• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DOSIS EKSTRAK REBUNG

BAMBU BETUNG (

Dendrocalamus asper

Backer ex Heyne)

TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI SENGON

(

Paraserianthes falcataria

(L.) Nielsen)

DEA TINO MARETZA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asperBacker ex Heyne) Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon

(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

Oleh :

Dea Tino Maretza dan Supriyanto

PENDAHULUAN. Berbagai usaha untuk mempercepat pertumbuhan bibit banyak dilakukan antara lain dengan menggunakan pupuk atau zat pengatur tumbuh (ZPT). Sampai dengan saat ini penggunaan ZPT sebagai upaya meningkatkan kualitas pertumbuhan, baik ZPT alami maupun buatan (sintesis) masih menjadi kebutuhan penting dalam perlakuan terhadap tanaman. Rebung merupakan bambu muda dan salah satu hasil hutan non kayu yang pada awal pertumbuhannya berbentuk kerucut, kokoh dan terbungkus dalam kelopak daun yang rapat disertai bulu-bulu halus. Pertumbuhan ruas bambu yang begitu cepat diduga mengandung ZPT, terutama pada fase rebung. Kandungan kimiawi rebung mentah bambu betung per 100 gram terdiri dari air (91 gram), protein (2,6 gram), karbohidrat (5,20 gram), lemak (0,90 gram), serat kasar (1,00 gram), vitamin A (20 SI), kalium (533 mg), fosfor (53 mg), abu (0,90 mg) serta unsur-unsur mineral lain seperti riboflavin, niasin, thiamin, kalsium, dan besi dalam jumlah kecil (Watt dan Merill 1975). Rebung diduga mengandung hormon GA3 yang mampu meningkatkan pertumbuhan ruas ke atas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dosis ekstrak rebung terhadap pertumbuhan semai sengon di rumah kaca.

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP, Tajur Bogor, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 4 bulan, dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2008. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sub soil dari tanah latosol Bogor, rebung bambu betung yang didapat dari pasar Sukasari Bogor dan diekstrak di laboratorium silvikultur, pasir, dan benih sengon dari Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dosis ekstrak rebung bambu betung, yaitu : A0 (kontrol), A1 (10ml/bibit), A2 (20ml/bibit), A3 (30ml/bibit), A4 (40ml/bibit) dan A5 (50ml/bibit), jumlah ulangan sebanyak 3 kali, dan setiap unit perlakuan terdapat 10 bibit ; sehingga secara keseluruhan terdapat 180 bibit sengon.

(3)

rebung bambu betung, menyebabkan terjadinya fluktuasi pertumbuhan pada semai sengon, (4) Musim pemungutan rebung yang berbeda.

KESIMPULAN. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan ekstrak rebung bambu betung pada semai sengon akan efektif untuk memacu pertumbuhan bibit sengon pada dosis 20 ml/bibit sampai dengan 50 ml/bibit.

(4)

Effect of Different Doses of Betung Bamboo (Dendrocalamus asper

Backer ex Heyne) Shoot Extract to the Growth of Sengon (Paraserianthes falcataria(L.) Nielsen) Seedlings..

By

Dea Tino Maretza dan Supriyanto

PREFACE. Some efforts to accelerate seedling growth have been done by using fertilizer or growth regulator substances (GRS). Until now, natural or synthetic GRS is still being important substance in plant treatment. Bamboo shoot is young bamboo and as one of non-timber forest products; which is at the beginning growth having conical form, strong and wrapped by dense leaves ornamented with fine hairs. Betung bamboo is presumed containing GRS due to its fast growth, particularly, at young phase. In 100 gram betung bamboo shoot contains water 91 g; protein 2.6 g; carbohydrate 5.20 g; fat 0.90 g; fibers 1.0 g; vitamin A 20 SI; potassium 533 mg; phosphor 53 mg; dust 0.90 mg; and also others minerals such as riboflavin; niacin; thiamin; calcium and iron in small quantity (Watt and Merril, 1975). Bamboo shoot is suspected containing hormone GA3 which may increase internodes growth. Therefore, it is necessary to observe the effect of doses of Betung bamboo shoots extract to the growth sengon seedlings at green house conditions.

MATERIAL AND METHOD. Research was carried out in green house at Sylviculture laboratory SEAMEO BIOTROP, Tajur, Bogor, West Java. Observation was carried out for four months, started from June until September 2008. The materials used were latosol sub-soil from Bogor, betung bamboo shoot was obtained from Sukasari Bogor and extracted at Sylviculture Laboratory, sands, and sengon seed were obtained from Forest Tree Seed Bureau (BPTH) Bogor. The Experimental design was in completely randomized design (CRD) with six dose treatments those were A0 (control); A1 (10 ml/seedling); A2 (20 ml/seedling); A3 (30 ml/seedling); A4 (40 ml/seedling); and A5 (50 ml/seedling). Number of replicate was three times with 10 seedlings for each replicate, therefore there were 180 sengon seedlings.

RESULT AND DISCUSSION. The observation result showed that all dose treatments could increase the sengon seedling growth, while there was no effect to the amount of root nodules. It was presumed that the extract of bamboo shoot made soil reaction (pH) getting more acid so that the root nodule was difficult to develop. Improvement in sengon seedling growth was influenced by potassium and thiamin contain in betung bamboo shoot extract. Seedlings’ quality in the treatment A5 (50 ml/seedling) was the highest with scoring point 88. While the lowest was obtained in A0 (control) with total point scoring was 19. The scoring value of the treatments at 10 ml/seedling (A1), 20 ml/seedling (A2), 30 ml/seedling (A3), and 40 ml/seedling was 51, 75, 69 and 47 respectively. Variation in growth response to the extract to at bamboo shoot was due to (1) Different sources of bamboo shoot production areas, (2) Different active compound, (3) Different genetic variation, and (4) Different harvesting season.

Based on this observation, we may conclude that the effective dose of betung bamboo shoot extract to increase sengon seedling growth was 20 ml/seedling to 50 ml/seedling.

(5)

PENGARUH DOSIS EKSTRAK REBUNG

BAMBU BETUNG (

Dendrocalamus asper

Backer ex Heyne)

TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI SENGON

(

Paraserianthes falcataria

(L.) Nielsen)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEA TINO MARETZA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

RINGKASAN

Dea Tino Maretza. E14202040. Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen). Dibimbing oleh Dr. Ir. Supriyanto.

Berbagai usaha untuk mempercepat pertumbuhan bibit banyak dilakukan antara lain dengan menggunakan pupuk atau zat pengatur tumbuh (ZPT). Sampai dengan saat ini penggunaan ZPT sebagai upaya meningkatkan kualitas pertumbuhan, baik ZPT alami maupun buatan (sintesis) masih menjadi kebutuhan penting dalam perlakuan terhadap tanaman. Rebung merupakan bambu muda dan salah satu hasil hutan non kayu yang pada awal pertumbuhannya berbentuk kerucut, kokoh dan terbungkus dalam kelopak daun yang rapat disertai bulu-bulu halus.

Pertumbuhan ruas bambu yang begitu cepat diduga mengandung ZPT, terutama pada fase rebung. Kandungan kimiawi rebung mentah bambu betung per 100 gram terdiri dari air (91 gram), protein (2,6 gram), karbohidrat (5,20 gram), lemak (0,90 gram), serat kasar (1,00 gram), vitamin A (20 SI), kalium (533 mg), fosfor (53 mg), abu (0,90 mg) serta unsur-unsur mineral lain seperti riboflavin, niasin, thiamin, kalsium, dan besi dalam jumlah kecil (Watt dan Merill 1975). Rebung diduga mengandung hormon GA3 yang mampu meningkatkan pertumbuhan ruas ke atas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dosis ekstrak rebung terhadap pertumbuhan semai sengon di rumah kaca.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP, Tajur Bogor, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 4 bulan, dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2008. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sub soil dari tanah latosol Bogor, rebung bambu betung yang didapat dari pasar Sukasari Bogor dan diekstrak di laboratorium silvikultur, pasir, dan benih sengon dari Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dosis ekstrak rebung bambu betung, yaitu : A0 (kontrol), A1 (10ml/bibit), A2 (20ml/bibit), A3 (30ml/bibit), A4 (40ml/bibit) dan A5 (50ml/bibit), jumlah ulangan sebanyak 3 kali, dan setiap unit perlakuan terdapat 10 bibit ; sehingga secara keseluruhan terdapat 180 bibit sengon.

(7)
(8)

SUMMARY

DEA TINO MARETZA. Effect of Different Doses of Betung Bamboo (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) Shoot Extract to the Growth of Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Seedlings.Under Supervision of

SUPRIYANTO.

Some efforts to accelerate seedling growth have been done by using fertilizer or growth regulator substances (GRS). Until now, natural or synthetic GRS is still being important substance in plant treatment. Bamboo shoot is young bamboo and as one of non-timber forest products; which is at the beginning growth having conical form, strong and wrapped by dense leaves ornamented with fine hairs. Betung bamboo is presumed containing GRS due to its fast growth, particularly, at young phase. In 100 gram betung bamboo shoot contains water 91 g; protein 2.6 g; carbohydrate 5.20 g; fat 0.90 g; fibers 1.0 g; vitamin A 20 SI; potassium 533 mg; phosphor 53 mg; dust 0.90 mg; and also others minerals such as riboflavin; niacin; thiamin; calcium and iron in small quantity (Watt and Merril, 1975). Bamboo shoot is suspected containing hormone GA3 which may increase internodes growth. Therefore, it is necessary to observe the effect of doses of Betung bamboo shoots extract to the growth sengon seedlings at green house conditions.

Research was carried out in green house at Sylviculture laboratory SEAMEO BIOTROP, Tajur, Bogor, West Java. Observation was carried out for four months, started from June until September 2008. The materials used were latosol sub-soil from Bogor, betung bamboo shoot was obtained from Sukasari Bogor and extracted at Sylviculture Laboratory, sands, and sengon seed were obtained from Forest Tree Seed Bureau (BPTH) Bogor. The Experimental design was in completely randomized design (CRD) with six dose treatments those were A0 (control); A1 (10 ml/seedling); A2 (20 ml/seedling); A3 (30 ml/seedling); A4 (40 ml/seedling); and A5 (50 ml/seedling). Number of replicate was three times with 10 seedlings for each replicate, therefore there were 180 sengon seedlings.

The observation result showed that all dose treatments could increase the sengon seedling growth, while there was no effect to the amount of root nodules. It was presumed that the extract of bamboo shoot made soil reaction (pH) getting more acid so that the root nodule was difficult to develop. Improvement in sengon seedling growth was influenced by potassium and thiamin contain in betung bamboo shoot extract. Seedlings’ quality in the treatment A5 (50 ml/seedling) was the highest with scoring point 88. While the lowest was obtained in A0 (control) with total point scoring was 19. The scoring value of the treatments at 10 ml/seedling (A1), 20 ml/seedling (A2), 30 ml/seedling (A3), and 40 ml/seedling was 51, 75, 69 and 47 respectively. Variation in growth response to the extract to at bamboo shoot was due to (1) Different sources of bamboo shoot production areas, (2) Different active compound, (3) Different genetic variation, and (4) Different harvesting season.

Based on this observation, we may conclude that the effective dose of betung bamboo shoot extract to increase sengon seedling growth was 20 ml/seedling to 50 ml/seedling.

(9)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asperBacker ex Heyne) Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2009

(10)

Judul Skripsi : Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria

(L.) Nielsen)

Nama : Dea Tino Maretza

NIM : E14202040

Menyetujui : Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Supriyanto NIP. 132 008 552

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. NIP 131 578 788

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 11 Maret 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, putra bungsu pasangan Drs. Tono Roeshartono S dan Tien Herawati. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Indramayu dan pada tahun yang sama diterima menjadi mahasiwa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi, diantaranya adalah staff Kesekretariatan LSM Goes To CampusPSDM BEM TPB IPB 2002, Ketua Departemen Kewirausahaan AFSA-LC IPB 2003, Wakil Ketua Orientasi Mahasiswa Baru Fakultas Kehutanan IPB 2004, Kepala Departemen Rumah Tangga Asrama Sylvasari IPB 2004, Ketua Kelompok Pecinta Alam Sylvasari IPB 2005, Ketua Divisi Gunung Hutan Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) Fakultas Kehutanan IPB 2005, Ketua Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan IPB 2006, dan Ketua RIMPALA (PJS) IPB 2006. Selain itu penulis juga menimba pengalaman kerja di bidang desain grafis pada perusahaan Blackforest clothing 2004, Manajer Blackforest clothing 2005 - 2006, Staff Proyek Rehabilitasi Hutan dan Pengadaan bibit Shorea javanica Departemen Silvikultur IPB di Lampung Maret 2006, Staff Proyek Rehabilitasi Hutan Lahan Kritis Cicurug Kab. Sukabumi GN-RHL Fahutan IPB April 2006, Instruktur Outbond (Freelance) OBET NUSANTARA Desember 2006, Surveyor PT. Kreasi Prima Consultant 2007 dan Staff pengajar Bass Lembaga Pendidikan Musik LANAYA Bogor 2008 - 2009.

Pada tahun 2005 penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang dilaksanakan di Cilacap, Baturaden dan KPH Banyumas Barat Perhutani Unit I Jawa Tengah. Selain itu juga tahun 2006 mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukadamai, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Bogor .

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung (

Dendrocalamus asper Backer ex Heyne ) terhadap Pertumbuhan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen).

Manfaat penelitian ini adalah dapat menggambarkan pengaruh zat ekstraktif dari rebung untuk menstimulasi pertumbuhan bibit sengon. Sehingga diharapkan para pekerja pembibitan dapat memanfaatkan limbah rebusan rebung sebagai zat pengatur tumbuh organik.

Sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya.

Bogor, 2009

(13)

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik antara lain kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Supriyanto selaku dosen pembimbing atas semua saran, kesabaran, ketulusan, nasihat dan bimbingan yang diberikan.

2. Bapak Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

3. Orang tua saya tercinta Drs. Tono RS dan Tien H, Kakak Saya Ebri Tino Oktaviansyah. Amd atas semua perhatian, materi, kasih sayang dan doa yang tiada henti diberikan.

4. Bapak Hoerudin dan Bapak Sunardi Ikay atas bantuan serta petunjuk selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Silvikultur Seameo Biotrop.

5. Saudara-saudaraku di Asrama Sylvasari 39 Ulil, Khasbi, Yoga, Heri, Benu, Feri, Asrori, Rinaldo, Ilyas, Edi, Hara, Dian, Ambar, Eka, Ikhsan, Fian, Agus, Iman, Suwilin, dan Maruf, beserta keluarga besar Sylvasari. 6. Saudara-saudaraku di RIMPALA R-VIII Memoy, Ajeng, Khulfi, Ratih,

Anjar, Vivi, dan Hari Pacul. Saudara-saudaraku 0 sampai dengan R-XIII, khususnya Kang Zulfa R-VI, Mba Fitri R-IV, Kang Ersa R-VI, Ipul R-IX, Imam R-IX, Daniel R-IX, Kirana R-IX, Lanjar R-IX, Tohirin R-IX, Kiwil- R-IX, Dodi R-XI, Bramas R-XI, Ikma R-XII, dan Putri R-XIII. 7. Bapak pengayom LIEBE Prof. Dr. Ir Dedi Fardiaz, Msc dan

saudara-saudaraku di LIEBE band Rizky, Mendez, dan Wildan beserta ex

manajemen Bang Jul, Eka, Dodi Mbul dan Dilla.

(14)

9. Rekan-rekan BDH 39, khususnya Bagus, Bayu, Rika, Yuri, Marwan, Zevie, Anggrio, Frances, Relley, Gunawan, Angga cabol, Acep, Metha, Irina, Mira, dan Eka Susan.

10. Rekan-rekan Fahutan 39, khususnya Ace, Dwi, John, Juliasman, dan Agung.

11. Lanaya Music Course, khususnya Ipay dan Teh Ina sehingga bakat dan

softskillpenulis dapat diamalkan dengan mengajar Bass. 12. Teman-teman fotocopy Arief, khususnya Devie.

13. Umi kantin Sylvasari, umi kantin fahutan IPB.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sengon 2.1.1 Morfologi ... 3

2.1.2 Deskripsi botani ... 3

2.1.3 Penyebaran & habitat ... 4

2.1.4 Manfaat ... 5

2.2 Silvikultur 2.2.1 Persyaratan lokasi tempat tumbuh ... 5

2.2.2 Pengadaan benih ... 5

2.2.3 Penaburan dan perkecambahan ... 6

2.2.4 Pengadaan bibit ... 8

2.2.5 Hama dan penyakit ... 8

2.3 Media Tanam 2.3.1 Tanah ... 8

2.3.2 Media untuk sengon yang sudah dilakukan ... 8

2.4 Zat Pengatur Tumbuh ... 11

2.4.1 Dendrocalamus asper (schult-f)Backer ex Heyne (bambu betung) ... 11

2.4.2.1 Batang, pelepah batang dan daun ... 12

2.4.2.2 Rebung... 12

(16)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 16

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Penyiapan benih sengon ... 16

3.3.2 Pengecambahan benih ... 16

3.3.3 Penyiapan media sapih ... 17

3.3.4 Penyiapan zat ekstraktif rebung ... 17

3.3.5 Penyapihan ... 17

3.3.6 Pemberian air ekstrak rebung ... 17

3.3.7 Pemeliharaan ... 17

3.3.8 Pengamatan dan pengambilan data ... 18

3.4 Analisis Data ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengamatan perkecambahan ... 20

4.1.2 Pertumbuhan tinggi semai ... 22

4.1.3 Diameter semai ... 25

4.1.4 Berat basah akar ... 26

4.1.5 Berat basah pucuk ... 27

4.1.6 Berat kering akar ... 27

4.1.7 Berat kering pucuk ... 28

4.1.8 Berat kering total ... 29

4.1.9 Nisbah pucuk akar ... 30

4.1.10 Jumlah daun ... 31

4.1.11 Jumlah bintil akar ... 31

4.1.12 Hubungan antara dosis ektrak rebung bambu betung dan jumlah bintil akar ... 32

(17)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh ekstrak rebung bambu betung terhadap media

tumbuh ... 33

4.2.2 Pengaruh ekstrak rebung bambu betung terhadap pertumbuhan semai sengon ... 35

4.2.3 Mutu bibit ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(18)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Studi penggunaan media untuk sengon yang sudah dilakukan ... 10 2. Komposisi rebung mentah per 100 gram bagian yang dapat dimakan ... 14 3. Persentase komposisi rebung bagian atas, tengah dan bawah yang dapat

dimakan ... 15 4. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap semai sengon umur 4 bulan ... 20 5. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

pertambahan tinggi semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 23 6. Uji Duncan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

pertambahan tinggi semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 23 7. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

pertambahan diameter semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 25 8. Uji Duncan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

pertambahan diameter semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 26 9. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

berat basah akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 26 10. Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

berat basah akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 26 11. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

berat basah pucuk semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 27 12. Uji Duncan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

berat basah pucuk semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 27 13. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

berat kering akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 28 14. Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

berat kering akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 28 15. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

berat kering pucuk semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 28 16. Data berat kering pucuk pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

(19)

17. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

berat kering total semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 29 18. Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

berat kering total semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 30 19. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap nisbah

pucuk akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 30 20. Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

nisbah pucuk akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 30 21. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap jumlah

daun semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 31 22. Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap jumlah daun

semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 31 23. Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap jumlah

bintil akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca ... 32 24. Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap jumlah

(20)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Penampilan Sengon (1) Bentuk pohon (2) Ranting berbunga dengan bagian daun (3) Bunga (4) Polong... 4 2. Tahapan perkecambahan sengon di rumah kaca ... 21 3. Tata letak percobaan di rumah kaca ... 22 4. Grafik pertumbuhan rata – rata tinggi semai sengon selama 12 minggu

setelah tanam ... 23 5. Keragaan semai sengon pada perlakuan A0U8 (terendah) dan A5U8

(tertinggi) ... 24 6. Keragaan semai sengon umur 3 bulan pada berbagai dosis ekstrak rebung

bambu betung ... 24 7. Keragaan semai sengon umur 3 bulan yang telah diberi perlakuan ... 25 8. Pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap jumlah bintil akar

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Pertambahan tinggi semai Paraserianthes falcatariaumur 3 bulan setelah tanam ... 44 2. Diameter semai Paraserianthes falcataria umur 3 bulan setelah

tanam ... 45 3. Berat basah akar semai Paraserianthes falcataria umur 3 bulan setelah

tanam ... 46 4. Berat basah pucuk semai Paraserianthes falcataria umur 3 bulan setelah

tanam ... 47 5. Berat kering akar semai Paraserianthes falcataria umur 3 bulan setelah

tanam ... 48 6. Berat kering pucuk semai Paraserianthes falcataria umur 3 bulan setelah

tanam ... 49 7. Jumlah bintil akar semai Paraserianthes falcataria umur 3 bulan setelah

tanam ... 50 8. Jumlah daun semai Paraserianthes falcataria umur 3 bulan setelah

tanam ... 51 9. Nilai nisbah pucuk akar semai Paraserianthes falcataria umur 3 bulan

setelah tanam ... 52 10. Berat Kering Total (gram) Semai Paraserianthes falcataria Umur 3 Bulan

Setelah Tanam ... 53 11. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

pertambahan tinggi semai sengon umur tiga bulan setelah tanam... 54 12. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap

pertambahan diameter semai sengon umur tiga bulan setelah tanam ... 55 13. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap berat basah akar semai sengon umur tiga bulan setelah tanam .... 56 14. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap berat basah pucuk semai sengon umur tiga bulan

(22)

15. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat kering akar semai sengon umur

tiga bulan setelah tanam ... 58 16. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap berat kering pucuk semai sengon umur tiga bulan

setelah tanam ... 59 17. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap berat kering total semai sengon umur tiga bulan

setelah tanam ... 60 18. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap jumlah bintil akar semai sengon umur tiga bulan

setelah tanam ... 61 19. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap jumlah daun semai sengon umur tiga bulan setelah

tanam ... 62 20. Analisis data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap nisbah pucuk akar semai sengon umur tiga bulan

setelah tanam ... 63 21. Data analisis kimia tanah pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap pertumbuhan semai sengon ... 64 22. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap pertambahan tinggi (cm) semai sengon umur 3 bulan ... 65 23. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap pertambahan diameter (cm) semai sengon umur 3 bulan ... 66 24. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap berat basah pucuk semai sengon umur 3 bulan... 67 25. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap berat basah akar semai sengon umur 3 bulan ... 68 26. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap berat kering pucuk semai sengon umur 3 bulan ... 69 27. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

(23)

28. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap berat kering total semai sengon umur 3 bulan ... 71 29. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap jumlah daun semai sengon umur 3 bulan ... 72 30. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

terhadap jumlah bintil akar semai sengon umur 3 bulan ... 73 31. Tehnik pembobotan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan hutan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kayu yang menunjang industri kehutanan serta memberikan fungsi penyangga bagi kelangsungan hidup manusia di sekitarnya. Untuk mendukung keberhasilan pembangunan hutan dibutuhkan bibit dalam jumlah besar dengan tehnik silvikultur yang inovatif dan murah sesuai dengan perkembangan waktu saat ini.

Hutan Rakyat di Indonesia khususnya di Pulau Jawa sangat berperan bagi kehidupan masyarakat untuk penghasil kayu dan penghijauan lingkungan. Hal tersebut seiring dengan permintaan hasil budidaya tanaman kehutanan yang melihat peluang baik secara ekonomi maupun fungsi ekosistemnya.

Untuk itu berbagai usaha untuk mempercepat pertumbuhan bibit banyak dilakukan antara lain dengan menggunakan pupuk atau zat pengatur tumbuh (ZPT). Sampai dengan saat ini penggunaan ZPT sebagai upaya meningkatkan kualitas pertumbuhan, baik ZPT alami maupun buatan (sintesis) masih menjadi kebutuhan penting dalam perlakuan terhadap tanaman.

Bambu merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Jawa. Penggunaan bambu tidak hanya sebagai bahan bangunan, tetapi juga untuk keperluan lain seperti kerajinan, alat musik, alat dapur dan pada beberapa jenis bambu yang masih muda (rebung) dapat juga dikonsumsi. Rebung juga sebagai makanan penting di Indonesia dan China yang dalam prosesnya harus direbus dan menghasilkan limbah air rebung yang mungkin mengandung ZPT. Pertumbuhan ruas bambu yang begitu cepat diduga mengandung zat pengatur tumbuh, terutama pada fase rebung. Diharapkan air ekstrak rebung bambu dapat dimanfaatkan untuk memacu pertumbuhan bibit sengon.

(25)

(Paraserianthes falcataria) sebagai objek dalam penelitian ini apabila ditinjau dari segi silvikultur dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur dan agak sarang, tanah kering maupun becek atau agak asin (Martawijaya et al. 1989 dalam Laila, 2004).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung (Dendrocalamus asper) terhadap pertumbuhan semai sengon (Paraserianthes falcataria) pada sub soil latosol.

1.3 Manfaat Penelitian

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sengon ( Paraserianthes falcataria)

2.1.1 Morfologi

Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen [ Syn. Albizia falcataria (L.) forberg ] termasuk dalam famili Mimosaceae (pete-petean), mempunyai nama daerah bermacam-macam. Di Pulau Jawa misalnya dikenal dengan nama albasia, jeunjing (Jawa Barat), sengon laut atau mbesiah (Jawa Tengah), sengon sebrang (Jawa Timur dan Jawa Tengah), jing laut (Madura). Di Sulawesi dengan nama tedehu pete, sedangkan di Maluku dikenal dengan nama rawe, selawoku merah, seka, sika, sika bot, sikahm atau tawasela dan di Irian Jaya dikenal dengan nama bae, bai, wahogon, wai atau wikie. (Atmosuseno, 1998). Menurut Alrasyid (1973), Paraserianthes falcataria memiliki batang yang tidak berbanir, kulit berwarna kelabu muda, licin, batang lurus, tajuk berbentuk perisai, agak jarang, dan selalu hijau.

Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomis pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30 - 45 m, dan diameter batang sekitar 70 – 80 cm pada umur 25 tahun. Pada dasarnya sengon dapat tumbuh pada sembarang tempat, baik ditanah tegalan atau pekarangan maupun tanah-tanah hutan yang baru dibuka bahkan ditanah tandus pun sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, alluvial, dan latosol. Tanah-tanah tersebut berstektur lempung berpasir atau lempung berdebu dan nilai kemasaman tanah sekitar pH 6-7 (Santoso, 1992).

2.1.2 Deskripsi botani

(27)

Benih sengon mempunyai kulit yang keras, sehingga tanpa adanya perawatan sebelumnya, benih hanya berkecambah 20% dalam waktu 20 hari. Oleh karena itu dianjurkan agar benih sebelum ditabur terlebih dahulu disiram dengan air mendidih, kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam.

Gambar 1. Penampilan sengon (1) Bentuk pohon. (2) Ranting berbunga dengan bagian daun (3) Bunga (4) Polong (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2002)

2.1.3 Penyebaran dan habitat

Sebaran alami di Maluku, Papua Nugini, kepulauan Solomon dan Bismark. Banyak ditanam di daerah tropis. Merupakan species pionir, terutama terdapat di hutan hujan dataran rendah sekunder atau hutan pegunungan rendah. Tumbuh mulai pantai sampai 1600 mdpl, optimum 0-800 mdpl. Dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200-2700 mm/th dengan bulan kering sampai 4 bulan. Dapat ditanam pada tapak yang tidak subur tanpa dipupuk. Tidak tumbuh subur pada lahan berdrainase jelek. Termasuk spesies yang memerlukan cahaya. Merupakan salah satu species paling cepat tumbuh di dunia, mampu tumbuh 8 m/tahun dalam tahun pertama penanaman.

(28)

Sengon termasuk jenis tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18-27 0 C. Pada dasarnya tanaman sengon ini dapat tumbuh dimana-mana, mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yakni 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah. Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50% - 75%. (Departemen Kehutanan 1999)

2.1.4 Manfaat

Menurut Santoso (1992) manfaat sengon yaitu : 1. Penghijauan dan Reboisasi

2. Pelindung dan Penyubur tanah 3. Bahan baku kayu bakar

4. Bahan baku bangunan dan perabotan 5. Bahan baku industri kertas

2.2 Silvikultur

2.2.1 Persyaratan lokasi tempat tumbuh

Sengon ini dapat tumbuh mulai dari pantai sampai ketinggian 1500 mdpl. Elevasi yang optimal pada umumnya berkisar antara 0 – 800 mdpl dengan suhu rata-rata 220– 290C. Tumbuh baik di tempat-tempat yang mempunyai iklim basah sampai agak kering, di Philipina tumbuh terbaik pada curah hujan tahunan 4500 mm tanpa bulan kering. Tumbuhan tropik ini dapat tumbuh di tanah-tanah yang kering maupun yang lembab, dengan tekstur tanah dari yang ringan hingga berat dan pH tanah asam sampai netral. Disamping itu juga memerlukan tipe tanah dengan sistem drainase yang baik.

2.2.2 Pengadaan benih

(29)

terutama dalam bulan Juli – September (Departemen Kehutanan, 1999). Pengumpulan biji dilakukan dengan memetik buah yang masak kemudian dibelah untuk mengeluarkan bijinya. Untuk meningkatkan daya perkecambahannya, pra perlakuan yang dapat diberikan terlebih dahulu yaitu : benih disiram dengan air mendidih sebanyak 4 kali volume benih kemudian dibiarkan selama 24 jam sampai air rendaman dingin.

2.2.3 Penaburan dan perkecambahan

Benih ditabur pada bedeng tabur 5 x 1 m2 sebanyak 200 gram, sedikit ditekan, ditutup dengan pasir halus setebal 1,5 cm. Setelah 2 – 4 hari benih akan berkecambah. Penyapihan dilakukan setelah batangnya berkayu dan kulit terlepas, yaitu pada umur 1 – 1½ bulan setelah tumbuh. Bibit langsung dipindahkan ke dalam kantong plastik. Setelah 2½ - 3 bulan setelah disapih bibit dapat ditanam di lapangan (Hidayat, 2000). Menurut Atmosuseno (1998) menyatakan bahwa beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam penyemaian benih sengon antara lain: a. Baki kecambah yang bagian bawahnya dilubangi agar drainase lancar.

b. Bedeng tabur yang ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan.

c. Media semai berupa pasir yang ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan. d. Knapsack Sprayer Solo untuk menyiram persemaian

e. Perlengkapan penggorengan media semai

Penyemaian benih sengon dilakukan pada bak kecambah yang diletakkan di atas meja dalam bedeng tabur. Benih ditabur dalam larikan dengan jarak tabur 2x1 cm di atas media semai yang telah dimasukkan ke dalam baki kecambah. Untuk memudahkan penaburan sebaiknya dibuat terlebih dahulu lubang tanam dengan cara menusuk-nusuk media semai dalam baki. Alat penusuk yang digunakan terbuat dari kayu atau ranting dengan ukuran sebesar setengah dari jari kelingking orang dewasa. Penusukan dibuat sesuai dengan jarak tabur. Setelah benih ditabur bagian atasnya ditutup dengan lapisan pasir tipis untuk menjaga suhu agar tetap sesuai dengan kebutuhan perkecambahannya (favourable temperature).

(30)

Setelah penaburan benih dilakukan, kemudian media ditutup dengan lapisan pasir tipis di bagian atasnya. Hal ini selain untuk menstabilkan suhu optimal benih, juga berkaitan dengan sirkulasi oksigen yang diperlukan bagi proses perkecambahan. Umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 20% O2 dan 0.03 CO2, sehingga frekuensi dan kadar penyiraman mempengaruhi suhu dan kadar oksigen tanah. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dengan hati-hati agar tidak terlalu basah dan tidak terjadi pembusukan yang disebabkan oleh penyakit lodoh (dumping off).

Dengan sistem penyemaian benih dalam bak tabur maka pada hari ke 7-8 semai sudah dapat disapih dan dipindahkan ke dalam polibag. Media semai yang sudah tidak berisi semaian masih dapat dipergunakan lagi sampai tiga kali rotasi penyemaian, dan setiap rotasinya dilakukan sterilisasi ulang dengan cara penggorengan media. (Atmosuseno, 1998)

Menurut Backer et al. (1979) tahapan fisiologis dalam perkecambahan antara lain:

a. Penyerapan air secara imbibisi

b. Perbesaran sel dan pembelahan sel dimulai c. Pengaktifan enzim αdan β-amilase

d. Karbohidrat, pati, lemak dan protein yang tidak larut dihidrolisis menjadi substansi yang lebih sederhana, larut dalam air untuk diangkut dari endosperma ke titik tumbuh (embrio)

e. Kecepatan respirasi bertambah cepat dan energi yang dibebaskan digunakan untuk pertumbuhan

f. Pertambahan terjadi dalam perbesaran sel dan pembelahan sel g. Kehilangan berat terjadi dengan cepat

(31)

Apabila benih tidak berkecambah dengan cepat pada lingkungan yang memadai, maka benih tersebut mungkin mengalami dormansi benih. Faktor yang mempengaruhi dormansi benih yaitu :

a. Secara fisiologis embrio belum masak

b. Kulit biji yang tidak permeabel terhadap air atau oksigen atau keduanya c. Kulit biji terlalu kuat untuk dipecahkan

d. Biji jatuh di pohon sebelum embrio masak

Dormansi merupakan karakteristik umum pada tumbuhan berkayu sebagai proses untuk memperbaiki ketahanan hidup pada periode waktu yang panjang sehingga biji berkecambah dalam kondisi alami. Dormansi dapat terjadi karena suhu yang dingin dengan kondisi kelembaban dan suhu yang fluktuatif. Perubahan kondisi didukung pula dengan adanya kegiatan bakteri dan jamur dalam tanah, sehingga melunakan kulit benih yang keras (Baker et al. 1979).

Menurut Backeret al.(1979) menyatakan beberapa faktor-faktor luar yang mempengaruhi proses perkecambahan diantaranya air, oksigen, karbondioksida, suhu dan cahaya.

2.2.4 Pengadaan bibit

Benih disemai bulan Juli/Agustus untuk penanaman bulan Oktober/Nopember. Benih yang telah diberi perlakuan ditabur dalam bedeng penaburan. Penyiraman dengan air dilakukan secara hati-hati dua kali sehari, pagi dan sore. Penyapihan bibit dilakukan setelah batang mengandung kayu dan kulit benih sudah terlepas, yaitu pada umur 1 – 11/2 bulan setelah tumbuh. Penyapihan bibit ke dalam kantong plastik dilakukan secara hati-hati bersama gumpalan tanahnya.

2.2.5 Hama dan penyakit

Hama yang sering menyerang pohon P. falcataria yaitu Xystrocera festiva

(32)

oliv, Platypus spp, Xyleborus spp. Jenis penggerek yang umumnya menyerang akar adalah Heterodora maripni dan juga hama uret (Departemen Kehutanan, 1999).

2.3 Media Tanam

2.3.1 Tanah

Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman dan penyedia unsur hara. Tanah lapisan atas mengandung bahan organik yang mempunyai kemampuan menghisap dan memegang air yang tinggi. Tanah yang beraerasi baik, persentase pembentukan akar pada tanaman lebih tinggi dan kualitasnya lebih baik (Hartmann dan Kester 1983).

Penggunaan media tanah dalam jumlah yang cukup besar pada persemaian akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan antara lain pengikisan tanah yang cukup luas, hilangnya lapisan yang subur dan sebagainya. Selain itu, penggunaan tanah sebagai media tumbuh semai mempunyai beberapa kelemahan antara lain bobotnya berat, tanah mudah pecah pada saat pengangkutan sehingga kurang kompak dalam menunjang sistem perakaran dan kemungkinan kerusakan semai dalam pengangkutan ke persemaian dan ke lapangan (Kurniawati 1997).

Menurut Hartmann dan Kester (1983) kriteria media yang baik adalah : (1) Harus cukup kuat dan kompak sebagai pemegang benih selama

perkecambahan atau pertumbuhan.

(2) Harus mampu mempertahankan kelembaban . (3) Memiliki aerasi dan drainase yang baik

(4) Bebas dari benih tumbuhan liar, nematoda dan berbagai organisme penyakit.

(5) Tidak memiliki salinitas yang tinggi

(33)

2.3.2 Media untuk sengon yang sudah dilakukan

[image:33.595.115.508.208.698.2]

Penggunaan media tanam untuk tanaman sengon yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kemampuan tumbuh akar pada semai sengon memberikan kepastian terhadap keberhasilan penggunaan media tersebut.

Tabel 1 Studi penggunaan media untuk sengon yang sudah dilakukan

Tahun Peneliti Judul Media

1997 Kurniawati R. Pengaruh pemberian air laut terhadap pertumbuhan semai sengon ( Paraserianthes falcataria (L) Nielsen )

- Tanah latosol - Pasir

1997 Hutomo S. Pemanfaatan air limbah pabrik kertas untuk peningkatan pertumbuhan semai sengon dan balsa

- Top soil latosol - Pasir

1999 Budisetiawan I. Pengaruh pemberian ekstrak kulit jagung ( Zea mays L.) dan Trichoderma viride pada berbagai media terhadap pertumbuhan semai sengon

- Tanah latosol - Serasah kulit

jagung

2004 Laila D. Dampak pemberian air laut

terhadap pertumbuhan sengon pada media tanah gambut tanpa bakar dan terbakar

- Tanah gambut jenis hemik

- Tanah gambut jenis saprik 2004 Wardhani GP. Kajian pemanfaatan kompos

lumpur industri farmasi sebagai media tanam sengon, lamtoro dan tomat

(34)

2.4 Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh (ZPT) dapat diartikan sebagai senyawa organik selain zat hara yang dalam jumlah sedikit mendukung, menghambat maupun merubah berbagai proses fisiologis tanaman. ZPT adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel, perbesaran sel. Pengaturan pertumbuhan ini dilaksanakan dengan cara pembentukan hormon-hormon, mempengaruhi sistem hormon, perusakan translokasi atau dengan perubahan tempat pembentukan hormon (Hartmann dan Kester 1983).

ZPT di dalam tanaman terdiri dari 5 kelompok Auksin, Gibberalin, Sitokinin, Ethylene dan Inhibitor (Abidin 1984). Hormon yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon sedangkan yang sintetis disebut ZPT (Wattimena 1988).

2.4.1 Dendrocalamus asper (schult-f) Backer ex Heyne (bambu betung)

Bambu adalah sekelompok tumbuhan yang dicirikan oleh buluh yang berkayu mempunyai ruas-ruas dan buku-buku. Termasuk dalam suku rumput-rumputan (Graminae) anak suku Bambusideae (Farelly 1984 diacu dalam Elida 2002). Benton (1970) diacu dalam Elida (2002) berpendapat bahwa, bagian dalam batang bambu tersusun dari senyawa silika yang amorf yang mempunyai sifat-sifat sebagai katalis dalam reaksi kimia tertentu. Bambu betung dalam bahasa Inggris disebut juga Giant bamboo, awi betung (Sunda), buluh batung (Batak), juga dikenal dengan nama daerah Batuang Gadang. Tersebar di Sumatera, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Seram dan Papua. Di Jawa, bambu betung dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 2000m diatas permukaan laut. Bambu dapat tumbuh pada banyak jenis tanah, namun akan lebih baik pada tanah berat dengan drainase yang baik.

(35)

tempat air dan bumbung untuk menampung nira. Tunas muda atau rebung mempunyai rasa manis, dan banyak dibuat untuk sayur.

2.4.2.1 Batang, pelepah batang dan daun

Type simpodial, merumpun yang terdiri dari beberapa batang saja, batang tegak dengan ujung melengkung. Tinggi 20-30 m, diameter 8-20 cm, tebal 11-36 mm. Panjang ruas 10-20 cm (bagian bawah) sampai 30-50 cm (bagian atas). Buku-bukunya menggelembung, buku dekat pangkal batang mempunyai akar udara. Batang muda berbulu warna coklat keemasan. Ukuran 20-40 cm X 20-25 cm, bagian bawah sangat kecil, tertutup bulu cokelat tua sampai cokelat muda, pelepah melancip keujung (lanceolate), lidah pelepah batang (ligule) panjang 10 cm. Helaian daun ukuran 30 cm X 2,5 cm, bagian dasar pendek, membesar diatas, berbulu, lidah daun pendek, tidak mempunyai telinga daun (auricle).

Bambu betung memiliki potensi ekonomi dan kegunaan yang banyak di masyarakat Indonesia. Batang bambu betung baik untuk furniture dan industri

chopstick. Batang bambu betung sangat tebal dan kuat sehingga sering dipakai sebagai bahan bangunan atau jembatan. Ruas dari buku bagian atas yang panjang dipakai sebagai tempat nira juga tempat menanak nasi atau daging seperti didaerah Sarawak. Di Thailand Dendrocalamus asper dikenal dengan sebutan “sweet bamboo” rebung mudanya sangat manis dan tebal, dapat dikonsumsi sebagai sayuran dan acar (Dransfield dan Widjaja, 1995).

2.4.2.2 Rebung

(36)

Pada tahap awal rebung terlihat pendek, terbungkus dalam pelepah batang yang rapat dan bermiang dengan warna miang coklat sampai kehitaman. Rebung tumbuh cepat menjadi batang bambu muda selama musim hujan. Setelah mencapai pertumbuhan maksimum, seludang buluh membuka dan diikuti dengan tumbuhnya primordial tunas lateral sebagai bakal cabang. Percabangan tumbuh mulai dari 1/3 buku bagian atas diikuti percabangan dibagian tengah buluh terus ke bagian bawah, percabangan bambu betung termasuk kelompok banyak cabang (bud multiple branching), (McClure 1967 diacu dalam Ruhiyat 1998) yang dapat mencapai 10-20 anak cabang dalam satu buku. Mata cabang dalam buluh terdiri dari mata cabang yang besar di bagian tengah (central bud) dan kelompok mata cabang yang lebih kecil di kiri kanannya.

Rebung bambu merupakan makanan khas dari Asia Bagian Timur. Rebung Bambu muda memiliki bentuk seperti taring badak. Beberapa rebung diantaranya dapat dikonsumsi manusia, namun ada juga yang tidak bisa dikonsumsi manusia karena memiliki rasa pahit seperti rebung dari bambu apus. Menurut Winarno (1992) diacu dalam Salahudin (2004) jenis rebung bambu apus dapat menyebabkan orang menjadi mabuk karena mengandung kadar asam sianida yang tinggi.

Beberapa jenis rebung juga mengandung senyawa toksik sianida dalam bentuk glukosida. Bila senyawa ini bereaksi dengan air maka akan terbentuk asam sianida. Asam sianida dapat dikeluarkan dari rebung mentah dengan merusak jaringan rebung melalui proses pemasakan (Yaguchi dan Wu 1971 diacu dalam Salahudin 2004). Kadar asam sianida dalam rebung dapat mencapai 800 mg setiap 100 gram (Wogan 1976 diacu dalam Salahudin 2004). Rasa pahit mungkin berhubungan dengan kandungan glukosida tersebut.

2.4.2.3 Komposisi kimia rebung bambu betung

(37)
[image:37.595.122.514.168.543.2]

riboflavin, niasin, thiamin, kalsium, dan besi dalam jumlah kecil (Watt dan Merill 1975 diacu dalam Salahudin 2004).

Tabel 2 Komposisi rebung mentah per 100 gram bagian yang dapat dimakan

Komposisi Jumlah

Protein (gram) 2,60

Kalori (cal) 27,00

Lemak (gram) 0,30

Karbohidrat (gram) 5,20

Serat (gram) 1,00

Air (gram) 91,00

Fosfor (mg) 59,00

Kalsium (mg) 13,00

Besi (mg) 0,50

Abu (gram) 0,90

Kalium (mg) 533,00

Vitamin A (SI) 20,00

Thiamin (mg) 0,15

Riboflavin (mg) 0,70

Niasin (mg) 0,60

Vitamin B1 (mg) 0,15

Vitamin C (mg) 4,00

Sumber : Watt dan Merill (1975)

(38)
[image:38.595.112.516.115.196.2]

Tabel 3 Persentase komposisi rebung bagian atas, tengah dan bawah yang dapat dimakan.

Bagian Air Protein Lemak Serat Karbohidrat Abu

Atas 89,7 2,72 0,28 0,42 5,50 1,39

Tengah 91,26 1,71 0,22 0,89 4,78 1,12

Bawah 90,26 1,38 0,17 1,25 5,65 0,93

Sumber : Kurosawa, 1969

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP Bogor, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 4 bulan, dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2008.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sub soil pada tanah latosol Bogor, rebung bambu betung yang didapat dari pasar sukasari Bogor, pasir, dan benih Sengon dari Balai Perbenihan Tanaman (BPT) Bogor.

Peralatan yang digunakan selama penelitian berlangsung adalah karung, polybag, blender, saringan, timbangan analitik, alat tulis, label, cangkul, thermometer, ayakan, pisau, sprayer, kompor gas, panci, ember, gelas ukur, corong, dan kamera digital.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini meliputi berbagai tahapan seperti diuraikan di bawah ini.

3.3.1 Penyiapan benih sengon

Benih sengon yang digunakan dalam penelitian ini, diperoleh dari Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Bogor. Banyaknya benih yang digunakan disesuaikan dengan sample yang dibutuhkan.

3.3.2 Pengecambahan benih

(40)

handsprayer. Benih ditabur pada bak kecambah tersebut, lalu diamati pertumbuhannya selama 2 minggu.

3.3.3 Penyiapan media sapih

Polybag berukuran 15 cm x 20 cm diisi tanah latosol bagian sub soil yang telah dijemur dan diayak menggunakan ayakan (ukuran lubang ayak 0,5 cm X 0,5 cm). Setelah semua media tumbuh terisi tanah dilakukan penyiraman agar kelembaban tanah dapat terjaga.

3.3.4 Penyiapan zat ekstraktif rebung

Rebung sebanyak satu kilogram dicacah, kemudian ditambahkan dengan 1 liter air dan direbus hingga matang. Rebung matang dan air rebung di blender serta ditambahkan 1 liter air matang, setelah itu diperas dan dilakukan penyaringan dengan menggunakan saringan untuk memisahkan air ekstrak rebung dengan limbah padat. Larutan air ekstrak rebung bambu betung yang diperoleh sebanyak 2,2 liter yang kemudian digunakan sebagai bahan dasar untuk penyiraman sesuai dengan dosis perlakuan.

3.3.5 Penyapihan

Setelah kecambah berumur 14 hari, kemudian dilakukan penyapihan pada media tumbuh yang berisi tanah sub soil. Bibit sengon siap diberi perlakuan seminggu setelah penyapihan.

3.3.6 Pemberian air ekstrak rebung

Bibit sengon disiramkan air ekstrak rebung bambu betung dengan dosis 0 ml/bibit sebagai kontrol, 10 ml/bibit, 20 ml/bibit, 30ml/bibit, 40ml/bibit, dan 50 ml/bibit per bibit pada setiap taraf perlakuan. Penyiraman tersebut dilakukan setiap minggu selama tiga bulan penelitian.

3.3.7 Pemeliharaan

(41)

sehari yaitu pagi dan sore. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan satu minggu sekali dengan membersihkan media tumbuh dan mengamati kesehatan tanaman sengon.

3.3.8 Pengamatan dan pengambilan data

Pengukuran tinggi dilakukan setiap seminggu sekali selama tiga bulan dengan menggunakan penggaris 30 cm. Pengukuran tinggi dimulai dari pangkal/leher akar sampai titik tumbuh. Pengukuran diameter dilakukan pada awal dan akhir penelitian dengan menggunakan kaliper Nisbah Pucuk Akar (NPA) ditentukan dengan membandingkan berat kering bagian semai di atas tanah dan akar semai.

Pengukuran nisbah pucuk akar dilakukan dengan mengambil sampel pucuk dan akar semai dengan cara mengoven semai yang telah dipisah pucuk dan akar pada suhu 700 C selama 72 jam kemudian dilakukan penimbangan. Berat Kering Total (BKT) merupakan gabungan berat kering pucuk dan akar.

3.4 Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan, ulangan 3 kali, dan setiap unit perlakuan terdapat 10 bibit. Sehingga secara keseluruhan terdapat 180 bibit sengon. Perlakuan yang digunakan adalah dosis ekstrak rebung bambu : A0 = 0 ml (kontrol) ; A1 = 10 ml ; A2 = 20 ml ; A3 = 30 ml ; A4 = 40 ml ; A5 = 50 ml. Model persamaan umum rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2000).

Yij = µ + τi+ εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

(42)

Hipotesis dalam uji F adalah sebagai berikut :

H0: perlakuan tidak berpengaruh terhadap parameter yang diamati H1 : perlakuan berpengaruh terhadap parameter yang diamati

Pengambilan keputusan terhadap uji F adalah : Fhitung > Ftabel tolak H0

Fhitung < Ftabel terima H0

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

[image:43.595.111.514.383.535.2]

Parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat basah akar (BBA), berat basah pucuk (BBP), berat kering akar (BKA), berat kering pucuk (BKP), berat kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), jumlah daun (JD), dan jumlah bintil akar (JBA). Untuk mengetahui respon pengaruh perlakuan pemberian ekstrak rebung terhadap parameter tanaman maka dilakukan sidik ragam. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka dilakukan Uji Berganda Duncan. Hasil ringkasan sidik ragam disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap pertumbuhan semai sengon umur 4 bulan

Parameter Uji F

Pertambahan Tinggi *

Pertambahan Diameter *

Berat Basah Akar Ns

Berat Basah Pucuk *

Berat Kering Akar Ns

Berat Kering Pucuk Ns

Berat Kering Total Ns

Nisbah Pucuk Akar Ns

Jumlah Daun Ns

Jumlah Bintil Akar Ns

Keterangan : ns = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % 4.1.1 Pengamatan perkecambahan

(44)

Media sapih yang digunakan adalah tanah latosol sub soil. Pengukuran diameter dan tinggi awal semai sengon dilakukan satu minggu setelah penyapihan atau bersamaan waktunya dengan awal perlakuan air rebung (Gambar 3).

Keterangan : (A) Hari pertama benih siap ditabur ; (B) Hari ketiga benih mulai berkecambah ; (C) Hari kelima munculnya kotiledon ; (D) Hari ketujuh terkena serangan jamur (anak panah) ; (E) Hari keempat belas saat akan melakukan penyapihan

A B

C D

[image:44.595.128.510.129.652.2]

E

(45)

4.1.2 Pertumbuhan tinggi semai

Pengukuran tinggi semai dilakukan setiap satu minggu sekali. Pertambahan tinggi semai dari setiap perlakuan terus mengalami peningkatan sejak awal perlakuan penyiraman ekstrak rebung bambu hingga minggu ke dua belas. Besarnya rata – rata pertambahan tinggi berbeda – beda untuk setiap perlakuan.

[image:45.595.189.435.84.268.2]

Gambar 4 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi setiap perlakuan pada awal penelitian tidak jauh berbeda sampai dengan minggu ke delapan. Perbedaan tinggi antar perlakuan mulai terlihat pada minggu kesembilan terutama perlakuan A2 (20 ml/bibit) dan A5 (50 ml/bibit). Pada minggu terakhir dapat dilihat bahwa perlakuan A5 dengan dosis ekstrak rebung 50 ml/bibit menghasilkan pertumbuhan semai tertinggi, sedangkan perlakuan A0 yang merupakan kontrol menghasilkan pertumbuhan terendah.

(46)

Tabel 5 Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap pertambahan tinggi semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Sumber Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-hitung Pr > F

Dosis Ekstrak Rebung 5 311.2 62.2 4.19* 0.020

Galat 12 178.4 14.9

Total 17 489.6

Keterangan : * = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

[image:46.595.153.472.82.290.2]

Hasil sidik ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rebung bambu betung berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai sengon umur tiga bulan.

Tabel 6 Uji Duncan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap pertambahan tinggi semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Perlakuan Pertambahan tinggi (cm) Persentase peningkatan (%)

A0 (kontrol) 9.33a *

-A1 (10 ml) 15.71ab 68.38

A2 (20 ml) 20.31b 117.68

A3 (30 ml) 20.18b 116.29

A4 (40 ml) 16.29ab 74.59

A5 (50 ml) 21.71b 132.69

Keterangan :* Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% menurut uji Duncan

Uji Duncan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa dosis ekstrak rebung 50 ml/bibit (A5) mampu menghasilkan tinggi semai yang paling baik yaitu sebesar

0 5 10 15 20 25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Minggu ke

-P e rt a m b a h a n t in g g i (c m ) A0 (Kontrol) A1 10ml A2 20ml A3 30ml A4 40ml A5 50ml

[image:46.595.114.511.570.673.2]
(47)

21.71 cm atau meningkat 132.69% dibandingkan dengan kontrol (A0) yang hanya mencapai 9.33 cm. Keragaan pertumbuhan semai sengon yang tertinggi dan terendah dapat dilihat pada Gambar 5, sedang pertumbuhan tinggi untuk seluruh perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

[image:47.595.232.399.166.391.2]

Gambar 5 Keragaan semai sengon pada perlakuan A0U3 (terendah) dan A5U1 (tertinggi).

[image:47.595.213.428.461.626.2]
(48)

Gambar 7 Keragaan semai sengon umur 3 bulan yang telah diberi perlakuan ekstrak rebung bambu betung.

4.1.3 Diameter semai

[image:48.595.133.472.81.294.2]

Pengukuran terhadap diameter semai dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Hasil sidik ragam (Tabel 7) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rebung bambu betung berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter semai.

Tabel 7 Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap pertambahan diameter semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Sumber Keragaman

Db Jumlah

Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-hitung Pr > F

Dosis Ekstrak Rebung 5 0.021717 0.004343 4.37* 0.017

Galat 12 0.011933 0.000994

Total 17 0.033650

Keterangan : * = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

[image:48.595.115.514.416.487.2]
(49)
[image:49.595.112.510.112.211.2]

Tabel 8 Uji Duncan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap pertambahan diameter semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Perlakuan Pertambahan Diameter (cm) Persentase Peningkatan (%)

A0 (kontrol) 0.26a *

-A1 (10 ml) 0.29ab 11.54

A2 (20 ml) 0.36c 38.46

A3 (30 ml) 0.33bc 26.92

A4 (40 ml) 0.28ab 7.69

A5 (50 ml) 0.32bc 23.08

Keterangan : * Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% menurut uji Duncan

4.1.4 Berat basah akar

Pengukuran berat basah akar semai sengon umur tiga bulan dilakukan pada akhir penelitian. Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang bagian akar yang telah dicuci, dibersihkan dan dikering-udarakan.

Tabel 9 Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat basah akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Sumber Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-hitung Pr > F

Dosis Ekstrak Rebung 5 1.140 0.228 1.15ns 0.017

Galat 12 2.375 0.198

Total 17 3.515

Keterangan : ns= Tidak bebeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

[image:49.595.114.510.626.726.2]

Hasil sidik ragam (Tabel 9) menunjukkan bahwa pemberian dosis ekstrak rebung bambu betung tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah akar. Data berat basah akar (Tabel 10) menunjukkan bahwa dosis ekstrak rebung bambu betung A5 (50 ml/bibit) menghasilkan berat basah akar paling baik yaitu sebesar 1.83 gram atau meningkat 81.18 % apabila dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 10 Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat basah akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Perlakuan Berat Basah Akar (gram) Persentase Peningkatan (%)

A0 (kontrol) 1.01

-A1 (10 ml) 1.56 54.45

A2 (20 ml) 1.59 57.42

A3 (30 ml) 1.37 35.64

A4 (40 ml) 1.39 37.62

(50)

4.1.5 Berat basah pucuk

Pengukuran berat basah pucuk semai sengon umur tiga bulan dilakukan pada akhir penelitian. Pengukuran ini dilakukan dengan cara menimbang bagian pucuk yang telah dibersihkan.

[image:50.595.112.511.287.356.2]

Tabel 11 menyajikan sidik ragam yang menunjukkan bahwa pemberian dosis ekstrak rebung bambu betung berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 11 Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat basah pucuk semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Sumber Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-hitung Pr > F

Dosis Ekstrak Rebung 5 23.86 4.77 3.71* 0.029

Galat 12 15.42 1.29

Total 17 39.28

Keterangan : * = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

[image:50.595.110.510.497.594.2]

Uji Duncan (Tabel 12) menunjukkan bahwa dosis ekstrak rebung bambu betung 50 ml/bibit (A5) mampu menghasilkan berat basah pucuk sebesar 5.55 gram/semai atau meningkat 142.36 % dibandingkan dengan kontrol (A0).

Tabel 12 Uji Duncan pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat basah pucuk semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Perlakuan Berat Basah Pucuk (g) Persentase Peningkatan (%)

A0 kontrol 2.29a

-A1 10 ml 5.15b 124.89

A2 20 ml 5.44b 137.55

A3 30 ml 5.21b 127.51

A4 40 ml 4.02ab 75.54

A5 50 ml 5.55b 142.36

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

4.1.6 Berat kering akar

(51)
[image:51.595.112.513.114.184.2]

Tabel 13 Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat kering akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Sumber Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-hitung Pr > F

Dosis Ekstrak Rebung 5 0.3469 0.0694 0.91ns 0.505

Galat 12 0.9130 0.0761

Total 17 1.2599

Keterangan : ns=Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

[image:51.595.113.512.347.445.2]

Tabel 14 menyajikan uji lanjut Duncan berat kering akar semai sengon yang menunjukkan bahwa dosis A5 (50 ml/bibit) menghasilkan berat kering akar yang paling baik yaitu sebesar 1.03 gram atau meningkat 68.85 % apabila dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 14 Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat kering akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Perlakuan Berat Kering Akar (g) Persentase Peningkatan (%)

A0 (kontrol) 0.61

-A1 (10 ml) 0.74 21.31

A2 (20 ml) 0.94 54.09

A3 (30 ml) 0.88 44.26

A4 (40 ml) 0.76 24.59

A5 (50 ml) 1.03 68.85

4.1.7 Berat kering pucuk

[image:51.595.113.510.604.673.2]

Pengukuran berat kering pucuk dilakukan setelah pengukuran berat basah pucuk dan pucuk tersebut dikeringkan dalam oven selama 48 jam pada suhu 700C. Setelah bagian pucuk dioven kemudian dilakukan penimbangan dengan menggunakan timbangan analitik.

Tabel 15 Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat kering pucuk semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Sumber Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-hitung Pr > F

Dosis Ekstrak Rebung 5 2.454 0.491 2.86ns 0.063

Galat 12 2.060 0.172

Total 17 4.514

Keterangan : ns=Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

(52)
[image:52.595.115.511.168.266.2]

perlakuan A5 (50 ml/bibit) menghasilkan berat kering pucuk yang paling baik sebesar 2.47 gram atau meningkat 88.55% apabila dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 16 Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat kering pucuk semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Perlakuan Berat Kering Pucuk (g) Persentase Peningkatan (%)

A0 (kontrol) 1.31

-A1 (10 ml) 1.81 38.18

A2 (20 ml) 2.27 73.28

A3 (30 ml) 2.12 61.83

A4 (40 ml) 1.91 45.80

A5 (50 ml) 2.47 88.55

4.1.8 Berat kering total

[image:52.595.114.511.469.536.2]

Pengukuran berat kering total dilakukan pada semai dengan memisahkan bagian pucuk dan akar tanaman. Bagian pucuk dan akar tersebut kemudian dimasukan dalam kantong kertas dan dioven pada suhu 70oC selama 72 jam. Setelah dioven berat kering pucuk dan berat kering akar ditimbang, kemudian dilakukan penjumlahan antara berat kering pucuk dan berat kering akar sehingga diperoleh berat kering total semai sengon.

Tabel 17 Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat kering total semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Sumber Keragaman

Db Jumlah

Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-hitung Pr > F

Dosis Ekstrak Rebung 5 4.613 0.923 2.32ns 0.108

Galat 12 4.778 0.398

Total 17 9.391

Keterangan : ns=Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

(53)
[image:53.595.109.511.113.211.2]

Tabel 18 Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap berat kering total semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Perlakuan Berat Kering Total (g) Persentase Peningkatan (%)

A0 (kontrol) 1.92

-A1 (10 ml) 2.55 32.81

A2 (20 ml) 3.20 66.67

A3 (30 ml) 3.01 56.77

A4 (40 ml) 2.67 39.06

A5 (50 ml) 3.49 81.77

4.1.9 Nisbah pucuk akar

Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara berat kering pucuk dengan berat kering akar. Pertumbuhan tanaman yang normal dicirikan dengan nilai nisbah pucuk akar yang seimbang karena setiap pertumbuhan bagian atas akan selalu dimbangi dengan pertumbuhan akar.

Hasil sidik ragam (Tabel 19) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak rebung bambu betung tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar semai sengon.

Tabel 19 Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap nisbah pucuk akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Sumber Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-hitung Pr > F

Dosis Ekstrak Rebung 5 2.334 0.467 1.33ns 0.317

Galat 12 4.222 0.352

Total 17 6.556

Keterangan : ns=Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

[image:53.595.112.512.432.500.2]

Tabel 20 menyajikan data rata-rata nisbah pucuk akar yang menunjukkan bahwa pemberian dosis 50 ml/bibit ekstrak rebung bambu betung menghasilkan nisbah pucuk akar yang paling baik yaitu sebesar 3.12 atau meningkat 46.48 % apabila dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 20 Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap nisbah pucuk akar semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Perlakuan Nisbah Pucuk Akar Persentase Peningkatan (%)

A0 (kontrol) 2.13

-A1 (10 ml) 2.70 26.76

A2 (20 ml) 2.52 18.31

A3 (30 ml) 3.10 45.54

A4 (40 ml) 3.06 43.66

[image:53.595.113.510.658.757.2]
(54)

4.1.10 Jumlah daun

Pengukuran jumlah daun dilakukan pada akhir penelitian dengan cara menghitung daun majemuk semai sengon yang tersusun dalam malai. Berdasarkan sidik ragam (Tabel 21) dapat dilihat bahwa pemberian ekstrak rebung bambu betung tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun semai sengon.

Tabel 21 Sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap jumlah daun semai sengon umur 3 bulan di rumah kaca

Sumber Keragaman

Db Jumlah

Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-hitung Pr > F

Dosis Ekstrak Rebung 5 2.944 0.589 0.83ns 0.550

Galat 12 8.473 0.706

Total 17 11.418

Keterangan : ns=Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

[image:54.595.115.512.231.300.2]

Tabel 22 menyajikan data jumlah daun semai sengon yang menunjukkan bahwa perlakuan A5 (50 ml/bibit) memberikan jumlah malai daun terbanyak yaitu sebesar 9.60 malai atau meningkat 14.69 % apabila dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 22 Data pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap jumlah daun semai sengon umur 3 bulan di rumah kac

Gambar

Tabel 1   Studi penggunaan media untuk sengon yang sudah dilakukan
Tabel 2 Komposisi rebung mentah per 100 gram bagian yang dapat dimakan
Tabel 3  Persentase komposisi rebung bagian atas, tengah dan bawah yang dapat dimakan.
Tabel 4 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung terhadap pertumbuhan semai sengon umur 4 bulanParameterUji F
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sampai bambtrbetung berumur 34 BST, juml,l;lh buluh, jumlah rebung, bobot basab, dan kering イ・セオョァ@ mengikuti garis regresi linier positif mengikJtj pertambahan

Bahan yang digunakan adalah tunas bambu betung yang berasal dari kuInk- yang sudah bersih hasil percobaan Ruhiyat (1998) yang diperbanyak dengan menggunakan media MS + BAP.. 3

Judul Penelitian PENGARUH JENIS DAN LAMA PERENDAMAN BAMBU BETUNG {Delldrocaiamlls asper (schult f.) Backer ex Heyne} TERHADAP SERANGAN RA YAP TANAH

Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Dibimbing oleh SURYO WIYONO. Pengelolaan penyakit merupakan aspek penting dalam

Menyatakan bahwa skripsi “Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Dari Asinan Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper) Sebagai Inokulum Pada Daging Sapi

Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Dibimbing oleh SURYO WIYONO. Pengelolaan penyakit merupakan aspek penting dalam

Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai perbanyakan bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan cara setek cabang dan diberi zat pengatur

Untuk mengetahui apakah terjadi interaksi antara lama perendaman dan perlakuan macam pupuk kandang terhadap pertumbuhan bibit tanaman sengon solomon Paraserianthes falcataria L NilsenC.