• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Genteng Polimer Berbahan Baku Pasir dan Limbah Padat Pulp Dregs dengan Perekat Resin Poliester

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Genteng Polimer Berbahan Baku Pasir dan Limbah Padat Pulp Dregs dengan Perekat Resin Poliester"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN I

1. BAHAN

Pasir Limbah Padat Pulp Dregs

Resin Poliester Katalis

(2)
(3)

2. PERALATAN

Beaker glass 500 ml Hot Compressor

Neraca Analitik

Ayakan 100 mesh Test Sieve Shaker

(4)

Cetakan Sampel dan Plat Tipis Mixer

Neraca Digital Aluminium Foil

(5)

Sodok

Impaktor Wolpert Universal Tensile Machine Type GOTECH AL-7000M

Blender

Differential Thermal Analysis (DTA)

Scanning Electron Microscope Energy-Dispersive X-Ray

(6)

LAMPIRAN II

1. Menghitung Densitas Genteng Polimer

Persamaan � =�

� (2.1)

dengan :

ρ = Densitas (kg/m3 atau g/cm3) m = Massa benda (kg atau g) V = Volume benda (m3 atau cm3)

Komposisi (90:10) gr

� = , �, gr

= , g/ �

2. Menghitung Daya Serap Air Genteng Polimer

Persamaan � � = �− �

� × % (2.2)

dengan:

Mk = Massa Kering (kg)

Mb = Massa Basah (kg)

Komposisi (80:20) gr Mk = 34,22 gr

Mb = 37,88 gr

� � = , − ,, × %

(7)

3. Menghitung Porositas Genteng Polimer

4. Menghitung Kuat Impak Genteng Polimer

(8)

5. Menghitung Kuat Lentur Genteng Polimer

Persamaan � = �

�2 (2.5)

dengan :

UFS = Kekuatan lentur (N m-2) P = Load (beban) (N) L = Jarak span (m) b = Lebar sampel (m) d = Tebal sampel uji (m)

Komposisi (80:20) gr

� = . , . mm . Kgf. mmmm

= , Kgf/mm = , Kgf/mm . ,

(9)

LAMPIRAN III

1. Hasil Pengujian Kuat Lentur a. Kode sampel A1

T

ek

an

an

(M

Pa)

(10)

b. Kode sampel A2

T

ek

an

an

(M

Pa)

(11)

c. Kode sampel A3

T

ek

an

an

(M

Pa)

(12)

d. Kode sampel A4

T

ek

an

an

(M

Pa)

(13)

e. Kode sampel A5

T

ek

an

an

(M

Pa)

(14)

f. Kode sampel A6

T

ek

an

an

(M

Pa)

(15)
(16)

3. Hasil data sampel pengujian Termal a. Kode sampel A1

(17)

c. Kode sampel A3

(18)

e. Kode sampel A5

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. SNI 0096:2007 Genteng Beton. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.

Ariyadi, Yulli. 2010. “Pengujian Karakteristik Mekanik Genteng”. Program Teknik Mesin. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Astuti, Neni Juli. 2014. “Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer

Menggunakan Aspal dan Polypropilen dengan Variasi Komposisi dan Serat Nenas Terorientasi”. Program Studi Magister Fisika. Fakultas MIPA.

Universitas Sumatera Utara.

Efhelzen, Nyta Tampubolon. 2012. “Perbandingan Karakterisasi Basis Gigi Tiruan

Berbahan Resin Akrilik Polimerisasi Panas dan Resin Akrilik Swapolimerisasi

dengan Penambahan Serat Kaca”. Program Studi Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Fitri, Nuraini Pulungan. 2014. “Pembuatan Genteng Polimer Berbahan Baku Debu

Vulkanik Sinabung Dengan Perekat Resin Epoksi”. Program Studi Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Harefa, Fani Besprina. 2009. “Pemanfaatan Limbah Padat Pulp Grits dan Dregs dengan Penambahan Kaolin Sebagai Bahan Pembuatan Keramik Kontruksi”.

Program Studi Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Hasibuan, Ferawaty. 2011. “Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer yang terbuat dari Campuran Aspal-Poliester dan Agregat Pasir yang diperkuat dengan Serat Gelas”. Program Studi Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

(20)

Tepung Ketan dengan Perekat Poliester”. Jurnal. Universitas Sumatera

Latif, Syafrudin. 2009. “Perencaan Percetakan Genteng Polimer” http://gdl.php.htm.

Diakses 11 Mei 2016

Limbong, Santoni. 2014. “Pembuatan dan Karakterisasi Beton Polimer Serat Kulit Pinang-Batu Apung dengan Perekat Resin Epoksi”. Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Musabbikhah, Sartono P. 2007. “Variasi Komposisi Bahan Genteng Soka Untuk Mendapatkan Daya Serap Air yang Optimal”. Jurnal Media Mesin, 8(2). ISSN

1411-4348. Program Studi Teknik Mesin. Fakultas Teknik Surakarat : Universita Muhammadiyah Surakarta.

Prasetyo, Y. 2011. ”Scanning Electron Microscope dan Optical Emission

Spectroscope”.https://yudiprasetyo53.wordpress.com/2011/11/07/scanning- electron-microscope-sem-dan-optical-emission-spectroscope-oes/ Diakses tanggal 12 Desember 2015

Rambe, Muhammad SA. 2011. “Pembuatan dan Karakterisasi Papan Partikel dari Campuran Resin Poliester dan Serat Ampas Tebu”. Program Studi Magister Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Saragih, Deli N. 2007. “Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Beton yang Dibuat dari

(21)

MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Sari, Mega P. 2013. “Analisis dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbahan Baku Ban

dalam Bekas, Pasir, dan Aspal dengan Perekat Polipropilena”. Program Studi.

Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Sigit, Sarwo. 2013. “Studi Pencampuran Karet SIR-20 dan Poliester dengan Aspal dalam Pembuatan Genteng Polimer”. Program Studi Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Surdia, T dan Shinroku Saito. 1999. “Pengetahuan Bahan Teknik”. Pradnya Paramita.

Jakarta.

Suryati. 2012. “Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Komposit Polimer dari Campuran Resin Poliester, Aspal, Styrofoam Bekas dan Serat Panjang Ijuk”. Magister Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Syahfitri, N. 2013. “Analisis dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbahan Baku Ban

(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian yakni pembuatan genteng polimer dan pengujian fisis dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Universitas sumatera Utara. Pengujian mekanik dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. Pengujian mikrostruktur menggunakan SEM-EDX dilakukan di Laboratorium Material Universitas Negeri Medan dan DTA di Laboratorium PTKI Medan.

3.2 Peralatan dan Bahan 3.2.1 Peralatan

1. Ayakan 100 mesh

Berfungsi sebagai saringan untuk mengayak pasir dan limbah pulp dregs agar lebih halus.

2. Spatula

Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk mengaduk campuran bahan. 3. Neraca Analitik

Berfungsi sebagai alat untuk menimbang sampel atau bahan. 4. Hot Compressor

Berfungsi sebagai alat untuk menekan cetakan berdasarkan pada pemanasnya.

(23)

9. Mixer

Berfungsi untuk mencampur bahan baku agar merata. 10.Blender

Berfungsi untuk menghaluskan bahan baku.

11.Electronic System Universal Tensile Machine Type GOTECH AL-7000M Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk pengujian kuat lentur

12.Impaktor Wolpert

Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk pengujian kuat impak. 13.Scanning Electron Microscope Energy-Dispersive X-Ray (SEM-EDX)

Berfungsi untuk menganalisis mikrostruktur sampel. 14.Differential Thermal Analysis (DTA)

Berfungsi untuk menganalisis temperatur kritis dan perubahan temperatur.

3.2.2 Bahan 1. Pasir

2. Limbah Pulp Dregs dari PT. Toba Pulp Lestari Porsea. 3. Resin Poliester

1. Sifat fisis : densitas, daya serap air, porositas 2. Sifat mekanik : kuat impak, kuat lentur

3. Analisis Mikrostruktur : Scanning Electron Microscope/Energy-Dispersive X-Ray (SEM-EDX)

(24)

Tabel 3.1. Komposisi genteng polimer pasir, limbah padat pulp, resin poliester, dan thinner

Kode Sampel Pasir (gr) Limbah Padat Pulp (gr)

3.4.1 Pengolahan Agregat Pasir dan Limbah Pulp Dregs Preparasi agregat pasir dan limbah pulp dregs:

1. Pasir dicuci kemudian pasir dikeringkan dengan sinar matahari dan setelah itu pasir disaring dengan menggunakan ayakan 100 mesh. Hasil pengayakan berupa serbuk halus.

2. Limbah padat pulp dregs juga dikeringkan dengan sinar matahari sampai dregs berbentuk sangat halus dan setelah itu dregs disaring dengan menggunakan ayakan 100 mesh. Hasil pengayakan berupa serbuk halus. Setelah itu dilakukan pengujian kandungan unsur pada limbah pulp dregs.

3.4.2 Pencampuran Bahan Baku

1. Masing-masing bahan baku (pasir, limbah pulp dregs, resin poliester dan thinner) ditimbang sesuai dengan tabel 3.1.

2. Semua bahan baku (pasir, limbah pupl dregs, resin poliester ) dicampurkan dalam satu wadah, kemudian diaduk dengan sendok pengaduk, lalu ditambahkan thinner dengan perbandingan thinner yang telah ditentukan. 3. Kemudian adonan (slurry) diaduk hingga merata (homogen) dengan

menggunakan mixer.

3.4.3 Pencetakan sampel

(25)

Gambar 3.1 Ukuran sampel genteng polimer

2. Adonan (slurry) yang telah homogen dimasukkan ke dalam cetakan kemudian dikeringkan pada hot compressor dengan suhu 90°C selama 20 menit.

3.4.4 Karakterisasi

Karakterisasi genteng polimer terdiri dari sifat fisis (densitas dan daya serat air), sifat mekanik (uji impak dan uji kuat lentur), uji mikrostruktur (SEM-EDX), dan uji termal (DTA).

2 cm

1 cm

(26)
(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas

Data hasil pengukuran terhadap massa sampel dan volume sampel, diolah menggunakan persamaan (2.1) maka diperoleh hasil seperti pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Densitas (gr/cm3)

No. Limbah Padat terhadap perubahan komposisi limbah padat pulp dregs yang ditunjukkan pada gambar 4.1

Gambar 4.1. Grafik Hubungan antara Densitas dengan Limbah Padat Pulp Dregs

(28)

Dari grafik 4.1 menunjukkan hubungan antara densitas terhadap penambahan limbah padat pulp dregs. Terlihat bahwa densitas menaik dengan penambahan limbah padat pulp dregs pada campuran genteng. Semakin bertambah limbah padat pulp dregs maka nilai densitasnya juga semakin baik. Densitas pada keadaan maksimum terjadi pada komposisi pasir dan limbah padat pulp dregs (75:25) yaitu 1,87 gr/cm3 dan minimum pada penambahan komposisi pasir dan limbah padat pulp dregs (100:0) yaitu 1,65 gr/cm3. Ini terjadi karena perlakuan suhu tinggi sehingga atom-atom penyusun genteng polimer membentuk suatu ikatan yang kuat dan memadat sehingga terjadi penyusutan massa dan volume.

4.1.2 Hasil Pengujian Daya Serap Air

Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur pengujian, dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang diserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam. Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada masing-masing sampel. Lama perendaman dalam air adalah selama 24 jam dalam suhu kamar.

Data hasil pengukuran terhadap massa sampel kering dan massa sampel basah untuk mencari daya serap air diolah menggunakan persamaan 2.2, maka diperoleh hasil pengukuran penyerapan air seperti pada tabel 4.2.

(29)

Gambar 4.2. Grafik Hubungan antara Daya Serap Air dengan Limbah Padat Pulp Dregs

Dari gambar 4.2 menunjukkan hubungan antara daya serap air dengan penambahan limbah pulp dregs pada campuran genteng polimer. Dari grafik tersebut terlihat nilai daya serap air semakin tinggi seiring dengan penambahan limbah pulp dregs pada campuran genteng. Nilai daya serap air dengan penambahan limbah padat pulp dregs minumim terjadi pada 0% yaitu 7,44% dan maksimum terjadi pada 25% yaitu 12,14%. Hal ini dikarenakan nilai densitas dengan penyerapan air berbanding lurus. Semakin tinggi nilai densitasnya maka nilai penyerapan airnya akan semakin bertambah.

4.1.3 Hasil Pengujian Porositas

Data hasil pengukuran terhadap massa basah sampel, massa kering sampel dan volume sampel, diolah dengan menggunakan persamaan (2.3) maka diperoleh hasil seperti pada tabel 4.3.

(30)

Dari tabel 4.3 maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai porositas terhadap perubahan komposisi limbah padat pulp dregs sebagai bahan pembuat genteng polimer yang ditunjukkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara Porositas dengan Limbah Padat Pulp Dregs Dari gambar 4.3 terlihat bahwa dengan penambahan limbah padat pulp dregs sebagai bahan pembuatan genteng polimer, porositasnya juga meningkat. Pori yang terbentuk dimungkinkan karena limbah padat pulp dregs yang ditambahkan dalam bahan baku genteng menguap dengan meningkatnya suhu pada proses hot press 90oC dengan waktu selama 20 menit. Nilai porositas meningkat sesuai dengan

penambahan limbah padat pulp dregs yaitu 13,77% - 20,11%.

4.1.4 Hasil Pengujian Kuat Impak

Besarnya nilai kuat impak terhadap komposisi campuran pasir, limbah pulp dregs dan resin polyester ditunjukkan pada tabel 4.4 dibawah ini.

(31)

Dari tabel 4.4 maka dapat dibuat grafik hubungan antara kuat impak dengan komposisi limbah pulp dregs ditunjukkan pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Grafik Hubungan antara Kuat Impak dengan Limbah Padat Pulp Dregs

Dari data pengujian kuat impak yang diperoleh pada tabel diatas yaitu pada komposisi (75:25) merupakan nilai kuat impak yang maksimum dengan nilai 1992 J/m2 dan pada komposisi (100:0) merupakan nilai kuat impak yang minimum yaitu 1227 J/m2. Hal ini dikarenakan nilai kuat impak dengan nilai densitas berbanding lurus. Semakin tinggi densitasnya maka semakin tinggi kuat impaknya. Karena daya rekat dari polyester semakin besar akibat fraksi volum limbah pulp dregs besar semakin bertambah.

4.1.5 Hasil Pengujian Kuat Lentur (UFS)

Besarnya nilai kuat lentur terhadap komposisi campuran pasir, limbah pulp dregs dan resin polyester ditunjukkan pada tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5. Hasil Pengujian Kuat Lentur No. Limbah Padat Pulp

(32)

Dari tabel 4.5 maka dapat dibuat grafik hubungan antara kuat lentur dengan komposisi limbah pulp dregs ditunjukkan pada gambar 4.5.

Gambar 4.5. Grafik Hubungan antara Kuat Lentur dengan Limbah Padat Pulp Dregs

Dari grafik 4.5 menunjukkan hubungan antara kuat lentur dengan penambahan limbah pulp dregs pada campuran genteng polimer. Dari grafik tersebut terlihat nilai kuat lentur semakin membaik seiring dengan penambahan limbah pulp dregs pada campuran genteng. Dari data pengujian kuat lentur yang diperoleh pada tabel diatas yaitu pada komposisi (75:25) merupakan nilai kuat lentur yang maksimum dengan nilai 11,749 MPa dan pada komposisi (100:0) merupakan nilai kuat lentur yang minimum yaitu 1,924 MPa.

4.1.6 Hasil Pengujian SEM-EDX

Hasil analisis pengujian SEM-EDX genteng polimer dengan bahan baku pasir dan limbah padat pulp dregs dan resin polyester sebagai bahan perekat dengan suhu pemanasan 90°C selama 20 menit ditunjukkan pada gambar berikut:

0

(33)

Gambar 4.6. Uji SEM-EDX Perbesaran 500X

(34)

Gambar 4.8. Uji SEM-EDX Perbesaran 1500X

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi genteng polimer menunjukkan bahwa sampel genteng polimer dengan penambahan 5 gr limbah padat pulp dregs dan 20 gr resin polyester terlihat campuran bahan baku tercampur merata dan juga terlihat bahan baku telah berikatan sehingga kekuatan mekanik pada komposisi tersebut maksimum (optimal). Dengan menggunakan SEM-EDX dapat diketahui komposisi unsur seperti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Komposisi Unsur Menggunakan SEM-EDS

No. Unsur Simbol % Massa % Atom

1 Oksigen O 44,24 44,91

2 Karbon C 31,18 42,17

3 Silikon Si 14,82 8,57

4 Aluminium Al 3,45 2,08

5 Besi Fe 2,85 0,83

6 Kalium K 1,46 0,61

7 Kalsium Ca 0,74 0,30

8 Belerang S 0,65 0,33

(35)

Unsur-unsur yang terkadung didalam sampel genteng polimer dengan penambahan 5 gr limbah padat pulp dregs dan 20 gr resin polyester adalah oksigen, Karbon, dan Silikon.

4.1.7 Analisis Termal DTA

Sifat termal genteng ditentukan dengan metode Differential Thermal Analysis (DTA) dimana sampel uji akan dipanaskan mulai dari suhu 20°C sampai 800°C dengan kecepatan pemanasan 10°C/menit. Hasil analisa ini ditampilkan pada gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.6 berikut ini.

Hasil pengujian dengan DTA pada masing - masing sampel genteng polimer menunjukkan perubahan kondisi termalnya melalui enam tahapan yang sama yang ditunjukkan oleh puncak - puncak yang dihasilkan oleh alat DTA. Perubahan puncak - puncak oleh DTA ini terjadi akibat perubahan dan reaksi kimia yang diikuti oleh perubahan suhu pada sampel uji.

Gambar 4.9. Uji DTA pada sampel genteng polimer tanpa limbah padat pulp

425°C

330°C

(36)

Gambar 4.10. Uji DTA pada sampel genteng polimer dengan tambahan 5% limbah padat pulp

Gambar 4.11. Uji DTA pada sampel genteng polimer dengan tambahan 10% limbah padat pulp

405°C 340°C

Temperatur : 20 s/d 800°C Material : Genteng Polimer (B) Thermo couple/mv : PR/ 15mv DTA Range : ±250μv Heating Speed : 10°C/menit

420°C

325°C

(37)

Gambar 4.12. Uji DTA pada sampel genteng polimer dengan tambahan 15% limbah padat pulp

Gambar 4.13. Uji DTA pada sampel genteng polimer dengan tambahan 20% limbah padat pulp

420°C 330°C

Temperatur : 20 s/d 800°C Material : Genteng Polimer (D) Thermo couple/mv : PR/ 15mv DTA Range : ±250μv Heating Speed : 10°C/menit

425°C

330°C

(38)

Gambar 4.14. Uji DTA pada sampel genteng polimer dengan tambahan 25% limbah padat pulp

Berdasarkan hasil pengujian DTA, pada tahapan I terjadi melting point pada titik 290°C disini bahan sampel mulai mengalami perubahan bentuk dan pada titik puncak maksimum pertama untuk proses perubahan termal genteng polimer yang di awali pada suhu 330°C - 425°C materialnya sudah terbakar yang menunjukkan proses endoterm dimana komposisi genteng polimer mulai menyerap panas. Pada tahanan II terjadi melting point pada titik 290°C bahan sampel mulai mengamali perubahan bentuk titik awal pada suhu 340°C - 405°C disini material sudah mengalami pembakaran dan perubahan wujud yang menunjukkan trjadinya reaksi endoterm. Pada tahapan III terjadi melting point pada titik 310°C disini sampel sudah megalami perubahan bentuk dan perubahan termal di awali pada suhu 325°C - 420°C material sudah menagalami pembakaran dan mengalami reaksi endoterm. Tahapan IV terjadi perubahan titik melting point 295°C perubahan termal diawali pada suhu 330°C - 420°C disini material sudah terbakar dan berubahan wujud yang menunjukkan proses reaksi endoterm. Tahapan V terjadi melting point pada titik 310°C perubahan termal diawali pada suhu 330°C - 425°C yang menunjukkan

435°C 390°C 330°C

(39)

adanya reaski endoterm dan sudah mengalami pembakaran dan perubahan wujud pada sampel. Tahapan terakhir terjadi melting point pada titik 290°C disini ada tiga titik puncak perubahan termal yang diawali pada suhu 330°C, 390°C - 435°C proses ini merupakan proses endoterm, dimana serapan panas oleh genteng polimer menyebabkan putusnya rantai molekul genteng dan adanya udara menyebabkan terjadinya proses oksidasi pada genteng polimer dan terjadinya perubahan wujud pada saat pembakaran.

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan dan karakteristik genteng polimer berbasis pasir dan limbah padat pulp dregs sebagai agregat serta resin polyester sebagai perekat, maka dapat diambil kesimpulan:

1. Komposisi yang terbaik dari campuran pasir, limbah pulp dan resin poliester, komposisi terbaik pada sifat fisis, mekanik dan termal terdapat pada komposisi (90:10), yang dapat memberikan kepadatan dan kekuatan serta kelenturan yang baik, dan penambahan limbah padat pulp dregs yang bertindak sebagai penahan air yang meningkatkan sifat fisis genteng polimer ini. Hasil penelitian ini telah memenuhi standar sesuai dengan SNI 0096:2007 dimana batas maksimum kandungan air dalam campuran limbah padat pulp dregs adalah sebesar 10%.

2. Sifat fisis dari genteng polimer dipengaruhi oleh komposisi limbah padat pulp dregs yang digunakan. Nilai daya serap air dan porositas semakin membaik dengan penambahan massa limbah padat pulp dregs. Penambahan massa limbah padat pulp dregs berpengaruh pada kekuatan impak dan kekuatan lenturnya dimana pada sampel genteng polimer semakin meningkat dengan penambahan massa limbah padat pulp dregs.

5.2.Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar mengembangkan limbah bahan - bahan polimer yang lain, sehingga diperoleh hasil penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas sebagai pengganti dari logam dan baja dengan kualitas yang lebih unggul.

(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genteng

Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai penutup atap rumah. Fungsi utama genteng adalah menahan panas sinar matahari dan guyuran air hujan. Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat, genteng keramik, genteng seng dan genteng kayu (sirap). Keunggulan genteng tanah liat (lempung) selain murah, bahan ini tahan segala cuaca, dan lebih ringan dibanding genteng beton. Sedangkan kelemahannya, genteng ini bisa pecah karena kejatuhan benda atau menerima beban tekanan yang besar melebihi kapasitasnya. Kualitas genteng sangat ditentukan dari bahan dan suhu pembakaran, karena hal tersebut akan menentukan daya serap air dan daya tekan genteng. (Aryadi, Y, 2010)

Genteng merupakan salah satu komponen penting pembangunan perumahan yang memiliki fungsi untuk melindungi rumah dari suhu,hujan maupun fungsi lainnya. Agar kualitas genteng optimal, maka daya serap air harus seminimal mungkin, agar kebocoran dapat diminimalisir. (Musabbikhah, 2007)

Genteng merupakan benda yang berfungsi untuk atap suatu bangunan.

Dahulu genteng berasal dari tanah liat yang dicetak dan dipanaskan sampai kering.

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini genteng telah banyak

memiliki macam dan bentuk dan tidak lagi berasal dari tanah liat semata, tetapi

secara umum genteng dibuat dari semen, agregat (pasir) dan air yang dicampur

dengan material lain dengan perbandingan tertentu. Selain itu, untuk menambah

kekuatan genteng juga digunakan campuran seperti serat alam, serat asbes, serat

gelas, perekat aspal dan biji-biji logam yang memperkuat mutu genteng.

Dengan mengingat fungsi genteng sebagai atap yang berperan penting dalam

suatu bangunan untuk pelindung rumah dari terik matahari, hujan dan perubahan

cuaca lainnya. Maka genteng harus mempunyai sifat mekanis yang baik, seperti

(42)

2.1.1. Jenis - Jenis Genteng

Setiap jenis penutup atap rumah punya kelebihan dan kekurangannya

masing-masing. Kita dapat memilihnya dengan mempertimbangkan penampilan,

kepraktisan, bentuk dan umur rencananya masing-masing. Berikut akan dibahas

beberapa jenis genteng yang popular saat ini :

a. Genteng Kayu (Sirap)

Penutup atap yang terbuat dari kepingan tipis kayu ulin (eusideroxylon

zwageri) ini umur kerjanya tergantung keadaan lingkungan, kualitas kayu besi yang

digunakan, dan besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini bisa bertahan antara 25

tahun hingga selamanya.

b. Genteng Tanah Liat Tradisional

Material ini banyak dipergunakan pada rumah umumnya. Genteng terbuat

dari tanah liat yang dipress dan dibakar dan kekuatannya cukup bagus. Genteng

tanah liat membutuhkan rangka untuk pemasangannya. Genteng dipasang pada atap

miring. Warna dan penampilan genteng ini akan berubah seiring waktu yang

berjalan. Biasanya akan tumbuh jamur di bagian badan genteng.

c. Genteng Keramik

Bahan dasarnya tetap keramik yang berasal dari tanah liat. Namun genteng

ini telah mengalami proses finishing yaitu lapisan glazur pada permukaannya.

Lapisan ini dapat diberi warna yang beragam dan melindungi genteng dari lumut.

Umurnya bisa 20 – 50 tahun dapat ditanyakan ke distributor.

d. Genteng Beton

Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan genteng tanah tradisional, hanya

bahan dasarnya adalah campuran semen dan pasir kasar, kemudian diberi lapisan

tipis yang berfungsi sebagai pewarna dan kedap air. Sebenarnya atap ini bisa

bertahan hampir selamanya, tetapi lapisan pelindungnya hanya akan bertahan

antara 30 tahun hingga 40 tahun.

e. Genteng Metal

Bentuknya lembaran, mirip seng. Genteng ini ditaman pada balok gording

rangka atap, menggunakan sekrup. Bentuk lain berupa genteng lembaran.

(43)

yang lebih besar. Ukuran yang tersedia bervariasi, 60-120 cm (lebar), dengan

ketebalan 0,3 mm dan panjang antara 1,2-12 m.

f. Genteng Seng

Atap ini sebenarnya dibuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan zinc

secara elektrolisa. Tujuannya untuk membuatnya menjadi tahan karat. Jadi, kata

seng berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan zinc ini

belum hilang, yang terjadi sekitar tahun ke-30-an. Setelah itu, atap akan mulai bocor

apabila ada bagian yang terserang karat.

g. Genteng Aspal

Genteng dari aspal ini tentu tak sepenuhnya dari material aspal. Genteng

merupakan perpaduan antara bubuk kertas, serat organik, resin, serta aspal. Material

ini diolah sehingga menghasilkan sebuah genteng yang ringan, lentur dan tahan air.

Aspal dalam hal ini berfungsi sebagai anti tahan air sehingga atap menjadi tahan

terhadap kebocoran. Selain anti bocor, genteng aspal juga lebih ringan

dibandingkan genteng tanah liat, beton atau keramik. Dengan bobot yang ringan

konstruksi atap pun bisa diminimalkan.(Sigit, 2013)

2.2.Polimer

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang

sederhana. Bahan-bahan seperti plastik, serat, film dan sebagainya yang biasanya

dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari mempunyai berat molekul. Bahan

dengan berat molekul yang besar itu disebut polimer, mempunyai struktur dan sifat

yang rumit disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang lebih besar dibandingkan

senyawa yang berat atomnya rendah. Umumnya polimer dibangun oleh satuan

struktur tersusun secara berulang diikat oleh gaya tarik-menarik yang disebut ikatan

kovalen, dimana ikatan setiap atom dari pasangan menyumbangkan satu elektron

untuk membentuk sepasang electron. (Surdia,1999).

Molekul polimer disusun dalam satu struktur rantai seperti polietilen dan

polipropilen, dalam struktur tiga dimensi dengan ikatan kovalen seperti phenol dan

resin epoksi, dalam struktur hubungan silang seperti karet dimana sebagian molekul

rantai terikat satu sama lain. Sifat-sifat termik dan mekanik dari polimer sangat

(44)

Sebagai contoh, kebanyakan molekul rantai memberikan sifat termoplastik

dengan menaikkan temperatur, dapat mencair dan mengalir. Bahan tersebut

dinamakan polimer termoplastik. Dilain pihak polimer yang struktur tiga

dimensinya terkeraskan karena pemanasan, tidak bersifat dapat mengalir lagi

karena pemanasan. Bahan tersebut dinamakan resin termoset. Polimer yang

dihubung-silangkan secara tepat seperti halnya karet menunjukkan sifat elastomer,

dapat berdeformasi karena direnggangkan dan kembali ke asal apabila dilepas.

Beberapa diantaranya polimer rantai seperti polietilen, nylon dan sebagainya

mempunyai molekul-molekul yang tersusun secara teratur membentuk kristal.

Sifat-sifat khas bahan polimer pada umumnya adalah sebagai berikut :

a. Kemampuan cetaknya baik.

Pada temperature rendah bahan dapat dicetak dengan penyuntikan, penekanan,

ekstruksi dan seterusnya.

b. Produk ringan dan kuat.

Berat jenis polimer rendah dibandingkan dengan logam dan keramik, yaitu n =

1,2 – 1,7 yang memungkinkan membuat barang kuat dan ringan.

c. Banyak diantara polimer bersifat isolasi listrik yang baik. Polimer mungkin juga

dibuat konduktor dengan jalan mencampurnya dengan serbuk logam butiran

karbon dan sebagainya.

d. Baik sekali ketahanannya terhadap air dan zat kimia.

e. Produk-produk dengan sifat yang cukup berbeda dapat dibuat tergantung pada

cara pembuatannya.

f. Umumnya bahan polimer lebih murah harganya.

g. Kurang tahan terhadap panas sehingga perlu cukup diperhatikan pada

penggunaanya.

h. Kekerasan permukaan yang sangat kurang

i. Kurang tahan terhadap pelarut.

j. Mudah termuati listrik secara elektrostatis.

k. Beberapa bahan tahan abrasi atau mempunyai koefisien gesek yang kecil

(45)

2.3.Genteng Polimer

Genteng berbasis polimer merupakan suatu alternatif pengganti genteng yang kita

kenal selama ini, dibuat dengan mencampur polimer sebagai matriks dan pengisi

(filter) dari bahan alam. Genteng komposit polimer dibuat secara partikel komposit

dengan terlebih dahulu mengubah bentuk bahan pengisi menjadi partikel, partikel

ini kemudian dicampur dengan matrik polimer pada suhu titik leleh polimer

tersebut. Matrik yang digunakan adalah polietilen, polipropilen, dan paduan

polietilen - karet alam. Mutu genteng komposit polimer yan dihasilkan bergantung

pada bahan matriks, pengisi dan perbandingan antara matrik dan pengisi. Terhadap

komposit yang diperoleh dilakukan uji fisik, mekanik, dan termal. Komposit

polimer yang memberikan sifat yang diinginkan lalu dicetak dengan bentuk genteng

sehingga diperoleh genteng komposit polimer. Secara keseluruhan genteng

komposit polimer mempunyai beberapa keunggulan seperti ringan, kuat, ekonomis

dan elastis serta menggunakan bahan alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi.

(Fitri, 2014)

Secara keseluruhan genteng komposit polimer mempunyai beberapa

keunggulan seperti ringan, kuat, ekonomis dan estetis serta menggunakan bahan

alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi. Keuntungan dari genteng polimer ini

yaitu : ramah lingkungan, tahan lama, pemeliharaannya mudah, dan fleksibel.

Berdasarkan sistemnya, genteng ini memiliki struktur polimer khusus yang

meningkatkan fleksibilitas. Kekuatan tarik produk meningkat karena usia

pembuatan lapisan lebih kuat dan lebih tahan lama untuk menyediakan produk

dengan kinerja yang sangat baik (Latif, 2009).

2.4.Bahan Baku Genteng Polimer

2.4.1 Pasir

Pasir adalah contoh bahan material butiran. Butiran pasir umumnya berukuran

antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida,

di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Batu

pasir (standstone) adalah endapan yang terdiri dari mineral berukuran pasir atau

butiran batuan. Sebagian besar batu pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldfar karena

(46)

Menurut asalnya pasir alam digolongkan menjadi 3 macam yaitu:

1. Pasir galian yaitu pasir yang diperoleh langsung dari permukaan tanah atau

dengan menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya berbutir tajam, bersudut,

berpori dan bebas kandungan garam.

2. Pasir sungai yaitu pasir yang diperoleh langsung dari dasar sungai yang pada

umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Bila digunakan

sebagai bahan susun beton daya lekat antar butirannya agak kurang, tetapi

karena butirannya yang bulat maka cukup baik untuk memplester tembok.

3. Pasir laut yaitu pasir yang diambil dari pantai, butirannya halus dan bulat

karena gesekan. Pasir ini merupakan jenis pasir yang paling jelek dibandingkan

pasir galian dan pasir sungai. Apabila dibuat beton maka harus dicuci terlebih

dahulu dengan air tawar karena pasir ini akan menyerap banyak kandungan air

di udara dan pasir ini selalu agak basah, juga menyebabkan pengembangan

volume pasir bila sudah menjadi bangunan. (Astuti, 2014)

Agregat yang digunakan pembuatan genteng adalah pasir. Adapun kegunaan

pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada genteng apabila sudah mengering.

Karena dengan adanya pasir akan mengurangi penyusutan yang terjadi mulai dari

pracetakan hingga pengeringan.

Pasir ini sangat penting dalam pembuatan genteng, tetapi apabila kadarnya

terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mengering. Ini disebabkan

daya rekat antara partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam jumlah

yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya sebagai

pengisi (filler). (Sari, Mega, 2013)

2.4.2 Limbah Padat Pulp Dregs

Pulp (bubur kertas) merupakan susunan yang terdiri dari komponen-komponen senyawa organik, antara lain : selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif dan lignin dalam jumlah kecil. Selulosa diperoleh dari biomassa seperti kayu, jerami, batang tebu, bambu dan lain-lain.

(47)

terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, serat selulosa sebagai bahan baku pembuat pulp (bubur kertas) dapat diperoleh dari bahan baku kayu dan non kayu. Secara ilmiah kandungan tiap-tiap zat berbeda. Unsur-unsur kimia yang terdapat di dalamnya terdiri dari karbon, oksigen, hidrogen dan sejumlah kecil nitrogen.

Limbah padat pulp adalah limbah yang diperoleh dari sisa-sisa pengelolahan industri pulp. Limbah ini berupa grits, dregs, dan bio sludge. Grits berasal dari proses recousstisizing yang tidak bereaksi antara green liquor dan kapur tohor, berwarna coklat muda, kandungan utamanya pasir yang mengandung hidroksida. Grits mempunyai berat jenis 1,88 g/cm .

Dregs adalah material padat yang berwarna abu-abu kecoklatan yang merupakan bahan endapan dari green liquor yaitu smelt yang dilarutkan dengan weak wuash dari lime mud washer. Kandungan silica dan karbon residu organik yang tidak sempat terbakar dalam boller, bahan ini kaya akan karbon karena tidak bereaksi. Dregs mempunyai berat jenis 1,92 g/cm . Bio sludge merupakan limbah dari proses pembuatan pulp dan industri kertas yang berupa campuran dari endapan limbah cair, berwarna coklat kehitaman, kandungan utamanya adalah selulosa dan bakteri yang mati. Bio sludge mempunyai berat jenis 1,65 g/cm . (Harefa, Fani, 2009)

Dregs berasal dari produk samping sisa proses pencampuran pada bagian pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk (recautizing) industri pabrik pulp. Dreg merupakan bahan endapan green liquoer yaitu smelt yang dilarutkan dengan weak wash dari lime mud washer. Kandungan silika dan karbon residu organik yang tidak sempat terbakar dalam boiler.

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Limbah Padat Pulp

(48)

2.4.3 Resin Poliester

Resin Poliester adalah resin thermoset yang berbentuk seperti cairan dengan memiliki viskositas yang relatif rendah, dengan penambahan katalis, poliester mengeras pada suhu kamar. Resin poliester banyak mengandung monomer stiren sehingga suhu deformasi termal lebih rendah dari pada resin thermoset lainnya dan ketahanan panas jangka panjang adalah kira-kira 110 – 140oC. Ketahanan dingin resin ini relatif baik. (Suryati, 2012)

Resin poliester mempunyai kekuatan yang tinggi dan E-modulus serta penyerapan air yang rendah dan pengerutan yang minimal bila dibandingkan dengan serat industri yang lain. Kain poliester tertenun digunakan dalam pakaian konsumen dan perlengkapan rumah seperti seprei ranjang, penutup tempat tidur, tirai dan korden. Poliester industri digunakan dalam pengutan ban, tali, kain buat sabuk mesin pengantar (konveyor), sabuk pengaman, kain berlapis dan penguatan plastik dengan tingkat penyerapan energi yang tinggi. Fiber fill dari poliester digunakan pula untuk mengisi bantal dan selimut penghangat. (Rambe, Muhammad Saleh, 2011)

2.4.4 Thinner

Thinner adalah zat cair yang biasanya berfungsi untuk mengencerkan bahan polimer serta bahan-bahan lainnya. Bahan-bahan finishing biasanya merupakan bahan padat yang sifatnya kental sehingga sulit untuk diaduk dan diratakan tanpa diencerkan terlebih dahulu.

Thinner bergunakan untuk menurunkan viskositas (kekentalan) dari bahan-bahan yang diaplikasikan dengan menggunakan alat penyemprot maupun kuas. Selain berguna untuk menurunkan viskositas, thinner juga beguna untuk mengatur sifat-sifat dari bahan finishing sehingga bahan tersebut bisa diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan. Dengan menggunakan thinner suatu bahan finishing bisa diatur kecepatan waktu pengeringannya serta ketebalan lapisan finishing bisa ditentukan dengan ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan.(http://www.sarana-bangunan.com/2012/06/macam-macam-thinner.html)

(49)

pengerjaannya. Pada umumnya thinner dapat dipakai untuk campuran genteng. ,Bila dipakai untuk campuran genteng akan dapat mengubah sifat-sifat resin dan menurunkan kekuatannya. Selain itu, thinner juga dapat mengurangi gaya tarik-menarik kemampuan senyawa antara agregat dengan resin dan mempengaruhi kemudahan pengerjaan.

Thinner berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung thinner setelah proses hidrasi selesai, sedangkan thinner yang terlalu sedikit dapat menyebabkan proses hidrasi tidak sempurna. Sebagai akibatnya genteng yang dihasilkan memiliki kekuatan yang kecil. (Limbong, 2014)

2.4.5 Katalis

Katalis adalah zat yang dapat meningkatkan laju reaksi tanpa terpakai pada reaksi kimia itu sendiri. Katalis bekerja dengan cara menurunkan energi aktivasi antara reaktan dan produk. Dengan, katalis reaksi terjadi lebih cepat dan membutuhkan lebih sedikit energi aktivasi. Karena katalis tidak dikonsumsi dalam reaksi, katalis dapat terus mengkatalisis reaksi lebih laju. Umumnya katalis digunakan dalam jumlah sedikit.

(50)

2.5 Pengujian Sampel

Pengujian sampel dilakukan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanik dari keadaan genteng yang telah diteliti. Sampel yang diuji akan diketahui kelebihan dan kekurangan dan untuk mengetahui kualitasnya.

2.5.1 Pengujian Fisis

Pengujian sifat fisis meliputi pengujian densitas, daya serap air dan porositas yang telah dilakukan terhadap sampel genteng polimer untuk mengetahui kualitasnya.

2.5.1.1Pengujian Densitas

Massa jenis adalah perbandingan antara massa suatu zat dengan volumenya. Massa jenis merupakan ciri khas setiap zat. Oleh karena itu zat yang berbeda jenisnya pasti memiliki massa jenis yang berbeda pula. Massa jenis zat dapat diukur. Secara matematis, massa jenis zat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

� =� . terdapat pada sampel. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam sampel maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada sampel terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material dan penyusunannya. Pada saat terbentuk sampel kemungkinan ada terjadinya udara yang terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral yang terbentuk akibat perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil di dalam butiran agregat (pori). Pori dalam sampel bervariasi dan menyebar di seluruh butiran.

(51)

disebut daya serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat dan serat disebut kadar air. (Hidayah, 2012). Pengujian daya serap air (Water absorbtion) pada masing – masing sampel dapat dilakukan dengan cara menimbang massa kering sampel dan massa basah. Massa kering adalah massa pada saat sampel dalam keadaan kering, dan massa basah diperoleh setelah sampel mengalami perendaman selama 24 jam pada suhu kamar. Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

� � = − �

Porositas adalah pori-pori yang terdapat dalam sampel. Porositas merupakan satuan-satuan yang menyatakan keporositasan material yang dihitung dengan cara mencari (%). Porositas juga berhubungan langsung dengan kerapatan. Porositas dinyatakan dalam (%) yang menghubungkan antar volume benda keseluruhan. Berdasarkan ASTM C 373-88, porositas sampel dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

(52)

2.5.2.1Pengujian Impak (Impact Test)

Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan bahan polimer. Pengujian impak Charphy dalam hal ini sering dipakai. Untuk melihat pengaruh tarikan ada cara pengujian dengan tarikan pada batang uji. Umumnya

kekuatan impak bahan polimer lebih kecil dibandingkan bahan logam.

Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan beban dan

menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Saat beban dinaikkan pada ketinggian

tertentu, beban memiliki energi potensial, kemudian saat menumbuk spesimen energi

kinetik mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen akan menyebabkan

spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu tergantung pada jenis

materialnya, apakah patah getas atau patah ulet.

Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara energy

serap (Es) dengan luas penampang (A). Kekuatan impak dapat dihitung dengan

Secara umum metode pengujian impak terdiri dari 2 jenis, yaitu :  Metode Charpy

Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi specimen uji pada tumpuan dengan posisi horizontal/mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah tarikkan.

 Metode Izod

(53)

Gambar 2.1. Ilustrasi skematis pembebanan impak pada benda uji Charpy dan Izod

Gambar 2.2. Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy

2.5.2.2Pengujian Kekuatan Lentur

Pengujian kekuatan lentur (UFS) dimaksud untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap perbebanan. Dalam metode ini metode yang digunakan adalah tiga titik lentur. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Pada permukaan bagian atas yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada bagian permukaan bawah akan terjadi tarikkan.

(54)

regangan tarik dan regangan tekan. Besarnya perlengkungan pada titik tengah sampel dinamakan defleksi. (Syahfitri, 2013)

Gambar 2.3. Skematis pengujian kekuatan lentur Persamaan yang digunakan untuk memperoleh kekuatan lentur yaitu:

� = � .

dengan :

UFS = Kekuatan lentur (N m-2) P = Load (beban) (N) L = Jarak dua penumpu (m) b = Lebar sampel (m) d = Tebal sampel uji (m)

2.5.3 Pengujian Mikrostruktur Scanning Electron Microscope

Energy-Dispersive X-Ray (SEM-EDX)

Scanning Electron Microscope Energy-Dispersive X-Ray (SEM-EDX) adalah sebuah mikroskop electron yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. SEM-EDX memiliki perbesaran 10 ‒ 3.000.000 kali, depth of field

4 ‒ 0.4 mm dan resolusi besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui

(55)

2.5.3.1. Prinsip Kerja SEM-EDX

SEM-EDX membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar elektron berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel

dan kemudian mendeteksi “secondary electron” dan “backscattered electron” yang

dikeluarkan. ‘Secondary electron’ berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi

unsur dalam sampel. “Backscattered electron” terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam dan memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel. Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan energi pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi spectrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel. Berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel di sejumlah cara kunci:

 elektron primer menghasilkan elektron energi yang rendah sekunder, yang cenderung menekankan sifat topografi specimen

 elektron primer dapat backscattered yang menghasilkan gambar dengan tingkat tinggi nomor atom kontras (Z)

 atom terionisasi dapat bersantai transisi elektron shell-ke-shell, yang mengakibatkan baik emisi X-ray atau elektron Auger ejeksi. Sinar-X dipancarkan merupakan karakteristik dari unsur-unsur dalam beberapa pM atas sampel

Insiden elektron sinar membangkitkan elektron dalam keadaan energi yang lebih rendah, mendorong ejeksi mereka dan mengakibatkan pembentukan lubang elektron dalam struktur elektronik atom. Elektron dari kulit, energi luar yang lebih tinggi kemudian mengisi lubang, dan kelebihan energi elektron tersebut dilepaskan dalam bentuk foton sinar-X. Pelepasan ini sinar-X menciptakan garis spektrum yang sangat spesifik untuk setiap elemen. Dengan cara ini data X-ray emisi dapat dianalisis untuk karakterisasi sampel di pertanyaan. Sebagai contoh, kehadiran

(56)

Energy Dispersive X-ray (EDX) analisis adalah alat yang berharga untuk analisis kuantitatif dan kualitatif elemen. Metode ini memungkinkan cepat dan analisis kimia non-destruktif dengan resolusi spasial dalam rezim mikrometer. Hal ini didasarkan pada analisis spektral radiasi sinar-X karakteristik yang dipancarkan dari atom sampel pada iradiasi dengan berkas elektron difokuskan dari SEM-EDX. Dalam sistem kami spektroskopi dari foton sinar-X dipancarkan dilakukan oleh detektor-Li Si dengan resolusi energi sekitar 150 eV pada 5 mm jarak kerja.

2.5.3.2. Aplikasi

SEM-EDX adalah nama (dispersive X-ray spektroskopi) energi analisis yang dilakukan

dengan menggunakan SEM. Alat dipakai umumnya untuk aplikasi yang cukup

bervariasi pada permasalahan eksplorasi dan produksi migas, termasuk didalamnya:

Evaluasi kualitas batuan reservoir melalui studi diagnosa yang meliputi identifikasi dan

interpretasi keberadaan mineral dan distribusinya pada sistem porositas batuan.

Investigasi permasalahan produksi migas seperti efek dari clay minerals, steamfloods

dan chemical treatments yang terjadi pada peralatan pemboran, gravelpacks dan pada

reservoir Identifikasi dari mikrofosil untuk penentuan umur dan lingkungan

pengendapan.

Instrumen ini sangat cocok untuk berbagai jenis investigasi. Hal ini mungkin

untuk menyelidiki misalnya struktur serat kayu dan kertas, logam, permukaan fraktur,

produksi cacat di karet dan plastic. Detail terkecil yang dapat dilihat pada gambar SEM

adalah 4-5 nm (4-5 sepersejuta milimeter). Detail terkecil yang dapat dianalisis adalah

pM 2-3 (2-3 seperseribu milimeter).

Hampir sama dengan SEM hanya saja pada SEM EDX merupakan dua perangkat

analisis yang digabungkan menjadi satu panel analitis sehingga mempermudah proses

analitis dan lebih efisien. Pada dasarnya SEM EDX merupakan pengembangan SEM.

Analisa SEM EDX dilakukan untuk memproleh gambaran permukaan atau fitur

material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga memperoleh suatu tampilan dari

permukaan sampel yang kemudian di komputasikan dengan software untuk

menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif mau pun dari

(57)

Daftar berikut ini merangkum fungsi yang berkontribusi pada operabilitas luar

biasa dari SEM-EDX.

1. Menu Fungsi ini digunakan untuk mengatur secara bersamaan, menyimpan,

dan mengingat parameter untuk analisis SEM dan EDX.

2. Kondisi pengukuran EDX dapat diatur dari Unit SEM (Spektral pengukuran,

multi-titik pengukuran, pemetaan, tampilan menganalisis elemen pada SEM

monitor).

3. Image data yang diperoleh dengan SEM dapat digunakan sebagai data dasar

untuk EDX.

4. Menetapkan kondisi untuk unit SEM secara otomatis dipindahkan ke unit EDX

Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom para

peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive Spectroscopy).

Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM

punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan

sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan

pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang

mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental

mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda – beda dari masing –

masing elemen di permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara

kunatitatif dari persentase masing – masing elemen. Contoh dari aplikasi EDS

digambarkan pada diagram dibawah ini.

Aplikasi dari teknik SEM – EDS dirangkum sebagai berikut:

1. Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas dsb)

2. Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel

3. Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif

dan kualitatif.

Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain:

1. Memerlukan kondisi vakum

2. Hanya menganalisa permukaan (Efhelzen, 2012)

2.5.4 Pengujian Termal Differential Thermal Analysis (DTA)

(58)

polimer dengan perlakuan sampel dipanaskan sampai terurai, yang kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Pengujian dengan DTA digunakan untuk menentukan temperatur kritis, temperatur maksimum (Tm), dan perubahan temperatur (∆T), dengan ukuran sampel uji berkisar 30 mg.

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (polibren) pengamatan suhu transisi gelas (Tg) sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer.

Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa-senyawa polimer menunjukkan suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf seperti polisitirena dan bagian amorf dari polimer semi-kristalin seperti polietilen memiliki suhu transisi gelas (Tg) namun polimer kristalin murni seperti elastomer tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh (Tm). (Sari, Mega, 2013)

2.6 Syarat Mutu Genteng Menurut Standar Nasional Indonesia

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0099:2007, syarat mutu genteng meliputi:

1. Sifat Tampak

Genteng harus memiliki permukaan atas yang mulus, tidak terdapat retak, atau cacat lain yang mempengaruhi sifat pemakaiannya.

2. Penyerapan Air

Penyerapan air maksimal 10%

3. Ketahanan terhadap perembesan air (Impermeabilitas)

(59)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan industri bahan bangunan membutuhkan penyediaan bahan bangunan alternatif yang lebih unggul dari bahan bangunan konvensional, antara lain genteng. Genteng sebagai bahan bangunan yang cukup penting untuk atap rumah memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap berbagai faktor luar antara lain angin, menahan panas sinar matahari, badai, dan hujan. Pada masa sekarang dibutuhkan genteng alternatif yang lebih kuat, lebih tahan lama, lebih ringan, lebih dapat memenuhi berbagai fungsi diatas.

Genteng merupakan bahan yang berfungsi untuk atap suatu bangunan. Dahulu genteng berasal dari tanah liat yang dicetak dan dipanaskan sampai kering. Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai penutup atap rumah. (Aryadi, 2010).

Pemakaian genteng polimer pada saat sekarang ini sedang berkembang karena memiliki beberapa keunggulan antara lain sangat fleksibel dan ringan serta mudah dipasang. Penggunaan genteng polimer yang ringan diharapkan bisa membuat hunian tahan gempa mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang termasuk wilayah yang beresiko tinggi mengalami fenomena gempa bumi.

Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan maka saat ini telah banyak digunakan bahan tambahan lain dalam pembuatan genteng, seperti bahan-bahan limbah. Limbah disini diartikan sebagai suatu substansi yang didapat selama pembuatan suatu (product), barang sisa (residue) atau sesuatu yang tidak berguna dan umumnya dibuang (waste) karena bukan merupakan tujuan produksi yang diinginkan.

(60)

yang bermanfaat merupakan salah satu cara untuk tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Dalam penelitian ini khususnya digunakan limbah padat pulp dregs yang berasal dari pabrik penghasil bahan baku untuk pembuatan kertas dari PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Dari limbah pulp ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku genteng polimer.

Dari penguraian di atas maka akan dilakukan penelitian mengenai pembuatan genteng polimer dengan pemanfaatkan limbah padat pulp dregs dengan perekat resin poliester. Oleh karena itu peneliti bertujuan untuk meneliti dengan judul “Pembuatan Genteng Polimer Berbahan Baku Pasir dan Limbah Padat Pulp Dregs dengan Perekat Resin Poliester”

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah campuran antara pasir dan limbah pulp dregs, dapat bercampur secara homogeny dengan bantuan perekat resin polyester?

2. Bagaimana karakteristik genteng polimer dalam campuran bahan-bahan tersebut?

3. Bagaimanakah komposisi yang paling bagus untuk menghasilkan genteng polimer dengan karakterisasi yang baik?

1.3Batasan Masalah

Penelitian dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut:

1. Pengaruh komposisi limbah pulp dregs dengan resin poliester terhadap karakterisasi genteng polimer dilakukan dengan cara membandingkan variasi komposisi bahan pada genteng polimer. Variabel tetapnya adalah resin polyester dan thinner.

(61)

3. Karakterisasi sampel uji yang akan dilakukan yaitu : pengujian sifat fisis (densitas, porositas, dan daya serap air), pengujian sifat mekanik (kuat impak dan kuat lentur) dan uji mikrostruktur (SEM) dan uji termal (DTA). 4. Bentuk sampel yang akan dibuat berupa balok dengan panjang 10 cm lebar

2 cm dan ketebalan 1 cm.

5. Proses pemcetakan dilakukan dengan suhu 90°C selama 20 menit.

1.4Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui komposisi terbaik dari campuran pasir, limbah pulp dan resin polyester untuk mendapatkan kualitas genteng polimer yang baik. 2. Untuk mengetahui sifat fisis, dan mekanik dari genteng polimer tersebut.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu:

1. Memanfaatkan limbah pulp dengan menggunakannya sebagai bahan campuran genteng polimer, sehingga limbah pulp dregs memiliki nilai ekonomis serta mengatasi masalah lingkungan.

(62)

1.6.Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan pada masing-masing bab adalah:

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodelogi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, prosedur penelitian dan diagram alir penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

(63)

PEMBUATAN GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU PASIR DAN LIMBAH PADAT PULP DREGS DENGAN PEREKAT RESIN

POLIESTER

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk pembuatan genteng polimer yang dibuat dengan campuran pasir, limbah padat pulp dregs, resin polyester, dan thinner. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui campuran terbaik dari pasir dan limbah padat pulp dregs sebagai variabel bebas dengan variasi komposisi (100:0) gr, (95:5) gr, (90:10) gr, (85:15) gr, (80:20) gr, dan (75:25) gr. Kemudian ditambahkan variabel tetap yaitu resin polyester 20 gr sebagai perekat dan thinner 10 gr sebagai pengencer. Kemudian ditekan dengan Hot Compressor selama 20 menit pada suhu 90°C. Sifat-sifat genteng yang dianalisis yaitu sifat fisis meliputi densitas, daya serap air, dan porositas, sifat mekanik meliputi kuat impak dan kuat lentur, analisis mikrostruktur meliputi uji SEM-EDX, serta sifat termal meliputi uji DTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran yang bagus sesuai dengan percobaan adalah berupa campuran pasir dan limbah padat pulp dregs dengan perbandingan (90:10) gr dengan penambahan 20 gr resin poliester sebagai perekat, serta thinner 10 gr dan katalis 0,3 gr.

(64)

MANUFACTURE OF POLYMER TILES WHICH MADE FROM SANDS AND SOLID WASTE OF PULP DREGS WITH POLYMER RESIN AS AN

ADHESIVE

ABSTRACT

The research has been done for manufacture of polymer tiles which is made with a mixture of sands, solid waste of a pulp dregs, polyester resin, and thinner. The purpose of this research is to find out the best of the mixture of sands and solid waste of pulp dregs as a free variables with composition (100:0) gr, (95:5) gr, (90:10) gr, (85:15) gr, (80:20) gr, and (75:25) gr. Then polyester resin 20 gr as adhesive and thinner 10 gr as diluent were added as a fixed variables. The mixture was pressed with hot compressor for 20 minutes in 90°C. Characteristics of tiles that have been analyzed which is the physical characteristics are density, water absorption, and porosity, and the mechanical characteristics are the power of impact and flexural strength, microstructural analysis which involve SEM-EDX test, and also thermal character is DTA test. The result of this research shows that the best test of the mixture was made from the mixture of sands and solid waste of pulp dregs with ratio (90:10) gr with the addition of 20 gr polyester resin as an adhesive, also thinner 10 gr and catalytic 0,3 gr.

(65)

PEMBUATAN GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU PASIR DAN

LIMBAH PADAT PULP DREGS DENGAN PEREKAT RESIN

POLIESTER

SKRIPSI

DEA NITA DESLIA SARI

110801013

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(66)

PEMBUATAN GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU PASIR DAN LIMBAH PADAT PULP DREGS DENGAN PEREKAT RESIN

POLIESTER

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana sains

DEA NITA DESLIA SARI 110801013

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(67)

PERSETUJUAN

Judul : Pembuatan Genteng Polimer Berbahan Baku Pasir Dan Limbah Padat Pulp Dregs Dengan Perekat Resin Poliester

Kategori : Skripsi

Nama : Dea Nita Deslia Sari

Nomor Induk Mahasiswa : 110801013

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika

Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2016

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Achriruddin, MS Dr. Kurnia Sembiring, M.S NIP. 195406041983031003 NIP. 19580131198601001

Disetujui Oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang NIP: 19580131198601001

(68)

PERNYATAAN

PEMBUATAN GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU PASIR DAN LIMBAH PADAT PULP DREGS DENGAN PEREKAT RESIN

POLIESTER

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 20016

(69)

KATA PENGHANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha Penyayang, dengan limpah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyususan skripisi ini dengan judul ”Pembuatan Genteng Polimer Berbahan Baku Pasir Dan Limbah Padat Pulp Dregs Dengan Perekat Resin Poliester”.

Skripsi ini dapat terwujud atas dukungan dan kesempatan serta berbagai fasilitas dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3. Kepada Ketua jurusan Fisika, Bapak Dr. Marhaposan Situmorang dan Drs.Syahrul Humaidi, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Fisika USU beserta staf jurusan dan seluruh dosen yang mengajar di Fisika S-1. Terimakasih atas semua fasilitas dan dukungan, kesempatan berkreasi, pemantapan moral dan etika, serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 4. Kepada Dosen pembimbing 1, bapak Dr. Kurnia Sembiring, MS dan Dosen pembimbing 2 bapak Drs. Achriruddin, MS yang telah membimbing dan mengarahkan penulis baik secara langsung maupun tidak langsung ditengah kesibukan akademik beliau.

5. Kepada keluarga ku: Papa Rudy Thambrin dan Mama Yetti Martifa, atas rasa cinta dan perhatian serta kasih sayang yang luar biasa saat masa-masa sulit dalam hidupku serta dukungan moril dan material kepada penulis dan juga semangat, juga kepada Adik saya tercinta Mgs Fandy Tjahya yang telah menyemangati saya.

(70)

7. Terimakasih juga kepada sahabat sahabat saya Sylvia, Fauzi, Eka, Doli, Alyssa, Irvi yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

8. Kepada teman seperjuangan Fisika 2011 Fauzi, Fahmi, Ichsan, Dhina, Dhana dan seluruh teman-teman Fisika angkatan 2011, tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungan kalian baik secara langsung maupun tidak langsung dan terkhusus ucapan terima kasih. 9. Kepada kakak senior Ikhwanuddin, Melisa, Rika yang senantiasa

menasehati, menyemangati dan meneliti bareng. Kepada junior tercinta angkatan 2012, 2013 dan 2014 atas doa dan kata-kata semangat yang memotivasi penulis.

10.Kepada Kepala Laboratorium Kimia Polimer Univesitas Sumatera Utara Medan yang telah membantu penulis dalam penelitian.

11.Kepada Kepala Laboratorium Teknik Kimia Univesitas Sumatera Utara Medan yang telah membantu penulis dalam Pengujian Kuat Lentur dan Kuat Impak.

12.Kepada Kepala Laboratorium Material Test Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan (PTKI) Bapak Ir. Warman, MT dan Laboran yang telah membantu penulis dalam Pengujian Differential Thermal Analysis (DTA). 13.Kepada Kepala Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED Medan yang telah

membantu penulis dalam pengujian Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX).

14.Kepada Kepala Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan yang telah membantu penulis dalam pengujian AAS.

(71)

Sebagai produk dari keterbatasan manusia, maka tentu hasil dari penelitian ini sangat menunggu dan terbuka untuk menerima masukan demi proses pemeliharaan transformasi ilmu pengetahuan dalam institusi pendidikan tinggi. Akhir kata semoga penelitian ini membawa manfaat.

(72)

PEMBUATAN GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU PASIR DAN LIMBAH PADAT PULP DREGS DENGAN PEREKAT RESIN

POLIESTER

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk pembuatan genteng polimer yang dibuat dengan campuran pasir, limbah padat pulp dregs, resin polyester, dan thinner. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui campuran terbaik dari pasir dan limbah padat pulp dregs sebagai variabel bebas dengan variasi komposisi (100:0) gr, (95:5) gr, (90:10) gr, (85:15) gr, (80:20) gr, dan (75:25) gr. Kemudian ditambahkan variabel tetap yaitu resin polyester 20 gr sebagai perekat dan thinner 10 gr sebagai pengencer. Kemudian ditekan dengan Hot Compressor selama 20 menit pada suhu 90°C. Sifat-sifat genteng yang dianalisis yaitu sifat fisis meliputi densitas, daya serap air, dan porositas, sifat mekanik meliputi kuat impak dan kuat lentur, analisis mikrostruktur meliputi uji SEM-EDX, serta sifat termal meliputi uji DTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran yang bagus sesuai dengan percobaan adalah berupa campuran pasir dan limbah padat pulp dregs dengan perbandingan (90:10) gr dengan penambahan 20 gr resin poliester sebagai perekat, serta thinner 10 gr dan katalis 0,3 gr.

Gambar

Tabel 3.1. Komposisi genteng polimer pasir, limbah padat pulp, resin poliester,
Gambar 3.1 Ukuran sampel genteng polimer
gambar 4.1 Densitas Vs Limbah Padat Pulp Dregs
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Daya Serap Air
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian pembuatan genteng polimer yang terbuat dari campuran debu vulkanik gunung sinabung, aspal dengan perekat resin polipropilen3.

Berdasarkan data hasil penelitian, karaktristik terbaik dari genteng komposit polimer yang dihasilkan baik dari uji fisis, uji mekanik dan uji termal diperoleh pada sampel 5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran yang bagus sesuai dengan percobaan adalah berupa campuran pasir dan ban dalam bekas dengan perbandingan (35:15)

Telah dilakukan penelitian pembuatan beton polimer yang terbuat dari campuran pasir, limbah pulp dregs, resin epoksi dan thinner. Penelitian ini dilakukan untuk

Limbah ini berupa gumpalan yakni grits (pasir), dregs (ampas) dan bio sludges (lumpur hidup). Limbah-limbah tersebut pastinya harus dibuang, tetapi dalam proses

Dengan Menggunakan Campuran Batu Apung dan Agregat Pasir Serta Tepung Ketan Dengan Perekat Poliester. Medan: Universitas Sumatera

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh komposisi massa serat sisali dengan resin poliester terhadap sifat fisis dan mekanik komposit.. Pembuatan komposit dilakukan

Berdasarkan data hasil penelitian, karaktristik terbaik dari genteng komposit polimer yang dihasilkan baik dari uji fisis, uji mekanik dan uji termal diperoleh pada sampel 5