BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus di Kelur ahan Wates Kecamatan Mager sar i Mojoker to)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Dimas Bayu Wicaksono 0813010133/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL " VETERAN"
BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus di Kelur ahan Wates Kecamatan Mager sar i Mojoker to)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Kepada Per syar atan
dalam Memper oleh Gelar Sar jana Ekonomi
J ur usan Akuntansi
Diajukan Oleh :
DIMAS BAYU WICAKSONO 0813010133/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL " VETERAN"
J AWA TIMUR
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK
BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus di Kelur ahan Wates Kecamatan Mager sar i Mojoker to)
Disusun Oleh:
Dimas Bayu Wicak sono 0813010133/FE/EA
telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal 25 Mei 2012
Pembimbing: Tim Penguji:
Pembimbing Utama Ketua
DRA. EC. Er na Sulistyowati, MM Pr of.Dr .H. Soepar lan Pr anoto SE, Sek r etar is
DRA.EC.Er na Sulistyowati, MM Anggota
Rina Mustika, SE, MM
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Univer sita s Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK
BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus di Kelur ahan Wates Kecamatan Mager sar i Mojoker to)
yang diajukan
DIMAS BAYU WICAKSONO 0813010133/FE/AK
disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
DRA. EC. Er na Sulistyowati, MM Tanggal :………
NIP. 196702041992032001
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK
BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus di Kelur ahan Wates Kecamatan Mager sar i Mojoker to)
yang diajukan
DIMAS BAYU WICAKSONO 0813010133/FE/EA
telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh
Pembimbing Utama
DRA. EC. Er na Sulistyowati, MM Tanggal :………
NIP. 196702041992032001
Mengetahui
Ketua Pr ogr am Studi Akuntansi
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK
BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus di Kecamatan Kr embung Kelur ahan Kr embung Sidoar jo)
yang diajukan
Adi Pr anjani Wiecaksono 0813010147/FE/AK
telah disetujui untuk diseminarkan oleh
Pembimbing Utama
DRA. EC. Rr . Dyah Ratnawati, MM Tanggal :………
NIP. 19670231991032001
Mengetahui
Ketua Pr ogr am Studi Akuntansi
1.1 Latar Belakang………1
1.2 Perumusan Masalah………7
1.3 Tujuan Penelitian………....7
1.4 Manfaat Penelitian………..7
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian terdahulu... 9
2.1.2 Perbedaan dan Persamaan Penelitian yang Dilakukan Sekarang dengan penelitian terdahulu...16
2.2 Landasan Teori……….. 18
2.2.1 Sumber Penerimaan Daerah……… 18
2.2.2 Pajak ………. 21
2.2.3 Dasar Teori Pemungutan Pajak…..………23
2.2.4 Teori perilaku wajib pajak...28
2.2.5 Pajak Bumi dan Bangunan………. 30
2.2.5.1 Sejarah……… 30
2.2.5.2 Ketentuan Umum……….... 32
2.2.5.3 Objek Pajak………. 33
2.2.5.4 Subjek Pajak………34
2.2.5.5 Tarif Pajak………... 35
2.2.5.6 Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak………35
2.2.5.7 Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang……….………..36
2.2.6 Pemahaman Akan Undang- Undang Perpajakan…………... 37
2.2.7 Kesadaran Wajib Pajak Membayar Pajak………. 38
2.2.8 Kepatuhan Wajib Pajak………..38
Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan…… 44
2.3 Diagram Kerangka Pikir……… 46
2.4 Hipotesis ………. 46
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variable……… 47
3.1.1 Definisi Operasional……… 47
3.1.2 Pengukuran Variable……….. 50
3.2 Sampel, dan Teknik Penarikan Sample……… 53
3.2.1 Populasi………. 53
3.2.2 Sampel………... 53
3.3 Teknik Pengumpulan Data……….. 55
3.3.1 Jenis dan Sumber Data……… 55
3.3.2 Metode Pengumpulan Data……… 55
3.4 Uji Kualitas Data……… 56
3.4.1 Uji Validitas……….. 57
3.4.2 Uji Reliabilitas……….. 57
3.4.3 Uji Normalitas………. 58
3.4.4 Uji Asumsi Klasik... 58
3.5 Teknik Analisis……….... 60
3.6 Uji Hipotesis………... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian... 64
4.1.1 Sejarah Singkat Objek Penelitian... 64
4.1.2 Kondisi Geografis Kelurahan Wates... 64
4.1.3 Struktur organisasi... 64
4.3.3 Kepatuhan Wajib Pajak... 72
4.3.4 Keberhasilan Penerimaan PBB (Y)... 73
4.4 Uji Validitas dan Reliabilitas... 74
4.4.1 Uji Validitas... 74
4.4.2 Uji Reliabilitas... 78
4.5 Analisis Regresi Linier Berganda... 79
4.5.1 Analisis Asumsi Klasik... 79
4.5.2 Persamaan Regresi Linier Berganda... 82
4.5.3 Uji F (uji Kecocokan Model)... 83
4.5.4 Uji t... 85
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian... 86
4.6.1 Implikasi Penelitian... 88
4.6.2 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 89
4.6.3 Keterbatasan Penelitian... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 91
Tabel 1. Data Penerimaan PBB di Kelurahan Wates... 5
Tabel 2. Perbedaan dan Persamaan Penelitian Yang Dilakukan Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu... 16
Tabel 3. Tabulasi Jawaban Variabel Pemahaman Wajib Pajak... 70
Tabel 4. Tabulasi Jawaban Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak... 71
Tabel 5. Tabulasi Jawaban Variabel Kepatuhan Wajib Pajak... 72
Tabel 6. Tabulasi Jawaban Variabel Keberhasilan Penerimaan PBB.. 74
Tabel 7. Uji Validitas Pada Variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1) Putaran Ke-1... 75
Tabel 8. Uji Validitas Pada Variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1) Putaran Ke-2... 75
Tabel 9. Uji Validitas Pada Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (X2) Putaran Ke-1... 76
Tabel 10. Uji Validitas Pada Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (X2) Putaran ke-2... 76
Tabel 11. Uji Validitas Pada Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (X3) Putaran Ke-1... 77
Tabel 12. Uji Validitas Pada Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (X3) Putaran Ke-2... 77
Tabel 13. Uji Validitas Pada Variabel Keberhasilan Penerimaan PBB (Y)... 77
Tabel 14. Hasil Uji Reliabilitas... 78
Tabel 15. Hasil Uji Normalitas... 80
Tabel 16. Hasil Uji Heteroskedastisitas (Rank Spearman)... 81
Tabel 17. Hasil Uji Multikolinieritas (VIF)... 81
Tabel 18. Persamaan Regresi Liner Berganda... 82
Gambar 1. Diagram Kerangka Pikir... 46
Lampiran 2. Rekapitulasi Jawaban Responden
Lampiran 3. Frequency Tabel
Lampiran 4. Output Validitas dan Reliabilitas Variabel Pemahaman Wajib
Pajak (X1)
Lampiran 5. Output Validitas dan Reliabilitas Variabel Kesadaran Perpajakan
Wajib Pajak (X2)
Lampiran 6. Output Validitas dan Reliabilitas Variabel Kepatuhan Wajib
Pajak (X3)
Lampiran 7. Output Validitas dan Reliabilitas Variabel Keberhasilan
Penerimaan PBB (Y)
Lampiran 8. Input Regresi
Lampiran 9. Output Normalitas
Pajak Bumi Dan Bangunan
(Studi Kasus di Kelurahan Wates Kecamatan Magersari Mojokerto)
Oleh :
Dimas Bayu Wicaksono
Abstrak
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak property di Indonesia sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994. Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak obyektif, yaitu pajak negara yang sebagian besar penerimaanya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakaan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Wates Kecamatan Magersari Mojokerto.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak di Kelurahan Wates Kecamatan Magersari yang berjumlah 5721 Wajib Pajak. Teknik penentuan ukuran sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Simple Random Sampling ditemukan sebanyak 100 responden Wajib Pajak PBB.
Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan uji hipotesis uji kecocokan model dan uji t. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pemahaman wajib pajak (X1) berpengaruh terhadap keberhasilan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Y), sedangkan kesadaran perpajakan wajib pajak (X2) dan kepatuhan wajib pajak (X3) tidak berpengaruh terhadap
keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Y).
`1.1 Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan suatu fenomena yang menarik dalam kehidupan
masyarakat dan Negara, saat ini pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang
paling asing bagi masyarakat Indonesia, sebagian kalangan telah
menempatkan pajak sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu
merupakan sarana untuk ikut berpartisipasi dalam membantu pelaksanaan
tugas bernegara yang ditangani oleh pemerintah. Indikasi ini terlihat dari
semakin banyaknya jumlah Wajib Pajak, demikian juga keikutsertaan
masyarakat dari berbagai kalangan apabila ada penyelenggaraan kegiatan
mengenai perpajakan.
Sejarah pemungutan pajak telah ada sejak jaman nenek moyang yang
dikenal dengan upeti, yaitu pemberian hasil bumi kepada raja sebagai tanda
bakti rakyat kepada raja,hal inilah yang kemudian melatarbelakangi adanya
pemungutan pajak. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan,
tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat untuk rajadalam
memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara,
menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai, dan lain sebagainya.
Pemerintah berusaha keras untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam membayar pajak, apalagi dalam kondisi politik Indonesia pada saat ini
terutama pada saat terjadinya kenaikan BBM akan sangat berdampak besar
pada perekonomian Indonesia, tidak stabilnya situasi dan kondisi
perekonomian Indonesia menyebabkan pendapatan pemerintah berkurang,
oleh karena itu pemerintah berusaha meningkatkan peranan Sumber
Penerimaan Negara terutama berasal dari Non Migas dan penerimaan ini
sebagian akan ditingkatkan melalui penerimaan dari sektor pajak. Pajak
sebagai iuran wajib pajak yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintahnya,
selain Pajak Pendapatan dan Pajak Penghasilan maka Pajak Bumi dan
Bangunan atau PBB juga memberikan peranan penting dalam Sumber
Pembiayaan Daerah, (Gardinia, 2006 : 10-11).
Pajak telah mengalami masa-masa sulit dan gemilang dinegara kita,
yang indikasinya terlihat dari peresentase penerimaan pajak dalam APBN
maupun APBD, untuk mentesuaikan pajak dengan iklim perkembangan yang
dialami oleh negara kita, pemerintah telah melakukan reformasi terhadap
perpajakan, baik atas pajak pusat/ nasional maupun pajak daerah. Reformasi
pajak diupayakan untuk dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak, disamping itu juga sebagai reposisi pajak sebagai sumber
penerimaan, baik itu penerinmaan pusat (APBN) maupu untuk daerah
(APBD) (Pandiangan, 2002 : 11).
Pada Official Assement System, petugas pajak berkewajiban
(WP), sedangkan pada Self Assesment System, WP berkewajiban
memperhituungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang
terutang, walaupun berbeda, keadua sistem penetapan pajak tersebut dalam
praktiknya tetap memerlukan pengawasan dari pihak pemerintah dalam
bentuk pemeriksaan untuk menguji kepatuhan WP dalam melaksanakan
kewajiban perpajakanya (Sofyan, 2003 : 30).
Ditinjau dari fungsinya, pajak dibedakan menjadi dua fungsi yaitu
fungsi budgetair (sumber penerimaan Negara) dan fungsi regulerend
(mengatur). Fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan, sedangkan fungsi regulanted, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Kedua
fungsi ini, pada dasarnya pemerintah ingin kembali menegaskan peranan
penting pajak baik sebagai alat penerimaan Negara seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, maupun sebagai alat untuk melaksanakan berbagai
kebijakan di dalam bidang sosial dan ekonomi. (Siti Resmi, 2007 : 3).
Tujuan Pemerintah dalam melakukan perubahan kebijakan di bidang
perpajakan tentunya guna meningkatkan pemasukan pajak kas Negara dan
menunjang peningkatan pertumbuhan perekonomian. Kebijakan tersebut
(peraturan perundang-undangan perpajakan) seharusnya mengatur system
menjalankan fungsi pajak (budgetair dan regulerend) salah satunya tentu saja
membutuhkan system penetapan pajak yang efisien, fleksibel, dan terintegrasi
dengan system subsistem secara internal dan system yang lain secara
eksternal (dengan peradilan pajak) dalam menunjang kebijakan pendapatan
Negara (fiscal policy) (Sofyan, 2003 : 29).
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak property di Indonesia
sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994. Pajak
Bumi dan Bangunan sebagai pajak obyektif, yaitu pajak negara yang sebagian
besar penerimaanya merupakan pendapatan daerah yang antara lain
dipergunakaan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, oleh sebab itu, wajar bila
pemerintah pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (Suhardito dan Sudibyo, 1999 : 3).
Pajak Bumi dan Bangunan memiliki nilai rupiah kecil dibandingkan
dengan pajak pusat lainya, tetapi memiliki dampak luas hasil penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan dikembalikan untuk pembangunan daerah yang
bersangkutan. Pada dasarnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan Wajib
Pajak (WP) terbesar dibanding pajak-pajak lainnya dan merupakan
satu-satunya pajak property di Indonesia yang mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun,namun dalam kenyataanya, tidak menutup kemungkinan dapat
mengalami penurunan terbesar yaitu ditahun 2008 dan tahun 2010 pada
Tabel 1
Data Penerimaan PBB di Kelurahan Wates Kecamatan Magersari Mojokerto
No Tahun Pakok Ketetapan
PBB (Rp)
Realisasi Penerimaan
PBB (Rp)
Persentase (% )
Obyek Pajak
1 2007 285.356.178 218.583.225 76,60% 5.439
2 2008 371.792.317 267.451.016 71,94% 5.653
3 2009 470.151.265 352.674.508 75,01% 5.631
4 2010 546.924.269 407.656.267 74,54% 5.668
5 2011 534.377.226 400.002.144 74,85% 5.721
Sumber : Kantor DPPKA Kota Mojokerto
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa persentase realisasi
penerimaan PBB tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami peningkatan, tetapi
pada tahun 2007 ke tahun 2008 persentase mengalami penurunan. Kenaikan
persentase dari perbandingan antara rencana dengan realisasi pada tahun 2008
ke tahun 2009 mencapai nilai sebesar 4,07% selain itu, pada tahun 2007 ke
tahun 2008 pun mengalami penurunan, penurunan persentase dari
perbandingan antara rencana realisainya mencapai nilai sebesar 4,66%.
Penerimaan PBB yang selalu di bawah pokok ketetapan menunjukan
bahwa pajak merupakan “momok” bagi masyarakat meskipun telah dilakukan
reformasi perpajakan hal ini kemungkinan disebabkan karena dengan
membayar pajak maka biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak akan semakin
besar. Selain itu juga adanya keanekaragaman tingkat pendidikan di dalam
maka semakin baik pemahman mengenai ketentuan pajak yaitu PBB begitu
juga sebaliknya. Pada dasarnya tidak ada masyarakat yang rela untuk
membayar pajak. Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang cukup baik tentang
pajak, sehingga masyarakat akan rela membayar pajak.
Dengan semakin pahamnya wajib pajak atas ketentuan maupun
peraturan perpajakan yang berlaku, maka wajib pajak akan lebih sadar dalam
memenuhi kewajibanya untuk membayar pajak yaitu PBB. Selain
pemahaman dan kesadaran yang dimiliki wajib pajak mengenai perpajakan,
kepatuhan wajib pajak juga harus diperhatikan oleh segenap pihak instansi
yaitu kantor DPPKA kota mojokerto dalam pembayaran atau pelunasan
pajak.
Sebagaiman telah dipaparkan di atas, makan perlu diperhatikan
pemahaman Wajib Pajak, kesadaran Wajib Pajak, serta kepatuhan Wajib
Pajak yang berpengaruh terhadap realisasi penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dalam penelitian ini akan melihat pengaruh dari
pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan Wajib Pajak, serta kepatuhan
Wajib Pajak terhadap keberhasilan penerimaan PBB.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka akan
dilakukan penelitian dengan judul “Pengar uh Pemahaman Wajib Pajak,
Kesadar an Per pajakan Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak
ter hadap Keber hasilan Pener imaan Pajak Bumi dan Bangunan (Studi
1.2. Per umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran
Perpajakan Wajib Pajak, serta Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap
Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Wates
Kecamatan Magersari Mojokerto.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menguji secara empiris pengaruh Pemahaman Wajib Pajak,
Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, serta Kepatuhan Wajib Pajak
berpengaruh terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kelurahan Wates Kecamatan Magersari Mojokerto.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian antara lain dapat memberikan masukan bagi
beberapa pihak,antara lain sebagai berikut :
a. Bagi Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset
Dapat memberikan tambahan informasi tentang indikator-indikator yang
mempengaruhi keberhasilan Pajak Bumi dan Bangunan. Khususnya
adalah bagaimana pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan Wajib
b. Bagi Universitas
Penelitian ini bermanfaat untuk tambahan referensi perkuliahan serta
sebagai tambahan perpustakaan yang sudah ad
c. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menerepkan dan mengaplikasikan teori-teori yang
telah diperoleh selama masa studi dan untuk memperoleh pengalaman
dalam pengamatan di lapangan.
2.1. Penelitian Ter dahulu
Adapun penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini
Sadalah sebagai berikut :
1. Bambang Suhar dito dan Bambang Sudibyo (1999)
a. Judul
Pengaruh Faktor-Faktor yang Melekat Pada Wajib Pajak Terhadap
Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
b. Perumusan Masalah
1. Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP berpengaruh terhadap
keberhasilan penerimaan PBB di Surabaya?
2. Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP Wiraswasta
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Surabaya?
3. Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP Nir-Wiraswasta
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Surabaya?
c. Hipotesis
1. Diduga faktor-faktor yang melekat pada WP berpengaruh terhadap
keberhasilan penerimaan PBB di Surabaya?
2. Diduga faktor-faktor yang melekat pada WP Wiraswasta
3. Diduga faktor-faktor yang melekat pada WP Nir-Wiraswasta
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Surabaya?
d. Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang telah terbukti berpengaruh terhadap
keberhasilan penerimaan PBB di kota Surabaya adalah
faktor-faktor kesadaran perpajakan WP, rasio beban PBB dibandingkan
pendapatan WP, sikap WP terhadap prioritas pembangunan
pemerintah, dan tax avoidance WP.
2. Untuk WP PBB Wiraswasta, faktor-faktor kesadran perpajakan
WP, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, rasio beda
hitung permanent difference, sikap WP terhadap prioritas
pembangunan pemerintahan, dan tax avoidance WP.
3. Untuk WP PBB Nir-wiraswasta, faktor-faktor kesadran perpajakan
WP, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, rasio beda
hitung permanent difference, sikap WP terhadap prioritas
pembangunan pemerintah, persepsi WP tentang pelaksanaan
sanksi denda PBB, tax avoidance WP, pendidikan WP, dan lama
tinggal WP di lokasi objek pajak.
2. Sur yadi (2006)
a. judul
model Hubungan Kasual Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib
Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajak Suatu
b. Perumusan Masalah
Apakah hubungan kasual kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib
pajak dan pengaruhnya terhadap kinerja penerimaan pajak suatu
survei di wilayah Jawa Timur.
c. Hipotesis
1. Ada pengaruh positif signifikan kesadaran wajib pajak terhadap
kinerja penerimaan pajak
2. Ada pengaruh positif signifikan pelayanan perpajakan terhadap
kinerja penerimaan pajak
3. Ada pengaruh positif signifikan kepatuhan wajib pajak terhadap
kinerja penerimaan pajak
4. Terdapat perbedaan kesadaran antara kelompok WP besar dengan
WP kecil dalam memenuhi kewajiban perpajakannya
5. Terdapat perbedaan kepatuhan antara kelompok WP besar dengan
WP kecil dalam memenuhi kewajiban perpajakan
d. kesimpulan
1. Diduga bahwa kesadaran wajib pajak dan pelayanan wajib pajak
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak
2. Kepatuhan wajib pajak memiliki pengaruh besar terhadap kinerja
3. Kir yanto (1999)
a. Judul
Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak
Penghasilanya.
b. Perumusan Masalah
1.Apakah terdapat hubungan antara penerapan struktur pengendalian
intern dengan kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi
kewajiban pajak penghasilannya?
2.Apakah penerapan struktur pengendalian intern berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi
kewajiban pajak penghasilannya?
c. Hipotesis
1.Diduga terdapat hubungan antara penerapan struktur pengendalian
intern dengan kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi
kewajiban pajak penghasilannya
2.Diduga penerapan struktur pengendalian intern berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi
kewajiban pajak penghasilannya
d. Kesimpulan
1.Terdapat hubungan secara signifikan dan positif antara penerapan
struktur pengendalian intern dengan kepatuhan wajib pajak badan
2.Terdapat pengaruh signifikan dan positif antara penerapan struktur
pengendalian intern dengan kepatuhan wajib pajak badan dalam
mmemenuhi pajak penghasilan.
4.Vitr iana Budi Kur niawati (2006)
a. Judul
Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib
Pajak, dan Sistem Pemungutan yang melekat pada Wajib Pajak
terhadap Keberhasilan Pajak Bumi dan Bangunan. (Studi Kasus di
Kelurahan Ngagel Rejo Kecamatan Wonokromo)
b. Perumusan Masalah
1.Apakah pemahaman WP, kesadaran perpajakn WP dan sistem
pemungutan secara simultan maupun parsial berpengaruh
terhadap keberhasilan penerimaan PBB di kelurahan Ngagel Rejo
Kecamatan Wonokromo?
2.Apakah antara pemahaman WP, kesadaran perpajakan WP dan
sistem pemungutan tersebut salah satu berpengaruh dominan
terhadap keberhasilan PBB?
c. Hipotesis
1.Diduga pemahaman WP, kesadaran perpajakan WP, dan sistem
pemungutan secara simultan maupun parsial berpengaruh
terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Kelurahan Ngagel Rejo
2.Diduga diantara pemahaman WP, kesadaran perpajakan WP, dam
sistem pemungutan tersebut salah satu berpengaruh dominan
terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Kelurahan Ngagel Rejo
Kecamatan Wonokromo?
d. Kesimpulan
Pemahaman Wajib Pajak, kesadran Perpajakan Wajib Pajak, dan
Sistem Pemungutan mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan
penerimaan PBB, namun variabel sistem pemungutan (X3)
mempunyai pengaruh yang dominan terhadap keberhasilan
penerimaan PBB dibandingkan dengan variabel pemahaman Wajib
Pajak (X1) dan kesadaran perpajakan (X2).
5.Imania Hestr i Medhani (2009)
a. Judul
Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan
Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Keberhasilan Penerimaam Pajak
Bumi dan Bangunan. (Studi kasus di wilayah kelurahan kutisari
kecamatan tenggilis mejoyo Surabaya)
b. Rumusan Masalah
Apakah Tingkat Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kesadaran
Perpajakan Wajib Pajak, serta Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
berpengaruh terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan di Kelurahan Kutisari Kecamatan Tenggilis Mejoyo
c. Hipotesis
Diduga Tingkat Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kesadaran
Perpajakan Wajib Pajak,serta Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
berpengaruh terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan di Kelurahan Kutisari Kecamatan Tenggilis Mejoyo
Surabaya.
e. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta pembahasan hasil
penelitian pada bab terdahulu dapat diambil kesimpulan dari
penelitian Bahwa tingkat pemahaman Wajib Pajak, tingkat kesadaran
perpajakan Wajib Pajak serta tingkat kepatuhan Wajib Pajak
berpengaruh Terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan
2.1.2 Per bedaan dan Per samaan Penelitian Yang Dilakukan Sekar ang
Dengan Penelitian Ter dahulu
NO NAMA
PENELITI
J UDUL VARIABEL HASIL ANALISIS
1 Bambang
Suhardito dan Bambang Sudibyo (1999)
Pengaruh
faktor-faktor yang melekat pada wajib pajak terhadap
keberhasilan penerimaan PBB
Faktor- faktor yang melekat
pada WP
Wiraswasta, faktor-faktor yang melekat pada WP Nir-Wiraswasta dan
keberhasilan penerimaan PBB
Faktor-faktor yang
melekat pada WP
Wiraswasta, faktor-faktor yang melekat
pada WP
Nir-Wiraswasta
berpengaruh positif terhadap keberhasilan penerimaan PBB
2 Suryadi (2006) Model hubungan
kasual kesadaran, pelayanan,
kepatuhan WP dan pengaruhnya
terhadap kinerja penerimaan pajak suatu survei di wil jawa timur
Hubungan kasual kesadaran, pelayanan, kepatuhan WP dan pengaruhnya terhadap kinerja penerimaan pajak
Kesadaran WP dan pelayanan WP tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja penerimaan
pajak sedangkan
kepatuhan wajib pajak memiliki pengaruh besar terhadap kinerja penerimaan pajak
3 Kiryanto
(1999)
Pengaruh penerapan struktur
pengendalian intern terhadap kepatuhan WP badan dalam memenuhi
kewajiban pajak
penghasilannya
Penerapan struktur pengendalian intern,
kepatuhan WP
badan dan
kewajiban pajak
penghasilannya
Terdapat hubungan secara signifikan dan
positif antara
penerapan struktur pengendalian intern dengan kepatuhan WP
badan dalam
memenuhi kewajiban pajak penghasilan dan berpengaruhnya penerapan struktur pengendalian intern dengan kepatuhan WP
badan dalam
4 Vitriana Budi Kurniawati (2006)
Pengaruh
pemahaman WP,
kesadaran
perpajakan WP, dan sistem pemungutan yang melekat pada
WP terhadap
keberhasilan
penerimaan PBB
(Studi kasus di
kelurahan ngagel
rejo kecamatan
wonokromo)
Pemahaman WP, kesadaran perpajakan
WP, sistem
pemungutan dan
keberhasilan penerimaan PBB
Pemahaman WP,
kesadaran perpajakan
WP, dan sistem
pemungutan
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan
penerimaan PBB,
namun variabel sistem pemungutan (X3)
mempunyai pengaruh
yang dominan
terhadap keberhasilan
penerimaan PBB
dibandingkan variabel pemahaman WP (X1)
dan kesadaran
perpajakan (X2)
5 Dimas Bayu
Wicaksono (2012)
Pengaruh pemahamn
WP, kesadran
perpajakan WP dan
kepatuhan WP
terhadap keberhasilan
penerimaan PBB
(studi kasus di
kelurahan wates
kecamatan magersari mojokerto)
Pemahaman WP, kesadaran perpajakan WP dan kepatuhan WP terhadap keberhasilan penerimaan PBB
Masih dilakukan
penelitian
Berdasarkan Tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan
dengan penelitian sekarang adalah pada penggunaan Independent Variabel
(Variabel Bebas) yaitu Pemahaman Wajib Pajak atas PBB (X1), Kesadaran
Perpajakan Wajib Pajak (X2) karena itu merupakan salah satu pengaruh
dalam keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah pada objek
perbedaan pada variabel (X3) yaitu sistem pemungutan yang melekat pada
Wajib Pajak yang dilakukan oleh peneliti Vitriana Budi Kurniawati (2006).
2.2 Landasan Teor i
2.2.1 Sumber Pener imaan Daer ah
Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Penyelenggaraan tugas Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh
perangkat Daerah dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). (Bratakusumah, 2001 : 172).
Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi
(bratakusumah, 2001 : 172-174) adalah :
1. Pendapatan asli daerah, yaitu :
Yang dimaksud dengan pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang
diperolah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pendapatan asli daerah terdiri dari :
a. Hasil pajak daerah
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah lainnya yang dipisahkan
2. Dana perimbangan terdiri dari :
a. Dana bagi hasil
Adalah bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan
(PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan
penerimaan sumber daya alam (SDA)
b. Dana alokasi umum
c. Dana alokasi khusus
3. Pinjaman daerah
4. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkan
5. Lain-lain penerimaan yang sah
Lain-lain penerimaan yang sah antara lain hibah, dana darurat, dan
penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari
bagian daerah dari pajak dan bumi dan bangunan, Bea Perolehan hak atas
tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumbar daya alam, serta dana
alokasi umum dan dana alokasi khusus.dana perimbangan tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, mengingat tujuan masing-masing jenis sumber
tersebut saling mengisi dan melengkapi. (Bratakusumah 2001 : 169)
Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan (PBB) dibagi dengan
imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Penerimaan
20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Penerimaan sumber daya
alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan
dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk
daerah.(Bratakusumah 2001 :176 - 178).
Pinjaman Daerah dalam negeri bersumber dari pemerintah pusat,
Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank,masyarakat dan
sumber lainya diberitahukan kepada pemerintah dan mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Bratakusumah, 2001 : 191).
Pinjaman Daerah dari luar negeri dapat berupa pinjaman Bilateral atau
pinjaman Multilateral. Pinjaman Daerah yang berseumber dari luar negeri
harus memperoleh persetujuan dahulu dari pemerintah pusat. (Bratakusumah,
2001 : 192).
Dana Alokasi umum dimaksudkan untuk menjaga pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah dan untuk membiayai kebutuhan
pengeluaranya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan Dana
Alokasi Khusus dialokasikan untuk membantu pembiayaan tertentu.
(Bratakusumah, 2001 : 175).
Pajak dan Retribusi Daerah ditetapkan dengan undang-undang
penentuan tarif dan tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah
ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan Nomor 34 tahun 2000. Jenis pemungutan seperti Retribusi
mempunyai pengertian lain dibandingkan dengan Pajak. Retribusi pada
karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan
prestasi dari pemerintah, misalnya pembayaran uang kuliah, karcis masuk
terminal, dan kartu langganan. (Waluyo dan Ilyas, 2002 : 09).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ditetapkan dengan
peraturan daerah paling lambat satu bulan setelah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) ditetapkan. Perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah selambat-lambatnya tiga
bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah paling
lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
(Bratakusumah, 2001 : 205)
2.2.2 Pajak
Ditinjau dari sejarahnya, masalah pajak sudah ada sejak zaman dahulu,
walaupun pada saat itu belum dinamakan “pajak”, namun masih merupakan
pemberia yang bersifat sukarela dari rakyat kepda rajanya. Perkembangan
selanjutnya pemberian tersebut menjadi upeti yang sifat pemberiannya
dipaksakan dalam artian bahwa bahwa pemberian itu bersifat “wajib” dan
ditetapkan secara sepihak oleh negara.
Menurut Suandy (2005 : 7-8) pengertian definisi pajak dari beberapa
pakar, yang di muat secara kronologis adalah sebagai berikut :
1. Prof. Dr. M.J.H. Smeets dalam bukunya De Economische Betekenis der
Belastingen (terjemahan) : Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang
adanya kontra prestasi yang dapat yang dapat ditunjukan dalam hal
individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
2. Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “ Pajak
Berdasarkan Azas Gotong Royong” menyatakan bahwa pajak adalah
iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari
definisi diatas tidak tampak istilah “dipaksakan” karena bertitik tolak pada
istilah “iuran wajib”. Sisi lainya yang berhubungan dengan kontra prestasi
menekankan pada mewujudkan kontra prestasi ini diperlukan pajak.
3. Edwin R.A Seligman dalam buku Essay in Taxation, berbunyi :
(terjemahan) adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada Negara
tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada seseorang.
Banyak terdengar terdengar keberatan atas kalimat “without reference”
karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk
produksi barang dan jasa, jadi benefit diberikan masyarakat, hanya tidak
mudah ditunjukannya, apalagi secara Der Oranzan.
4. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economic of Public Finance, 1984,
memberikan batasan pajak seperti diatas hanya mengganti “Without
reference” menjadi “With little reference”.
5. Rochmat Soemitro, dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak
Pendapatan adalah sebagai berikut: “ Pajak adalah iuran rakyat kepada
tidak mendapat jasa timbale (kontra prestasi), yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak (Waluyo danIlyas, 2002: 5-6) adalah :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra prestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukanya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai
public invesment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur.
2.2.3 Dasar Teor i Pemungutan Pajak
Pemahaman akan teori pemungutan pajak berikut ini diharapkan
membawa suatu kesadaran akan pentingnya pemungutan pajak bukan lagi
menjadi beban semata, tetapi menjadi suatu kewajiban yang menyenangkan
dalam hidup bermasyarakat, (Waluyo dan Ilyas, 2002 : 3-4),menjelaskan
1. Teori Asuransi
Perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut
dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari
segala kepentingannya, misalnya keselamatan atau keamanan harta
bendanya. Teori asuransi ini menyamakan pembayaran premi dengan
pembayaran pajak, walaupun kenyaataannya menyatakan hal tersebut
dengan premi tidaklah tepat.
2. Teori Kepentingan
Teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut
dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan
setiap orang pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan
hartanya, oleh karena itu, pengeluaran Negara untuk melindunginya
dibebankan pada masyarakat.
3. Teori Daya Pikul
Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan pajak
terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat
berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya, aleh karena itu, untuk
kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak
menurut daya pikul seseorang.
4. Teori Bakti
Teori bakti ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini
berdasarkan pada pendapatan bahwa negara mempunyai hak mutlak untuk
pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda
baktinya terhadap negara, dengan demikian dasar hukum pajak terletak
pada hubungan masyarakat dengan Negara.
5. Teori Asas Daya Beli
Teori berdasarkan pada pendapatan bahwa penyelenggaraan kepentingan
masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang
bukan kepentingan individu atau negara sehingga lebih menitikberatkan
pada fungsi mengatur.
Pencapaian tujuan pemungutan pajak perlu dipegang tegas asas-asas
pemungutan dalam memilih alternative pemungutanya, dengan demikian,
terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih
diperlukan lagi, yaitu pemahaman antar perlakuan pajak tertentu. Asas-asas
pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku
“ An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nation” menyatakan
bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan sebagai berikut (Waluyo dan
Ilyas, 2002 :12) :
1. Azas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata yaitu dikenakan kepada
orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak
atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil
dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk
pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat
2. Azas Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang,
kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3. Azas Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan
saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak, sebagai contoh pada saat
wajib pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut Pay
as You Earn.
4. Azas Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak
bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban
yang dipikul wajib pajak.
Menurut Richard A. Musgrave dalam buku Public Finance in Theory
and Practice terdapat dua macam asas keadilan dalam keadilan pemungutan
pajak, yaitu : (Waluyo dan Ilyas, 2002 : 12)
1. Benefit Principle
Dalam sistem perpajakan yang adil, setiap wajib pajak harus membayar
sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah. Pendekatan
ini disebut Revenue and Ex-penditure Approach.
2. Ability Principle
Dalam pendekatan ini disarankan agar pajak dibebankan kepada wajib
Masalah keadilan dalam pemungutan pajak, dibebankan secara lain
dalam : (Waluyo dan Ilyas, 2002 : 13)
1. Keadilan Horizontal
Pemungutan pajak adil secara horizontal apabila beban pajaknya sama
atas semua wajib pajak yang memperoleh penghasilan yang sama dengan
jumlah tanggungan yang sama, tanpa membedakan jenis penghasilan atau
sumber penghasilan.
2. Keadilan Vertikal
Keadilan dapat dirumuskan (Horosontal dan Vertikal) bahwa pemungutan
pajak adil apabila orang dalam kondisi ekonomi yang sama dikenakan
pajak yang sama, demikian sebaliknya.
Sebagai perwujudan dari adanya reformasi (Muhammad Rusjdi, 2007)
dibidang perpajakan diantaranya kebijakan perpajakan yang baru dikeluarkan
oleh pemerintah, antara lain :
1. UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang perubahan atas UU Nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2000 tentang penetapan besarnya
Nilai Jual Kena Pajak untuk perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1007/KMK04/1985 tentang
pelimpahan wewenang penagihan PBB kepada Gubernur Kepala Daerah
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK04/1998 tentang
penentuan klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Obyek Pajak sebagai dasar
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK04/1985 tentang tata cara
penagihan PBB dan penunjukan pejabat yang berwenang mengeluarkan
surat paksa.
2.2.4 Teor i per ilaku wajib pajak
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap
seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) pada obyek tersebut. Sikap mempunyai peran yang penting
dalam menjelaskan perilaku seseorang dalam lingkungannya, walaupun
masih banyak faktor lain yang mempengaruhi perilaku,seperti stimulus, latar
belakang individu, motivasi, dan status kepribadian. Secara timbal balik,
faktor lingkungan juga mempengaruhi sikap dan perilaku. Dalam Theory of
Planned Behavior (TPB). perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul
karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat berperilaku
ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu:
1.Behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku
dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation).
2.Normative beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain
dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and
3.Control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang
mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control
beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung
dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).
Hambatan yang mungkin timbul pada saat perilaku ditampilkan dapat
berasal dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan. Secara berurutan,
behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku positif atau negatif,
normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang dipersepsikan
(perceived social pressure) atau norma subyektif (subjective norm) dan
control beliefs menimbulkan perceived behavioral control atau kontrol
keperilakuan yang dipersepsikan (Ajzen, 2002: 2). Bobek & Hatfield (2003),
Blanthorne (2000), dan Hanno & Violette (1996) memanfaatkan Theory of
Planned Behavior (TPB) untuk menjelaskan kepatuhan pajak Wajib Pajak.
Temuan Bobek & Hatfield (2003), dan Hanno &
Violette (1996) adalah, sikap terhadap ketidakpatuhan pajak berpengaruh
secara signifikan terhadap niat ketidakpatuhan pajak. Sedangkan Blanthorne
(2000), tidak bisa membuktikan pengaruh sikap terhadap ketidakpatuhan
2.2.5 Pajak Bumi dan Bangunan
2.2.5.1Sejar ah
Menurut Pudyatmoko (2002 : 31-33), pengenaan pajak terhadap tanah
atau sesuatu yang berhubungan dengan tanah sudah ada sejak zaman kolonial.
Seperti Contingenten dan Verplichthe Laverantieen yang lebih dikenal
dengan nama tanam paksa, yang seperti diketahui menimbulkan perang jawa
pada tahun 1825-1830. Kemudian oleh Gubernur Jendral Raffles, pajak atas
tanah tersebut disebut Landrent yang arti sebenarnya sewa tanah.
Setelah penjajahan Inggris berakhir maka kemudian Indonesia dijajah
kembali oleh Belanda, pajak tersebut kemudian diganti nama menjadi
Landrente dengan sistem atau cara pengenaan yang sama. Untuk penertiban
pemungutanya, menurut Munawir (1985 : 297), maka pemerintah Belanda
mengadakan pemetaan desa untuk keperluan klarisan dan pengukuran tanah
milik perorangan yang disebut rincikan. Peraturan tentang Landrente
dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian dirubah dan ditambah dengan
Ordonansi Landrente tahun 1939.
Pada jaman penjajahan Jepang namanya diganti dengan pajak tanah,
dan setelah Indonesia merdeka namanya diubah menjadi pajak bumi.
Kemudian istilah pajak bumi ini diubah menjadi pajak hasil bumi. Yang
dikenakan pajak tidak lagi nilai tanah, melainkan hasil yang keluar dari dari
tanah, sehingga timbul frustasi, karena hasil yang keluar dari tanah
merupakan objek dari pajak penghasilan, pada saat itu namanya pajak
tahun 1952 sampai dengan tahun 1959. Rupanya pemerintah menginsafi
kekeliruanya, sehingga sejak tahun1959 dipungut lagi pajak hasil bumi atas
nilai tanah, bukan atas hasil yang keluar dari tanah dan bangunan, dengan
mendasarkan pada undang No. 11 Prp 1959, yang dengan
undang No. 1 Tahun 1961 telah ditetapkan menjadi undang-undang.
Undang-undang ini semula hanya mengatur pemungutan pajak atas tanah adat tanah
yang dimiliki atau dikuasai oleh orang-orang Indonesia asli, tidak termasuk
tanah hak barat tersebut diatur berdasarkan ordonansi/ Undang-undang
Verponding Indonesia Tahun 1923 dan ordonansi Verponding Tahun 1928.
Tetapi kemudian tahun 1960 dikeluarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1960
yang mengemukakan bahwa hukum atas tanah berlaku atas semua tanah di
Indonesia. Hal itu dipertegas lagi dengan Keputusan Presidium Kabinet
tanggal 10 Februari tahun 1967 Nomor : 87/Kep/U/4/1967. Undang-undang
No. 11Prp Tahun 1959 yang menjadi landasan pajak hasil bumi oleh
karenanya harus ditafsirkan bahwa semua tanah di Indonesia dipungut pajak
hasil bumi, termasuk tanah-tanah yang diatur dalam ordonansi Verponding
Indonesia Tahun 1923 dan Verponding 1928.
Dengan pemberia otonomi dan desentralisasi kepada Pemerintah
Daerah, pajak hasil bumi kemudian namanya diubah menjadi IPEDA (Iuran
Pembangunan Daerah) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Iuran Negara
No. PM PPU 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang berlaku mulai 1
November 1965. Pada saat yang bersamaan juga ada pajak-pajak lain yang
Hal tersebut terjadi karena sekalipun IPEDA dimaksudkan untuk
menghapuskan pajak-pajak itu akan tetapi belum ada UU yang
menghapuskan Verponding, Inlands Verponding dan pajak hasil bumi. Di
damping itu masing-masing daerah dapat mengubah peraturan IPEDA. Oleh
karena itu terjadi pengaturan yang tidak seragam, serta tumpang tindih.
Berangkat dari kondisi yang demikian itulah maka kemudian dikeluarkan
Undang-undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yyakni Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1985 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986.
2.2.5.2Ketentuan Umum
Pasal 1 (Undang-undang Perpajakan,2005 : 251)
a. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya
b. Bangunan adalah konstruksi teknik yang di tanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan atau perairan
c. Nilai jual Obyek pajak tanah adalah harga rata rata yang diperoleh
dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak
terdapat transaksi jual beli,nilai jual obyek pajak ditentukan melalui
perbandingan harga debgan obyek lain yang sejenis atau perolehan
baru atau nilai jual obyek pajak pengganti.
d. Surat Pemberitauan Obyek pajak adalah surat yang dipergunakan
oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data pajak menurut ketentuan
e. Surat Pemberitauan obyek Pajak Terutang adalah surat yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan
besarnya pajak terutang kepada Wajib Pajak.
2.2.5.3Obyek Pajak
Pasal 2 (Undang-undang perpajakan 2005 : 252)
a. Yang menjadi Obyek pajak adalah bumi atau bangunan
b. Klasifikasi Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
oleh menteri keuangan.
Pasal 3 (Undang-undang perpajakan 2005 : 253)
1. Obyek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah
obyek pajak yang :
a.Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum
dibidanng ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b.Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu.
c.Merupakan hutan lindung,suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah
Negara belum dibebani suatu hak.
d.Dipergunakan oleh perwakilan diplomatik
e.Dipergunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
2. Obyek pajak yang digunakan oleh Negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
3. Batas Nilai Jual Bangunan tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp 8
juta untuk setiap satuan bangunan.
4. Batas nilai jual bangunan tidak kena pajak sebagaimana dimaksudkan
dalam ayat (3) akan disesuaikan dengan suatu faktor penyesuaian
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2.2.5.4Subyek Pajak
Pasal 4 (Undang-undang perpajakan 2005 : 255)
1. Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat
atas bumi dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh
manfaat atas bangunan.
2. Subyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut
undang-undang ini.
3. Dalam hal atas suatu obyek pajak belum jelas diketahui wajib
pajaknya, Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subyek pajak
sebagaimana dimaksud pasal (1) sebagai wajib pajak.
4. Subyek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap obyek pajak yang
dimaksud.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagaiman
dimaksud dalam ayat (4) disetujui maka Direktur Jendral Pajak
membatalkan penetapan sebagai wajib pajak sebagaiman dimaksud
dalam ayat (3) dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat
keterangan yang dimaksud.
6. Bila keterangan yang dimaksud tidak disetujui, maka Direktur
Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan
disertai alasan-alasanya.
7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak diterimanya
keterangan sebagaiman dimaksud dalam ayat (4), Direktur Jeneral
Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan
dianggap tidak disetujui.
2.2.5.5Tar if Pajak
Pasal 5 : (Undang-undang Perpajakan, 2005 : 257)
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5% (lima
per sepuluh persen).
2.2.5.6Dasar Pengenaan dan Car a Menghitung Pajak
Pasal 6 : (Undang-unndang Perpajakan, 2005 : 257)
1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak.
2. Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan
daerahnya.
3. Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang
ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan
setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari Nilai Jual Obyek Pajak.
4. Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan
memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Pasal 7
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak.
2.2.5.7Tahun Pajak,saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Ter hutang
Pasal 8 : (Undang-undang Perpajakan, 2005 : 259)
1. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwin. Jangka
waktu satu tahun takwin adalah dari 1 Januari sampai 31 Desember.
2. Saat yang menetukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan
obyek pajak pada tanggal 1 Januari.
3. Tempat pajak yang terutang :
a.Untuk daerah Jakarta, di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
b.Untuk daerah lainnya, di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II
2.2.6 Pemahaman akan Undang-undang Per pajakan
Pemahaman Wajib Pajak terhadap Undang-undang dan peraturan
perpajakan PBB berfungsi penting, karena ini merupakan elemen kognitif
dari sikap Wajib Pajak terhadap Undang-undang dan peraturan perpajakan
PBB, dan sikap Wajib Pajak mempengaruhi perilaku perpajakan, dan
akhirnya perilaku perpajakan mempenggaruhi keberhasilan perpajakan.
(Suhardito, Sudibyo, 1999 : 5).
Perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang ada atau
terjadi dalam upaya pemungutan pajak. Hambatan tersebut dapat
dikelompokan menjadi : (Suandy, 2005 : 16-17)
a. Perlawanan Pasif
Perlawanan secara pasif ini berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi
masyarakat di Negara yang bersangkutan.
b. Perlawanan Aktif
Perlawanan pajak secara aktif ini merupakan serangkaian usaha yang
dilakukan oleh Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak atau mengurangi
jumlah pajak yang seharusnya di bayar.
Perlawanan secara aktif dapat di bagi menjadi :
a. Penghindaran Pajak (tax avoidance)
Merupakan usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara
b. Penggelapan Pajak (tax evasion)
Merupakan pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar
peraturan perpajakan seperti memberikan data-data palsu atau
menyembunyikan data.
Upaya masyarakat untuk menghindarkan pajak merupakan suatu hal
yang alami mengingat pajak merupakan suatu pungutan paksaan dan sesuatu
yang dipaksakan akan menimbulkan reaksi negative yang dapat berupa
perlawanan terhadap pembayaran pajak. Perlawanan pajak akan sangat
merugikan bagi Negara oleh karena itu dalam rangka untuk mengrangi atau
bahkan menghilangkan sama sekali kondisi yang membuat masyarakat
sebagian masyarakat sadar mau dan mampu membayar pajak.
2.2.7 Kesadaran Wajib Pajak Membayar Pajak
Penerimaan pajak merupakan sumber dana yang penting bagi
pembiayaan pembangunan oleh karena itu, diperlukan usaha-usaha untuk
melakukan intensifikasi pemungutanya. Keberhasilan upaya ini akan
ditentukan oleh dua hal yang saling berkaitan, yaitu kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak dalam melakukan tugasnya di lapangan.
Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, terutama tergantung
pada tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Semakin tinggi
pengetahuan masyarakat, akan semakin mudah bagi pemerintah
untukmenyadarkan mereka. Bahwa di dunia ini tak satupun yang dapat
pemerintah harus menyadarkan masyarakat mengenai hubungan antara
manfaat dan biaya dari setiap aktivitas pemerintahan.
Guna menumbuhkan toleransi masyarakat dalam menggugah kesadaran
tentang arti pentingnya pajak bagi pemerintah untuk pembiayaan
pembangunan, perlu dilakukan sosialisasi dan pendidikan di lapisan
masyarakat. Upaya ini dapat ditempuh antara lain dengan memberikan
bimbingan dan penyuluhan secara intensif sehingga dapat menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kesadaran membayar pajak
baru akan timbul apabila masyarakat dapat merasakan hubungan langsung
antara pembayaran pajak dengan manfaat yang diterima, sehingga merekapun
akan terdorong untuk patuh membayar pajak.
Usaha untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam membayar
pajak lebih mudah dilakukan pada jenis pajak yang secara langsung dirasakan
manfaatnya, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang digunakan
untuk pembangunan infrastruktur daerah. Untuk jenis pajak yang tidak
berhubungan langsung antara pembayaran dan manfaat, memang akan lebih
sulit untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat (Mangkoesoebroto, 1994 :
137).
2.2.8 Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kiryanto (1999 : 7) kepatuhan memiliki kata dasar patuh,
patuh berarti suka menurut perintah ; taat kepada perintah dan aturan
berdisiplin, setia dan bersedia melakukan sesuatu yang sudah disepakati
arti katanya berarti sifat patuh, keadaan patuh. Jadi, kapatuhan dalam hal
perpajakan berarti merupakan suatu ketaatan melakukan ketentuan-ketentuan
atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan, diharuskan, menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemberian sanksi akan dikenakan
kepada pelanggar ketntuan perpajakan, yang dimaksudkan untuk mencegah
tingkah laku yang tidak di kehendaki, sehimgga akan tercipta kepatuhan yang
lebih baik.
Para praktisi pajak mengatakan bahwa minimnya tingkat kepatuhan
wajib pajak ini dapat dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan pajak yang
dimiliki oleh wajib pajak, cara petugas pajak memberikan pelayanan, dan
beratnya kriteria wajib pajak. selain itu adanya faktor kesengajaan yang
dilakukan oleh wajib pajak dengan pemikiran bahwa mereka dapat
melakukan negosiasi dengan aparat untuk mengecilkan pajak
mereka.(Gardina dan Haryanto, 2006 : 18).
Untuk memotivasi para wajib pajak dalam memenuhi kewajibnya serta
meningkatkan jumlah wajib pajak patuh, pemerintah memberikan beberapa
kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi dapat menjadi wajib pajak patuh.
Dasar hukum penerapan kriteria wajib pajak patuh ini adalah UU No. 15
Tahun 2000 j.o KMK No. 235/ KMK.03/2003 tentang penentuan wajib pajak
patuh. (Grdina dan Haryanto, 2006 : 12)
Kriteria-kriteria wajib pajak yang telah ditetapkan adalah sebagai
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Supat Pemberitahuan Tahunan
(SPT-tahunan) dalam dua (2) tahun terakhir.
2. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan masa (SPT-masa)
untuk pejaka penghasilan dan pajak pertambahan nilai dalam tahun
terakhir.
3. Tidak mempunyai tunggakan pajak, kecuali mendapat izin untuk diangsur
termasuk surat tagihan pajak (SPT) untuk dua tahun terakhir.
4. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan dalam waktu (10) tahun terakhir.
2.2.9 Penga r uh Pemahaman Wajib Pajak Tentang Undang-undang dan
Per atur an Per pajakan Terhadap Keber hasilan Pener imaan Pajak
Bumi dan Bangunan
Landasan pengaruh pemahaman wajib pajak. Terhadap penerimaan
pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan mengacu pada teori kepentingan.
Teori ini dalam ajarannya yang semula hanya memperhatikan pembagian
beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban
ini harus didasarkan atas kepentingan orang masing-masing dalam
tugas-tugas pemerintah, termasuk perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta
harta bendanya. Oleh karena itu, sudah sewajarnyalah jika biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh Negara dibebankan kepada mereka. (Resmi, 2004 : 5).
Pendapat fallan (1999 : 173-184) mengkaji pada aspek pentingnya
membedakan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya sikap wajib
pajak terhadap Badan Perpajakan akan dipengaruhi oleh pengetahuan wajib
pajak mengenai perpajakan. Dengzn meningkatnya pengetahuan perpajakan
baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran
wajib pajak (Suryadi, 2006 : 108).
Pemerintah telah melakukan sosialisasi perpajakan baik melalui
spanduk-spanduk, seminar, penyuluhan, media massa dan elektronik.
Tujuannya adalah agar wajib pajak lebih medah mengerti mengenai
perpajakan, lebih cepat mendapat informasi perpajakan (gardina dan
Haryanto, 2006 : 19).
Pelaksanaan sosialisasi perpajakan juga dimaksudkan untuk lebih
memberdayakan wajib pajak supaya lebih memahami Undang-undang dan
peraturan perpajakan yang berlaku dan mudah dimengerti oleh wajib pajak
akan mempengaruhi keberhasilan penerimaan pajak (PBB).
2.2.10 Penga r uh Kesadaran Per pajakan Wajib Pajak Terhadap
Keber hasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Mengacu pada teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti maka teori
ini berlawanan dengan teori asuransi, teori kepentingan dan teori gaya pikul
yang tidak mengutamakan kepentingan negara diatas kepentinga warganya.
Teori ini mendasarkan pada paham Organische staatsleer, artinya tingkat
kesadaran wajib pajak terhadap keberhasilan penerimaan pajak bumi dan
adanya faktor persekutuan. Tingkat kesadaran wajib pajak lebih dipengaruhi
karena faktor keinsyafannya untuk membuktikan tanda baktinya terhadap
kepentingan Negara diatas kepentingan individunya.
pahamOrganische Staatsleer mengajarkan bahwa karena sifat suatu
Negara maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak. Oranng-orang
tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan tidaklah akan ada
individu. Oleh karenanya maka persekutuan (yang menjelma menjadiNegara)
behak atas satu dan yang lain. Akhirnya setiap orang mengginsyafi bahwa
menjadi suatu kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap
Negara dalam bentuk pembayaran pajak (Resmi, 2004 : 6).
Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap terhadap fungsi pajak, berupa
konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif dalam memahami,
merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran
perpajakan berkonsekuensi logis untuk para wajib pajak agar mereka rela
memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan dengan
cara membayar kewajiban pajak secara tepat waktu dan tepat jumlah.
(Suhardito , Sudibyo, 1999 :4-5)
Menurut Azwar (2007 : 24-27) komponen kognitif berisi kepercayaan
seseorang mengenai apayang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
Komponen afektif menyangkut emosional subyektif seseorang terhadap suatu
objek sikap. Sedangkan komponen konatif menunjukan perilaku,
kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan
Pajak Bumi dan Bangunan walaupun nilai rupiahnya kecil
dibandingkan dengan pajak pusat lain, tetapi mempunyai dampak yang lebih
luas sebab penerimaan PBB dikembalikan untuk kegiatan-kegiatan
pembangunan daerah yang bersangkutan, oleh karena itu pemerintah
diharapkan dapat menciptakan persepsi positif positif terhadap wajib pajak,
sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab wajib pajak
untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (Suhardito, Sudibyo, 1999 : 3).
2.2.11 Penga r uh Kepatuhan Wajib Pajak Ter hadap Keber hasilan
Pener imaan Pajak Bumi dan Bangunan
Sejak reformasi perpajakan Tahun 1923 yang terakhirr Tahun 1994
dengan diubahnya Undang-undang perpajakan tersebut menjadi UU No. 9
Tahun 1994, UU No. 10 tahun 1994, UU No. 11 tahun 1994 dan UU No. 12
tahun 1994, maka sistem pemungutan pajak di indonesia adalah “Self
Assessment System”. Menurut Waluyo (2002 : 16), “Self Assessment
System” adalah suatu system pemungutan pajak yang memberikan
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya paj