PENGARUH PEMAHAMAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK
TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto)
SKRIPSI
Diajukan oleh:
KURNIA WIDHI HAPSARI 0613010212 / FE / EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
PENGARUH PEMAHAMAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK
TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Diajukan Oleh:
KURNIA WIDHI HAPSARI 0613010212 / FE / EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN"
JAWA TIMUR
PENGARUH PEMAHAMAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus Pada Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto)
Di susun Oleh : Kurnia Widhi Hapsari
0613010212/FE/EA
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur
Pada Tanggal 30 April 2010
Pembimbing : Tim Penguji : Pembimbing Utama : Ketua
Rina Mustika, SE, MMA Drs.Ec.H.Tamadoy Thamrin, MM
Sekretaris
Dra. Ec. Endah Susilowati, M.Si Anggota
Rina Mustika, SE, MMA
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur
USULAN PENELITIAN
PENGARUH PEMAHAMAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK
TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto)
Yang diajukan
KURNIA WIDHI HAPSARI 0613010212 / FE / EA
Telah disetujui untuk diseminarkan oleh
Pembimbing Utama
Rina Mustika, SE, MMA Tanggal : …….…….………… NIP. 95 690 0048
Mengetahui Ketua Progdi Akuntansi
SKRIPSI
PENGARUH PEMAHAMAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK
TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto)
Yang diajukan
KURNIA WIDHI HAPSARI 0613010212 / FE / EA
Disetujui untuk ujian lisan oleh
Pembimbing Utama
Rina Mustika, SE, MMA Tanggal : …….…….………… NIP. 95 690 0048
Mengetahui
Wakil Dekan Fakultas Ekonomi
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatnya yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PENGARUH PEMAHAMAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK” (Studi Kasus Pada Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto).
Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan ekonomi akuntansi, di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis sangat berterima kasih atas segala bantuan dan fasilitas dari berbagai pihak yang diberikan kepada penulis guna mendukung penyelesaian skripsi ini. Maka, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. R. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
terima kasih atas semua saran, motivasi, dan bimbingannya selama penyusun skripsi ini.
5. Segenap tenaga pengajar, staf, dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. KPP Pratama Mojokerto serta Pak Amru dan Mas Choiron di KOMPAK, terima kasih atas bimbingan dan data – data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi.
7. Bapak dan Ibu tercinta terima kasih atas kasih sayang, kesabaran, semangat dan dukungan moril maupun materiil dengan tulus ikhlas tanpa pamrih.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu. Skripsi ini tidak lepas dari kekurangan, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun bagi kesempurnaan.
Surabaya, 20 April 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
ABSTRAKSI... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah... 7
1.3. Tujuan Penelitian………... 7
1.4. Manfaat Penelitian………... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9
2.1. Penelitian Terdahulu……..………... 9
2.2. Landasan Teori………... 14
2.2.1. Pengertian Pajak... ...………... 14
2.2.2. Fungsi – fungsi Pajak...……... 15
2.2.3. Syarat – syarat Pemungutan Pajak... 16
2.2.4. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak... 17
2.2.5. Pengelompokan atau Pembagian Pajak... 19
2.2.7. Penetapan Tarif Pajak... 22
2.2.8. Pengertian Pajak Penghasilan... 23
2.2.8.1. Subjek Pajak... 23
2.2.8.2. Objek Pajak... 25
2.2.8.3. Dasar Pembukuan dan Pencatatan... 26
2.2.8.4. Dasar Pembukuan Penghasilan Kena Pajak (PKP)... 27
2.2.8.5. Penghasilan Tidak Kena Pajak... 27
2.2.8.6. Tarif Pajak... 28
2.2.9. Kepatuhan Wajib Pajak... 29
2.2.10.Pemahaman Wajib Pajak... 31
2.2.10.1.Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak... 32
2.2.11. Kesadaran Wajib Pajak... 33
2.2.11.1. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak... 34
2.3. Kerangka Pikir ... 36
2.4. Hipotesis ... 37
BAB III METODE PENELITIAN... 38
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel………... 38
3.1.1. Definisi Operasional Variabel……… 38
3.2. Teknik Penentuan Sampel………... 41
3.2.1. Populasi……… 41
3.2.2. Sampel……….. 41
3.3. Teknik Pengumpulan Data………... 42
3.3.1. Jenis Data……….……….……… 42
3.3.2. Teknik Pelaksanaan……….. 42
3.4. Uji Kualitas Data... 43
3.4.1. Uji Validitas... 43
3.4.2. Uji Reliabilitas... 44
3.4.3. Uji Normalitas... 45
3.5. Uji Asumsi Klasik... 45
3.5.1. Multikolinearitas………... 46
3.5.2. Autokorelasi... 47
3.5.3. Heteroskedastisitas... 47
3.6. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis... 48
3.6.1. Teknik Analisis... 48
3.6.2. Uji Hipotesis... 49
3.6.2.1. Uji F (Uji Kecocokan Model)... 49
3.6.2.2. Uji t (Uji Pengaruh X1 dan X2 terhadap Y).... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 51
4.1. Deskripsi Objek Penelitian... 51
4.1.2. Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto... 52
4.1.3. Struktur Kepengurusan Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto... 53
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 53
4.2.1. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1)... 54
4.2.2. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X2)... 56
4.2.3. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y)... 57
4.3. Uji Kualitas Data... 59
4.3.1. Uji Validitas... 59
4.3.2. Uji Reliabilitas... 63
4.3.3. Uji Normalitas... 64
4.4. Uji Asumsi Klasik... 65
4.4.1. Uji Multikolinieritas... 65
4.4.2. Uji Autokorelasi... 66
4.4.3. Uji Heteroskedastisitas... 67
4.5. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis... 68
4.5.1. Analisis Hipotesis... 68
4.5.2.Koefisien Determinasi... 70
4.5.3. Uji Hipotesis... 71
4.5.3.2. Uji t (Uji Pengaruh X1 dan X2 terhadap Y)... 72
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian... 73
4.7. Perbedaan Hasil Penelitian Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu... 76
4.8. Keterbatasan Penelitian... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 82
5.1. Kesimpulan... 82
5.2. Saran... 82
DAFTAR TABEL
Tabel:
1.1. : Kepatuhan Pelaporan SPT PPh OP Usahawan KPP Pratama
Mojokerto………... 6
4.1. : Deskripsi Jawaban Responden mengenai Variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1)………... 54
4.2. : Deskripsi Jawaban Responden mengenai Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X2)………... 56
4.3. : Deskripsi Jawaban Responden mengenai Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y) ……… 58
4.4. : Hasil Uji Validitas Variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1)………….. 60
4.5. : Hasil Uji Validitas Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X2)………. 60
4.6 . : Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y) – Iterasi Pertama……….. 61
4.7. : Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y) – Iterasi Kedua………. 62
4.8. : Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y) – Iterasi Ketiga………. 62
4.9. : Hasil Uji Reliabilitas Masing – masing Variabel………... 63
4.10. : Hasil Uji Normalitas………... 64
4.11. : Hasil Uji Multikolinieritas……….. 66
4.12. : Hasil Uji Heteroskedastisitas………. 67
4.13. : Hasil Estimasi Koefisien Regresi………... 68
4.14. : Nilai Koefisien Determinasi ……….. 70
4.15. : Hasil Uji F (Uji Kecocokan Model)……… 71
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Nama Anggota Komite Pengusaha Alas Kaki (KOMPAK) Kota Mojokerto
Lampiran 2 : Kuesioner
Lampiran 3 : Rekapitulasi Jawaban Responden Lampiran 4 : Tabulasi Data
PENGARUH PEMAHAMAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto)
Kurnia Widhi Hapsari Abstraksi
Pajak didasarkan pada Undang - Undang yang berarti bahwa pemungutan pajak tersebut sudah disepakati atau disetujui bersama antara pemerintah dengan masyarakat. Harapan pemerintah terhadap semua wajib pajak mengenai pembayaran tanpa adanya kecurangan. Maka sudah seharusnya masyarakat sadar akan kewajibannya untuk membayar pajak. Masyarakat harus membayar pajak dengan benar sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Namun kenyataannya banyak hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan pajak, wajib pajak tersebut tidak menguasai benar tentang Undang-Undang perpajakan sehingga Ditjen Pajak menanggapi hal tersebut sebagai ketidakpatuhan dan memberi pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat untuk memperoleh kepatuhan akan kewajibannya sebagai wajib pajak.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Pengukuran variabelnya menggunakan skala Likert dengan skala data yang digunakan berupa skala interval. Sedangkan alat ukur yang dipakai untuk mengukur variabel ini menggunakan strategi survey dengan model impersonal. Teknis analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan uji hipotesisnya berupa uji F dan uji t. untuk mengolah data yang diperoleh digunakan SPSS.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis yang menyatakan diduga pemahaman dan kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak studi kasus pada komite pengusaha alas kaki Kota Mojokerto, tidak terbukti kebenarannya.
Keywords: pemahaman wajib pajak , kesadaran wajib pajak, kepatuhan wajib pajak
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi diarahkan pada upaya untuk mewujudkan perekonomian negara yang mandiri dan andal untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh wilayah negara Indonesia secara adil dan merata, dengan demikian pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan bangsa Indonesia, dimana sedang mengalami krisis ekonomi sedangkan roda pemerintahan dan pembangunan tidak mungkin dapat digerakkan tanpa dukungan dana terutama berasal dari pendapatan dalam negeri. Oleh karena itu pemerintah berusaha terus – menerus meningkatkan peranan sumber penerimaan negara, terutama penerimaan yang berasal dari non migas. Penerimaan dari non migas ini sebagian akan ditingkatkan melalui penerimaan dari sektor pajak. Misi utama Direktorat Jendral Pajak adalah misi fiskal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan Undang – Undang Perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien (Suryadi, 2006: 106).
dana yang cukup besar guna membiayai kegiatan pembangunan yang berlangsung terus – menerus dan berkesinambungan. Pajak dibedakan menjadi dua fungsi yaitu fungsi budgetair (sumber penerimaan negara) dan fungsi regulerend (mengatur). Fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sedangkan fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan – tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Dari fungsi ini pada dasarnya pemerintah ingin kembali menegaskan peranan penting pajak baik sebagai alat penerimaan negara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maupun sebagai alat untuk melaksanakan berbagai kebijakan di bidang sosial ekonomi (Resmi, 2008: 3).
Dalam rangka upaya peningkatan penerimaan pajak, pemerintah melakukan perubahan mendasar dengan dikeluarkannya UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan merubah sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia yaitu digunakannya self assessment system yang menggantikan official assessment system.
Kedua sistem ini memiliki perbedaan dalam mekanisme dan sudut pandang terhadap wajib pajak.
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Walaupun berbeda, kedua sistem penetapan pajak tersebut dalam praktiknya tetap memerlukan pengawasan dari pihak pemerintah dalam bentuk pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya (Sofyan, 2003: 30).
Sistem self assessment memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melaporkan seluruh pajak yang menjadi kewajibannya. Dengan kata lain, wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang (Supadmi, 2006).
Hal ini dapat digunakan untuk mengukur perilaku wajib pajak, yaitu seberapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar dan tepat, semakin tinggi tingkat kebenaran dalam menghitung, ketepatan menyetor serta menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar dan tepat, maka diharapkan semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajibannya.
No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 4 ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut :
Pembukuan yang tertib dan benar dapat menghasilkan laporan keuangan yang andal dan memadai untuk mendukung perhitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP), sehingga Wajib Pajak dapat mengisi serta menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan tepat waktu.
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran sertanya menanggung pembiayaan negara, dituntut kesadaran warga negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya. Terlepas dari kesadaran sebagai warga negara, sebagaian besar masyarakat tidak memenuhi kewajiban membayar pajak. Dalam hal demikian timbul perlawanan terhadap pajak. Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif (Waluyo & Ilyas, 2002: 11).
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjadi UV (Daily Indonesia, 2009).
Dengan adanya perpanjangan sunset policy masyarakat diharapkan semakin banyak dan lebih terbuka mengungkapkan data perpajakannya. “Peranan penerimaan PPh orang pribadi di negara maju lebih besar, sejalan dengan kesadaran akan kewajiban warga negara bahwa pembayaran pajak merupakan kewajiban konstitusional dan sejalan dengan cita – cita demokrasi bangsa,” kata Menteri Keuangan (MenKeu) Sri Mulyani Indrawati pada raker dengan komisi XI di Jakarta. Dia menjelaskan, tingkat kepatuhan sukarela Wajib Pajak orang pribadi di Indonesia masih tergolong kurang antara lain karena lemahnya mekanisme check and balances terkait sistem self assessment dalam pemungutan pajak
(Daily Indonesia, 2009).
terhadap penyampaian SPT, dapat diketahui dalam penyampaian SPT tahun 2008 dan tahun 2009 sebagai berikut :
Tabel 1.1
Kepatuhan Pelaporan SPT PPh OP Usahawan KPP Pratama Mojokerto Kota Mojokerto
Tahun Jumlah NPWP SPT yang Dilaporkan Prosentase
2008 9883 3548 35,9 %
2009 16223 4658 28,7 %
Sumber : KPP Pratama Kota Mojokerto Seksi PDI
Berdasarkan tabel 1.1 dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2008 jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan yang terdaftar di KPP Pratama Mojokerto, Kota Mojokerto sebanyak 9883 Wajib Pajak, namun jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan yang lapor sebanyak 3548 Wajib Pajak dengan prosentase sebesar 35,9 % dari jumlah keseluruhan, sedangkan pada tahun 2009 jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan yang terdaftar semakin meningkat yaitu menjadi 16223 Wajib Pajak, namun jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan yang lapor sebanyak 4658 Wajib Pajak dengan prosentase sebesar 28,7 %. Dari kondisi ini berarti masih banyak wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya.
Pemahaman dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Komite Pengusaha Alas Kaki di Kota Mojokerto ”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
“ Apakah Pemahaman dan Kesadaran Wajib Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Komite Pengusaha Alas Kaki di Kota Mojokerto) ? “
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menguji secara empiris Pengaruh Pemahaman dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Komite Pengusaha Alas Kaki di Kota Mojokerto).
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Pengrajin
2. Bagi Universitas
Menambah referensi sebagai perbandingan yang akan datang serta sebagai tambahan perpustakaan yang sudah ada.
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh, khususnya bidang perpajakan.
4. Bagi Direktorat Jendral Pajak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian sekarang
adalah sebagai berikut :
Penelitian yang dilakukan Yenni Monganting (1999) dengan judul
“ Tax Planning : Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan
Pajak “. Penelitian ini bertujuan untuk mengatur jumlah pajak yang harus
dibayarkan, padahal untuk melakukan tax planning itupun perlu biaya
besar. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa keengganan bisa
terjadi karena tidak adanya kontra prestasi langsung yang diberikan akibat
pembayaran tersebut dan yang paling penting dalam hal mengatur jumlah
pajak yang harus dibayarkan seminimal mungkin adalah pengetahuan yang
mendalam tentang peraturan – peraturan perpajakan itu sendiri. Strategi
yang bisa meminimalkan pajak (tax planning) yaitu penggeseran, kapitalis,
transformasi, penghindaran dan penyelundupan.
Penelitian yang dilakukan Suryadi (2006) dengan judul “Model
Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan
Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajak Suatu Survei di Wilayah
Jawa Timur”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan
kausal kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak dan pengaruhnya
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif
signifikan kepatuhan wajib pajak terhadap kinerja penerimaan pajak;
Kesadaran wajib pajak yang diukur dari persepsi wajib pajak, pengetahuan
perpajakan, karekteristik wajib pajak dan penyuluhan wajib pajak tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak; Jika Wajib
Pajak memiliki persepsi positif terhadap instansi pajak maka akan dapat
meningkatkan kesadaran dari wajib pajak; Adanya perbedaan yang cukup
signifikan dalam hal kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakan
dilihat dari karakteristik Wajib Pajak seperti : gender, umur, jenis
pekerjaan, penghasilan , dan aspek lainnya; pelayanan perpajakan yang
diukur dari ketentuan perpajakan, kualitas sumber daya manusia dan
sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
penerimaan pajak.
Penelitian yang dilakukan Supriyati dan Fitri Indawati (2007)
dengan judul “ Analisis Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap
Penerapan Self Assessment System Pajak Penghasilan Berdasarkan
Karakteristik Wajib Pajak (Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Pada
KPP Sidoarjo Timur)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan sikap Wajib Pajak orang pribadi dalam penerapan Self
Assessment System pajak penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan, tingkat penghasilan dan masa kerja. Berdasarkan hasil
penelitian, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan sikap yang
signifikan berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat penghasilan; Terdapat
perbedaan sikap yang signifikan berdasarkan masa kerja.
Penelitian yang dilakukan Elia Mustikasari (2007) dengan judul
“Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Perusahaan
Industri Pengolahan Di Surabaya“. Penelitian ini bertujuan untuk ingin
melihat lebih jauh mengenai kepatuhan Pajak badan di perusahaan industri
pengolahan di Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan
bahwa Tax Professional yang memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan
positif, niat ketidakpatuhannya tinggi; Pengaruh orang sekitar (perceived
social pressure) yang kuat mempengaruhi niat tax professional untuk
berperilaku patuh; Tax professioanal yang memiliki kewajiban moral yang
tinggi, niat kepatuhan pajaknya rendah atau sebalikknya; Semakin rendah
persepsi atas kontrol yang dimiliki tax professional untuk berperilaku
tidak patuh; Semakin rendah persepsi atas kontrol yang dimiliki tax
professional maka akan mendorong tax professioanal tidak patuh dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan badan yang diwakilinya.
Penelitian yang dilakukan Ratih Ayu Wulandari (2006) dengan
judul “Pengaruh Tekanan Sosial, Persepsi Sanksi dan Pemahaman Wajib
Pajak akan Undang – undang Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tekanan sosial,
persepsi sanksi dan pemahaman wajib pajak akan undang – undang
perpajakan mempunyai pengaruh secara simultan terhadap kepatuhan
dan pemahaman wajib pajak akan undang – undang perpajakan
mempunyai pengaruh secara parsial terhadap kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa hipotesis bahwa diduga
tekanan sosial, persepsi sanksi dan pemahaman wajib pajak mempunyai
pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, teruji kebenarannya.
Penelitian yang dilakukan Oktavina Ratna Pury (2006) dengan
judul “ Pengaruh Kepatuhan, Kesadaran Wajib Pajak Terhadap
Penerimaan Pajak Penghasilan Pada Industri Kecil (Sepatu – Sandal) Di
Wedoro Sidoarjo – Jawa Timur ”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh kepatuhan, kesadaran wajib pajak
terhadap penerimaan pajak penghasilan pada industri (sepatu – sandal) di
Wedoro Sidoarjo – Jawa Timur; dan mengetahui manakah dari kedua
variabel tersebut yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
penerimaan pajak penghasilan pada industri kecil (sepatu – sandal) di
Wedoro Sidoarjo – Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitian,
menunjukkan bahwa berdasarkan hipotesis pertama yang mengatakan
bahwa diduga terdapat pengaruh kepatuhan dan kesadaran wajib pajak
terhadap penerimaan pajak penghasilan telah terbukti kebenarannya; dan
berdasarkan hipotesis kedua yang menyatakan bahwa diduga variabel
kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
penerimaan pajak penghasilan telah terbukti kebenarannya.
Penelitian yang dilakukan Ria Kristiana (2008) dengan judul“
Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus pada Pengusaha Sarang Burung
Walet yang Berada di Wilayah Kabupaten Gresik Jawa Timur)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh kesadaran
wajib pajak dan pelayanan pemerintah terhadap kepatuhan wajib pajak
(studi kasus pada pengusaha sarang burung walet yang berada di wilayah
Kabupaten Gresik Jawa Timur) ”. berdasarkan hasil penelitian,
menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis dan uji hipotesis dengan
menggunakan uji F dapat diketahui ada pengaruh kesadaran wajib pajak
dan pelayanan pemerintah terhadap kepatuhan wajib pajak, sehingga
hipotesis satu yang menyatakan bahwa diduga kesadaran wajib pajak dan
pelayanan pemerintah berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak, teruji kebenarannya; dan berdasarkan hasil uji hipotesis
dengan menggunakan uji t dapat diketahui ada pengaruh kesadaran wajib
pajak dan pelayanan pemerintah secara parsial terhadap kepatuhan wajib
pajak, sehingga hipotesis dua yang menyatakan bahwa diduga kesadaran
wajib pajak dan pelayanan pemerintah secara parsial berpengaruh secara
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, teruji kebenarannya.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Pajak
Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan
pengertian atau definisi yang berbeda – beda mengenai pajak, namun
demikian berbagai definisi tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama.
Definisi pajak menurut Djajadiningrat dalam Resmi, (2008: 1)
sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagaian dari kekayaan kepada kas
negara yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara
kesejahteraan secara umum.
Definisi pajak menurut Feldmann dalam Suandy (2005 : 9), pajak
adalah prestasi yang dipaksakan sepihak atau oleh dan terutang kepada
penguasa (menurut norma – norma yang ditetapkannya secara umum),
tanpa adanya kontraprestasi dan semata – mata digunakan untuk menutup
pengeluaran – pengeluaran umum.
Definisi pajak menurut Soemitro yang dikutip oleh Mardismo
(2008 : 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan digunakan untuk
Definisi pajak menurut Soemahamidjaja dalam Waluyo dan Ilyas
(2002: 5), pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang
dipungut oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang – barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Dari definisi yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pajak adalah iuran wajib yang harus dibayar kepada pemerintah
(dapat dipaksakan) guna membiayai pembangunan demi kepentingan dan
kesejahteraan umum sesuai dengan peraturan perpajakan yang telah
ditetapkan pemerintah.
2.2.2. Fungsi – fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak menurut Resmi (2008: 3), yaitu :
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, sebagai
sumber keuangan maka pemerintah memasukkan uang sebanyak –
banyaknya untuk kas negara.
2. Fungsi Regulerend (Mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan
2.2.3. Syarat – syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2008: 2), syarat – syarat agar pemungutan
pajak tidak menimbulkan hambatan, maka pemungutan pajak harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang –
undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang – undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum
dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing – masing.
Sedang adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi
Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan dan penundaan dalam
pembayarann dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan
Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang – Undang (syarat
yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang – Undang perpajakan yang
baru.
Contoh :
a. Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2
macam tarif.
b. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif,
yaitu 10 %.
c. Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh)
yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi).
2.2.4. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Teori pemungutan pajak ini diharapkan membawa suatu kesadaran
akan pentingnya pemungutan pajak, pajak bukan lagi menjadi beban
melainkan menjadi kewajiban dalam kehidupan masyarakat. Terdapat
hak kepada negara untuk memungut pajak menurut Mardiasmo (2008: 3),
yaitu :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak – hak
rakyat. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan
sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan
perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
(misalnya perlindungan) masing – masing orang. Semakin besar
kepentingan seseorang terhadap negara, maka semakin tinggi pajak
yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing – masing orang. Untuk
mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan, yaitu :
Unsur Obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
Unsur Subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat adanya pemungutan pajak.
Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah
tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara
akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian seluruh masyarakat lebih
diutamakan.
2.2.5. Pengelompokan atau Pembagian Pajak
Menurut Mardiasmo (2008: 5), pengelompokan pajak dapat dibagi
menjadi 3, yaitu :
1. Menurut golongannya :
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
2. Menurut sifatnya :
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3. Menurut lembaga pemungutannya :
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan
Bea Materai.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh :
Pajak propinsi, seperti : pajak kendaraan bermotor dan
kendaraan diatas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
Pajak kabupaten / kota, seperti : pajak hotel, pajak restoran,
2.2.6. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2008: 7), dalam memungut pajak dikenal
beberapa sistem pemungutan, yaitu :
1. Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
Ciri – cirinya :
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada fiskus,
Wajib Pajak bersifat pasif,
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Self assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri – cirinya :
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri,
Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan Wajib Pajak yang bersangkuatan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri – cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang
ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
2.2.7. Penetapan Tarif Pajak
Menurut Suandy (2005: 69), ada empat tarif pajak, yaitu :
1. Tarif Tetap
Adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar
pengenaan pajaknya berbeda atau berubah, sehingga jumlah pajak
yang terutang selalu tetap.
2. Tarif Proporsional atau Sebanding
Adalah tarif pajak yang merupakan presentase yang tetap, tetapi
jumlah pajak yang teruang akan berubah secara proposiaonal atau
sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya.
3. Tarif Progresif
Adalah tarif pajak yang merupakan persentase semakin besar jika
dasar pengenaan pajaknya meningkat, jumlah pajak yang terutang
akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar
pengenaan pajaknya.
4. Tarif Degresif
Adalah tarif pajak yang presentasenya semakin kecil jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat, jumlah pajak yang terutang akan
berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar
pengenaan pajaknya.
2.2.8. Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut Valentina dan Aji Suryo (2006: 4), pajak penghasilan
adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dengan kata lain,
pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi
atau perseorangan dan badan secara subjektif sesuai dengan kemampuan
masing – masing Wajib Pajak berkenaan dengan penghasilan yang
diperoleh atau diterimanya selama satu tahun pajak.
2.2.8.1. Subjek Pajak
Menurut Mardisamo (2008: 129), pajak penghasilan dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah :
1. a. Orang Pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
2. Badan terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD
dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan. Organisasi masa,
organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan
bentuk badan lainnya.
3. Bentuk Usaha Tetap ( BUT )
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :
a. Subjek pajak dalam negeri yang terdiri dari :
1. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus
berturut – turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
2. Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
3. Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
b. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan yang :
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang :
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
2.2.8.2. Objek Pajak
Menurut Valentina dan Suryo (2006: 15-16), yang menjadi objek
pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
dengan nama dan bentuk apapun, termasuk hadiah atas kegiatan, laba
usaha, bunga premium dan diskonto, royalti, sewa, warisan dan
sebagainya.
Tidak termasuk objek pajak penghasilan adalah :
Adalah hibah atas sumbangan, penerimaan dalam bentuk natuna,
pembayaran asuransi, bunga obligasi yang diterima reksadana,
penghasilan modal ventura (Valentina dan Suryo, 2006: 17).
2.2.8.3. Dasar Pembukuan dan Pencatatan
Menurut Mardiasmo (2008: 135), yang diwajibkan
menyelenggarakan pembukuan adalah :
1. Wajib Pajak badan
2. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp 600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah) atau lebih dalam satu tahun.
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi
wajib melakukan pencatatan adalah :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan netto
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
(peredaran usaha kurang dari Rp 600.000.000,00 dalam satu tahun),
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
2.2.8.4. Dasar Pembukuan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Menurut Mardiasmo (2008: 137), untuk Wajib Pajak badan besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto, yaitu
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya – biaya yang diperkenankan
oleh Undang – undang PPh. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi
besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2.2.8.5. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Berikut ini disampaikan Pasal yang mengatur mengenai jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menurut Undang-Undang Pajak
Penghasilan (PPh) yang baru disahkan, dikutip dari RUU yang isinya
kemungkinan besar akan sama dengan UU yang telah disahkan.
(1) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit
sebesar:
a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang
untuk setiap keluarga.
(2) Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
(3) Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(www.klinik-pajak.com)
2.2.8.6. Tarif Pajak
Berikut ini disampaikan Pasal yang mengatur mengenai tarif Pajak
menurut Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) yang baru disahkan
yang akan berlaku 1 Januari 2009, dikutip dari RUU yang isinya
kemungkinan besar akan sama dengan UU yang telah disahkan.
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
Berlaku mulai 1 Januari 2009
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
5 %
Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
15 %
Di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
25 %
Di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
30 %
2. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah
sebesar 28% (dua puluh delapan persen).
(www.klinik-pajak.com)
2.2.9. Kepatuhan Wajib Pajak
Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan, juga
mempunyai suatu aturan – aturan sendiri dalam pelaksanaannya, maka
Wajib Pajak dituntut untuk memahami prosedur perpajakan dan
akuntansi perpajakan untuk melaksanakan kewajiban sebagai wajib pajak
yang patuh.
Untuk melaksanakan suatu kegiatan atau tindakan, maka
diperlukan suatu dorongan dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Begitu
juga bagi Wajib Pajak, untuk melaksanakan kewajiban sebagai Wajib
Pajak, perlu adanya suatu dorongan atau motivasi untuk melaksanakan.
dengan memahami prosedur dan akuntansi perpajakan dapat
melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak yang disiplin, dan
nantinya akan mendapat hasil tertentu atas pemahaman tersebut. Hal ini
dimungkinkan, karena asas perpajakan yang sekarang digunakan adalah
self assessment system yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terutang (Mardismo, 2008: 7).
Adapun ketidakpatuhan yang dilakukan Wajib Pajak dalam
membayar dan melaporkan pajak, yaitu ;
1. Perlawanan pasif
Terdiri dari hambatan yang mempersukar pemungutan pajak yang erat
hubungannya dengan ekonomi, perkembangan intelektual, moral
penduduk, serta sistem pemungutan pajak itu sendiri. Dalam perlawanan
pasif tidak ada usaha secara nyata di masyarakat untuk menghambat
pemungutan pajak, namun karena kondisi masyarakat yang kurang sedia
membayar pajak. Masyarakat yang bersifat agraris, perkembangan
intelektual rendah, atau moral penduduk tersebut jelek, maka mereka
tidak tahu atau tidak menyadari arti pentingnya pajak bagi negara maupun
dirinya sendiri.
2. Perlawanan aktif
Semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap
fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Dalam perlawanan aktif
nyata – nyata ada usaha dari Wajib Pajak untuk membayar pajak,
(Mardiasmo, 2008: 9)
2.2.10. Pemahaman Wajib Pajak
Pemahaman berfungsi untuk membantu seseorang dalam
memberikan maksud atau memahami situasi atau peristiwa baru, yang
dalam hal ini adalah pajak yang selama ini dianggap mengganggu
mereka. Wajib Pajak dikatakan paham terhadap pajak apabila setiap
orang mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak,
baik mengenai asas – asasnya, macam – macam pajak yang berlaku, cara
perhitungan dan tata cara pembayarannya, serta hak dan kewajibannya
sebagai wajib pajak. Ketidakpahaman terjadi apabila perkembangan
intelektual dan moral masyarakat masih rendah atau sistem perpajakan
yang sulit dipahami masyarakat (Mardiasmo, 2008: 8).
Menurut Purwantini dan Bondan dalam Supriyati dan Indawati
(2007: 38), menyatakan pemahaman masyarakat Indonesia tentang
Undang – Undang Pajak Penghasilan masih rendah. Hal ini
dimungkinkan karena Undang – Undang Pajak Penghasilan tahun 2000
pada kenyataannya tidak sesederhana seperti yang diidealkan, sementara
itu tingkat pendidikan mayoritas masyarakat Indonesia masih rendah.
Rendahnya tingkat pendidikan itu tentunya mempengaruhi kesadaran
masyarakat untuk membayar pajak, sehingga dimungkinkan target
2.2.10.1. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Wajib Pajak kadang kurang menyadari akan tugas dan
kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Bila ada sedikit
kemungkinan, mereka pada umumnya cenderung untuk meloloskan diri
dari pajak. Hal ini telah dan bukan hanya terjadi saat sekarang – sekarang
ini saja, tetapi sudah sejak lama, dan tidak hanya terjadi di beberapa
negara, melainkan pada setiap orang, baik secara pribadi maupun
kelompok atau badan, memiliki kecenderungan untuk melakukan
perlawanan terhadap pajak (Monganting, 1999: 48).
Pendapat Fallan (1999: 173– 184), mengkaji pada aspek pentingnya
pengetahuan perpajakan dalam mempengaruhi sikap Wajib Pajak dengan
membedakan antara laki – laki dan perempuan. Oleh karenanya sikap Wajib
Pajak terhadap badan perpajakan akan dipengaruhi oleh pengetahuan wajib
pajak mengenai perpajakan. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan
baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran
wajib pajak (Suryadi, 2006: 108).
Pelaksanaan sosialisasi perpajakan juga dimaksudkan untuk lebih
memberdayakan Wajib Pajak supaya lebih memahami Undang – Undang dan
peraturan perpajakan yang berlaku dan mudah dimengerti oleh Wajib Pajak
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 487), kesadaran
adalah keadaan tahu, keadaan mengerti dan merasa. Analog dengan
kesadaran bernegara, maka kesadaran perpajakan adalah suatu sikap
terhadap fungsi pajak, berupa konstelasi komponen kognitif, efektif,
konatif, yang berinteraktif dalam memahami, merasakan,dan berperilaku
terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran perpajakan berkonsistensi
logis untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar
kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah (Suhardito dan
Sudibyo, 1999: 5).
Wajib Pajak kadang kurang menyadari akan tugas dan
kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Bila ada sedikit
kemungkinan, mereka pada umumnya cenderung untuk meloloskan diri
dari pajak. Hal ini telah dan bukan hanya terjadi saat sekarang – sekarang
ini saja, tetapi sudah sejak lama, dan tidak hanya terjadi di beberapa
negara, melainkan pada setiap orang, baik secara pribadi maupun
kelompok atau badan, memiliki kecenderungan untuk melakukan
perlawanan terhadap pajak (Monganting, 1999: 48).
Tingkat kesadaran masyarakat dalam hal memenuhi kewajibannya
masih kurang. Masyarakat Indonesia sebagai Wajib Pajak belum
memiliki kesadaran.
Rendahnya kesadaran masyarakat akan mempengaruhi tindakan
menghindari pajak. Tindakan Wajib Pajak dalam upayanya melakukan
Legal dikenal dengan tax avoidance, bila Wajib Pajak berusaha untuk
mengurangi dan memanfaatkan kelemahan peraturan loopholes sedangkan
secara illegal tax envansion, Wajib Pajak dengan sengaja melakukan
pelanggaran dari ketentuan yang berlaku (Mardiasmo, 2008: 9).
2.2.11.1. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Suhardito dan Sudibyo (1999: 5), menyatakan bahwa
kesadaran bernegara adalah suatu sikap sadar mempunyai negara dan sikap
sadar terhadap fungsi negara. Sikap ini berupa konstelasi komponen kognitif,
afektif dan konatif, yang berinteraksi dalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap makna dan fungsi negara. Kesadaran bernegara
berkonsekuensi logis untuk warga negara, atau meraka yang merasa menjadi
warga negara, yaitu kerelaan para warga negara memenuhi kewajibannya,
termasuk rela memberikan konribusi dana untuk pelaksanaan fungsi
pemerintah, dengan cara membayar kewajiban pajaknya.
Apabila mangacu pengertian sistem perpajakan dengan self assessment
system yang berarti pemenuhan kewajiban pajak seseorang dipercayakan
kepada masyarakat Wajib Pajak, maka secara umum Wajib Pajak sepenuhnya
membayar sendiri pajaknya apakah secara bulanan / tahunan, sehingga tidak
akan pernah melibatkan pihak lain atau pihak ketiga. Hal tersebut banyak
ditentukan oleh beberapa faktor yang ada dan yang dapat mendukung
keberhasilannya, yaitu tingkat kepatuhan Wajib Pajak, yang dimulai dari
pengetahuan, pemahaman dan kesadaran mereka dalam masalah kewajiban
Menurut Simatupang (2002: 17), adanya keinginan yang kuat dari
sebagaian masyarakat untuk tidak membayar pajak, mudah dipahami sebagai
ketidakrelaannya untuk mengalihkan sebagaian kekayaannya kepada negara,
karena sesungguhnya pajak bagi mereka merupakan penyebab berkurangnya
kekayaan atau konsumsi mereka.
Hal lain yang menyebabkan rakyat belum secara sukarela membayar
pajak adalah image ditengah – tengah masyarakat, bahwa membayar pajak
untuk orang – orang pajak (Silallahi, 2002: 39).
Pada umumnya kesadaran Wajib Pajak juga dipengaruhi oleh
kepercayaan. Wajib Pajak mengharapkan adanya timbal balik dari pembayaran
pajak yang telah disetor kepada pemerintah. Apabila masyarakat tidak
merasakan manfaat dari pajak tersebut, maka akan muncul kecenderungan
penghindaran pajak.
2.3. Kerangka Pikir
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah
dijelaskan diatas, premis – premis yang dapat dijadikan dasar dalam
mengemukakan hipotesis, antara lain :
Premis 1 : Adanya pengaruh positif signifikan kepatuhan wajib pajak
terhadap kinerja penerimaan pajak (Suryadi, 2006).
Premis 2 : Faktor dapat mendukung keberhasilan penerimaan pajak,
pengetahuan, pemahaman dan kesadaran mereka dalam
masalah kewajiban perpajaknnya (Pamungkas, 2003).
Premis 3 : Bahwa tekanan sosial, persepsi sanksi dan pemahaman wajib pajak
mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, teruji
kebenarannya (Wulandari, 2006).
Premis 4 : Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t dapat
diketahui ada pengaruh kesadaran wajib pajak dan pelayanan
pemerintah secara parsial terhadap kepatuhan wajib pajak,
sehingga hipotesis dua yang menyatakan bahwa diduga
kesadaran wajib pajak dan pelayanan pemerintah secara parsial
berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak,
teruji kebenarannya (Kristina, 2007).
Adapun kerangka pikir yang digunakan sebagai acuan dalam
melakukan penelitian dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
2.4. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah diduga Pemahaman dan
Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
pada Komite Pengusaha Alas Kaki di Kota Mojokerto. Pemahaman Wajib Pajak ( X1 )
Kepatuhan Wajib Pajak ( Y )
Kesadaran Wajib Pajak ( X2 )
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada
suatu variabel atau konstruk dengan cara memberikan arti, atau
menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut (Nazir, 2005:
126).
Sesuai dengan judul yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka
variabel – variabel yang akan diamati adalah sebagai berikut :
a. Variabel Terikat ( Y ) :
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Adalah ketaatan dalam melaksanakan ketentuan – ketentuan atau
aturan - aturan perpajakan yang diwajibkan untuk dilaksanakan.
b. Variabel Bebas ( X ) :
1. Pemahaman Wajib Pajak (X1)
Adalah mengerti atau memahami segala hal yang berhubungan dengan
pajak, baik asas – asanya, macam – macam pajak, tata cara
2. Kesadaran Wajib Pajak (X2)
Adalah adanya rasa yang timbul dari diri seorang wajib pajak atau
keadaan tahu seorang wajib pajak atas apa yang harus dilakukan, yaitu
dengan cara membayar kewajiban perpajakannya.
3.1.2. Pengukuran Variabel
1) Pemahaman Wajib Pajak (X1)
Variabel ini diukur dengan menggunakan strategi survey dengan model
impersonal yang berisi 10 pertanyaan yang disesuaikan dengan
kebutuhan peneliti. Model impersonal membutuhkan alat perantara
antara pewawancara dengan terwawancara yang terdaftar dalam
kuesioner. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
interval dengan teknik pengukuran skala likert (Ridwan, 2004: 86).
Instrumen dalam penelitian ini merupakan pengembangan dan
modifikasi dari peneliti yang dilakukan oleh Hartaty (2006). Indikator
yang digunakan antara lain mengenai :
a. Informasi Mengenai Pajak
b. Sistem Pajak dan Prosedur Perpajakan
c. Pemahaman Peraturan Perpajakan
2) Kesadaran Wajib Pajak (X2)
model impersonal yang berisi 8 pertanyaan yang disesuaikan
dengan kebutuhan peneliti. Model impersonal membutuhkan alat
perantara antara pewawancara dengan terwawancara yang
terdaftar dalam kuesioner. Skala yang digunakan dalam penelitian
ini adalah skala interval dengan teknik pengukuran skala likert
(Ridwan, 2004: 86). Instrumen dalam penelitian ini merupakan
pengembangan dan modifikasi dari peneliti yang dilakukan oleh
Pury (2006). Indikator yang digunakan antara lain mengenai :
a. Kesadaran Pentingnya Pajak
b. Kesadaran Mengenai Sanksi
3) Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Variabel ini diukur dengan menggunakan strategi survey dengan model
impersonal yang berisi 10 pertanyaan yang disesuaikan dengan
kebutuhan peneliti. Model impersonal membutuhkan alat perantara
antara pewawancara dengan terwawancara yang terdaftar dalam
kuesioner. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
interval dengan teknik pengukuran skala likert ( Ridwan, 2004: 86).
Instrumen dalam penelitian ini merupakan pengembangan dan
modifikasi dari peneliti yang dilakukan oleh Pury (2006). Indikator yang
digunakan antara lain mengenai :
a. Menghitung dan Memperhitungkan Pajak yang Terutang dengan
b. Melaporkan Pajak terutang melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPT)
Tepat Waktu
c. Membayar Pajak Teruatang Tepat Waktu
3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi merupakan kelompok subjek / objek yang memiliki ciri –
ciri / karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subjek / objek
yang lain, dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari penelitian
(Sumarsono, 2002: 44). Populasi dalam penelitian ini adalah pengrajin
atau pengusaha yang terdaftar di KOMPAK (Komite Pengusaha Alas
Kaki) Kota Mojokerto, berjumlah 43 pengrajin.
3.2.2. Sampel
Menurut Nazir (2003: 271), sampel adalah bagian dari populasi.
Sampel adalah bagian dari sebuah populasi, yang mempunyai karakteristik
yang sama dengan populasi tersebut. Karena itu sebuah sampel harus
merupakan representatif dari sebuah populasi (Sumarsono, 2002: 44).
Teknik penentuan sampel menggunakan Purposive Sampling yaitu teknik
penarikan sampel non – probabilitas yang menyeleksi responden –
responden berdasarkan ciri - ciri atau sifat khusus yang dimiliki oleh
sampel dan sampel tersebut yang merupakan representatif dari populasi
(Sumarsono, 2004: 52), dengan criteria bahwa pengrajin atau pengusaha
sampel yang digunakan sebanyak 31 responden.
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data primer yang diperlukan ini diperoleh dari jawaban responden
dengan menggunakan teknik kuesioner yang dibagikan kepada
pengrajin sepatu sandal di Kota Mojokerto.
b. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh KPP
Pratama Mojokerto.
3.3.2. Teknik Pelaksanaan
Dalam penelitian ini akan di adakan beberapa teknik pelaksanaan dengan menggunakan cara sebagai berikut :
a. Studi Perpustakaan
Yaitu meliputi penelaah data sekunder yang diperoleh dari literature
yang erat kaitannya dengan penelitian ini, termasuk bahan – bahan
ilmiah yang penulis terima selama mengikuti pendidikan di UPN “
Veteran “ Jawa Timur.
b. Studi Lapangan, meliputi :
Kuesioner
Memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diberikan
berkepentingan secara langsung berhubungan dengan pokok
permasalahan yang diteliti.
Interview
Proses pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dengan
mengadakan tanya jawab terhadap pihak – pihak yang
berhubungan dengan objek penelitian.
3.4. Uji Kualitas Data 3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat
pengukur itu (kuesioner) mengukur apa yang diinginkan. Valid atau
tidaknya alat ukur tersebut itu dapat diuji dengan mengkorelasikan antara
skor yang diperoleh masing – masing butir pertanyaan dengan skor total
yang diperoleh dari penjumlahan semua skor pertanyaan. Apabila korelasi
antara skor total dengan skor masing – masing pertanyaan signifikan
(ditunjukkan dengan taraf signifikan < 0,05), maka dapat dikatakan bahwa
alat tersebut mempunyai validitas (Sumarsono, 2004: 31).
Beberapa asumsi yang digunakan apabila dilakukan analisis
korelasi pearsson antara lain :
1. Distribusi nilai dari variabel berdistribusi normal atau mendekati
normal,
2. Variabel yang akan dicari korelasinya adalah variabel kontinu yang
3. Hubungan dari variabel adalah linier.
(Wahana Komputer, 2006: 170‐171)
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005: 41).
Perhitungan keandalan butir dalam penelitian ini menggunakan
fasilitas yang diberikan oleh SPSS untuk mengukur reabilitas dengan uji
statistik Cronbach Alpha (α), yaitu suatu konstruk atau variabel dikatakan
reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally, 1967)
dalam (Ghozali, 2005: 42).
3.4.3. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data
mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data
tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai
metode diantaranya metode Kolmogorov Smirnov dan metode Shapiro
Wilk.
Pedoman dalam megambil keputusan apakah sebuah distribusi data
a. Jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) < 5 % , maka distribusi adalah
tidak normal.
b. Jika nilai signifikansi (nilai probabilitas) ≥ 5 %, maka distribusi adalah normal
.
(Sumarsono,2004: 43)
3.5. Uji Asumsi Klasik
Untuk mendukung keakuratan hasil model regresi, maka perlu
dilakukan penelusuran terhadap asumsi klasik yang meliputi asumsi
multikolinearitas, asumsi autokorelasi, dan asumsi heteroskedastisitas. Uji
asumsi klasik menyatakan bahwa persamaan regresi tersebut harus bersifat
BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan
uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk mengambil keputusan BLUE, maka
harus dipenuhi diantaranya tiga asumsi klasik yang tidak boleh dilanggar
oleh persamaan tersebut, yaitu :
1. Tidak boleh ada multikolinearitas.
2. Tidak boleh ada autokorelasi.
3. Tidak boleh ada heteroskedastisitas.
Apabila ada ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka
persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE ( Best
Linier Unbiased Estimator ) sehingga pengambilan keputusan melalui
3.5.1. Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menunjukkan adanya
hubungan linier antara variable-variabel bebas dalam suatu model regresi.
Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
multikolinearitas yaitu dengan cara melihat besarnya nilai Variance
Inflation Factor (VIF). VIF dapat dihitung dengan rumus:
1
VIF =
Tolerance
Tolerance mengukur variabilitas variable bebas yang terpilih yang
tidak dapat dijelaskan oleh variable bebas lain. Nilai tolerance yang umum
dipakai adalah 0,10 atau sama dengan nilai VIF dibawah 10, maka tidak
terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2005: 91-92).
3.5.2. Autokorelasi
Autokorelasi artinya adalah adanya antara anggota sampel yang
diurutkan berdasarkan waktu. Penyimpangan asumsi ini biasanya muncul
pada observasi yang menggunakan data time series (Ghozali, 2005: 95).
Tetapi di dalam penelitian ini tidak dilakukan uji autokorelasi karena data
3.5.3. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain. Jika nilai varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedatisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi
ada tidaknya heteroskedastisitas digunakan korelasi rank spearman antara
residual dengan seluruh variabel bebas. Rumus Rank Spearman adalah :
∑di2
Rs = 1-6
N (N2 – 1) ...………(Gujarati, 1995:
188)
Keterangan :
di = perbedaan dalam rank antara variebel bebas
N = banyaknya data
Jika nilai signiikan koefisien rs untuk semua variabel bebas
terhadap nilai mutlak dari residual lebih besar 5% maka tidak terdapat
gejala heteroskedastisitas (Wahana Komputer, 2005: 60).
Analisis ini dipakai dalam penelitian ini karena dapat menerangkan
ketergantungan suatu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel
independen. Analisis ini juga dapat menduga besar dan arah dari pengaruh
tersebut serta mengukur derajat keeratan hubungan antara satu variabel
dependen dengan satu atau lebih variabel independen.
Adapun bentuk umum dari Regresi Linier Berganda secara
sistematis adalah sebagai berikut :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + e……….……(Anonim, 2008:
L-21)
Dimana:
Y = Kepatuhan Wajib Pajak
β0 = Konstanta / intersep
X1 = Pemahaman Wajib Pajak
X2 = Kesadaran Wajib Pajak
β1, β2 = Koefisien regresi
e = Random error
3.6.2. Uji Hipotesis
3.6.2.1.Uji F (Uji Kecocokan Model)
Uji F digunakan untuk menguji cocok atau tidaknya model regresi
yang dihasilkan guna mengetahui pengaruh-pengaruh variabel-variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y) dengan prosedur sebagai