Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kedelai
Varietas Grobogan
NamaVarietas : Grobogan
SK : 238/Kpts/SR.120/3/2008
Tahun : 2008
Tetua : Pemurnian populasi lokal Malabar Grobogan Potensi Hasil (t/ha) : 2,77 t/ha
Rataan Hasil : 3.40 t/ha Warna Hipokotil : Ungu Warna Epikotil : Ungu
Warna Bunga : Ungu
Warna daun : Hijau agak tua Warna Bulu : coklat
Warna Kulit Biji : Kuning muda Warna Hilum : cokelat Bentuk Daun : lanceolate Tipe Pertumbuhan : Determinate Umur Berbunga : 30-32 hari Umur Masak (hari) : ±76 hari Tinggi Tanaman(cm) : 50-60 cm Berat 100 biji (g) : ±18 gram Kandungan Nutrisi
Protein (% bk) : 43,9% Lemak (% bk) : 18,4%
Daerah Sebaran : beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik
Pengusul : Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan, BPSB Jawa Tengah, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah Karakter : Polong masak tidak mudah pecah, dan pada saat panen
Daun luruh 95-100% saat panen>95% daunnya telah luruh Pemulia : Suhartina, M.Muchlish Adie, T. Adisarwanto,
Sumarsono, Sunardi, Tjandramukti, Ali Muchtar, Sihono, SB. Purwanto, Siti Khawariyah, Murbantoro, Alrodi, Tino Vihara, Farid Mufhti, dan Suharno
Varietas Detam – 2
Nomorgalur : 9837/W-D-5-211
Asal : Seleksi persilangan galur introduksi 9837
Dengan Wilis
Tipe Tumbuh : Determinit
Warna Hipokotil : Ungu
Warna Epikotil : Hijau
Warna Bunga : Ungu
Warna Kotiledon : Kuning
Bentuk Daun : Lonjong
Pengisap polong : Agak tahan
Kekeringan : Agak tahan
Pemulia : M. Muchlish Adie, Gatut Wahyu AS, Suyamto
F3
Lampiran 2. Bagan Lahan Penelitian
23m Jumlah populasi Detam II : 84 tanaman
Lampiran 3. Jadwal Kegiatan Penelitian
NO KEGIATAN MINGGU
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 Persiapan Lahan x
2 Persiapan Benih x
3 Penanaman x
4 Pemupukan x x x
5 Penyiraman x x
6 Penyulaman dan Penjarangan x
7 Penyiangan x x x x x x x x x x x x x x x x
8 Pengendalian Hama dan
Penyakit Sesuai kondisi di lapangan
9 Peubah amatan
Umur Berbunga (hari) x x x x x x
Jumlah Cabang (Cabang) Tinggi Tanaman (cm)
Umur Panen (hari) x
Jumlah Polong per Tanaman
(polong) x x
Jumlah Polong Berisi per
Tanaman (polong) x x
Jumlah Biji per Tanaman (biji) x
Bobot Biji per Tanaman (g) x
Lampiran 4. Tabel pengamatan karakter agronomi turunan F3
Jumlah Polong Total
Nomor
Jumlah Polong Total
Nomor
Jumlah Polong Total
Nomor
Jumlah Polong Total
Nomor
Jumlah Polong Total
Nomor
Jumlah Polong Total
Nomor
Jumlah Polong Total
Nomor
Jumlah Polong Total
Lampiran 5. Tabel pengamatan karakter agronomi tetua betina (Grobogan)
Jumlah Polong Total
Lampiran 6. Tabel pengamatan karakter agronomi tetua jantan (Detam-2)
Jumlah Polong Total
Nomor
Jumlah Polong Total
Lampiran 7. Uji t turunan F3 terhadap tetua betina (Grobogan)
Karakter
Rataan
X1-X2 S12 S22 S t.hit Grobogan
(X1)
F3 (X2)
Umur Berbunga 28,00 41,31 -13,31 0,55 4,72 2,11 6,30**
Tinggi Tanaman 28,16 27,22 0,94 27,76 33,76 1,58 5,78
Umur Panen 81,00 107,76 -26,76 2,18 7,96 2,76 9,70**
Jumlah Cabang 2,50 2,21 0,29 1,17 1,58 1,25 0,23
Jumlah Polong Berbiji 1 3,00 17,02 -14,02 7,09 62,58 7,69 1,82
Jumlah Polong Berbiji 2 17,08 22,78 -5,7 51,36 225,03 14,64 0,39
Jumlah Polong Berbiji 3 10,50 8,51 1,99 22,09 72,39 8,33 0,24
Jumlah Polong Berisi per Tanaman 30,58 48,31 -17,73 114,63 557,70 23,04 0,77
Jumlah Biji per Tanaman 53,25 71,34 -18,09 303,66 1753,91 40,81 0,44
Bobot Biji per Tanaman 9,69 9,95 -0,26 7,28 33,01 5,61 0,05
Lampiran 8. Uji t turunan F3 terhadap tetua jantan (Detam-2)
Karakter
Rataan
X1-X2 S12 S22 S t.hit
Detam-2 (X1)
F3 (X2)
Umur Berbunga 38,75 41,31 -2,56 0,21 4,72 2,11 1,21
Tinggi Tanaman 34,61 27,22 7,39 2,08 33,76 5,75 1,29
Umur Panen 111,67 107,76 3,91 13,03 7,96 2,71 1,44
Jumlah Cabang 2,52 2,21 0,31 1,76 1,58 1,24 0,25
Jumlah Polong Berbiji 1 16,72 17,02 -0,3 69,04 62,58 7,46 0,04
Jumlah Polong Berbiji 2 26,80 22,78 4,02 225,08 225,03 14,26 0,28
Jumlah Polong Berbiji 3 9,00 8,51 0,49 30,00 72,39 8,13 0,06
Jumlah Polong Berisi per Tanaman 52,52 48,31 4,19 270,93 557,70 22,42 0,19
Jumlah Biji per Tanaman 82,56 71,34 11,26 1171,42 1753,91 39,67 0,28
Bobot Biji per Tanaman 9,52 9,95 -0,43 17,83 33,01 5,46 0,08
Lampiran 9. Variabilitas genetik (σ²g) variabilitas fenotipe (σ²p), koefisien keragaman genetik (KKG), koefisien keragaman fenotipe (KKF) populasi tanaman F3.
Karakter Rataan σ²g σ²p KKG KKF
Umur Berbunga (hari) 41,31 4,35 4,72 5,05 5,26
Tinggi Tanaman (cm) 27,22 7,34 33,76 9,95 21,35
Jumlah Cabang Primer (cabang) 2,21 0,11 1,58 15,01 56,88
Umur Panen (hari) 107,76 0,35 7,96 0,55 2,62
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 17,02 24,51 62,58 29,09 46,48
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 22,78 86,56 225,03 40,84 65,85
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 8,51 46,35 72,39 80,00 99,98
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 48,31 364,92 557,7 39,54 48,88
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 71,34 1016,37 1753,91 44,69 58,70
Bobot Biji per Tanaman (g) 9,95 20,45 33,01 45,45 57,74
Lampiran 11. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing karakter pada persilangan Grobogan x Detam-2
Karakter h² Kriteria
Umur Berbunga (hari) 0,92 tinggi
Tinggi Tanaman (cm) 0,22 sedang
Jumlah Cabang Primer (cabang) 0,07 rendah
Umur Panen (hari) 0,04 rendah
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 0,39 sedang
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 0,38 sedang
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 0,64 tinggi
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 0,65 tinggi
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 0,58 tinggi
Bobot Biji per Tanaman (g) 0,62 tinggi
Lampiran 12. Sampel nomor tanaman terpilih ditinjau dari karakter umur genjah dan produksi tinggi dari populasi F3
Jumlah Polong Total
Lampiran 13. Foto kegiatan penelitian
Gambar 1. Keadaan lahan selesai penanaman
Gambar 2. Tanaman berumur 2 MST yang terkena layu fusarium
Gambar 3. Penyemprotan insektisida Gambar 4. Tanaman mulai berbunga
Gambar 8. Polong yang diserang hama Gambar 9. Daun menguning dan mengeriting akibat penyakit
Gambar 10. Daun diserang ulat Gambar 11. Polong yang telah matang
Lampiran 15. Foto biji hasil penelitian
Biji Tetua Betina (Grobogan) Biji Tetua Jantan (Detam -2 )
Biji Turunan F3 Nomor 5
Biji Turunan F3 Nomor 50
Biji Turunan F3 Nomor 80
DAFTAR PUSTAKA
Adie MM, Krisnawati A. 2012. Kedelai Hitam: Varietas, Kandungan Gizi dan Prospek Bahan Baku Industri. Badan Litbang Pertanian.
Adie MM, Krisnawati A. 2007. Biologi Tanaman Kedelai. Sumarno, Suyamto, Widjono A, Hermanto, Kasim H, (eds). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman pangan. hlm 45-73.
Allard, R.W. 1991. Principles of Plant Breeding. Jhon Wiley and Sons, inc. New York. 458p.
Arsyad MD, Adie MM, Kuswantoro H. 2007. Perakitan Varietas Unggul Kedelai Spesifik Agroekologi. Dalam: Sumarno, Suyamto, A Widjono, Hermanto, H Kasim, (eds). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Produksi Tanaman Padi dan Palawija. Diakses dari http://bps.go.id.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Produksi Tanaman Padi dan Palawija. Diakses dari http://bps.go.id.
Baihaki, A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.
Bambang, H., R.D. Purwati, Marjani, dan U.S. Budi. 1998. Parameter genetik komponen hasil dan hasil serat pada aksesi kenaf potensial. Zuriat, 9(1): 6–12.
Barmawi, M. 2007. Pola Segregasi dan Heritabilitas Sifat Ketahanan Kedelai Terhadap Cowpea Mild Mottle Virus Populasi Wilis X MLG2521. J. HPT Tropik. 7(1) : 48-52.
Crowder, L.V. 1997. Plant Genetics (Genetika Tumbuhan alih bahasa L. Kusdiarti dan Soetarso). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 499p.
Effendi, I dan M. Utomo. 1993. Analisis Perbandingan Tenaga Kerja,Produksi Dan Pendapatan Usaha Tani Kedelai Pada Sistem Tanpa Olah Tanah dan Olah Tanah Biasa di Rawa Sragi, Lampung. Dalam M. Utomo et al. (Eds.). Prosiding Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi: hal 247-253.
Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics, Ed 4. Longmans Green. UK.
Haeruman, K. M., A. Baihaki., Satari., D. Tohar.,dan H. P. Anggoro. 1990. Variasi Genetik Sifat – Sifat Tanaman Bawang Putih di Indonesia.
Zuriat. 1(1) : 32 – 36.
Hasyim, H., 2005. Ringkasan Bahan Kuliah Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hidajat OQ. 198 5. Morfologi Tanaman Kedelai. Somaatmadja S,Ismunadji M, Sumarno, Syam M, Manurung SO, Yuswadi, (eds). Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman pangan. Bogor . hlm 73-86.
Meddy, R., N. Hermiati, A. Baihaki dan R. Setiamihardja. 1990. Varian Genetik dan Heritabilitas Komponen Hasil dan Hasil Galur Harapan Kedelai. Zuriat.1 (1): 48-51.
Peraturan Mentri Pertanian (PERMENTAN). 2008. Tentang Metode Seleksi dalam Pembuatan Varietas Turunan Esensial. Diakses dari: http://perundangan.pertanian.go.id.
Poehlman JM. 2006. Breeding Field Crops. Fifth Edition. Blackwell Publishing. Westport (US).
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prasastyawati, D. dan F. Rumawas. 1980. Perkembangan Bintil Akar Rhizobium javonicum pada Kedelai. Buletin Agron. 21(1): 4.
Puji, R.A. 2016. Kemajuan Genetik, Heritabilitas dan Korelasi Beberapa Karakter Agronomis Progeni Kedelai F3 Persilangan Anjasmoro dengan Genotipe
Tahan Salin. Tropik. 3 (6) : 52-61.
Pulungan, D.R. 2015. Keragaan Fenotipe Berdasarkan Sifat Kuantitatif Pada Generasi F2 Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril.).
Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rachmawati, A.A. 2016. Pendugaan Nilai Heritabilitas dan Korelasi Genetik Beberapa Karakter Agronomi Tanaman Semangka (Citrullus lanatus
(Thunberg) Matsum dan Nakai). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sa’diyah, N. Maylinda, dan Ardian. 2013. Keragaan, Keragaman, dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kacang Panjang (Vigna unguiculata)
Generasi F1 Hasil Persilangan Tiga Genotipe. J Agrotek Tropika (1): 32-37.
Sharma, J. R. 1994. Principles and Practice of Plant Breeding. Tata McGraw-Hill PublishingCompany Limited. New Delhi. 615 hlm.
Sumardi. Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas (Glycine max ) Terhadap Jenis Pupuk Pelengkap Cair. Universitas Taman Siswa.Padang.
Stansfield. W. D., 1991. Teori dan Soal-Soal Genetika, Edisi II, Terjemahan M. Afandi, Erlangga, Jakarta.
Steenis, V. C. G. G. J. 2005. Flora. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Sudarka, W. 2015. Penggunaan Metode Statistika dalam Pemuliaan Tanaman. Universitas Udayana. Bali.
Sudjana, 2001. Metoda Statistika . Penerbit Tarsito, Bandung.
Suhartono., R.A. Zidqi., dan A. Khoiruddin. 2008. Pengaruh Interval Pemberian
Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max L.Merril) Pada Berbagai Jenis Tanah. Embryo. 5 (1).
Tamrin. 2002. Keragaman Genotip Salak Lokal Sleman. Habitat. 8 (1): 57-65.
Wahdina. 2004. Evaluasi Kemajuan Seleksi Generasi F3 dan F4 Persilangan
Kedelai Varietas Slamet X GH-09. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bandung.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m diatas
permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Juli 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai F3 hasil
persilangan Grobogan (♀) dengan Detam 2 (♂). Tetua dipakai sebagai
pembanding dalam penelitian ini. Pemeliharaan tanaman menggunakan pupuk
kandang, pupuk Urea, TSP dan KCl untuk pemupukan dasar, fungisida untuk
mengendalikan jamur, insektisida untuk mengendalikan hama, air untuk
menyiram tanaman, dan label untuk memberi tanda pada perlakuan serta bahan
lain yang mendukung.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran untuk mengukur
luas lahan dan mengukur tinggi tanaman, pacak sebagai penanda sampel,
timbangan sebagai pengukur berat sampel, gembor untuk menyiram, handsprayer
sebagai penyemprot fungisida dan insektisida dan spidol/pensil sebagai alat tulis
serta alat lain yang mendukung.
Metode Penelitian
Benih kedelai yang ditanam adalah benih F3 hasil persilangan antara
varietas Grobogan (♀) dengan Detam 2 (♂). Benih F 3 ditanam dalam plot baris
dan diantara barisan tersebut ditanam tetuanya. Jarak tanam yang digunakan yaitu
40 x 20 cm dengan jumlah plot sebanyak 6 dan jarak antar plot 50 cm. Jumlah
Model Analisis
Untuk membandingkan secara statistik karakter genotipe tanaman F3
dengan tetuanya, maka dilakukan uji t pada taraf 5% (Sudjana, 2001).
t.hit = |�₁−�₂|
n = jumlah individu yang diamati
Perhitungan nilai statistik digunakan software Minitab version 7.
Analisis Data
• Ragam lingkungan dihitung dari ragam fenotipe tetua 1 (Grobogan), dan
tetua 2 (Detam II), dengan asumsi bahwa populasi tetua 1 dan tetua 2
merupakan populasi yang seragam, maka ragam genetik dianggap nol dan
ragam fenotipe dianggap merupakan pengaruh dari ragam lingkungan
(Sudarka, 2015).
• Ragam fenotipe =��23 = ��2
�
�2=
∑(��−�) 2�
• Ragam genetik dihitung dari selisih ragam fenotipe populasi seleksi
dengan ragam lingkungan hasil dugaan di atas (Stansfield, 1991).
�
�2=
�
�2− �
�2• Koefisien Keragaman Genotipe (KKG) =
���2
� x 100%
Keterangan : �2� = akar kuadrat varians genotipe
� = rata-rata
Kriteria kemajuan genetik berdasarkan Begun dan Sobhan, (1991) yang
dikutip oleh Bambang et.al (1998) adalah :
KKG < 7 : rendah
KKG 7-14 : sedang
KKG > 14 : tinggi
• Heritabilitas dihitung dengan rumus sebagai berikut : (Stansfield, 1991).
PELAKSANAAN PENELITIAN Seleksi Benih
Benih yang digunakan adalah benih yang memiliki ukuran normal atau
tidak keriput dan busuk.
Persiapan Lahan
Areal yang dibutuhkan untuk penelitian terlebih dahulu diukur sesuai
dengan kebutuhan, lalu dibersihkan gulma-gulma yang ada. Kemudian dibentuk
parit sebagai drainase pada lahan dan dibuat plot dengan ukuran 9 x 3 m untuk 6
plot . Jarak antar plot 50 cm , kemudian setiap plot dicampur dengan kompos.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam pada areal tanam
dengan kedalaman ± 2 cm, kemudian dimasukkan 1 benih per areal tanam dan
kemudian ditutup kembali dengan topsoil.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada saat penanaman sesuai dosis anjuran
kebutuhan pupuk kedelai yaitu 100 kg Urea/ha (0,625 g/lubang tanam), 200 kg
TSP/ha (1,25 g/lubang tanam) dan 100 kg KCl/ha (0,625 g/lubang tanam).
Pemeliharaan Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari hingga tanah
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang
ada didalam areal tanam untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur
hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan jika terjadi serangan, dengan
menyemprotkan insektisida berbahan aktif Deltamethrin dengan konsentrasi 2
cc/liter air. Sedangkan pengendalian penyakit dengan menggunakan fungisida
berbahan aktif mankozeb dengan dosis 2 cc/liter. Pengendalian disesuaikan
dengan kondisi di lapangan.
Panen
Panen dilakukan dengan cara memetik polong satu persatu dengan
menggunakan tangan. Panen dilakukan pada tanaman yang berumur 76-85 hari
sesuai dengan varietas masing-masing. Kriteria panen kedelai ditandai dengan
kulit polong sudah berwarna kuning kecoklatan sebanyak 95% dan daun sudah
berguguran tetapi bukan karena adanya serangan hama dan penyakit.
Peubah Amatan
Umur Berbunga (hari)
Umur berbunga dilakukan dengan cara menghitung umur awal tanaman
berbunga.
Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman dilakukan pada akhir penelitian. Pengukuran tinggi
tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai titik tumbuh dengan menggunakan
Jumlah Cabang Primer (cabang)
Penghitungan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung jumlah
cabang yang muncul disekitar batang utama.Penghitungan cabang dilakukan pada
saat tanaman berumur 3 MST.
Umur Panen (hari)
Pengamatan umur panen dilakukan pada tanaman yang telah memenuhi
kriteria panen yaitu ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning
kecoklatan sebanyak 95% dan daun sudah berguguran.
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)
Pengamatan dilakukan terhadap semua polong berisi setiap tanaman dan
dilakukan pada saat panen.
Jumlah Biji per Tanaman (biji)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua biji untuk setiap
tanaman pada saat panen.
Bobot Biji Pertanaman (g)
Pengamatan dilakukan dengan menimbang bobot semua biji untuk setiap
tanaman pada saat panen.
Bobot 100 Biji (g)
Pengamatan dilakukan dengan menimbang bobot 100 biji kering untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Rataan Karakter Agronomi
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat rataan beberapa karakter
agronomi pada setiap populasi tanaman yaitu karakter jumlah polong berbiji 1
dan bobot biji pertanaman tertinggi terdapat pada populasi F3, karakter umur
berbunga dan umur panen tercepat serta karakter jumlah polong berbiji 3 dan
bobot 100 biji tertinggi terdapat pada populasi tetua betina (Grobogan), karakter
tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah polong berbiji 2, jumlah polong
berisi pertanaman dan jumlah biji pertanaman terdapat pada populasi tetua jantan
(Detam-2). Sedangkan karakter umur berbunga dan umur panen terlama serta
karakter tinggi tanaman terendah terdapat pada populasi tanaman F3, karakter
jumlah cabang primer, jumlah polong berbiji 1, jumlah polong berbiji 2, jumlah
polong berisi pertanaman, dan jumlah biji pertanaman terendah terdapat pada
populasi tetua betina (Grobogan), karakter bobot biji pertanaman dan bobot 100
biji terendah terdapat pada populasi tetua jantan (Detam-2).
Tabel 1. Rataan karakter agronomi turunan F3 dengan tetuanya
Karakter Grobogan Tetua Detam-2 F3
Umur Berbunga (hari) 28,00 38,75 41,31
Tinggi Tanaman (cm) 28,16 34,61 27,22
Jumlah Cabang Primer (cabang) 2,08 2,52 2,21
Umur Panen (hari) 81,00 110,28 107,76
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 3,00 16,72 17,02
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 17,08 26,80 22,78
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 10,50 9,00 8,51
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 30,58 52,52 48,31
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 53,25 82,56 71,34
Bobot Biji per Tanaman (g) 9,69 9,52 9,95
Uji t
Tabel 2. Uji t turunan F3 terhadap tetua betina (Grobogan)
Keterangan : Pada angka-angka yang berada dalam baris yang sama berdasarkan uji t, berbeda nyata terhadap populasi tetua (*) pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata terhadap populasi tetua (**) pada taraf 1%.
Hasil uji t pada populasi F3 terhadap tetua betina menunjukkan perbedaan
sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, umur panen, dan bobot 100 biji.
Akan tetapi menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap karakter
tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah polong berbiji 1, jumlah polong
berbiji 2, jumlah polong berbiji 3, jumlah biji pertanaman dan bobot biji
pertanaman.
Tabel 3. Uji t turunan F3 terhadap tetua jantan (Detam-2)
Parameter Rataan t-value
F3 Grobogan
Umur Berbunga (hari) 41,31 28,00 6,30**
Tinggi Tanaman (cm) 27,22 28,16 0,16
Jumlah Cabang Primer (cabang) 2,21 2,50 0,23
Umur Panen (hari) 107,76 81,00 9,70**
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 17,02 3,00 1,82
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 22,80 17,08 0,39
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 8,51 10,50 0,24
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 48,30 23,60 0,77
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 71,30 53,30 0,44
Bobot Biji per Tanaman (g) 9,95 9,69 0,05
Bobot 100 Biji (g) 13,96 18,48 3,47**
Karakter Rataan t-value
F3 Detam-2
Umur Berbunga (hari) 41,31 38,75 1,21
Tinggi Tanaman (cm) 27,22 34,61 1,29
Jumlah Cabang Primer (cabang) 2,21 2,52 0,25
Umur Panen (hari) 107,76 111,67 1,44
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 17,02 16,72 0,04
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 22,80 26,8 0,28
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 8,51 9,00 0,06
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 48,30 52,5 0,19
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 71,30 82,6 0,28
Hasil uji t pada populasi F3 terhadap tetua jantan menunjukkan perbedaan
nyata terhadap karakter bobot 100 biji. Akan tetapi menunjukkan perbedaan yang
tidak signifikan terhadap karakter umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen,
jumlah cabang primer, jumlah polong berbiji 1, jumlah polong berbiji 2, jumlah
polong berbiji 3, jumlah polong berisi pertanaman, jumlah biji pertanaman dan
bobot biji pertanaman.
KKG
Tabel 4. Variabilitas genetik (σ²g) dan koefisien keragaman genetik (KKG) pada populasi tanaman F3
Karakter σ²g KKG Kriteria
Umur Berbunga (hari) 4,35 5,05 Rendah
Tinggi Tanaman (cm) 7,34 9,95 sedang
Jumlah Cabang Primer (cabang) 0,11 15,01 tinggi
Umur Panen (hari) 0,35 0,55 rendah
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 24,51 29,09 tinggi
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 86,56 40,84 tinggi
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 46,35 80,00 tinggi
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 364,92 39,54 tinggi
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 1016,37 44,69 tinggi
Bobot Biji per Tanaman (g) 20,45 45,45 tinggi
Bobot 100 Biji (g) 0,06 1,75 rendah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi F3 hasil persilangan
Grobogan X Detam-2 memiliki koefisien keragaman genetik yang tinggi pada
karakter jumlah cabang primer, jumlah polong berbiji 1, jumlah polong berbiji 2,
jumlah polong berbiji 3, jumlah polong berisi pertanaman, jumlah biji
pertanaman, dan bobot biji pertanaman , karakter yang memiliki nilai KKG
sedang terdapat pada tinggi tanaman sedangkan karakter yang memiliki KKG
Heritabilitas
Nilai duga heritabilitas (h2) pada persilangan Grobogan X Detam-2 dapat
dilihat bahwa 5 (lima) karakter yang mempunyai heritabilitas tinggi, 3 (tiga)
karakter yang mempunyai heritabilitas sedang dan 4 (empat) karakter yang
mempunyai nilai heritabilitas rendah.
Tabel 5. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing komponen hasil pada turunan F3
Parameter h² Kriteria
Umur Berbunga (hari) 0,92 Tinggi
Tinggi Tanaman (cm) 0,22 Sedang
Jumlah Cabang Primer (cabang) 0,07 Rendah
Umur Panen (hari) 0,04 Rendah
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 0,39 Sedang
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 0,38 Sedang
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 0,64 Tinggi
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 0,65 Tinggi
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 0,58 Tinggi
Bobot Biji per Tanaman (g) 0,62 Tinggi
Bobot 100 Biji (g) 0,04 Rendah
Berdasarkan 170 sampel tanaman yang diseleksi dengan indeks seleksi
10%, diperoleh 8 tanaman yang terpilih pada populasi F3 yang memiliki karakter
umur genjah dan produksi tinggi.
Tabel 6. Sampel nomor tanaman terpilih ditinjau dari karakter umur genjah dan produksi tinggi dari populasi F3
Nomor tanaman Umur berbunga (hari) Bobot biji pertanaman (g)
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa umur berbunga pada
populasi F3 berbeda sangat nyata di bandingkan dengan populasi tetua betina
(Grobogan) namun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap tetua
jantan (Detam-2). Umur berbunga tetua betina (Grobogan) lebih cepat
dibandingkan dengan populasi F3 dan tetua jantan (Detam-2). Populasi tetua
betina memiliki rataan umur berbunga tercepat, yaitu 28 hari sementara populasi
F3 memiliki rataan umur berbunga terlama, yaitu 41,31 dan tetua jantan memiliki
rataan umur berbunga 38,75 hari. Hal ini dikarenakan selain dipengaruhi oleh
faktor genetik umur berbunga juga dipengaruhi oleh lingkungan sehingga perlu
sangat diperhatikan syarat tumbuh untuk mendukung optimalnya potensi genetik
tanaman yang diseleksi. Hal ini sesuai dengan literatur Adie dan Krisnawati
(2007) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi umur keluarnya
bunga adalah varietas, suhu, dan lama penyinaran.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa umur panen pada
populasi F3 berbeda sangat nyata di bandingkan dengan populasi tetua betina
(Grobogan) namun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap tetua
jantan (Detam-2). Umur panen tetua betina lebih cepat dibandingkan dengan
populasi F3 dan tetua jantan. Populasi tetua betina memiliki umur panen tercepat,
yaitu 81 hari sementara populasi tetua jantan memiliki umur panen terlama, yaitu
111,67 dan populasi F3 memiliki rataan umur panen 107,76 hari. Umur panen
kedelai sangat dipengaruhi oleh varietas. Oleh karena itu diharapkan terdapat
keturunan hasil persilangan Grobogan x Detam-2 yang memiliki umur panen
yang menyatakan bahwa kedelai mengalami kematangan pada umur 100-150 hari
tergantung varietas, cuaca, dan lokasi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada
populasi F3 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap kedua tetua.
Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada populasi tetua jantan, yaitu 34,61 cm
sementara tinggi tanaman terendah terdapat pada populasi F3 yaitu 27,22 cm,
populasi tetua betina memiliki rataan tinggi tanaman 28,16 cm. Varietas
Grobogan dan Detam-2 menunjukkan adanya penurunan pertumbuhan tinggi
tanaman dipengaruhi oleh lingkungan. Banyaknya gulma disekitar areal
pertanaman juga mempengaruhi pertumbuhan karena gulma dapat menjadi inang
bagi hama sehingga intensitas serangan hama tinggi dan sulit untuk dikendalikan.
Waktu penanaman juga berpengaruh dalam pertumbuhan kedelai. Waktu yang
tepat untuk penanaman kedelai yaitu pada bulan Januari, sedangkan penelitian ini
dimulai pada bulan Maret. Akibatnya pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tidak
sesuai dengan deskripsi varietas. Hal ini sesuai dengan literatur Falconer dan
Mackay (1996) yang menyatakan bahwa ekspresi karakter tinggi tanaman bersifat
poligenik dan dipengaruhi oleh faktor non-genetik (lingkungan).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah cabang primer
pada populasi F3 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap kedua
tetua. Tidak terdapat perbedaan yang terlalu jauh pada populasi F3 terhadap kedua
tetuanya. Jumlah cabang berkaitan dengan tinggi tanaman, pada umumnya
semakin tinggi tanaman maka jumlah cabang semakin banyak sehingga
dengan literatur Sumardi (2014) yang menyatakan bahwa keseimbangan unsur
hara N, P, K akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Karakter jumlah polong berisi pertanaman merupakan salah satu
komponen hasil yang mempengaruhi hasil biji kering pada kedelai. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah polong berisi pada populasi F3
menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap kedua tetua. Jumlah
polong berisi pertanaman tertinggi terdapat pada populasi tetua jantan yaitu
dengan rataan 52,5 polong sementara tetua betina memiliki rataan jumlah polong
berisi 1 terendah yaitu 23,6 polong dan populasi F3 memiliki rataan 48,3 polong.
Jumlah polong berisi pertanaman dipengaruhi lingkungan. Pada penelitian ini
diduga karena kurangnya air pada saat masa pembungaan dan pengisian polong
akibat cuaca. Akibatnya proses fotosintesis dan laju transpirasinya terganggu. Hal
ini sesuai dengan literatur Suhartono et al., (2008) yang menyatakan bahwa air
sebagai sarana transport bagi unsur hara dari dalam tanah ketanaman, diperlukan
sebagai proses metabolisme tanaman, seperti proses fotosintesis dan transpirasi
tanaman.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah biji pertanaman
pada populasi F3 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap kedua
tetua. Jumlah biji pertanaman tertinggi terdapat pada populasi tetua jantandengan
rataan 86,2 biji sementara tetua betina memiliki rataan jumlah biji pertanaman
terendah yaitu 53,3 biji dan populasi F3 memiliki rataan 71,3 biji. Nilai duga
heritabilitas untuk jumlah biji pertanaman adalah 0,58. Ini menunjukkan bahwa
karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan dengan
produksi biji lebih dipengaruhi oleh genetik tanaman yang diwariskan dari kedua
tetua dan akan terus diteruskan untuk generasi selanjutnya.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot biji pertanaman
pada populasi F3 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap kedua
tetua. Tidak terdapat perbedaan bobot biji yang terlalu jauh antara populasi F3
dengan tetuanya. Akan tetapi bobot biji tertinggi terdapat pada populasi F3 yaitu
9,95 g sementara tetua betina dan tetua jantan masing-masing memiliki bobot 9,69
g dan 9,52 g. Peningkatan bobot biji pertanaman dipengaruhi oleh faktor genetik
dan lingkungan. Biji sebagai tempat menyimpan cadangan makanan yang
didapatkan dari proses fotosintesis, untuk itu tanaman harus membutuhkan cahaya
dan air yang cukup. Hal ini sesuai dengan literatur Suhartono et al., (2008) yang
menyatakan bahwa timbunan hasil fotosintesis tanaman berupa karbohidrat,
protein dan lemak umumnya disimpan pada batang, buah, biji, ataupun polong.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot 100 biji pada
populasi F3 berbeda sangat nyata di bandingkan dengan tetua betina (Grobogan)
dan berbeda nyata terhadap tetua jantan (Detam-2). Tetua betina memiliki ukuran
biji terbesar yaitu 18,48 g/100 biji sementara populasi F3 memiliki ukuran biji
sedang yaitu 13,96 g/100 biji dan tetua jantan memiliki ukuran biji terkecil yaitu
11,04 g/100 biji. Hal ini dikarenakan ukuran maksimum biji dipengaruhi oleh
genetik, namun lingkungan saat pengisian biji sangat berperan untuk
pembentukan ukuran nyata biji. Walaupun demikian, diharapkan terdapat
keturunan yang memiliki karakter ukuran biji yang besar yang didapat dari tetua
bahwa pada populasi F3 segregasi masih terjadi, dan karakter produksi biji tiap
tanaman serta ukuran biji bersifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen
sehingga keseragaman atau homozigositas baru dapat tercapai pada generasi lebih
lanjut.
Berdasarkan hasil analisis pada populasi tanaman F3 diketahui bahwa
karakter yang memiliki KKG yang tinggi yaitu pada karakter jumlah cabang
primer, jumlah polong berbiji 1, jumlah polong bebiji 2, jumlah polong berbiji 3,
jumlah polong berisi pertanaman, jumlah biji pertanaman, dan bobot biji
pertanaman , karakter yang sedang terdapat pada tinggi tanaman sedangkan yang
rendah terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, dan bobot 100 biji.
Keragaman yang tinggi ini menunjukkan bahwa terbentuk variasi yang luas
terhadap karakter tersebut. Hal ini sangat memungkinkan untuk keberhasilan
dalam seleksi, sebaliknya apabila nilai KKG rendah maka karakter tersebut
cenderung homogen. Hal ini sesuai dengan literatur Haeruman et al., (1990) yang
menyatakan bahwa keragaman genetik yang luas akan memberikan peluang yang
lebih besar diperolehnya karakter-karakter yang diinginkan dalam suatu populasi.
Nilai heritabilitas menunjukkan proporsi keragaman genetik terhadap
keragaman fenotipe yang teramati. Berdasarkan klasifikasi Stansfield (1991) nilai
heritabilitas yang tinggi (>0,50) yaitu terdapat pada karakter umur berbunga,
jumlah polong berbiji 3, jumlah polong berisi pertanaman, jumlah biji
pertanaman, dan bobot biji pertanaman. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas
sedang (0,2-0,5) yaitu tinggi tanaman, jumlah polong berbiji 1, dan jumlah polong
berbiji 2. Sementara yang memiliki nilai heritabilitas rendah (<0,2) yaitu jumlah
heritabilitas yang tinggi menunjukkan ragam genetiknya masih besar, sehingga
seleksi yang dilakukan masih efektif. Oleh karena itu seleksi masih harus terus
dilakukan ke generasi selanjutnya guna mendapatkan karakter yang diinginkan.
Hal ini sesuai dengan literatur Crowder (1997) yang menyatakan bahwa
heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varians genetik besar dan varians
lingkungan kecil.
` Karakter jumlah polong berisi pertanaman, jumlah biji pertanaman, dan
bobot biji pertanaman memiliki KKG dan nilai heritabilitas yang tinggi
(tabel 4 dan 5). Koefisien keragaman genetik yang lebih tinggi dari ragam
lingkungan dan nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan karakter ini lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dibanding faktor lingkungan. Karakter
tersebut merupakan karakter yang cukup efektif digunakan dalam program
perbaikan tanaman untuk meningkatkan hasil seperti yang diharapkan. Oleh
karena itu karakter tersebut dapat dipertimbangkan untuk dijadikan karakter untuk
seleksi berikutnya. Hal ini sesuai dengan literatur Rachmawati (2016) yang
menyatakan bahwa efektifitas seleksi sangat tergantung pada besarnya nilai duga
heritabilitas dan keberadaan keragaman genetik bahan yang diseleksi.
Berdasarkan hasil penelitian dari 170 tanaman yang diseleksi dengan
indeks seleksi 10%, maka terpilih 8 genotipe yang mempunyai karakter umur
berbunga lebih cepat dari tetua jantan serta produksi tinggi dibandingkan kedua
tetuanya untuk perlu dilanjutkan seleksi ke generasi berikutnya berdasarkan
karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi sampai didapatkannya karakter
dan merupakan dasar dari seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa rataan karakter bobot
biji pertanaman populasi F3 lebih baik dari kedua tetuanya.
2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh delapan individu terpilih pada
turunan F3 yang berumur genjah dan berproduksi tinggi.
3. Berdasarkan nilai duga heritabilitas pada generasi F3 diketahui bahwa
karakter umur berbunga, jumlah polong berbiji 3, jumlah polong berisi
pertanaman, jumlah biji pertanaman, dan bobot biji pertanaman memiliki
nilai heritabilitas tinggi yang sangat memungkinkan untuk dijadikan
karakter seleksi pada generasi selanjutnya.
Saran
Sebaiknya penelitian ini dilanjutkan seleksinya dalam kondisi cekaman
abiotik untuk mengetahui ketahanan generasi selanjutnya terhadap kekeringan.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Menurut Steenis (2005), tanaman kedelai (Glycine max L. Merril.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,
Class : Dicotyledoneae, Ordo : Polypetales, Familia : Leguminosae,
Genus : Glycine, Species: Glycine max L. Merril.
Tipe pertumbuhan kedelai diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yakni tipe
determinit, indeterminit dan semi determinit. Tipe determinit, pemanjangan
batang berhenti saat fase berbunga sehingga tipe ini memiliki batang yang pendek.
Tipe indeterminit, pemanjangan batang terus berlanjut saat mencapai fase
berbunga (Poelhman, 2006).
Sistem perakaran kedelai terdiri atas akar tunggang, akar sekunder, dan
akar cabang. Perkembangan akar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
penyiapan lahan, tekstur tanah, kondisi fisik,dan kimia tanah, serta kadar air
tanah. Kedalaman perakaran dapat mencapai 2 m dengan penyebaran mencapai
1.5 m. Akar kedelai memiliki nodul yang terbentuk dari hasil simbiosis dengan
bakteri Rhizobium javanicum (Hidajat, 1985).
Kedelai berupa semak yang memiliki tinggi sekitar 40-90 cm dan memiliki
cabang. Batang kedelai berbuku dan merupakan tempat tumbuhnya bunga. Buku
yang memiliki polong disebut buku subur . Buku pertama dihitung pada posisi
daun tunggal dan daun bertiga pertama membuka ( Sumarno et al., 2007).
Kedelai memiliki berbagai bentuk daun, yakni bulat atau lancip
daun tunggal, kemudian daun selanjutnya yang tumbuh berupa daun bertiga atau
trifoliat (Hidajat 1985).
Tabel 1. Karakteristik fase pertumbuhan kedelai
Fase Fase Pertumbuhan Keterangan
Ve Kecambah Tanaman baru muncul dipermukaan tanah.
Vc Kotiledon Dua kotiledon terbuka dan dua daun tunggal
mulai terbuka
V1 Buku 1 Daun tunggal dan daun bertiga terbuka
V2-Vn
Buku 2 sampai buku ke –n
Daun pada buku tersebut telah terbuka sempurna, dan daun pada buku diatasnya mulai membuka
R1 Mulai berbunga Pada batang utama terdapat satu bunga yang mekar
R2 Berbunga penuh Pada dua buku atau lebih dibatang utama terdapat bunga mekar
R3 Mulai pembentukan
polong
Pada batang utama terdapat polong yang memiliki panjang 5 mm
R4 Polong berkembang
penuh
Pada batang utama terdapat polong yang memiliki panjang minimal 2 mm.
R5 Polong mulai berisi Pada batang utama terdapat polong yang berisi biji berukuran 2 x 1 mm.
R6 Biji Penuh
Pada batang utama terdapat polong yang berisi biji berwarna hijau dengan ukuran maksimal (ukuran biji memenuhi rongga polong).
R7 Polong mulai
kuning, coklat
Pada batang utama terdapat satu polong berarna abu-abu atau kehitaman (warna matang)
R8 Polong matang
penuh
Sebanyak 95% polong telah matang (kuning kecoklatan)
Sumber : Adie dan Krisnawati (2007)
Berdasarkan bobot 100 butir, biji digolongkan ke dalam 3 ukuran, yakni
kecil sebesar kurang dari 10 g, sedang sebesar 10-14 g dan besar sebesar lebih dari
14 g. Pedoman pengamatan terhadap sifat-sifat morfologi tersebut membutuhkan
informasi mengenai fase tumbuh kedelai. Fase pertumbuhan kedelai terdiri dari 2
fase, yakni fase vegetatif dan fase generatif ( Efendi dan
mekar pada pagi hari sekitar pukul 08.00-09.00. Faktor yang mempengaruhi umur
keluarnya bunga adalah varietas, suhu, dan lama penyinaran. Periode berbunga
berlangsung selama 3 hingga 5 minggu. Bunga pertama muncul pada buku ke-5
atau buku di atasnya. Bunga muncul berkelompok yang terdiri dari 2 sampai 35
kuntum bunga. Tidak semua bunga berhasil membentuk polong, sekitar 20-80%
bunga gugur (Adie dan Krisnawati 2007).
Warna bunga kedelai bervariasi putih atau ungu. Polong terbentuk setelah
7-10 hari kedelai berbunga. Polong berwarna hijau muda saat muda, dan kuning
kecokelatan saat masak . Periode pemasakan polong optimal selama 50-75 hari.
Jumlah polong yang dapat dipanen berkisar antara 20-200 polong per tanaman.
Faktor yang mempengaruhi jumlah polong adalah varietas, kesuburan tanah, dan
jarak tanam. Setiap polong kedelai berisi antar 1-4 biji.
Warna biji kedelai bervariasi yakni kuning, hitam, kuning kehijauan, dan cokelat.
Bentuk biji juga bervariasi yaitu bulat, bulat telur, atau gepeng
( Sumarno et al., 2007).
Syarat Tumbuh Iklim
Kedelai tumbuh baik pada dataran rendah dari 1 hingga 600 m diatas
permukaan laut, curah hujan antara 150-200 mm/bulan, suhu antara 30-15oC pada
berbagai jenis tanah yang drainasenya baik (Kasno et al., 1992). Iklim kering
lebih cocok untuk tanaman kedelai dibandingkan dengan iklim lembab
(Effendi dan Utomo, 1993).
Antara suhu dan kelembaban harus seimbang. Suhu yang cukup tinggi dan
berlebihan menyebabkan turunnya produksi kualitas biji kedelai yang dihasilkan
(Prasastyawati dan Rumawas, 1980).
Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau
penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanama berhari pendek, artinya
tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu
15 jam per hari (Effendi dan Utomo, 1993).
Tanah
Tekstur tanahnya lempung berpasir dan liat, struktur gembur, pH nya
diantara 5,5-7, untuk optimal 6,8. (Prasastyawati dan Rumawas, 1980). Kedelai
dapat tumbuh di tanah yang agak masam akan tetapi pada pH yang terlalu rendah
bisa menimbulkan keracunan Al dan Fe. Nilai pH tanah yang cocok berkisar
antara 5,8-7,0. Pada pH di bawah 5,0 pertumbuhan bakteri bintil dan nitrifikasi
akan berjalan kurang baik (Hidajat, 1985).
Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh pada semua jenis tanah.
Namun demikian untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang
maksimal kedelai harus ditanam pada jenis tanah yang berstruktur lempung
berpasir atau liat berpasir (Effendi dan Utomo, 1993).
Dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup, kedelai akan tumbuh baik
pada tanah-tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah
yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah podsolik merah-kuning,
perlu diberi pupuk organik dan pengapuran (Hidajat, 1985).
Seleksi
tanaman dan merupakan dasar dari seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan
kultivar unggul baru. Keberhasilan seleksi tergantung pada kemampuan pemulia
untuk memisahkan genotipe-genotipe unggul dari genotipe yang tidak
dikehendaki. Bagaimana cara membedakan antara genotipe unggul dengan
genotipe yang tidak unggul atas dasar penilaian fenotipe individu atau kelompok
tanaman yang dievaluasi diperlukan pertimbangan tentang besaran beberapa
parameter genetik. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebaga
pertimbangan supaya seleksi efektif misalnya besaran nilai keragaman genetik,
heritabilitas, pola segregasi, jumlah gen, dan aksi gen pengendali karakter yang
menjadi perhatian (Barmawi, 2007).
Idiotype tanaman yang di inginkan dari penyeleksian, persilangan maupun
perbanyakan tanaman adalah suatu tanaman yang memiliki kriteria yang mampu
hidup dan berproduksi tinggi pada suatu tempat sebagai introduksi pada tanaman
tersebut, seperti tahan pada hama dan penyakit, produksi tinggi dan umur genjah
(Hasyim, 2005).
Seleksi berdasarkan data analisis kuantitatif yang berpedoman pada nilai
keragaman genotipik, keragaman fenotipik, heritabilitas, korelasi genotipik dan
korelasi fenotipik. Untuk memperkecil kekeliruan seleksi yang didasarkan pada
wujud luar (fenotip) tanaman, maka perlu memperhatikan; (i) korelasi genotipik
dan fenotipik antar sifat, (ii) lingkungan yang cocok untuk seleksi sifat yang
diinginkan, (iii) ciri genetik sifat yang diseleksi (monogenik, oligogenik dan
poligenik), (iv) cara seleksinya (langsung atau tidak langsung), dan (v) keragaman
Seleksi individual dari varietas yang sudah ada adalah seleksi untuk
mendapatkan individu-individu dengan sifat tertentu dari varietas tersebut. Seleksi
individual dapat dilakukan melalui :
a. Seleksi massa yaitu metode pemilihan individu tanaman dari polulasi
Varietas Asal yang beragam;
b. Seleksi galur murni yaitu metode pemilihan dengan cara memisahkan
individu-individu yang terdapat dalam populasi Varietas Asal kemudian
digalurkan sehingga mencapai kondisi homozigot yaitu individu yang
mempunyai dan atau lebih alel-alel yang sama
c. Seleksi pedigree yaitu metode pemilihan yang dilakukan sejak generasi
kedua (F2) dengan mencatat asal usulnya sehingga diperoleh galur murni;
d. Seleksi bulk yaitu metode pemilihan yang dilakukan pada generasi lanjut
untuk mendapatkan galur murni.
(PERMENTAN, 2008).
Keragaman Fenotipe dan Genotipe
Pengadaan varietas unggul dapat dilakukan melalui pemuliaan tanaman,
untuk itu diperlukan keragaman genetik yang memadai. Dengan tersedianya
keragaman genetik, maka memperbesar kemungkinan untuk melakukan
pemilihan, penggabungan sifat baik, menguji dan membentuk varietas–varietas
baru. Upaya untuk memperbesar keragaman genetik antara lain melalui mutasi,
introduksi, seleksi dan persilangan (Allard, 1991).
Keragaman adalah perbedaan yang ditimbulkan dari suatu penampilan
karena pengaruh gen dan interaksi antar gen yang berbeda-beda dalam suatu
populasi. Apabila genotipe-genotipe tersebut ditanam pada lingkungan yang
seragam,akan tampak fenotipe yang berbeda-beda (Crowder, 1997).
Keragaman merupakan faktor penting dalam mengembangkan suatu
genotipe baru. Hal tersebut karena keragaman genetik yang luas merupakan syarat
berlangsungnya proses seleksi yang efektif sehingga memberikan keleluasaan
dalam proses pemilihan suatu genotipe. Selain itu, keragaman genetik yang luas
juga akan memberikan peluang yang lebih besar diperolehnya karakter-karakter
yang diinginkan dalam suatu populasi. Keragaman genetik yang sempit
menunjukkan bahwa genotipe-genotipe di dalam populasi tersebut cenderung
homogen sehingga proses seleksi terhadap sejumlah genotipe atau karakter tidak
akan berjalan efektif (Haeruman et al., 1990).
Menurut Tamrin (2002) keragaman fenotipe yang tinggi disebabkan oleh
adanya keragaman yang besar dari lingkungan dan keragaman genetik akibat
segregasi. Keragaman yang teramati merupakan keragaman fenotipik yang
dihasilkan karena perbedaan genotipe.
Untuk mengetahui keragaman dan heritabilitas tanaman perlu dilakukan
pengamatan karakter tanaman. Karakter tanaman, seperti tinggi tanaman, potensi
hasil, dan lain-lain secara umum terbagi menjadi dua, yaitu karakter kualitatif dan
karakter kuantitatif. Karakter kualitatif adalah karakter-karakter yang
perkembangannya dikondisikan oleh aksi gen atau gen-gen yang memiliki sebuah
efek yang kuat atau dikendalikan oleh sedikit gen, seperti warna bunga, bentuk
bunga, bentuk buah, bentuk daun, dan bagian tanaman lain. Karakter kuantitatif
jumlah butir benih, hasil, dan lain sebagainya. Karakter ini dikendalikan oleh
banyak gen-gen yang masing-masing berkontribusi terhadap penampilan atau
ekspresi karakter kuantitatif tertentu (Baihaki, 2000).
Heritabilitas
Heritabilitas merupakan pengukur seberapa jauh fenotipe yang nampak
sebagai refleksi genotipe (Baihaki, 2000). Poespodarsono (1988) menyatakan
karakter fenotipe merupakan interaksi antara genotipe dan lingkungan sehingga
besaran nilai fenotipe sangat erat dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan.
Untuk seorang pemulia tanaman, nilai genotipe mempunyai arti penting dalam
menentukan nilai pemuliaan tanaman. Besar kecilnya nilai genotipe erat
hubungannya dengan kemampuan tanaman untuk memperbaiki sifat melalui
seleksi tanaman serta tanaman generasi selanjutnya.
Heritabilitas untuk sifat tertentu berkisar dari 0 sampai 1. Merumuskan
kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas tinggi > 0,5;
heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah < 0,2. Jika heritabilitas
kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan dalam hubungannya dengan
nilai tengah induk-induknya, terjadi regresi ke arah nilai tengah generasi
sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5 maka nilai tengah keturunan beregresi
50% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya, jika heritabilitas itu adalah 0,25
maka nilai tengah keturunan beregresi 75% ke arah nilai tengah generasi
sebelumnya. Jadi jika heritabilitas = 100%, maka sama dengan persentase regresi
(Stansfield, 1991).
memungkinkan untuk dilakukan seleksi. Pendugaan heritabilitas akan
mengantarkan pada suatu kesimpulan apakah sifat-sifat tersebut lebih dipengaruhi
oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Heritabilitas tinggi menunjukkan
bahwa varians genetik besar dan varians lingkungan kecil (Crowder, 1997),
sedangkan evaluasi terhadap variasi genetik yang besar akan memberikan
keleluasaan dalam pemilihan suatu genotipe unggul (Meddy et al., 1990).
Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian
pengaruh genetik dari penampakan fenotif yang dapat diwariskan dari tetua
kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik besar
dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan,
heritabilitas makin kecil (Crowder, 1997). Suatu karakter yang memiliki nilai
heritabilitas tinggi dapat diseleksi pada generasi awal (F2 dan F3). Sebaliknya bila
nilai heritabilitasnya rendah, maka karakter tersebut harus diseleksi pada generasi
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kedelai termasuk salah satu tanaman legum yang memiliki peranan
penting. Legum ini digunakan secara luas dalam industri pangan dan merupakan
salah satu sumber protein nabati utama. Selain kandungan protein yang tinggi,
kedelai juga mengandung berbagai metabolit sekunder seperti saponin,
fitoestrogen, dan isoflavon. Potensi kedelai yang lain adalah sebagai bahan baku
biodiesel, menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker, diabetes, kegemukan
dan penyakit ginjal (Yuniaty, 2013).
Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) I Badan Pusat Statistik (BPS) ,
produksi kedelai tahun 2015 mencapai 998.870 ton biji kering kedelai. Angka ini
tercatat meningkat sekitar 43.870 ton biji kering kedelai atau setara 4,5% dari
produksi kedelai 2014 yang hanya sebanyak 955.000 ton biji kering. Peningkatan
produksi kedelai ini ditopang oleh penambahan luas areal panen sekitar 24.670
hektar atau 4,01%. Produktivitas tanaman kedelai nasional pun juga diperkirakan
naik 0,09 kwintal per hektar atau setara 0,58%. Namun, peningkatan produksi ini
tak cukup tinggi untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan data
tersebut konsumsi masyarakat mencapai 2,54 juta ton biji kering kedelai yang
terdiri dari konsumsi langsung penduduk sebesar 2 juta ton biji kering kedelai,
pakan ternak sebesar 3.000 ton biji kering kedelai, benih sebesar 39.000 ton biji
kering kedelai, industri non makanan sebesar 446.000 ton biji kering kedelai, dan
susu sebesar 49.000 ton biji kering kedelai. Karena produksi hanya mencapai
Pada tahun 2012 sekitar 70% kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi
dari impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor kedelai pada 2011
mencapai 2,08 juta ton dengan nilai US$1,24 miliar, sedangkan produksi dalam
negeri hanya sekitar 600 ribu ton. Pada tahun sebelumnya, jumlah impor itu baru
sekitar 1 juta ton. Berarti ada peningkatan kebutuhan yang sangat besar
(BPS, 2011).
Permintaan kebutuhan kedelai yang tinggi dapat dipenuhi dengan
peningkatan produksi hasil varietas kedelai yang ditanam. Perbaikan varietas
kedelai menjadi varietas unggul dapat diperoleh melalui pemuliaan tanaman
dengan melakukan perbaikan daya hasil dan adaptasi tanaman. Perakitan varietas
baru memerlukan populasi dasar yang memiliki keragaman genetik yang tinggi.
Keragaman genetik kedelai di Indonesia rendah, sehingga perlu upaya
peningkatan keragaman genetik tanaman. Upaya peningkatan keragaman genetik
kedelai dapat dilakukan melalui introduksi, persilangan, transformasi genetik dan
mutasi (Arsyad et al., 2007).
Telah dilakukan persilangan dari beberapa varietas kedelai oleh
Arifianto (2015) antara varietas Anjasmoro, Detam-2, dan Grobogan. Berdasarkan
hasil penelitian pada turunan F1, persilangan G6 (♀ Grobogan X ♂ Detam 2)
lebih unggul dari G5 (♀ Detam-2 X ♂ Grobogan) pada parameter tinggi tanaman,
jumlah cabang primer, jumlah polong berisi, jumlah biji pertanaman, dan bobot
biji petanaman. Hasil persilangan yang lebih berpotensi dalam memperbaiki sifat
umur berbunga adalah persilangan benih kedelai antara varietas Detam-II dengan
Berdasarkan penelitian Pulungan (2016), diketahui bahwa keturunan F2
hasil persilangan G4 (♀ Grobogan X ♂ Detam 2) diperoleh bahwa parameter
yang mempunyai kriteria heritabilitas tinggi yaitu jumlah polong berisi per
tanaman (0,52) , dan jumlah biji pertanaman memiliki kriteria heritabilitas sedang.
Populasi tanaman dengan sifat-sifat heritabilitas tinggi memungkinkan dilakukan
seleksi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai seleksi individu berdasarkan karakter agronomi pada generasi F3 hasil
persilangan antara varietas Grobogan (♀) dengan Detam II (♂) untuk meng etahui
seleksi umur genjah serta produksinya.
Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan individu terpilih berdasarkan karakter umur genjah
dan produksi tinggi kedelai pada generasi F3 hasil persilangan
Grobogan X Detam 2.
Hipotesis Penelitian
Terdapat individu dengan karakter umur genjah dan produksi tinggi
tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) pada generasi F3 hasil persilangan
Grobogan dengan Detam 2.
Detam-2 (♂) Grobogan (♀)
Persilangan
F1
F2
ditanam kembali
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi
ABSTRACT
NURUL HIDAYAH SINAGA: Individual Selection of F3 generations Based
on the Character of time early ripening and High Production crosses Soybean (Glycine max L.Merril) in F3 generations. Supervised by DIANA SOFIA
HANAFIAH and MBUE KATA BANGUN.
The research aimed to get individuals time early ripening and high production of soybean genotypes to the F3 generation. This research was conducted at the Experimental Field, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan at a height of ± 25 meters above sea level, from March to July 2016. The parameters observed were flowering age, harvesting age, plant height, number of primary branches, number of productif crop, number of seed, weight of seeds, and weight of 100 seeds. The results showed that the population of F3 to the elder females highly significant effect on the character of the age of flowering, harvesting age, number of productive crop, number of seed, and weight of 100 seeds, while the population of F3 to the elder males highly significant effect on the character of the age of flowering, plan height, and significantly different to the character of harvesting age.
ABSTRAK
NURUL HIDAYAH SINAGA : Seleksi Individu Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Persilangan Kedelai (Glycine max L.Merril). pada Generasi F3. Dibimbing oleh Diana Sofia Hanafiah dan Mbue Kata Bangun.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan individu berumur genjah dan produksi tinggi beberapa genotipe kedelai pada generasi F3. Penelitian ini
dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian ± 25 mdpl, dari bulan Maret sampai Juli 2016. Parameter yang diamati adalah umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah polong berisi pertanaman, jumlah biji pertanaman, bobot biji pertanaman, dan bobot 100 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi F3
terhadap tetua betina menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, umur panen, jumlah polong berisi pertanaman, jumlah biji pertanaman, dan bobot 100 biji sementara populasi F3 terhadap tetua jantan
menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, tinggi tanaman, dan berbeda nyata terhadap karakter umur panen.
SELEKSI INDIVIDU BERDASARK AN K ARAKTER UMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI PERSILANGAN
KEDELAI (Glycine max L. Merril) PADA GENERASI F3
SKRIPSI
OLEH :
NURUL HIDAYAH SINAGA / 120301127 AET - PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
SELEKSI INDIVIDU BERDASARK AN K ARAKTER UMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI PERSILANGAN
KEDELAI (Glycine max L. Merril) PADA GENERASI F3
SKRIPSI
OLEH :
NURUL HIDAYAH SINAGA / 120301127 AET - PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Seleksi Individu Berdasarkan Karakter
Umur Genjah dan Produksi Tinggi Persilangan
Kedelai (Glycine max L.Merril.) Pada Generasi F3.
Nama : Nurul Hidayah Sinaga
NIM : 120301127
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Pemuliaan Tanaman
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP. MP. Ir. Mbue Kata Bangun, MS. Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
Mengetahui
ABSTRACT
NURUL HIDAYAH SINAGA: Individual Selection of F3 generations Based
on the Character of time early ripening and High Production crosses Soybean (Glycine max L.Merril) in F3 generations. Supervised by DIANA SOFIA
HANAFIAH and MBUE KATA BANGUN.
The research aimed to get individuals time early ripening and high production of soybean genotypes to the F3 generation. This research was conducted at the Experimental Field, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan at a height of ± 25 meters above sea level, from March to July 2016. The parameters observed were flowering age, harvesting age, plant height, number of primary branches, number of productif crop, number of seed, weight of seeds, and weight of 100 seeds. The results showed that the population of F3 to the elder females highly significant effect on the character of the age of flowering, harvesting age, number of productive crop, number of seed, and weight of 100 seeds, while the population of F3 to the elder males highly significant effect on the character of the age of flowering, plan height, and significantly different to the character of harvesting age.
ABSTRAK
NURUL HIDAYAH SINAGA : Seleksi Individu Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Persilangan Kedelai (Glycine max L.Merril). pada Generasi F3. Dibimbing oleh Diana Sofia Hanafiah dan Mbue Kata Bangun.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan individu berumur genjah dan produksi tinggi beberapa genotipe kedelai pada generasi F3. Penelitian ini
dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian ± 25 mdpl, dari bulan Maret sampai Juli 2016. Parameter yang diamati adalah umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah polong berisi pertanaman, jumlah biji pertanaman, bobot biji pertanaman, dan bobot 100 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi F3
terhadap tetua betina menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, umur panen, jumlah polong berisi pertanaman, jumlah biji pertanaman, dan bobot 100 biji sementara populasi F3 terhadap tetua jantan
menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, tinggi tanaman, dan berbeda nyata terhadap karakter umur panen.
RIWAYAT HIDUP
Nurul Hidayah Sinaga, lahir di Rantauprapat pada tanggal 02 Juni 1994,
anak dari Bapak Muhammad Ali Sinaga dan Ibu Sri Delima. Penulis merupakan
anak ketiga dari enam bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD N 116241
Rantauprapat lulus pada tahun 2006, SMP N 1 Rantau Selatan lulus pada tahun
2009, SMA N 1 Rantau Utara lulus pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama
penulis terdaftar masuk ke Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih minat Pemuliaan Tanaman, program
studi Agroekoteknologi.
Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan
antara lain organisasi Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi dan Himadita
Nursery pada tahun 2013. Penulis juga aktif menjadi asisten Laboratorium Dasar
Pemuliaan Tanaman pada tahun 2016 serta asisten Laboratorium Genetika
Populasi dan Kuantitatif pada tahun 2016.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Perkebunan
Nusantara IV, Unit Usaha Kebun Berangir, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Seleksi Individu Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Persilangan Kedelai (Glycine max L. Merril.) Pada Generasi F3” yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu
Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP. MP. dan Bapak Ir. Mbue Kata Bangun, MS. selaku
ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penyusunan skripsi ini. Terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
tercinta yang telah memberikan dukungan materi serta menjadi sumber semangat
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan dimasa mendatang.
Medan, September 2016
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ...ii
RIWAYAT HIDUP... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ...vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesa Penelitian... 3
Tinggi Tanaman (cm) ... 18
Jumlah Cabang (cabang) ... 19
Umur Panen (HST)... 19
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) ... 19
Jumlah Biji per Tanaman (biji) ... 19
Bobot Biji per Tanaman (g) ... 19
Bobot 100 Biji (g) ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19
Rataan Karakter Agronomi ... 19
Uji t ... 20
KKG ... 21
Heritabilitas... 22
Pembahasan ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29
Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... .. 30
DAFTAR TABEL
No. Hlm.
1. Rataan karakter agronomi hasil persilangan turunan F3 dengan tetuanya... 20
2. Uji t hasil persilangan Grobogan X Detam-2 terhadap tetua betina ... 21
3. Uji t hasil persilangan Grobogan X Detam-2 terhadap tetua jantan ... 21
4. Variabilitas genetik (σ²g) dan koefisien keragaman genetik (KKG) populasi tanaman F3 ... 22
5. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing komponen hasil pada persilangan Grobogan x Detam-2 ... 23
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hlm.
1. Deskripsi Varietas Grobogan ... 33
2. Deskripsi Varietas Detam ... 34
3. Bagan Penelitian ... 35
4. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 36
5. Pengamatan Karakter Agronomi Persilangan Grobogan x Detam-2... 37
6. Data Pengamatan Karakter Agronomi Tetua Betina (Grobogan) ... 45
7. Data Pengamatan Karakter Agronomi Tetua Betina (Grobogan) ... 46
8. Uji t hasil persilangan Grobogan X Detam-2 terhadap tetua betina ... 48
9. Uji t hasil persilangan Grobogan X Detam-2 terhadap tetua jantan ... 49
10. Variabilitas genetik (σ²g) variabilitas fenotipe (σ²p), koefisien keragaman genetik (KKG), koefisien keragaman fenotipe (KKF) populasi tanaman F3 ... 50
11. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing karakter pada persilangan Grobogan x Detam-2 ... 51
12. Sampel nomor tanaman terpilih ditinjau dari karakter umur berbunga dan produksi tinggi... 52