PEMETAAN KESESUAIAN HABITAT Rafflesia patma Blume
DI CAGAR ALAM LEUWEUNG SANCANG
GARUT JAWA BARAT
PRISKA RINI HERDIYANTI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
PEMETAAN KESESUAIAN HABITAT Rafflesia patma Blume
DI CAGAR ALAM LEUWEUNG SANCANG
GARUT JAWA BARAT
PRISKA RINI HERDIYANTI
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
PRISKA RINI HERDIYANTI. Pemetaan Kesesuaian Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang Garut Jawa Barat. Di bimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan AGUS HIKMAT.Rafflesia patma Blume merupakan tumbuhan yang bersifat holopasit dan dioceous. Holoparasit merupakan tumbuhan yang sepenuhnya tergantung pada tumbuhan inang untuk keperluan nutrisi dan kelangsungan hidupnya, sedangkan dioceous merupakan individu tumbuhan yang memiliki bunga jantan dan bunga betina terpisah pada tumbuhan yang berbeda. (Nais 2001) R. patma merupakan spesies endemik Jawa. Salah satu habitat R.patma adalah Cagar Alam Leuweung Sancang. Pemetaan kesesuian habitat R. patma merupakan salah satu langkah dalam upaya pelestarian R. patma. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor fisik yang berpengaruh, model dan luas kesesuaian habitat R.patma di CA Leuweung Sancang.
Pengambilan data dilaksanakan di CA Leuweung Sancang pada bulan Agustus 2008. Pengolahan data dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Desember 2008. Penelitian ini menggunakan lima variabel fisik yaitu ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari sungai, LAI (Leaf Area Index) dan tanah. Pengolahan peta menggunakan software Arc View 3.2 dan Erdas Imagine 9.1. Pengolahan foto LAI menggunakan software Hemiview 2.1. Penentuan bobot model menggunakan Analisis Komponen Utama.
Berdasarkan Analisis Komponen Utama diperoleh 2 komponen utama dengan nilai vektor ciri sebesar 3,077 dan 1,148. Faktor fisik yang paling berpengaruh terhadap model kesesuaian habitat adalah jarak dari sungai dan kelompok tanah. Model yang digunakan untuk menentukan kesesuaian habitat R.patma di CA Leuweung Sancang adalah sebagai berikut Y = (3,077xFk1) + (3,077xFk2) + (1,148xFk3) + (1,148xFk4) +(1,148 x Fk5). Model kesesuaian habitat diklasifikan menjdi 3 kelas yaitu kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang dan kesesuaian rendah. Habitat yang mempunyai kesesuaian tinggi mempunyai luas sebesar 324 Ha, habitat yang mempunyai tingkat kesesuaian sedang sebesar 1701,435 Ha sedangkan habitat dengan kesesuaian rendah sebesar 692,893 Ha. Peta kesesuaian habitat dapat diterima dengan nilai validasi sebesar 93% untuk kelas kesesuaian habitat tinggi.
SUMMARY
PRISKA RINI HERDIYANTI. Suitable Habitat Mapping for Rafflesia patma Blume in Leuweung Sancang Nature Reserve Garut Jawa Barat. Under Supervision of LILIK BUDI PRASETYO and AGUS HIKMAT.
Rafflesia patma Blume is holopharasite and dioceous plant. Holopharasite means that it is completely dependent on the host plant for its nutrition and survival. Dioceous means having male and female flowers borne on separate plants. R.patma is Javan endemic plant. One of habitat R.patma is Leuweung Sancang Nature Reserve. R.patma prereservation could be done by suitability habitat mapping. The research was aimed to map suitable habitat of R.patma in Leuweung Sancang Nature Reserve.
The research was conducted at Leuweung Sancang Nature Reserve on August 2008. Analysis were conducted on October 2008 until December 2008. The research used 5 physical habitat variable such as altitude, slope, distance from river, soil, LAI (Leaf Area Index) and soil classification. Map analysis was ArcView 3.2 and Erdas Imagine 9.1,mean while LAI analysis was calculated by using Hemiview. Weighting were conducted by using determined used Principle Component Analysis.
There were two principle component with total initial eigenvalues 3,077 and 1,148. Physical habitat factor that gave significant effect on habitat suitability model were distance from river and soil classification. The model which was used to determine the habitat suitability in Leuweung Sancang Nature Reserve was Y = (3,077xFk1) + (3,077xFk2) + (1,148xFk3) + (1,148xFk4) +(1,148 x Fk5). The habitat suitability map were reclassified into three class, high, medium and low suitability. The result showed that were 324,373 hectares of high suitability habitat, 1701,435 hectares of medium suitability habitat and 692,893 hectares of high habitat. The habitat suitability map could be accepted by showing the validation about 93% for the high habitat suitability.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Kesesuaian
Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang Garut Jawa
Barat adalah benar – benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2009
Priska Rini Herdiyanti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 17 Januari 1986 sebagai
anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Henricus Sudadi dan Veronica
Sarbinah.
Penulis menempuh pendidikan SD di SD Kanisius Pugeran 1 Yogyakarta
pada tahun 1992 - 1997, kemudian penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 8
Yogyakarta pada tahun 2001. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan di
SMAN 7 Yogyakarta pada tahun 2004. Penulis diterima di IPB sebagai
mahasiswa Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB)
Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan penulis menjadi
anggota berbagai organisasi yaitu KEMAKI (Keluarga Mahasiswa Katolik),
UKM UKF (Uni Konservasi Fauna) sebagai anggota divisi konservasi karnivora
dan HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi) sebagai kelompok
pemerhati mamalia. Penulis melakukan kegiatan Praktek P3H (Praktek
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan) di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam
Kamojang, Cagar Alam Leuweung Sancang dan KPH Tasikmalaya pada tahun
2007. Penulis melakukan praktek kerja lapang profesi (PKLP) di Taman Nasional
Alas Purwo pada tahun 2008.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB,
pada akhir masa studi penulis menyusun skripsi dengan judul Pemetaan
Kesesuaian Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang
Garut Jawa Barat. Dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. dan Dr. Ir.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil di selesaikan sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB. Judul yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Pemetaan Kesesuaian Habitat Rafflesia patma Blume di
Cagar Alam Leuweung Sancang Garut Jawa Barat.
Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian ini tidak terlepas dari
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan rasa tulus
dan hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. dan Dr. Ir.Agus Hikmat, MSc.F. selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, nasehat, ilmu serta
dukungan moril.
2. Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc selaku dosen penguji dari Departemen
Hasil Hutan dan Ir. Edje Djamhuri selaku dosen penguji dari Departemen
Silvikultur.
3. Bapak, Ibu, Mas Iwan, Mas Ari, Mas Kus, Didit serta seluruh keluarga atas
kasih sayang, doa, cinta dan dukungan baik moril maupun materi.
4. Pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat.
5. Bapak Ruskindi dan Bapak Ade yang telah menemani penulis selama di
lapangan
6. Jenice Newberry dan Steve Ferzacca dari Lethbridge University atas bantuan
dana penelitian yang diberikan
7. KPAP Departemen KSH, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan
selama menyusun skripsi ini.
8. Desi Rizkya, terima kasih telah menjadi sahabat yang terbaik.
9. Ka’Rudi, Ajid, Kety, Puji dan Ai, terima kasih atas bantuan dalam mengolah
data.
10. Manda, melin, ines, iing, toa, nira, osin, hendri, febi, uwi dan semua
temen-teman KSH 41 terimah kasih atas persahabatan dan persaudaraan yang telah
11. Duma, Ka’Dila, Mbak Titi, Novi, dan semua penghuni Wisma AA, terima
kasih atas kebersamaannya.
12. Teh Resti atas bantuan selama penelitian dan menyusun skripsi.
13. Andreas Sugihardono, terima kasih telah membantu untuk belajar menjadi
lebih baik.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, tetapi
semoga karya ini dapat bermanfaat sebagai acuan dalam penelusuran informasi.
Bogor, Maret 2009
Penulis
DAFTAR ISI
2.1.1 Taksonomi dan morfologi ... 3
2.1.2 Habitat dan penyebaran ... 4
2.1.2.1 Definisi habitat ... 4
2.1.2.2 Habitat R. patma ... 4
2.1.2.3 Penyebaran R. patma ... 6
2.2 Penginderaan Jarak Jauh ... 6
2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 7
2.3.1 Definisi ... 7
2.3.2 Model data ... 8
2.3.3 Aplikasi sistem informasi geografis ... 8
3.4.4 Pembuatan peta LAI ... 14
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1 Sejarah dan Letak Kawasan ... 18
5.1 Faktor-faktor Penentu Kesesuaian Habitat.. ... 21
5.1.1 Ketinggian tempat ... 21
5.1.2 Kemiringan lereng.. ... 23
5.1.3 Jarak dari sungai. ... 25
5.1.4 LAI. ... 27
5.1.5 Tanah ... 28
5.2 Analisis Komponen Utama ... 33
5.3 Kesesuaian Habitat R.patma ... 34
5.3.1 Model kesesuaian habitat R.patma ... 34
PEMETAAN KESESUAIAN HABITAT Rafflesia patma Blume
DI CAGAR ALAM LEUWEUNG SANCANG
GARUT JAWA BARAT
PRISKA RINI HERDIYANTI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
PEMETAAN KESESUAIAN HABITAT Rafflesia patma Blume
DI CAGAR ALAM LEUWEUNG SANCANG
GARUT JAWA BARAT
PRISKA RINI HERDIYANTI
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
PRISKA RINI HERDIYANTI. Pemetaan Kesesuaian Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang Garut Jawa Barat. Di bimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan AGUS HIKMAT.Rafflesia patma Blume merupakan tumbuhan yang bersifat holopasit dan dioceous. Holoparasit merupakan tumbuhan yang sepenuhnya tergantung pada tumbuhan inang untuk keperluan nutrisi dan kelangsungan hidupnya, sedangkan dioceous merupakan individu tumbuhan yang memiliki bunga jantan dan bunga betina terpisah pada tumbuhan yang berbeda. (Nais 2001) R. patma merupakan spesies endemik Jawa. Salah satu habitat R.patma adalah Cagar Alam Leuweung Sancang. Pemetaan kesesuian habitat R. patma merupakan salah satu langkah dalam upaya pelestarian R. patma. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor fisik yang berpengaruh, model dan luas kesesuaian habitat R.patma di CA Leuweung Sancang.
Pengambilan data dilaksanakan di CA Leuweung Sancang pada bulan Agustus 2008. Pengolahan data dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Desember 2008. Penelitian ini menggunakan lima variabel fisik yaitu ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari sungai, LAI (Leaf Area Index) dan tanah. Pengolahan peta menggunakan software Arc View 3.2 dan Erdas Imagine 9.1. Pengolahan foto LAI menggunakan software Hemiview 2.1. Penentuan bobot model menggunakan Analisis Komponen Utama.
Berdasarkan Analisis Komponen Utama diperoleh 2 komponen utama dengan nilai vektor ciri sebesar 3,077 dan 1,148. Faktor fisik yang paling berpengaruh terhadap model kesesuaian habitat adalah jarak dari sungai dan kelompok tanah. Model yang digunakan untuk menentukan kesesuaian habitat R.patma di CA Leuweung Sancang adalah sebagai berikut Y = (3,077xFk1) + (3,077xFk2) + (1,148xFk3) + (1,148xFk4) +(1,148 x Fk5). Model kesesuaian habitat diklasifikan menjdi 3 kelas yaitu kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang dan kesesuaian rendah. Habitat yang mempunyai kesesuaian tinggi mempunyai luas sebesar 324 Ha, habitat yang mempunyai tingkat kesesuaian sedang sebesar 1701,435 Ha sedangkan habitat dengan kesesuaian rendah sebesar 692,893 Ha. Peta kesesuaian habitat dapat diterima dengan nilai validasi sebesar 93% untuk kelas kesesuaian habitat tinggi.
SUMMARY
PRISKA RINI HERDIYANTI. Suitable Habitat Mapping for Rafflesia patma Blume in Leuweung Sancang Nature Reserve Garut Jawa Barat. Under Supervision of LILIK BUDI PRASETYO and AGUS HIKMAT.
Rafflesia patma Blume is holopharasite and dioceous plant. Holopharasite means that it is completely dependent on the host plant for its nutrition and survival. Dioceous means having male and female flowers borne on separate plants. R.patma is Javan endemic plant. One of habitat R.patma is Leuweung Sancang Nature Reserve. R.patma prereservation could be done by suitability habitat mapping. The research was aimed to map suitable habitat of R.patma in Leuweung Sancang Nature Reserve.
The research was conducted at Leuweung Sancang Nature Reserve on August 2008. Analysis were conducted on October 2008 until December 2008. The research used 5 physical habitat variable such as altitude, slope, distance from river, soil, LAI (Leaf Area Index) and soil classification. Map analysis was ArcView 3.2 and Erdas Imagine 9.1,mean while LAI analysis was calculated by using Hemiview. Weighting were conducted by using determined used Principle Component Analysis.
There were two principle component with total initial eigenvalues 3,077 and 1,148. Physical habitat factor that gave significant effect on habitat suitability model were distance from river and soil classification. The model which was used to determine the habitat suitability in Leuweung Sancang Nature Reserve was Y = (3,077xFk1) + (3,077xFk2) + (1,148xFk3) + (1,148xFk4) +(1,148 x Fk5). The habitat suitability map were reclassified into three class, high, medium and low suitability. The result showed that were 324,373 hectares of high suitability habitat, 1701,435 hectares of medium suitability habitat and 692,893 hectares of high habitat. The habitat suitability map could be accepted by showing the validation about 93% for the high habitat suitability.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Kesesuaian
Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang Garut Jawa
Barat adalah benar – benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2009
Priska Rini Herdiyanti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 17 Januari 1986 sebagai
anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Henricus Sudadi dan Veronica
Sarbinah.
Penulis menempuh pendidikan SD di SD Kanisius Pugeran 1 Yogyakarta
pada tahun 1992 - 1997, kemudian penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 8
Yogyakarta pada tahun 2001. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan di
SMAN 7 Yogyakarta pada tahun 2004. Penulis diterima di IPB sebagai
mahasiswa Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB)
Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan penulis menjadi
anggota berbagai organisasi yaitu KEMAKI (Keluarga Mahasiswa Katolik),
UKM UKF (Uni Konservasi Fauna) sebagai anggota divisi konservasi karnivora
dan HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi) sebagai kelompok
pemerhati mamalia. Penulis melakukan kegiatan Praktek P3H (Praktek
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan) di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam
Kamojang, Cagar Alam Leuweung Sancang dan KPH Tasikmalaya pada tahun
2007. Penulis melakukan praktek kerja lapang profesi (PKLP) di Taman Nasional
Alas Purwo pada tahun 2008.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB,
pada akhir masa studi penulis menyusun skripsi dengan judul Pemetaan
Kesesuaian Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang
Garut Jawa Barat. Dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. dan Dr. Ir.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil di selesaikan sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB. Judul yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Pemetaan Kesesuaian Habitat Rafflesia patma Blume di
Cagar Alam Leuweung Sancang Garut Jawa Barat.
Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian ini tidak terlepas dari
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan rasa tulus
dan hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. dan Dr. Ir.Agus Hikmat, MSc.F. selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, nasehat, ilmu serta
dukungan moril.
2. Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc selaku dosen penguji dari Departemen
Hasil Hutan dan Ir. Edje Djamhuri selaku dosen penguji dari Departemen
Silvikultur.
3. Bapak, Ibu, Mas Iwan, Mas Ari, Mas Kus, Didit serta seluruh keluarga atas
kasih sayang, doa, cinta dan dukungan baik moril maupun materi.
4. Pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat.
5. Bapak Ruskindi dan Bapak Ade yang telah menemani penulis selama di
lapangan
6. Jenice Newberry dan Steve Ferzacca dari Lethbridge University atas bantuan
dana penelitian yang diberikan
7. KPAP Departemen KSH, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan
selama menyusun skripsi ini.
8. Desi Rizkya, terima kasih telah menjadi sahabat yang terbaik.
9. Ka’Rudi, Ajid, Kety, Puji dan Ai, terima kasih atas bantuan dalam mengolah
data.
10. Manda, melin, ines, iing, toa, nira, osin, hendri, febi, uwi dan semua
temen-teman KSH 41 terimah kasih atas persahabatan dan persaudaraan yang telah
11. Duma, Ka’Dila, Mbak Titi, Novi, dan semua penghuni Wisma AA, terima
kasih atas kebersamaannya.
12. Teh Resti atas bantuan selama penelitian dan menyusun skripsi.
13. Andreas Sugihardono, terima kasih telah membantu untuk belajar menjadi
lebih baik.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, tetapi
semoga karya ini dapat bermanfaat sebagai acuan dalam penelusuran informasi.
Bogor, Maret 2009
Penulis
DAFTAR ISI
2.1.1 Taksonomi dan morfologi ... 3
2.1.2 Habitat dan penyebaran ... 4
2.1.2.1 Definisi habitat ... 4
2.1.2.2 Habitat R. patma ... 4
2.1.2.3 Penyebaran R. patma ... 6
2.2 Penginderaan Jarak Jauh ... 6
2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 7
2.3.1 Definisi ... 7
2.3.2 Model data ... 8
2.3.3 Aplikasi sistem informasi geografis ... 8
3.4.4 Pembuatan peta LAI ... 14
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1 Sejarah dan Letak Kawasan ... 18
5.1 Faktor-faktor Penentu Kesesuaian Habitat.. ... 21
5.1.1 Ketinggian tempat ... 21
5.1.2 Kemiringan lereng.. ... 23
5.1.3 Jarak dari sungai. ... 25
5.1.4 LAI. ... 27
5.1.5 Tanah ... 28
5.2 Analisis Komponen Utama ... 33
5.3 Kesesuaian Habitat R.patma ... 34
5.3.1 Model kesesuaian habitat R.patma ... 34
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Luas tiap kelas ketinggian ... 21
2. Luas tiap kelas kemiringan lereng... 23
3. Luas tiap kelas buffer sungai... 25
4. Luas tiap kelas LAI ... 28
5. Luas tiap kelas Tanah ... 31
6. Keragaman total komponen utama ... 33
7. Vektor ciri dari PCA ... 34
8. Bobot masing-masing variabel ... 34
9. Skor tiap variabel ... 35
10. Luas tiap kelas kesesuaian habitat... 36
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Rafflesia patma Blume ……… 3
2. Peta lokasi penelitian... 11
3. Bagan alir tahapan penelitian ... 12
4. Proses pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng ... 13
5. Proses pembuatan peta jarak sungai ... 14
6. Proses pembuatan peta digital ... 15
7. Peta ketinggian CA Leuweung Sancang ... 22
8. Peta kemiringan lereng CA Leuweung Sancang ... 24
9. Peta jarak dari sungai CA Leuweung Sancang ... 26
10. Foto LAI ... 27
11.Peta LAI CA Leuweung Sancang ... 29
12.Peta tanah CA Leuweung Sancang ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Koordinat titik Rafflesia patma beserta jumlahnya………. 42
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Rafflesiaceae merupakan famili tumbuhan yang terdiri dari kurang lebih
55 spesies dan terbagi dalam 8 genus. Salah satu spesies tumbuhan anggota
famili Rafflesiaceae adalah Rafflesia patma Blume. Spesies ini merupakan
tumbuhan unik karena bersifat holoparasit dan dioceous. Holoparasit merupakan
tumbuhan yang sepenuhnya tergantung pada tumbuhan inang untuk keperluan
nutrisi dan kelangsungan hidupnya, sedangkan dioceous merupakan tumbuhan
yang memiliki bunga jantan dan bunga betina terpisah pada tumbuhan yang
berbeda. (Nais 2001)
Menurut Mogea et al. (2001) R. patma merupakan tumbuhan langka
Indonesia yang takson dan populasinya cenderung berkurang, baik dalam dalam
jumlah individu,populasi maupun keanekaragaman genetisnya. Jika tidak ada
usaha pelestarian yang optimal maka akan mengalami kepunahan.
Cagar Alam Leuweung Sancang merupakan salah satu habitat R. patma.
Secara administratif CA Leuweung Sancang terletak di desa Sancang dan desa
Sagara Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kawasan hutan
Leuweng Sancang telah ditunjuk menjadi CA Leuweng Sancang berdasarkan
Surat Keputusan Menteri No. 370/Kpts /Um/6/1978 tanggal 4 Juni 1978 dengan
luas 2.157 ha.
Populasi R. patma di CA Leuweung Sancang diindikasikan mengalami
penurunan. Berdasarkan penelitian Priatna (1989) jumlah individu yang
ditemukan adalah sebanyak 256 individu dan data terbaru berdasarkan penelitian
Suwartini (2008) jumlah individu yang ditemukan adalah 190 individu. Penurunan
yang terjadi pada R. patma diduga karena adanya perambahan hutan yang besar
dan mengalami puncaknya pada saat terjadi krisis ekonomi melanda Indonesia.
Pemetaan kesesuaian habitat R. patma merupakan salah satu langkah
dalam upaya pelestarian R. patma. Habitat yang potensial bagi R. patma di CA
mengenai pemetaan habitat dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan
pelestarian yang akan dilakukan.
1.2Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk
1. Menentukan faktor fisik yang berpengaruh terhadap kesesuaian habitat
R. patma di CA Leuweung Sancang.
2. Menentukan model kesesuaian habitat R. patma di CA Leuweung Sancang.
3. Menentukan luas kesesuaian habitat R. patma di CA Leuweung Sancang.
1.3Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rafflesia patma Blume 2.1.2 Taksonomi dan morfologi
Menurut Zuhud et al. (1998),
Rafflesia patma Blume merupakan salah
satu spesies dari sekitar 50 spesies
marga Rafflesiaceae. Berdasarkan
klasifikasi dunia tumbuhan, R. patma
dikelompokkan ke dalam:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Anak kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Aristolochiales
Suku : Rafflesiaceae
Marga : Rafflesia
Spesies : Rafflesia patma Blume
Spesies R. patma merupakan tumbuhan holoparasit yaitu tumbuhan yang
sepenuhnya bergantung pada tumbuhan lain untuk makanannya. R. patma tidak
memiliki klorofil, tetapi mempunyai akar hisap (haustorium) yang berfungsi
sebagai penyerap nutrisi yang dibutuhkan. ( Zuhud et al. 1998)
Disamping itu R. patma adalah tumbuhan dioceous yaitu tumbuhan yang
bunga jantan dan betina terpisah pada tumbuhan yang berbeda. Knop dan bunga
jantan memiliki anter sedangkan knop dan bunga betina tidak memiliki anter.
Bunga betina lebih pendek dan luas dibanding bunga jantan.(Nais 2001)
Menurut Mogea (2001) bunga R. patma berwarna merah kecoklatan
dengan bintil-bintil keputih-putihan. Bunga yang mekar sempurna berdiameter
20-30 cm. Penyerbukan bunga dilakukan oleh lalat hijau. Buah masak kira-kira 1
tahun setelah penyerbukan. Pertumbuhan dari kecambah hingga bunga mekar
diperkirakan lebih dari 2 tahun. Bunga mekar selama selama 2-3 hari. Pemencaran
2.1.2 Habitat dan penyebaran 2.1.2.1 Definisi habitat
Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat merupakan suatu kesatuan
fisik maupun biotik yang digunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak
satwaliar. Soerianegara dan Indrawan (2005) menyebutkan bahwa habitat adalah
tempat tumbuh bagi organisme.
Menurut Odum (1994) habitat suatu organisme atau sekelompok
organisme (populasi) merupakan tempat organisme tersebut hidup termasuk
organisme lain dan lingkungan abiotiknya. Habitat juga dapat menunjukan tempat
yang diduduki oleh suatu komunitas atau dengan kata lain habitat merupakan
alamat dari suatu organisme dimana organisme itu dapat dijumpai.
Habitat tumbuhan terbagi dalam komponen biotik dan abiotik. Komponen
biotik terdiri dari tipe dan struktur vegetasi, serta fauna yang hidup dalam tipe
dan struktur vegetasi tersebut, sedangkan komponen abiotik meliputi iklim, tanah
dan topografi. Parameter iklim terdiri dari suhu, kelembaban, radiasi matahari,
intensitas penyinaran, lama penyinaran, penetrasi cahaya, curah hujan dan
angin.(Zuhud et al. 1998)
2.1.2.2 Habitat R. patma
Rafflesia tumbuh pada akar dan batang tumbuhan inang dari genus
Tetrasigma yaitu dari spesies Tetrastigma lanceolarium dan Tetrastigma
papilosum. R. patma tumbuh pada akar dan batang yang menggantung di atas
lantai hutan (Zuhud et al. 1998). Menurut Meijer (1997), inang R. patma
biasanya adalah tumbuhan Tetrastigma leucostaphylum, tetapi juga bisa hidup
pada inang Tetrastigma glabratum.
Menurut Zuhud et al. (1998) jenis tanah tempat tumbuh inang R. patma
adalah regosol, kelas tekstur tanah lembung perpasir, konsistensi tanah gembur
dengan kelas drainase baik, pH tanah agak masam sampai netral, kandungan C
organik dan Ca sangat tinggi, K dan Na sedang sedangkan P tersedia sangat
rendah. Iklim type B (Schmidt dan Ferguson) dengan kelembaban 85-94 % dan
Menurut Van Den Brink (1963) diacu dalam Jamil (1998), Tetrastigma sp.
dikelompokkkan ke dalam:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Anak Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rhamnales
Suku : Vitaceae
Marga : Tetrastigma
Spesies yang menjadi inang R.patma adalah Tetrastigma leucostaphylum
(Dennst.) Alston ex Mabb. Sinonim: Cissus lanceolaria Roxb, Cissus
leucostaphyla Dennst, Tetrastigma lanceolarium Planch dan Tetrastigma
papilosum
Penampakan luar Tetrastigma sp. mempunyai permukaan batang yang
tidak merata, kulit batang lunak dan pecah-pecah, serta mengandung banyak air.
Penampakan melintang batang agak bulat lonjong, dengan diameter batang yang
keluar dari permukaan tanah dari beberapa milimeter hingga tidak lebih dari
15cm. Batang tidak melilit pohon penunjang seperti pada liana lainnya, melainkan
merambat dari pohon ke pohon dengan mengeluarkan sulur-sulur dari pangkal
tangkai daun dan menempel atau melilit pohon penunjangnya sehingga batang
dapat dengan kokoh merambat pohon penunjang untuk mencari sinar matahari ke
puncak tajuk. Daun majemuk dengan bentuk menjari, terdiri dari 3 helai daun.
(Zuhud et al. 1993)
Pertumbuhan dan perkembangan perakaran Tetrastigma sp cenderung
horizontal, tidak jauh dari permukaan tanah, umumnya pada lapisan tanah teratas,
sistem perakarannya memiliki banyak cabang. Akarnya umumnya muncul dan
ditemui di permukaan tanah, tetapi ada juga yang tertimbun tanah.
(Zuhud et al. 1993)
Menurut Zuhud et al. (1993) pohon yang dirambati oleh Tetrastigma sp
tidak terkait pada jenis, tetapi terkait pada bentuk fisik pohon yang tinggi, serta
memiliki batang yang kuat untuk dirambati. Mogea (2001) mengungkapkan
berbagai jenis pohon yaitu Pogamia pinnata, Nessia altissima, Tabernaemontana
sphaerocarpa, Pterospermum diversifolium.
2.1.2.3 Penyebaran R.patma
R. patma merupakan spesies endemik Jawa khususnya Jawa Barat dan
Jawa Tengah. R. patma dapat ditemukan di 3 tempat yaitu Nusa Kambangan
Jawa Tengah, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran Jawa
Barat dan Cagar Alam Leuweng Sancang Jawa Barat. (Zuhud et al. 1998)
Penyeberan R. patma di CA Leuweng Sancang secara sporadis meliputi
areal yang berdekatan dengan pantai pada ketinggian berkisar antara 0-35 m dpl
dan jarak dari pantai berkisar antara 5-700 m. Kemiringan lahan umumnya datar
atau tidak lebih dari 5%. (Zuhud et al. 1998)
Penelitian R. patma di CA Leuweung Sancang, antara lain dilakukan oleh
Priatna (1989) dan Suwartini (2008). Berdasarkan kedua penelitian tersebut,
penyebaran habitat R. patma yang berada di CA Leuweung Sancang mendekat ke
arah pantai. Populasi R. patma cenderung mengalami penurunan, Priatna (1989)
menemukan R. patma sebanyak 256 individu di 5 lokasi plot penelitian,
sedangkan Suwartini (2008) menemukan sebanyak 190 individu di 9 lokasi plot
penelitian. Kecenderungan penurunan ini disebabkan oleh penurunana kualitas
habitat akibat perambahan hutan yang mengalami puncaknya pada saat krisis
ekonomi.
2.2 Penginderaan Jarak Jauh
Menurut Lo (1995) penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk
mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh
tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang
selanjutnya diproses dan diinterpretasi untuk memperoleh data yang bermanfaat
untuk aplikasi bidang pertaniaan, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi,
perencanaan dan bidang-bidang lainnya.
Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses membaca. Dengan
diperoleh dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi mengenai objek, daerah
atau fenomena yang diteliti. (Lillesand dan Kiefer 1990)
Pengumpulan data penginderaan jauh dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor.
Objek yang diindera adalah objek yang terletak di permukaan bumi, di atmosfer,
dan di antariksa. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang digunakan
dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang dan distribusi energi
elektromagnetik. (Purwadhi 2001)
Data penginderaan jauh dapat berupa citra dan atau non citra. Secara
definitif citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu objek dari pantulan atau
pancaran radiasi elektromagnetik objek yang direkam dengan cara optik,
elekto-optik, optik-mekanik, atau elektronik. Citra penginderaan jauh merupakan
gambaran yang mirip dengan wujud aslinya yang mempunyai sifat optik, analog
dan digital. Data non citra sendiri dapat berupa grafik, diagram dan numerik.
(Purwadhi 2001)
2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.3.1 Definisi
Menurut Aronoff (1989) diacu dalam Prahasta (2002) Sistem Informasi
Geografis (SIG) adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk
mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek atau fenomena dimana
lokasi geografi merupakam karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis.
Dengan demikian SIG merupakan sistem komputer yang mempunyai memiliki
empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi:
a. Masukan
b. Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data)
c. Analisis dan manipulasi data
2.3.2 Model data
Menurut Prahasta (2002) model data merupakan kumpulan perangkat
konseptual yang digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan data,
hubungan (relasi) antar data, sematik (makna) data dan batasan. Dalam SIG
dikenal 2 model data yaitu:
1 Model data raster
Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial
dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid.
Setiap piksel atau sel memiliki atribut tersendiri termasuk koordinat yang unik.
Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya
(sel grid)
2 Model data vektor
Model data vektor menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial
dengan menggunakan titik-titik, garis-garis atau kurva atau poligon beserta
atribut-atributnya. Dalam data vektor, bentuk dasar representasi data spasial
didefinisiskan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x,y)
2.3.3 Aplikasi sistem informasi geografis
Penelitian dalam bidang kehutanan yang menggunakan aplikasi Sistem
Informasi Geografis telah banyak digunakan, contoh penelitian tersebut adalah:
1. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh untuk Model
ANSWER dalam Memprediksi Erosi dan Sedimentasi (Studi Kasus : DTA
Cikopol sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor). Oleh Arini, tahun 2005
2. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pemetaan Kesesuaian
Habitat Kedawung (Parkia timoriana (D.C Merr) Di Taman Nasional Meru
Betiri. Oleh Joko Nugrah Sebastian, tahun 2007
3. Pemodelan Spasial kesesuaian Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae Pocock, 1929) di Resort Ipuh-Seblat,seksi Konservasi Wilayah II
Taman Nasional Kerinci Seblat. Oleh Rudiansyah, tahun 2007.
4. Pemodelan Spasial Habitat Katak Pohon Jawa (Rhacophorus javanicus
Boettger, 1893) dengan Menggunakan GIS dan Citra Satelit TNGP, Jawa
5. Pemetaan Kesesuaian Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam dan
Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran dengan Menggunakan Aplikasi
Sistem Informasi Geografis. Oleh Arie Santy Gamasari, tahun 2007.
2.4 Leaf area index (LAI)
Menurut Nemani dan Running (1998) diacu dalam Setiawan (2006) Leaf
Area Index (LAI) didefinisikan sebagai nisbah luas daun dan luas lahan tegakan
yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk. LAI juga dapat
diartikan sebagai setengah dari penutupan total luas permukaan oleh daun per unit
lantai tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk (Butson
et al. 2002 diacu dalam Djumhaer 2003)
LAI merupakan salah satu indikator untuk menentukan intensitas radiasi
yang dapat diserap oleh tanaman untuk proses fotosintesis, selain itu LAI juga
merupakan peubah struktur tunggal yang banyak digunakan untuk menghitung
karakteristik pertukaran energi dan massa pada sebuah ekosistem terestrial seperti
intersepsi, transpirasi, fotosintesis netto dan asimilasi kanopi (Villalobos et al.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data lapang dilaksanakan di habitat Rafflesia patma Blume
Cagar Alam Leuweung Sancang Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat pada bulan
Agustus 2008. Pengolahan data lapang dan sekunder akan dilakukan di
Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB pada
bulan Oktober 2008 –Desember 2008. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 2.
3.2Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi: kamera dengan lensa
fisheye, kamera digital, tripod, GPS (Global Positioning System), meteran, alat
tulis, seperangkat PC beserta software Hemiview 2.1, ArcView 3.2, Erdas
Imagine 9.1. dan SPSS 1.6.
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi: citra lansat, peta
topografi, peta batas, peta kontur, peta jenis tanah dan peta jaringan sungai.
3.3Jenis Data yang Dikumpulkan Data primer yang meliputi:
1. Titik keberadaan R. patma.
2. Ground Control Point (GCP) untuk setiap penutupan lahan
3. Nilai LAI ( Leaf Area Index) di setiap tipe penutupan lahan dan di setiap
tempat ditemukannya R.patma
Data sekunder meliputi: bio-ekologi R. patma, kondisi umum lokasi, citra
lansat, peta topografi, peta batas, peta kontur, peta tanah dan peta jaringan sungai
3.4Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahapan. Bagan alir tahapan
Analisis peta Survey lapang
Tidak Ya
3.4.1 Pengambilan data di lapangan
Data Ground Control Point diperoleh dengan mengambil titik pada GIS.
Titik keberadaan R. patma diperoleh dengan mengambil titik pada GPS di setiap
titik keberadaan R .patma. Sedangkan nilai LAI diambil menggunakan metode
hemispherycal photograph (hemipot.) Data ini diperoleh dengan cara mengambil
foto dari bawah (lantai hutan), menggunakan kamera dengan lensa Fisheye yang
diletakkan pada tripod. Data yang diperoleh merupakan data foto.
3.4.2 Pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng
Peta ketinggian dan kemiringan lerang dibuat dari peta kontur yang
dianalisis menggunakan software Arcview GIS 3.3 sehingga diperoleh TIN
(Triangulated Irregular Network). TIN adalah model data vektor berbasiskan
topologi yang digunakan untuk mempresentasikan data permukaan bumi. Setelah
TIN terbentuk selanjutnya dilakukan pengolahan terhadap TIN tersebut untuk
memperoleh peta ketinggian dan peta kelerengan dengan data berbasis raster.
Proses pembuatan peta ketinggian dan peta kemiringan lereng disajikan pada
Gambar 4.
TIN (Trianggulated Irregular Network)
DEM (Digital Elevation Model) Peta kontur
Peta ketinggian Slope
Peta kemiringan l
3.4.3 Pembuatan peta jarak dari sungai
Peta jarak sungai dibuat dari peta digital jaringan sungai yang dianalisis
menggunakan software Arcview GIS 3.2. Proses pembuatannya dapat dilihat dari
Gambar 5.
Create buffer (ArcviewGIS 3.2)
Peta jarak sungai Peta sungai
Gambar 5 Proses pembuatan peta jarak sungai.
3.4.4 Pembuatan peta leaf area index (LAI)
Peta LAI (Leaf Area Index) dibuat dengan cara melakukan analisis spasial
model persamaan linear berganda pengaruh NDVI terhadap LAI dengan NDVI.
NDVI (Normalization Difference Vegetation Index) adalah nilai tengah dari
spektral yang didapat dari gelombang elektromagnetik merah (red) dan
inframerah dekat. Perhitungan NDVI menurut rumus:
NDVI
=
Model persamaan regresi linear berganda yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 1.6.
Sebelum dilakukan analisis spasial antara model persamaan dengan nilai LAI
maka model harus diuji terlebih dahulu yaitu uji F dan uji t. Pada uji F bila nilai
dilakukan untuk menguji signifikansi konstanta dari setiap variabel independen.
Dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho : Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen tidak nyata
Ha : Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen nyata
Pengambilan keputusan dengan melihat nilai probabilitas:
Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima
Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak
3.4.5 Pembuatan peta tanah
Peta tanah CA Leuweung Sancang diperoleh dengan cara melakukan
digitasi on screen dengan menggunakan software Arcview GIS 3.2. dari Peta
Satuan Lahan Daerah Priangan Selatan Propinsi Jawa Barat tahun 1991 yang
dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Proses pembuatan peta digital dapat dilihat pada
Gambar 6.
scan
Screen digitizing
editing
antributing
Transformasi koordinat
Peta digital Peta analog
3.5Analisis Data
3.5.1 Analisis komponen utama (Principle component analysis)
Analisis komponen utama dilakukan dengan menggunakan software SPSS
1.6. Analisis komponen utama dilakukan untuk mengetahui faktor fisik yang
paling berpengaruh terhadap sebaran R.patma, berdasarkan letak titik ditemukan
R.patma dengan masing-masing layer yaitu ketinggian, kemiringan lereng, jarak
sungai, dan LAI. Selanjutnya dari hasil PCA dapat ditentukan bobot
masing-masing faktor yang paling berpengaruh terhadap sebaran R.patma.
3.5.2 Peta kesesuaian habitat R. patma
Hasil analisis PCA digunakan untuk menentukan bobot masing-masing
variabel habitat yang diteliti untuk analisis spasial, sehingga diperoleh persamaan
kesesuaian habitat sebagai berikut:
Y = (aFk1 + bFk2 + cFk3 + dFk4 + eFk5)
Y = Indeks Kesesuaian Habitat
a-e = Nilai bobot setiap variabel
Fk1 = Faktor ketinggian
Fk2 = Faktor kemiringan lereng
Fk3 = Faktor jarak dari sungai
Fk4 = Faktor LAI
Fk5 = Faktor kelompok tanah
3.5.3 Kelas kesesuaian habitat R. patma
Peta kesesuaian habitat R.patma akan dikelaskan menjadi 3 kelas
kesesuaian yaitu kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang dan kesesuaian rendah.
Nilai selang klasifikasi kesesuaian habitat dihitung dari nilai tertinggi dikurangi
nilai terendah dimana hasilnya kemudian dibagi dengan banyaknya klasifikasi
kesesuaian habitat.
Keterangan:
Smaks = nilai indeks kesesuaian habitat tertinggi
Smin = nilai indeks kesesuaian habitat terendah
K = banyaknya kelas kesesuaian habitat
3.5.4 Validasi model
Validasi model dilakukan untuk mengetahui nilai akurasi klasifikasi
kesesuaian habitat. Validasi dilakukan dengan menggunakan titik R. patma yang
dilakukan oleh Suwartini (2008). Validasi dilakukan dengan membandingkan
jumlah seluruh individu R.patma yang terdapat di tiap kelas kesesuaian habitat
dengan jumlah seluruh jumlah individu yang digunakan untuk validasi.
Validasi = x 100%
Keterangan:
n = jumlah R. patma (Suwartini 2008) pada satu kelas kesesuaian
BAB IV
KONDISI UMUM KAWASAN
4.1 Sejarah dan Letak Kawasan
Kawasan hutan Leuweung Sancang telah ditunjuk berdasarkan Surat
Keputusan Menteri No. 370/Kpts /Um/6/1978 tanggal 4 Juni 1978 dengan luas
2.157 ha menjadi Cagar Alam Leuweung Sancang. CA Leuweng Sancang secara
astronomis terletak antara 7°40’44” - 7°44’47” Lintang Selatan dan 107°48’17” –
107°54’44” Bujur Timur.
Menurut Keputusan Menteri No. 370/Kpts/Um/6/1978 tanggal 9 Juni
1978, batas wilayah CA Leuweung Sancang adalah:
• Sebelah Utara : Perkebunan Mira Mare • Sebelah Timur : Sungai Cikangean • Sebelah Selatan : Samudera Hindia
• Sebelah Barat : Samudera Hindia dan Sungai Cisanggiri Secara administratif CA Leuweung Sancang terletak di desa Sancang dan
desa Sagara Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berdasarkan
pengelolaan, kawasan tersebut berada di bawah pengelolaan Seksi Konservasi
Wilayah II Garut, Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Ciamis, Balai Besar
Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat. Kawasan CA Leuweng Sancang
berada di wilayah kecamatan Cibalong yang meliputi 7 desa, yaitu desa Sancang,
Sagara, Maroko, Mekarsari, Karyamukti, Simpang dan Karyasari.
5.2 Fisik Kawasan 4.2.1 Topografi
Pada umumnya kondisi topografi kawasan CA Leuweung Sancang adalah
kombinasi daratan landai dan perbukitan. Bagian selatan dan barat sebagian besar
landai sedangkan bagian timur berbukit. Kawasan ini memiliki ketinggian 0
4.2.2 Iklim
Menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson, kawasan CA Leuweung Sancang
termasuk dalam tipe iklim B yaitu tipe basah dengan suhu rata-rata 26°C - 28°C,
curah hujan rata-rata 2.626 mm/tahun, kelembaban udara berkisar antara 70 – 90
% dan bulan basah normal 6 – 8 bulan.
4.2.3 Hidrologi
Dalam kawasan CA Leuweng Sancang terdapat beberapa sumber air yang
mengalir sepanjang tahun seperti sungai Cimerak, Cibaluk, Cijeruk, Cipalawah,
Cipanyawungan, Cipangikisan, Cipunaga, Cisaja, Cicukangjambe, Cipadarum,
Ciporeang, Cipangisikan, Cikaengan dan Cipanglem.
4.3. Biotik 4.3.1 Flora
Potensi flora kawasan CA Leuweng Sancang sangat beraneka ragam
dengan beberapa tipe vegetasi seperti hutan payau, hutan pantai, hutan hujan
dataran rendah, hutan sekunder, dan semak belukar. Penggolongan ini didasarkan
atas penyebaran, sifat, dan bentuk vegetasi.
Hutan payau dicirikan dengan selalu tergenang air asin atau payau dan
berada di daerah pasang surut air laut. Jenis hutan ini terdapat di sungai Cibako,
Cipunaga, Cipalawah, dan Cikalomberan. Vegetasi yang ditemui adalah jenis
kaboa (Aegiceros corniculata Linn), tancang (Bruguiera conjugata Linn), bakau
(Rhizophora mucronata Lamk), dan Pedada (Sonneratia acida Linn).
Hutan pantai berada di daerah sungai Cisanggiri sampai sungai Cijeruk.
Vegetasi yang ditemui yaitu baringtonia (Baringtonia asiatica), borogondolo
(Hernandia peltata), dadap cangkring (Erythrina litosperma), ketapang
(Terminalia catappa), dan pandan laut (Pandanus sp.).
Hutan hujan dataran rendah sebagian besar menutupi kawasan CA
Leuweung Sancang mencakup daerah utara dari pantai (sepanjang 3 km dari
pantai) sampai daerah hutan sekunder. Jenis Vegetasi yang mendominasi adalah
laban (Vitex pubescens), kiara (Ficus sp.), palahlar (Dipterocarpus sp.), dan putat
4.3.2 Fauna
CA Leuweung Sancang mempunyai potensi fauna yang sangat beragam.
Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilaksanakan oleh Sub Balai KSDA Jabar II,
terdapat 9 jenis mamalia, 22 jenis burung dan 3 jenis reptil. Jenis mamalia yang
sering dijumpai adalah banteng (Bos javanicus), owa (Hylobates moloch), monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbitys tracypitheus auratus),
kucing hutan (Felis bengalensis), kijang muncak (Muntiacus muntjak), kancil
(Tragulus javanicus), dan jelarang (Ratufa bicolor). Sedangkan jenis burung yang
sering dijumpai adalah kangkareng (Anthrococepos convectus), walik (Chalpos
indica), julung tumpuk (Megalaima convina). Jenis reptil yang dapat dijumpai
adalah ular sanca (Python molurus), biawak (Varanus salvator) dan ular hijau
(Tracyphecus auratus).
Pada CA Laut Sancang mempunyai potensi laut yang tinggi dengan
beranekaragamnya biota laut. Biota laut tersebut antara lain fauna karang seperti
Fovia sp., Ganiopora sp., Favites sp., Poritos sp., Anemon sp. Jenis ikan hias
seperti Labroides sp., Chaetodon sp., Cephalopolis sp., dan lain-lain. Jenis
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Faktor-faktor Penentu Kesesuaian Habitat5.1.1 Ketinggian tempat
Berdasarkan data yang diperoleh titik-titik keberadaan R. patma berkisar
antara 0-26 m dpl. Menurut Meijer (1997), habitat Rafflesia patma berada pada
ketinggian di bawah 400 m dpl. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan
Zuhud et.al (1998) menyebutkan bahwa penyebaran R. patma di CA Leuweung
Sancang secara sporadis meliputi areal yang berdekatan dengan pantai pada
ketinggian berkisar antara 0-50 m dpl. Jarak antara ditemukannya R.patma
dengan pantai berkisar antara 5-700 m. Setiap jenis tumbuhan memiliki kisaran
tumbuh terhadap tinggi tempat dari permukaan laut. Tumbuhan akan tumbuh
secara maksimum bila tumbuh dalam kisaran tinggi tumbuhan
tersebut.(Soerianegara dan Indrawan 2005).
Berdasarkan data yang diperoleh CA Leuweung Sancang dapat dibagi
menjadi 5 kelas ketinggian yaitu 0-50 m, 50-100 m, 100-150 m, 150-200 m dan
200-250 m, dari kelima kelas tersebut kelas 0-50 m merupakan kelas yang terluas
yaitu sebesar 1586,063 Ha, kelas yang memiliki luas yang paling kecil adalah
kelas 200-250 m sebesar 1,422 Ha. Luas tiap kelas ketinggian dapat dilihat pada
Tabel 1. Peta ketinggian CA Leuweung Sancang dapat dilihat pada Gambar 7.
Tabel 1 Luas tiap kelas ketinggian
5.1.2 Kemiringan lereng
Kemiringan lereng atau slope adalah ukuran kemiringan dari suatu
permukaan yang dapat dinyatakan dalam derajat atau persen (Jaya 2002).
Kemiringan lereng dibagi menjadi 5 kelas yaitu yaitu datar dengan tingkat
kemiringan 0-8%, landai dengan tingkat kemiringan 8-15%, agak curam dengan
tingkat kemiringan 15-25%, curam dengan tingkat kemiringan 25-40% dan sangat
curam dengan tingkat 40-100%. Kemiringan lereng di lokasi penelitian
didominasi oleh kelas lereng datar dengan luas sebesar 1698,543 Ha, kemiringan
lereng terendah adalah kelas lereng sangat curam. Luas setiap kelas kemiringan
lereng disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Luas tiap kelas kemiringan lereng.
No Kemiringan lereng (%) Luas (Ha)
Titik keberadaan R. patma di CA Leuweung Sancang juga didominasi
pada kemiringan lereng 0-8%. Hal ini dikarenakan titik-titik tersebut menyebar di
sekitar pantai yang datar. Beberapa titik ditemukan pada kelas kemiringan lereng
landai. Titik R. patma tidak ditemukan pada kelas kemiringan lereng curam
sampai dengan sangat curam. Kondisi ini berbeda dengan R. patma yang terdapat
di CA Pananjung Pangandaran. Berdasarkan penelitian Gamasari (2007) R. patma
di CA dan TWA Pananjung Pangandaran ditemukan melimpah pada kelas datar
dan landai, dan juga masih dapat ditemui pada tingkat kemiringan lereng agak
curam meskipun tidak ditemui pada kelas kemiringan lereng curam sampai
5.1.3 Jarak dari sungai
Sungai berperan penting sebagai sumber air tawar bagi makhluk hidup
disekitarnya. CA Leuweung Sancang merupakan hilir beberapa sungai yang
mengalir di sekitar kawasan. Sungai-sungai yang terdapat di CA Leuweung
Sancang adalah sungai Cimerak, Cibaluk, Cijeruk, Cipalawah, Cipanyawungan,
Cipangikisan, Cipunaga, Cisaja, Cicukangjambe, Ciporeang, Cipangisikan,
Cikaengan dan Cipanglem. Sungai-sungai ini rata-rata mengalir sepanjang tahun
tetapi ada juga yang mengalami kekeringan pada musim kemarau.
Spesies R. patma merupakan tumbuhan holopasit yang menggantungkan
seluruh hidupnya pada inangnya yaitu Tetrastigma sp (Nais 2001). Semua nutrisi
yang dibutuhkan oleh R.patma diperoleh dari inangnya. Air mempengaruhi
pertumbuhan dari Tetrastigma, bila pertumbuhan Tetrastigma bagus maka nutrisi
yang dapat dibutuhkan oleh R.patma dapat tercukupi. Semakin dekat dengan
sungai maka diasumsikan cadangan air untuk Tetrastigma sp. cukup melimpah.
Pada penelitian ini jarak dari sungai di CA Leuweung Sancang dibagi
menjadi 5 kelas jarak dari sungai sungai yaitu 0-200 m, 200-400 m, 400-600 m,
600-800 m, dan 800-1000 m. Luas dari masing-masing jarak dari sungai disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas tiap kelas jarak dari sungai
No Jarak dari sungai Luas (Ha)
Berdasarkan hasil pengamatan R. patma ditemukan melimpah di sekitar
sungai. Semakin jauh dengan sungai, jumlah R. patma yang ditemukan makin
sedikit. Tidak ditemukan R. patma untuk kelas buffer sungai 600-800 m dan
800-1000 m. Peta jarak dari sungai CA Leuweung Sancang dapat dilihat pada
5.1.4 LAI (Leaf Area Index)
Peta LAI diperoleh dengan melakukan analisis regresi antara LAI dengan
NDVI. NDVI (Normalization Difference Vegetation Index) adalah nilai tengah
dari spektral yang didapat dari gelombang elektromagnetik merah (red) dan
inframerah dekat. Data LAI yang diambil dari lapangan berupa foto bukaan tajuk
yang kemudian diolah dengan software Hemiview untuk memperoleh nilai LAI.
Data foto LAI yang diperoleh di lapangan dapat dilihat pada Gambar 10.
(a) (b)
Gambar10 Pengambilan foto LAI dibawah tajuk hutan pantai(a), semak
belukar(b).
Nilai NDVI di setiap titik pengambilan data LAI kemudian regresikan
dengan nilai LAI itu sendiri dimana NDVI sebagai variabel bebas sedangkan LAI
sebagai variabel terikat. Rumus analisis regresi yang diperoleh adalah
Y = 0,236 + 5,193 X
Keterangan:
Y = LAI
X = NDVI
Berdasarkan analisis regresi dapat diketahui bahwa NDVI memiliki
hubungan yang kuat dengan LAI yang ditunjukkan dengan nilai R (koefisien
korelasi) sebesar 0,795. Menurut Soleh (2005) nilai hubungan variabel yang
berkisar antara 0,7 dan 0,9 menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut
kuat. Besarnya nilai R square sebesar 0.632 menunjukkan bahwa sebanyak
63,20% nilai LAI telah dapat dijelaskan oleh data NDVI sedangkan sebanyak
36,80% belum dapat dijelaskan oleh data NDVI.
Berdasarkan peta LAI yang telah dibuat berdasarkan nilai NDVI dan
Sancang berkisar antara 0-5. Kemudian peta LAI tersebut dikelaskan menjadi 5
kelas yaitu kelas 0-1, kelas 1-2, kelas 2-3, kelas 3-4, kelas 4-5. Kelas yang paling
mendominasi di CA Leuweung Sancang adalah kelas 0-1 dan 1-2. Hal ini
dikarenakan hutan yang terdapat di CA di Leuweng Sancang memiliki kerapatan
tajuk yang tidak rapat dan juga banyak ditemui penutupan lahan yang berupa
semak belukar. Semakin tinggi kerapatan tajuk suatu hutan maka semakin tinggi
pula nilai LAInya. Luas tiap-tiap kelas LAI disajikan dalam Tabel 4, sedangkan
peta LAI dapat dilihat pada Gambar 11.
Tabel 4 Luas tiap kelas LAI
Peta tanah CA Leuweung Sancang diperoleh dengan melakukan digitasi
dari Peta Satuan Lahan Daerah Priangan Selatan Propinsi Jawa Barat tahun 1991
yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Berdasarkan peta tersebut CA Leuweung Sancang
terbagi dalam 5 Kelompok tanah yaitu
1. Bfq 1.1
Kelompok tanah yang termasuk dalam grup marin. Terdapat di sekitar
pantai yang berselang-seling dengan cekungan, sedimen halus dan kasar.
Komposisi tanah yang terdapat dalam kelompok ini menurut United State
Department of Agriculture (USDA) adalah Tropopssament dan
2. Af 2.2.1
Merupakan kelompok tanah yang termasuk dalam grup aluvial, terdapat
sedimen halus, kelompok tanah yang berombak dengan kemiringan lereng
antara 3-8%. Komposisi tanah menurut USDA adalah Eutropepts dan
Tropaquent.
3. Af 4.1.0
Kelompok tanah ini termasuk dalam grup aluvial. Kelompok tanah ini
merupakan penyusun teras sungai dengan sedimen yang tidak dapat
dibedakan. Kemiringan lereng kelompok tanah ini kurang dari 3%, oleh
karena itu kemiringan lereng tanah ini tergolong datar. Komposisi tanah
menurut USDA adalah Tropaquepts dan Eutropepts.
4. Hdq 1.2.1
Kelompok tanah ini termasuk dalam grup perbukitan yang terdiri dari
perbukitan kecil dan perbukitan dengan pola random. Tanah ini memiliki
kemiringan lereng yang cukup curam yaitu antara 16-25 %. Komposisi
tanah menurut USDA adalah Hapludults, Dystropepts, Tropaquepts.
5. Hdq 1.3.2
Termasuk dalam grup tanah perbukitan yang memiliki pola random.
Kelompok tanah ini memiliki kemiringan lereng yang sangat curam yaitu
lebih dari 25%. Komposisi tanah yang terdapat dalam kelompok ini
menurut USDA adalah Hapudalft, Hapludults, Dystropepts, Tropaquepts.
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1992)
Kelompok tanah di CA Leuweung sancang didominasi oleh kelompok
tanah Hdq 1.2.1 dan Hdq.1.3.2. Kelompok tanah yang memiliki luasan paling
kecil adalah Af 4.1.0. Adapun luas tiap masing-masing kelompok tanah yang
Tabel 5 Luas tiap kelompok tanah
No Kelompok tanah Luas (Ha)
1 Bfq 1.1 692,242
2 Af 2.2.1 488,978
3 Af 4.1.0 1194,549
4 Hdq 1.2.1 2967,347
5 Hdq 1.3.2 2646,069
Menurut Zuhud et al. (1998), jenis tanah tempat tumbuh dari inang R.
patma adalah tanah regosol, kelas tanah lempung berpasir, konsistensi tanah
gembur dengan kelas drainase baik. Tanah yang memiliki pH masam sampai
dengan netral dengan kandungan karbon organik dan kalsium sangat tinggi, fosfor
tersedia sangat rendah dan nilai kalium dan natrium sedang.
Purwowidodo (1998) mengatakan bahwa untuk memudahkan penggalian
keterangan data tanah dapat dilakukan korelasi tanah yaitu suatu kegiatan yang
bertujuan untuk menetapkan kedudukan suatu taksa tanah dari suatu sistem
klasifikasi di dalam sistem klasifikasi lainnya. Jenis tanah regosol merupakan
jenis tanah menurut klasifikasi Puslitan Tanah dan FAO/Unesco. Jenis tanah
regosol berkorelasi dengan jenis tanah Pssament, Orthent dan Aquent menurut
klasifikasi tanah USDA. Peta kelompok tanah CA Leuweung Sancang disajikan
dalam Gambar 12.
5.2 Analisis Komponen Utama.
Analisis komponen utama atau Principal Component Analysis (PCA)
merupakan suatu teknik analisis statistik untuk mentransformasi peubah-peubah
asli yang masih saling berkorelasi satu dengan yang lain menjadi satu set peubah
baru yang tidak berkorelasi lagi. Peubah-peubah baru itu disebut sebagai
komponen utama. (Johnson dan Wichern 1982 diacu dalam Sekolah Tinggi Ilmu
Statistik 2006)
Berdasarkan analisis komponen utama menggunakan software SPSS 1.6.
didapatkan 5 komponen utama. Dari kelima komponen utama tersebut digunakan
2 komponen utama yang dianggap mampu menerangkan keragaman total data
dengan persentasi total sebesar 84,506% dan nilai total akar ciri telah melebihi
angka 1. Menurut Timm (1975) diacu dalam Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (2006)
proporsi keragaman yang dianggap cukup mewakili total keragaman data jika
keragaman kumulatif mencapai 70%-80%, sedangkan menurut Wuensch (2005)
pemilihan komponen utama yang digunakan adalah jika nilai akar cirinya lebih
dari 1. Nilai dari total akar ciri yang dimiliki oleh kedua komponen tersebut
digunakan sebagai bobot dalam pemetaan kesesuian habitat R. patma. Keragaman
total komponen utama dijelaskan pada Tabel 6.
Tabel 6 Keragaman total komponen utama
Komponen
Keeratan hubungan antara kelima variabel habitat kesesuaian R. patma dengan
komponen utama dapat dilihat dari vektor ciri dari PCA yang disajikan dalam
Tabel 7 Vektor ciri dari PCA
Variabel
Komponen Utama
1 2
kemiringan lereng -0,914 0,022
Ketinggian -0,879 0,048
Kelompok tanah 0,834 -0,463
Jarak dari sungai 0,831 0,217
LAI 0,286 0,940
Dari vektor ciri variabel habitat dengan komponen utama dapat dilihat
bahwa variabel kelompok tanah dan jarak dari sungai mempunyai hubungan yang
positif dan tinggi dengan komponen utama pertama, variabel kemiringan lereng
dan ketinggian memiliki hubungan potisif yang rendah dengan komponen utama
kedua, sedangkan LAI mempunyai hubungan yang positif dan tinggi dengan
komponen utama kedua. Bobot dalam tiap variabel dalam pemodelan kesesuaian
habitat didapatkan dari skor total PCA masing-masing komponen utama yang
memiliki hubungan positif dengan variabel pemodelan kesesuaian habitat.
Besanya nilai bobot tiap varibel pemodelan kesesuaian habitat R. patma dapat
dilihat dalam Tabel 8.
Tabel 8 Bobot masing-masing varibel
No Variabel Nilai bobot
5.3 Kesesuaian Habitat Rafflesia patma 5.3.1 Model kesesuaian habitat
Bobot dari tiap variabel digunakan untuk menentukan indeks kesesuaian
habitat R.patma. Sebelum dilakukan perhitungan kesesuaian habitat terlebih
dahulu dilakukan pengkelasan tiap variabel habitat untuk menentukan skor tiap
berbeda satu dengan yang lainnya. Skor dari masing-masing kelas variabel
habitat disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Skor tiap variabel
Jarak dari sungai Kelompok tanah Ketinggian
Kemiringan
Kesesuaian habitat itu sendiri dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut
Y = (3,077 x Fk1) + (3,077 x Fk2 + (1,148 x Fk3) + (1,148 x Fk4) +(1,148 x Fk5)
Keterangan:
Y = Indeks Kesesuaian Habitat
Fk1 = Skor jarak dari sungai
Fk2 = Skor kelompok tanah
Fk3 = Skor ketinggian
Fk4 = Skor kemiringan lereng
Fk5 = Skor LAI
5.3.2 Kelas kesesuaian habitat
Kesesuaian habitat R.patma ditentukan dari besarnya nilai Indeks
Kesesuaian Habitat. Nilai tersebut kemudian dikelas untuk menentukan tingkat
kesesuaian habitat yaitu kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang dan kesesuaian
rendah. Penentukan selang kelas kesesuaian habitat maka dilakukan dengan
membagi tiga selisih nilai Indeks Kesesuaian Habitat yang tertinggi dan terendah.
Luas tiap kelas kesesuaian habitat disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 Luas tiap kelas kesesuaian habitat
No Kelas Kesesuaian Habitat Luas
1 Kesesuaian tinggi 324,373
2 Kesesuaian sedang 1701,435
3 Kesesuaian rendah 692,893
5.3.3 Validasi model
Validasi dilakukan dengan data hasil penelitian Suwartini (2008). Validasi
diperoleh dengan membagi jumlah R. patma yang ditemukan di kelas kesesuaian
habitat dengan jumlah R. patma yang ditemukan di seluruh CA Leuweung
Sancang. Berdasarkan perhitungan validasi model untuk kelas kesesuaian tinggi
mempunyai nilai 93%, kelas kesesuaian sedang sebesar 7% dan kelas kesesuaian
rendah sebesar 0%. Model yang dibuat dapat diterima karena nilai validasi pada
tingkat kesesuaian tinggi sebesar 93%. Hasil validasi model kesesuaian habitat
untuk tiap kelas kesesuaian habitat disajikan dalam Tabel 12. Adapun peta
kesesuaian habitat R. patma dapat dilihat pada Gambar 11.
Tabel 11 Validasi tiap kelas kesesuaian habitat.
No Kelas jumlah R.patma Validasi %
1 kesesuaian tinggi 177 93
2 kesesuaian sedang 13 7
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Faktor fisik yang lebih berpengaruh terhadap kesesuaian habitat Rafflesia
patma adalah jarak dari sungai dan kelompok tanah.
2. Model keseuaian habitat R. patma di CA Leuweung Sancang adalah
Y = (3,077 x Fk1) + (3,077 x Fk2) + (1,148 x Fk3) + (1,148 x Fk4) +(1,148 x
Fk5)
3. Berdasarkan faktor-faktor fisik maka habitat R.patma di CA Leuweung
Sancang yang mempunyai tingkat kesesuaian tinggi sebesar 324,373 Ha,
habitat yang mempunyai tingkat kesesuaian sedang sebesar 1701,435 Ha
sedangkan habitat dengan kesesuaian rendah sebesar 692,893 Ha.
6.2 Saran
Perlu menjaga kelestarian ekosistem pantai yang merupakan habitat
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Bogor.
Azhima F. 2001. Distribusi Cahaya di Hutan Karet Muara Kuamang Jambi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Djumhaer M. 2003. Pendugaan Leaf Area Index dan Luas Bidang Dasar Tegakan Menggunakan Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi).[skripsi] Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Gamasari AS. 2007. Pemetaan Kesesuaian Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Jamil N. 1998. Studi Rancangan Pengelolaan Areal Konservasi Berbasis Pelestarian Rafflesia hasseltii Suringar di Areal HPH PT Injaspin Company. [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mogea JP, Gandawidjaja D, Wiradinata H, Nasution RE, Irawati. 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Bogor: Puslitbang Biolologi-LIPI.
Nais J. 2001 Rafflesia of the World. Kota Kinabulu: Sabah Parks.
Priatna DR. 1989. Kajian Habitat Rafflesia patma Blume dan Aspek Pengelolaan Kawasan di Cagar Alam Leuweng Sancang Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Prahasta E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.
Purwadhi FSH. 2001. Interpretasi Citra digital. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.