• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU BAN DALAM BEKAS, HDPE, AGREGAT, DAN ASPAL DENGAN PEREKAT RESIN EPOKSI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU BAN DALAM BEKAS, HDPE, AGREGAT, DAN ASPAL DENGAN PEREKAT RESIN EPOKSI SKRIPSI"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU BAN DALAM BEKAS, HDPE, AGREGAT,

DAN ASPAL DENGAN PEREKAT RESIN EPOKSI

SKRIPSI

NOVITA SYAHFITRI 080801017

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU BAN DALAM BEKAS, HDPE, AGREGAT,

DAN ASPAL DENGAN PEREKAT RESIN EPOKSI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NOVITA SYAHFITRI 080801017

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Analisis dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbahan Baku Ban Dalam Bekas, HDPE, Agregat dan Aspal dengan Perekat Resin Epoksi

Kategori : Skripsi

Nama : Novita Syahfitri

Nomor Induk Mahasiswa : 080801017

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika

Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara Diluluskan di

Medan, Oktober 2013 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Syahrul Humaidi M.Sc Drs. Kurnia Sembiring, MS NIP.196506171993031009 NIP.1958010311986011001 Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang NIP. 1955103019800331003

(4)

PERNYATAAN

ANALISIS DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU BAN DALAM BEKAS, HDPE, AGREGAT DAN ASPAL DENGAN

PEREKAT RESIN EPOKSI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2013

NOVITA SYAHFITRI 080801017

(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul : “Analisis Dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbahan Baku Ban Dalam Bekas, HDPE, Agregat Dan Aspal Dengan Perekat Resin Epoksi’’.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Drs. Kurnia Sembiring, MS dan Drs. Syahrul Humaidi M.Sc selaku dosen pembimbing I dan II yang selalu bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis. Drs.

Perdinan Sinuhaji, MS dan Drs. Aditia Warman, M.Si yang telah banyak memberi masukan. Seluruh Dosen dan Staf pengajar FMIPA USU dan seluruh teman- teman angkatan 2008 yang selalu memberikan motivasi dan nasehat untuk penulis Dan tidak lupa ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Ibunda dan Ayahanda tersayang, adik dan seluruh keluarga terimakasih atas doa, perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

Dan seluruh keluarga besar yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu terima kasih atas motivasi, dukungan dan perhatiannya. Semoga ALLAH SWT akan membalasnya.

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pembuatan dan karakterisasi genteng polimer yang terbuat dari campuran ban dalam bekas, High Density Polyethylene (HDPE), agregat, aspal dan resin epoksi. Dengan variasi campuran Ban Dalam Bekas dan aspal sebagai variabel tetap, High Density Polyethylene (HDPE) dan agregat sebagai variable bebas dengan komposisi (15:60)10-3Kg, (20:55)10-3Kg, (25:50)10-3Kg, (30:45)10-3Kg, (35:40)10-3Kg, (40:35)10-3Kg, (45:30)10-3Kg, (50:25)10-3Kg, (55:20)10-3Kg dan (60:15) 10-3Kg. Kemudian ditambahkan resin epoksi 10(10-3Kg). Kemudian dipress pada Hot Compressor dengan suhu pemanasan 150oC dalam waktu 15 menit. Sifat-sifat genteng polimer yang diuji meliputi sifat fisis dan mekanik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campuran yang optimum adalah berupa campuran agregat dan HDPE dengan perbandingan komposisi (60:15)10-3Kg yang memberikan daya serap air dan mekanik yang baik dengan penambahan 5 (10-3Kg) aspal sebagai penahan air dan sebagai perekatnya menggunakan resin epoksi 10 (10-3Kg).

Kata kunci : Ban dalam bekas, HDPE, agregat, aspal dan resin epoksi

(7)

ANALYSIS AND CHARACTERIZATION OF POLYMER TILE MADE FROM TIRE SCRAP, HDPE, AGGREGATE AND ASPHALT WITH EPOXY RESIN

ADHESIVE

ABSTRACT

Has done research and characterization of polymer tiles are made from a mixture of polymer tile raw material in the former tire, High Density Polyethylene (HDPE), aggregate, asphalt and epoxy resin. With variation in the mix of tires and asphalt former as fixed variables, HDPE and aggregate as independent variables with the composition of (15:60)10-3Kg, (20:55)10-3Kg, (25:50)10-3Kg, (30:45)10-

3Kg, (35:40)10-3Kg, (40:35)10-3Kg, (45:30)10-3Kg, (50:25)10-3Kg, (55:20)10-3Kg and (60:15)10-3Kg. The added epoxy resin 10 (10-3Kg). Later then of pressure at Hot Compressor with the warm-up temperature 150oC during 15 minute. Tile properties of the polymer in the best that in cludes physical and mechanical properties. The results indicate that the optimum mixture is a mixture of aggregate and HDPE with a (60:15)10-3Kg composition ratio provides water absorption and good mechanical reply with the addition of 5 (10-3Kg) asphalt as water retention and the use of epoxy resin adhesive 10 (10-3Kg).

Keyword : TIRE scrap, HDPE, aggregate, asphalt and epoxy resin .

(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Grafik xi

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Sistematika Penulisan 6

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Genteng 7

2.1.1 Atap Sirap 7

2.1.2 Genteng Tanah Liat Tradisional 7

2.1.3 Genteng Keramik 8

2.1.4 Genteng Beton 8

2.1.5 Genteng Metal 9

2.2 Polimer dan Genteng Polimer 9

2.2.1 Polimer 9

2.2.2 Genteng Polimer 9

2.3 Ban Dalam Bekas 10

2.4 High Density Polyethylene (HDPE) 11

2.4.1 Sifat-sifat HDPE 12

2.5 Aspal 12

2.5.1 Sifat-sifat Aspal 14

2.5.2 Jenis-jenis Aspal 14

2.5.2.1 Aspal Alam 14

2.5.2.2 Aspal Minyak 15

2.5.3 Fungsi Aspal dalam paduan material 16

2.6 Agregat 16

2.6.1 Jenis-jenis Agregat 17

2.6.1.1 Agregat Kasar 17

2.6.1.2 Agregat Halus 17

2.6.1.3 Agregat Alam 17

2.6.1.4 Agregat Buatan 18

(9)

vii

2.7 Resin Epoksi 18

2.8 Katalis 21

2.9 Pengujian Sampel 23

2.9.1 Pengujian Fisis 23

2.9.1.1 Pengujian Porositas 23

2.9.1.2 Pengujian Daya Serap Air 24

2.9.2 Pengujian Mekanik 24

2.9.2.1 Pengujian Impak 25

2.9.2.2 Pengujian Kekuatan Lentur 26

2.9.3 DTA (Differential Thermal Analysis) 27

2.10 Syarat Mutu Genteng Menurut Standar Nasional Indonesia 29 BAB III Metodelogi Penelitian

3.1 Tempat Penelitian 30

3.2 Peralatan dan Bahan 30

3.2.1 Peralatan 30

3.2.2 Bahan-bahan 31

3.3. Prosedur Penelitian 31

3.3.1 Preparasi Ban Dalam Bekas, HDPE, dan agregat 31

3.3.2 Proses pembuatan Genteng polimer 32

3.3.3 Pencetakan Sampel 33

3.4 Diagram Alir 34

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil 35

4.1.1 Hasil Pengujian Daya Serap Air 35

4.1.2 Hasil Pengujian Porositas 36

4.1.3 Hasil Pengujian Kuat Impak (Is) 37

4.1.4 Hasil Pengujian Kuat Lentur (UFS) 38

4.2 Pembahasan 39

4.2.1 Analisis Pengujian Daya Serap Air 39

4.2.2 Analisis Pengujian porositas 40

4.2.3 Analisis Pengujian Kuat Impak 41

4.2.4 Analisis Pengujian Kuat Lentur (UFS) 42

4.2.5 Analisis Pengujian DTA 43

Bab V Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 49

Daftar pustaka 50

Lampiran I, II, II

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Komposisi Bahan 33

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Daya Serap Air 36

Tabel 4.2 Tabel Pengujian Porositas 37

Tabel 4.3 Tabel Pengujian Kuat Impak 38

Tabel 4.4 Tabel Pengujian Kuat Lentur 39

Tabel 4.6 Sifat Pengujian Komposisi Campuran Variasi HDPE 47 banding agregat (60:15)

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak Dengan Benda Uji Charpy 25

2.2 Skematis Pengujian Kekuatan Lentur 27

3.1 Ukuran Sampel Genteng Polimer 33

3.2 Diagram Alir 34

(12)

xi

DAFTAR GRAFIK

Halaman 4.1 Hubungan Massa Sampel dan Nilai Uji Daya Serap Air 40 4.2 Hubungan Massa Sampel dan Nilai Uji Porositas 41

4.3 Hubungan Massa Sampel dan Nilai Uji Impak 42

4.4 Hubungan Massa Sampel dan Nilai Uji Kuat Lentur 43

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin meningkatnya kebutuhan pembangunan gedung-gedung dan perumahan saat ini menyebabkan kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula.

Kita ketahui bahwa dalam suatu bangunan biasanya terdiri dari pondasi bangunan, dinding bangunan yang biasanya terbuat dari kayu ataupun beton serta atap yang biasanya terbuat dari tanah ataupun seng.

Rumah sebagai tempat tinggal merupakan kebutuhan primer setelah makanan dan pakaian. Secara fisik rumah di Indonesia memiliki bagian dinding, atap, pintu, jendela, dan lantai yang didesain sesuai iklim di negara tropis. Adanya dua musim yakni penghujan dan kemarau mengharuskan bentuk atap yang tahan terhadap kedua cuaca tersebut. Di Indonesia atap rumah kebanyakan terbuat dari genteng tanah. Material ini selain tahan terhadap cuaca, juga ringan, kuat dan lebih ekonomis dalam perawatan. (Aryadi, Y, 2010).

Dengan peningkatan pembangunan rumah maka permintaan genteng untuk atap rumah juga semakin meningkat. Perkembangan teknologi juga telah diterapkan pada bahan pembuatan genteng, yang dulunya hanya terbuat dari tanah liat sekarang sudah terbuat dari keramik, metal, beton dan polimer. Pemakaian genteng polimer pada saat sekarang ini sedang berkembang karena memiliki beberapa keunggulan antara lain sangat fleksibel dan ringan serta mudah dipasang. Penggunaan genteng polimer yang ringan diharapkan bisa membuat hunian tahan gempa mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang termasuk wilayah yang beresiko tinggi mengalami fenomena gempa bumi.

Telah banyak peneliti yang melakukan penelitian guna mendapatkan genteng polimer yang amat bagus yang bisa diaplikasikan pada atap suatu bangunan. Misalnya hasil penelitian (Sa-Ad Riyajan dan kawan-kawan 2011) yang membuat komposit polimer dengan campuran Natural Rubber Glove

(14)

waste/polystyrene foam waste/ cellulose. Serta (Ismatul Husna 2011) yang membuat genteng polimer dengan pemanfaatan serbuk ban bekas, styrofoam dan campuran aspal. Serta (Asnawi 2011) yang membuat genteng dari pemanfaatan LDPE (Low-density polyethilen) bekas, aspal iran dan agregat pasir halus. Maka dari itu muncul ide untuk melakukan pembuatan genteng polimer dengan pemanfaatan limbah.

Penggunaan limbah menjadi bahan dasar yang dapat menghasilkan suatu produk bermanfaat sehingga penggunaan sumber daya alam dapat ditekan seminimal mungkin, sampai saat ini merupakan keinginan pihak pengusaha, pemerintah, dan peneliti. Dengan dapat diubahnya limbah menjadi bahan dasar yang bermanfaat merupakan salah satu cara untuk tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Ban dalam bekas yang ada merupakan sisa dari kendaraan bermotor yang tidak terpakai. Seperti yang kita ketahui bahwa ban dalam bekas merupakan limbah anorganik yang sangat sulit teruaikan sehingga menjadi masalah lingkungan yang harus segera ditangani dengan baik. Maka dari itu diperlukan kreasi baru yang nantinya dapat memperoleh hasil baru dengan pemanfaatan ban dalam bekas tersebut.

Ban bekas bersifat sangat stabil dan merupakan suatu polimer berantai panjang. Beberapa karakteristik dari ban bekas yaitu stabilitasnya dan sifatnya yang tahan lama dan sangat menarik dan kelayakannya selama pemakaian, yang memberikan suatu perlawanan selama pemakaiannya. Faktanya adalah ban bekas merupakan suatu polimer thermoset yang berarti sulit untuk meleleh atau sulit untuk di uraikan menjadi komponen-komponen penyusunnya. Ban bekas bersifat tahan lama terhadap degradasi biologi (Liang, L, 2004).

Untuk itu diperlukan kreasi baru dalam pemanfaatan ban dalam bekas guna mengurangi pencemaran lingkungan. Maka dari itu hendak dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai pemanfaatan ban dalam bekas sebagai upaya pengolahan kembali ban dalam bekas untuk bahan pembuatan genteng polimer.

(15)

Kelompok polyethylene yang merupakan suatu resin polimer plastik termoplast salah satunya adalah High Density Polyethile (HDPE). High Density Polyethile (HDPE dibuat melalui polimerisasi ethylene dengan penambahan berbagai metal,dan dihasilkan polimer polyethylene yang tersusun hampir sebagaian besar polimer polimer linier. Bentuknya yang linier menghasilkan sifat bahan yang bersifat kuat, rapat dan strukturnya mudah diatur. Kemasan oli adalah jenis plastik yang tergolong ke dalam jenis HDPE. Sehingga peneliti ingin meneliti kemasan oli bekas sebagai bahan utama dalam pembuatan genteng polimer. Penggunaan kemasan oli bekas dimaksudkan untuk memberi daya rekat yang baik antara bahan dalam campuran karena HDPE merupakan suatu resin polimer plastik termoplast.

Aspal akan dipakai sebagai zat adhesif yang merekatkan campuran pada pembuatan genteng polimer ini. Aspal merupakan salah satu zat adhesif dari senyawa hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis.

Agregat adalah unsur bangunan yang paling utama untuk membangun sebuah bangunan. Agregat dibedakan menjadi dua yakni agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil/batu pecah). Agregat halus biasanya terdiri dari butir-butir tajam dan keras serta tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur melampaui 5 %, sehingga agregat halus harus dicuci. Bahan organik yang terkandung di dalam agregat pasir halus tidak dapat terlalu banyak, hal ini dapat dilihat dari warna agregat halus.

Agregat merupakan material tambahan yang berfungsi sebagai penguat.

Pasir adalah salah satu jenis agregat halus yang keberadaannya mudah diperoleh dan murah. Oleh karena itu agregat halus seperti pasir ini berguna sebagai bahan penguat dalam pembuatan genteng polimer.

Dari uraian di atas maka peneliti ingin membuat genteng menggunakan limbah ban dalam bekas dan high density polyethylene (HDPE) sebagai bahan dasar dan pasir sebagai agregat, aspal dan resin epoksi sebagai zat perekat.

Kemudian dilakukan analisis terhadap genteng tersebut. Maka diharapkan genteng polimer yang akan dibuat memiliki kualitas yang baik dan tahan lama.

(16)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah campuran antara ban dalam bekas dan High Density Polyethylene (HDPE) , aspal dan pasir halus, dapat bercampur secara sempurna dengan bantuan perekat resin epoksi.

2. Bagaimana sifat mekanik dan fisik dalam campuran bahan-bahan tersebut.

3. Ingin mengetahui campuran yang bagus untuk menghasilkan genteng polimer dengan karakterisasi yang baik.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut:

1. Bahan yang digunakan dalam campuran pembuatan genteng polimer adalah menggunakan ban dalam bekas dan HDPE.

2. High density polyethylene (HDPE) yang digunakan adalah limbah kemasan oli.

3. Aspal yang digunakan adalah aspal dengan tipe 60/70.

4. Pasir yang befungsi sebagai agregat dengan jenis pasir halus.

5. Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Variabel tetap: Aspal 5%, High density polyethylene (HDPE) 10%.

Variabel bebas : Pasir dan ban dalam bekas yang divariasikan [(60:15)% ; (55:20)% ; (50:25)% ; (45:30)% ; (40:35)% ; (35:40)% ; (30:45)% ; (25:50)% ; (20:55)% dan (15:60)%] dari total campuran.

(17)

1.4 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui persentase terbaik dari campuran aspal, pasir, ban dalam bekas dan High density polyethylene (HDPE) untuk mendapatkan kualitas genteng polimer yang baik.

2. Untuk melakukan studi pembuatan genteng polimer dengan campuran ban dalam bekas, High density polyethylene (HDPE), aspal dan agregat pasir halus untuk pembuatan genteng polimer.

3. Untuk mengetahui karakteristik dan sifat fisis dan mekanik dari genteng polimer tersebut.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memanfaatkan ban dalam bekas dan High density polyethylene (HDPE) dengan menggunakan kembali sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta mengatasi masalah lingkungan.

2. Diharapkan produk genteng polimer ini dapat menghasilkan kualitas yang lebih bermutu.

3. Dapat menambah wawasan tentang pengembangan ilmu material khususnya dalam pembuatan genteng polimer.

(18)

1.6 Sistematika penulisan

Sistematika Penulisan pada masing-masing bab adalah :

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodelogi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian dan prosedur penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genteng

Genteng berfungsi melindungi terutama terhadap guyuran air hujan. Tergantung atas sifat alami bangunan, atap itu bisa juga melindungi terhadap panas cahaya matahari, dingin dan angin.

Genteng harus memiliki sifat mekanis, fisis maupun termal yang baik karena genteng merupakan salah satu komponen penting pembangunan perumahan yang memiliki fungsi untuk melindungi rumah dari suhu, hujan maupun fungsi lainnya. Agar kualitas genteng optimal, maka daya serap air harus seminimal mungkin, agar kebocoran dapat diminimalisir. Ada berbagai jenis genteng yang dikenal secara umum genteng beton, genteng metal, dan genteng keramik. Keunggulan genteng tanah liat (lempung) selain murah, bahan ini tahan segala cuaca, dan lebih ringan dibanding genteng beton. Sedangkan kelemahannya, genteng ini bisa pecah karena kejatuhan benda atau menerima beban tekanan yang besar melebihi kapasitasnya. (Aryadi, Y.2010).

Berikut ini merupakan jenis genteng yang sekarang populer digunakan : 2.1.1 Atap Sirap

Penutup atap yang terbuat dari kepingan tipis kayu ulin ini umur kerjanya tergantung keadaan lingkungan, kualitas kayu besi yang digunakan dan besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini bertahan antara 25 tahun hingga selamanya.

2.1.2 Genteng Tanah Liat Tradisional

Tanah liat ini banyak dipergunakan umumnya pada rumah. Genteng yang terbuat dari tanah liat dan kemudian dipress lalu dibakar memiliki kekuatan yang cukup bagus. Genteng tanah liat membutuhkan rangka untuk pemasangannya. Genteng

(20)

dipasang pada atap miring. Warna dan penampilan genteng ini akan berubah seiring waktu yang berjalan.

2.1.3. Genteng Keramik

Bahan dasarnya tetap keramik yang berasal dari tanah liat. Genteng keramik ialah unsur bangunan yang dipergunakan sebagai atap yang dibuat dari tanah liat dengan atau tanpa dicampur dengan bahan lain dan dibakar sampai suhu cukup tinggi. Umur genteng keramik ini bisa 20-50 tahun. Aplikasinya sangat cocok untuk hunian modern di perkotaan. Keunggulan genteng keramik diantaranya : Genteng keramik terlihat mengkilap. Lapisan glazur pada proses finishing yang membuat genteng terlihat mengkilap. Genteng keramik lebih anti-bocor dan tidak mudah lepas. Genteng keramik lebih berusia lama. Selain memiliki keunggulan, genteng keramik juga memiliki kelemahan yaitu : 1. Genteng keramik berharga lebih mahal. 2. Genteng keramik berbobot lebih berat sehingga memerlukan konstruksi kayu ataupun baja ringan yang lebih kuat.

http://www.propertykita.com/artikel/Bahan_Bangunan/5_Keunggulan_Genteng_

Keramik-418

2.1.4. Genteng Beton

Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan genteng tanah tradisional, hanya bahan dasarnya adalah campuran semen dan pasir kasar, kemudian diberi lapisan tipis yang berfungsi sebagai pewarna dan kedap air. Sebenarnya atap ini bisa bertahan hampir selamanya, tetapi lapisan pelindungnya hanya akan bertahan antara 30 tahun hingga 40 tahun.

Pembuatan genteng beton dilakukan dengan cara mencampur pasir dan semen ditambah air, kemudian diaduk sampai homogen lalu dicetak. Selain semen dan pasir, sebagai bahan susun genteng beton dapat juga ditambahkan kapur.

Pembuatan genteng beton dapat dilakukan dengan 2 cara sederhana yaitu secara manual (tanpa dipres) dan secara mekanik (dipres).

(21)

2.1.5. Genteng Metal

Hampir serupa dengan seng, bentuk genteng metal adalah berupa lembaran.

Genteng ini dipasang pada rangka atap, menggunakan sekrup. Pemasangannya tidak jauh berbeda dengan genteng tanah liat hanya ukurannya saja yang lebih besar. Genteng metal memiliki beberapa keuntungan yaitu karena overlapnya maka tempias kecil dan sifatnya yang ringan dibanding dengan genteng keramik dan genteng beton.

http://www.propertykita.com/artikel/Bahan_Bangunan/5_Keunggulan_Genteng_

Keramik-418

2.2 Polimer dan Genteng Polimer 2.2.1 Polimer

Polimer yang biasanya dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah plastik, serat, film dan sebagainya alasannya karena memiliki berat molekul yang besar, mempunyai struktur dan sifat yang rumit yang disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang lebih besar dibandingkan senyawa yang berat atomnya rendah.

Umumnya polimer dibangun oleh satuan struktur yang tersusun secara berulang diikat oleh gaya tarik-menarik yang disebut ikatan kovalen, dimana ikatan setiap atom dari pasangan menyumbangkan satu elektron untuk membentuk sepasang elektron.

2.2.2 Genteng Polimer

Genteng berbasis polimer merupakan suatu alternatif pengganti genteng yang kita kenal selama ini. Secara keseluruhan genteng polimer mempunyai beberapa keunggulan seperti ringan, kuat dan ekonomis serta menggunakan bahan alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi (Batan, 2009).

Keuntungan dari genteng polimer ini yaitu 1. Ramah lingkungan

2. Tahan lama

3. Pemeliharaannya mudah dan fleksibel

(22)

Menurut sistemnya genteng ini memiliki struktur polimer khusus yang meningkatkan fleksibelitas. Kekuatan tarik produk meningkat karena usia pembuatan lapisan lebih kuat dan lebih tahan lama untuk menyediakan produk dengan kinerja yang sangat baik. (Lukeymo,2011).

2.3 Ban Dalam Bekas

Ban merupakan suatu bagian dari elemen terpenting dalam suatu kendaraan. Lebih dari setengah karet alam dan karet sintetis di dunia digunakan dalam industri ban.

Ban merupakan bahan buangan sisa roda. Ban roda dihasilkan dari beberapa komponen-komponen yang terpisah, seperti dawai dan kabel, sabuk- sabuk, dan komponen-komponen yang berbeda mempunyai komposisi-komposisi karet yang berbeda. Karet ban bukanlah murni, terdiri dari berbagai campuran, campuran itu terdiri dari elastomer-elastomer dan berbagai bahan tambahan.

Bahan tambahan ini dapat digolongkan sebagai bahan, pengisi atau pencampur, bahan pelunak, warna pigmen-pigmen dan organik.

Sifat bahan yang dimiliki oleh ban diantaranya fleksibilitas, hambatan ampelas tinggi dan sifat tak tembus baik ke udara yang dimasukkan. Kemampuan ini memastikan bahwa ban roda melaksanakan bermacam fungsi-fungsi di bawah kondisi-kondisi yang parah, sulit, keras dan berat. Sifat-sifat khusus ini menuntut teknologi pencampuran karet canggih dan persentase pencampuran tepat, yang sebaliknya menghasilkan limbah pembuangan lebih hebat (Liang, L. 2004)

Polimer karet yang ada pada ban bekas kendaraan telah digunakan sebagai aditif untuk meningkatkan kekuatan ikatan aspal dengan agregat. Ini berarti sekaligus juga memecahkan masalah lingkungan, ban bekas tidak dibakar percuma. Berkaitan dengan isu lingkungan, beberapa negara sudah menjalankan daur ulang aspal, jalan aspal yang rusak tidak ditambal dengan aspal baru tetapi dengan daur ulang aspal (Ismunandar, 2006).

Ban bekas bersifat sangat stabil. Beberapa karakteristik dari ban bekas yaitu stabilitasnya dan sifatnya yang tahan lama, yang sangat menarik, dan kelayakannya selama pemakaiannya. Faktanya adalah bahwa ban bekas

(23)

merupakan suatu polimer termoset yang berarti sulit untuk meleleh atau sulit diuraikan menjadi komponen penyusunnya (Liang, L, 2004).

Dalam daur ulang ban bekas, banyak sekali metoda yang dicoba baru-baru ini, terutama terhadap alternatif temuan teknologi yang bersifat lebih ekonomis dan lebih banyak sumber daya konservatif. Metoda hemat untuk memperoleh kembali bahan-bahan yang berharga dari bermacam-macam bahan yang berbasis polimer. Metoda pendaur-ulangan ini dapat diterapkan tetapi tidak terbatas pada ban roda sisa saja, bisa juga plastik, dan sejumlah produk-produk polimer yang berbeda atau campuran-campuran kompleks (Ediputra, 2010).

2.4 High Density Polyetethelene (HDPE)

HDPE merupakan jenis polyethylene yang mempunyai kerapatan tinggi. HDPE lebih keras, lebih kuat dan lebih berat dari Low Density Polyethylene (LDPE), tetapi kurang bisa diperpanjang. HDPE merupakan salah satu bahan plastik yang sedikit lebih aman untuk digunakan karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan HDPE dengan makanan atau minuman yang dikemas dengan plastik jenis ini. Walau begitu, plastik jenis ini direkomendasikan hanya untuk sekali pakai.

Polietilena adalah salah satu dari poliolefin yang paling banyak digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan berbagai jenis peralatan rumah tangga dan kemasan makanan maupun minuman. Pemanfaatannya yang sangat luas dimungkinkan karena polimer ini memiliki banyak sifat-sifat yang bermanfaat antara lain daya tahan terhadap zat kimia dan benturan yang baik, mudah dibentuk dan dicetak, ringan dan harganya murah.

Di samping mudah dibentuk dan di cetak, namun pemanfaatan polietilena tersebut terbatasi dalam beberapa bidang aplikasinya seperti perekatan, pengecatan dan pencetakan. Untuk meningkatkan kesesuaian sifatnya (compability), salah satu cara yang sudah dikembangkan adalah dengan memodifikasi permukaan polietilena agar dapat berinteraksi dengan bahan lain sehingga memenuhi persyaratan sesuai dengan peruntukan.

(24)

HDPE merupakan kantong plastik berwarna yang sering digunakan sebagai kemasan makanan. Namun demi keamanannya, BPOM menyarankan untuk tidak menggunakan kantong plastik atau plastik kresek berwarna (terutama hitam) sebagai bahan pengemas makanan siap saji, karena tidak diketahui pasti riwayat penggunaan plastik sebelumnya dan bahan kimia yang digunakan ketika proses daur ulang. Dikhawatirkan penggunaan kantung plastik tersebut sebelum didaur ulang adalah sebagai pengemas bahan kimia beracun, seperti pestisida, logam berat dan lain-lain.

2.4.1 Sifat-sifat HDPE

High Density Polyethylene adalah senyawa termoplastik dari atom karbon yang bergabung menghasilkan berat molekul yang tinggi. Gas metana diubah menjadi etilen, kemudian dengan aplikasi panas dan tekanan diubah lagi menjadi polietilen.

Empat material termoplastik yang paling sering dipakai untuk pembuatan pipa adalah HDPE, PVC, ABS dan PP. Dari semuaya, HDPE memiliki ketahanan kimia yang paling baik. Sifat HDPE yang inert dan fleksibel menghasilkan ketahanan korosi yang tinggi.

Berdasarkan hal-hal di atas maka HDPE memiliki keuntungan sebagai berikut:

1. Toughness bagus 2. Strength kuat 3. Chemical-resistance 4. Heat-resistance 5. Harga rendah 6. Pemrosesan mudah

7. Recycleable (dapat di daur ulang)

http://www.scribd.com/doc/6646896/High-Density-Polyethylene-2 2.5 Aspal

Bitumen adalah zat perekat (cementitious) berwarna hitam atau gelap, yang dapat diperoleh di alam ataupun sebagai hasil produksi. Bitumen terutama mengandung senyawa hidrokarbon seperti aspal , tar, atau pitch. Aspal adalah suatu unsur dari

(25)

minyak bumi paling kasar yang bukan hasil proses utama dalam distilasi minyak bumi. Tetapi merupakan residu dari minyak mentah.

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.

(Sukirman,S, 2003).

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi. Tar adalah material berwarna coklat atau hitam, berbentuk cair atau semipadat, dengan unsur utama bitumen sebagai hasil kondensat dalam destilasi destruktif dari batubara, minyak bumi atau material organik ainnya. Pitch didefinisikan sebagai material perekat (cementitious) padat, berwarna hitam atau coklat tua, yang berbentuk cair jika dipanaskan. Tar dan pitch tidak diperoleh di alam, tetapi merupakan produk kimiawi. Dari ketiga material tersebut, aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Aspal terbuat dari minyak mentah melalui proses penyulingan atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang ditemukan bersama sama material lain.

( The Blue Book-Building & Construction, 2009)

Aspal dapat digunakan di dalam bermacam produk - produk, termasuk:

a. Jalan aspal,

b. Dasar pondasi dan subdasar,

c. Dinding untuk lubang di jalanan, trotoar kaki lima, jalan untuk mobil, lereng- lereng, jembatan-jembatan, dan bidang parkir,

d. Tambalan lubang di jalanan, e. Jalan dan penutup tanah,

f. Atap bangunan, dan Minyak bakar

(26)

2.5.1 Sifat – Sifat Aspal

Aspal merupakan suatu bahan/material yang bersifat padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif). Aspal dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350oC dibawah tekanan atmosfer untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah) dan gas oil (Wignall,A, 2003).

Aspal adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair, sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada penguranga suhu. Namun demikian, perilaku/respon material aspal tersebut terhadap suhu dan prinsipnya membentuk suatu spektrum/beragam, tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunnya.

Aspal adalah material penting dalam perkerasan lentur karena dapat merekatkan (bersifat sebagai perekat), mengisi rongga (sebagai filter) dan memiliki sifat kedap air (waterproof). Penggunaan aspal sebagai material perkerasan jalan cukup luas, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi, lapis aus, maupun lapis penutup.(Sulaksono, 2001)

2.5.2 Jenis-Jenis Aspal

Secara umum aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut :

2.5.2.1 Aspal Alam

Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal di Pulau Buton yang disebut dengan Asbuton. Asbuton merupakan batu yang mengandung aspal.

Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan. Karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka asbuton mulai diproduksi dalam berbagai bentuk di pabrik pengolahan asbuton. Asbuton merupakan

(27)

material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar bitumen yang di kandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi.

2.5.2.2 Aspal minyak

Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil yang banyak mengandung aspal, paraffin base crude oil yang banyak mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung campuran antara parafin dan aspal. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.

Residu aspal berbentuk padat, tetapi dapat pula berbentuk cair atau emulsi pada temperatur ruang. Jadi, jika dilihat bentuknya pada temperatur ruang, maka aspal dibedakan atas beberapa bagian, yaitu

1. Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan mencair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen aspal (asphalt cement). Oleh karena itu, semen aspal harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat.

2. Aspal cair (asphalt cut-back) yaitu aspal yang berbntuk cair pada suhu ruang.

Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar.

Bahan pencair membedakan aspal cair menjadi tiga bagian, yaitu Slow Curing dengan bahan pencair solar, Medium Curing dengan bahan pencair minyak tanah, dan Rapid Curing dengan bahan pencair bensin.

3. Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%) dengan air (35%-45%) dan bahan pengemulsi 1% sampai 2% yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi ini lebih cair daripada aspal emulsi. Dimana dalam aspal emulsi, butir- butir aspal larut dalam air. Untuk menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik. Aspal emulsi dapat dibedakan berdasarkan muatan listriknya, antara lain yaitu aspal emulsi anionik atau disebut juga dengan emulsi alkali, aspal emulsi kationik atau disebut dengan emulsi asam, dan aspal emulsi nonionik (tidak mengalami ionisasi). Sedangkan berdasarkan kecepatan mengerasnya,

(28)

aspal emulsi dapat dibedakan atas tiga bahagian yaitu Rapid Setting, Medium Setting, dan Slow Setting (Sukirman, 2003).

Dari ketiga jenis aspal tersebut, semen aspal atau aspal padat yang paling banyak digunakan. Aspal yang digunakan untuk perkerasan jalan yang dicampurkan dengan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan disebut dengan aspal beton. Dan yang paling umum digunakan yaitu aspal beton campuran panas yang dikenal dengan Hot Mix sedangkan jenis lainnya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton campuran dingin dan aspal mastis (Asiyanto, 2008).

Penelitian ini menggunakan aspal padat iran dengan penetrasi tipe Grade 60/70 merupakan salah satu jenis aspal yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun.

2.5.3 Fungsi Aspal dalam paduan material

Aspal yang digunakan sebagai material adhesif berfungsi sebagai :

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir agregat dan pori-pori yang ada didalam butir agregat itu sendiri.

Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu.

2.6 Agregat

Agregat adalah campuran butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran genteng. Agregat material granular, yaitu pasir, kerikil (gravel), batu hancur atau terak besi bekas sisa pembakaran dalam tanur tinggi (blast furnace), yang digunakan bersama medium sementik untuk membentuk genteng berbasis polimer. Walaupum namanya sebagai bahan pengisi, akan tetapi

(29)

agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat gentengnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan genteng.

Agregat diperoleh dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan ukuran secara alamiah (misalnya kerikil atau pasir) atau dapat pula diperoleh dari benda padat buangan (limbah). Agregat merupakan material pembentuk genteng polimer yang harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga semen, sehingga sangat ekonomis jika digunakan sebanyak mungkin di dalam campuran genteng.

2.6.1 Jenis Jenis Agregat 2.6.1.1 Agregat Kasar

Fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran-ukuran normal. Agregat kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahanan terhadap selip) yang tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara.

Agregat kasar yang mempunyai bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan proses pemadatan, tetapi rendah stabilitasnya.

2.6.1.2 Agregat Halus

Fungsi utama agregat halus adalah untuk menyediakan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari perkerasan melalui keadaan saling mengunci (interlocking) dan gesekan antar butiran. Berdasarkan proses pengolahannya, agregat bisa dibedakan menjadi:

2.6.1.3 Agregat Alam

Agregat jenis adalah agregat yang diperoleh dari alam seperti pasir dan batu pecah. Permintaan akan agregat ini akan semakin tinggi apabila pelaksanaan pembanguna semakin tinggi. Penggunaan agregat alam yang semakin tinggi juga dapat menyebabkan rusaknya keseimbangan alam. Dapat diprediksikan pada suatu

(30)

saat agregat alam ini akan habis terpakai dan walaupun masih ada akan menjadi sulit didapatkan, untuk itu perlu dicari alternatif lain pengganti agregat alam.

2.6.1.4 Agregat Buatan

Agregat buatan merupakan agregat yang berasal dari produk sampingan suatu proses industri dan umumnya berupa limbah. Contoh agregat buatan yaitu terak baja dan terak nikel. Penggunaan agregat buatan sebagai bahan campuran beton memberikan efek positif pada dunia industri logam terutama baja dan nikel karena limbah terak baja dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang berguna bagi industri beton. Sehingga kerusakan alam akibat penambangan pasir atau batu pecah dapat dihindari.

2.7 Resin Epoksi

Resin epoksi adalah resin termoseting yang memiliki kekuatan adhesi yang tinggi, bersifat keras, kaku dan getas. (Abdul Syukur,2008).

Resin epoksi mempunyai kegunaan yang luas dalam industri teknik kimia, liatrik mekanik dan sipil sebagai perekat, zat pelapis, percetakan cord dab benda - benda cetakan. Resin epoksi bereaksi dengan pengeras dan menjadi unggul dalam kekuatan mekanik dan ketahanan kimia. Sifatnya bervariasi bergantung pada kondisi dan pencampurandengan pengerasnya ( Harper, C.A, 1996 ).

Resin epoxy mempunyai keuntungan dan kekurangan di antaranya ialah : 1. Keuntungan :

a. Mempunyai sifat adhesif yang baik untuk fiber dan resin

b. Hampir semua pelastik dapat melekat cukup kuat kecuali resin silikon, flouresin, polietilen, poliprofilen.

c. Tidak ada efek samping terhadap suatu produk yang telah di bentuk atau dicetak.

d. Mempunyai tingkat penyusutan volume yang rendah setelah di bentuk atau di cetak dan kesetabilan dimensinya baik.

e. Tahan terhadap zat kimia dan stabil terhadap banyak asam.

f. Fleksibilitas dan kekuatan tinggi.

g. Mempunyai sifat kelistrikan yang baik.

h. Tahan terhadap korosi.

(31)

2. Kekurangan :

a. Koefisien muai thermal tinggi b. Sensitif terhadap sinar ultra violet.

c. Menyerap embun.

d. Sulit untuk dikombinasikan antara sifat ketangguhan dan ketahanan terhadap temperatur yang tingggi.

e. Lambat pada saat di bentuk.

Salah satu jenis resin yang dikembangkan sebagai bahan adhesif adalah resin epoksi. Hal itu dikarnakanresin epoksi mempunyai beberapa keunggulan antara lain tidak berubah kekuatannya walaupun telah bertahun - tahun, tahan terhadap minyak, BBM, alkali, pelarut auromatik, asam, alkohol, juga cuaca panas maupun dingin. Pemakaiannya juga amat luas, pada bahan - bahan logam, gelas, keramik, kayu, beton, plastik termoset ( polister, fenolik ), bidang - bidang kedirgantaraan, (pesawat ), automotif, elektronik, bangunan, perkayuan, dan sebagainya.

Telah diketahui bahwa bahan pengikat yang digunakan dalam pembentukan beton konvensional ialah perbandingan semen dan air,tetapi dalam pembentukan beton polimer peranan pengikat diharapkan dapat digantikanoleh suatu resin pengikat. Pengertian resin pengikat adalah bahan polimer yang memiliki sifat adhesif sehingga dapat menggantikan semen dan air. Selain poliester, resin pengikat yang lain adalah derivat dari epoksi dan metakrilat.

Bahan tersebut merupakan polimerisasi darimonomer epoksi, ester, dan metakrilat.

Epoksi secara umum mempunyai karateristik yang baik, yaitu kemampuan mengikat paduan metalik yang baik dan ketanguhan. Resin epoksi banyak digunakan untuk bahan komposit diberbagai bagian struktural, resin ini juga dipakai sebagai campuran kemasan, bahan cetakan dan perekat. Resin epoksi sangat baik digunakan sebagai matriks dan komposit dengat pengut serat gelas, pada beton penggunaan resin epoksi dapat mempercepat proses pengerasan karna resin epoksi menimbulkan panas sehingga membantu percepatan pengerasan.

(Shinta marito, 2009 ).

(32)

Resin epoksi juga dikenal sebagai poliepoksida yaitu polimer yang mengeras bila dicampur dengan katalis. Ada banyak kegunaan untuk epoksi termasuk sebagai bahan untuk produk - produk di lingkungan industri kelautan.

Epoksi juga digaunakan untuk barang - barang umum, seperti perhiasan, mainan dan perabot rumah tangga. Resin epoksi memiliki berbagai keunggulan sebagai zat perekat dibandingkan polimer - polimer lain. Diantaranya : keaktifan permukaan tinggi, daya pembasahan baik, kekuatan kohesif tinggi, tanpa raksi atsir ( tidak mengkerut ), dan dapat diubah - ubah sifatnyadengan memilih resin- hardener yang tepat, penambahan polimer lain. ( J. Hartono dkk, 1992 ).

Resin epoksi adalah termasuk kelompok plastik termoseting, yaitu tidak meleleh lagi jika dipanaskan. Pengerasannya terjadi karena reaksi polimerisasi, bukan pembekuan. Oleh karena itu resin epoksi tidak mudah di-recycle. Contoh yang mudah dapat di pasaran adalah “ Plastic-steel exoksy “. Banyak di jual di bengkel, toko material, maupun supermarket. contoh lain adalah resin untuk viber glass, tapi agak susah untuk mendapatkannya.

Sifat fisik : Hampir sama dengan jenis plastik, bersifat isolator atau sifat konduktor yang kurang baik, kecuali bila ditambahkan campuran lain, misalnya serbuk logam atau karbon. Sifat Kimia : sama seperti sifat plastic juga, secara kimia plastik termasuk inert. Dalam jangka waktu yang lama, sinar ultraviolet akan mempengaruhui struktur kimia plastik. Sifat mekanik : Dalam bentuk asli rasin epoksi keras dan getas tetapi dalam penggunaan, plastik hampir selalu mengandung bahan campuran lain untuk menyesuaikan sifat mekaniknya. Sifat mekanik sangat banya dimodifikasi sifatnya baik dari sisi kekuatan, kekenyalan, keuletan, sampai ke arah sobekan. (Yahoo tanya jawab ).

Pada resin epoksi titik reaktif terdiri dari grup epoksi. Berarti resin epoksi memiliki ketahan yang baik terhadap air. Molekul epoksi dapat menyerap baik tekanan maupun temperatur lebih baik dibandingkan grup linier sehingga resin epoksi memiliki ketangguhan, kekuatan, dan ketahananterhadap panas yang sangat baik. (Yahoo tanya jawab)

(33)

Epoksi adalah sebuah polimer epoxide thermosetting yang bertambah bagus bila dicampur dengan sebuah agen katalis atau "pengeras". Kebanyakan resin epoxy diproduksi dari reaksi antara epichlorohydrin dan bisphenol-A.

Percobaan komersial pertama untuk menyiapkan resin dari epichlorohydrin terjadi pada 1927 di Amerika Serikat.

Resin ini mempunyai kegunaan yang luas dalam industri teknik kimia, listrik, mekanik dan sipil sebagai perekat, cat pelapis, pencetakan cor dan benda- benda cetakan. Resin epoksi bereaksi dengan pengeras dan menjadi unggul dalam kekuatan mekanik dan ketahanan kimia. Sifatnya bervariasi bergantung pada jenis, kondisi, dan pencampuran dengan pengerasnya. Banyaknya campuran dihitung dari ekivalen epoksi dalam gram.

Resin Epoksi adalah termasuk kelompok polimer thermosetting. Yaitu tidak meleleh lagi jika dipanaskan. Pengerasannya terjadi karena reaksi polimerisasi, bukan pembekuan. Oleh karena itu resin epoksi tidak mudah di-recycle. Resin- resin epoksi memiliki berbagai keunggulan sebagai zat perekat dibandingkan polimer-polimer lain. Di antaranya : keaktifan permukaan tinggi, daya pembasahan baik, kekuatan kohesif tinggi, tanpa reaksi atsir ( tidak mengkerut), tidak mengalami “creep” dapat luwes diubah-ubah sifatnya dengan memilih resin- hardener yang tepat, penambahan polimer lain atau filler. (Hartomo, A.J, 1992).

Keunggulan polimer epoksi lainnya ialah : 1. Rekatan bagus (pada beton dan logam) 2. Tahan bahan kimia

3. Pengerutan sedikit (saat curing)

4. Kuat tensile bagus , sifat isolator listrik bagus 5. Dan Tahan korosi. (Feldman, 1995).

2.8 Katalis

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi - reaksi kimia pada suhu tertentu tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatau katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pencaksi ataupun produk. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi

(34)

yang permanen. Dengan kata lain pada akhir reaksi katalis dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi. Fungsi katalis dalam resin epoksi adalah untuk mengeraskan resin epoksi tersebut. Sebelum diberikan katalis resin epoksi bersifat liquid maka perlu katalis untuk mempengeras

sehingga dapat mengikat bahan campuran lainya.

(http:/arhidayat.staff.uui.ac.id, 2008 )

Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi.

Katalis meyediakan suatu jalus pilihan dengan energi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.

Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama : katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisasikanya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan dimana pereaksi - pereaksi untuk sementara terjerab. Ikatan dalam substrat - substrat menjadi lemah sedemikian sehingga mamadai terbentuknya produk katalis lemah, sehingga akhirnya terlepas.

Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk produk baru, ikatan antara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas. ( wikipedia, 2007 ).

Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi. Fungsi katalis dalam resin epoksi adalah berfungsi untuk mengeraskan resin epoksi tersebut. Sebelum diberikan katalis resin epoksi bersifat liquid maka perlu katalis untuk memperkeras sehingga dapat mengikat bahan campuran lainnya.

(35)

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat.

(http://arhidayat.staff.uii.ac.id/2008/08/05/katalis/2008 ).

2.9 Pengujian Sampel 2.9.1 Pengujian Sifat Fisis

Pengujian sifat fisis meliputi pengujian porositas, absorbsi, dan DTA yang telah dilakukan terhadap sampel genteng polimer untuk mengetahui nilai dari porositas genteng polimer tersebut dan porositas yang berhubungan langsung dengan kerapatan.

2.9.1.1 Porositas

Porositas adalah pori-pori yang terdapat dalam sampel porositas merupakan satuan-satuan yang menyatakan keporositasan material yang dihitung dengan cara mencari (%). Porositas juga berhubungan langsung dengan kerapatan. Porositas dinyatakan dalam % yang menghubungkan antar volume benda keseluruhan., persentase porositas sampel dapat diketahui berdasarkan daya serap bahan terhadap air yaitu perbandingan volume air yang diserap dengan volume total sampel. Secara matematis hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Porositas (%) = x x100% V

M M

air K

J ρ ... (2.1)

Dengan :

P = Porositas, %

Mj = Massa jenuh sampel,

Mk = Massa kering sampel di udara, Kg V = volume benda uji (m3)

(36)

2.9.1.2 Daya Serap Air

Daya serap air suatu partikel dipengaruhi oleh jenis partikelnya. Semakin besar kerapatan maka semakin kecil daya serapnya terhadap air.

Pengujian daya serap air bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam.

Pengujian daya serap air ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada, berikut data hasil penimbangan berat sampel kering dan berat sampel basah.

Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada masing – masing sampel pengeringan.lama perendaman dalam air adalah selama 24 jam dalam suhu kamar. Massa awal sebelum direndam diukur dan massa sesudah perendaman.Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Daya serap air ( Water absorbtion) = x100% M

M M

k k j

(2.2)

Dengan :

M

j = Massa jenuh (Kg) Mk = Massa kering (Kg)

2.9.2 Pengujian Sifat Mekanis

Pengujian sifat mekanis meliputi pengujian impak dan pengujian kuat lentur.

Pengujian sifat mekanis dilakukan pada sampel genteng polimer untuk mengetahui ketahanan terhadap pembebanan dan sifat keelastisan dari genteng polimer yang telah dibuat.

(37)

2.9.1.1 Pengujian Impak (Impact Test)

Kuat impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan suatu bahan. Kuat impak juga merupakan nilai impak (pukul) suatu bahan yang dalam keadaan biasa bersifat liat, namun berubah menjadi getas akibat pembebanan tiba- tiba pada suatu kondisi tertentu. Pengujian impak bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material tersebut patah.

Pengujian impak ini merupakan respon terhadap beban yang tiba – tiba yang bertujuan untuk mengetahui ketangguhan suatu bahan terhadap pembebanan dinamis, sehingga dapat diketahui apakah suatu bahan yang diuji rapuh atau kuat.

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Semakin banyak energi yang terserap maka akan semakin besar kekuatan impak dari suatu beban.

Umumnya kekuatan impak bahan polimer lebih kecil daripada kekuatan impak bahan logam. Untuk menguji impak ini kedua ujung sampel dengan ukuran standar diletakkan pada penumpu, kemudian beban dinamis dilepaskan dengan tiba-tiba dan cepat menuju sampel. Dalam pengujian impak, impaktor yang digunakan dalam bentuk pendulum yang diayunkan dari ketinggian dengan massa.

Gambar 2.1 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy

(38)

Besarnya kekuatan impak dari benda uji dengan luas penampang lintang (A) adalah (Surdia, 2005):

Es

Is = ...(2.3)

A

dengan :

Is : Kekuatan Impak (J/m2)

Es : energi yang diserap sampel setelah tumbukan (J) A : luas penampang lintang sampel (m2)

Harga impak menjadi besar dengan meningkatnya absorbsi kadar air dan menjadi kecil karena pengeringan.

2.9.1.2 Pengujian Kekutan Lentur (Ultimate Flexural Strenght)

Pengujian Kekuatan Lentur (UFS) dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan. Dalam metode ini metode yang digunakan adalah metode tiga titik lentur. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.

Pengujian kekuatan lentur bertujuan untuk mengetahui ketahanan genteng terhadap pembebanan pada tiga titik lentur. Disamping itu pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Pada permukaan bagian atas yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada bagian permukaan bawah akan terjadi tarikan.

Pengujian kekuatan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan pada tiga titik lentur. Pengujian kekuatan lentur ini juga bertujuan untuk mengetahui sifat keelastisan suatu bahan. Pada pengujian ini pembebanan yan diberikan adalah tegak lurus terhadap arah sampel dengan tiga titik lentur. Pada pengujian ini bila bahan diberi beban maka permukaan bawah akan memanjang dan terjadi pelengkungan sampel akibat regangan tarik dan regangan tekan. Besarnya pelengkungan pada titik tengah sampel dinamakan defleksi. (Sturgeon, 1971 ).

(39)

Defleksi sampel akan berkurang apabila keelastisan bahan makin bertambah. Defleksi tergantung pada panjang dan besar sampel uji, tempat dan besar beban yang diberikan dan modulus keelastisan bahan penunjang sampel uji.

Kegagalan yang terjadi akibat uji bending yaitu mengalami patah pada bagian bawah karena tidak mampu menahan beban tarik. Pengujian kekuatan lentur ini menggunakan peralatan universal testing machine.

P

d

L

Gambar 2.2 Skematis pengujian kekuatan lentur

Persamaan berikut digunakan untuk memperoleh nilai kekuatan lentur (Sturgeon, 1971):

3PL

UFS = ... (2.4) 2bd2

dengan :

UFS = kekutan lentur (N m-2 ) P = gaya penekan (N)

L = jarak dua penumpu (m) b = lebar sampel (m) d = tebal sampel uji (m)

2.9.3 DTA (Differential Thermal Analysis)

DTA (Differential Thermal Analysis) adalah analisis termal yang menggunakan referensi sebagai acuan perbandingan hasilnya. Sampel dan material referensi di panaskan secara bersamaan dalam satu dapur. Perbedaan temperatur material referensi direkam selama siklus pemanasan dan pendinginan.

b

(40)

DTA digunakan untuk studi sifat termal dan perubahan fasa yang tdak mengakibatkan perubahan entalpi. Hasil pengujian DTA ini merupakan kurva yang menunjukkan diskontinuitas pada temperatur transisi dan kemiringan kurva pada titik tertentu akan tergantung pada konstitusi mikrostruktur sampel pada temperatur tersebut. DTA melibatkan pemanasan atau pendinginan dari sampel pengujian dan sampel referensi bawah kondisi yang identik saat dilakukan perekaman dalam berbagai perbedaan temperatur antara sampel dan referensi.

Perbedaan temperatur ini lalu di plot berdasarkan waktu atau temperatur.

(Bhadesia).

DTA juga dapat digunakan untuk menghitung ukuran kuantitatif seperti pengukuran entalpi. DTA dapat mendeteksi perubahan yang instan pada masa sampel. Kurva DTA dapat merekan transformasi apakah panas dalam chamber itu diserap atau dikeluarkan. DTA sangat membantu untuk memahami hasil dari XRD, analisis kimia dan mikroskopi. Keuntungan dari DTA adalah :

1. Dapat menentukan kondisi eksperimental sampel (baik dengan tekanan tinggi atau vakum)

2. Karakteristik transisi dan reaksi pada temperatur tertentu dapat dideteksi dengan baik

3. Instrument dapat digunakan dalam temperatur tinggi. (Grega,2009)

DTA mengizinkan sampel mengalami kehilangan berat saat pengukuran, DTA sangat berguna untuk material dengan dekomposisi yang cukup intensif seperti elastomer, material eksodermik, dll (Grega,2009). Berikut faktor – faktor yang mempengaruhi hasil pengujian DTA :

- Berat sampel - Ukuran sampel - Laju pemanasan - Kondisi Atmosfer

- Kondisi material itu sendiri

(41)

Sehingga dapat didefenisikan bahwa DTA adalah teknik merekap perbedaan temperatur antara sampel material dengan material referensi terhadap waktu dan temperatur, dimana kedua specimen diperlakukan di bawah temperatur yang identik di dalam lingkungan pemanasan atau pendinginan pada laju yang di kontrol. (Bhadasia).

2.10 Syarat Mutu Genteng Menurut Standar Nasional Indonesia

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0099 : 2007, Syarat mutu genteng meliputi :

1. Sifat Tampak

Genteng harus memiliki permukaan atas yang mulus , tidak terdapat retak, atau cacat lain yang mempengaruhi sifat pemakaiannya.

2. Penyerapan Air

Penyerapan air maksimal 10 %

3. Ketahanan terhadap Perembesan Air ( Impermeabilitas)

Tidak boleh ada tetesan air dari permukaan bawah genteng kurang dari 20 jam ± 5 menit.

(Anonim,2007)

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Mikroskop Elektron PTKI Medan.

3.2. Peralatan dan Bahan

3.2.1. Peralatan

1. Ayakan

Berfungsi sebagai saringan atau ayakan untuk menyaring pasir agar halus.

2. Spatula

Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk mengaduk campuran bahan.

3. Neraca Analitik

Berfungsi sebagai alat untuk menimbang sampel atau bahan.

4. Hot Plate

Berfungsi sebagai pemanas.

5. Hot Kompressor Gonno Hydraulic press

Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk menekan cetakan hasil ekstruksi yang berdasarkan pada pemanasan.

6. Cetakan sampel

Berfungsi sebagai tempat pencetakan sampel.

7. Beaker Glass 500 mL dan 150 ml

Berfungsi sebagai wadah atau tempat untuk mencampur sampel.

8. Ekstruder MIFPOL BRS 896

Berfungsi sebagai alat untuk melelehkan polimer.

9. Electronic System Universal Tensile Machine Type SC-2DE

Alat ini digunakan untuk pengujian sifat mekanis sampel terutama kekuatan lentur dengan kapasitas 200 kgf.

(43)

10. Impaktor Wolpert

Berfungsi untuk pengujian kekuatan impak.

11. Aluminium foil

Berfungsi untuk melapisi cetakan.

12. Plat tipis

Berfungsi tempat meletakkan sampel 3.2.2. Bahan – Bahan

1. Ban Dalam bekas

2. High density polyethylene (HDPE) 3. Aspal Iran dengan penetrasi 60/70

4. Agregat Pasir Halus dari Sungai Binjai dengan ukuran + 60 mesh 5. Resin Epoksi

6. Katalis

3.3. Prosedur

3.3.1. . Preparasi Ban dalam bekas, HDPE bekas dan agregat pasir halus.

1. Ban dalam bekas digunting kecil-kecil kemudian ditimbang dengan ukuran 10 gr.

2. Kemasan Oli high density polyethylene (HDPE) dipotong kecil-kecil sebesar 1 cm dan ditimbang dengan variasi 15 gr, 20 gr, 25 gr, 30 gr, 35 gr, 40 gr, 45 gr, 50 gr, 55 gr, dan 60 gr.

(44)

3.3.2. Proses Pembuatan Genteng Polimer

1.Aspal sebanyak 5 gr dimasukkan ke dalam beaker glass I dan dipanaskan dengan suhu 150 0C dan ditunggu sampai mencair.

2.Ditambahkan pasir halus sebanyak 60 gr ke dalam beaker glass yang berisi aspal cair diaduk sampai merata dan.

3.Dimasukkan potongan ban dalam bekas dan HDPE kedalam beaker glass II sebanyak 10 gr dan 15 gr.

4.Bahan pada beaker glass II diekstruksi pada ekstruder MIFPOL BRS 896 dengan suhu 150 0C.

5.Dicampurkan campuran pada beaker glass I dengan hasil ekstrusi ban dalam bekas dan HDPE. Kemudian ditambahkan Resin Epoksi dan katalis. Diaduk hingga merata.

6.Setelah merata campuran campuran tersebut dimasukkan ke dalam internal mixer yang telah diatur suhu pemanasannya 150 0C dalam waktu 20 menit.

7.Kemudian hasil campuran akhir di cetak di atas cetakan berukuran panjang 100 mm lebar 20 mm dan tebal 4 mm dan dipress pada suhu 150

oC dengan menggunakan Hot Compressor dalam waktu 20 menit.

8.Hasil cetakan yang diuji dengan pengujian fisis dan mekanik.

9.Perlakuan yang sama dilakukan untuk variasi HDPE bekas dan pasir halus dengan perbandingan masing – masing (20 : 55)g , (25 : 50)g , (30 : 45)g , (35 : 40 )g , (40 : 35)g , (45 : 30)g , (50 : 25 )g , (55 : 20)g dan (60 : 15)g.

(45)

Tabel 3.1 Komposisi Bahan

No Sampel

Komposisi (% berat) dari berat total 100x10-3Kg High Density

Polyethylene (HDPE)

Agregat Ban dalam bekas Aspal Resin Epoksi + Katalis

Sampel I 15 60 10 5 10

Sampel II 20 55 10 5 10

Sampel III 25 50 10 5 10

Sampel IV 30 45 10 5 10

Sampel V 35 40 10 5 10

Sampel VI 40 35 10 5 10

Sampel VII 45 30 10 5 10

Sampel VIII 50 25 10 5 10

Sampel IX 55 20 10 5 10

Sampel X 60 15 10 5 10

3.3.3 Pencetakan

Hasil keluaran campuran dari internal mixer dimasukkan ke dalam cetakan lalu dicetak dengan Hot compressor yang telah diatur suhunya sebesar 150oC.

Penekanan yang diberikan pada saat mengepres cetakan dilakukan secara manual.

Lama penekanan untuk satu sampel pada saat dipanaskan adalah 20 menit dan 20 menit untuk mendinginkan sampel.

tinggi 4mm

lebar 20 mm Panjang 100 mm

Gambar 3.1 Ukuran sampel genteng polimer

(46)

3.4 Diagram Alir (Flow Chart)

Ban Dalam Bekas dan HDPE di blending pada suhu 150C. Sampai

selesai

Aspal + agregat dipanaskan dengan hot plate pada suhu 150C

dalam waktu ½ jam

Dimasukkan kedalam internal mixer (T=1500C)selama 60 menit

Proses pencetakan + Resin epoksi dan katalis

Dipress pada tekanan 38 atm (T 150 C) dengan menggunakan hot kompressor selama 60 menit

Pengujian Sampel

Analisis

Kesimpulan dan Saran

Selesai Penyediaan Bahan

Uji fisis uji mekanis uji thermal 1. Daya serap air 1. uji impak 1. DTA 2. Porositas 2. kuat lentur

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Pengujian Daya Serap Air

Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur pengujian, dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang diserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam. Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada masing-masing sampel pengeringan. Lama perendaman dalam air adalah selama 24 jam dalam suhu kamar.

Massa awal sebelum direndam diukur dan massa sesudah perendaman.

Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Daya serap air (Water absorbtion) = x100% M

M M

k k

b − ………..(4.1)

dengan :

Mb = Massa basah(kg) Mk = Massa kering (kg)

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian untuk pembuatan dan karakterisasi beton polimer yang terbuat dari campuran serat kulit pinang, batu apung dan pasir sebagai agregat, kemudian resin

Pencampuran dan Karakterisasi sifat fisik dari genteng polymer dengan bahan baku ban bekas, karet alam dan aspal dengan perbandingan 90 : 10, penambahan issosianat sebagai

Marshall campuran aspal menggunakan bahan tambah ban bekas sebagai. pengganti agregat belum

Pembuatan aspal sintetis dengan cara mencampurkan ban bekas, plastik HDPE dan juga oli bekas kemudian setelah larut dicampurkan aspal murni kedalam campuran aspal sintetis

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai penggunaan limbah karet industri dan high density polyethylene (HDPE) bekas dalam campuran aspal dan pasir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran yang bagus sesuai dengan percobaan adalah berupa campuran pasir dan ban dalam bekas dengan perbandingan (35:15)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai penggunaan limbah karet industri dan high density polyethylene (HDPE) bekas dalam campuran aspal dan pasir

Dari penelitian yang relah dilakukan disimpulkan bahwa genteng komposir polimer dapat dibuat dengan mengguntlkan bahan campuran HDPE. dan serat TKKS. Penambahan