• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masukan Terhadap Naskah Akademik dan RUU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Masukan Terhadap Naskah Akademik dan RUU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 RUMUSAN FOCUSSED GROUP DISCUSSION

PENELITIAN EMPIRIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ATAS TANAH DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DENGAN

PUSAT STUDI HUKUM KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(PSHK FH UII)

Yogyakarta, 11 Desember 2014

Pengantar

Focussed Group Discussion (FGD) telah diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) atas kerjasama dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), pada tanggal 11 Desember 2014. FGD yang bertemakan tentang Penelitian Empirik Rancangan Undang-undang tentang Pertanahan ini dihadiri oleh peserta yang terdiri dari Akademisi, Mahasiswa, dan organisasi non pemerintahan dan pemerhati pertanahan. FGD menghadirkan narasumber yaitu Prof. Nurhasan Ismail, SH.,M.Si, Dr. Sutaryono, dan Mukmin Zakie, SH.,M.Hum.,Ph.D. FGD mengambil rumusan-rumusan sebagai berikut :

Rumusan Terhadap Pengakuan Tanah Ulayat dan Wilayah Adat serta Implementasi Landreform

 Konsepsi Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 yang menjadi landasan atas keberadaan

tanah ulayat dan wilayah adat harus ditafsirkan sebagai berikut; pertama, makna mengkaui masyarakat hukum adat harus diakui keberadaannya berdasarkan

kriteria akademis dan yuridis. Kedua, makna menghormatinya berarti

menempatkannya sesuai kedudukannya, yaitu sebagai tingkatan pemerintahan dan kewilayahan publik paling rendah (desa). Makna demikian, dapat diliat dalam ketentuan UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yang telah secara tepat menempatkan msyarakat adat pada proporsinya.

 Masyarakat adat harus ditempatkan sebagai bagian pemerintahan dalam struktur

(2)

2 harus tetap Inklusif dengan membuka akses bagi WNI dari wilayah lain untuk dapat: (a) bertempat tinggal di wilayah masyarakat hukum adat; (b) mempunyai tanah. Kemudian, hukum adat sebagai dasar pengaturan-pengurusan, pengelolaan, pengawasan masyarakat hukum adat tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan dan kepentingan bangsa dan negara.

 Sebagai upaya mengakui dan menghormati hak ulayat masyarakat adat, maka

negara jangan menggunakan politik tarik ulur. Oleh karena itu, dalam RUU harus ditegaskan bahwa pemerintah wajib memberikan penetapan terhadap masyarakat hukum adat. Dengan demikian, menjadi penting adanya ketentuan dalam RUU yang memberikan batasan waktu terkait penetapan masyarakat hukum adat pasca RUU disahkan.

Landreform/Reforma Agraria, harus kembali pada semangat Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dengan penyesuaian terhadap perkembangan dan kondisi yang ada. Oleh karena itu, harus berprinsip pada:

1. Pemerataan, pemerataan terhadap asset yaitu jaminan terdistribusikannnya dan dipunyainya tanah atau sumberdaya lain dalam luasan yang layak bagi

setiap keluarga. Kemudian, pemerataan terhadap akses, yaitu jaminan bagi

setiap keluarga penerima distribusi tanah untuk memperoleh modal usaha, pembinaan kompetensi/skill berusaha, dan pasar bagi produksinya;

2. Pembatasan Aset, yaitu semua hak atas tanah dan untuk kegiatan/kepentingan apapun harus ditetapkan batas maksimal dan minimal bagi setiap keluarga. Kemudian, pembatasan tersebut harus ditegaskan dalam UU baik kriteria dan/atau angka nominalnya sesuai dengan doktrin hukum yaitu hanya UU yang dapat memuat pembatasan terhadap hak warga negara. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya inkonsistensi dengan undang-undangnya jika diserahkan pada Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan yang lebih rendah lagi;

3. Peranan Aktif Negara. Negara harus aktif untuk melakukan pemerataan dan pembatasan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 yaitu pemberian Hak Menguasai Negara, yang mengandung semangat negara harus aktif. Kemudian, negara tidak menyerahkan distribusi tanah yang dibutuhkan oleh setiap manusia baik ketika hidup maupun mati kepada mekanisme pasar.

 Wujud reforma agraria dapat diklasifikasi ke dalam dua aspek:

1. Program reforma agraria di wilayah perkotaan, dalam program ini harus ada : (a). Pemerataan aset terhadap tanah bagi tempat tinggal khususnya bagi

kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kemudian, harus ada

(3)

3 pasar modern untuk menyediakan tempat bagi pelaku usaha kecil dalam prosentase tertentu dengan kompensasi/insentif tertentu dari negara; (b).

Pemerataan akses, yaitu adanya badan pemerintah tertentu yang

bertanggungjawab atas akses terhadap pembinaan dan pasar;

2. Program reforma agraria di wilayah pedesaan, dalam program ini harus ada : (a). Pemerataan asset, yaitu distribusi tanah pertanian baik perkebunan dengan budi daya tanaman tertentu maupun pertanian pangan dengan menetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan. Kemudian, keseimbangan antara pertanian pangan dan komersiil. Selanjutnya adalaha danya tindakan tegas terhadap setiap terjadinya penelantaran tanah. (b). Pemerataan akses, yaitu adanya badan pemerintah tertentu yang bertanggungjawab atas akses terhadap pembinaan dan pasar di wilayah pedesaan.

 Terhadap isi dalam RUU, maka terdapat beberapa catatan sebagai berikut:

1. Terkait dengan hak pengelolaan lahan (HPL), maka perlu adanya kejelasan

politik negara berkenaan dalam pengelolaannya, sehingga tidak merugikan tanah ulayat dan wilayah hukum adat. Disamping itu, dalam pengelolaan lahan harus akan tetap mempertahankan kebijakan yang ada sekarang yaitu sebagai hak atas tanah (HAT), yaitu dapat dimanfaatkan oleh pemegang haknya atau akan dikembalikan sesuai semangat awal pembentukan HPL yaitu sebagai

pemberian kewenangan Hak Menguasai Negara kepada instansi

pemerintah/BUMN/D untuk mendukung efektivitas pencapaian program tertentu;

2. Hak Milik masih perlu dikembangkan substansi ketentuannya agar mampu

menyelesaikan persoalan kepemilikan tanah berdasarkan penguasaan secara fisik yang dinyatakan berpedoman pada hukum adat dan penerbitan Surat Keterangan Tanah oleh Desa berdasarkan kebijakan daerah;

3. Hak Pakai Selama Digunakan yang hanya dapat dipunyai oleh instansi

pemerintah dan Yayasan Sosial-Keagamaan, maka perlu adanya penegasan dalam substansi ketentuan (bukan penjelasan) di samping larangan pengalihan, juga escape clause berupa cara dan bentuk peralihan (ruilslag) yang tidak melanggar ketentuan yang berlaku dan perintah pengaturan lebih lanjut dalam PP;

4. Hak Sewa Untuk Bangunan (HSUB), maka terkait jangka waktunya jangan terlalu

(4)

4 Rumusan Terhadap Penyelesaian Konflik Agraria

 Sejak dahulu tanah sudah menjadi konflik atau sengketa dan tidak jarang

menimbulkan korban jiwa. Sebagai suatu gejala sosial, konflik agraria (tanah) adalah suatu proses interaksi antara dua (atau lebih) orang atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas objek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Namun konflik atau sengketa tanah yang terjadi sangat tergantung kepada kondisi hubungan agraris yang ada, serta sistem dan kebijakan yang berlaku pada kurun waktu tersebut.

 Langkah dalam menyelesaikan konflik agraria dapat dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut:

1. Negosiasi, melalui proses kompromi antara pihak-pihak yang bersengketa, tanpa

mengundang kehadiran pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka;

2. Mediasi, melalui kesepakatan antara pihak-pihak untuk melibatkan pihak ketiga

(mediator) dalam penyelesaian sengketa, walau hanya berfungsi sebatas perantara (go-between) yang bersifat pasif, karena inisiatif untuk mengambil keputusan sebagai wujud penyelesaian sengketanya tetap didasarkan pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa;

3. Arbitrasi, melalui kesepakatan untuk melibatkan pihak ketiga yang disebut arbitrator sebagai wasit yang memberi keputusan dan keputusan tersebut harus ditaati dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bersengketa;

4. Ajudikasi, sebagai model penyelesaian sengketa melalui institusi pengadilan yang keputusannya mengikat pihak-pihak yang bersengketa. Namun proses ini diharapkan menjadi jalan terakhir dalam penyelesaian konflik agraria. Dengan menggunakan jalur pengadilan sebagai jalur terakhir, maka diharapkan fakta-fakta sudah terbuka pra pengadilan.

(5)

5

 Upaya penyelesaian lainnya adalah dengan memberikan ruang publik yang

memungkinkan rakyat mengadukan tanahnya yang dirampas, lebih menguatkan posisi rakyat dalam hal pemilikan tanah, yaitu memungkinkan rakyat mendapatkan keadilan melalui pemulihan dan penggantian terhadap kerugian atas hak-haknya yang dirampas, serta memungkinkan suatu terobosan hukum yang menjadi pintu masuk atas sistem hukum yang tidak memenuhi rasa keadilan rakyat. Kemudian, perlunya evaluasi menyeluruh terhadap semua peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dan menguatkan ego sektoral, termasuk evaluasi terhadap peraturan di bawah undang-undang.

 Terhadap isi RUU, maka ada beberapa catatan sebagai berikut:

1. Di dalam RUU terdapat percampuran antara asas dan norma sehingga perlu dibedakan. Sesuai dengan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka asas harus dijadikan dasar dalam pembentukan norma, bukan kemudian dicampur antara keduanya;

2. Pasal 6 ayat (1) perlu dirubah redaksionalnya, karena tidak lazim penggunaan awal kalimat dengan kata Yang ;

3. Pasal 2 berkenaan dengan asas harus menempatkan asas secara tepat, misalnya

terhadap asas hak menguasai dari negara , maka yang benar adalah asas kekeluargaan;

4. Di dalam Pasal 22 Perlu dimasukan rumusan terkait kebenaran formil dan meteril terkait kepemilikan tanah. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari atau membatasi warga asing dapat memiliki tanah secara tidak wajar;

5. Di dalam RUU terdapat banyak norma yang memberikan sanksi administratif, tetapi realisasi sanksi administrasinya belum dicantumkan. Oleh karena itu, perlu dimasukan sanksi administratif untuk memaksimalkan penerapan sanksi dalam RUU tersebut;

6. Pasal 34 ayat (1), dimensi persyaratannya perlu dirinci lebih detail sehingga dapat meminimalisir terjadinya penyalahgunaan yang bisa merugikan;

Rumusan Terhadap Penyelesaian Dualisme Administrasi Pertanahan dan Pengelolaan Tanah Terlantar

 Mengingat laju pembangunan semkain meningkat, maka dalam RUU perlu

mencantumkan ketentuan terkait Bank Tanah (land banking). Pembentukan bank

(6)

6 banking). Bank tanah umum mempunyai misi : menyediakan tanah untuk kebutuhan sosial dalam skala besar dan tidak mengejar keuntungan (non profit) serta menjaga stabilitas harga tanah. Model ini diterapkan di Swedia, Belanda dan Swiss. Bank tanah khusus (special land banking) mempunyai misi : menyediakan tanah dalam skala kecil untuk tujuan komersial, seperti daerah kawasan industri.

 Dualisme kewenangan pemberian izin atau hak atas tanah atau lahan menjadi salah

satu hambatan dalam menyelesaikan konflik sumber daya alam (SDA). Sebagai solusi atas hal tersebut, maka perlu melakukan beberapa hal :

1. Pengkajian ulang terhadap kebijakan pemberian ijin/hak/konsesi kehutanan,

perkebunan, pertambangan, tambak, dan lainnya, terutama memeriksa mekanismenya yang potensial menciptakan konflik agraria;

2. Pembatasan penguasaan tanah, wilayah, dan sumber daya alam oleh perusahaan

skala besar;

3. Pendataan dan penetapan tanah-tanah terlantar;

4. Monitoring pelaksanaan proyek-proyek pengadaan tanah skala¸ seperti berbagai

food estate yang potensial menciptakan perampasan tanah, ketimpangan penguasaan tanah yang tajam, dan konflik agraria

 Mengingat dalam pengurusan tanah, masih banyak mafia yang telribat di dalamnya

maka solusinya adalah dengan menggunakan konsep one man one policy. Artinya pengrusan haru melalui jalur satu orang dan hanya orang tersebutlah yang diberi wewenang untuk mengeluarkan izin di bidang pertanahan.

 Tanah terlantar adalah tanah yang diindikasikan terlantar yang telah

diindentifikasikan dan telah ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ada banyak variabel yang menyebabkan tanah terlantar, diantaranya disebabkan: a. Faktor fisik alamiah yaitu dari segi tanah berlokasi pada daerah rawan banjir yang secara langsung meningkatkan resiko kegagalan bagi pemilik tanah; b. Faktor kelembagaan masyarakat, hal ini berkaitan dengan sistem kepemilikan tanah yang secara potensial ikut menentukan terjadinya tanah terlantar. Penelantaran tanah merupakan tindakan yang tidak berkeadilan, yang dapat menyebabkan hilangnya peluang untuk mewujudnyatakan potensi ekonomi tanah. Selain itu, penelantaran tanah juga berdampak pada terhambatnya pencapaian berbagai tujuan program pembangunan, rentannya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi nasional, tertutupnya akses sosial-ekonomi masyarakat khususnya petani pada tanah, serta terusiknya rasa keadilan dan harmoni sosial..

 Sebagai upaya untuk mendayagunakan tanah terlantar, maka dalam

(7)

7 prinsip-prinsip pengelolaan pertanahan di Indonesia. Untuk mewujudkan hal itu, maka dalam pelaksanaan pendayagunaan harus disertai dengan :

1. Tingkat partisipasi yang luas, baik dalam penentuan penerima manfaat dan

program-program pendayagunaan, maupun dalam pengawasan

pelaksanaannya;

2. Mekanisme yang menjamin adanya distribusi manfaat yang adil bagi

masyarakat;

3. Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

 Arah pendayagunaan telah digariskan dalam Pasal 15 PP 11 tahun 2010, bahwa peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah Negara bekas tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), yaitu didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui reforma agraria dan program strategis negara serta untuk cadangan negara lainnya. Oleh karena itu, bentuk optimalisasi pemanfaatannya dapat melalui 3 jalur yaitu:

1. Dialokasikan untuk memberikan akses kepada masyarakat miskin atas tanah;

2. Merespon program-program strategis negara yang sekarang ini sedang

menghadapi tantangan genting dalam hal pangan, energi, infrastruktur dan perumahan rakyat;

3. Diperuntukkan untuk cadangan umum negara, tujuannya di antaranya untuk

relokasi masyarakat jika ada bencana, relokasi masyarakat jika ada keperluan penting dan kepentingan pertahanan dan keamanan.

Perumus

Referensi

Dokumen terkait

Bila target ditentukan sebesar 66,9 minggu (sama den- gan purata durasi proyek tanpa adanya penundaan menurut hasil simulasi Sakka dan El-Sayegh), prob- abilitas secara

Hasil pada pengujian skala regulasi diri dalam bermain game online memiliki kualitas yang baik dengan dibuktikan hasil uji validitas dan reliabilitas yang cukup baik sehingga skala

Jika dibandingkan rumusan perdagangan orang dalam KUHP tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, maka perdagangan orang dalam KUHP sudah merupakan perbuatan pidana

Matassino (2007) Genetic characterization of indigenous anatolian water buffalo breed using microsatellite dna markers, Italian Journal of Animal Science, 6:sup2, 409-412.. To link

Pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru- guru di adalah cukup baik, yang berarti bahwa guru sebagai pelaksana Kurikulum 2013

Ratumbuysang ; Indeks Kepuasan Masyarakat- Jumlah pengaduan masyarakat tentang layanan publik Rumah Sakit Jiwa

menulis karya sastra tidak memberikan banyak manfaat dan kurang penting bagi kehidupan mereka. Atas dasar ini, siswa menjadi kurang tertantang menulis. Di sisi lain,

Halaman hasil Ujian CBT ini merupakan halaman informasi yang berisi nilai yang diperoleh Peserta PPDB setelah selesai mengerjakan ujian tesebut.Tampilan dari halaman hasil