuensi gelombang mikro.
Laser adalah merupakan sebuah peranti yang mengeluarkan cahaya
melalui satu proses dipanggil pemancaran terangsang. Laser adalah akronim
kepada LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation - Pembesaran Cahaya oleh Pancaran Sinaran yang Terangsang). Cahaya laser adalah gelombang elektromagnet nampak yang berada di dalam julat tertentu.
Laser adalah sumber optik yang memancarkan foton dalam pancaran
koheren. Cahaya laser biasanya hampir-monokromatik, contohnya, mengandungi
panjang gelombang tunggal atau warna, dan dipancarkan dalam pancaran halus.
photon yang dapat dilihat kesemua arah, biasanya mencangkupi jarak gelombang
spektrum elektromagnetik yang luas. Aksi laser dapat difahami melalui
penggunaan teori mekanik kuantum dan termodinamik.
Salah satu jenis laser yaitu Laser diode yang menghasilkan panjang
gelombang dari 405 nm sehingga 1550 nm. Laser diode berkuasa rendah
digunakan dalam penunjuk laser, pencetak laser, dan pemain CD/DVD.
Kebanyakan laser diode lebih berkuasa biasanya digunakan bagi mengepam
secara optik laser lain dengan berkesan. Laser diode skala industri paling
berkuasa, dengan kuasa sehingga 10 kW, digunakan dalam pengilangan bagi
memotong dan mengimpal.
Pada awalnya peralatan penghasil sinar laser masih serba besar dan
merepotkan. Selain tidak efisien, ia baru dapat berfungsi pada suhu sangat rendah.
Laser juga belum terpancar lurus. Pada kondisi cahaya sangat cerah pun,
pancarannya gampang meliuk-liuk mengikuti kepadatan atmosfer. Waktu itu,
sebuah pancaran laser dalam jarak 1 km, bisa tiba di tujuan akhir pada banyak titik
dengan simpangan jarak hingga hitungan meternya sangat tinggi, kurang dari 1
bagian dalam sejuta. Dalam bahasa sehari-hari artinya serat yang sangat bening
dan tidak menghantar listrik ini sedemikian murninya, sehingga konon,
seandainya air laut itu semurni serat optik, dengan pencahayaan cukup mata
normal akan dapat menonton lalu-lalangnya penghuni dasar Samudera Pasifik.
Seperti halnya laser, serat optik pun harus melalui tahap-tahap
pengembangan awal. Sebagaimana medium transmisi cahaya, ia sangat tidak
efisien. Hingga tahun 1968 atau berselang dua tahun setelah serat optik pertama
kali diramalkan akan menjadi pemandu cahaya, tingkat atenuasi (kehilangan)-nya
masih 20 dB/km. Melalui pengembangan dalam teknologi material, serat optik
mengalami pemurnian, dehidran dan lain-lain. Secara perlahan tapi pasti
atenuasinya mencapai tingkat di bawah 1 dB/km.
Hukum Snellius sangat kita pahami bersama dengan mudah karena
memang rumusannya yang sangat mudah dimengerti. Hukum Snellius adalah
rumus matematika yang memberikan hubungan antara sudut datang dan sudut bias
pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas antara dua medium
“nisbah sinus sudut datang dan sudut bias adalah konstan, yang tergantung pada medium (indeks bias medium)”.
Perumusan lain yang ekivalen dalam nisbah sudut datang dan sudut bias
sama dengan nisbah kecepatan cahaya pada kedua medium yang sama dengan
kebalikan nisbah indeks bias.
Gambar 2.1 Hukum Snellius
Perumusan matematis hukum Snellius adalah :
=
=
(2.1)Atau
= (2.2)
Atau
(2.3)
Lambang merujuk pada sudut datang dan sudut bias, pada
kecepatan cahaya sinar datang dan sinar bias. Lambang menunjuk pada indeks
bias medium yang dilalui sinar datang, sedangkan adalah indeks bias medium
yang dilalui sinar bias.
Saat sudut datang > sudut kritis maka akan terjadi pemantulan sempurna.
Hal inilah yang terjadi dalam serat optik, dimana gelombang cahaya menjalar
dengan mengalami pemantulan-pemantulan sempurna dari dinding seratnya
Gambar 2.2 Pemantulan Dinding Serat Optik
Dari gambar 2.1 sebenarnya terlihat bahwa tanpa diberi cladding pun (artinya n2 = 1 ) akan terjadi pemantulan-pemantulan yang sempurna. Tetapi hal ini
dihindarkan karena justru harga n1 dan n2 harus berbeda hanya sedikit agar
pengiriman dapat terlaksana untuk band yang lebar dan jarak yang jauh tanpa terjadi distorsi.
2. 2. Serat Optik
Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat dari kaca
atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat
digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain.
Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED. Kabel ini
berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di dalam serat optik
tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari
udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit.
Efisiensi dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun
gelas/kaca. Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh
serat optik.
Serat optik dibuat dari silikon dan germanium bereaksi dengan oksigen
membentuk SiO2 dan GeO2. SiO2 dan GeO2 menyatu dan membentuk kaca serat
1. Core adalah kaca tipis yang merupakan bagian inti dari serat atau inti fisik yang mengirim sinyal data optik dari sumber cahaya ke alat penerima yang
berupa untai tunggal kontinyu dari kaca atau plastik. Semakin besar core
maka semakin banyak cahaya yang dapat dilewatkan dalam kabel.
2. Cladding adalah materi yang mengelilingi inti yang berfungsi memantulkan sinar kembali ke dalam inti(core), atau layer/lapisan serat yang berfungsi sebagai pembatas energi elektromagnetik yang terlalu besar, gelombang
cahaya dan penyebab pembiasan pada struktur inti. Pembuatan cladding yang
cukup tebal memungkinkan medan serat tidak dipengaruhi oleh perambatan
disekitar bahan sehingga bentuk fisik serat tidak cacat.
3. Buffer Coating adalah plastik pelapis yang melindungi serat dari kerusakan. lapisan plastik disekitar core dan cladding ini juga berfungsi memperkuat inti
serat, membantu penyerapan dan sebagai pelindung ekstra pada
pembengkokan kabel.
Gambar 2.3 Bagian-bagian Serat Optik
Jenis serat optik berdasarkan indeks bias core pada serat optik multimode dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu serat optik multimode step index (indeks bias core homogen), dan serat optik multimode gradded index (indeks bias core semakin mendekat ke arah cladding semakin kecil. Jadi pada gradded indeks, pusat core memiliki nilai indeks bias yang paling besar).
Dalam penggunaan serat optik ini, terdapat beberapa keuntungan antara lain:
1. Lebar jalur besar dan kemampuan dalam membawa banyak data, dapat
mencapai gigabit-per detik dan menghantarkan informasi jarak jauh tanpa
pengulangan
2. Biaya pemasangan dan pengoperasian yang rendah serta tingkat keamanan
yang lebih tinggi
3. Ukuran kecil dan ringan, sehingga hemat pemakaian ruang
4. Imun, kekebalan terhadap gangguan elektromagnetik dan gangguan
gelombang radio
5. Non-Penghantar, tidak ada tenaga listrik dan percikan api
6. Tidak berkarat
2. 3. Prinsip dan Tipe Sensor Optik
Sensor serat optik adalah jenis sensor optik yang menggunakan serat optik
dalam mekanisme penginderaan atau pendeteksian, baik sebagai komponen aktif
sensor maupun sekedar sebagai pemandu gelombang (optik) saja. Sistem sensor
optik dilengkapi dengan paling tidak tiga komponen utama, yaitu komponen
optoelektronik, link optik dan probe. Komponen optoelektronika meliputi sumber cahaya, detektor optik dan pengolah sinyal. Link optik berupa gelombang serat optik yang berfungsi memandu cahaya ke atau dari bagian penginderaan (sensing region). Sedangkan probe adalah bagian sensing atau transducing, baik pada bagian dalam maupun luar serat optik, yang bertindak sebagai transduser dan
berinteraksi langsung dengan obyek atau besaran yang diukur. Sensor serat optik
didasarkan pada mekanisme modulasi gelombang optic (cahaya) dari suatu
sumber seperti LED, diode laser, atau yang lainnya. Kuantitas optik yang
dimodulasi dapat berupa intensitas atau amplitudo, panjang gelombang, fase
gelombang dan polarisasi gelombang optik tersebut. Modulasi ini dapat terjadi di
luar maupun di dalam serat optik.
Sampai saat ini ada 3 jenis fiber yang digunakan pada umumnya yaitu :
• Step index, multimode • Graded index, multimode • Step index, singlemode
2.3.1 Step Index Multimode
Fiber optic step index (multimode) dibuat dari core yang relatif besar,
dengan 200 μm, dimana cladding sangat tipis seperti pada gambar 2.3. Core dan cladding mempunyai index bias yang berbeda. Serat tersebut mudah dibuat, oleh
karena itu serat optik ini pertama kali di pasarkan. Keuntungan lain dari serat step
index multimode adalah corenya yang tebal sehingga mudah dalam
penyambungan ujung dua serat dan dalam segi biaya lebih efektif. Biasanya
ukuran NA yang terdapat di dalam kabel Multi mode pada umumnya adalah
berkisar antara 0,20 hingga 0,29. Kerugian utama dari serat ini adalah terjadinya
tiga tipe dispersi dan adanya rugi-rugi daya yang besar. Oleh karena itu, serat step
index multimode digunakan untuk jarak yang pendek dengan bit rate yang relative
rendah. Kabel ini cocok untuk transmisi medium. Redaman dari serat step index
multimode antara 2 sampai dengan 30 dB/Km, dan bandwith antara 10 sampai
dengan 100 Mhz.[13]. Panjang gelombang core-nya sebesar 850 atau 1300nm.
Gambar 2.4 Karakteristik Serat Optik Multimode Step Index
2.3.2 Graded index Multimode
Kabel ini terdiri dari core yang mempunyai indeks bias berkurang sedikit
demi sedikit secara step by step dari pusat core sampai batas antara core dengan
cladding. Core tersebut terdiri dari lapisan-lapisan gelas, masing-masing lapisan
mempunyai index bias yang berbeda. Umumnya diameter core 50 μm dan untuk
claddingnya 125 μm seperti pada gambar 2.4. Berkas cahaya yang merambat
melalui kabel ini dibelokkan sampai propagasi sejajar dengan sumbu serat. Di
tempat titik pantul tersbut propagasi diarahkan kearah axis serat.
Propagasi gelombang cahaya melalui lapisan bagian luar berjalan lebih
jauh dari pada berkas yang hanya melalui lapisan bagian dalam. Tetapi indeks bias
dari lapisan luar adalah lebih kecil, berarti bahwa kecepatan propagasi cahaya
cahaya (mode-mode) menggambarkan pulsa-pulsa yang datang pada waktu yang
bersamaan. Dengan cara ini dispersi multipath dapat diusahakan seminim
mungkin.
Fiber Graded Index Multimode mempunyai redaman mulai dari 2 sampai
dengan 10 dB/Km dan bandwith 1Ghz. Meskipun mempunyai banyak
keuntungan, fiber ini sukar dalam pembuatannya dan harganya lebih mahal dari
pada step index multimode.
Gambar 2.5Karakteristik Serat Optik MultimodeGradded Index
2.3.3 Step Index Single Mode
Segera setelah perkembangan kedua jenis tipe fiber tersebut di atas,
kebutuhan akan bandwith lebih besar lagi. Dapat kita lihat bahwa semakin rendah
jumlah mode, semakin tinggi bandwithnya. Idealnya cahaya berpropagasi melalui
hanya satu mode saja, yang paralel dengan sumber fiber.
Gambar 2.6Karakteristik Serat Optik Single Mode Step Index
Seperti yang terlihat pada gambar 2.5, core mempunyai diameter antara 8
sampai dengan 12μm, dan cladding telah distandarisasi pada 125 μm. Readaman
step index singlemode adalah 0,2 sampai 0,4 dB/Km, dan dengan bandwith 50
Ghz. Teknologi ini membutuhkan sumber cahaya dengan lebar spektral yang
membawa data dengan lebih cepat dan 50 kali lebih jauh dibandingkan dengan
serat optik multimode.
2. 4. Konektor Serat Optik
Konektor fiber digunakan untuk menyambungkan dua ujung fiber optik, yang
digunakan pada titik - titik di mana fiber berakhir pada pemancar dan penerima.
Pada kabel serat optik, sambungan ujung terminal atau disebut juga konektor,
biasanya memiliki tipe standar seperti berikut:
1. FC (Fiber Connector): digunakan untuk kabel single mode dengan akurasi
yang sangat tinggi dalam menghubungkan kabel dengan transmitter
maupun receiver. Konektor ini menggunakan sistem drat ulir dengan
posisi yang dapat diatur, sehingga ketika dipasangkan ke perangkat lain,
akurasinya tidak akan mudah berubah.
2. SC (Subsciber Connector) : digunakan untuk kabel single mode, dengan
sistem dicabut-pasang. Konektor ini tidak terlalu mahal, simpel, dan dapat
diatur secara manual serta akurasinya baik bila dipasangkan ke perangkat
lain.
3. ST (Straight Tip): bentuknya seperti bayonet berkunci hampir mirip
dengan konektor BNC. Sangat umum digunakan baik untuk kabel multi
mode maupun single mode. Sangat mudah digunakan baik dipasang
maupun dicabut.
4. Biconic: Salah satu konektor yang kali pertama muncul dalam komunikasi
fiber optik. Saat ini sangat jarang digunakan.
5. D4 konektor ini hampir mirip dengan FC hanya berbeda ukurannya saja.
Perbedaannya sekitar 2 mm pada bagian ferrule-nya.
6. SMA: konektor ini merupakan pendahulu dari konektor ST yang
sama-sama menggunakan penutup dan pelindung. Namun seiring dengan
berkembangnya ST konektor, maka konektor ini sudah tidak berkembang
lagi penggunaannya.
2. 5. Sensor `
Sensor adalah elemen sistem yang secara efektif berhubungan dengan proses
di mana suatu variabel sedang diukur dan menghasilkan suatu keluaran dalam
bentuk tertentu tergantung pada variabel masukannya, dan dapat digunakan oleh
bagian sistem pengukuran yang lain untuk mengenali nilai variabel tersebut.
Dari beberapa referensi didapatkan pengertian dari sensor seperti dibawah ini :
1. Sensor adalah suatu divais (alat) yang dapat mengukur besaran fisika dan mengubahnya ke sinyal yang dapat dibaca oleh observer atau sebuah instrumen.
2. Ada 6 macam sinyal, mekanik, termal, magnetik, elektrik, kimia, dan radiasi. Dan alat yang mengubah suatu jenis sinyal ke sinyal lain disebut
transducer. Sinyal yang dihasilkan dapat bermanfaat dalam bentuk yang lain. Sedangkan peralatan yang menawarkan keluaran elektrik disebut
sebagai sensor.
3. Sensor adalah alat (divais) yang mengubah fenomena fisis ke sinyal elektrik. Dengan demikian sensor merepresentasikan bagian dari interface
antara dunia fisis dengan dunia peralatan elektrik.
Istilah yang biasa digunakan untuk mendefinisikan unjuk kerja (performa)
sensor yaitu histerisis, validitas dan reliabilitas. Histerisis berguna untuk
mengetahui apakah nilai pengukuran dengan arah yang berlawanan memiliki nilai
yang sama dan error yang kecil. Error histerisis digunakan untuk menyatakan
selisih keluaran yang diperoleh dari nilai besaran yang sama, yang sedang diukur
berkenaan dengan apakah nilainya dicapai melalui perubahan kontinu naik atau
turun.
Validitas dalam penelitian kuantitatif yaitu bagaimana sebuah penelitian
benar-benar mengukur apa yang akan diukur dan bagaimana kebenaran dari hasil
penelitian tersebut. Dengan kata lain, validitas menunjukkan ketepatan instrument
penelitian untuk mencapai sasaran penelitian tersebut . Tiga validitas dalam
penelitian kualitatif adalah validitas deskriptif (descriptive validity), validitas
interpretatif (interpretative validity) serta validitas teoritikal (theoretical validity).
sesungguhnya yang dilaporkan peneliti. Validitas interpretatifdidapatkan berdasar
sudut pandang, pemikiran, tujuan dan pengalaman yang dipahami dan dilaporkan
oleh peneliti. Validitas teoritikal didasarkan pada seberapa besar sebuah teori atau
penjelasan teoritikal yang diperoleh melalui penelitian sehingga dapat dipercaya
dan dipertanggungjawabkan.
Reliabilitas (keandalan) adalah persyaratan penting yang harus dimiliki oleh
suatu sistem pengukuran. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah sistem
pengukuran dapat menghasilkan nilai yang sama terhadap perubahan waktu,
misalnya akibat meregangya pegas.
2. 6. Photodetektor
Photodetektor atau detektor cahaya adalah sebagai alat penerima komunikasi
optik. Fotodetektor mengubah sinyal optik menjadi sinyal elektrik. Keluaran dari
penerima adalah sinyal elektrik yang memenuhi spesifikasi dari pengguna
kekuatan sinyal, level impedansi, bandwidth, dan parameter lainnya.
Bentuk sistem fotodetektor termasuk dalam alat penerima yang sesuai,
biasanya adalah semikonduktor photodioda yang berasal dari komponen optik
gelombang cahaya ke alat fotodetektor.
Optoelektronika membuat secara luas mengenai penggunaan energi
tranducer. Dalam tranducer, seperti dalam mata kita, cahaya diubah menjadi arus
listrik oleh phodetektor (photosensor). Prinsip kerja photodetektor adalah
mendeteksi sinyal cahaya yang datang dan mengubahnya menjadi isyarat listrik
yang berisi isyarat informasi yang dikirim. Arus listrik tersebut kemudian
diperkuat untuk selanjutnya diolah sehingga dapat ditampilkan atau dikeluarkan
pada rangkaian elektronika.
Detector cahaya, secara khusus photodiode, dapat dipandang sebagai inverse
dari light emitting diode (LED). Disini madukan ke peranti adalah daya optic dan keluaran dari peranti berupa sinyal listrik. Prinsip operasi dari photodiode ini
merupakan fenomena fisika sebagaimana yang terjadi pada LED. Detektor cahaya
menyerap photon cahaya dan menghasilkan electron, yaitu electron yang dapat
Untuk mendapatkan hasil yang optimum penggunaan photodiode sebagai
transducer, secara khusus untukaplikasi system komunikasi optic, maka detector
cahaya harus memiliki fitur fitur sebagai berikut:
1. Sensitivitas, kepekaan terhadap cahaya yang datang. Peranti detector cahaya harus sangat sensitive. Arus listrik yang dihasilkan harus sebesar mungkin
dalam merespon daya optic masukan. Karena detector cahaya ini selektif
terhadap panjang gelombang (responnya terbatasi oleh rentang panjang
gelombang), maka sensitifitas ini harus bernilai besar pda daerah panjang
gelombang operasi.
2. Responsitivitas, merupakan perbandingan arus keluar dengan cahaya masuk. Waktu respon terhadap Sinyal optic masukan harus cepat. Detektor cahaya
harus mampu menghasilkan arus listrik meski pulsa optic masukan
berlangsung dalam waktu yang cepat. Hal ini akan memungkinkan untuk
menerima data dengan laju bit tinggi.
3. Untuk system penerimaan data analog, detector cahaya harus memiliki
hubungan masukan-keluaran yang linier. Hal ini diperlukan untuk menghindari
distorsi Sinyal keluaran.
4. Derau dalam (internal noise) yang dibangkitkan oleh peranti harus sekecil mungkin agar peranti dapat mendeteksi Sinyal optic masukan sekecil mungkin.
5. Effisiensi, merupakan perbandingan jumlah lubang elektron yang terjadi
terhadap foton yang masuk. Bila jumlah lubang elektron yang terjadi
mendekati banyaknya jumlah foton yang masuk maka lebih baik.
6. Respon time atau rise time, merupakan kecepatan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan arus terhadap cahaya yang masuk.
7. Bandwidth, berpengaruh terhadap respon time.
Beberapa karakteristik penting lainnya, misalnya keandalan, stabilitas, dan
kekebalan terhadap pengaruh lingkungan.
2. 7. Rugi – rugi Daya pada Serat Optik akibat Pembengkokan Pada Serat Energi atau daya yang dibawa oleh cahaya akan mengalami pelemahan
dinyatakan perbandingan antara daya pancaran awal terhadap daya yang diterima
dinyatakan dalam deci-Bell (dB) disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu absorpsi, hamburan (scattering) dan lekukan (bending losses). Dengan susunan bahan yang tepat maka akan didapatkan attenuasi (pelemahan) yang kecil. Attenuasi adalah
pelemahan energi sehingga amplitudo gelombang yang sampai pada penerima
menjadi lebih kecil dari pada amplitudo yang dikirimkan oleh pemancar.
Bending yaitu pembengkokan serat optik yang menyebabkan cahaya yang merambat pada serat optik berbelok dari arah transmisi dan hilang. Sebagai
contoh, pada serat optik yang mendapat tekanan cukup keras dapat menyebabkan
ukuran diameter serat optik menjadi berbeda dari diameter semula, sehingga
mempengaruhi sifat transmisi cahaya di dalamnya. Rugi-rugi akibat pelengkungan
serat optik dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1) Macro bending/pembengkokan makro
Rugi-rugi macro bending terjadi ketika sinar atau cahaya melalui serat optik yang dilengkungkan dengan jari-jari lebih lebar dibandingkan dengan
diameter serat optik, sehingga menyebabkan rugi-rugi seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.7.Pembengkokan Sinar Di Dalam Inti Serat Optik Dengan Variasi Sudut Datang
Berdasarkan prinsip pemantulan dan pembiasan cahaya, jika sudut datang
lebih kecil dari sudut kritis, maka mode cahaya tidak dipantulkan secara sempurna
melainkan lebih banyak dibiaskan keluar dari inti serat optik. Sedangkan untuk
sinar yang membentuk sudut datang lebih besar dari sudut kritis, sebagian besar
mode cahaya akan dipantulkan kembali masuk ke dalam selubung seperti halnya
radiasi optik dari lengkungan serat tergantung kekuatan medan dan kelengkungan
jari-jari.
2) Micro bending / pembengkokan mikro
Pembengkokan mikro terjadi karena ketidakrataan pada permukaan batas
antara teras dan selongsong secara acak atau random pada serat optik karena proses pengkabelan ataupun ketika proses penarikan saat instalasi seperti terlihat
pada Gambar 2.7.
Gambar 2.8.Peristiwa Rugi-Rugi Akibat Pembengkokan Mikro
2. 8. Sensor Beban dengan Serat Optik Mikrobending
Sensor yang berbasis intensitas membutuhkan lebih banyak cahaya dan
karena itu biasanya menggunakan serat multimode dengan inti yang lebar. Ada
berbagai mekanisme seperti rugi daya optik akibat mikrobending, redaman, dan
bidang lepas yang dapat menghasilkan perubahan hasil ukur yang diinduksi dalam
intensitas optik yang disebarkan oleh serat optik. Keuntungan dari sensor ini
adalah kesederhanaan implementasi, biaya rendah, kemungkinan menjadi
multiplexing, dan kemampuan untuk tampil sebagai sensor yang didistribusikan
secara nyata. Salah satu sensor berbasis intensitas adalah sensor mikrobend, yang
didasarkan pada prinsip bahwa mekanik tikungan mikro yang periodik dapat
menyebabkan energi dari mode dipandu untuk digabungkan dengan mode radiasi
dan akibatnya menghasilkan redaman cahaya yang ditransmisikan. Seperti yang
terlihat pada Gambar.2.9, sensor terdiri dari dua pelat beralur dan di antara kedua
pelat terdapat serat optik. Pelat atas dapat bergerak sebagai respon terhadap
membatasi cahaya ke area inti, cahaya mulai bocor ke cladding mengakibatkan
modulasi intensitas.
Gambar 2.9.Sensor Intrinsik Serat Optik
Adapun penjelasan yang signifikan yaitu ketika serat terkena tikungan kecil
atau gangguan, suatu bagian tertentu dari propagasi cahaya dalam inti serat
digabungkan dalam mode radiasi dan hilang. Mode penggabungan dapat dicapai
dengan menggunakan pelat bergelombang yang merubah bentuk serat menjadi
serangkaian tikungan. Oleh karena itu, mikrobending menyebabkan intensitas
cahaya menurun. Dengan memantau dan menghubungkan hilangnya intensitas
cahaya, berbagai jenis sensor mikrobend dapat dirancang. Wilayah penginderaan
sensor mikrobend terdiri dari dua pelat bergelombang, disebut lempeng deformer.
Serat optik ditekan dengan memberi gaya ke bawah karena lipatan atau lekukan
lempeng seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Sensor mikrobending serat optik adalah jenis sensor serat berdasarkan prinsip
tekukan yang terstruktur yang dapat menyebabkan hilangnya intensitas cahaya,
yang terdiri dari susunan lekukan termodulasi dan serat optik. Kinerja sensor
mikrobending serat optik ditentukan oleh susunan lekukan (bending), maka
metode modulasi lekukan (bending) digunakan untuk menghasilkan periodik
lekukan (bending) pada serat optik.
Desain sensor yang dibuat yaitu plat bergerigi atau bergelombang pada sisi
atas dan bawah, dan diantara plat diberi sensor serat optik yang mengalami
gangguan mikrobending dan mengarahkan pancaran (mentransmisikan) gangguan
tersebut. Cahaya yang keluar dan menembus pembungkus (jacket) menyebabkan
intensitas cahaya output berkurang atau disebut pelemahan (attenuasi). Besarnya
gangguan dapat diperoleh dengan mendeteksi variasi intensitas cahaya, dan
tekanan pada sensor mikrobending serat optik dapat diperoleh.
Dari gambar 2.10 deformer dalam menanggapi perubahan gaya ΔF terhadap pembengkokan serat menyebabkan amplitudo deformasi serat X untuk berubah
dengan jumlah Ax. Koefisien transmisi T, untuk cahaya yang merambat melalui
serat yang bengkok pada gilirannya diubah oleh jumlah ΔT sehingga:
(2.4)
di mana ΔT / Δx adalah sensitivitas, Seperti daerah, ls adalah ketebalan deformer,
Ys adalah modulus Young, dan kf adalah konstanta pegas efektif dari serat optik.
Konstanta pegas efektif pada gilirannya dapat dinyatakan sebagai berikut:
(2.5)
Dari Persamaan (2.4) dan (2.5), dapat dilihat bahwa jika kekuatan
diterapkan pada sensor microbend (ΔF), intensitas cahaya pada output serat akan berubah. Selain itu, parameter geometris deformer seperti periodisitas mekanik,
luas penampang deformer, deformasi jarak dan jumlah lipatan akan
dalam kelompok sensor serat optik intrinsik, sifat serat seperti modulus Young
dan diameter serat akan mempengaruhi intensitas keluaran juga.
Menurut teori gelombang optik, koefisien attenuasi dapat disimpulkan sebagai
berikut :
α = K D2 (t) L [
2
, (2.6)
dengan k merupakan konstanta pembanding (rasio), D(t), L & q secara berurutan
yaitu besarnya mikrobending, panjang serat optik dan frekwensi jarak lekukan
atau gerigi. Δβ merupakan perbedaan konstanta propagasi yang berdekatan. D(t)
didominasi dari ukuran, L panjang serat antara pelat gerigi, q periode jarak gerigi.
Ketika q = Δβ, kerugian mikrobending sangat besar dan modulasi mudah terganggu, siklus sesuai Λo adalah siklus mikrobending yang optimal.
Gambar 2.11.Skematik Sensor dengan Pelat Bergerigi
Periodisitas mekanik dapat diberikan seperti gambar 2.11 :
Λo =
= (1 +
)
1/2
(2.7)
ξ konstanta tergantung pada profil indeks bias, untuk graded index ξ = 2 dan untuk serat optik step index ξ = , M adalah jumlah mode dan m adalah jumlah modus. Dalam serat optik multimode, mode orde yang lebih tinggi adalah mode
yang paling mudah digabungkan dari serat di lekukan-lekukan kecil. Kemudian
diasumsikan M = m dan periodisitas kritis adalah Λo = π a / Δ ½ (untuk serat
a radius serat, Δ perbedaan normal indeks antara core dan cladding, Δ = (n1– n2) /
n2.
Dalam studi ini, menggunakan serat optik multimode step index 62,5 μm /
125 μm dan perbedaan normal indeks adalah 0.01. Kemudian periodisitas
mekanik kritis dapat dihitung dan desain jarak gerigi atau lekukan dengan rumus
untuk serat optik step index akan meningkatkan sensitivitas sensor secara efektif.
Dengan menempelkan serat optik pada material yang berdaya tahan tinggi
dan elastis serta mengatur tingkat bending degan benar, maka respon sensitive
terhadap tekanan luar dapat ditingkatkan dan dapat melindungi serat optik secara
efektif sehingga daya tahan sensor lebih lama.
2. 9. Pengolahan Data-Data dengan Statistik
Dalam berbagai penelitian tentunya menghasilkan data-data yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Data-data tersebut dapat diolah
dengan statistik misalnya untuk mengetahui apakah suatu variabel berpengaruh
terhadap variabel lainnya secara signifikan. Adapun beberapa cara pengujian data
dengan statistic salah satunya ANOVA (Analysis of Varians). Analisis variansi adalah suatu prosedur untuk uji perbedaan mean beberapa populasi. Konsep
analisis variansi didasarkan pada konsep distribusi F dan biasanya dapat
diaplikasikan untuk berbagai macam kasus maupun dalam analisis hubungan
antara berbagai varabel yang diamati. Untuk dapat menguji data-data
menggunakan ANOVA ada beberapa syarat yaitu data berasal dari sampel yang
berbeda, data tersebut harus diuji homogenitasnya, uji normalaitas.Uji normalitas
data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk
menguji normalitas data, antara lain uji chi-kuadrat, uji lilliefors, dan uji
kolmogorov-smirnov. Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan
bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1. Tahapan Penelitian
Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
Perancangan sensor beban menggunakan serat optik ragam banyak
(multimode) tanpa bagian pembungkus (jacket) sehingga bagian terluarnya adalah cladding. Serat optik ini diletakkan di atas karet dengan ukuran 25 x 25 cm dan di
Mulai
Perancangan Sensor
Pengujian Kesetabilan Laser
Pengujian variasi diameter dan jarak kawat
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor
Pengolahan Data dan Analisa Statistik
Penarikan Kesimpulan
atasnya melintang kawat stainless dengan panjang 20 cm disusun secara periodik
dan di atasnya ditutup lagi dengan karet seperti pada gambar 3.1. Pada sensor
beban ini dibuat variasi diameter 1,6 mm dan 2,4 mm serta variasi jarak antar
kawat 0,5 cm; 1,0 cm; 1,5 cm; dan 2,0 cm. Sehingga dari perancangan ini
terdapat 8 kombinasi rancangan sensor beban.
Gambar 3.1. Rancangan Sensor Beban
Sensor beban dengan 8 kombinasi tersebut akan diuji untuk mengetahui
pengaruh variasi diameter dan jarak kawat serta pengaruh interaksi diameter dan
jarak terhadap respon sensor tersebut. Sebelumnya akan dilakukan pengujian
kesetabilan laser karena hal ini berkaitan dengan respon sensor yang nantinya
akan diuji.
Sistem instrumentasi pada penelitian ini seperti pada gambar 3.2 yaitu
rangkaian laser yang dihubungkan dengan serat optik yang sudah dirancang
menjadi sensor beban kemudian dihubungkan dengan transduser berupa
photodetektor yang akan mendeteksi sinyal optik dan terhubung dengan modul
DAQ (Data Acquisition) dengan resolusi 16-bit serta PC sebagai perangkat akuisisi data.
Gambar 3.2. Diagram Blok Penelitian
Pada penelitian ini lebih menekankan pada perancangan sensor beban
berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending yang kemudian didukung
dengan beberapa pengujian untuk mendapatkan karakteristik dari sensor beban
tersebut. Setelah perancangan sensor selesai maka dilakukan beberapa pengujian
yaitu sebagai berikut :
3. 2. Pengujian Kesetabilan Laser
Pada pengujian ini digunakan laser dioda dengan panjang gelombang 1310
nm. Sumber optik tersebut dilewatkan pada sensor beban yang sudah dirancang
sebelumnya tanpa diletakkan beban diatasnya. Sensor beban terhubung dengan
photodetektor yang merupakan transducer untuk mengubah sinyal optik menjadi
sinyal dalam bentuk beda tegangan listrik dengan satuan (Volt) yang akan diubah
dalam bentuk sinyal digital dengan menggunakan antarmuka modul Data
Translation DAQ (DT9816). Tegangan yang terukur ditampilkan dalam bentuk
grafik, seperti pada tampilan PC dengan software Weight In Motion Based
Optical Fiber buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI, yang terlihat pada pada gambar
3.3. Setiap 30 detik data akan direkam dan indikator status akan menyala, dan
pengujian dilakukan selama 17 jam.
Secara umum diagram alir pengujian setelah mengaktifkan software, yaitu :
Gambar 3.4. Flowchart Pengujian Kesetabilan Laser
Keterangan gambar 3.4 :
1. Input data merupakan sinyal optik yaitu laser yang dilewatkan melalui serat optik yang kemudian sinyal optik ini dideteksi oleh photodetektor
Mulai
Tampilan tegangan (V)
pada grafik
Pengaturan Waktu (t)
t = 30 detik
data tersimpan dalam Format .xls
Tidak
Ya
Selesai Input data
yang mengubah sinyal optik menjadi sinyal listrik yang kemudian diubah
oleh modul DAQ menjadi sinyal digital.
2. Tampilan tegangan dalam bentuk grafik merupakan hasil dari modul DAQ dan tampilan tersebut seperti Gambar 3.3.
3. Data disimpan setiap 30 detik dan setiap 30 detik indikator status akan menyala menandakan data sudah tersimpan dan akan mengulangi proses
penyimpanan kembali setiap 30 detik
4. Setelah mengaktifkan tombol Stop maka penyimpanan data akan selesai dan pengujian tersebut dilakukan selama 17 jam.
3. 3. Pengujian Pengaruh Diameter dan Jarak kawat terhadap Respon Sensor Beban
Pada penelitian ini dilihat pengaruh variasi ukuran diameter yaitu 1,6 mm
dan 2,4 mm serta jarak antar kawat 0,5 cm; 1,0 cm; 1,5 cm; dan 2,0 cm setiap
diberikan beban yang diletakkan di atasnya terhadap daya optik yang diterima
photodetektor yang telah dikonversi menjadi beda tegangan listrik dengan satuan
volt (V). Beban uji yang digunakan adalah sebesar 10 kg. Beban uji ini diletakkan
terpusat diatas sensor beban seperti yang terlihat pada gambar 3.3. Beban uji
berfungsi sebagai sumber gaya berupa tekanan yang akan ditransmisikan pada
kawat melalui lapisan karet sehingga menyebabkan bending atau lekukan dalam hal ini mikrobending atau lekukan mikro yang terjadi pada serat optik.
Mikrobending dapat mengubah arah transmisi sinyal optik pada serat optik
menjadi berubah atau terjadinya pelemahan daya optik yang sering disebut
sebagai rugi-rugi optik akibat mikrobending. Perubahan sinyal optik yang keluar
dari sensor beban akan dideteksi oleh photodetektor dan kemudian diubah dalam
bentuk beda tegangan listrik dengan satuan (Volt) yang akan diubah dalam bentuk
sinyal digital dengan menggunakan antarmuka modul Data Translation DAQ
(DT9816). Data pengukuran ditampilkan pada PC dengan software Weight In
Motion Based Optical Fiber buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI, seperti pada
gambar 3.3. Untuk setiap data pengukuran dilakukan penyimpanan data (record data) dengan menekan tombol Get data pada software pada saat tegangan stabil.
Gambar 3.6. Software Weight In Motion Based Optical Fiber
Pada percobaan yang dilakukan ini terdapat 8 pengamatan yang merupakan
kombinasi diameter dan jarak antar kawat dan setiap pengamatan dilakukan
pengulangan sebanyak 10 kali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah variasi
diameter dan jarak kawat berpengaruh secara signifikan terhadap respon sensor
Secara umum diagram alir pengujian setelah mengaktifkan software, yaitu :
Gambar 3.7. Flowchart Pengujian Variasi Diameter Dan Jarak Kawat Mulai
Tampilan tegangan (V)
pada grafik
Atur Skala Grafik
V = Stabil
Aktifkan tombol
Get Data
Tidak
Ya
Simpan data dalam Format .xls
Non aktifkan tombol Get Data
Keterangan gambar 3.7 :
1. Input data merupakan sinyal keluaran sensor beban yang sudah diproses oleh photodetektor dan modul DAQ
2. Tampilan tegangan dalam bentuk grafik pada gambar 3.6 merupakan selisih dari tegangan input seperti yang tampil pada PC pada gambar 3.3
dengan hasil dari pembacaan modul DAQ yang berasal dari photodetektor.
3. Atur skala grafik untuk melihat kesetabilan tegangannya.
4. Jika tegangan yang terlihat tidak stabil maka ulangi dengan mengangkat beban uji kemudian tunggu sampai tegangan kembali 0 Volt lalu letakkan
kembali beban uji di atas sensor. Diamati kenaikan tegangan akibat
tekanan dari beban uji.
5. Jika tegangan terlihat stabil maka aktifkan tombol Get Data seperti pada Gambar 3.1 kemudian data akan tersimpan dalam format .xls.
6. Non-aktifkan tombol Get Data untuk menyelesaikan penyimpanan data.
Pengujian di atas dilakukan beberapa kali untuk mengetahui keseragaman
respon dari sensor beban yang diuji atau keseragaman output yang keluar dari
sensor (repeatability).
3. 4. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor Beban
Validitas merupakan proses kalibrasi dari suatu sistem pengukuran. Dalam
hal ini pengujian validitas diperlukan untuk mengetahui apakah sensor dapat
mendeteksi beban dengan baik atau tidak. Sedangkan reliabilitas merupakan
proses dimana sistem pengukuran dapat digunakan dalam waktu yang berbeda
dengan nilai pengukuran yang sama. Sehingga dari hasil pengujian validitas dan
reliabilitas sensor dapat diketahui karakteristik dari sensor tersebut untuk
mendukung performa sensor tersebut.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan peralatan serta prosedur yang
sama seperti pada pengujian variasi diameter dan jarak kawat terhadap Respon
Sensor Beban pada pengujian sebelumnya. Alat yang dibedakan yaitu sensor,
yaitu sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending yang dibuat
oleh Pusat Penelitian Fisika dengan menggunakan papan PVC ukuran 50 cm x 10
cm x 1 cm dan diberi kawat 2.4 mm dengan panjang 10 cm yang disusun secara
periodik dengan jarak 0,5 cm, setelah itu diletakkan diatas serat optik yang
diletakkan pada lapisan karet seperti gambar 3.8.
Gambar 3.8. Sensor untuk Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Pengujian validitas sensor juga menggunakan laser stabil 1310 nm yang
dilewatkan pada sensor. Pada sensor diletakkan beban dengan variasi 20 sampai
80 kg dengan interval 20 kg sebagai beban uji yang menyebabkan perubahan
intensitas cahaya yang dideteksi oleh photodetektor dan diubah dalam bentuk
beda tegangan dalam satuan Volt dan dengan menggunakan antarmuka modul
Data Translation DAQ (DT9816) ditampilkan pada PC dengan software Weight
In Motion Based Optical Fiber buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI, seperti gambar
3.6 pada pengujian sebelumnya.
Untuk setiap data pengukuran dilakukan penyimpanan data (record data) dengan menekan tombol Get data pada software pada saat tegangan stabil. Setelah melakukan pengujian validitas sensor maka dilakukan reliabilitas sensor
menggunakan variabel beban 20 kg dan 60 kg dengan pengulangan sebanyak 20
kali. Setelah melakukan penelitian maka data-data pengujian dianalisis dengan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Kesetabilan Laser
Kestabilan laser merupakan kunci yang harus diperhatikan ketika laser
tersebut digunakan sebagai sumber cahaya dalam sebuah sensor maupun
instrument optik karena stabilitas laser sangat mempengaruh kepekaan terhadap
beberapa parameter sensor yang menggunakan laser sebagai komponen utamanya.
Dari hasil pengujian didapat hasil seperti gambar 4.1 kesetabilan laser dapat
terlihat dari tegangan terukur yang diambil selama kurang lebih 17 jam yang
dikeluarkan oleh photodetektor.
Gambar 4.1. Grafik Kesetabilan Laser
Dari trend grafik terlihat bahwa tegangan sama dari setiap data menunjukkan
kesetabilan, hal ini dapat dibuktikan secara signifikan dengan uji T menggunakan
software statistik. Hasil tersebut ditunjukkan pada tabel 4.1. Dari Hasil Uji T,
didapat korelasi data atau seluruh data tegangan memiliki hubungan yang erat
ditandai dari hasil signifikan 0.000 < α = 0.05, dari hasil ini menunjukkan bahwa laser dalam keadaan stabil.
Tabel 4.1. Uji T untuk Kesetabilan Laser
Tegangan t df Sig.(2-tailed) Mean Difference
4.594E5 49142 0.000 4.678797010
Gambar 4.2.Grafik Kesetabilan Fluktuasi Laser
Dari gambar 4.2. terlihat dari tren grafik tegangan yang keluar dari
photodetektor tetap mengalami fluktuasi yaitu naik turunnya tegangan akibat
adanya noise atau gangguan dan dapat direpresentasikan secara matematis, yaitu :
Fluktuasi = nilai maksimum – nilai minimum
Nilai maksimum tegangan sebesar 4.68811 Volt dan nilai minimum sebesar
4.667664 Volt maka fluktuasi sebesar 0.020446 Volt. Untuk mengetahui
kesetabilan laser, perlu diketahui persentase fluktuasi terhadap tegangan rata-rata
yang secara matematis didapatkan dari rumus :
Didapatkan hasil persentase fluktuasi adalah 0.44 % dari nilai rata-rata yang
besarnya 4.678797. Hasil ini sesuai standart yang tidak melebihi 2 % maka laser
memenuhi kesetabilan untuk digunakan sebagai sumber cahaya pada sensor beban
4. 2. Pengujian Variasi Diameter dan Jarak Kawat terhadap Respon Sensor Beban
Prinsip mikrobending (pembengkokan mikro) dapat dimanfaatkan untuk
membuat rancangan sensor beban terutama aplikasi sensor beban kendaraan yang
dalam hal ini dibuktikan dari hasil pengujian pengaruh variasi dimater dan jarak
kawat yang disusun secara periodik diatas serat optik. Dengan prinsip ini
diketahui bahwa sensor serat optik memberikan respon akibat lekukan-lekukan
periodik karena lekukan-lekukan tersebut membuat intensitas cahaya yang
ditrasmisikan di dalam serat berkurang sehingga sinyal optik yang diterima
photodetektor berubah sesuai dengan besar dan susunan lekukan pada serat optik.
Hal ini ditandai dari perubahan tegangan yaitu setiap kenaikan tegangan dari 0
Volt mengindikasikan semakin berkurang intesitas cahaya atau semakin besar
daya optik yang hilang akibat lekukan tersebut seperti yang terlihat dari hasil
pengujian pada Gambar 4.3 yang juga merupakan hasil pengamatan pengaruh
mikrobending serat optik akibat variasi diameter dan jarak antar kawat pada serat
optik. Dari hasil percobaan perubahan diameter dan jarak antar kawat memiliki
respon yang berbeda terhadap beda tegangan yang diterima oleh photodetektor.
Dari tren grafik terlihat bahwa kawat berdiameter 2.4 mm menyebabkan
sensor memberikan respon yang lebih besar dibandingkan kawat berdiameter 1.6
mm. Hal ini disebabkan oleh perubahan diameter bending akibat tekanan dari
kawat berdiameter 2.4 mm lebih besar dibandingkan kawat berdiameter 1.6 mm.
Dari hasil tersebut juga dapat diketahui bahwa dengan variasi kawat berdiameter
2.4 mm dan jarak 1 cm menyebabkan sensor memberikan respon yang lebih besar
dibandingkan variasi lainnya dan hasil ini juga terjadi pada variasi kawat
berdiameter 1.6 mm dan jarak 2 cm. Setiap variasi diameter dan jarak kawat
berpengaruh terhadap tingkat respon sensor. Maka dari itu hasil penelitian ini
akan dimanfaatkan untuk pengembangan desain sensor beban kendaraan yang
Gambar 4.3. Grafik Pengujian Mikrobending
Untuk melihat seberapa signifikan pengaruh perbedaan dari variabel diameter
dan jarak antar kawat pembending, data pengamatan dianalisa dengan ANOVA
(Analysis of Variance). Sebelum dilakukan uji ANOVA terlebih dahulu dilakukan uji asumsi diantaranya tes normalitas dan tes homogenitas.
Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa data hasil pengamatan terdistribusi normal