• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Ekonomi Jasa Ekosistem Waduk Koto Panjang Di Kabupaten Kampar Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penilaian Ekonomi Jasa Ekosistem Waduk Koto Panjang Di Kabupaten Kampar Riau"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN EKONOMI JASA EKOSISTEM

WADUK KOTO PANJANG DI KABUPATEN KAMPAR RIAU

TRISLA WARNINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Penilaian Ekonomi Jasa Ekosistem Waduk Koto Panjang di Kabupaten Kampar Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Trisla Warningsih

(4)

RINGKASAN

TRISLA WARNINGSIH. Penilaian Ekonomi Jasa Ekosistem Waduk Koto Panjang di Kabupaten Kampar Riau. Dibimbing oleh D.DJOKOSETIYANTO, ACHMAD FAHRUDIN dan LUKY ADRIANTO.

Ekosistem Waduk Koto Panjang merupakan salah satu ekosistem yang banyak memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia. Penilaian ekonomi Waduk Koto Panjang hanya dibatasi untuk ekosistem aquatik (perairan) Waduk Koto Panjang. Nilai jasa ekosistem yang dihitung di Waduk Koto Panjang adalah jasa penyediaan (budidaya ikan keramba jaring apung (KJA) dan perikanan tangkap) serta jasa kultural (wisata). Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan nilai ekonomi jasa ekosistem Waduk Koto Panjang berdasarkan daya dukung dengan melakukan: identifikasi jasa ekosistem Waduk Koto Panjang, menghitung daya dukung ekologi dan ekonomi ekosistem Waduk Koto Panjang, menghitung nilai ekonomi total ekosistem Waduk Koto Panjang dan menyusun model pengelolaan ekosistem Waduk Koto Panjang.

Penelitian ini dilaksanakan selama mulai Bulan Desember 2012 - Desember 2014. Jenis dan sumber data yang digunakan yakni data primer bersumber dari pengukuran langsung (insitu) dan laboratorium (data fisika, kimia dan biologi), observasi dan wawancara langsung dengan responden (petani ikan, nelayan, wisatawan serta para pakar yang terdiri dari akademisi dan birokrat). Data sekunder diperoleh dari studi pustaka serta dari instansi terkait. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi jasa ekosistem Waduk Koto Panjang adalah secara deskriptif berdasarkan tipologi jasa ekositem untuk perairan tawar. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung ekologi dan ekonomi ekosistem Waduk Koto Panjang adalah kualitas air, produktivitas primer, daya dukung kawasan dan analisis kelayakan. Metode yang digunakan untuk menghitung nilai ekonomi total ekosistem Waduk Koto Panjang menggunakan kerangka total economic value dan kerangka millenium ecosystem assessment. Metode yang digunakan untuk menyusun model pengelolaan ekosistem Waduk Koto Panjang dengan pendekatan sistem dinamis dengan bantuan software (powersim)

(5)

jasa kultural, memiliki nilai estimasi sebesar Rp. 2.090.331.515. berdasarkan hasil skenario model yang dikembangkan dengan meningkatkan pertumbuhan KJA sebesar 30% dan wisatawan penangkap ikan sebesar 100%, berhasil meningkatkan nilai ekonomi total sebesar Rp.5,08 milyar dari sebelumnya yang hanya sekitar Rp.3,3 milyar atau meningkat sekitar 53,95%. Kenaikan nilai ekonomi tersebut diperoleh dari peningkatan nilai ekonomi kegiatan KJA sebesar Rp.1,56 milyar dan peningkatan nilai ekonomi kegiatan wisata sebesar Rp.2,9 milyar.

(6)

SUMMARY

TRISLA WARNINGSIH. Economic Valuation of Ecosystem Services Koto Panjang Reservoir in Kampar regency of Riau. Supervised by D.DJOKOSETIYANTO, ACHMAD FAHRUDIN and LUKY ADRIANTO.

Ecosystem Koto Panjang reservoir is one of the many ecosystems that benefit either directly or indirectly to human life. Koto Panjang reservoir economic assessment is limited only restricted to aquatic ecosystems (water) reservoir. The value of ecosystem services is calculated in Koto Panjang reservoir is the provision of services (KJA aquaculture and capture fisheries) and cultural services (travel). This study aims to generate economic value of ecosystem services Reservoir Koto Panjang based on carrying capacity to perform: the identification of ecosystem services Reservoir Koto Panjang, calculates the ecological carrying capacity and the economics of ecosystems Reservoir Koto Panjang, calculate the total economic value of ecosystems Reservoir Koto Panjang and create a model for ecosystem management Reservoir Koto Panjang.

This research was conducted during began in December 2012 - December 2014, and the type of data source used the primary data sourced from direct measurements (insitu) and laboratories (data of physics, chemistry and biology), direct observation and interviews with respondents (fish farmers, fishermen , tourists and experts consisting of academics and bureaucrats). Secondary data were obtained from the literature and from the relevant authorities. The method used to identify the ecosystem services Koto Panjang reservoir is a descriptive typology for freshwater ecosystem services. The method used to calculate the carrying capacity of ecosystems ecology and economy Koto Panjang reservoir is a water quality, primary productivity, the carrying capacity of the region and feasibility analysis. The method used to calculate the total economic value of ecosystems Koto Panjang reservoir using total economic value framework and the framework of the millennium ecosystem assessment. The method used to create a model for ecosystem management Koto Panjang reservoir with dynamic systems approach with the help of software (powersim)

The results showed the water quality in the reservoir Koto Panjang quite good for the development of fisheries, because based on the parameters of physics, chemistry and biology is still under water quality standard PP 82 2001 Class III for fisheries. Floating Net Cage (FNC) aquaculture activities in Koto Panjang reservoir in condition undershoot due to ecological carrying capacity (Kb)

aquaculture FNC is greater than the carrying capacity of the economy (Ks).

Capture fisheries activities of fishing boats and fishing boats rowing machine in Koto Panjang reservoir in a state of ecological overshoot because the capacity of fisheries fishing boats and fishing boats rowing machine (Kb) is less than the

carrying capacity of the economy (Ks). Tourism activities in Koto Panjang

reservoir in a state of ecological carrying capacity undershoot due to travel (Kb) is

greater than the carrying capacity of the economy (Ks). The value of ecosystem

(7)

2.090.331.515. scenario based on those results the model developed by increasing the FNC growth of 30% and tourist fishing by 100%, managed to increase the total economic value of Rp.5.08 billion from previously around Rp.3.3 billion or an increase of approximately 53.95 %. The increase in the economic value derived from an increase in the economic value of Rp.1.56 billion FNC activities and improvement of the economic value of tourism activities Rp.2.9 billion.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PENILAIAN EKONOMI JASA EKOSISTEM

WADUK KOTO PANJANG Di KABUPATEN KAMPAR RIAU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Sigit Hariyadi M.Sc

Prof (Ris) Dr Ir Sonny Koeshendrajana

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Ir Sigit Hariyadi M.Sc

(11)

Judul Disertasi : Penilaian Ekonomi Jasa Ekosistem Waduk Koto Panjang di Kabupaten Kampar Riau

Nama : Trisla Warningsih

NIM : P062100031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir D. Djokosetiyanto DEA Ketua

Dr Ir Achmad Fahrudin MS Anggota

Dr Ir Luky Adrianto M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah MScAgr Tanggal Ujian Tertutup: 23 Juni 2016 Tanggal Lulus:

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini berjudul Penilaian Ekonomi Jasa Ekosistem Waduk Koto Panjang di Kabupaten Kampar Riau. Penulisan disertasi ini merupakan sebagian persyaratan guna memperoleh gelar doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Untuk semua proses dan tahapan penyusunan disertasi ini, terima kasih tidak terhingga penulis ucapkan kepada:

1. Prof Dr Ir D. Djokosetiyanto DEA sekalu Ketua Komisi Pembimbing, Dr Ir Achmad Fahrudin MS dan Dr Ir Luky Adrianto M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan banyak motivasi, arahan, dan bimbingan dalam seluruh tahapan dan proses penyusunan disertasi.

2. Dr Ir Sigit Hariyadi dan Prof (Ris) Dr Ir Sonny Koeshendrajana selaku Penguji Luar Komisi yang sudah memberikan masukan untuk penyempurnaan disertasi.

3. Dr Ir Dahrul Syah MscAgr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Prof Dr Marimin selaku Sekretaris Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB. 4. Prof Dr Ir Cecep Kusmana, selaku Ketua Program Studi PSL IPB dan Dr Ir

Widiatmaka selaku Sekretaris Program Studi PS PSL serta seluruh staf Dosen PSL IPB yang telah memberikan bekal ilmu.

5. Rektor Universitas Riau yang telah memberikan ijin tugas belajar dengan beasiswa BPPS DIKTI, Dekan FPIK Universitas Riau dan Ketua Jurusan SEP Universitas Riau serta teman-teman dosen SEP Universitas Riau

6. Kemenristek DIKTI untuk beasiswa BPPS

7. PLN Pikitring Sumatera Barat dan Riau, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kampar, Dinas Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Kampar dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar.

8. Teman-teman PSL 2010 IPB yang telah berjuang bersama.

9. Keluarga tercinta, Ayahanda H Anas Husin, Ibunda (almh) Syamsidar, Umi Midarwati, Ayahanda (Alm) H Bahari Yunus, Ibunda Rahimah, Ibunda Zulhelma M.Pd, Kakanda Dr Aswandi S.Hut M.Si dan Kakanda Cut Rizlani Kholibrina S.Hut M.Si. Teristimewa suami tercinta M Yusri Rahmalis ST dan anak-anak Andini Muthmainnah, Muhammad Fahim Arsyadi dan Muhammad Fatih Abqari atas segala doa, pengorbanan yang luar biasa dan yang telah menjadi inspirasi dan semangat hidup serta atas waktu yang banyak tersita dalam melakukan studi.

Penulis menyadari disertasi ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu segala saran dan kritik masih diperlukan untuk penyempurnaan. Akhirnya semoga disertasi ini bermanfaat

Bogor, Agustus 2016

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Kebaruan (Novelty) 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Ekosistem Waduk 7

2.2 Kerusakan Ekosistem Waduk 8

2.3 Penilaian Jasa Ekosistem Waduk 8

2.4 Daya Dukung Ekologi dan Ekonomi 10

2.5 Kerangka Total Economic Value (TEV) 12

2.6 Sistem, Pendekatan Sistem dan Model 16

2.7 Hasil Penelitian Terdahulu 19

3 METODOLOGI 29

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 29

3.2 Kerangka Pendekatan Studi 29

3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 31

3.4 Tahapan Penelitian 38

3.5 Analisis Data 40

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 55

4.1 Identifikasi Jasa Ekosistem Waduk Koto Panjang 55

4.2 Daya Dukung Ekosistem Waduk Koto Panjang 62

4.3 Nilai Ekonomi Jasa Ekosistem Waduk Koto Panjang 80 4.4 Model Dinamik Pengelolaan Jasa Ekosistem Waduk Koto Panjang 85

5 SIMPULAN DAN SARAN 93

5.1 Simpulan 93

5.2 Saran 93

DAFTAR PUSTAKA 95

LAMPIRAN 105

(15)

DAFTAR TABEL

1. Tipologi jasa ekosistem perairan tawar 10

2. Kerangka total economic value jasa ekosistem perairan 12 3. Ikhtisar penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang

dilaksanakan 20

4. Jenis data biofisik yang diamati dalam penelitian 31

5. Koordinat titik sampling biofisik 32

6. Rincian data primer dan sekunder sosial ekonomi 33 7. Jenis, sumber data dan metode analisis data penilaian ekonomi jasa

ekosistem waduk Koto Panjang Kabupaten Kampar 39 8. Konversi produksi ikan dari PP per tahun (Beverage, 1984) 43

9. Potensi ekologis 46

10. Kerangka Total Ekonomic Value dan kerangka Millenium Ecosystem

Assesment Waduk Koto Panjang 46

11. Metode pengumpulan data model dinamik 49

12. Jumlah penduduk, nelayan, KJA, produksi penangkapan dan produksi

KJA di Waduk Koto Panjang 56

13. Jenis alat tangkap di Waduk Koto Panjang 59

14. Jenis jasa pada ekosistem Waduk Koto Panjang 61

15. Jenis ikan di Waduk Koto Panjang 73

16. Daya tampung beban P untuk budidaya perikanan di Waduk Koto

Panjang 74

17. Daya dukung penangkapan ikan 76

18. Daya dukung kawasan 78

19. Kelayakan usaha budidaya KJA dan penangkapan di Waduk Koto

Panjang 79

20. Nilai ekonomi total jasa ekosistem Waduk Koto Panjang 85 21. Data validasi sub model pertumbuhan penduduk 86

22. Data validasi sub model perkembangan KJA 86

23. Data validasi sub model produksi tangkapan ikan 87

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran penelitian 3

2. Kerangka permasalahan di Waduk Koto Panjang dengan pendekatan

DPSIR 5

3. Fungsi lingkungan alamiah (de Groot et al., 2002) 9

4. Peta lokasi penelitian 29

5. Kerangka pendekatan studi 30

6. Peta lokasi pengambil sampel kualitas air 34

7. Peta lokasi pengambilan sampel Fitoplankton dan Zooplankton 35 8. Peta lokasi pengambilan sampel sosial ekonomi 36

9. Kerangka pengambilan sampel 37

10. Tahapan penelitian 38

11. Kurva permintaan sumberdaya 47

(16)

13. Konsepsi makro model dinamik pengelolaan jasa ekosistem Waduk

Koto Panjang 50

14. Konsepsi mikro model dinamik pengelolaan jasa ekosistem Waduk

Koto Panjang 50

15. Diagram simpal kausal (causal loop) pertumbuhan penduduk 51 16. Diagram simpal kausal (causal loop) potensi ikan (stok) 51 17. Diagram simpal kausal (causal loop) limbah waduk 52 18. Diagram simpal kausal (causal loop) penangkapan ikan 52 19. Diagram simpal kausal (causal loop) produksi budidaya KJA 53

20. Hasil tangkapan di Waduk Koto Panjang 60

21. Sebaran nilai suhu di perairan Waduk Koto Panjang 63 22. Sebaran nilai TDS di perairan Waduk Koto Panjang 64 23. Sebaran nilai TSS di perairan Waduk Koto Panjang 64 24. Sebaran nilai pH di perairan Waduk Koto Panjang 65 25. Sebaran nilai DO di perairan Waduk Koto Panjang 66 26. Sebaran nilai BOD di perairan Waduk Koto Panjang 66 27. Sebaran nilai COD di perairan Waduk Koto Panjang 67 28. Sebaran nilai Nitrat di perairan Waduk Koto Panjang 68 29. Sebaran nilai Nitrit di perairan Waduk Koto Panjang 68 30. Sebaran nilai Amoniak di perairan Waduk Koto Panjang 69 31. Sebaran nilai Total Fosfat di perairan Waduk Koto Panjang 70 32. Kelimpahan dan keragaman Fitoplankton pada musim yang berbeda 71 33. Indek dominansi Fitoplankton pada musim yang berbeda 71 34. Kelimpahan dan keragaman Zooplankton pada musim yang berbeda 72 35. Indeks dominansi Zooplankton pada musim yang berbeda 72

36. Perbandingan Kb dan Ks budidaya KJA 75

37. Perbandingan Kb dan KS perikanan tangkap nelayan perahu mesin 76 38. Perbandingan Kb dan Ks perikanan tangkap nelayan perahu dayung 77

39. Perbandingan Kb dan Ks wisatawan 78

40. Kurva Permintaan Budidaya KJA di Waduk Koto Panjang 81 41. Kurva permintaan perikanan tangkap nelayan perahu mesin di Waduk

Koto Panjang 82

42. Kurva permintaan perikanan tangkap nelayan perahu dayung di

Waduk Koto Panjang 83

43. Kurva permintaan wisata di Waduk Koto Panjang 84 44. Grafik validasi sub model pertumbuhan penduduk 86

45. Grafik validasi sub model perkembangan KJA 87

46. Grafik validasi sub model produksi tangkapan ikan 88 47. Grafik simulasi model produksi ikan (hasil tangkapan dan budidaya

KJA) 88

48. Grafik simulasi model pendapatan 89

49. Grafik simulasi model surplus konsumen 89

50. Grafik simulasi model nilai ekonomi 90

51. Grafik simulasi skenario model perkembangan KJA (peningkatan unit

KJA) 91

52. Grafik simulasi skenario model perkembangan KJA (peningkatan nilai

(17)

53. Grafik simulasi skenario model perkembangan KJA (peningkatan nilai

ekonomi) 92

54. Grafik simulasi skenario model peningkatan wisatawan (peningkatan

nilai ekonomi) 92

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta zonasi ekosistem Waduk Koto Panjang 105

2. Cashflow budidaya KJA 106

3. Cashflow nelayan perahu mesin 107

4. Cashflow nelayan perahu dayung 108

5. Nilai ekonomi jasa penyediaan budidaya KJA 109

6. Nilai ekonomi jasa penyediaan perikanan tangkap nelayan perahu

mesin 110

7. Nilai ekonomi jasa penyediaan perikanan tangkap nelayan perahu

dayung 111

8. Nilai ekonomi jasa kultural wisata 112

9. Diagram alir (flow diagram) model dinamik pengelolaan jasa

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Ekosistem Waduk Koto Panjang dibangun dengan membendung sungai Kampar Kanan dan Batang Mahat. Pembangunan ekosistem Waduk Koto Panjang memberikan pengaruh terhadap pemanfaatan lahan atau ruang di sekitar Waduk Koto Panjang. Untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang tersebut pada tahun 1986 telah disusun zonasi daerah genangan proyek PLTA Koto Panjang sebagai pedoman dalam pemanfaatan lahan disekitarnya serta telah direview kembali pada tahun 2005. Adanya zonasi diharapkan keberadaan kegiatan lain disekitar waduk tidak akan menggganggu aktivitas PLTA Koto Panjang sehingga suplai tenaga listrik tidak tetap berkelanjutan. Berdasarkan zonasi PLN (2005) ekosistem Waduk Koto Panjang terdiri dari zona perikanan tangkap, zona budidaya perikanan, zona rekreasi/wisata air, zona konservasi sumberdaya perikanan, zona pasang surut waduk, zona lindung sempadan pantai, zona pulau timbul dan zona keamanan. Untuk peta zonasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Ekosistem Waduk Koto Panjang merupakan salah satu ekosistem yang banyak memberikan jasa baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia. Jasa ekosistem didefinisikan sebagai manfaat langsung dan tidak langsung yang diperoleh manusia dari ekosistem dan diklasifikasikan sebagai jasa penyediaan (provisioning services) yaitu produk yang diperoleh dari ekosistem; jasa cultural (cultural services) yaitu manfaat nonmaterial yang diperoleh manusia dari ekosistem; jasa regulating (regulating services) yaitu manfaat yang diperoleh dari regulasi proses ekosistem; dan jasa supporting

(supporting services) yaitu manfaat yang diperlukan untuk produksi semua jasa ekosistem lainnya (de Groot et al. 2002, MEA 2003, TEBB 2010, Costanza et al.

2011).

Ekosistem Waduk Koto Panjang memiliki fungsi utama sebagai pembangkit listrik tenaga air, disamping itu ekosistem Waduk Koto Panjang juga dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan budidaya Keramba Jaring Apung (KJA), perikanan tangkap dan wisata. Pengembangan pengelolaan ekosistem Waduk Koto Panjang selain dari fungsi utama waduk juga memiliki fungsi pemanfaatan di berbagai bidang, salah satunya adalah perikanan budidaya KJA dan perikanan tangkap serta wisata. Laetje (2012) pengembangan usaha perikanan yang optimal dan berkelanjutan dapat tercapai jika memperhatikan beberapa aspek, yaitu (1) mempertahankan ketersediaan stok perikanan di perairan, (2) mempertahankan kelestarian dan kualitas lingkungan, (3) meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan tersebut, (4) meningkatkan keterpaduan dan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan menetapkan zona pengembangan. Berkembangnya kegiatan perikanan budidaya, perikanan tangkap dan wisata pada saat ini tidak memperhatikan zonasi yang telah ditetapkan sehingga menjadi ancaman bagi kelangsungan beroperasinya PLTA Koto Panjang.

(20)

ekosistem Waduk Koto Panjang adalah sebesar 1.228 petak. Lokasi budidaya KJA di ekosistem Waduk Koto Panjang terkonsentrasi di sekitar dam site sebesar 77 % dari total petak KJA yang ada. Hal ini sangat membahayakan bagi turbin disebabkan oleh limbah dari kegiatan tersebut yang akan mempercepat penurunan kualitas air pada damsite maupun hilir damsite. Kegiatan budidaya KJA menghasilkan sampah plastik, limbah organik berupa bangkai ikan, sisa pakan yang tidak termanfaatkan, feses ikan yang dampaknya mulai mengkhawatirkan dan akan menggangu operasional turbin. Akumulasi limbah organik yang menumpuk di dasar waduk akan mengalami proses dekomposisi menghasilkan amoniak yang tinggi. Kadar oksigen terlarut akan menurun akibat dari meningkatnya amoniak apabila terjadi pengadukan massa air waduk (up welling). Hal ini akan menyebabkan kematian massal ikan yang dipelihara. Kematian massal ikan juga terjadi di waduk Cirata, Saguling, Jatiluhur, danau Toba dan danau Singkarak, karena terlampauinya daya dukung waduk (Kartamiharja 1995, Nastiti et al. 2001 ), akibat adanya penurunan kualitas air yang serius dan timbulnya ledakan populasi algae atau sebagai akibat berjangkitnya penyakit tertentu (Hartoto dan Riduansyah 2002).

Kegiatan perikanan tangkap dilakukan oleh masyarakat di sekitar ekosistem Waduk Koto Panjang akibat adanya perubahan lahan yang menyebabkan perubahan mata pencaharian. Kegiatan perikanan tangkap dilakukan oleh nelayan seluruh area waduk dengan menggunakan armada penangkapan berupa perahu dayung dan perahu mesin. Alat tangkap digunakan masih sederhana yang dibuat sendiri oleh nelayan yaitu berupa jaring, pancing, jala dan kandang. Kegiatan wisata di ekosistem Waduk Koto Panjang mulai dikembangkan oleh Dinas Pariwisata dan Olah Raga Kabupaten Kampar pada tahun 2015 yaitu berupa wisata perahu, memancing, duduk santai dan berkemah.

Adanya kegiatan perikanan budidaya KJA, perikanan tangkap dan wisata diharapkan tidak mengganggu fungsi utama ekosistem Waduk Koto Panjang sebagai pembangkit tenaga listrik. Permintaan atas jasa ekosistem Waduk Koto Panjang terus meningkat sehingga trade off antar jasa tersebut akan menjadi faktor penting. Adanya peningkatan jumlah permintaan terhadap produksi perikanan budidaya, perikanan tangkap dan wisata akan menyebabkan penurunan kemampuan ekosistem Waduk Koto Panjang dalam menyediakan jasa ekosistem akibat degradasi lingkungan. Agar tidak terjadi penurunan kemampuan ekosistem Waduk Koto Panjang dalam menyediakan jasa maka harus memperhatikan aspek daya dukung ekosistem Waduk Koto Panjang. Daya dukung ekosistem Waduk Koto Panjang adalah ekosistem Waduk Koto Panjang dalam mendukung kegiatan yang ada di Waduk Koto Panjang. Daya dukung ekosistem Waduk Koto Panjang terdiri dari daya dukung ekologi yang merupakan tingkat maksimum penggunaan sebelum terjadinya penurunan kualitas ekologi dari ekosistem Waduk Koto Panjang dan daya dukung ekonomi yang melihat tingkat produksi yang memberikan keuntungan secara maksimum.

(21)

sistem. Kerangka pemikiran penilaian ekonomi jasa ekosistem Waduk Koto Panjang dijelaskan pada Gambar 1.1.

Ekosistem waduk Koto Panjang

Struktur dan fungsi ekosistem waduk

Koto Panjang

Jasa ekosistem waduk Koto Panjang

Jasa penyediaan ikan tangkap ikan

budidaya Jasa kultural wisata

Daya dukung ekologi waduk Koto Panjang

Daya dukung ekonomi waduk Koto

Panjang

Nilai ekonomi waduk Koto Panjang

Permasalahan

Pemanfaatan ruang tidak sesuai zonasi

Penuruan kualitas air waduk

Daya dukung ekologi dan ekonomi

menurun

Hipotesa

Daya dukung ekologi dan ekonomi lingkungan waduk dapat meningkatkan

nilai guna berbasis ekosistem waduk

Model dinamis

Formulasi alternatif pengelolaan ekosistem

waduk Koto Panjang

(22)

1.2 PerumusanMasalah

Ekosistem Waduk Koto Panjang memiliki luas 12400 ha yang dibangun pada tahun 1986 dengan fungsi utama sebagai pembangkit tenaga listrik dan mampu menghasilkan tenaga listrik sebesar 114 MW. Akibat dari pembangunan Waduk Koto Panjang 8.989 ha sawah dan kebun terpaksa ditenggelamkan sehingga timbul dampak sosial ekonomi akibat terjadinya perubahan lahan serta hilangnya mata pencaharian. Hal ini sebagai akibat perubahan lingkungan dari lahan pertanian menjadi area genangan waduk. Aktivitas perekonomian setelah pembangunan waduk tersebut diharapkan dapat memberikan pendapatan yang sama atau bahkan lebih besar dibandingkan sebelum adanya waduk. Seiring berjalannya waktu ekosistem Waduk Koto Panjang bukan hanya dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik, melainkan juga dimanfaatkan sebagai areal perikanan budidaya KJA, perikanan tangkap dan wisata.

Beberapa kegiatan mempunyai potensi untuk mempengaruhi kualitas lingkungan dari ekosistem Waduk Koto Panjang. Kegiatan yang dilakukan adalah perubahan penggunaan lahan dengan mengkonversi hutan menjadi lahan perkebunan. Sebagian besar dari luas buffer zone (daerah pelindung) Waduk Koto Panjang telah mengalami perubahan, yaitu sekitar 320,6 ha untuk perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit 287,36 ha dan 33,26 ha tanaman padi dengan luas total buffer zone waduk sebesar 674,3 ha. Perubahan penggunaan lahan tersebut akan menyebabkan terjadinya pengkayaan nutrien yang berlebih khususnya N dan P yang diakibatkan oleh penggunaan pupuk yang digunakan di daerah pertanian dan perkebunan serta buangan limbah rumah tangga yang terbawa aliran sungai Kampar Kanan atau aliran permukaan (run-off) ke dalam waduk. Dampak lain yang ditimbulkan adalah terjadinya erosi dan sedimentasi yang akan mengakibatkan pendangkalan ekosistem Waduk Koto Panjang yang akan mempengaruhi umur teknis ekosistem Waduk Koto Panjang (Nur 2006).

Peningkatan jumlah petak KJA di ekosistem Waduk Koto Panjang diharapkan tidak akan meningkatkan status kesuburan ekosistem Waduk Koto Panjang. Jika kegiatan budidaya KJA secara intensif, jika tidak dilakukan secara benar akan menyebabkan meningkatnya beban masukan total fosfor (Mhlanga et al. 2013). Efluen dari aktivitas ini dapat memperkaya perairan dengan nutrien dan bahan organik yang menyebabkan pembentukan sedimen anoksik, perubahan komunitas benthos dan eutrofikasi (Demir et al. 2001; Guo dan Li 2003 dalam

Warsa 2016). Beban masukkan fosfor total yang berlebihan dapat menyebabkan eutrofikasi atau penyuburan suatu badan air. Berdasarkan hasil penelitian Hatta (2007) status ekosistem Waduk Koto Panjang berdasarkan kandungan klorofil-a telah mencapai eutrof, hal tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan kesuburan perairan dari tahun ke tahun.

(23)

Faktor Penggerak

Dengan latar belakang permasalahan tersebut maka secara spesifik pertanyaan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut

1. Apa saja dan bagaimana kondisi jasa ekosistem Waduk Koto Panjang saat ini?

2. Berapa besar daya dukung ekologi dan ekonomi ekosistem Waduk Koto Panjang?

3. Berapa nilai ekonomi total ekosistem Waduk Koto Panjang? 4. Bagaimanakah model pengelolaan Waduk Koto Panjang?

1.3 TujuanPenelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan nilai ekonomi jasa ekosistem Waduk Koto Panjang berdasarkan daya dukung. Adapun secara rinci tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi jasa ekosistem Waduk Koto Panjang.

2. Mengestimasi daya dukung ekologi dan ekonomi ekosistem Waduk Koto Panjang.

3. Mengestimasi nilai ekonomi total ekosistem Waduk Koto Panjang. 4. Menyusun model pengelolaan ekosistem Waduk Koto Panjang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Pemerintah: dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan kebijakan dan strategi pengelolaan waduk secara berkelanjutan.

(24)

2. Masyarakat: memberikan kontribusi hasil pemikiran secara ilmiah bagi masyarakat bahwa masih ada peluang untuk mengembangkan budidaya perikanan KJA dan Wisata di Waduk Koto Panjang.

3. Perkembangan ilmu pengetahuan: sebagai bahan rujukan lebih lanjut terhadap pengelolaan waduk secara berkelanjutan.

1.5 Kebaruan (Novelty)

Kebaruan dalam penelitian ini terletak pada kebaruan konsep kerangka pikir dan analisis tentang:

1. Eksplorasi jasa ekosistem perairan umum daratan dalam formasi waduk yang dianalisis dengan menggunakan nilai ekonomi total berbasiskan daya dukung.

(25)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Waduk

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen -komponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Ekosistem perairan umum mencakup habitat seperti danau dan sungai, rawa, rawa, dan dataran banjir, sungai kecil, kolam dan gua perairan (MEA 2003).

Menurut KLH (2010) danau atau waduk adalah genangan air dalam suatu cekungan permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan yang airnya bersumber dari air permukaan dan/atau air tanah. Pada hakekatnya, ekosistem danau/waduk adalah ekosistem akuatik perairan danau/waduk dan ekosistem terestrial daerah tangkapan air danau/waduk. Perairan waduk merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Didalam ekosistem perairan waduk terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Waduk adalah genangan air dalam suatu cekungan permukaan tanah yang terbentuk secara buatan yang airnya bersumber dari air permukaan dan atau air tanah.

Menurut KNLH (2009) waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai. Waduk terbentuk sebagai akibat adanya massa air yang mengisi lembah sungai. Ekosistem waduk termasuk habitat air tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat sekitar 0,1–1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu residence time (waktu tinggal) air bisa berlangsung lebih lama.

Berdasarkan pembentukannya, danau/waduk dapat dikelompokkan menjadi danau/waduk yang terbentuk secara alami (natural lake) dan yang terbentuk secara buatan (man made lake/artificial lake). Danau/waduk buatan dikenal dengan sebutan waduk (reservoir) atau bendungan, dan danau/waduk kecil disebut situ. Situ umumnya berperan sebagai fungsi pengaturan air untuk irigasi, pengendali banjir, perikanan, wisata alam dan lain-lain (KLH 2010).

(26)

budidaya, sumber energi air untuk PLTA yang dibangun pada outlet

danau/waduk, pengendali banjir, karena menyimpan air di waktu musim hujan, objek pariwisata, sumber plasma nutfah (flora dan fauna endemik), pengendali iklim mikro, prasarana transportasi, sarana pendidikan dan penelitian (KLH 2010).

2.2 KerusakanEkosistem Waduk

Kerusakan ekosistem waduk adalah tidak atau berkurangnya fungsi ekosistem waduk dalam memberikan manfaat sebagai dampak dari adanya perubahan, baik secara fisik maupun non fisik terhadap ekosistem yang ada. Perubahan fisik yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem waduk seperti adanya pembangunan rumah hunian di bagian tanggul waduk, terjadinya sedimentasi yang berdampak terhadap semakin menyusutnya luasan waduk. Perubahan non fisik yang dapat berdampak terhadap kerusakan ekosistem waduk seperti pembuangan limbah yang dapat mengakibatkan pencemaran perairan dan berkurangnya populasi endemik (KLH 2010).

Ada dua faktor penyebab terjadinya kerusakan ekosistem waduk, yaitu: karena faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan ekosistem karena faktor alam adalah kerusakan ekosistem waduk yang disebabkan oleh adanya bencana alam yang berdampak terhadap terjadinya kerusakan ekosistem. Sedangkan kerusakan ekosistem karena faktor manusia adalah kerusakan ekosistem waduk yang diakibatkan oleh dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia (KLH 2010).

2.3 PenilaianJasa Ekosistem Waduk

Penilaian jasa ekosistem menggunakan istilah struktur dan fungsi untuk mendeskripsikan sistem alam. Struktur ekosistem mengacu pada komposisi ekosistem (berbagai bagian) dan organisasi fisik serta biologi yang mendefinisikan bagaimana bagian-bagian ini disusun. Fungsi ekosistem menjelaskan proses yang terjadi dalam suatu ekosistem sebagai akibat dari interaksi tanaman, hewan dan organisme lain (mikro) dalam ekosistem dengan satu sama lain atau lingkungan mereka dan yang melayani beberapa tujuan. Ekosistem struktur dan fungsi memberikan berbagai barang dan jasa kepada manusia yang memiliki nilai: misalnya, spesies langka tanaman atau hewan, ikan untuk penggunaan rekreasi atau komersial, air bersih untuk berenang atau diminum (NAP 2004).

Setidaknya ada tiga elemen kunci dalam deskripsi yang efektif dari ekosistem perairan: (1) geomorfologi, (2) hidrologi, dan (3) biologi. Secara kolektif, faktor-faktor ini membatasi stok bahan organik dan anorganik dalam sistem dan fluks internal dan eksternal dari materi dan energi. Untuk alasan ini, banyak upaya klasifikasi fokus pada tiga unsur dalam mengembangkan taksonomi dari ekosistem perairan. De Groot et al. (2002) telah mengembangkan taksonomi untuk fungsi-fungsi ekosistem, barang, dan jasa. Fungsi ekosistem dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama: (1) regulasi, (2) habitat, (3) produksi, dan (4) informasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(27)

Fungsi Lingkungan

Gambar 2.1 Fungsi lingkungan alamiah (de Groot et al., 2002)

(28)

Tabel 2.1 Tipologi jasa ekosistem perairan tawar

Wisata Siklus nutrien dan produktivitas

Jasa-jasa tersebut berperan dalam pelestarian kondisi yang diperlukan kehidupan dan bermanfaat dalam penciptaan jasa ekosistem lainnya. Jenis jasa yang diperlukan serta besarnya ketergantungan setiap kelompok masyarakat terhadap jasa tersebut ternyata berbeda. Jasa ekosistem tertentu seperti berbagai jenis kacang-kacangan atau umbi-umbian yang dapat dimakan, produksi kayu, dan penyeimbang iklim ekstrim merupakan jasa yang sangat penting bagi kehidupan dan ketahanan pangan masyarakat miskin. Sementara itu, bagi kelompok masyarakat lain, jasa kultural dan religius dapat saja lebih bernilai dibandingkan dengan jasa lainnya (Rosa et al. 2008).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat memaknai suatu kondisi atau keadaan yang disediakan oleh ekosistem tergantung pada kemampuan ekosistem tersebut dalam menyediakan jasa yang diinginkan. Walaupun kadang kedekatan sebagian masyarakat dengan lingkungannya terhalang oleh berbagai faktor seperti kelembagaan sosial, budaya, dan teknologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa semua individu pada umumnya sangat tergantung pada keberadaan jasa ekosistem (Rosa et al. 2008).

Dari sudut pandang ekonomi, secara tradisional beberapa jasa ekosistem dianggap sebagai positive externalities atau keuntungan ekternal dari keputusan -keputusan produksi dan manajemen. Berdasarkan perspektif tersebut, pengembangan pasar jasa ekosistem, atau secara lebih umum disebut pemanfaatan instrumen berbasis pasar, merupakan usaha untuk menginternalisasi atau memberi nilai ekonomi atas keuntungan yang dimaksud. Dengan demikian diharapkan ekosistem akan tetap terpelihara dan dapat diperbaiki untuk meningkatkan ketersediaan jasa ekosistem (Rosa et al. 2008). Pendekatan jasa ekosistem secara eksplisit mengintegrasikan kebutuhan manusia dan harapan dalam penilaian ekosistem. Jasa ekosistem yang diteliti di Waduk Koto Panjang adalah jasa penyediaan dan jasa cultural.

2.4 Daya Dukung Ekologi dan Ekonomi

(29)

lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.

Menurut Pearce dan Kirk (1986) daya dukung (carrying capacity) adalah intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus menerus tanpa merusak alam, sedangkan menurut Bengen (2002), konsep daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung pertumbuhan suatu organism. Daya dukung lingkungan sangat erat hubungannya dengan kapasitas asimilasi dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang kedalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi. Daya dukung lingkungan dapat dibedakan menjadi (Bengen 2002):

1. Daya dukung ekologis, merupakan tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan didalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan kualitas ekologis kawasan atau ekosistem

2. Daya dukung fisik, merupakan tingkat maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik.

3. Daya dukung ekonomi, merupakan tingkat produksi (skala usaha) yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi.

4. Daya dukung sosial, merupakan gambaran persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan, atau persepsi terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu area tertentu.

Menurut Caughley (1979) ada dua tipe daya dukung, yaitu:

1. Daya dukung ekologi menjelaskan ukuran herbivora dan populasi tanaman yang dapat dicapai secara alami apabila keduanya dibiarkan berinteraksi tanpa ada intervensi manusia.

2. Daya dukung ekonomi menjelaskan suatu kesetimbangan yang ditimbulkan oleh kelestarian pemanenan populasi herbivora.

Daya tampung danau dan/atau waduk yaitu kemampuan perairan danau dan/atau waduk menampung beban pencemaran air sehingga memenuhi baku mutu air dan status trofik. Daya tampung waduk sangat dipengaruhi oleh morfologi dan hidrologi waduk, khususnya karakteristik laju pembilasan air atau waktu tinggal air, yang tergantung pada volume waduk dan debit air keluar waduk. Danau atau waduk yang memiliki waktu tinggal air kurang dari 20 hari mempunyai kemampuan pencampuran air sehingga plankton tidak dapat tumbuh. Sedangkan danau maupun waduk yang memiliki waktu tinggal air antara 20 sampai 300 hari menyebabkan terjadinya proses stratifikasi. Apabila waktu tinggalnya lebih dari 300 hari akan terjadi stratifikasi yang stabil, serta dapat terjadi akumulasi unsur nutrien dan pertumbuhan plankton yang mengakibatkan eutrofikasi (KLH 2008).

(30)

dan/atau waduk; dan (d). alokasi beban pencemaran air dari berbagai sumber dan jenis air limbah yang masuk danau dan/atau waduk

2.5 Kerangka Total Economic Value (TEV)

Kerangka nilai ekonomi yang sering digunakan dalam evaluasi ekonomi sumberdaya adalah konsep Total Economic Value (TEV) yang terdiri atas tiga tipe nilai, yaitu nilai pakai langsung (direct use value), nilai pakai tak langsung (indirect use value) dan nilai non pakai (non use value). Nilai pakai langsung diturunkan dari pemanfaatan langsung (interaksi) antara masyarakat dengan ekosistem. Nilai-nilai ini terdiri dari pemanfaatan konsumtif dan pemanfaatan non konsumtif. Nilai pakai tak langsung didefinisikan sebagai nilai fungsi ekosistem dalam mendukung dan melindungi aktifitas ekonomi atau sering disebut jasa ekosistem. Nilai pilihan (option value) terkait dengan nilai pakai (use value) yang merupakan pemanfaatan ekosistem dimasa datang. Nilai non pakai merupakan representasi dari individu yang tidak dalam posisi memanfaatkan ekosistem, tetapi memandang bahwa kelestarian ekosistem tetap perlu sebagai sebuah intrinsic value. Salah satu representasi dari nilai intrinsik adalah nilai keberadaan (existence value) (Adrianto 2006).

Sedangkan menurut Fauzi (2000) konsep penilaian ekonomi konvensional mendefiniskan nilai ekonomi sebagai nilai ekonomi total (net) yang merupakan penjumlahan dari nilai-nilai pemanfaatan (use values) dan nilai-nilai non-pemanfaatan (non-use values). Secara umum, memang sulit mengukur dengan pasti konsep use value dan non-use value di atas, sehingga penilaian ekonomi dengan menggunakan pendekatan di atas sering menjadi perdebatan menyangkut akurasi atau ketepatan dari pengukuran nilai ekonomi sumberdaya alam.

Salah satu kesulitan dalam mengukur nilai dari barang atau jasa yang dihasilkan sumberdaya alam adalah terdapat barang atau jasa dari sumberdaya alam yang tidak memiliki harga pasar dan tidak dapat diobservasi, sehingga nilai realnya tidak dapat diukur dengan baik. Menyikapi permasalahan tersebut, Krutila (1967) memperkenalkan konsep penilaian ekonomi total, yaitu sebuah usaha untuk memasukkan seluruh nilai dari kedua komponen nilai ekonomi sumberdaya alam, yaitu use value dan non-use value.

Dalam kerangka TEV individu bisa memegang use value dan non use value

jasa ekosistem perairan. Kerangka TEV terhadap jasa ekosistem perairan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kerangka total economic value jasa ekosistem perairan

Use Value Nonuse Value

Direct Indirect Existence dan Bequest Value

Perikanan tangkap dan rekreasi

Siklus nutrien Sumberdaya untuk generasi mendatang

Budidaya perikanan Pengendali banjir Keberadaan spesies karismatik Transportasi Fungsi habitat Keberadaan alam liar

(31)

Estimasi nilai guna dan non guna sering dikaitkan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian ini dapat mempengaruhi estimasi use value dan nonuse value dari perspektif ex ante. konsep ekonomi untuk TEV untuk penilaian ex ante dengan ketidakpastian, baik dari pasokan atau sisi permintaan, adalah option price (Uskup 1983; Freeman 1985; Larson dan Flacco 1992; Smith 1983; Weisbrod 1964 dalam

Fauzi 2000). Option price adalah jumlah uang yang akan membayar seorang individu atau harus dikompensasikan untuk kondisi status quo ekosistem dan kondisi, baru yang diusulkan. Option price dapat diperkirakan untuk menghilangkan ketidakpastian atau untuk hanya mengubah probabilitas; mengurangi kemungkinan suatu peristiwa yang tidak pasti atau meningkatkan kemungkinan kejadian yang diinginkan.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan atau mengukur manfaat dari ekosistem. Penilaian dapat dinyatakan dalam beberapa cara, termasuk uang, fisik unit atau indeks. Para ekonom telah mengembangkan sejumlah metode penilaian yang biasanya menggunakan unit moneter sementara para ekologis dan yang lainnya mengembangkan penilaian dengan unit non moneter seperti trade-off biofisik dan analisis kualitatif (Contanza et al. 2011). Sedangkan Turner (1993) dalam Fauzi (2000) yang mengklasifikasikan penilaian ke dalam dua kategori, yaitu nilai barang atau jasa melalui sebuah kurva permintaan dan tanpa melalui kurva permintaan.

Menurut Nunes (2001) dalam Adrianto (2004) menyebutkan ada dua kategori penilaian ekonomi yaitu: (1) mengeksplorasi data pasar yang ada dikaitkan dengan komoditas lingkungan, teknik penilaian dalam kategori ini adalah travel cost (TC) melalui pendekatan generalisasi biaya kunjungan (generalized travel cost), hedonic price (HP) menggunakan pendekatan hedonik untuk mengestimasi averting behavior (AB) menggunakan pendekatan generalisasi biaya pengeluaran untuk menilai jasa-jasa lingkungan termasuk biaya pencegahan kerusakan (avoided damage costs), biaya pengganti (replacement cost), biaya kompensasi (compensation cost) dan production function (PF) yang mengestimasi nilai ekonomi sebuah komoditas lingkungan melalui hubungan input-output produksi (2) state preferences method yang berdasarkan preferensi melalui teknik Contingent Valuation (CV).

Ada dua metode utama untuk memperkirakan nilai moneter nilai: expressed

(32)

Menurut Garrod dan Willis (1999) Revealed preference adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana willingness to pay (WTP) terungkap melalui model yang dikembangkan. Beberapa teknik valuasi yang termasuk dalam revealed preference ini adalah : (i) travel cost method yang diperkenalkan oleh Hotelling (1941) yang selanjutnya dikembangkan oleh Wood dan Trice (1958); dan (ii) hedonic price method yang didasarkan pada teori atribut yang dikembangkan oleh Lancaster (1966) dalam (Fauzi 2000).

Stated preference bergantung pada respon individu untuk skenario hipotetis yang melibatkan jasa ekosistem dan termasuk contingent valuation and structured choice Experiments. Contingent valuation menggunakan metodologi survey terstuktur yang meminta responden untuk menilai perbaikan ekosistem (misalnya, kualitas udara lebih baik) dan jasa ekosistem yang akan dihasilkan (misalnya, peningkatan stok salmo) (Boardman 2006). Choice experiments menyajikan responden dengan skenario yang mewujudkan kombinasi dari jasa ekosistem dan biaya moneter dan meminta skenario yang paling disukai untuk menyimpulkan nilai-nilai jasa ekosistem.

Menurut Garrod dan Willis (1999), expressed atau state preference adalah teknik penilaian yang didasarkan pada survai dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup popular dalam kelompok ini adalah

Contingent Valuation Method (CVM) atau Metode Valuasi Kontingensi. CVM adalah motede teknik survey untuk menanyakan tentang nilai atau harga yang diberikan terhadap komoditas yang tidak memiliki nilai pasar (non-market). Dari uraian kedua teknik penilaian ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non-market valuation) tersebut di atas, terdapat perbedaan paling mendasar antara keduanya. Revealed preference bekerja secara tidak langsung dalam pengukuran nilai ekonomi yang tidak dipasarkan. Adapun expressed/state preference merupakan teknik pengukuran langsung. Untuk kategori kedua, yaitu teknik penilaian tanpa melalui kurva permintaan, salah satu teknik yang terkenal adalah effect on production (EOP) atau pendekatan opportunity cost. Teknik ini menguji efek produktivitas sumberdaya terhadap intervensi atau campur tangan manusia. Dengan demikian, teknik ini memandang kualitas sumberdaya alam sebagai salah satu faktor produksi, sehingga perubahan kualitas lingkungan akan mempengaruhi produktivitas sumberdaya dan biaya produksi yang pada akhirnya turut menentukan perubahan harga dan produk. Sebagai contoh, polusi yang dilepaskan ke sungai akan mempengaruhi kualitas lingkungan sungai tersebut menjadi buruk, sehingga akan menurunkan produksi perikanan (Turner et al. 1993

dalam Fauzi 2000).

Pendekatan EOP dalam penggunaannya dapat mengukur nilai pemanfaatan langsung (direct use value). Banyak aplikasi dari teknik ini telah digunakan dalam studi atau kajian sumberdaya pesisir di negara berkembang. Ruitenbeek (1991) diacu dalam Fauzi (2000) telah menggunakan pendekatan ini untuk menduga nilai mangrove dan hubungannya dengan perikanan di Irian Jaya (Papua), Indonesia.

Menurut Fauzi (2000), metode lainnya yang termasuk dalam pendekatan

non-marked based adalah preventinve expenditure dan replacement cost.

(33)

degradasi lingkungan atau untuk mengurangi pengaruh buruk terhadap sumberdaya alam dan lingkungan.

Adapun dalam teknik replacement cost, nilai sumberdaya alam didekati dari biaya atau pengeluaran untuk restorasi sumberdaya alam. Sebagai contoh, berkurangnya produktivitas sumberdaya perikanan dapat ditunjukkan dari hilangnya hutan mangrove, sehingga dalam teknik ini, biaya yang dibutuhkan untuk menanam kembali hutan mangrove yang hilang dapat dikonversikan sebagai sebuah pendugaan minimum dari manfaat yang dihasilkan sumberdaya (Fauzi 2000).

Travel Cost Method (TCM) dapat dikatakan sebagai metode yang tertua untuk pengukuran nilai ekonomi tidak langsung terhadap sumberdaya alam. Metode ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaaan terhadap rekreasi di alam terbuka, seperti memancing, berburu dan hiking (Fauzi 2010). Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat rekreasi, misalnya untuk menyalurkan hobi memancing atau berekreasi di pantai, seseorang akan mengorbankan biaya dalam bentuk waktu dan uang untuk mendatangi tempat tersebut. Dengan mengetahui pola ekspenditure

dari konsumen ini, maka akan dapat dikaji barapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumberdaya alam dan lingkungan.

Dengan demikian, menurut Fauzi (2010) metode ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat dari : (i) perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi; (ii) penambahan tempat rekreasi baru; (iii) perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi; dan (iv) penutupan tempat rekreasi yang ada. Tujuan dasar TCM adalah ingin mengatahui nilai kegunaan dari sumberdaya alam melalui pendekatan proxy. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya alam tersebut.

Asumsi mendasar yang digunakan pada pendekatan TCM adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen terhadap aktivitas, misalnya bersifat dapat dipisahkan (separable). Artinya, fungsi permintaan dari kegiatan-kegiatan yang berlangsung di lokasi yang menjadi obyek penelitian tidak dipengaruhi (independent) oleh permintaan kegiatan rileks lainnya, seperti menonton televisi, dan belanja atau shopping (Fauzi 2010).

Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, yaitu : (i) pendekatan sederhana melalui zonasi; dan (ii) pendekatan individual. Pendekatan TCM melalui zonasi adalah pendekatan yang relatif simpel dan murah karena data yang diperlukan relatif lebih banyak mengandalkan data sekunder dan beberapa data sederhana dari responden pada saat survai. Dalam teknik ini, tempat rekreasi pantai dibagi dalam beberapa zona kunjungan dan diperlukan data jumlah pengunjung per tahun untuk memperoleh data kunjungan per seribu penduduk. Dengan memperoleh data ini dan data jarak, waktu perjalanan, serta biaya setiap perjalanan per satuan jarak (per km), maka akan diperoleh biaya perjalanan secara keseluruhan dan kurva permintaan untuk kunjungan ke tempat wisata (Fauzi 2010).

(34)

survey dan teknik statistika yang relatif kompleks. Kelebihan dari metode TCM dengan pendekatan individu adalah hasil yang diperoleh relatif akurat daripada metode zonasi (Fauzi 2010).

Beberapa asumsi dasar yang harus dibangun agar penilaian terhadap sumberdaya alam tidak bias melalui TCM sebagaimana dikemukakan oleh Haab dan McConnel (2002) diacu dalam Fauzi (2010), antara lain : (i) biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga rekreasi; (ii) waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas; dan (iv) biaya perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multiple travel). Selain itu, menurut Fauzi (2010), TCM harus dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju sehingga tidak menganalisis aspek kunjungan ganda (multipurpose visit). Selanjutnya, para pengunjung atau individu juga harus dibedakan tempat mereka berasal untuk memilah pengunjung yang datang dari wilayah setempat (penduduk di sekitar lokasi wisata).

Tantangan utama dalam penilaian adalah informasi tidak sempurna. Bagi individu misalnya, tempat tidak memiliki nilai pada jasa ekosistem jika mereka tidak tahu peran peranan jasa bagi kehidupan mereka (Norton 1998) Berikut adalah analogi. Jika pohon jatuh di hutan dan tidak ada satu sekitar mendengarnya, apakah itu masih membuat suara? Jawabannya ini pertanyaan lama jelas tergantung pada bagaimana seseorang mendefinisikan "suara". Jika "suara" didefinisikan sebagai persepsi gelombang suara oleh orang-orang, maka jawabannya adalah tidak. Jika "Suara" didefinisikan sebagai pola energi fisik dalam udara, maka jawabannya adalah ya. Dalam kasus kedua, expressed atau

state preference menyatakan tidak akan mencerminkan manfaat sebenarnya dari jasa ekosistem. Kunci lainnya tantangan secara akurat mengukur fungsi sistem untuk benar menghitung jumlah jasa yang diberikan berasal dari bahwa sistem (Barbier et al. 2008; Koch 2009).

2.6 Sistem, Pendekatan Sistem dan Model

Secara leksikal, sistem berarti susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas dan sebagainya. Dengan kata lain, sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks (Marimin 2004). Hartrisari (2007), mendefinisikan sistem sebagai kumpulan elemen-elemen yang saling terkait dan terorganisasi untuk mencapai tujuan. Menurut Muhammadi (2001), sistem adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Pengertian keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan (aggregate), yaitu terletak pada kekuatan (power) yang dihasilkan oleh keseluruhan itu jauh lebih besar dari suatu penjumlahan atau susunan.

(35)

mempengaruhi kinerja sistem secara keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem disebut bagian sistem atau sub-sistem (Muhammadi 2001).

Sistem terdiri atas komponen, atribut dan hubungan yang dapat didefinisikan sebagai berikut: (1) komponen adalah bagian-bagian dari sistem yang terdiri atas input, proses dan output. Setiap komponen sistem mengansumsikan berbagai nilai untuk menggambarkan pernyataan sistem sebagai seperangkat aksi pengendalian atau lebih sebagai pembatasan. Sistem terbangun atas komponen-komponen, komponen tersebut dapat dipecah menjadi komponen yang lebih kecil. Bagian komponen yang lebih kecil disebut dengan sub-sistem, (2) atribut adalah sifat-sifat atau manifestasi yang dapat dilihat pada komponen sebuah sistem. Atribut mengkarakteristikkan parameter sebuah sistem, (3) hubungan merupakan keterkaitan di antara komponen dan atribut (Muhammadi 2001).

Menurut Chechland (1981), ada beberapa persyaratan dalam berfikir sistem (system thinking), di antaranya adalah: (1) holistik tidak parsial; system thinkers harus berfikir holistik tidak reduksionis; (2) sibernitik (goal oriented); system thinkers harus mulai dengan berorientasi tujuan (goal oriented) tidak mulai dengan orientasi masalah (problem oriented); (3) efektif; dalam ilmu sistem erat kaitannya dengan prinsip dasar manajemen, dimana suatu aktivitas mentransformasikan input menjadi output yang dikehendaki secara sistematis dan terorganisasi guna mencapai tingkat yang efektif dan efisien. Jadi dalam ilmu sistem, hasil harus efektif dibanding efisien; ukurannya adalah cost effective

bukan cost efficient, akan lebih baik apabila hasilnya efektif dan sekaligus efisien. Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2004). Menurut Eriyatno (1999) karena pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka fikir baru yang dikenal sebagai pendekatan sistem (system approach). Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.

Keunggulan pendekatan sistem antara lain: (1) pendekatan sistem diperlukan karena makin lama makin dirasakan interdependensinya dari berbagai bagian dalam mencapai tujuan sistem, (2) sangat penting untuk menonjolkan tujuan yang hendak dicapai, dan tidak terikat pada prosedur koordinasi atau pengawasan dan pengendalian itu sendiri, (3) dalam banyak hal pendekatan manajemen tradisional seringkali mengarahkan pandangan pada cara-cara koordinasi dan kontrol yang tepat, seolah-olah inilah yang menjadi tujuan manajemen, padahal tindakan-tindakan koordinasi dan kontrol ini hanyalah suatu cara untuk mencapai tujuan, dan harus disesuaikan dengan lingkungan yang dihadapi, (4) konsep sistem terutama berguna sebagai cara berfikir dalam suatu kerangka analisa, yang dapat memberi pengertian yang lebih mendasar mengenai perilaku dari suatu sistem dalam mencapai tujuan.

(36)

Menurut Eriyatno (1999), model merupakan suatu abstraksi dari realitas yang akan memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta timbal balik atau hubungan sebab akibat. Suatu model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang dikaji. Biasanya model dibangun untuk tujuan peramalan (forecasting) dan evaluasi kebijakan, yaitu menyusun strategi perencanaan kebijakan dan memformulasikan kebijakan (Tasrif 2004).

Menurut Muhammadi (2001), berdasarkan adanya pemahaman tentang kejadian sistemik, ada lima langkah yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bangunan pemikiran (model) yang bersifat sistemik, yaitu:

a) Identifikasi proses, yaitu mengungkapkan pemikiran tentang proses nyata (actual transformation) yang menimbulkan kejadian nyata (actual state). Proses nyata tersebut merujuk kepada objektivitas dan bukan proses yang dirasakan atau subjektivitas.

b) Identifikasi kejadian yang diinginkan adalah memikirkan kejadian yang seharusnya, yang diinginkan, yang dituju, yang ditargetkan ataupun yang direncanakan (desired state). Keharusan, keinginan, target dan rencana merujuk kepada waktu yang akan datang, sehingga disebut pandangan ke depan atau visi. Visi yang baik perlu dirumuskan dengan kriteria layak (feasible) dan dapat diterima (aceptable).

c) Memikirkan tingkat kesenjangan antara kondisi faktual dengan yang diinginkan. Kesenjangan adalah masalah yang harus dipecahkan atau merupakan tugas (misi) yang harus diselesaikan. Perumusan masalah secara konkrit bisa dinyatakan dalam ukuran kuantitatif atau kualitatif. d) Identifikasi mekanisme tentang variabel-variabel untuk menutup

kesenjangan antara faktual dengan kejadian yang diinginkan. Dinamika tersebut adalah aliran informasi tentang keputusan-keputusan yang telah bekerja dalam sistem, yang merupakan hasil pemikiran dari proses pembelajaran yang dapat bersifat reaktif ataupun kreatif. Pemikiran reaktif ditunjukkan oleh aksi yang bentuk atau polanya sama dengan tindakan masa lampau dan kurang antisipatif terhadap kejadian yang akan datang. Sedangkan pemikiran kreatif ditunjukkan oleh aksi yang bentuk atau polanya berbeda dengan masa lampau yang dapat bersifat penyesuaian tindakan masa lampau (adjustment) atau berorientasi masa depan (visionary).

e) Analisis kebijakan, yaitu menyusun alternatif tindakan atau keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata. Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan. Alternatif tersebut dapat satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi, baik yang bersifat struktural atau fungsional. Intervensi struktural artinya mempengaruhi mekanisme interaksi pada sistem, sedangkan intervensi fungsional artinya mempengaruhi fungsi unsur dalam sistem. Pengembangan dan penetapan alternatif intervensi tersebut dipilih setelah dilakukan pengujian (simulasi komputer atau simulasi pendapat pakar).

(37)

di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.

2.7 Hasil PenelitianTerdahulu

(38)

Tabel 2.3 Ikhtisar penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang dilaksanakan

No Penulis Judul Tahun Sumber Metodologi Hasil

1 Hariyadi Pengaruh pencemaran dan sedimentasi dari penggunaan lahan terhadap daya dukung

Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh pencemaran dan sedimentasi akibat penggunaan lahan dalam sistem DAS Duriangkang terhadap daya dukung Waduk Duriangkang 2 Hasibuan Pengembangan kebijakan

pengelolaan daerah aliran sungai bagian hulu untuk efektifitas waduk: studi kasus das citarum hulu terhadap efektifitas waduk saguling di provinsi jawa barat

Penelitian ini memfokuskan pada formulasi pengembangan kebijakan pengelolaan Das Citarum Hulu agar tercapai

(39)

21

No Penulis Judul Tahun Sumber Metodologi Hasil

4 Dwiastuti Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di daerah tangkapan air bendungan sutami dan sengguruh: suatu

Penelitian ini memfokuskan pada model sistem DTA dengan menyatukan sub-sistem waduk dan sub-sistem ekologi bendungan-waduk sebagai satu unit pengambil keputusan, nilai eksternalitas erosi yang berasal dari pengelolaan pola tanam dengan memperhatikan beberapa periode

5 Ismail Penilaian ekonomi dan kebijakan pengelolaan lingkungan waduk dalam pembangunan(studi kasus

Penelitian ini memfokuskan pada nilai ekonomi pemanfaatan waduk, persepsi masyarakat disekitar waduk terhadap pemanfaatan dan eksistensi suberdaya waduk, dampak penurunan kualitas air terhadap operasional PLTA, dampak alih fungsi lahan yang terjadi di bagian hulu DAS citarum terhadap keberadaan sumberdaya alam waduk

Tabel 2.3 Ikhtisar penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang dilaksanakan (lanjutan)

(40)

22

No Penulis Judul Tahun Sumber Metodologi Hasil

6 Simarmata Kajian keterkaitan antara kemantapan cadangan oksigen dengan beban masukan bahan organik di

Penelitian ini memfokuskan pada kemampuan perairan menerima beban bahan organik

7 Walukow Rekayasa Model Pengelolaan Danau Terpadu Berwawasan Lingkungan Studi Kasus di

Penelitian ini memfokuskan pada kapasitas asimilasi parameter kualitas air di Danau Sentani, model kelembagaan pengelolaan danau dan model sistem dinamik pengelolaan danau lestari

8 Widiyati Rancang Bangun Model

Pengelolaan Waduk

Berkelanjutan berbasis Perikanan Budidaya Keramba Jaring Apung (kasus Waduk

(41)

23 wonogiri.Studi Kasus di wilayah sub-Das Keduang Kabupaten Wonogiri

Penelitian ini memfokuskan pada pola,laju dan neraca konversi lahan pertanian ke non pertanian, dampak konversi lahan pertanian ke non pertanian, nilai manfaat multifungsi lahan pertanian yang hilang akibat konversi lahan pertanian ke non pertanian, kebijakan pemerintah tentang konversi lahan pertanian ke non pertanian, arahan kebijakan dan strategi pengelolaan DAS

10 Pahlefi Dampak pembangunan waduk terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat : Suatu kajian terhadap kasus perubahan mata pencaharian masyarakat di sekitar waduk PLTA Kota Panjang

Penelitian ini memfokuskan pada dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan waduk PLTA Koto Panjang terhadap kehidupan masyarakat di sekitar waduk khususnya dilihat dari perubahan mata pencaharian

Tabel 2.3 Ikhtisar penelitian terdahulu Terkait dengan penelitian yang dilaksanakan (lanjutan)

(42)

No Penulis Judul Tahun Sumber Metodologi Hasil

11 Simoen Dampak Hidrologis

Pembangunan Waduk Koto Panjang Terhadap Kompleks Candi Muara Takus di Riau

2000 Majalah

Penelitian ini memfokuskan pada dampak adanya genangan terhadap bangunan candi dan alternatif untuk menanggulangi dampak yang terjadi

12 Akbar Dampak Pembangunan PLTA Koto Panjang Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan XIII Koto Kampar

Penelitian ini memfokuskan pada Dampak Pembangunan PLTA Koto Panjang Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan XIII Koto Kampar Riau

13 Aliar Perkembangan Pembinaan

Lingkungan Hidup

Kemasyarakat Pasca Pembangunan PLTA Koto Panjang dan Dampaknya di Kabupaten Kampar dalam

Perspektif Hukum

Lingkungan

2004 Jurnal Hukum Respublica

deskriptif penelitian ini memfokuskan pada pembinaan lingkungan hidup

kemasyarakat pasca

pembangunan PLTA Koto Panjang dan dampaknya

Penelitian ini memfokuskan pada nutrient (N dan P) terhadap kelimpahan fitoplankton dl Waduk Koto Panjang.

(43)

25

No Penulis Judul Tahun Sumber Metodologi Hasil

15 Nur Evaluasi pengelolaan waduk PLTA koto panjang sebagai upaya pelestarian fungsi waduk yang berkelanjutan

Penelitian ini memfokuskan pada dampak kegiatan pertanian, perkebunan, pemukiman dan pembukaan lahan baru terhadap Waduk Koto Panjang, dampak kegiatan perikanan keramba jaring apung di lokasi dam site

terhadap kualitas air dan pembangkit listrik, kesesuaian lahan untuk pembangunan buffer zone, kebijakan pengelolaan waduk PLTA koto Panjang 16 Badan

Penelitian ini memfokuskan pada menata kawasan Waduk PLTA Koto Panjang dalam zona-zona yang sesuai dengan peruntukkan dan kegiatan yang bersifat saling mendukung serta memisahkan kegiatan yang saling bertentangan sehingga eksistensi PLTA koto Panjang dapat dipertahankan Tabel 2.3 Ikhtisar penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang dilaksanakan (lanjutan)

(44)

No Penulis Judul Tahun Sumber Metodologi Hasil

Kajian Kondisi Parameter Kualitas Air dan Lingkungan PLTA Koto Panjang

Penelitian ini memfokuskan pada kualitas lingkungan terutama kualitas air dan plakton, gulma air, vegetasi disekitar waduk, erosi serta dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan penggunaan lahan dan waduk terhadap kondisi parameter kualitas air di sekitar lingkungan waduk PLTA Koto Panjang 18 Krismono Status Terkimi Sumberdaya

Ikan di Waduk Koto Panjang

(45)

27

No Penulis Judul Tahun Sumber Metodologi Hasil

19 Hatta Hubungan antara

produktifitas primer fitoplankton dengan unsur hara pada kedalaman secchi

Penelitian ini memfokuskan pada hubungan antara produktifitas primer fitoplankton dan unsur hara di perairan Waduk Koto

Penelitian ini memfokuskan pada kebiasaan makan Ikan motan

21 Siagian Strategi Pengembangan Perikanan Keramba Jaring Apung Berkelanjutan di Waduk PLTA Koto Panjang

penelitian ini memfokuskan pada informasi tentang kualitas perairan waduk PLTA Koto Panjang untuk pengembangan budidaya ikan dalam KJA., daya dukung lingkungan perairan waduk PLTA Koto Panjang bagi pengembangan budidaya ikan, strategi pengelolaan sehingga kegiatan budidaya ikan dalam KJA di waduk PLTA Koto Panjang dapat berkelanjutan Tabel 2.3 Ikhtisar penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang dilaksanakan (lanjutan)

Gambar

Tabel 2.3 Ikhtisar penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang dilaksanakan
Tabel 2.3 Ikhtisar penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang dilaksanakan (lanjutan)
Tabel 2.3 Ikhtisar penelitian terdahulu Terkait dengan penelitian yang dilaksanakan (lanjutan)
Tabel 2.3 Ikhtisar penelitian terdahulu Terkait dengan penelitian yang dilaksanakan (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mendapatkan transformasi konsep parkir yang sesuai dengan pola aktivitas yang terjadi kelancaran sirkulasi dalam parkir dan tapak..

tertan tanam am dal dalam am dir diri i man manusi usia a yan yang g aka akan n mem mempen pengar garuhi uhi *ar *ara a ber berpik pikir ir dan dan ber bertin

Indominco Mandiri Desa Sangatta, Kecamatan Sangatta, Marangkayu & Bontang Selatan, Kabupaten Kutai Timur, Kutai Kertanegara & Bontang, Propinsi Kalimantan Timur..

Buku Besar Keuangan Harian Biaya BBM Pemeliharaan Biaya Sewa Transport Dinas Biaya ATK Biaya Listrik Biaya Telpon Biaya PDAM Peny.. Alat Neraca Saldo

03 Peningkatan Kemandirian Masyarakat Akan Kebutuhan Sanitasi Dasar Lokasi Kegiatan : Kabupaten Batang. Sumber Dana : 3 Dana Alokasi Umum (D

Pengobatan pada anak-anak dengan infeksi kongenital dapat mengubah perjalanan penyakit, meskipun kekambuhan dari korioretinitis masih bisa terjadi pada anak- anak

Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah bahwa penelitian ini hanya menguji pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan kualitas audit

BMT Taqwa Muhammadiyah merupakan salah satu lembaga keuangan mikro syariah yang berbadan hukum koperasi dengan pola syariah. Undang-undang RI No.25 tahun 1992