• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Semantis Verba Ujaran Bahasa Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Struktur Semantis Verba Ujaran Bahasa Simalungun"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN

BAHASA SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH

ROHFINTA OKTORIA SINAGA

NIM 100701024

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA

SIMALUNGUN

OLEH

ROHFINTA OKTORIA SINAGA

NIM 100701024

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan

telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Mulyadi, M. Hum Drs.T.Aiyub Sulaiman, M.Hum NIP 196407311989031004 NIP 195001011980031003

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(3)

STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN ROHFINTA OKTORIA SINAGA

(Fakultas Ilmu Budaya USU)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas struktur semantis verba ujaran bahasa Simalungun. Aspek yang dikaji adalah tipe-tipe semantis, makna, dan struktur semantis verba ujaran. Data yang digunakan adalah data lisan, data tulis dan data intuitif. Data dikumpulkan dengan metode cakap dan metode simak. Kemudian, data dianalisis dengan metode agih dan metode padan. Hasilnya disajikan dengan metode formal dan informal. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori “Metabahasa Semantik Alami” (MSA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa verba ujaran bahasa Simalungun digolongkan atas enam tipe semantis, MENGATAKAN/TERJADI, MENGATAKAN/MELAKUKAN, MENGATAKAN/MENGETAHUI,MENGATAKAN/MERASAKAN,

MENGATAKAN /BERPIKIR, dan MENGATAKAN / MENGATAKAN. Makna verba ujaran memiliki ciri utama yang membangun makna verba ujaran, yaitu dari segi waktu (masa lalu, masa sekarang, masa mendatang, fungtual, dan duratif ) dan juga tindakan (baik dan buruk). Selanjutnya struktur semantis verba ujaran dibentuk oleh tiga komponen yang sama, yaitu diformulasikan ‘X mengatakan sesuatu kepada Y...’, ‘X mengatakan ini karena...’, X mengatakan sesuatu seperti ini...’. Komponen yang bisa menjadi ciri pembeda di antara anggota verba ujaran.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 8

1.4.2 Manfaat Praktis ... 8

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 9

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Makna Asali ... 11

2.2.2 Polisemi Nonkomposisi ... 13

2.2.3 Sintaksis Makna Universal ... 14

(5)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 23

3.2 Sumber Data ... 26

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 29

3.4.1 Metode Padan ... 30

3.4.2 Metode Agih ... 30

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 34

BAB IV STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN 4.1 Pengantar ... 35

4.2 Tipe-Tipe Semantis Verba Ujaran Bahasa Simalungun ... 35

4.2.1 Tipe MENGATAKAN/TERJADI ... 35

4.2.2 Tipe MENGATAKAN/MELAKUKAN ... 37

4.2.3 Tipe MENGATAKAN/MENGETAHUI ... 39

4.2.4 Tipe MENGATAKAN/MERASAKAN ... 40

4.2.5 Tipe MENGATAKAN/BERPIKIR ... 40

4.2.6 Tipe MENGATAKAN/MENGATAKAN ... 41

4.3 Makna Verba Ujaran Bahasa Simalungun ... 42

4.3.1 Makna Verba MANGINDO ‘meminta’ ... 43

4.3.2 Makna MANURUH ‘menyuruh’ ... 46

4.3.3 Makna Verba PATUGAHKON ‘memberitahukan’ ... 49

4.3.4 Makna Verba MANURAI ‘memaki’ ... 51

4.3.5 Makna Verba MANGELEK ‘membujuk’ ... 53

4.3.6 Makna Verba MANUKKUN ‘bertanya’ ... 55

(6)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : MAKNA VERBA UJARAN ... 63

LAMPIRAN 2 : LEKSIKON VERBA UJARAN ... 68

LAMPIRAN 3 : DAFTAR KLAUSA VERBA UJARAN ... 70

LAMPIRAN 4 : DATA INFORMAN ... 74

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Perangkat Makna Asali Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia ... 12

3.1 Pekerjaan Penduduk ... 25

3.2 Verba Ujaran Berdasarkan Ciri Semantis ... 28

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Relasi Semantis Verba Ujaran Bahasa Simalungun ... 4

2.1 Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna ... 17

3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 24

(9)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

A. Daftar Lambang

[ ] padanan bentuk

( ) pengapit nomor data / kalimat { } konstituen alternatif

‘’ makna / terjemahan

“ ” penegasan bentuk/ bermakna khusus ? konstruksi yang meragukan

?? konstruksi yang anomali

* konstruksi yang tidak gramatikal

B. Daftar Singkatan Akt aktif

Dem demonstrativa Ha hektare INTROG introgativa

JM jamak

KM kilometer KONJ konjungsi

MSA metabahasa semantik alami PART partikel

(10)

STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN ROHFINTA OKTORIA SINAGA

(Fakultas Ilmu Budaya USU)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas struktur semantis verba ujaran bahasa Simalungun. Aspek yang dikaji adalah tipe-tipe semantis, makna, dan struktur semantis verba ujaran. Data yang digunakan adalah data lisan, data tulis dan data intuitif. Data dikumpulkan dengan metode cakap dan metode simak. Kemudian, data dianalisis dengan metode agih dan metode padan. Hasilnya disajikan dengan metode formal dan informal. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori “Metabahasa Semantik Alami” (MSA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa verba ujaran bahasa Simalungun digolongkan atas enam tipe semantis, MENGATAKAN/TERJADI, MENGATAKAN/MELAKUKAN, MENGATAKAN/MENGETAHUI,MENGATAKAN/MERASAKAN,

MENGATAKAN /BERPIKIR, dan MENGATAKAN / MENGATAKAN. Makna verba ujaran memiliki ciri utama yang membangun makna verba ujaran, yaitu dari segi waktu (masa lalu, masa sekarang, masa mendatang, fungtual, dan duratif ) dan juga tindakan (baik dan buruk). Selanjutnya struktur semantis verba ujaran dibentuk oleh tiga komponen yang sama, yaitu diformulasikan ‘X mengatakan sesuatu kepada Y...’, ‘X mengatakan ini karena...’, X mengatakan sesuatu seperti ini...’. Komponen yang bisa menjadi ciri pembeda di antara anggota verba ujaran.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Verba ujaran merupakan sebuah konsep universal. Setiap bahasa mengandung

verba ujaran dan pembedanya adalah bentuk-bentuk ujarannya selain maknanya.

Misalnya, bahasa Indonesia mempunyai kata berjanji, meminta, menasihati, dan

menghina; bahasa Inggris memiliki promise, ask, advice, dan insult ; bahasa Mandarin

memuat shî, gâordo, quângâo, dan xiourû ; bahasa Bali mempunyai majanji, ngidih,

nuturin, dan nganistang ; dan bahasa Jawa memiliki janji, nyuwun, nasihati, dan ngina.

Bahasa Simalungun memiliki sejumlah verba ujaran, antara lain, mangindo

‘meminta’, mangolati ‘melarang’, marpadan ‘berjanji’, mambalosi ‘menjawab’,

marsobba ‘memohon’, mamuji ‘memuji’, manurai ‘memaki’, pabajan-bajanhon

‘menghina’, holsohan ‘mengeluh’, mangelek ‘membujuk’, dan lain-lain. Verba ujaran

tersebut mengandung tipe semantis tertentu. Dalam tipe-tipe semantis itu terdapat

ciri-ciri semantis yang berbeda. Perbedaan ciri-ciri-ciri-ciri semantis itu terlihat pada contoh berikut

ini :

(1) a. Malasuhur adek halani hasoman sakelas mamuji / ? pabajan-bajahon senang adik Konj teman sekelas Akt. puji / ? Akt. hina

ia. 3Tg

‘Adik senang karena teman sekelas memuji/? menghina dirinya’.

b. Pusokuhur pamulung ai halani halak na manorih sedih pemulung Dem Konj orang Part Akt. lihat pabajan-

(12)

Akt. hina/Akt.puji baju 3Tg

‘Pemulung itu sedih karena orang yang melihat (dirinya) menghina/?memuji

bajunya’.

Dari kedua contoh di atas terlihat bahwa dalam bahasa Simalungun kata mamuji

‘memuji’ dan pabajan-bajanhon ‘mengejek’ tergolong ke dalam tipe semantis yang

sama, yang ditunjukkan melalui kata malasuhur ‘senang’ pada (1a) dan pusokuhur

‘sedih’ pada (1b), tetapi ciri semantis keduanya berbeda. Jelasnya, mamuji bersesuaian

dengan emosi ‘senang’, sedangkan pabajan-bajanhon bersesuaian dengan emosi

‘sedih’.

Lebih jauh, perbedaan tipe-tipe semantis pada verba ujaran bahasa Simalungun

dapat dilihat dari ciri-ciri semantis yang sama. Ciri-ciri semantis yang sama pada verba

ujaran terdapat pada patugahkon ‘memberitahukan’, mamodahi ‘menasihati’, dan

manrunggu ‘berunding’. Ketiga kata ini dalam kalimat memiliki perilaku semantis yang

berbeda, seperti terlihat pada contoh berikut.

patugahkon

(2) a. Kakak ? mamodahi hubani bapa anggo ia wisuda bulan on. kakak ?manrunggu Prep ayah Konj 3Tg wisuda bulan Dem

‘Kakak memberitahukan/?menasihati /berunding pada ayah kalau dia akan mengikuti wisuda bulan ini ’.

mamodahi

b. Mamak ?patugahkon boto ase bujur. ibu ?manrunggu abang Konj baik

‘Ibu menasihati/ ?memberitahukan /? berunding abang supaya (berperilaku) baik’.

manrunggu

c. Nanguda ?patugahkon pakon manguda pasal tuhor jumani tante ?mamodahi Konj paman tentang harga ladang.3Tg

(13)

Tampak bahwa verba ujaran dalam bahasa Simalungun meskipun berada dalam

tipe semantis yang sama, akan ditemukan kata yang berterima atau tidak berterima

dalam kalimat. Pada (2a) kata patugahkon ‘memberitahukan’ berterima pada kalimat

tersebut, sedangkan kata manrunggu ‘berunding’ dan mamodahi ‘menasihati’ tidak

berterima. Perilaku semantis yang berbeda ditunjukkan pada kalimat (2b) dan (2c) dan

demikian juga sebaliknya dengan kalimat (2b) (2c).

Terkait dengan contoh-contoh di atas, Mulyadi (2012: 9) menjelaskan bahwa

‛‛Setiap kategori verba emosi terdiri atas verba-verba yang berhubungan erat dan jika kategorisasinya dikerjakan dengan rapi, relasi semantis verba-verba itu akan terungkap

dengan jelas”. Pernyataan ini dapat dihubungkan dengan verba ujaran dalam bahasa

Simalungun, yang memiliki relasi semantis yang sangat rumit dan berputar-putar. Hal

itu terlihat pada Kamus Bahasa Simalungun (Marunettan, 1981: 36). Misalnya, kata

mangindo ‘meminta’ mengacu pada 'mangebeng', mangebeng mengacu pada ‘edek’,

edek mengacu pada ‘mangindo’, dan mangindo mengacu pada ‘mangelek’, seperti

tampak pada gambar berikut :

mangebeng

mangindo

edek

mangelek

(14)

Semua anggota verba ujaran diasumsikan penempatannya ke dalam satu tipe

atau subtipe karena verba ujaran memiliki ciri semantis yang berhubungan. Tidak ada

satu verba ujaran pun yang dapat berdiri sendiri dari verba ujaran yang lain dalam satu

ranah semantis.

Verba ujaran dalam bahasa Simalungun mengandung keunikan makna sesuai

dengan budaya yang melatarinya. Dalam bahasa Simalungun, misalnya, kata marpadan

yang biasanya diberi glos ‘berjanji’ adakalanya mengandung makna yang berbeda

seperti pada contoh berikut :

(3) Domma dokah sidea marpadan. sudah lama 3JM berpacaran ‘Sudah lama mereka berpacaran’.

Kata marpadan pada kalimat di atas bermakna ‘berpacaran’. Hal ini

menunjukkan bahwa marpadan dalam bahasa Simalungun berciri khas budaya.

Tentunya menarik untuk mengkaji makna khas budaya yang terdapat pada verba ujaran

dalam bahasa Simalungun.

Makna verba ujaran dalam bahasa Simalungun tampaknya memiliki ciri

semantis yang sama. Namun, terdapat perbedaan makna yang halus. Perbedaan makna

yang halus itu dapat diketahui dengan membandingkan dua kata yang berada pada ranah

semantis yang sama, atau dengan membandingkan makna verba ujaran yang

bersinonim. Dengan membandingkan verba ujaran yang bersinonim terlihat perbedaan

maknanya, seperti pada contoh di bawah ini :

(4) a. Nanguda manuruh / ? mamarentah sidea roh minggu naro tante Akt.suruh / Akt. perintah 3JM datang minggu depan

hu rumah. Prep rumah

(15)

b. Tulang mamarentah / ?manuruh haroan ai mamutik lasina paman Akt.perintah / Akt.suruh pekerja Dem Akt.petik cabai

sonari i juma. sekarang Prep ladang

‘Paman memerintahkan pekerja itu memetik cabai sekarang di ladang’.

Manuruh ‘menyuruh’ pada (4a) berciri duratif yang ditandai oleh frasa minggu

naro ‘minggu depan’, sedangkan mamarentah ‘memerintah’ pada (4b) berciri pungtual

yang ditandai oleh kata sonari ‘sekarang’.

Perbedaan makna pada verba ujaran selain dapat diungkapkan dengan properti

temporal, juga dapat diungkapkan dengan nilai baik atau buruk. Kata pabajan-bajanhon

‘menghina’ dan manurai ‘memaki’ mengandung ciri semantis yang dimaksud.

Perhatikan contoh berikut.

(5) a. Malasuhur Lia alani Ria pajan-bajanhon /?manurai bajuni senang Lia Konj Ria Akt. hina / Akt.maki baju 3Tg

na hurang suman. Part kurang sopan

‘Lia senang karena Ria menghina/?memaki bajunya yang kurang sopan’.

b. Gobir dakdanak ai alani oppung maurai /?pabajan-bajanhon sidea. takut anak-anak Dem Konj nenek Akt.maki / Akt.hina 3JM

‘Anak-anak itu takut karena nenek memaki/?menghina mereka ’.

Dari contoh kalimat di atas dapat dilihat bahwa verba ujaran dalam ranah

semantis yang sama dan berciri semantis yang sama mempunyai perbedaan makna.

Perbedaan makna ujaran pada contoh di atas adalah bahwa kata pabajan-bajanhon

‘menghina’ mengandung makna sesuatu yang baik, sedangkan manurai

‘memaki’mengandung makna sesuatu yang buruk.

Struktur semantis verba ujaran dapat diketahui dari maknanya. Dengan

(16)

ujaran yang berada pada tipe semantis yang sama, apabila diparafrasa, mengandung

komponen-komponen yang sama dan komponen-komponen yang berbeda.

Perlu diketahui bahwa penelitian verba ujaran sudah pernah dilakukan oleh

beberapa ahli bahasa. Misalnya, Beratha (2000) meneliti struktur dan peran semantis

verba ujaran dalam bahasa Bali dan Thohri (2011) mengkaji struktur semantis verba

ujaran komisif dalam bahasa Sasak. Penelitian verba berdasarkan teori MSA juga

pernah dikerjakan oleh Mulyadi secara intensif, yaitu struktur semantis verba bahasa

Indonesia (2000b), struktur semantis verba penglihatan dalam bahasa Indonesia

(2000a), kategori dan peran semantis verba dalam bahasa Indonesia (2009), verba

emosi statif dalam bahasa Melayu Asahan (2010), serta verba emosi bahasa Indonesia

dan bahasa Melayu Asahan (2012). Selain itu, Agus Subiyanto (2008) meneliti verba

gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa.

Berdasarkan uraian di atas penulis sangat tertarik mengkaji tipe semantis, makna,

dan sruktur semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun. Dengan mengkaji ketiga

aspek semantis itu dapat diungkapkan semantik verba ujaran dalam bahasa Simalungun.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diteliti dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah tipe-tipe semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun?

2. Bagaimanakah makna verba ujaran dalam bahasa Simalungun?

(17)

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini ialah mendeskripsikan pola-pola berbahasa

penutur bahasa Simalungun, terutama pada verba ujaran.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan tipe-tipe semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun

2. Mendeskripsikan makna verba ujaran dalam bahasa Simalungun.

3. Mendeskripsikan struktur semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun.

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah khazanah pengetahuan tentang makna asali dari verba ujaran dalam

bahasa Simalungun

2. Memperkaya penelitian semantik tentang verba ujaran dengan menggunakan

teori MSA

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai salah satu model penyusunan kamus bahasa Simalungun

2. Sebagai sumber informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian

dalam bidang semantik dalam bahasa Simalungun, yaitu verba ujaran dalam

(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba

ujaran, tipe semantis, makna, dan struktur semantis. Konsep-konsep tersebut perlu

dibatasi untuk menghindari salah tafsir pembaca.

Konsep verba pada penelitian ini mengacu kepada pendapat Frawley (1992:

140-144) yang menyatakan bahwa verba adalah peristiwa yang mengimplikasikan

perubahan waktu. Dengan demikian, ada keterkaitan peristiwa dengan perubahan dan

temporalitas. Sebagai suatu peristiwa verba digolongkan atas verba keadaan, proses, dan

tindakan.

Verba ujaran merupakan subkelas dari verba tindakan yang secara khusus

mengacu pada peristiwa ujaran. Wierzbicka (1996: 174) mengusulkan dua jenis

komponen untuk mengeksplikasi makna verba ujaran. Pertama, komponen ‘aku

berkata...’, yang disebut pernyataan. Kedua, komponen ‘aku mengatakan ini karena ....’,

yang disebut tujuan ilokusi. Pernyataan mempresentasikan isi ujaran, sedangkan tujuan

ilokusi mempresentasikan maksud penutur. Sebagai contoh, pada kalimat ‘’Aku

memberitahukan padamu bahwa aku tidak kuliah’’, pernyataannya ialah ‘aku berkata :

aku tidak kuliah’, sedangkan tujuan ilokusinya ialah ‘aku mengatakan ini karena aku

ingin kau mengetahuinya’.

Tipe semantis adalah pengelompokan butir leksikal berdasarkan komponen

(19)

Y’ terkandung pada makna verba mangindo ‛meminta’, marsobba ‛memohon’, dan manuduh‛menuduh’ yang terdapat dalam satu ranah semantis yang sama.

Makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali (Wierzbicka, 1996:

170). Konfigurasi yang dimaksud adalah kombinasi antara satu makna asali dengan

makna asali yang lain yang membentuk sintaksis makna universal.

Komponen semantis adalah perangkat makna yang terdapat pada sebuah butir

leksikon (Mulyadi, 2000b). Mulyadi (2000b: 42) mengatakan bahwa komponen yang

dimaksud mencakup kombinasi dari perangkat makna seperti ‘seseorang’, ‘sesuatu’,

‘mengatakan’, ‘terjadi’, ‘ini’, dan ‘baik’. Pentingnya pengungkapan komponen semantis

dari sebuah butir leksikon ialah untuk mengetahui struktur semantisnya. Dalam

mengungkapkan jaringan tersebut, makna sebuah kata haruslah dibandingkan dengan

makna kata- kata lain yang secara intuitif dirasakan berhubungan.

Struktur semantis adalah jaringan relasi semantis di antara kata-kata dalam

sistem leksikon suatu bahasa (Mulyadi, 2000b: 43). Struktur semantis sebuah kata dapat

diungkapkan jika maknanya dibandingkan dengan kata-kata lain yang dirasakan

berhubungan. Jika perbandingannya tepat, ada dua kemungkinan yang ditemukan, yakni

struktur semantisnya memiliki kesamaan atau kebalikannya.

2.2 Landasan Teori

Kajian struktur semantis terhadap verba ujaran bahasa Simalungun

menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) yang dikembangkan oleh

Wierzbicka (1996) dan pengikutnya Goddard (1998). Teori ini dirancang untuk

(20)

ilokusi (Mulyadi, 2012: 34). Dengan demikian, teori ini bisa digunakan untuk

mengeksplikasi makna verba ujaran bahasa Simalungun.

Teori MSA berhubungan dengan Prinsip Semiotis. Prinsip ini menyatakan

bahwa makna kompleks apa pun dapat dijelaskan tanpa perlu berputar-putar dan tanpa

residu dalam kombinasi makna diskret yang lain (Goddard, 1998: 2, Wierzbicka, 1996:

10). Untuk itu, digunakan perangkat makna asali (semantic primitives) sebagai elemen

akhir dalam analisis makna. Yang dimaksud makna asali adalah makna yang tidak dapat

berubah (Goddard, 1998: 2) karena sudah diwarisi manusia sejak lahir (innate). Makna

ini memiliki sebuah kalimat dasar yang merefleksikan sebuah proposisi yang sederhana.

Ada tiga konsep teoretis dalam teori MSA yang penting untuk dikemukakan,

yaitu makna asali, polisemi nonkomposisi, dan sintaksis makna universal, yang akan

dijelaskan berikut ini.

2.2.1 Makna Asali

Seperti dikemukakan seebelumnya, makna asali adalah seperangkat makna yang

tidak dapat berubah dan telah diwarisi manusia sejak lahir. Menurut Wierzbicka (1996:

31), makna asali merupakan refleksi dan pembentukan pikiran yang dapat dieksplikasi

dari bahasa alamiah yang merupakan satu-satunya cara mempresentasikan makna.

Eksplikasi makna tersebut meliputi makna kata- kata yang intuitif berhubungan atau

sekurang-kurangnya memiliki medan makna yang sama, dan makna kata-kata itu

dianalisis berdasarkan komponennya. Seperangkat makna asali diharapkan dapat

menerangkan makna kompleks menjadi lebih sederhana tanpa harus berputar-putar

(Goddard, 1998: 2). Wierzbicka (1996: 35) dan Goddard (1998: 24 - 37)mengusulkan

63 makna asali yang ditemukannya terhadap sejumlah bahasa di dunia. Mulyadi (2012: 38)

membuat pemadanannya dalam bahasa Indonesia. Berikut merupakan elemen makna

(21)

Tabel 2.1

Perangkat Makna Asali Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Substantif I AKU, YOU KAMU, SOME ONE SESEORANG PEOPLE/PERSON, ORANG, SOMETHING/THING SESUATU/HAL, BODY TUBUH Substantif Relasional KIND JENIS, PART BAGIAN

Pewatas THIS INI, THE SAME SAMA,

OTHER/ELSE LAIN

Penjumlah ONE SATU, TWO DUA,

MUCH/MANY BANYAK, SOME BEBERAPA, ALL SEMUA

Evaluator GOOD BAIK, BAD BURUK

Deskriptor BIG BESAR, SMALL KECIL

Predikat Mental THINK PIKIR, KNOW TAHU, WANT

Waktu WHEN/TIME BILA/WAKTU, NOW

SEKARANG, BEFORE SEBELUM, AFTER SETELAH, A LONG TIME LAMA, A SHORT TIME SINGKAT, FOR SOME TIME SEBENTAR, MOMENT SAAT

Ruang WHERE/PLACE (DI) MANA/TEMPAT, HERE (DI) SINI, ABOVE (DI) ATAS,

Augmentor intensifier VERY SANGAT, MORE LEBIH

Kesamaan LIKE/AS SEPERTI

(22)

2.2.2 Polisemi Nonkomposisi

Polisemi merupakan bentuk leksikon tunggal yang dapat mengekspresikan dua

makna asali yang berbeda (Mulyadi, 2000: 43). Ini terjadi karena adanya hubungan

komposisi antara satu eksponen dengan eksponen lainnya karena eksponen tersebut

memiliki kerangka gramatikal yang berbeda. Pada tingkatan yang sederhana, eksponen

dari makna asali yang sama mungkin akan menjadi polisemi dengan cara yang berbeda

pada bahasa yang berbeda pula.

Menurut Goddard (1998: 31 dalam Mulyadi, 2000b: 43) ada dua hubungan

komposisi yang paling kuat : hubungan pengartian dan hubungan implikasi. Hubungan

pengartian tampak pada MELAKUKAN/ TERJADI dan hubungan implikasi tampak

pada MERASAKAN / TERJADI. Perhatikan contoh berikut.

(6) X MELAKUKAN sesuatu pada Y sesuatu TERJADI pada Y

(7) Jika X MERASAKAN sesuatu tentang Y sesuatu TERJADI pada X

Perbedaan sintaksis yang dapat diketahui dari verba MELAKUKAN dan

TERJADI pada contoh (6) di atas ialah bahwa MELAKUKAN memerlukan dua

argumen, sedangkan TERJADI hanya membutuhkan satu argumen. Hal yang sama

terjadi pada verba TERJADI dan MERASAKAN, tetapi pada verba MERASAKAN tipe

argumen yang muncul berbeda, yaitu tentang ‘Y’.

2.2.3 Sintaksis Makna Universal

Sintaksis makna universal yang dikembangkan Wierzbicka pada akhir tahun

1980 merupakan perluasan dari sistem makna asali. Wierzbicka (1996: 19) menyatakan

bahwa makna memiliki struktur yang sangat kompleks, dan tidak hanya dibentuk dari

(23)

kompleks, seperti ‘aku menginginkan sesuatu’, ‘ini baik’, atau ‘kau melakukan sesuatu

yang buruk’. Kalimat seperti ini disebut sintaksis makna universal. Jadi, sintaksis makna

universal adalah kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk

proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya (Mulyadi dan

Rumnasari, 2006: 71).

Dalam teori MSA, untuk merumuskan struktur semantis digunakan teknik

parafrase, yang menurut Wierzbicka (1996: 35) harus mengikuti kaidah-kaidah berikut:

1) Parafrase harus menggunakan kombinasi sejumlah makna asali Wierzbicka. Kombinasi sejumlah makna asali diperlakukan terkait dengan klaim teori MSA, yaitu suatu bentuk tidak dapat diuraikan hanya dengan memakai satu makna asali.

2) Parafrase dapat pula dilakukan dengan memakai unsur yang merupakan kekhasan suatu bahasa. Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan unsur-unsur yang merupakan keunikan bahasa itu sendiri untuk menguraikan makna. 3) Kalimat parafrase harus mengikuti kaidah sintaksis bahasa.

4) Parafrase selalu menggunakan bahasa yang sederhana.

5) Kalimat parafrase kadang-kadang memerlukan indensasi dan spasi khusus. Dalam menjelaskan struktur semantis verba ujaran bahasa Simalungun, model

parafrase MSA yang digunakan mengikuti Wierzbicka dengan formulasi berikut ini:

(a) Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y (b) X mengatakan ini karena X ingin sesuatu terjadi

(c) X berpikir bahwa ada alasan yang baik mengapa Y harus melakukan Z (d) X mengatakan sesuatu seperti ini

Tujuan ilokusi mempresentasikan maksud penutur. Verba ujaran memiliki

makna ilokusi dan makna verba ujaran dibentuk oleh sejumlah komponen. Tiap verba

mempunyai komponen semantis tertentu yang membentuk maknanya dan sekaligus

menjadi ciri semantisnya yang khas.

Ketiga konsep teoretis di atas, yaitu makna asali, polisemi takkomposisi dan

(24)

semantis. Unit dasar sintaksis makna universal dapat disamakan dengan “klausa”,

dibentuk oleh substantif dan predikat, serta beberapa elemen tambahan sesuai dengan

ciri predikatnya. Contoh pola sintaksis makna universal ditunjukkan di bawah ini :

(8) Aku melihat sesuatu di tempat ini.

(9) Sesuatu yang buruk terjadi padaku.

(10) Jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang buruk

tentang aku.

(11) Aku tahu bahwa kau orang yang baik.

(12) Aku melihat sesuatu terjadi di sana.

(13) Aku mendengar sesuatu yang baik.

Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis makna universal

mengimplikasikan gagasan pilihan valensi. Contohnya, elemen MELAKUKAN, selain

memerlukan “subjek” dan “komplemen” wajib (seperti ‘seseorang melakukan sesuatu’),

juga memerlukan objek ” (seperti ‘seseorang melakukan sesuatu kepada seseorang’).

Begitu pula, MENGATAKAN, di samping memerlukan “subjek” dan “komplemen”

wajib (seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu’), juga memerlukan “pesapa” (seperti

‘seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang’), atau “topik” (seperti ‘seseorang

mengatakan sesuatu tentang sesuatu’), atau “pesapa” dan topik” (seperti ‘seseorang

mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu’) (Mulyadi dan Rumnasari, 2006:

71). Hubungan ketiga konsep tersebut dalam kajian makna diringkas dalam gambar di

(25)

Gambar 2.1

Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna (Sumber: Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71)

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa gabungan dari dua makna asali

berkombinasi untuk membentuk polisemi. Kombinasi dari makna asali membentuk

kalimat berupa parafrasa untuk mengetahui makna.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap verba, khususnya verba ujaran sudah pernah dilakukan oleh

beberapa ahli. Berikut dijelaskan beberapa penelitian yang relevan dan kontribusinya

penelitian ini.

Beratha (2000) dalam artikelnya yang berjudul “Struktur dan Peran Semantis

Verba Ujaran dalam Bahasa Bali ” menguraikan semantik verba ujaran dengan

menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Metode yang digunakan

dalam analisis datanya adalah metode padan dan metode agih, sedangkan penyajian

hasil analisis data menggunakan metode informal dan formal. Hasil kajian Beratha

menunjukkan bahwa ada sejumlah verba tindakan yang bertipe ujaran dalam bahasa

Bali seperti ngidih, nunas ‘meminta’, nunden, nikain ‘memerintah’, nombang

melarang’, majanji ‘berjanji’, ngajum ‘menyanjung’, nyadad ‘mengkritik’, nesek

‘mendesak’, ngancam ‘mengancam’, nuduh ‘menuduh’, dan matakon ‘bertanya’. Sintaksis 

makna  Makna

li

Polisemi

Makna asali

(26)

Struktur semantis verba tindakan tipe ujaran ini diformulasikan dalam komponen ‘X

mengatakan sesuatu kepada Y’.

Penelitian Beratha memberi banyak masukan dari segi teori yang digunakan dan

juga cara menganalisis verba ujaran. Dari segi teori dapat diketahui pola sintaksis yang

digunakan dalam penelitian tersebut dan dari segi cara menganalisis verba ujaran

tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber dari perangkat makna asali.

Penelitian Beratha memberi kontribusi dalam penelitian verba ujaran bahasa

Simalungun.

Selanjutnya, Thohri (2011) menguraikan struktur semantis verba komisif ujaran

dalam bahasa Sasak, dengan menggunakan teori MSA. Data verba ujaran bahasa Sasak

dianalisis dengan metode padan dan metode agih, dan penyajian hasil analisis data

menggunakan metode informal dan formal. Menurut Thohri, struktur verba ujaran

komisif dalam bahasa Sasak terbagi dua, yaitu berjanji dan nawaran. Struktur semantis

verba komisif ujaran sasak bejanji adalah: Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada

Y. X mengatakan ini karena X ingin Y berpikir bahwa X harus melakukan Z. X tahu

jika X tidak melakukan Z, Y akan berpikir bahwa X orang yang buruk. X mengatakan

seperti ini. Struktur semantis ujaran nawaran adalah: pada waktu itu, X mengatakan

sesuatu pada Y. X mengatakan ini karena X ingin Y berpikir bahwa X mau melakukan

Z. X berpikir bahwa ada alasan tertentu jika X melakukan Z, Y akan berpikir bahwa X

orang yang baik. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Penelitian Thohri memberi kontribusi dari segi model analisis, yaitu cara-cara

memparafrase makna verba komisif ujaran dalam bahasa Sasak. Model analisis Thohri

(27)

Selain dari model analisis, teori yang digunakan dalam penelitan ini dapat menambah

pemahaman terhadap penggunaan teori MSA.

Di luar verba ujaran, Mulyadi (2000a) memformulasikan struktur semantis verba

penglihatan. Teori yang diterapkan adalah teori Metabahasa Semantik Alami (MSA).

Data verba penglihatan dianalisis dengan metode padan dan metode agih, sedangkan

analisis data disajikan dengan metode informal dan formal. Hasil kajian ini menyatakan

bahwa struktur semantis verba penglihatan dalam bahasa Indonesia dibentuk oleh empat

jenis polisemi, yakni melihat/ merasakan, melihat / mengetahui, melihat / memikirkan,

melihat / mengatakan.

Kontribusi penelitian Mulyadi adalah pada model analisis yang digunakan.

Mulyadi menguji perilaku semantis verba penglihatan dengan menggunakan berbagai

teknik analisis, seperti teknik ganti, teknik lesap, dan teknik ubah wujud. Selain itu, ia

menggunakan beberapa kata yang kemungkinan dapat berkolokasi dengan verba

penglihatan untuk mengungkapkan perbedaan makna di antara anggota verba

penglihatan.

Lebih lanjut, Subiyanto (2008) meneliti makna verba gerakan bukan agentif

bahasa Jawa. Seperti penelitian sebelumnya, Subiyanto menggunakan teori Metabahasa

Semantik Alami (MSA). Dalam analisis data, metode padan digunakan untuk

menentukan klasifikasi verba gerakan bukan agentif. Kemudian, metode agih diterapkan

untuk mengungkapkan makna asali yang terdapat pada verba gerakan. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa komponen semantis verba gerakan bukan agentif

bahasa Jawa memiliki ciri [+/- dinamis], [-kesengajaan], [+/- kepungtualan], [+/- telis].

Struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa ada dua, yaitu (1)

(28)

MELAKUKAN dan (2) berdasarkan kualitas gerakan struktur semantisnya

MELAKUKAN dan TERJADI.

Penelitian Subiyanto memberi kontribusi dalam mengkaji struktur semantis

verba ujaran dalam bahasa Simalungun. Penerapan metode padan dan metoge agih, dan

penerapan teori MSA memberi pemahaman tentang analisis makna terhadap verba pada

sebuah bahasa.

Selanjutnya, Mulyadi (2009) menguraikan semantik verba bahasa Indonesia

(VBI), yakni kategori semantis dan peran semantis verba, berdasarkan teori MSA. Ia

mengusulkan tiga kategori semantis verba, yakni keadaan, proses, dan tindakan, yang

diuji berdasarkan skala kestabilan waktu. Di samping itu, dijelaskan bahwa ciri utama

perbedaan antara aktor dan penderita ialah aktor memiliki gagasan kendali atas situasi

yang dinyatakan oleh verba, sedangkan penderita tidak mengandung gagasan kendali.

Dalam bahasa Indonesia verba keadaan, memiliki relasi aktor sebagai pengalam dan

relasi penderita sebagai lokatif, stimulus dan tema, verba proses memiliki satu

partisipan karena partisipan tunggalnya mengalami perubahan keadaan dan pengendali

tindakan, peran semantisnya dipetakan sebagai penderita, dan verba tindakan, ada dua

kemungkinan peran derivasi dari aktor, yaitu pemengaruh dan agen.

Penelitian Mulyadi bermanfaat dari segi metode dan teori. Teori MSA yang

bermanfaat untuk memetakan tipe-tipe semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun,

sedangkan metode yang digunakan bermanfaat untuk penentuan makna dan struktur

semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun.

Mulyadi (2000b) dalam artikelnya yang berjudul “Struktur Semantis Verba

Bahasa Indonesia” menguraikan (1) klasifikasi semantis verba bahasa Indonesia, (2)

(29)

semantis kelas verba bahasa Indonesia. Metode dalam pengumpulan data adalah metode

simak dan metode cakap. Dalam pengkajian data digunakan metode padan dan metode

agih dengan menerapkan teknik ganti, ubah wujud, sisip, perluas, dan lesap. Teori MSA

diterapkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian Mulyadi adalah bahwa klasifikasi

semantis VBI terdiri atas verba kognisi, persepsi, gerakan. Ujaran dan perpindahan yang

lebih kompleks daripada struktur semantis verba pengetahuan, emosi, kejadian, dan

badaniah. Beberapa struktur semantis VBI memperlihatkan persamaan dan perbedaan.

Penelitian di atas memberi banyak masukan dari segi teori dan model analisis.

Dari segi teori diketahui pembagian verba menjadi tiga bagian, yaitu verba keadaan,

proses, dan tindakan. Melalui verba tindakan dapat diketahui verba ujaran dalam

bahasa Indonesia dan verba ujaran itu dihubungkan dengan verba ujaran dalam bahasa

Simalungun. Berdasarkan properti temporal memberi inspirasi dalam penentuan verba

ujaran dalam bahasa Simalungun. Kemudian, masukan dari segi model analisis tampak

pada penggunaan parafrase yang bersumber dari perangkat makna asali. Selain teori dan

model analisis, data verba ujaran pada penelitian ini juga sangat bermanfaat bagi

peneliti.

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tigaraja, Kecamatan Pematang Silima Huta,

Kabupaten Simalungun. Desa Tigaraja adalah salah satu desa dari delapan desa di

Kecamatan Pematang Silima Huta. Desa lain adalah Desa Mardinding, Desa Naga

Mariah, Desa Naga Saribu, Desa Saribu Jandi, Siboras, Desa Silimakuta Barat, Desa

Ujung Mariah, dan Desa Ujung Saribu. Desa Tigaraja dipilih sebagai lokasi penelitian

karena masyarakatnya sangat homogen, yaitu umumnya penutur jati bahasa

Simalungun sehingga interferensi dari bahasa-bahasa lain kecil kemungkinan terjadi.

Alasan lain ialah suku-suku lain seperti Jawa, Karo, Toba yang tinggal di desa tersebut

menggunakan bahasa Simalungun sebagai sarana berkomunikasi sehari-hari.

Lebih jauh, Desa Tigaraja memiliki luas 860 ha (termasuk persawahan,

peertanian, pemukiman, dan pekuburan). Jarak Desa Tigaraja ke ibukota kabupaten

adalah 45 km. Perjalanan dari ibukota kabupaten dapat ditempuh dengan transportasi

darat, seperti angkutan umum, mobil, sepeda motor, dan kendaraan roda tiga. Waktu

tempuh dari ibukota kabupaten ke Desa Tigaraja adalah 100 menit (Badan Pusat

(31)

Gam

Letak D

mbar 3.1 Peta

Desa Tigaraj

a Lokasi Pe

a dapat dili

enelitiaan (h

ihat pada ga

http://www.

ambar di baw

simalungun

wah ini.

(32)

Gambar 3.2 Desa Tigaraja

Penduduk Desa Tigaraja berjumlah 923 orang, dan terdiri atas 484 laki-laki dan

439 perempuan. Pekerjaan penduduk Desa Tigaraja dapat dilihat dalam tabel berikut

(Badan Pusat Statistik, 2012).

Tabel 3.1 Pekerjaan Penduduk

Pekerjaan Jumlah/jiwa Petani 675

PNS 18 Wiraswasta 12

Montir 3

Bidan Swasta 1

Pensiunan 6

Desa Tigaraja termasuk desa yang sudah maju. Desa ini sudah menggunakan

listrik dan sudah menggunakan air bersih (PAM). Di desa ini terdapat sekolah dan

(33)

itu, bahasa yang digunakan penduduk Desa Tigaraja adalah bahasa Simalungun. Kecil

kemungkinan terjadi interferensi dari bahasa lain.

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan. Pengumpulan data dilakukan selama

dua minggu, pengelolahan data dilakukan selama tiga minggu, dan pengonsepan skripsi

dikerjakan selama dua minggu.

3.2 Sumber Data

Data penelitian ini ada dua yaitu, data lisan dan data tulis. Data lisan diperoleh

dari penutur bahasa Simalungun yang ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini :

1. Berjenis kelamin pria atau wanita.

2. Berusia antara 25-65 tahun.

3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang

atau tidak pernah meninggalkan desanya.

4. Berstatus sosial menengah.

5. Memiliki kebanggaan terhadap isoleknya.

6. Sehat jasmani dan rohani (Mahsun, 1995: 106).

Informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang, dua perempuan dan satu

laki-laki. Salah satu informan menjadi informan kunci.

Wawancara dilakukan pada malam hari sekitar pukul 20.00-22.00 WIB dan pada

hari Selasa, kamis, dan sabtu. Biasanya wawancara dilakukan di rumah informan.Pada

saat penelitian, ada beberapa hambatan, yakni

1. Peneliti kesulitan menyesuaikan waktu dengan informan. Informan biasanya

bekerja di ladang dari pagi sampai sore. Akibatnya, waktu melakukan

(34)

Data tulis dalam penelitian ini diperoleh dari dari kamus bahasa Simalungun (1981)

dan buku Ambilan Pakon Barita (Dasuha, 2010). Untuk memperoleh data digunakan

metode simak yang didukung oleh teknik catat (Sudaryanto, 1993: 133-135). Selain data

di atas, disediakan data intuitif sebagai pelengkap. Data intuitif akan diuji

keberterimaannya kepada narasumber.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian dikumpulkan dengan metode simak dan metode cakap

(Sudaryanto, 1993). Metode simak diterapkan untuk menyimak, mengamati pemakaian

bahasa oleh penutur bahasa Simalungun. Dalam penyimakan, teknik sadap menjadi

teknik dasar yang disertai dengan teknik simak libat cakap, simak bebas libat cakap,

rekam, dan catat.

Dalam percakapan, interaksi peneliti dengan narasumber menggunakan teknik

pancing sebagai teknik dasar, dan teknik ini dengan teknik cakap tansemuka, cakap

tansemuka, rekam, dan catat.

Teknik cakap tansemuka diterapkan untuk mengumpulkan data dengan

menyediakan kuesioner yang berisi daftar kalimat yang mengandung verba ujaran yang

akan diterjemahkan oleh informan ke dalam bahasa Simalungun pada kolom yang telah

disediakan.

Data verba ujaran yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan sesuai

dengan tipe-tipe semantisnya. Tahapan-tahapan pengelompokan data ialah sebagai

berikut:

1. Mengelompokkan data yang memiliki ciri semantis yang sama dan pada

(35)

2. Mengelompokkan data berdasarkan tipe-tipe semantis verba ujaran dalam

bahasa Simalungun

Verba ujaran dikelompokkan berdasarkan ciri semantisnya. Misalnya, kata

diatei tupa ‘berterima kasih’ berciri pungtual, manrunggu ‘bermusyawarah’ berciri

duratif, mangomar ‘mengancam’, mangkritik ‘mengkritik’ berciri peristiwa mendatang,

mamarentah ‘memerintah’ berciri peristiwa sekarang, manurihon ‘menceritakan’ berciri

peristiwa lalu, mamuji ‘memuji’ berciri emosi positif ‘senang’, dan manurai ‘memaki’

berciri emosi negatif ‘sedih’. seperti yang diilustrasikan pada Tabel 3.2 dibawah ini.

TABEL 3.2

Verba Ujaran Berdasarkan Ciri Semantis N

o

Kosakata bahasa Simalungun

Waktu Peristiwa Tindakan

Pungtual Duratif Lalu sekarang mendatang Perasaa n baik

Perasaan buruk

1 Diatei tupa ‘berterima

kasih’

Setelah mengetahui ciri semantis verba ujaran yang dikelompokkan berdasarkan

ciri semantisnya, verba ujaran tersebut dikelompokkan berdasarkan tipe-tipe

semantisnya. Misalnya, kata manurai ‘memaki’ mengacu pada tipe

mengatakan/merasakan, manuruh ‘menyuruh’ mengacu pada mengatakan/melakukan,

(36)

mengacu pada mengatakan/berpikir, dan mamodahi ‘menasihati’ mengacu pada tipe

mengatakan/mengetahui. Seperti diilustrasikan pada tabel 3.3 berikut ini.

TABEL 3.3

Tipe-Tipe Semantis Verba Ujaran Bahasa Simalungun

No Kosakata

3.4Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah semua data terkumpul dilakukan analisis data sebagai tahapan terpenting

untuk memecahkan masalah penelitian. Data dianalisis dengan metode agih dan metode

padan (Sudaryanto, 1993: 13-31). Cara kerja kedua metode tersebut diringkas di bawah

ini.

3.4.1 Metode Padan

Dalam metode padan, alat penentunya adalah di luar, terlepas, dan tidak menjadi

bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Metode padan berguna

untuk mengidentifikasi ciri-ciri semantis verba ujaran dan untuk menetapkan tipe-tipe

semantis verba ujaran.Contoh ciri semantis verba ujaran ialah temporal terdapat puntual

dan duratif, peristiwa, tindakan terdapat perasaan baik dan perasaan buruk.

Verba ujaran yang memiliki ciri yang sama dikelompokkan ke dalam tipe-tipe

(37)

pabajan-bajanhon ‘menghina’, manurai ‘memaki’ berada pada tipe yang sama sebab

dibentuk oleh polisemi mengatakan / merasakan.

3.4.2 Metode Agih

Alat penentu dalam metode agih adalah unsur bahasa yang diteliti (Sudaryanto,

1993: 15). Metode agih berperan penting dalam menganalisis dan membandingkan

makna verba ujaran. Teknik analisis yang digunakan ialah teknik ganti untuk menguji

perilaku verba ujaran di dalam kalimat. Misalnya, untuk mengetahui makna manuruh

‘menyuruh’, mamarentah ‘memerintah’, dengan mangontang ‘mengundang’ dapat

dilihat pada contoh berikut :

manuruh menyuruh

(14) a. Pangulu ?mamarentah anggota ni mangirim surat patar. kepala desa memerintah anggota 3Tg Akt kirim surat besok

?mangontang mengundang

‘ Kepala desa menyuruh anggotanya mengirim surat besok’.

? manuruh menyuruh

b. Pangulu mamarentah sekretarisni mangetik surat sonari. kepala desa memerintah sekretaris 3Tg Akt. ketik surat sekarang

?mangontang mengundang

(38)

mangontang mengundang

c. Pangulu ?manuruh warga ase roh i pesta niombahni. kepala desa menyuruh warga Konj hadir Prep pesta anak 3Tg

?mamarenta memerintah

‘Kepala desa mengundang warga supaya hadir di pesta anaknya’.

Dari ketiga kalimat di atas terlihat bahwa manuruh ‘menyuruh’, mamarentah

‘memerintah’ dan mangontang ‘mengundang’ berada pada ranah yang sama, yaitu

mengatakan/melakukan. Kata manuruh ‘menyuruh’mengimplikasikan tindakan petutur

pada masa mendatang; kata mamarentah berorientasi pada masa kini; dan mangontang

‘mengundang’ mensyaratkan kesopanan. Jelasnya, seseorang yang mengundang tidak

mengharuskan orang lain harus hadir (‘aku berpikir bahwa kau tidak harus melakukan

sesuatu’). Setelah ditemukan komponen semantis yang terkandung pada makna verba

ujaran, dilakukan parafrase.

Misalnya,

(15) manuruh ‘menyuruh’

(a) Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y

(b) X mengatakan ini karena X ingin Y melakukan Z NANTI (c) X berpikir bahwa Y AKAN melakukan Z karena ini (d) X mengatakan sesuatu seperti ini

(16) mamarentah ‘memerintah’

(a) Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y

(b) X mengatakan ini, dengan cara ini, karena X ingin Y melakukan Z SEKARANG (c) X berpikir bahwa Y HARUS melakukan Z karena ini

(39)

(17) mangontang ‘mengundang’

(a) Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y (b) X mengatakan ini karena X ingin Y melakukan Z

jika Y INGIN MELAKUKANNYA NANTI (c) X tidak tahu apakah Y melakukan Z

(d) X berpikir bahwa Y TIDAK HARUS melakukan Z (e) X berpikir bahwa Y INGIN melakukan Z

(f) X mengatakan sesuatu seperti ini

Manuruh ‘menyuruh’ dan mamarentah ‘memerintah’ mempunyai tujuan ilokusi

yang sama (‘aku ingin kau melakukan sesuatu’). Orang yang manuruh ‘menyuruh’ atau

mamarentah ‘memerintah’ berasumsi bahwa dia mempunyai kekuatan terhadap petutur,

dan petutur harus melakukan apa yang dikatakanya untuk dilakukan. Dalam manuruh

‘menyuruh’, mengimplikasikan tindakan petutur pada masa mendatang. Kalimat seperti,

kepala desa menyuruh anggotanya mengirim surat besok! ditafsirkan suruhan, bukan

perintah. Penjelasan manuruh ‘menyuruh’ memuat acuan yang tegas pada masa

mendatang (‘aku berpikir bahwa kau akan melakukan sesuatu’). Mamarentah

‘memerintah’, sebaliknya, berorientasi pada masa kini. Kalimat singkat seperti, kepala

desa memerihtah sekretarisnya mengetik surat sekarang! Dalam penjelasannya (‘aku

ingin kau melakukan sesuatu sekarang’). Mamarentah ‘memerintah’ mengimplikasikan

bahwa orang lain harus melakukan sesuatu (meskipun ia tidak ingin melakukannya).

Mangontang ‘mengundang’ juga berhubungan dengan manuruh ‘menyuruh’ dan

mamarentah ‘memerintah’. Mangontang ‘mengundang’ mensyaratkan kesopanan dalam

maknanya. Orang yang mengundang orang lain untuk datang ke pestanya menyadari

bahwa orang yang diundang tidak harus hadir di rumahnya (‘aku berpikir bahwa kau

tidak harus melakukan sesuatu’), acuan ini berbeda dengan manuruh ‘menyuruh’ dan

mamarentah ‘memerintah’. Dengan kata lain, dalam mangontang ‘mengundang’

(40)

sebabnya, tujuan ilokusinya memuat komponen kondisional ‘jika kau ingin melakukan

sesuatu’ (band. Tujuan ilokusi manuruh ‘menyuruh’ dan mamarentah ‘memerintah’).

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Ada dua metode penyajian hasil analisis data, yaitu metode formal dan informal.

Metode formal adalah metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan

statistik berupa tabel dan angka, sedangkan metode informal adalah metode penyajian

hasil analisis data yang menggunakan uraian kata-kata lengkap yang rinci dan terurai.

Metode formal direalisasikan melalui pemakaian tanda dan diagram untuk menerangkan

contoh-contoh data. Adapun lambang yang dimaksud di antaranya lambang huruf

singkatan kata (AKT, DEM, KONJ, PART, PREP). Tanda-tanda yang dimaksud adalah

tanda bintang (*), tanda tanya (?), tanda kurung kurawal ({}), dan tanda kurung siku ([

(41)

BAB IV

STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN

4.1 Pengantar

Verba ujaran merupakan subkelas dari verba tindakan yang secara khusus

mengacu pada peristiwa ujaran. Verba ujaran dalam bahasa Simalungun dikelompokkan

berdasarkan ciri semantisnya. Berdasarkan ciri semantisnya verba ujaran dalam bahasa

Simalungun dibagi menjadi enam tipe, yaitu (1) MENGATAKAN/ TERJADI, (2)

MENGATAKAN/ MELAKUKAN, (3) MENGATAKAN/ MENGETAHUI, (4)

MENGATAKAN/ MERASAKAN, (5) MENGATAKAN/ BERPIKIR, dan (6)

MENGATAKAN/ MENGATAKAN. Berikut ini dijelaskan dasar semantis dalam

penetapan tipe-tipe semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun.

4.2Tipe Semantis Verba Ujaran Bahasa Simalungun 4.2.1 Tipe MENGATAKAN/TERJADI

Tipe MENGATAKAN / TERJADI menurunkan enam verba, yaitu manundati

‘membatalkan’, manghutuk ‘mengutuk’, mangomar ‘mengancam’ manuduh ‘menuduh’,

mangindo ‘meminta’, dan marsobba ‘memohon’. Keenam verba tersebut tergolong ke

dalam satu tipe karena memiliki ciri semantis yang sama dan juga memiliki tujuan

ilokusi yang sama, yaitu sesuatu terjadi. Contohnya dapat dilihat di bawah ini.

(18) Marsobba inang ai hubani polisi ase ulang ipenjara niombahni. Akt.mohon ibu Dem Konj polisi Konj tidak Prep penjara anak 3Tg

‘Ibu itu memohon kepada polisi supaya anaknya tidak dipenjara.’

(19) Mangomar do pegawai bank ai bani inang anggo lang mallunasi utang Akt. ancam pegawai bank Dem Konj ibu apabila tidak melunasi utang i sitado rumah.

(42)

‘Pegawai bank itu mengancam ibu apabila tidak melunasi utang akan menyita rumah.’

(20) Naboru ai mangindo bani paramangonni ase ulang isirangkon ia. wanita Dem akt. minta Konj suami 3Tg Konj tidak menceraikan3Tg ‘Wanita itu meminta kepada suaminya supaya tidak menceraikan dia.’

Dari ketiga contoh di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa verba marsobba

‘memohon’ pada (18), mangomar ‘mengancam’ pada (19), dan mangindo ‘meminta’

pada (20) merupakan suatu keinginan penutur agar sesuatu terjadi pada petutur. Pada

contoh (18) verba marsobba ‘memohon’ ditandai dengan kata ase ulang ipenjara

niombahni ‘supaya anaknya tidak dipenjara’. Biasanya orang yang marsobba

‘memohon’ menginginkan suatu tindakan dari penutur agar sesuatu terjadi dan pada

kalimat tersebut terlihat bahwa petutur menginginkan agar sesuatu yang buruk tidak

terjadi pada anaknya. Dalam bahasa Simalungun marsobba ‘memohon’ tidak selamanya

petutur merasakan sesuatu yang baik terjadi, tetapi bisa juga petutur merasakan sesuatu

yang buruk.

Selanjutnya, pada contoh (19) mangomar ‘mengancam’ disebutkan juga terjadi

karena menjelaskan sesuatu yang akan terjadi apabila petutur tidak melakukan sesuatu

yang ditandai dengan i sitado rumah ‘akan menyita rumah’ dengan tindakan ini petutur

akan merasakan sesuatu buruk. Verba mangindo ‘meminta’ pada contoh (20) dapat

dilihat juga bahwa petutur menginginkan sesuatu terjadi melalui tindakan penutur. Pada

kalimat tersebut ditandai dengan ase ulang isirangkon ia ‘supaya tidak menceraikan

dia’ apabila penutur tidak melakukan ini, maka petutur akan merasakan sesuatu yang

(43)

4.2.2 Tipe MENGATAKAN/MELAKUKAN

Tipe MENGATAKAN/MELAKUKAN menurunkan lima verba, yaitu manuruh

‘menyuruh’, mamarentah ‘memerintah’, mangontang ‘mengundang’, mangaturhon

‘menginstruksikan’, dan mangolati ‘melarang’. Kelima verba ini tergolong ke dalam

satu tipe karena memiliki ciri semantis yang sama supaya penutur melakukan atau tidak

melakukan sesuatu. Misalnya, pada kalimat di bawah ini.

(21) Kepala sekolah mamarentah guru ase mambagihon rapor murid kepala sekolah akt.perintah guru Konj Akt.bagikan rapor siswa

‘Kepala sekolah memerintah guru supaya membagikan rapor siswa.’

(22) Inang manuruh kakak ase patar sogot manuhor buku. Ibu Akt.suruh kakak Konj besok pagi Akt. beli buku

‘Ibu menyuruh kakak supaya membeli buku besok pagi.’

(23) Guru mangolati murid ase ulang maccontek sanggah ujian. guru akt. larang siswa Konj tidak Akt. contek Konj ujian

‘Guru melarang siswa supaya tidak mencontek saat ujian.’

Pada contoh (21) dan (22) verba mamarentah ‘memerintah’ dan manuruh

‘menyuruh’ mengimplikasikan tindakan penutur, yang ditandai dengan kata mangetik

surat ‘mengetik surat’ dan manuhor buku ‘membeli buku’. Contoh (23) juga

menerangkan tindakan petutur yang ditandai dengan ase ulang maccontek sanggah

ujian ‘tidak mencontek saat ujian’. Ketiga kalimat tersebut masing-masing menjelaskan

tindakan dari petutur, yakni melakukan sesuatu maupun agar tidak melakukan sesuatu.

Kalimat yang menjelaskan bahwa kelima verba tersebut tersebut tergolong ke

(44)

(24) a. mangontang

X manuruh Y untuk melakukan sesuatu mangolati

b. X mamarentah Y untuk melakukan sesuatu mangaturhon

Verba manuruh ‘menyuruh’, mamarentah ‘memerintah’, mangontang

‘mengundang’, mangaturhon ‘menginstruksikan’, dan mangolati ‘melarang’ yang

sama-sama menerangkan untuk melakukan sesuatu.

Alasan lain yang mengatakan kelima verba ini tergolong ke dalam satu tipe

semantis karena kelima verba ini memiliki relasi semantis yang satu dengan yang lain.

Relasi semantisnya tampak pada ilustrasi berikut:

mangolati mamarentah mangaturhon

manuruh mangontang

Gambar 4.1

Relasi Semantis Verba MANURUH dalam Bahasa Simalungun 4.2.3 Tipe MENGATAKAN/MENGETAHUI

Tipe MENGATAKAN/MENGETAHUI menurunkan sebelas verba, yaitu,

mamuji ‘memuji’, mamodahi ‘menasihati’, holsohan ‘mengeluh’, patugahkon

‘memberitahukan’, palopashon ‘mengijinkan’, manrunggu ‘berunding’, manurihon

‘menceritakan’, mamparsahapkon ‘menegur’, manlawan ‘membantah’ diatei tupa

(45)

tipe karena menjelaskan bahwa seseorang mengatakan sesuatu karena mengetahui

sesuatu. Lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut.

(25) Oppung manurihon pasal batu gantung na i Parapat. nenek Akt.cerita tentang batu gantung konj prep Parapat

‘Nenek bercerita tentang batu gantung yang ada di Parapat.’

(26) Tulang mamodahi abang ase rajin marlajar paman Akt. nasihati abang Konj rajin belajar ‘Paman menasihati abang supaya rajin belajar.’

(27) Kakak patugahkon bani inang ise na manakko sen niai kakak Akt.beritahukan Konj ibu siapa Konj akt. curi uang Dem

‘Kakak memberitahukan pada ibu siapa yang mencuri uang itu.’

Dari ketiga contoh di atas jelas terlihat bahwa ketiga verba tersebut dapat mewakili

penjelasan kesebelas verba yang ada. Semua verba mempunyai tujuan ilokusi yang

sama yaitu ‘X mengatakan sesuatu kepada Y, karena X mengetahui sesuatu’. Verba

tersebut menjelaskan agar orang lain atau petutur mengetahui sesuatu tentang penutur.

Kesebelas verba ini tergolong kedalam satu tipe jga karena ada sesuatu hal yang

diketahui penutur dan ingin menyampaikannya terhadapa petutur.

4.2.4 Tipe MENGATAKAN/MERASAKAN

Tipe MENGATAKAN/MERASAKAN menurunkan lima verba, yaitu manurai

‘memaki’, pabajan-pabajanhon ‘menghina’, manaling-nalingi ‘menyindir’,

mungut-ungut ‘mengomel’, mamaafkon ‘memaafkan’.Kelima verba ini tergolong satu tipe

karena memiliki ciri semantis yang sama, selain ciri semantis yang sama, pada tipe ini

juga memiliki tujuan agar penutur merasakan suatu yang baik dan buruk untuk lebih

(46)

(28) Anggo gigi bani halak oppung ai mittor manurai apabila benci Konj orang nenek Dem langsung Akt.maki

‘Apabila benci nenek itu langsung memaki orang.’

(29) Arian borngin lalap inang mungut-ungut alani adek na gutul Siang malam selalu ibu Akt.ngomel Konj adik Konj nakal

‘Siang malam ibu selalu mengomel karena adik nakal.’

Contoh di atas menjelaskan bahwa verba tersebut tergolong pada tipe karena

kelima verba tersbut memiliki tuuan yang sama yakni, agar orang lain atau petutur

merasakan sesuatu yang baik atau merasakan sesuatu yang buruk.

4.2.5 Tipe MENGATAKAN / BERPIKIR

Tipe MENGATAKAN/BERPIKIR menurunkan dua verba, yaitu mangelek

‘membujuk’, marpadan ‘berjanji’. Kedua verba ini tergolong kedalam satu tipe karena

memiliki ciri semantis yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu mempengaruhi

petutur dengan sejumlah alasan dan memiliki proses yang bersifat khusus karena

menggambarkan situasi bagaimana penutur mencoba mempengaruhi petutur untuk

melakukan sesuatu, misalnya dapat dilihat pada contoh berikut.

(30) Dokahma bapa mangelek abang ase ra kuliah Lama sudah ayah Akt. bujuk abang Konj mau Kuliah

‘sudah lama ayah membujuk ayah supaya mau kuliah.’

(31) Marpadan do ia bani naboru ai das hubani siranghamatean Akt.berjanji 3Tg Prep wanita Dem hingga sehidup semati

‘Dia berjanji pada wanita itu hingga sehidup semati.’

Kedua contoh di atas menjelaskan bahwa verba mangelek ‘membujuk’ dan verba

marpadan ‘berjanji’ dimuat kedalam satu tipe karena tujuannya untuk mempengaruhi

(47)

melakukan suatu untuk petutur. Dalam mangelek ‘membujuk’ biasanya penutur akan

berusaha membuat sejumlah alasan agar petutur mau melakukan sesuatu. Demikian juga

halnya dengan verba marpadan ‘berjanji’ penutur berusaha mempengaruhi petutur dan

bersifat suatu kewajiban untuk melakukan apa yang dikatakan penutur terhadap petutur,

bedanya dalam marpadan ‘berjanji’ penutur yang harus melakukan sesuatu terhadap

petutur.

4.2.6 Tipe MENGATAKAN/MENGATAKAN

Tipe MENGATAKAN/MENGATAKAN mengacu pada verba manukkun

‘bertanya’ dan mambalosi ‘menjawab’. Kedua verba ini sama- sama mengatakan

sesuatu, namun verba manukkun ‘bertanya’ ini mengimplikasikan hubungan penutur

dengan petutur. Penutur menginginkan suatu tanggapan atau jawaban dari petutur

dengan kata lain petutur mencari informasi, sedangkan mambalosi ‘menjawab’

merupakan tanggapan dari sebuah pertanyaan, gagasan keinginan bukan berasal dari

penutur, melainkan dari petutur. Verba mambalosi ‘menjawab’ penutur memberi

informasi. Dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

(32) Manukkun tulang bani bapa ija hanami kuliah Akt. tanya paman Konj ayah dimana 1JM kuliah

‘Paman bertanya pada ayah dimana kami kuliah.’

(33) Nanguda mambalosi sukkun- sukkun polisi pasal motor na magou tannte Akt. jawab pertanyaan polisi tentang mobil Konj hilang

‘Tante menjawab pertanyaan polisi yang menyakan mobil yang hilang.’

Dari contoh di atas terlihat bahwa verba manukkun ‘bertanya’ digunakan untuk

mencari informasi dari petutur. Tujuan ilokusinya dibentuk oleh elemen

(48)

petutur (‘aku ingin kau mengatakan sesuatu’). Lebih lanjut verba manukkun ‘bertanya’

ini mempunyai relasi semantis dengan, mamodahi ‘menasihati’, dan patugahkon

‘memberitahukan’. Jika dalam manukkun ‘bertanya’ penutur mencari informasi; dalam

mamodahi ‘menasihati’, dan patugahkon ‘memberitahukan’ penutur juga memberi

informasi.

4.3 Makna Verba Ujaran Bahasa Simalungun

Makna verba ujaran dalam bahasa Simalungun dibagi menjadi enam bagian,

yakni MENGATAKAN / TERJADI, MENGATAKAN / MENGETAHUI,

MENGATAKAN/MELAKUKAN,MENGATAKAN/MERASAKAN,MENGATAKAN

/BERPIKIR, dan MENGATAKAN/MENGATAKAN. Setiap anggota verba ujaran

masing-masing memiliki perbedaan komponen yang terkandung pada maknanya dan

perbedaannya dalam analisis ditandai dengan huruf kapital. Makna verba ujaran bahasa

Simalungun fokus melihat perbedaan ciri-ciri yang membedakan verba yang satu

dengan verba yang lainnya. Selanjutnya akan di bahas pada subbab berikut ini.

4.3.1 Makna Verba MANGINDO ‘meminta’

Verba MANGINDO ‘meminta’ terdiri dari enam verba, dari enam verba hanya

dipilih beberapa verba yang bersinonim. Untuk kepraktisan tulisan, pada pembahasan

ini tidak dijelaskan keseluruhan verba. Hanya dipilih beberapa verba yang dapat

mewakili dari keseluruhan makna verba, yaitu verba MANGINDO ‘meminta’. Namun

verba yang lainnya juga dijelaskan dan dicantumkan pada lampiran I. Alasan memilih

verba MANGINDO ‘meminta’ menjadi makna dari enam verba adalah verba

MANGINDO ‘meminta’ dapat mewakili makna verba lainnya. Keenam verba tersebut

(49)

terjadi dan juga memiliki ciri semantis yang terdapat pada kata MANGINDO

‘meminta’.

Lebih jauh, makna pada verba ini meskipun berada pada makna yang sama,

namun terdapat juga perbedaan makna halus pada verba, dapat dilihat pada contoh

berikut.

(33) a. Guru mangindo hubani murid ase sip guru meminta Prep murid Konj diam

?marsobba

memohon

‘Guru meminta kepada murid supaya diam.’

b. marsobba tumang dalahi ai bani hakim ase ulang i penjara ia

sangat lelaki Dem Prep hakim Konj Prep penjara 3Tg

?mangindo

‘Lelaki itu sangat memohon pada hakim supaya dia tidak di penjara.’

Pada contoh (33) perbedaan antara mangindo ‘meminta’ dan marsobba

‘memohon’ terletak pada bentuk dari verba tersebut. mangindo ‘meminta’ bersifat

informal dan marsobba ‘memohon’ bersifat formal. Selanjutnya, mangindo ‘meminta’

berciri langsung, sedangkang marsobba ‘memohon’ berciri tidak langsung. Kedua kata

ini akan diterangkan melalui parafrase dibawah ini.

mangindo ‘meminta’

(a) Pada waktu itu seseorang (X) mengatakan sesuatu pada seseorang (Y) (b) X mengatakan ini karena X ingin sesuatu terjadi

(c) X berpikir bahwa ada alasan yang baik mengapa Y HARUS MELAKUKAN Z (d) X mengatakan sesuatu seperti ini

(50)

(a) Pada waktu itu seseorang (X) mengatakan sesuatu pada seseorang (Y) (b) X mengatakan ini karena X ingin sesuatu terjadi PADA Z

(c) X ingin mengatakan bahwa Y TIDAK HARUS MELAKUKAN Z (d) X mengatakan sesuatu seperti ini

Dari kedua parafrase di atas, perbedaan mangindo ‘meminta’ dan marsobba

‘memohon’ terletak pada komponen (c). Pada komponen (c) mangindo ‘meminta’

memiliki ciri ditandai dengan komponen ( Y HARUS MELAKUKAN Z) dan

marsobba ‘memohon’ memiliki ciri ditandai dengan komponen ( Y TIDAK

HARUS MELAKUKAN Z).

Dalam mangindo ‘meminta’sesuatu, bukan seseorang, karena orang mangindo

sesuatu menginginkan sesuatu terjadi melalui tindakan seseorang, bukan tindakan

khusus penutur tertentu. Ia menganggap orang yang terlibat enggan memenuhi

permintaan dirinya. Agar keinginan yang diekspresikannya terpenuhi, ia

mengemukakan alasan yang meyakinkan mengapa mereka melakukannya (‘aku

berpikir bahwa ada alasan yang baik mengapa kau harus melakukan sesuatu’).

(34) Kakak marsobba hubani guru ase i bere putten na dear kakak Akt.mohon Konj guru Konj Prep berikan nilai Konj bagus

‘Kakak memohon pada guru supaya diberikan nilai yang bagus’.

(35) * Kakak marsobba guru ase i bere putten na dear kakak Akt.mohon guru Konj Prep berikan nilai Konj bagus

‘Kakak memohon guru supaya diberi nilai yang bagus’.

Dalam bahaha Simalungun orang yang dimohon melakukan sesuatu tidak dapat

menenpati slot objek langsung. Ini mencerminkan perbedaan sikap penutur pada petutur

dan sekaligus menunjukkan bahwa orang tidak mengatakan apa yang diinginkannya

secara terus terang. Demikian pula, orang yang diminta melakukan sesuatu tidak bisa

(51)

posisi yang tepat adalah pada objek langsung. Namun, karena tindakan memerlukan

agen, penutur tentunya tidak melupakan peran orang lain.

4.3.2 Makna MANURUH ‘menyuruh’

Makna MANURUH ‘menyuruh’ diturunkan dari tipe

MENGATAKAN/MELAKUKAN. Pada tipe MENGATAKAN/MELAKUKAN ini

terdapat lima verba yaitu, verba manuruh ‘menyuruh’, mamarentah ‘memerintah’,

mangontang ‘mengundang’, mangolati ‘melarang’, dan mangaturhon

‘menginstruksikan’. Untuk kepraktisan tulisan, pada pembahasan ini tidak dijelaskan

keseluruhan verba. Hanya dipilih beberapa verba yang dapat mewakili dari keseluruhan

makna verba, yaitu verba MANURUH ‘menyuruh’. Namun verba yang lainnya juga

dijelaskan dan dicantumkan pada lampiran I.

Alasan yang mendasar dinamakan verba MANURUH ‘menyuruh’ menjadi

makna dari kelima verba itu karena dapat memudahkan dalam penamaan verba. disini

verba MANURUH ‘menyuruh’ dapat mewakili makna verba yang lainnya. Kelima

verba tersebut berhubungan dengan makna verba MANURUH ‘menyuruh’ yang

menjelaskan agar orang lain melakukan sesuatu. Verba MANURUH ‘menyuruh’ dipilih

karena dapat mewakili makna verba mamarentah ‘memerintah’, mangontang

‘mengundang’, mangolati ‘melarang’, dan mangaturhon ‘menginstruksikan’.yaitu

memiliki ciri semantis yang terdapat pada kata MANURUH ‘menyuruh’.

Lebih lanjut, makna pada verba ini meskipun berada pada tipe yang sama dan

makna yang sama, namun terdapat juga perbedaan makna halus pada setiap verba.

Seperti pada verba mamarentah ‘memerintah’ dan manuruh ‘menyuruh’ dapat dilihat

Gambar

Gambar 1.1 Relasi Semantis Verba Ujaran Bahasa Simalungun
Gambar 2.1  Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna
Tabel 3.1 Pekerjaan Penduduk
TABEL 3.2 Verba Ujaran Berdasarkan Ciri Semantis
+3

Referensi

Dokumen terkait

jenis verba dinamis yang terdiri dari tipe verba aktivitas dan subtipe verba aktivitas yaitu verba komunikasi, verba proses, kejadian momentan.. dan verba

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam dunia berbahasa Jepang, yaitu khususnya tentang struktur semantis dari verba

Data dalam penelitian ini adalah ujaran yang mengandung medan makna verba berjalan dituturkan oleh penutur asli bahasa Melayu dialek Sambas yang diwakili oleh

Jadi, berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merupakan penelitian yang datanya berupa kata-kata atau ujaran seperti apa adanya dari penutur untuk menjaring medan makna verba

Pola sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut dan dari segi cara menganalisis verba POTONG tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber dari perangkat

Dari segi teori dapat diketahui pola sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut dan dari segi cara menganalisis verba ujaran tampak pada penggunaan parafrase yang

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan komponen makna dari setiap leksem medan makna verba berjalan, jenis makna medan makna verba berjalan, dan

Jadi, berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merupakan penelitian yang datanya berupa kata-kata atau ujaran seperti apa adanya dari penutur untuk menjaring medan makna verba