LAMPIRAN A
ALAT
1. Ayakan
2. Timbangan (Neraca Digital)
3. Hot Press
4. CetakanSampel
6. Universal Tensile Machine (UTM)
7. ImpaktorWolpert
.
8. Aluminium Foil
10. Mixer
11. Blender
BAHAN
1. Pasir
2. Limbah Pulp Dregs
3. Resin Epoksi
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN DATA PENGUJIAN
I. MenghitungSifatFisis
1. MenghitungDensitasSampelBetonPolimer
- Sampel A1komposisi (80:20) grdengan resin epoksi 25 gr Massa beton : 34,46 gr
- Sampel C3komposisi (70:30) grdengan resin epoksi 30 gr Massa keringbeton : 36,35 gr
Massa basahbeton : 38,52 gr
Panjangbeton : 10 cm
Lebarbeton : 1,9 cm
Tebalbeton : 1 cm
Volume : 19 cm3
Sehingga,
- Sampel A6 komposisi (55:45) grdengan resin epoksi 25 gr Massa keringbeton : 34,18 gr
Massa basahbeton : 36,28 gr
Sehingga,
2. MenghitungKuatLenturSampelBetonPolimer
- Sampel B5komposisi (60:40) grdengan resin epoksi 30 gr
b = 19 mm
d = 10 mm
L = 45 mm
m = 50,458 kgf
P = m.g = 50,458 kgf× 9,8
= 494,48 N
UFS = 3PL
2bd2
=
3 × 494,48 N × 45 mm
2×19 mm ×10 mm2
= 66.754,8 N
3800 mm2
LAMPIRAN C
GAMBAR HASIL UJI ANALISA SEM-EDX
LAMPIRAN D
Gambar Grafik Pengujian Kuat Lentur
Sampel dengan resin 25 gr
Sampel dengan resin 30 gr
DAFTAR PUSTAKA
Adiyono. 2008. Menghitung Konstruksi Beton. Penebar Swadaya. Jakarta
Aryulina, Diah. 2006. Biologi 1. Erlangga. Jakarta.
Bandaharo, Malim. 2014. Pembuatan Dan Karakterisasi Beton Polimer yang
Dibuat dari Campuran Limbah Karet dan Pasir Sebagai Agregat Serta
Resin Epoksi Sebagai Perekat. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Firmansyah, Rikky. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Pusat Pembukuan,
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Hidayat, Herman. 2005. Dynamism of Forest Policy in Indonesia: Focusing on the
Movement and Logic of Stakeholders Under the Soeharto Regime and
Reformation Era.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Hidayat, Syarif. 2009. Semen; Jenis dan Aplikasinya. PT Kawan Pustaka. Jakarta.
http://mugiabadi.blogspot.com/2012/06/macam-macam-thinner.html
Diakses tanggal 02 Februari 2015.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasir
Diakses tanggal 02 Februari 2015.
http://www.westech-inc.com/en-usa/industry-solutions/industrial-overview/pulp
and-paper
Diakses tanggal 04 Februari 2015.
http://ellery-tambunan.blogspot.co.id/2012/12/uji-impak-bertujuan-untuk
mengetahui.html
Diakses tanggal 20 November 2015.
http://ecimansorong.blogspot.co.id/2010/04/1.html
Diakses tanggal 20 November 2015.
Diakses tanggal 12 Desember 2015.
http://lauwtjunnji.weebly.com/pengelompokan-beton.html
Diakses tanggal 22 Juni 2016.
McCormac, Jack. 2003. Desain Beton Bertulang. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Prilian, Lilih. 2009. 30 Tokoh Penemu Indonesia. Narasi.Yogyakarta.
Prasetyo, Y. 2011. Scanning Electron Microscope and Optical Emission
Spectroscope.https://yudiprasetyo53.wordpress.com/2011/11/07/scanning
electron-microscope-sem-dan-optical-emission-spectroscope-oes/
Diakses tanggal 20 Juni 2016
Pulungan, Arifah Hidayah. 2012. Pembuatan dan Karakterisasi Beton Polimer
Dengan Menggunakan Campuran Batu Apung dan Agregat Pasir Serta
Tepung Ketan Dengan Perekat Poliester. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Rahmat. 2010. SEM Microscope .http://www.chem_is_try.org)
Diakses tanggal 20 Juni 2016
Ruwanto, Bambang. 2006. Asas-Asas Fisika. Yudhistira. Jakarta.
Syahfitri, N. 2013.Analisis dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbahan Baku
Ban Dalam Bekas, DPE, Agregat dan Aspal dengan Perekat Resin Epoksi.
[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Vlack, Lawrence H. 1989.Elements of Materials Engineering.Addison-Wesley.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Tempat Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian yakni pembuatan beton polimer dan pengujian sifat fisis
dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Universitas Sumatera Utara.Pengujian sifat
mekanik dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.Pengujian
mikrostruktur menggunakan SEM-EDX dilakukan di Laboratorium Material Universitas
Negeri Medan.
Berfungsi sebagai alat untuk menimbang massa sampel atau bahan.
3. Hot Press
Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk menekan/mempress cetakan yang
berdasarkan pada pemanasan.
4. Cetakan sampel berukuran 10cm x 2cm x 1cm
Berfungsi sebagai tempat untuk mencetak sampel.
5. Beaker Glass 500 mL
Berfungsi sebagai wadah atau tempat untuk mengukur banyaknya sampel yang akan
dicampurkan.
6. Universal Tensile Machine (UTM)
Alat ini digunakan untuk pengujian kuat lentur.
Berfungsi sebagai alat penguji kekuatan impak komposit yang dilengkapi dengan skala.
Berfungsi untuk menghancurkan bahan baku
12.Jangka sorong
Berfungsi untuk mengukur ketebalan dan panjang sampel.
13.Scanning Electrone Microscope – Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX)
Berfungsi untuk menganalisis mikrostruktur dan unsur sampel.
14.Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS)
Berfungsi untuk menganalisis unsur limbah padat pulp dregs
3.2.2 Bahan – Bahan
3.3Parameter Percobaan yang Diuji
1. Sifat fisis : penyerapan air, porositas, densitas
3. AnalisisMikrostruktur: Scanning Electron Microscope/Energy-Dispersive X-Ray
(SEM-EDX)
Tabel 3.1 Persentase bahan baku beton polimer dengan resin 25gr Sampel Pasir
Tabel 3.2 Persentase bahan baku beton polimer dengan resin 30gr Sampel Pasir
1. Pasir dicuci kemudian dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari dan setelah itu
pasir disaring dengan menggunakan ayakan. Hasil pengayakan berupa serbuk halus
dengan lolos ayakan 100 mesh.
2. Limbah padat pulp dregs juga dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari sampai
dregs berbentuk sangat halus dan setelah itu dregs disaring dengan menggunakan
ayakan. Hasil pengayakan berupa serbuk halus dengan lolos ayakan 100 mesh.
3.4.2 Pencampuran Bahan
1. Masing-masing bahan baku (limbah pulp dregs, pasir, resin epoksi dan thinner)
ditimbang sesuai dengan tabel 3.1 dan tabel 3.2.
2. Semua bahan baku (limbah pupl dregs, pasir, resin epoksi) dicampurkan dalam satu
wadah, kemudian diaduk dengan sendok pengaduk, lalu ditambahkan thinner dengan
perbandingan thinner yang telah ditentukan (50% dari berat resin epoksi).
3. Kemudian adonan (slurry) diaduk hingga merata (homogen) dengan menggunakan
mixer.
3.4.3 Pencetakan
1. Disiapkan dua plat tipis, kemudian plat tersebut dilapisi dengan aluminium foil dan
diolesi dengan menggunakan wax.
2. Disiapkan cetakan berebentuk balok dengan ukuran 10 cm × 2 cm × 1 cm sesuai
dengan standar ASTM D 256. Cetakan tersebut kemudian diolesi dengan wax.
Gambar 3.1 Ukuran sampel beton polimer
3. Adonan (slurry) yang telah homogen dimasukkan ke dalam cetakan kemudian
3.5 Diagram Alir Penilitian
Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan beton polimer
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan terhadap sampel beton polimer berbahan limbah
pulp dregs, pasir dan resin epoksi serta penambahan thinner maka diperoleh data hasil dan
analisis. Data pengukuran tersebut terdiri dari sifat fisis beton polimer (densitas, porositas dan
penyerapan air), sifat mekanik beton polimer (kuat impak dan kuat lentur) serta analisis
mikrostruktur SEM-EDX.Beton polimer yang telah dicetak di dalam cetakan yang telah
ditentukan dan di press pada Hot Compressor pada suhu 90° selama 20 menit, maka di dapat
ukuran beton polimer seperti gambar dibawah ini.
Gambar 4.1 Ukuran sampel beton polimer
4.1Karakteristik Sifat Fisis 4.1.1 Pengujian Densitas
Data hasil pengukuran terhadap massa sampel dan volume sampel untuk mencari densitas
diolah menggunakan persamaan 2.1, maka diperoleh hasil pengukuran densitas seperti pada
Tabel 4.1 Pengujian DensitasDengan Resin Epoksi 25 gr
Tabel 4.2 Pengujian Densitas Dengan Resin Epoksi 30 gr Sampel Massa Kering
Densitas atau disebut juga dengan istilah rapat massa adalah perbandingan antara massa suatu
zat dengan volumenya. Secara matematis, massa jenis zat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:
� = ��
� ………..…… (4.1)
Dengan:
mk : massa kering (gr)
V : volume sampel (cm3)
Gambar 4.2 Grafik hubunganantara densitas dengan komposisi sampel
Dari data pengujian densitas yang diperoleh dari gambar grafik diatas bahwa densitas
yang diperoleh dari sampel A yaitu (1,59-1,83) gr/cm3 dan sampel B yaitu (1,80-1,91) gr/cm3.
Densitas maksimum yang diperoleh adalah 1,91 gr/cm3 pada sampel B3 komposisi (70:30)
dengan penambahan resin epoksi 30 gr, dan densitas minimum yang diperoleh adalah 1,59
gr/cm3 pada sampel A1 komposisi (80:20) dengan penambahan resin epoksi 25 gr.
Grafik diatas menunjukkan bahwa penambahan limbah pulp dregs pada sampel A dari
komposisi (80:20 – 65:35) gr mengakibatkanpeningkatan densitas bahan uji. Peningkatan
densitas tersebut disebabkan oleh semakin bertambahnya limbah pulp dregs sebagai pengisi
dan pengaruh dari resin epoksi sebagai perekat. Tetapi pada komposisi(60:40) gr terjadi
penurunan daya ikat resin karena semakin menurunnya komposisi pasir, kemudian pada
komposisi (55:45) gr terjadi peningkatan kembali karena komposisi limbah pulp dregs yang
semakin meningkat.
Pada sampel B komposisi (75:25) gr terjadi peningkatan karena pengadukan yang
dilakukan secara manual yang menyebabkan campuran kurang merata/tidak homogen,
kemudian pada komposisi (70:30) terjadi peningkatan kembali karena semakin bertambahnya
limbah pulp dregs dan juga daya ikat resin yang kuat, kemudian pada komposisi (65:35)
(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)
campuran bahan yang kurang merata dan kembali meningkat karena bertambahnya limbah
pulp dregs dan pengaruh daya ikat resin terhadap campuran bahan.
Hasil ini menunjukkan bahwa densitas semakin meningkat dengan bertambahnya
massa limbah pulp dregs dan dapat dilihat bahwa komposisi sampel dengan penambahan
resin 30 gr memiliki nilai densitas yang lebih baik dibandingkan resin epoksi 25 gr. Hal ini
dikarenakan semakin bertambahnya massa limbah pulp dregs maka nilai densitas semakin
meningkat, sama halnya dengan resin epoksi yang berperan penting dalam campuran bahan
beton polimer yaitu semakin bertambahnya massa resin epoksi maka nilai densitas semakin
meningkat.
Jika densitas dari seluruh sampel dibandingkan terhadap satuan SNI maka dapat
dinyatakan bahwa semua sampel tersebut termasuk dalam kategori beton ringan
.sebagaimana kriteria beton berdasar (SNI 03-2847-2002) adalah sebagai berikut:
1. Beton ringan : berat satuan < 1.900 kg/m3 = 1,9 gr/cm3
2. Beton normal : berat satuan 2.200 kg/m3– 2.500 kg/m3 = 2,2 gr/cm3– 2,5 gr/cm3
3. Beton berat : berat satuan > 2.500 kg/m3 = 2,5 gr/cm3
(http://lauwtjunnji.weebly.com/pengelompokan-beton.html)
4.1.2 Pengujian Porositas
Data hasil pengukuran terhadap massa sampel kering dan massa sampel basah serta volume
sampel untuk mencari porositas diolah menggunakan persamaan 2.2, maka diperoleh hasil
pengukuran porositas seperti pada tabel 4.3 dan 4.4.
Tabel 4.4 Pengujian Porositas Dengan Resin Epoksi 30 gr
Porositas dapat di definisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori terhadap volume
total beton. Porositas suatu bahan pada umunya dinyatakan sebagai porositas terbuka dan
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
P = − �
Mb : Massabasah sampel setelah direndam (gr)
Mk : Massa kering sampel setelah direndam (gr)
Vb : Volume benda uji (cm3)
�air : Massa jenis air (gr/cm
Gambar 4.3 Grafik hubungan porositas dengan komposisi sampel
Dari data pengujian yang diperoleh pada sampel A nilai porositas maksimumnya sebesar
13,25 % yaitu pada komposisi (80:20)dan porositas minimumnya sebesar 6,90 % yaitu pada
komposisi (65:35). Dan pada sampel B nilai porositas maksimumnya sebesar 12,26 % yaitu
pada komposisi (80:20) dan porositas minimumnya sebesar 7,52 % yaitu pada komposisi
(60:40).
Dari data diatas dapat dinyatakan semakin besar jumlah limbah pulp dregs yang
diberikan pada sampel maka nilai porositasnya semakin kecil. Pada sampel A4 dan A5 terjadi
peningkatan nilai porositas dikarenakan berkurangnya pasir yang menyebabkan kurangnya
daya ikat resin epoksi terhadap campuran bahan. Dan pada sampel B3 terjadi peningkatan
dikarenakan pengadukan campuran yang kurang merata/homogen. Kemudian terjadi
peningkatan kembali pada sampel B4 dan B5 dikarenakan semakin bertambahnya limbah
pulp dregssebagai pengisi dan resin epoksi yang lebih tinggi daya ikatnya dari sampel A.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa nilai porositas semakin mengecil dengan
bertambahnya massa limbah pulp dregs. Dalam hal ini limbah pulp dregs berperan sebagai
pengisi yang dapat mengisi rongga pada campuran bahan sehingga nilai porositasnya
semakin berkurang.Hal ini dikarenakan apabila nilai porositas semakin kecil maka sampel
tersebut semakin membaik, dan sebaliknya. 0
(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)
4.1.3 Pengujian Penyerapan Air
Pengujian penyerapan air dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang
diserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam pada suhu kamar.
Data dari hasil pengukuran terhadap massa sampel kering dan massa sampel basah
dapat diketahui hasil penyerapan air dengan menggunakan persamaan 2.3maka diperoleh
hasil pengukuran penyerapan air seperti pada tabel 4.5 dan 4.6.
Tabel 4.5 Pengujian Penyerapan Air Dengan Resin Epoksi 25 gr Sampel Massa Kering
Secara matematis nilai penyerapan air didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Penyerapan air = − �
�
× 100% ……….... (4.3)
Dengan:
Mb : Massa sampel setelah direndam di dalam air (gr)
Mk : Massa kering (gr)
Gambar 4.4 Grafik hubungan penyerapan air dengan komposisi sampel
Hubungan antara penyerapan air dengan massa limbah pulp dregs terlihat pada grafik
4.4. Nilai penyerapan air dari beton polimer pada sampel A yang diperoleh adalah berkisar
antara 3,79 % - 8,33 %. Dan nilai penyerapan air pada sampel B yang diperoleh adalah
berkisar antara 4,08 % - 6,63 %.
Dari grafik dapat dilihat penyerapan air maksimum sebesar 8,33 % pada komposisi
(80:20) dengan penambahan resin epoksi 25 gr, dan penyerapan air minimum sebesar 3,79 %
pada komposisi (65:35) dengan penambahan resin epoksi 25 gr.
Dapat dilihat pada sampel A komposisi (80:20 – 65:35) terjadi penurunan
dikarenakan semakin bertambahnya limbah pulp dregs sebagai pengisi dan resin epoksi yang
mengikat dengan baik pada saat pencetakan. Tetapi pada komposisi (60:40 - 55:45) terjadi
(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)
peningkatan dikarenakan pasir yang semakin berkurang dan daya ikat resin epoksi yang
berpengaruh pada komposisi campuran bahan.
Pada sampel B komposisi (80:20 – 60:40) terjadi penurunan dikarenakan limbah pulp
dregs yang juga semakin bertambah, kemudian terjadi peningkatan pada komposisi (55:45)
dikarenakan bahan yang tidak tercampur dengan merata menyebabkan resin epoksi kurang
mengikat dengan baik pada saat pencetakan..
4.2Karakteristik Sifat Mekanik 4.2.1 Pengujian Kuat Impak
Besarnya nilai kuat impak terhadap komposisi campuran pasir, limbah pulp dregs dan resin
epoksi
Tabel 4.7 Pengujian Kuat Impak Dengan Resin Epoksi 25 gr
Tabel 4.8 Pengujian Kuat Impak Dengan Resin Epoksi 30 gr
Dari data pengujian impak yang diperoleh pada tabel di atas yaitu pada sampel B3 merupakan
nilai impak maksimum dengan nilai 2,744 (kJ/m2) dan pada sampel B1 merupakan nilai kuat
impak minimum yaitu 1,992 (kJ/m2).
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara kuat impak dengan komposisi sampel
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai kuat impak maksimum dari
sampel A dengan komposisi (65:35) yaitu sebesar 2,657 kJ/m2. Sedangkan pada sampel B
nilai kuat impak maksimumnya terdapat pada komposisi (70:30) yaitu sebesar 2,744
kJ/m2.Untuk nilai kuat impak minimum pada sampel Aterdapat pada komposisi (55:45) yaitu 0
(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)
sebesar 2,055 kJ/m2.Sedangkan pada sampel B nilai kuat impak minimumnya terdapat pada
komposisi (80:20) yaitu sebesar 1,992 kJ/m2.
Pada sampel A dari komposisi (80:20 – 65:35), setiap penambahan limbah pulp dregs
menyebabkan peningkatan pada nilai kuat impak. Hal ini karena komposisi resin yang
terdapat rongga antar komponen dengan penambahan limbah pulp dregs ke dalam benda uji
mengakibatkan terisinya rongga tersebut sehingga meningkatkan nilai kuat impak pada
sampel. Tetapi pada komposisi (60:40 – 55:45) terjadi penurunan dikarenakan daya ikat resin
yang melemah karena komposisi pasir yang semakin berkurang.
Pada sampel B dari komposisi (80:20 – 70:30) terjadi peningkatan nilai kuat impak,
sama halnya seperti sampel A setiap penambahan limbah pulp dregs menyebabkan
peningkatan pada nilai kuat impak, tetapi pada komposisi (65:35 – 55:45) terjadi penurunan
disebabkan oleh penurunan komposisi pasir yang kurang menutupi rongga antar komponen.
Komposisi yang tepat untuk beton polimer yang baik yaitu pada nilai kuat impak
tertinggi, dalam hal ini secara keseluruhan nilai kuat impak tertinggi terdapat pada sampel B
dengan komposisi (70:30).Dapat kita lihat bahwa nilai kuat impak pada resin epoksi 30 gr
lebih baik dari pada resin epoksi 25 gr karena daya ikat resin epoksi 30 gr lebih baik pada
saat pencetakan. Pengaruh proporsi bahan penyusun dan kehomogenan dari campuran bahan
juga menjadi alasan hasil uji kuat impak pada beton polimer yang dihasilkan.
4.2.2 Pengujian Kuat Lentur
Pengujian kuat lentur (UFS) dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap
pembebanan.Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.
Kuat lentur beton dapat diperoleh dengan rumus:
Besarnya nilai kuat lentur terhadap komposisi campuran pasir, limbah pulp dregs dan
resin epoksi ditunjukkan pada tabel 4.9 dan 4.10 dibawah ini.
Tabel 4.9Pengujian Kuat Lentur Dengan Resin Epoksi 25 gr
Sampel
Tabel 4.10 Pengujian Kuat Lentur Dengan Resin Epoksi 30 gr
Dari data pengujian kuat lentur diatas diperoleh nilai kuat lentur maksimum 26,82 MPa pada
komposisi (65:35) gr dengan penambahan resin epoksi 30 gr yang di tunjukkan pada sampel
B4. Sedangkan nilai kuat lentur minimum yaitu terdapat pada sampel B6 yaitu 12,22
Gambar 4.6 Grafik hubungan antara kuat lentur dengan komposisi sampel
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai kuat lentur maksimum dari sampel A
dengan komposisi (65:35) yaitu sebesar 14,48 MPa. Sedangkan pada sampel B nilai kuat
lentur maksimumnya 26,82 MPa terdapat pada komposisi (65:35) yaitu sebesar 2,744 kJ/m2.
Untuk nilai kuat lentur minimum pada sampel A terdapat pada komposisi (55:45)yaitu
sebesar 12,88 MPa. Sedangkan pada sampel B nilai kuat lentur minimumnya terdapat pada
komposisi (55:45)yaitu sebesar 12,22 MPa.
Dengan data diatas dapat dinyatakan bahwa pada sampel A dari komposisi (80:20 –
70:30) terjadi peningkatan karena bertambahnya limbah pulp dregs sebagai pengisi dalam
campuran, tetapi dari komposisi (65:35 – 55:45) terjadi penurunan karena komposisi pasir
yang semakin berkurang mengakibatkan daya ikat resin yang semakin melemah. Pada sampel
B dari komposisi (80:20 – 65:35) terjadi peningkatan nilai kuat lentur.Kemudian dari
komposisi (60:40 – 55-45) terjadi penurunan karena melemahnya daya ikat resin.
Dalam hal ini secara keseluruhan nilai kuat lentur tertinggi terdapat pada sampel B
dengan komposisi (65:35) dengan penambahan resin epoksi 30 gr yaitu 26,82 MPa. Dengan
kata lain untuk uji kuat lentur dapat dikatakan lebih baik dengan penambahan resin epoksi 30
gr karena daya ikat yang lebih baik dibandingkan dengan resin epoksi 25 gr. 0
(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)
4.3Analisis Mikrostruktur
Hasil analisis pengujian SEM-EDX beton polimer dengan bahan baku pasir dan limbah pulp
dregs dan resin epoksi sebagai bahan perekat dengan suhu pemanasan 90°C selama 20 menit
ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 4.8 Uji SEM-EDX Perbesaran 1508X
Uji SEM pada gambar diatas dilakukan untuk sampel beton polimer pada komposisi (63:35)
dimana pada kedua komposisi tersebut menghasilkan nilai kuat impak yang maksimum.
Dalam pembuatan beton polimer, sangat diharapkan pencampuran dari adonan terdistribusi
secara merata. Jika campuran tidak terdistribusi secara merata maka akan berpengaruh pada
sifat fisis dan mekanisdari sampel.
Dari hasil uji SEM-EDX pada perbesaran 1500X dapat dilihat topografi dari sampel
bahwa campuran pasir, limbah pulp dregs dan resin epoksi bisa terdistribusi dengan baik
meskipun permukaannya kurang merata.Hal tersebut disebabkan karena pengadukan
campuran bahan yang dilakukan secara manual, sehingga berpengaruh pada kehomogenan
campuran dan kerataan permukaan sampel beton polimer.Pengadukan yang dilakukan secara
manual menyebabkan campuran dari sampel menjadi kurang homogen.Dan dapat kita lihat
pada kedua gambar bahwa persen massa dan persen atom tertinggi terdapat pada unsur
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan dan karakterisasi beton
polimer berbasis pasir dan limbah pulp dregs sebagai agregat serta resin epoksi sebagai
perekat, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Komposisi terbaik untuk beton polimer terdapat pada sampel B4 komposisi (65:35) gr
dengan penambahan resin epoksi 30 gr yang dapat memberikan kepadatan dan kekuatan
serta kelenturan yang baik karena pada komposisi tersebut pasir dan limbah pulp dregs
seimbang dalam mengisi kekosongan rongga yang terjadi pada saat pencetakan sehingga
meningkatkan sifat fisis dan mekanik beton polimer.
2. Sifat fisis beton polimer dipengaruhi oleh komposisi limbah pulp dregs yang digunakan.
Nilai penyerapan air dan porositas semakin membaik dengan penambahan massa limbah
pulp dregs karena semakin bertambahnya limbah pulp dregs maka kerapatan pada
campuran semakin membaik. Dan penambahan resin epoksi 30 gr lebih baik untuk nilai
kuat impak dan kuat lentur dibandingkan resin epoksi 25 gr karena daya rekat resin
epoksi 30 gr yang lebih baikdibandingkan 25 gr sehingga memberikan kekuatan yang
lebih besar pada sifat mekanik beton polimer.
5.2Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah jumlah variasi resin epoksi untuk
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan limbah lainnya untuk pembuatan
beton polimer yang tentunya dilakukan pengkajian tentang layak atau tidaknya limbah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Beton
2.1.1 Pengertian Beton
Beton masih merupakan pilihan utama sebagai bahan konstruksi pada saat ini karena beragam
keunggulannya dibandingkan material lain. Kemudahan dalam pengerjaannya, kekuatan yang
semakin tinggi dalam memikul beban dan durabilitas yang baik menjadikan beton sebagai
pilihan utama untuk bahan konstruksi.
Dalam konstruksi, beton adalah sebuah bahan bangunankomposit yang terbuat dari
kombinasi agregat dan pengikat semen.Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen
Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air.
Beton adalah batu buatan dan bahan lain terdiri dari semen, pasir, kerikil/split dengan
perbandingan tertentu bila diaduk dan dicampur dengan air dan dimasukkan dalam suatu
cetakan akan mengikat, mengering dan mengeras dengan baik setelah beberapa lama. Beton
mudah dibentuk sesuai dengan cetakan yang direncanakan. (Adiyono. 2008)
Mutu beton ditentukan oleh banyak faktor antara lain:
- Faktor Air Semen (FAS).
- Perbandingan bahan-bahannya.
- Mutu bahan-bahannya.
- Susunan butiran agregat yang dipakai.
- Ukuran maksimum agregat yang dipakai.
- Bentuk butiran agregat.
- Kondisi pada saat mengerjakan.
- Kondisi pada saat pengerasan
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, beton memiliki kuat tekan yang tinggi namun kuat
tarik yang lemah.Kuat hancur dari beton sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor :
Jenis dan kualitas semen
Jenis dan lekak lekul bidang permukaan agregat. Kenyataan menunjukkan bahwa
penggunaan agregat akan menghasilkan beton dengan kuat tekan dan kuat tarik lebih
besar daripada penggunaan kerikil halus dari sungai.
Perawatan merupakan hal yang sangat penting pada pekerjaan lapangan dan pada
pembuatan benda uji.
Suhu, pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu.
Pada titik beku kuat tekan akan tetap rendah untuk waktu yang lama.
Umur, pada kekeadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan umurnya.
2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Beton
Kelebihan beton adalah dapat mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.Selain itu
pula beton juga memiliki kekuatan mumpuni, tahan terhadap temperatur yang tinggi dan
biaya pemeliharaan yang murah.Sedang kekurangannya adalah bentuk yang telah dibuat sulit
diubah tanpa kerusakan. Pada struktur beton, jika ingin dilakukan penghancuran maka akan
mahal karena tidak dapat dipakai lagi. Beda dengan struktur baja yang tetap bernilai.Berat
dibandingkan dengan kekuatannya dan daya pantul yang besar.
Beton memiliki kuat tekan yang tinggi namun lemah dalam tariknya. Jika struktur itu
langsung jika tidak diberi perkuatan yang cukup akan mudah gagal. Menurut perkiraan kasar,
nilai kuat tariknya sekitar 9-5% kuat tekannya.Maka dari itu perkuatan sangat diperlukan
dalam struktur beton.Perkuatan yang umum adalah dengan menggunakan tulang baja yang
jika dipadukan sering disebut dengan beton bertulang.
2.1.4 Macam-macam Beton
Ada bermacam-macam jenis beton, yaitu :
1) Beton siklop
Beton jenis ini sama dengan beton normal biasa, perbedaannya ialah pada beton ini
digunakan ukuran agregat yang relatif besar. Beton ini digunakan pada pembuatan
namun proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknya tidak lebih dari 20
persen dari agregat seluruhnya.
2) Beton Ringan
Beton jenis ini sama dengan beton biasa perbedaannya hanya agregat kasarnya diganti
dengan agregat ringan. Selain itu dapat pula dengan beton biasa yang diberi bahan tambah
yang mampu membentuk gelembung udara waktu pengadukanbeton berlangsung. Beton
semacam ini mempunyai banyak pori sehingga berat jenisnya lebih rendah dari pada
beton biasa.
3) Beton non pasir
Beton jenis ini dibuat tanpa pasir, jadi hanya air,semen, dan kerikil saja karena tanpa pasir
maka rongga rongga kerikil tidak terisi. Sehingga beton berongga dan berat jenisnya lebih
rendah daripada beton biasa. Selain itu karena tanpa pasir maka tidak dibutuhkan
pasta-pasta untuk menyelimuti butir-butir pasir sehingga kebutuhan semen relatif lebih sedikit.
4) Beton hampa
Seperti yang telah diketahui bahwa kira-kira separuh air yag dicampurkan saja yang
bereaksi dengan semen,adapun separuh sisanya digunakan untuk mengencerkan adukan.
Beton jenis ini diaduk dan dituang serta dipadatkan sebagaimana beton biasa, namun
setelah beton tercetak padat kemudian air sisa reaksi disedot dengan cara khusus seperti
cara vakum. Dengan demikian air yang tertinggal hanya air yang digunakan untuk reaksi
dengan semen,sehingga beton yang diperoleh sangat kuat.
5) Beton bertulang
Beton biasa sangat lemah dengan gaya tarik, namun sangat kuat dengan gaya tekan,
batang baja dapat dimasukkan pada bagian beton yang tertarik untuk membantu beton.
Beton yang dimasuki batang baja pada bagian tariknya ini disebut beton bertulang.
6) Beton prategang
Jenis beton ini sama dengan beton bertulang, perbedaannya adalah batangnya baja yang
dimasukkan ke dalam beton ditegangkan dahulu. Batang baja ini tetap mempunyai
tegangan sampai beton yang dituang mengeras. Bagian balok beton ini walaupun
menahan lenturan tidak akan terjadi retak.
Beton biasa dicetak/dituang di tempat namun dapat pula dicetak di tempat lain,fungsinya
di cetak di tempat lain agar memperoleh mutu yang lebih baik.Selain itu dipakai jika
tempat pembuatan beton sangat terbatas. Sehingga sulit menyediakan tempat percetakan
perawatan betonnya.
8) Beton massa
Beton yang dituang dalam volume besar yaitu perbandingan antara volume dan
permukaannya besar. Bila dimensinya lebih besar dari 60 sm. Pondasi besar, pilar,
bendungan. Harus diperhatikan perbedaan temperatur.
9) Fero semen
Suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara memberikan ortar semen suatu
tulangan yang berupa suatu anyaman kawat baja.
10) Beton Serat
Beton komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Serat
berupa batang-batang 5-500 mm,panjang 25-100mm. Serat asbatos, tumbuh-tumbuhan,
serat plastik, kawat baja.
2.2Polimer
Polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-molekul yang besar dengan karbon
dan hydrogen sebagai molekul utamanya. Bahan ini berasal dari bahan plastik yang di daur
ulang, kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya. Penggunaan bahan tersebut
bertujuan memanfaatkan limbah plastik. (Prilian, Lilih. 2009)
Kimia polimer mulai berkembang pada tahun 1920-an yaitu dengan adanya
penyelidikan terhadap perilaku membingungkan terhadap bahan-bahan tertentu, seperti kayu,
gelatin, kapas dan karet. Sebagai contoh, ketika karet, yang rumus empirisnya adalah C5H8,
dilarutkan dalam larutan organik, larutannya menunjukkan beberapa sifat tak lazim:
kekentalan tinggi, tekanan osmotik rendah, dan penurunan titik beku sangat kecil.
Pengamatan ini adalah indikasi yang kuat tentang zat terlarut yang massa molarnya sangat
tinggi.
Polimer dapat digolongkan berdasarkan asalnya, jenis monomernya dan sifat terhadap panas
sebagai berikut :
1. Penggolongan polimer berdasarkan asalnya
Berdasarkan asalnya polimer dapat digolongkan kedalam 2 jenis yaitu polimer alam
dan polimer sintetis, polimer alam adalah polimer yang terbentuk melalui proses alami
dan polimer sintetis adalah polimer yang terbentuk melalui reaksi buatan manusia
dalam suatu industri/pabrik.
Contoh polimer alam : Polisoprena (karet alam), karbohidrat dan protein.
Contoh polimer sintetis : Karet sintetis (butadiene stirena = buna), plastik dan rayon
(serat sintetis).
2. Penggolongan polimer berdasarkan jenis monomernya
Berdasarkan jenis monomer, polimer terdiri dari 2 jenis, yaitu homopolimer dan
kopolimer. Homopolimer adalah polimer hasil penggabungan dari jenis monomer yang
sejenis, sedangkan kopolimer adalah polimer hasil penggabungan dari jenis monomer
yang tidak sejenis.
Contoh homopolimer : polivinilklorida, polietena, polipropilena dan karet alam.
Contoh kopolimer : nilon, poliester, dan rayon.
3. Penggolongan polimer berdasarkan sifatnya terhadap panas
Berdasarkan sifatnya terhadap panas, polimer (khususnya plastik) terdiri dari dua jenis,
yaitu polimer termoplas dan polimer termoset. Polimer termoplas adalah polimer yang
jika dipanaskan akan menjadi lunak dan jika didinginkan akan menjadi keras. Polimer
termoset adalah polimer yang jika dipanaskan tidak dapat menjadi lunak. Polimer
termoplas dapat dibentuk ulang sedangkan polimer termoset tidak dapat dibentuk ulang.
Contoh Polimer termoplas : polivinil klorida, polietilena dan polistirena.
Contoh Polimer termoset : melamin dan bakelit.
2.2.2 Reaksi Polimerisasi
Reaksi penggabungan monomer dengan monomer membentuk polimer disebut polimerisasi.
Reaksi polimerisasi dibagi kedalam dua jenis yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi
kondensasi.
Polimersisasi adisi adalah penggabungan monomer dengan monomer secara reaksi
adisi.Reaksi adisi terjadi pada monomer yang memiliki ikatan rangkap, pada reaksi ini
tidak ada molekul yang hilang.
2. Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi adalah penggabungan monomer dengan monomer secara
eliminasi. Disamping polimer yang dihasilkan, ada molekul yang dilepaskan seperti
H2O. Reaksi itu terjadi pada monomer yang memiliki gugus fungsi pada kedua ujung
rantainya. Biasanya monomer yang bergabung tidak sejenis dan polimer yang terbentuk
disebut kopolimer, pada reaksi ini ada molekul yang hilang. (Tiopan. 2006)
2.3Beton Polimer
Beton adalah campuran bahan bangunan berupa pasir dan kerikil atau koral kemudian diikat
semen bercampur air. Sedangkan yang dimaksud dengan polimer adalah suatu zat kimia yang
terdiri dari molekul-molekul yang besar dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul
utamanya. Adapun bahan baku polimer didapatkan dari limbah pabrik yang didaur ulang,
kemudian dicampur dengan agregat pasir, thinner, air serta bahan kimia lainnya. Jadi yang
dimaksud dengan beton polimer adalah bahan material bangunan yang dibentuk melalui
proses rekayasa komposit beton klasik dan polimer.
Beton polimer berfungsi layaknya beton semen biasa pada umumnya.Beton polimer
juga dapat digunakan sebagai pilar jembatan, pondasi bangunan, jalan pada jembatan, dinding
tahan gempa (modifikasi dari dinding batu bata) dan lain-lain. Beton polimer juga dapat
digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air.
Seperti telah disinggung di kegunaan dari beton polimer, bahwa beton polimer dapat
digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. Hal tersebut
disebabkan karena beton polimer dapat mengeras di dalam air.
Beton polimer memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan
terhadap larutan agresif seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya. Yang lebih istimewa
lagi, beton polimer bias mengeras di dalam air sehingga bias digunakan untuk memperbaiki
Selain mengeras dalam air, beton polimer juga memiliki sifat sifat lainnya yang
tentunya menguntungkan bagi orang yang taucara mempergunakannya, Seperti: sifat kedap
air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan kimia
serta kelebihan lainnya.
2.4Limbah
Limbah lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya
karena tidak memiliki nilai ekonomis. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran
limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah adalah bahan/barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau proses produksi
yang fungsinya sudah berubah dari aslinya, kecuali yang dapat dimakan oleh manusia dan
hewan. (Firmansyah, Rikky. 2009)
Limbah merupakan sutau buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik itu
industri maupun rumah tangga. Dari situ pula limbah akan dihasilkan. Limbah dapat berupa
sampah, air buangan dari aktifitas domestik maupun buangan dari aktifitas industri pabrikan.
2.4.1 Macam- macam Limbah
Sebagaimana diketahui, limabah dapat dihasilkan melalui proses industri maupun domestic
(rumah tangga), oleh karena itu berdasarkan asalnya limbah, terdapat beberapa macam
limbah yakni :
1) Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga.
Contohnya adalah sampah, baik organik maupun anorganik, detergen, kotoran, dan asap
hasil pembakaran. Limbah yang paling banyak di produksi rumah tangga adalah sampah.
Limbah pertanian biasanya mempengaruhi kondisi air dan tanah.Limbah pertanian
dihasilkan dari penggunaan pupuk, pestisida, atau bahan organik lainnya secara
berlebihan.
3) Limbah Industri
Selain kegiatan rumah tangga, kegiatan industri memberikan andil yang sangat besar
dalam pencemaran dan perubahan lingkungan. Hal ini disebabkan karena kegiatan
industri menghasilkan limbah yang banyak, baik dalam bentuk cair, padat, maupun
gas.Limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri kebanyakan tergolong kedalam jenis
limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Sehingga sebelum dilakukan pembuangan
harus melalui pengolahan khusus dan penetralan agar pada saat dibuang, aman bagi
lingkungan.
2.5Limbah Pulp
Dalam penelitian ini penggunaan limbah yang digunakan merupakan limbah industri yang
dimana pula limbah tersebut dapat menjadi bahan baku pembuatan beton. Limbah tersebut
didapat melalui proses pembuatan Pulp (bahan dasar pembuatan kertas). Limbah pulp
diperoleh dari sisa pengolahan industri pulp. Limbah ini berupa gumpalan yakni grits (pasir),
dregs (ampas) dan bio sludges (lumpur hidup). Limbah-limbah tersebut pastinya harus
dibuang, tetapi dalam proses pembuangannya tentu saja tidak boleh sembarangan karena
limbah-limbah ini dapat mencemari lingkungan, apalagi jika tidak diolah sesuai dengan
ketentuan dan syarat pembuangan limbah.
Saat ini limbah pulp yang berbentuk padat mulai diselidiki potensinya untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku material, antara lain material keramik dan dapat pula
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan beton. Limbah pulp pada umumnya terdiri dari
3 jenis yaitu:
a) Pasir (grits) adalah bahan yang mengandung bata dan pasir yang kandungannya berupa
hidroksida tetapi bahan ini tidak bereaksi antara cairan hijau (green liquor) dan kapur
tohor.
b) Ampas (dregs) adalah bahan yang merupakan endapan dari cairan hijau (green liquor)
yaitu bubur (smelt) yang dilarutkan dengan natrium hidroksida (NaOH) dimana bahan ini
mengandung silika dan karbon residu organik yang tidak terbakar dalam ketel
c) Sedangkan lumpur hidup (bio sludge) adalah campuran dari endapan cair yang
kandungan utamanya adalah selulosa dan bakteri yang mati.
2.6Agregat
Agregat merupakan salah satu bahan material beton. Hampir tiga perempat volume beton
ditempati oleh agregat, sehingga karakteristik agregat akan menentukan kualitas beton.
Agregat merupakan bahan yang bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas
yang baik dari pada pasta semen. (Hidayat, Syarif. 2009)
Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang
berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun
kecil atau fragmen-fragmen. Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus maupun
agregat kasar harus memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang proporsional. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan analisis ayakan terhadap agregat yang akan digunakan.
Jenis dan kualitas agregat sangat ditentukan oleh batuan asalnya dan kandungan
mineral di dalamnya. Berdasarkan proses terbentuknya, batuan dapat di klasifikasikan
sebagai batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorfosa. Umumnya, agregat berasal
dari batuan yang mengandung beberapa jenis mineral. Contohnya, batuan beku granit dan
batu kapur.
2.6.1 Jenis-jenis Agregat 1) Agregat Halus
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari
batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasil oleh alat-alat pemecah batu.
Syarat agregat halus :
Agregat halus terdiri dari butir–butir yang tajam dan keras. Butir agregat halus harus
bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik
matahari dan hujan.
Kandungan lumpur tidak boleh lebih dari 5% (ditentukan terhadap beratkering). Yang
diartikan dengan lumpur adalah bagian–bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm.
Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton, kecuali
dengan petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan yang diakui.
2) Agregat Kasar
Agregat kasar dapat berupa kerikil hasil desintergrasi alami dari batuan-batuan atau berupa
batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu dengan besar butir lebih dari 5 mm. Kerikil
dalam penggunaannya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Butir-butir keras yang tidak berpori serta bersifat kekal yang artinya tidak pecah karena
pengaruh cuaca seperti sinar matahari dan hujan.
Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, apabila melebihi maka harus dicuci
lebih dahulu sebelum menggunakannya.
Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak batuan seperti zat–zat yang reaktif
terhadap alkali.
Agregat kasar yang berbutir pipih hanya dapat digunakan apabila jumlahnya tidak
melebihi 20% dari berat keseluruhan.
2.7Bahan Baku Beton Polimer 2.7.1 Pasir
Agregat yang digunakan untuk pembuatan beton adalah pasir lolos ayakan (ASTM E 11-70)
yang diameternya lebih kecil dari 5 mm. Adapun kegunaan pasir ini adalah untuk mencegah
keretakan pada beton apabila sudah mongering. Karena dengan adanya pasir akan
mengurangi penyusutuan yang terjadi mulai dari percetakan hingga pengeringan.
Pasir ini memang sangat penting dalam pembuatan beton, tetapi apabila kadarnya
terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mongering. Ini disebabkan daya rekat
antara partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam jumlah yang besar, sebab pasir
tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya sebagai pengisi (filler).
Pasir merupakan agregat alami yang berasal dari letusan gunung berapi,sungai, dalam
tanah dan pantai oleh karena itu pasir dapat digolongkan dalam tigamacam yaitu pasir galian,
pasir laut dan pasir sungai. Pada konstruksi bahan bangunan pasir digunakan sebagai agregat
screed lantai dll.
Menurut standar nasional indonesia (SK SNI – S – 04 – 1989 – F : 28) disebutkan mengenai
persyaratan pasir atau agregat halus yang baik sebagai bahan bangunan adalah sebagai
berikut :
- Agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks kekerasan < 2,2.
- Sifat kekal apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut: a. Jika dipakai natriun sufat bagian hancur maksimal 12%.
b. Jika dipakai magnesium sulfat bagian halus maksimal 10%.
- Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila pasir mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci.
- Pasir tidak boleh mengadung bahan-bahan organik terlalu banyak, yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrans–Harder dengan larutan jenuh NaOH 3%.
- Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan antara 1,5 sampai 3,8 dan terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam.
- Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi reaksi pasir terhadap alkali harus negatif.
- Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu beton kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan bahan bangunan yang diakui.
- Agreagat halus yang digunakan untuk plesteran dan spesi terapan harus memenuhi persyaratan pasir pasangan.
(http://www.forumbebas.com/thread-145579.html)
2.7.2 Limbah Pulp Dregs
Kandungan limbah pulp dregs yang diambil pada tanggal 27 Mei 2015 dari PT. Toba Pulp
Lestari, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kandungan Senyawa Limbah Pulp Dregs
(%)
ditambahkan ke dalam tangki tersebut.Cairan yang dihasilkan dikenal sebagai cairan hijau
(green liquor). Dari tangki peleburan sungai dikirim ke tangki cairan stabilisasi hijau.Cairan
hijau juga mengandung sejumlah kecil padatan tersuspensi, disebut ampas (dregs).
Ampas-ampas yang berbahaya dipisahkan dan kemudian dibuang. Hal ini biasanya
dilakukan dalam cairan stabilisasi hijau. Ampas dari cairan stabilisasi hijau dikirim ke filter
vakum perputaran disebut ampas filter. Di sini ampas dicuci untuk menghilangkan sisa bahan
kimia dan airnya sebelum dibuang. Cairan didaur ulang ke tangki cairan stabilisasi hijau.
(http://www.westech-inc.com/en-usa/industry-solutions/industrial-overview/pulp-and-paper)
Adapun apabila limbah pulp dregs ini dimasukkan atau dicampurkan ke dalam
pembutan bahan bangunan maka limbah pulp dregs itu sendiri tidak memiliki dampak resiko
kesehatan maupun pencemaran lingkungan, dikarenakan limbah pulp dregs itu sendiri dapat
didaur ulang sebagai bahan baku dari pembuatan bahan bangunan seperti beton, sehingga
secara tidak langsung limbah ini dapat dimanfaatkan dan mengurangi sampah akibat
pembuangan limbah pabrik itu sendiri.
2.7.3 Resin Epoksi
Epoksi adalah suatu kopolimer yang terbentuk dari dua bahan kimia yang berbeda, yang
disebut sebagai "resin" dan "pengeras". Resin ini terdiri dari monomer atau polimer rantai
pendek dengan kelompok epoksida di kedua ujung. Resin epoksi paling umum dihasilkan
digantikan dengan bahan kimia yang serupa. Sedangkan pengeras terdiri dari monomer
polyamine, misalnya Triethylenetetramine(Teta).
Ketika senyawa ini dicampur, kelompok amina bereaksi dengan kelompok epoksida
untuk membentuk ikatan kovalen. Setiap kelompok NH dapat bereaksi dengan kelompok
epoksida, sehingga polimer yang dihasilkan demikian kaku dan kuat. Proses polimerisasi
disebut "curing" dan dapat dikontrol melalui suhu. Atau bahasa sederhananya epoksi adalah
cat dua komponen yang terdiri dari resin sebagai basenya dan polymed sebagai hardenernya.
(Finishing Floor Harderner. 2012).
Resin epoksi atau secara umum dipasaran dikenal dengan bahan epoksi adalah salah satu dari
jenis polimer yang berasal dari kelompok termoset. Resin termoset adalah polimer cair yang
diubah menjadi bahan padat secara polimerisasi jaringan silang dan juga secara kimia,
membentuk formasi rantai polimer tiga dimensi. Sifat mekanisnya tergantung pada unit
molekuler yang membentuk jaringan rapat dan panjang jaringan silang.
Proses pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar dengan memperhatikan
zat-zat kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar didapatkan
sifat optimum bahan. Thermoset memiliki sifat isotropis dan peka terhadap suhu,
mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atomnya berikatan dengan
kuat sekali, tidak bisa mengalami pergeseran rantai. Bentuk resin epoksi sebelum pengerasan
berupa cairan seperti madu dan setelah pengerasan akan berbentuk padatan yang sangat getas.
Karakteristik Resin Epoksi
Epoksi secara umum mempunyai karakteristik yang baik, yaitu:
1) Kemampuan mengikat paduan metalik yang baik
Kemampuan ini disebabkan oleh adanya gugus hidrolik yang memiliki kemampuan
membentuk ikatan via ikatan hidrogen. Gugus hidrosil ini juga dimiliki oleh oksida metal,
dimana pada kondisi normal menyebar pada permukaan metal. Keadaan ini menunjang
terjadinya ikatan antara atom pada epoksi dengan atom yang berada pada material metal.
2) Ketangguhan
Keguanaan epoksi sebagai bahan matrik dibatasi oleh ketangguhan yang rendah dan
cenderung rapuh. Oleh sebab itu saat ini terus dilakukan penelitian untuk meningkatkan
Resin epoksi banyak digunakan untuk bahan komposit di beberapa bagian struktural,
resin ini juga dipakai sebagai bahan campuran pembuatan kemasan, bahan cetakan (moulding
compound) dan perekat. Resin epoksi sangat baik digunakan sebagai matriks pada komposit
dengan penguat serat gelas. Pada beton penggunaan resin epoksi dapat mempercepat proses
pengerasan, karena resin epoksi menimbulkan panas sehingga membantu percepatan
pengerasan.
2.7.4 Thinner
Thinner digunakan pada pembuatan beton sebagai bahan pencampur agar terjadi reaksi
kimiawi dengan resin. Disini thinner berfungsi untuk membasahi agregat dan untuk melumasi
bahan campuran lain agar mudah pengerjaannya. Thinner yang akan dicampurkan ini akan
menguap sesaat dan meninggalkan resin dan agregat yang kemudian akan membentuk lapisan
yang keras, sehingga dapat mengubah sifat-sifat resin dan menurunkan kekuatannya.
Selain berguna untuk menurunkan viskositas, thinner juga berguna untuk mengatur
sifat-sifat dari bahan finishing sehingga bahan tersebut bisa diaplikasikan sesuai dengan
kebutuhan. Dengan menggunakan thinner suatu bahan finishing bisa diatur kecepatan waktu
pengeringannya serta ketebalan lapisan finishing bisa ditentukan dengan ukuran tertentu
sesuai dengan kebutuhan.
(http://mugiabadi.blogspot.com/2012/06/macam-macam-thinner.html)
2.8Karakteristik Beton
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian.
Adapun karakteristik beton yang akan diuji antara lain: pengujian sifat fisis (penyerapan air,
densitas, porositas), pengujian sifat mekanik (kuat impak dan kuat lentur).
2.8.1 Pengujian Sifat Fisis 2.8.1.1Pengujian Densitas
Massa jenis (densitas) adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.
Semakin tinggi massa jenis suatu benda, makasemakin besar pula massa setiap volumenya.
Massa jenis rata-rata setiap beton merupakan total massa beton dibagi dengan total volume
Pengukuran densitas menggunakan standart ASTM C 373-88. Persamaan yang digunakan
Porositas dapat di definisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori terhadap volume
total beton. Besarnya persentase ruang-ruang kosong atau besarnya kadar pori yang terdapat
pada beton dan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kekuatan beton.
Pori-pori beton biasanya berisi udara atau berisi air yang saling berhubungan dan dinamakan
dengan kapiler beton. Kapiler beton akan tetap ada walaupun air yang digunakan telah
menguap, sehingga kapiler ini akan mengurangi kepadatan beton yang dihasilkan. Dengan
bertambahnya volume pori maka nilai porositas juga akan semakin meningkat dan hal ini
memberikan pengaruh buruk terhadap kekuatan beton.
Ada dua jenis porositas yaitu porositas tertutup dan porositas terbuka.porositas
tertutuppada umumnya sulit untuk ditentukan pori tersebut merupakan rongga yang terjebak
didalam padatan dan serta tidak ada akses kepermukaan luar, sedangkan porositas terbuka
masih ada akses kepermukaan luar walaupun rongga tersebut ada ditengah-tengah padatan.
Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka. (Bandaharo,
Malim. 2014)
Berdasarkan ASTM C 373-88, porositas sampel dapat dihitung dengan menggunakan
P : Porositas (%)
Mb : Massabasah sampel setelah direndam (gr)
Mk : Massa kering sampel setelah direndam (gr)
Vb : Volume benda uji (cm3)
�air : Massa jenis air (gr/cm
3 )
2.8.1.3Pengujian Penyerapan Air
Penyerapan air (water absorbtion) merupakan salah satu parameter yang sangat penting
untuk memprediksi dan mengetahui kekuatan dan kualitas beton polimer yang dihasilkan.
Beton polimer yang berkualitas baik memiliki daya serap air yang kecil dimana jumlah
pori-pori pada permukaan sedikit dan rapat. Dan untuk mengetahui besarnya penyerapan air
diukur dan dihitung menggunakan rumus (Vlack, Lawrence H. l989)
Pengujian daya serap air (water absorbtion) dilakukan pada masing-masing sampel.
Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur pengujian,
dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang diserap oleh sampel yang
direndam dengan perendaman selama 24 jam pada suhu kamar.
Massa awal sebelum dan sesudah perendaman diukur. Untuk mendapatkan nilai
penyerapan air dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Penyerapan air = − �
�
× 100% ……….... (2.3)
Dengan:
Mb : Massa sampel setelah direndam di dalam air (gr)
Mk : Massa kering (gr)
Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading).
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap
beban kejut.Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan
dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu
upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam
perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara
perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada
saat terjadinya tumbukan kecelakaan.
Pada uji impak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk
spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip
perbedaan energi potensial. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial
dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji
sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang
diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau
ketangguhan bahan tersebut. (Ellery, T. 2012)
Gambar 2.1 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji charpy
Pengukuran kekuatan uji impak menggunakan standar ASTM D 5942-96. Besarnya kekuatan
impak dari benda uji dengan luas penampang lintang (A) adalah:
� = �
� ……… (2.4) Dengan:
ES : Energi yang diserap sampel setelah tumbukan (J)
A : Luas penampang lintang sampel (m2)
2.8.2.2Pengujian Kuat Lentur
Pengujian kekuatan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap
pembebanan pada tiga titik lentur. Pengujian kekuatan lentur ini juga bertujuan untuk
mengetahui sifat keelastisan suatu bahan. Pada permukaan bagian atas yng dibebani akan
tejadi komresi, sedangkan pada bagian permukaan bawah akan terjadi tarikan.
Pada pengujian ini pembebanan yang diberikan adalah tegak lurus terhadap arah
sampel dengan tiga titik lentur. Pada pengujian ini bila diberi beban maka permukaan bawah
akan memanjang dan terjadi pelengkungan sampek akibat regangan tarik dan regangan tekan.
Besarnya pelengkungan pada titik tengah sampel dinamakan defleksi. (Syahfitri, N. 2013)
Gambar 2.2 Skematis pengujian kekuatan lentur
Pengukuran kekuatan uji letur menggunakan standar ASTM C 31-91. Kuat lentur beton dapat
d : Tebal sampel uji (m)
2.8.3 Analisis Mikrostruktur
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop electron yang banyak
digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan kerena memiliki
kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simple dan mudah, kapabilitas
tampilan yang bagus serta fleksibel. SEM digunakan pada sampel yang tebal dan
memungkinkan untuk analisis permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan
dipantulkan dan didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk
pola – pola difraksi. Pola – pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan
ukuran sel satuan dari sampel. SEM juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data – data
kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa.
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang
didesain untuk menyelidiki permukaan dari objek solid secara langsung. SEM memiliki
perbesaran 10 – 3000000x, lebar permukaan 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm.
Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik,
kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak
digunakan untuk keperluan penelitian dan industri. Adapun fungsi utama dari SEM antara
lain dapat digunakan untuk mengetahui informasi-informasi mengenai:
- Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan cahaya, dan sebagainya).
- Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan, cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya).
- Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek (titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya).
- Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya).
(Prasetyo, 2011).
Energi dispersif spektroskopi sinar-X (EDS atau EDX) adalah sebuah teknik analisis
yang digunakan untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini adalah salah satu
melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi, menganalisis sinar-X yang
dipancarkan oleh materi dalam menanggapi pukulan dengan partikel bermuatan.
Hampir sama dengan SEM hanya saja pada SEM EDX merupakan dua perangkat
analisis yang digabungkan menjadi satu panel analitis sehingga mempermudah proses analitis
dan lebih efisien. Pada dasarnya SEM EDX merupakan pengembangan SEM. Analisa SEM
EDX dilakukan untuk memproleh gambaran permukaan atau fitur material dengan resolusi
yang sangat tinggi hingga memperoleh suatu tampilan dari permukaan sampel yang
kemudian di komputasikan dengan software untuk menganalisis komponen materialnya baik
dari kuantitatif mau pun dari kualitalitatifnya. Daftar berikut ini merangkum fungsi yang
berkontribusi pada operabilitas luar biasa dari SEM-EDX.
1. Menu Fungsi ini digunakan untuk mengatur secara bersamaan, menyimpan, dan
mengingat parameter untuk analisis SEM dan EDX.
2. Kondisi pengukuran EDX dapat diatur dari Unit SEM (Spektral pengukuran, multi-titik
pengukuran, pemetaan, tampilan menganalisis elemen pada SEM monitor).
3. Image data yang diperoleh dengan SEM dapat digunakan sebagai data dasar untuk EDX.
4. Menetapkan kondisi untuk unit SEM secara otomatis dipindahkan ke unit EDX. (
Rahmat, 2010).
2.8.3.1Prinsip Kerja SEM-EDX
Prinsip kerja SEM yaitu bermula dari electron beam yang dihasilkan oleh sebuah filamen
pada electron gun. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun
dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda.Tegangan diberikan
kepada lilitan yang mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk
gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda. Kemudian electron beam
difokuskan ke suatu titik pada permukaan sampel dengan menggunakan dua buah condenser
lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa objektif) memfokuskan beam
dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-20 nm. Hamburan elektron, baik
Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel akan
Gambar 2.3 Mekanisme kerja SEM
SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap hamburan
elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektor-detektor tersebut antara
lain:
- Detektor EDX, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai komposisi sampel pada skala mikro.
- Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai nomor atom dan topografi.
- Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai topografi.
2.8.3.2Kelebihan dan Kelemahan SEM: Adapun kelebihan SEM yaitu:
- Preparasi sampel cepat dan sederhana - Ukuran sampel yang relatif besar
- Rentang perbesaran yang luas: 3 kali sampai 150.000 kali
Sedangkan kelemahan SEM yaitu:
2.9Syarat Mutu Beton Menurut Standar Nasional Indonesia
Menurut SNI 03-0691-1996, standar mutu yang harus dipenuhi oleh paving block adalah
sebagai berikut :
1) Sifat tampak paving block, harus mempunyai permukaan yang rata, tidak terdapat
retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari
tangan.
2) Ukuran paving block harus mempunyai tebal minimum 60 mm dengan toleransi +8%.
3) Paving block untuk lantai apabila diuji dengan natrium sulfat tidak boleh cacat dan
kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%.
4) Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik seperti yang ditunjukkan pada
tabel berikut.
Tabel 2.2. Persyaratan Mutu Setiap Jenis Bata Beton Menurut SNI 03-0691-1996
Mutu
Rata-rata Minimum Rata-rata Minimum Rata-rata Maks(%)
A 400 350 0,009 0,103 3
B 200 170 0,130 1,149 6
C 150 125 0,160 1,184 8
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa perkembangan di era globalisasi ini negara Indonesia tidak hanya mulai
berbenah diri pada keadaan sektor ekonomi dan politik tetapi Indonesia juga mulai
mengalami perkembangan yang pesat pada sektor pembangunan.Hal tersebut dapat kita
lihat pada jumlah bangunan yang berdiri tegak kokoh dan bahkan memiliki puluhan
lantai, baik itu bangunan hotel, apartemen, sekolah, mall hingga gedung perkantoran.
Dengan semakin majunya zaman, perkembangan infrastruktur dalam industri
konstruksi juga ikut mengalami perkembangan, sebagaimana yang kita ketahui dahulunya
nenek moyang kita menggunakan perekat dinding hanya menggunakan putih telur saja
dan hingga saat ini kita dapat menggunakan berbagai macam ragam bahan bangunan
yang dapat kita gunakan seperti semen dan beton.
Beton adalah batu buatan dan bahan lain yang terdiri dari semen, pasir, dan
kerikil/split dengan perbandingan tertentu yang bila diaduk dan dicampur dengan air
kemudian dimasukkan kedalam suatu cetakan akan mengikat, mengering, dan mengeras
dengan baik setelah beberapa lama. (Adiyono. 2008)
Beton merupakan suatu bahan konstruksi yang banyak digunakan pada pekerjaan
struktur bangunan di Indonesia karena banyak keuntungan yang diberikan diantaranya
adalah bahan-bahan pembentuknya mudah diperoleh dan mudah dibentuk.Beton pada
dasarnya terbentuk dari campuran agregat halus, agregat kasar, semen dan air atau tanpa
bahan campuran tambahan dengan suatu perbandingan tertentu.
Beberapa usaha yang telah dikembangkan di negara maju dan masih berlangsung
untuk mereduksi penggunaan semen dalam rangka mengantisipasi pemanasan global
diantaranya adalah dengan memanfaatkan polimer sebagai bahan perekat pengganti
semen sehingga dihasilkan beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi dan dalam waktu