PERFORMANCE IN INDONESIA (POJK 03 No. 08 of 2014 Approach)
Oleh
RIVALDI YANUAR 20130410045
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS
PERFORMANCE IN INDONESIA (POJK 03 No. 08 of 2014 Approach)
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
RIVALDI YANUAR 20130410045
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS
v
“
Maka sesungguhnya bersama kesulitan
itu ada kemudahan. Sesungguhnya
bersama kesulitan itu ada kemudahan
.
”
(Q.S Al-Insyirah: 5-6)
“
Menyerah hanya ada pada orang yang tidak bersyukur
”
Dalam menggapai target yang diinginkan masalah dan
hambatan itu sebuah hal yang wajar, cukup hadapi
dengan banyak solusi dan jangan mengeluh, karena
Allah SWT pun tak pernah membatasi manusia dalam
vi
yang telah mendoakan, mendidik dan mendukung saya hingga saya sampai pada tahap menyelesaikan studi di jenjang S1.
Selanjutnya skripsi saya persembahkan untuk
Kakak saya Riandasa Anugerah Febrian dan Dyah Galuh.P
yang telah mendidik saya menjadi pribadi yang kuat dan berusaha keras
serta untuk seluruh keluarga besar Abu Cher yang telah mendoakan saya selama ini
Skripsi ini juga saya persembahkan kepada
Sahabat seperjuangan BPH HIMAMA FE UMY 2015-2016
Keluarga Besar Alumni OSIS 45 SMAN 1 Jatiwangi
Keluarga Himpunan Mahasiswa Manajemen (HIMAMA) FEB UMY
Keluarga Besar Mahasiswa Program Studi Manajemen Angkatan 2013
Teman – Teman Manajemen B 2013
Teman – teman seperjuangan saya dalam pengerjaan skripsi
yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini
Ibu Lela Hindasah., SE., M.Si., Taufik Akhbar, SE., MBA., Ferry Rahmadani, Lailatul Rochmah, Ellen. D. Octanti dan Yoga Murti Istianto.
Yang terakhir skripsi ini saya persembahkan untuk
Civitas Akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
xi
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
MOTO ... v
LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi
INTISARI ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Manfaat Teoritis ... 10
2. Manfaat Praktik ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ... 11
xii
5. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ... 21
B. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Perumusan Hipotesis ... 41
C. Model Penelitian ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian ... 51
B. Populasi dan Sampel ... 51
C. Teknik Sampling ... 51
D. Jenis Data ... 52
E. Pengumpulan data ... 52
F. Definisi Operasional Variabel ... 53
G. Teknik Analisis Data ... 60
1. Alat Analisis ... 61
2. Analisis Regresi Berganda... 61
3. Uji Asumsi Klasik ... 62
4. Pengujian Hipotesis ... 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 67
B. Hasil Uji Kualitas Data ... 68
xiii
A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 95
C. Keterbatasan Penelitian ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 96
xiv
Tabel 1.1. Pertumbuhan Perbankan Syari’ah di Indonesia ... 3
Tabel 2.1. Perbandingan LKBB dan LKB ... 14
Tabel 2.2. Perbedaan Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syari’ah ... 20
Tabel 2.3. Parameter Penilaian GCG ... 36
Tabel 3.1. Parameter Peringkat Penilaian GCG ... 57
Tabel 3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 60
Tabel 4.1. Prosedur Pemilihan Sampel (Purposive Sampling) ... 68
Tabel 4.2. Statistik Deskriptif ... 69
Tabel 4.3. Uji Normalitas ... 72
Tabel 4.4. Uji Multikolinearitas ... 73
Tabel 4.5. Uji Autokorelasi ... 74
Tabel 4.6. Uji Heterokedestisitas (Glejser) ... 75
Tabel 4.7. Pengujian Analisis Regresi Berganda ... 76
Tabel 4.8. Pengujian Analisis Regresi Berganda ... 78
xv
Gambar 2.1. Skema Intermediasi Perbankan ... 15
viii
Islamic banks performance in Indonesia using valuation methods based on POJK 03
no.08 of 2014. In this study, the sample used is islamic banking which included
national private banks with total 11 national private Islamic banks with provision
has published the annual report in 2011 – 2015 and which published GCG self
assessment report . The analysis used in this study were operated multiple regression
analysis using Eviews 7.0.
Based on the study, indicated that the ratio of liquidity risk is measured
using the FDR significant negative effect on the performance of Islamic banks as
measured by ROA, the risk ratio financing / credit use NPF significant negative effect
on ROA, the value of reverse GCG has no effect on ROA, the profitability ratio
measured by BOPO significant negative effect on ROA and capital ratios measured
by CAR does not have an influence on ROA.
vii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pengaruh rasio kesehatan
bank terhadap kinerja bank umum syariah di Indonesia menggunakan metode
penilaian berdasarkan pada POJK 03 nomor 08 tahun 2014 tentang penilaian tingkat
kesehatan bank umum syari’ah. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah
perbankan syari’ah yang termasuk bank swasta nasional berjumlah 11 bank umum
syariah swasta nasional dengan ketentuan telah menerbitkan annual report tahun
2011 – 2015 dan laporan good corporate governance. Analisis yang digunakan pada
penelitian ini adalah analisis regresi berganda dioperasikan menggunakan Eviews 7.0.
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, ditunjukan bahwa Rasio
Risiko Likuiditas yang diukur menggunakan FDR berpengaruh negatif signifikan
terhadap kinerja bank umum syariah yang diukur dengan ROA, rasio risiko
pembiayaan/kredit menggunakan NPF berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA,
nilai reverse GCG tidak berpengaruh terhadap ROA, rasio rentabilitas yang diukur
dengan BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA dan rasio permodalan
yang diukur dengan CAR tidak memiliki pengaruh terhadap ROA.
1 A. Latar Belakang
Bank merupakan lembaga intermediasi keuangan yang menjadi pilar
ekonomi bagi sebuah negara. Prinsipnya bank di Negara Indonesia berdiri
untuk memenuhi amanah undang - undang no. 10 tahun 1998, bank adalah
lembaga keuangan yang turut membangun kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Bank memegang peranan yang strategis dalam pembentukan
kekuatan perekonomian Negara. Peran strategis tersebut karena bank
memiliki fungsi intermediasi keuangan yang mana kegiatan bank adalah
menghimpun dana masyarakat kemudian menyalurkannya dalam bentuk
pinjaman atau pendanaan serta pembiayaan secara efektif dan efisien. Fungsi
funding dan landing pada akhirnya akan mendukung pada pelaksanaan
pembangunan nasional, yaitu dalam usaha meningkatkan pemerataan
pembangunan dan kemudian dampak jangka panjang akan timbul
pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional kearah peningkatan taraf hidup
masyarakat indonesia. Dalam upaya pemenuhan tujuan jangka panjang
tersebut maka bank dituntut untuk terus berinovasi dan melakukan continue
improvement guna mencapai perbankan yang ideal serta dapat meningkatkan
kemampuan bank yang diukur dengan kinerja yang semakin baik.
Dalam perkembangan sistem perbankan di Indonesia dilakukan dalam
Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan sistem jasa perbankan yang
semakin lengkap untuk memenuhi konsep intermediasi yang ideal. Di
Indonesia terdapat bank umum konvensional dan bank umum syariah yang
bersinergi mendukung penyaluran dana masyarakat secara lebih luas dan
menyeluruh dengan variasi pelayanan yang di sediakan, sehingga dapat
menimbulkan peningkatan kemampuan pembiayaan bagi perekonomian
nasional. Produk perbankan yang menjadi tolak ukur pada pertumbuhan
perekonomian Indonesia seperti kredit produktif atau konsumtif, tabungan,
deposito, investasi lain – lain, pembiayaan, pendanaan dll.
Pertumbuhan perbankan syariah mengalami perlambatan secara drastis.
Hal ini diungkapkan oleh lembaga pengawasan perbankan Otoritas Jasa
Keuangan menyebutkan bahwa bank syariah mengalami perlambatan pada
tahun 2015. Pada tahun 2013 bank syariah dinilai memiliki pertumbuhan
positif dengan ciri pada pertumbuhan aset yang siginifikan. Prestasi tersebut
tidak mampu terulang lagi pada tahun 2015, yang mana pertumbuhan asset
pada tahun tersebut hanya sebesar 7,9% pada juli 2015. Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) menilai bahwa bukan hanya pada sisi asset yang mengalami
perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada sisi pembiayaan sebesar 5,5% dan
memiliki kualitas pendanaan yang buruk yang di ukur dengan rasio NPF (Non
Performing Financing) sebesar 4,89%. Perlambatan tersebut menurut OJK
mahal, biaya operasional yang tidak efisien, layanan yang belum memadai
dan kualitas SDM dan tekhnologi yang masih tertinggal jauh
Tabel 1.1 Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia
Tahun Jumlah Aset
2010 Rp 100 Triliun
2011 Rp 123 Triliun
2012 Rp 179 Triliun
2013 Rp 228 Triliun
2014 Rp 234 Triliun
2015 Rp 273 Triliun
Sumber: data statistik proyeksi pertumbuhan bank syariah di Indonesia
Secara langsung bank syariah tidak terpengaruh oleh tinggi rendahnya
suku bunga di Indonesia. Sehingga suku bunga tidak mempengaruhi minat
nasabah untuk melakukan permohonan pembiayaan atau pendanaan. Pada
dasarnya bank syariah menjadikan imbal hasil sebagai subtitusi dari bunga
yang diterapkan bank, sehingga bank syariah dalam pengembalian pokok
pinjaman dan penambahan dari pengembalian sebagai imbalhasil yang telah
ditentukan sangat tergantung pada kinerja debitur. Ketergantungan ini
menyebabkan risiko tersendiri yang harus diantisipasi oleh bank.
Kompleksitas industri perbankan dalam kegiatan operasionalnya
menjadi salah satu alasan bagi lembaga pengawasan untuk menetapkan
standar penilaian kinerja perbankan atau tingkat kesehatan perbankan.
Perbankan sebagai industri intermediasi yang sarat akan risiko menyebabkan
penilaian kinerja haruslah berorientasi pada risiko inhern perbankan.
bank dan secara langsung maupun tidak langsung serta berdampak pada
rentabilitas karena sumber pendapatan pokok bank adalah pihak ketiga yang
menggunakan layanan perbankan. Selain itu penilaian pada aspek profit atau
rentabilitas perbankan dipandang sangat penting dan berpengaruh pada
kinerja keuangan bank. Dalam pemenuhan kegiatan operasionalnya bank
menggunakan modal, sehingga permodalan dianggap sebagai salah satu aspek
yang dapat menggambarkan tingkat kesehatan bank.
Penilaian kinerja bank umum syariah pada PBI no 9 tahun 2007 tentang
sistem penilaian kesehatan pada bank umum syariah menitik beratkan
penilaian pada faktor permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen,
profitabilitas, likuiditas dan sensitfitas terhadap risiko pasar bank umum
syariah. Bank Indonesia menimbang pada peraturan tersebut bahwa
pemeliharaan kesehatan bank berdasarkan prinsip syariah adalah kepentingan
seluruh pihak yang terkait pada bank. Dinamisnya pergerakan perbankan
syariah yang ditandai dengan semakin banyak jenis layanan perbankan
syariah menimbulkan peningkatan kompleksitas usaha dan sejalan dengan
timbulnya risiko pada perbankan sendiri.
Pada PBI no 13/1/PBI/2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank
umum mulai menerapkan metode baru dalam penilaian tingkat kesehatan
bank. Hal yang mendasari pengkinian kerangka penilaian bank oleh bank
Indonesia yaitu mengikuti pada standar bank dunia tentang penilaian
kesehatan bank. Selain itu peningkatan kompleksitas usaha bank serta profil
Indonesia merubah metode penilaian kinerja tersebut. Selain peraturan diatas,
bank Indonesia pun mengeluarkan Surat Edaran no.13/24/DPNP yang
menjelaskan tentang struktur dan tatacara penilaian kesehatan bank, yang
kemudian menjadi Manual book bagi bank di Indonesia.
Kerangka penilaian yang terdapat pada PBI no.13 tersebut
berorientasikan pada profil risiko yang ditimbulkan, tata kelola bank,
kemampuan bank menghasilkan laba serta kemampuan modal bank
menangani setiap asset yang memiliki risiko. Pada awalnya penerapan
kerangka tersebut diaplikasikan hanya pada bank umum konvensional, karena
pada bank umum syariah masih menggunakan penilaian sesuai pada PBI no 9
tahun 2007. Pada Januari 2014 perpindahan fungsi pengawasan bank
berpindah dari bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang
menyebabkan segala bentuk pengawasan pada lembaga keuangan di tangani
oleh OJK. Dalam penilaian kesehatan bank umum syariah OJK mengeluarkan
POJK no. 8/ POJK.3/2014 tentang penilaian kesehatan bank umum syariah
dan unit usaha syariah yang berdasarkan pada penilaian aspek profil risiko,
tata kelola, kemampuan menghasilkan laba, serta kecukupan modal.
Pada dasarnya penilaian bank pada setiap kerangka yang ditetapkan
bank Indonesia maupun OJK dalam pelaksanaannya dilakukan secara mandiri
oleh lembaga keuangan yang bersangkutan yang kemudian melakukan self
assessment terhadap seluruh aspek yang dinilai berdasarkan peraturan yang
ditetapkan. Setelah itu pihak internal bank menyerahkan laporan tingkat
pada akhir juli dan akhir desember. Laporan tersebut akan di validasi oleh
lembaga pengawas sehingga dapat membuktikan bahwa laporan yang
diberikan adalah laporan yang objektif dan dapat merepresntasi kan kondisi
bank, sehingga laporan tersebut dapat digunakan oleh pihak luar perusahaan
dalam mengambil keputusan investasi dll. atau pihak internal untuk kebijakan
strategis.
Dalam penilaian kesehatan bank umum syariah menggunakan prinsip –
prinsip yang telah ditetapkan oleh POJK no.8 tersebut. Prinsip – prinsip
penilaian tersebut dideskripsikan pada surat edaran OJK no. 10 tentang
penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah dan unit usaha syariah.
Prinsip Berorientasi pada risiko yang artinya pada kerangka penilaian
perbankan, kerangka penilaian tersebut berorientasikan pada risiko – risiko
bank dan dampak yang akan ditimbulkan pada kinerja bank secara
komperhensif. Prinsip proporsionalitas yaitu pada setiap indicator penilaian
memperhatikan pada kompleksitas usaha bank. Prinsip matrealitas dan
signifikansi pada setiap indicator yang dinilai baik dari memperhitungkan dan
menetapkan peringkat, Analisis ini didukung oleh data yang memadai tentang
risiko dan kinerja keuangan bank. Prinsip komperhensif dan terstruktur yaitu
prinsip penilaian yang menyeluruh dan tersistematis terhadap indicator
tingkat kesehatan bank.
Pada penilaian bank umum syariah sesuai POJK no 8 tahun 2014 bahwa
aspek yang dinilai adalah aspek profil risiko, tata kelola bank, rentabilitas,
kegiatan usaha bank baik yang bersifat pendanaan, pembiayaan, dll., risiko
reputasi, risiko hukum, risiko strategis dll. Tata kelola bank mencakup pada
penilaian terhadap pemenuhan prinsip – prinsip good corporate governance
yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kewajaran dan kemandirian.
Dalam fokus penilaian good corporate governance tersebut berpedoman pada
ketentuan good corporate governance yang berlaku serta memperhatikan
karakteristik dan kompleksitas usaha bank. Penilaian pada aspek rentabilitas
menurut surat edaran OJK no. 10 adalah evaluasi pada kinerja rentabilitas,
sumber – sumber rentabilitas, manajemen rentabilitas dan pelaksanaan fungsi
social. Penilaian dilakukan dengan memperhitungkan trend, kompleksitas
usaha bank, struktur, stabilitas dan perbandingan kinerja bank umum syariah
dengan kinerja peer group dengan analisis kuantitatif maupun kualitatif. Pada
penilaian permodalan mencakup pada evaluasi kecukupan modal dan
kecukupan pengelolaan permodalan. Menurut surat edaran OJK bank umum
syariah melakukan perhitungan permodalannya mengacu pada ketentuan yang
berlaku mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank umum
syariah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penilaian kesehatan bank
umum syariah yang telah ditetapkan oleh OJK pada POJK no. 8 tahun 2014
tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah dan unit usaha
syariah yaitu Risk Based Bank Rating (RBBR) yang mana melakukan
penilaian kesehatan bank umum syariah berorientasikan pada risiko. Dalam
Governance, Earning, Capital) yang secara teknis penilaian sama dengan
RBBR.
Pada penelitian muh. sabir dkk. (2012) dengan pembahasan pengaruh
rasio kesehatan bank terhadap bank umum syariah dan bank umum
konvensional di indonesia ditemukan bahwa capital adequacy ratio (CAR)
sebagai proksi pengukuran kecukupan modal tidak berpengaruh terhadap
return on asset (ROA) sebagai proksi kinerja keuangan bank. Rasio biaya
operasional dan beban operasional (BOPO) sebagai rasio rentabilitas
memiliki hubungan negative dengan ROA. Net operating margin (NOM)
sebagai rasio rentabilitas berpengaruh positif terhadap ROA. Non perfoming
financing (NPF) Sebagai rasio dari risiko Pembiayaan tidak berpengaruh
terhadap ROA. Financing to deposit ratio (FDR) yang merupakan rasio
likuiditas memiliki pengaruh positif terhadap ROA. Pada penelitian M.
Shalahuddin Fahmy (2013) menunjukan bahwa CAR memiliki pengaruh
positif tidak signifikan terhadap ROA, NPF dan FDR memiliki pengaruh
negative tidak signifikan terhadap ROA. Pada penelitian Pratiwi (2012)
menunjukan bahwa CAR memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap
ROA, BOPO dan NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA dan
FDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Pada penelitian Tjandro
(2011) mendapati bahwa GCG berpengaruh positif terhadap ROA. Dari
penelitian penelitian diatas tersebut terdapat research gap atau perbedaan
hasil pada setiap penelitian. Selain itu peraturan penilaian tingkat kesehatan
komperhensif menjadi ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk melakukan
analisis pengaruh rasio kesehatan bank terhadap kinerja keuangan bank
umum syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut maka rumusan masalah
untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengaruh rasio risiko likuiditas terhadap kinerja bank umum
syari’ah?
2. Apakah pengaruh rasio risiko pembiayaan terhadap kinerja bank umum
syari’ah?
3. Apakah pengaruh Good Corporates Governance terhadap kinerja bank
umum syari’ah?
4. Apakah pengaruh rasio rentabilitas (Earning) terhadap kinerja bank
umum syari’ah?
5. Apakah pengaruh rasio permodalan (Capital) terhadap kinerja bank
umum syari’ah ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah maka tujuan dari penilitian ini
adalah sebagai berikut ;
1. Mengetahui pengaruh rasio risiko likuiditas terhadap kinerja keuangan
2. Mengetahui Pengaruh Rasio risiko Pembiayaan terhadap kinerja
keuangan bank umum syari’ah.
3. Mengetahui Pengaruh Rasio Good Corporates Governance terhadap
kinerja keuangan bank umum syari’ah.
4. Mengetahui pengaruh rasio Rentabilitas (Earning) terhadap kinerja
keuangan bank umum syari’ah.
5. Mengetahui Pengaruh rasio Permodalan (Capital) terhadap kinerja bank
umum syari’ah.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi
tambahan bagi penelitian selanjutnya terkait analisis pengaruh
rasio kesehatan terhadap kinerja keuangan bank umum syari’ah
di Indonesia.
2. Manfaat praktis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi
perusahaan Perbankan syari’ah terkait pengawasan terhadap
kinerja keuangan bank umum syari’ah yang dipengaruhi rasio
11 A. Landasan Teori
1. Financial Intermediation Theory
Menurut Petter S. Rose dan Sylvia C. Hudgin (2010) dalam
bukunya bank management and financial services berpendapat bahwa
perusahaan yang bersifat intermediasi keuangan adalah “bussines
interact with two types of individual and institution in the economy:
(1) deficit-spending individuals and institutions. Whose current
expendintures for consumption and investment exceed their current
recipt of income and who therefore, need to raise funds externally
through borrowing or issuing stock, and (2) surplus-spending
individuals and institutions whose current receipts of income exceed
their current expenditures on good and services so they have surplus
funds to save and investment.” . Intermediasi keuangan merupakan
kegiatan dimana pihak perusahaan menyalurkan dana dari pihak
surplus yang memiliki pendapatan melebihi kewajiban/beban sehingga
dia dapat menyimpan dana dan melakukan investasi kepada pihak
deficit yang memiliki nilai kewajiban/beban lebih besar daripada
pendapatannya atau yang membutuhkan peningkatan dana yang
bersumber dari eksternal dengan berbagai tujuan seperti ekspansi,
untuk melakukan pinjaman atau menyebarkan isu positif kondisi
perusahaannya.
2. Lembaga keuangan.
Pada pasal 1 UU no.14 tahun 1967 yang telah terganti dengan UU no.7 tahun 1992, Menyatakan bahwa lembaga keuangan merupakan suatu badan yang kegiatannya menarik hasil-hasil dana
dari nasabah atau masyarakat yang kemudian disalurkan kembali pada
masyarakat.
a. Bentuk lembaga keuangan.
Menurut SK Menkeu RI no. 792 tahun 1990 tentang “lembaga
keuangan”, lembaga keuangan diberi batasan sebagai sebuah badan
yang kegiatannya dibidang keuangan, melakukan penghimpunan dan
menyalurkan dana kepada masyarakat terutama pembiayaan
investasi pada perusahaan. Dalam kenyataannya kegiatan lembaga
keuangan bukan hanya dalam pembiayaan investasi namun bersifat
kredit konsumtif, distribusi barang dan jasa. Lembaga keuangan
terbagi menjadi dua bentuk;
1) Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
Pada surat keputusan menteri keuangan Republik
Indonesia No. KEP-38/MK/IV/1972 lembaga keuangan bukan
bank adalah semua lembaga yang melakukan kegiatan dalam
dengan cara mengeluarkannya dalam bentuk surat berharga,
kemudian menyalurkannya kepada masyarakat. Secara garis
besar lembaga keuangan bukan bank merupakan lembaga
keuangan yang kegiatannya mengelola keuangan bukan dalam
bentuk, giro, tabungan atau deposit melainkan dalam bentuk
surat berharga, gadai, asuransi.
2) Lembaga Keuangan Bank (LKB)
Menurut undang - undang no. 10 tahun 1998 tentang
perubahan atas UU no. 7 tahun 1992 tentang perbankan pada
bab 1 dan pasal 1 serta ayat 2 menjelaskan bahwa, Bank adalah
lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk simpanan kemudian menyalurkan pada masyarakat
dalam bentuk pinjaman atau kredit dan atau bentuk lainnya
dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bank
sebagai lembaga intermediasi keuangan memiliki jasa dan
fungsi yang telah jelas. Masyarakat luas telah mengenal cukup
baik mengenai jasa dan fungsi perbankan di Indonesia. Jasa
pemindahan uang, jasa penagihan, jasa kliring, jasa valas, jasa
deposito, debit.dll. Fungsi bank pada dasarnya sebagai
intermediasi pada pihak yang surplus dana dan defisit dana yang
kemudian bank mendapat komisi dari kegiatan tersebut baik
Tabel 2.1 Perbandingan LKBB dan LKB
tahun 1992 tentang perbankan menjelaskan bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Pada undang – undang yang sama asas, fungsi
dan tujuan bank adalah bank di Negara Indonesia dalam melakukan
kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dengan tujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional serta pemerataan
sosial, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas kearah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak.
Tertera pada pasal dan perundang – undangan perbankan di
Indonesia, secara umum tugas dan fungsi bank adalah menghimpun
dan menyalurkan dana masyarakat untuk berbagai tujuan atau disebut
dengan istilah financial intermediary. Secara spesifik bank memiliki
fungsi agent of trust yaitu agen kepercayaan, karena kegiatan
operasional didasari oleh kepercayaan satu sama lain antara nasabah
dan bank. Selain itu fungsi perbankan adalah agent of development
artinya peran perbankan adalah membangun dan mengembangkan
perekonomian Indonesia disektor moneter dan sector rill. Agent of
services artinya bank juga memiliki penawaran jasa lain selain
penyimpanan dana serta penyaluran dana, dengan demikian bank akan
mendapatkan profit yang menjaga kestabilan bank.
Indonesia memiliki dual banking systems yang menjadi
alternatif bagi nasabah dan membantu dalam pencapaian fungsi
perbankan yang mana tercantum pada perundang – undangan. Jenis
sistem bank di Indonesia yaitu
a. Bank konvensional.
Dilihat dari segi imbalannya, bank umum konvensional
merupakan bank yang dalam kegiatannya, menghimpun dana
maupun menyalurkan dananya, memberikan dan mendapatkan
imbalan berupa bunga atau imbalan lainnya dalam periode tertentu
dengan dibatasi oleh BI Rates sebagai batas minimum bunga.
Secara umum bank umum konvensional memiliki fungsi sebagai
financial intermediary yang mana menghimpun dan menyalurkan
dana dari masyarakat kepada masyarakat.
Sebagai lembaga intermediasi keuangan bank konvensional
sangat bergantung pada kinerja pihak lain atau counterparty. Jika
pihak peminjam memiliki kinerja yang buruk, baik pembayaran
kredit jatuh tempo beserta bunga atau utang lainnya, maka keadaan
bank dikatakan memiliki non perfoming loan yang tinggi. Hal ini
menjadi alasan bank menggunakan prinsip kehati – hatian dalam
menghimpun maupun menyalurkan dana berupa tabungan ,
BI rates sebagai kebijakan suku bunga yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia memiliki
pengaruh terhadap jumlah permohonan kredit ataupun peningkatan
DPK pada bank konvensional. Ketika BI rates tinggi nasabah akan
memilih untuk menabung atau mendepositkan dananya, namun di
lain sisi permohonan kredit akan menurun dikarenakan beban
bunga yang tinggi. Ketika BI rates dalam kondisi rendah secara
logika sederhana permohonan untuk kredit akan meningkat karena
dinilai memiliki beban bunga yang rendah. Seringkali BI rates
digunakan untuk menarik investor asing untuk menanamkan dana
nya di Indonesia, BI rates juga digunakan sebagai alat
pengendalian inflasi di Indonesia.
Pola hubungan dalam bank konvensional adalah debitur –
kreditur. Debitur yaitu pihak yang berhutang kepada pihak lain
memiliki hak atas pengelolaan dana yang dipinjam dari kreditur.
Kreditur yaitu pihak yang memberikan pinjaman kepada debitur,
memiliki hak atas dana yang dipinjamkannya kepada pihak debitur
yaitu berupa pengembalian pokok pinjaman sesuai pada tempo
yang ditentukan dan penambahan berupa bunga dari pokok dana
yang dipinjamkan.
Pada bank konvensional, pihak debitur bebas mengelola
dananya pada bentuk produktif maupun konsumtif. Ketika pihak
biasanya bank akan menjatuhkan sanksi berupa denda sampai
penyitaan atas aset yang debitur miliki untuk membayar utang
tersebut tanpa mempertimbangkan kinerja debitur tersebut.
b. Bank umum syari’ah
Menurut UU RI no 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah di Bab 1 pasal 1 ayat 7 menyebutkan bahwa bank syari’ah
adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syari’ah dan menurut jenisnya terdiri dari bank umum
syari’ah dan bank perkreditan rakyat syariah.
Dalam penyaluran dana nasabah, bank syariah
mempertimbangkannya berdasarkan prinsip syariat. Sebagai bank
yang memiliki sistem islam sudah sewajarnya bank syariah
berorientasikan pada aspek halal dan bebas riba. Dalam
penghimpunan dana masyarakat baik berbentuk tabungan maupun
investasi sangat berbeda dengan bank konvensional. Tabungan
pada bank syariah memiliki konsep titipan yang mana dapat
diambil sewaktu – waktu dan tidak mendapatkan tambahan bunga,
tambahan pada jumlah dana yang dititipkan dapat terjadi dan
bersifat bonus serta waktunya tidak tetap. Bonus terjadi ketika bank
mendapatkan keuntungan lebih dari dana titipan yang dikelola
untuk diinvestasikan pada pembiayaan produktif, jumlahnya tidak
Pola hubungan bank syariah yaitu berbentuk kemitraan.
Penyaluran dana berupa pembiayaan produktif kepada nasabah
didasari oleh prinsip kehati – hatian, mempertimbangkan aspek
keberlanjutan usaha, kehalalan serta manfaat bagi umat.
Pengembalian atas pokok pinjaman tersebut sangat bergantung
pada kinerja peminjam, karena besarnya bagi hasil yang ditetapkan
bank syariah sangat tergantung pada baik buruknya kinerja nasabah.
Sebagai mitra, bank syari’ah biasanya memantau secara rutin dana
yang dipinjamkan tersebut. Bank syariah sangat beresiko memiliki
risiko kredit yang besar, karena pengembalian pokok pinjaman
sangat tergantung pada kinerja nasabah. Ketika nasabah sudah
menggunakan dana tersebut dengan baik, sesuai dengan prosedur
yang berlaku pada bank syariah, namun nasabah tersebut tetap
mengalami kebangkrutan maka dana yang dipinjamkan tidak harus
dikembalikan kepada bank karena sistem bank syariah yaitu risk &
return sharing. Dalam menghindari risiko tersebut bank syariah
perlu menerapkan manajemen risiko dan prinsip kehati – hatian
secara maksimal agar terhindar dari risiko tersebut.
Dalam kegiatan menghimpun dana masyarakat, bank
melakukan beberapa kegiatan usaha berbentuk jasa simpanan,
titipan dan investasi. Bank syariah menghimpun dana masyarakat
mengelolanya. Tabungan pada bank syariah menggunakan prinsip
wadi’ah (akad penitipan) atau mudharabah (akad investasi).
Tabel 2.2 Perbendaan Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah pembiayaan produktif dan profit
margin pada pembiayaan
konsumtif.
3 Profit oriented Risk & return sharing 4 Pola hubungan Debitur – prospek usaha dan manfaat serta bebas unsur MAGHRIB (Maisir, gharar, haram, riba)
4. Kinerja keuangan
Kinerja Keuangan merupakan hasil yang dicapai bank dalam
mengelola sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuannyaa.
Faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan (Muh. Sabir, dkk., 2012).
Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank
pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek peng himpunan dana
dapat di lakukan dengan melakukan analisis terhadap laporan
keuangnya (Adyani, 2011 : 2 dalam Yunia Putri dan Andi Kartika,
2014)
Dalam menilai kinerja keuangan menurut kasmir (2004) dalam
Yunia Putri dan Andi Kartika (2014) adalah menggunakan rasio –
rasio sebagai berikut:
(a)Rasio likuiditas
(b)Rasio solvabilitas
(c)Rasio rentabilitas
(d)Rasio profitabilitas
5. Penilaian tingkat kesehatan bank
Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian dari banyak
aspek yang menjadi faktor – faktor yang berpengaruh pada kinerja
suatu bank. Ikatan Bank Indonesia (IBI) menyatakan bahwa penilaian
terhadap faktor – faktor tersebut dilakukan melalui penilaian
kuantitatif dan/atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur
judgement yang didasarkan atas matrelialitas dari faktor – faktor
penilaian, serta pengaruh dari faktor lain seperti industri perbankan
dan kondisi perekonomian. Menurut peraturan Bank Indonesia (BI)
dan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 8/POJK.03/2014
tentang penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah (UUS) bahwa tingkat kesehatan bank (TKB) adalah
hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap kinerja bank dan
risiko baik risiko konvensional maupun risiko penerapan prinsip
syariah yang biasa disebut dengan Risk Based Ranking. Dapat
disimpulkan bahwa Penilaian Kesehatan Bank adalah suatu kegiatan
penilaian terhadap aspek aspek perbankan yang meliputi aspek risiko,
kondisi internal perbankan serta kondisi perekonomian yang
dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan/atau kualitatif yang
mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas matrealitas
dari faktor – faktor penilaian.
Risk based bank rating (RBBR) atau yang sering disebut
RGEC (Risk, Good Corporate Governance, Earning, Capital) di
Indonesia telah digunakan sejak 2012 dengan didasarkan pada PBI No.
13/01/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Pada tahun 2014 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga
pengawas perbankan mengeluarkan peraturan No. 8/POJK.03/2014
tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah dan unit usaha
syariah. Dasar yang menjadi pembentukan seperangkat aturan atau
prosedur penilaian tingkat kesehatan bank baik untuk bank umum,
bank umum syariah maupun unit usaha syariah adalah sebagai berikut
1) Meningkatnya inovasi dalam produk, jasa dan aktivitas
perbankan berpengaruh pada peningkatan kompleksitas usaha dan
profil risikobank yang apabila tidak diimbangi dengan penerapan
manajemen risiko yang memadai dapat menimbulkan berbagai
permasalahan mendasar pada bank maupun terhadap sistem
keuangan secara keseluruhan.
2) Pada prinsipnya, tingkat kesehatan, pengelolaan bank, dan
kelangsungan usaha bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya
dari manajemen bank. Oleh karena itu, bank wajib memelihara,
memperbaiki dan meningkatkan tiingkat kesehatannya dengan
menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam
melaksanakan kegiatan usahanya termasuk melakukan self
assesment secara berkala terhadap tingkat kesehatannya
mengambil langkah – langkah perbaikan secara efektif.
3) Pengawas akan melakukan evaluasi; menilai tingkat kesehatan
bank; dan melakukan tindakan pengawasan yang diperlukan
dalam rangka menjaga stabilitas sistem perbankan dan keuangan.
4) Penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan secara konsolidasian
bagi bank yang memiliki anak usaha.
5) Dalam melakukan penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi,
mekanismer penetapan peringkat setiap faktor penilaian dan
penetapan peringkat komposit, serta pengkategorian peringkat
mekanisme penetapan dan pengategorian peringkat bank secara
individual.
a. Prinsip – Prinsip Umum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
1) Berorientasi Risiko dan Forward Looking
Pengidentifikasian faktor internal dan eksternal yang
dapat meningkatkan risiko atau faktor yang mempengaruhi
kinerja keuangan harus berorientasi pada masa sekarang dan
masa yang akan datang. Pengukuran pada risiko – risiko yang
mungkin terjadi akan menjadikan bank dapat mendeteksi lebih
cepat permasalahan yang akan terjadi pada bank dan
mengambil langkah – langkah antisipasi dan dapat
meminimalisir kerugian serta perbaikan secara efektif dan
efisien.
2) Proporsionalitas
Kompleksitas dan karakter usaha bank perlu diperhatikan
ketika penggunaan indikator dalam setiap faktor penilaian
tingkat kesehatan bank.
3) Materialitas dan Signifikansi
Materialitas dan signifikansi faktor penilaian TKB perlu
diperhatikan seperti, profil risiko, tata kelola perusahaan (Good
Corporate governance), rentabilitas, permodalan dan
dalam menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan
peringkat tiap faktor penilaian.
b. Faktor – Faktor Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Faktor – faktor penilaian tingkat kesehatan bank menurut
POJK no.8 tahun 2014 bab 3 tentang mekanisme penilaian
kesehatan pasal 6 terdiri dari pengukuran terhadap aspek:
1) Profil Risiko
2) Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance)
3) Rentabilitas
4) Permodalan
Perangkat setiap faktor risiko dan komposit ditetapkan
berdasarkan pada framework yang menyeluruh dan terstruktur
terhadap peringkat pada setiap faktor. Setiap faktor dilakukan
penilaian secara partial antara faktornya yang memperhatikan
materialitas setiap faktor dan mempertimbangkan kemampuan bank
dalam menghadapi perubahan kondisi eksternal yang signfikan.
1) Penilaian Profil Risiko (Risk Profile)
Penilaian profil risiko menurut surat edaran OJK no.10
tahun 2014 merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan
Risiko yang dinilai adalah risiko kredit, risiko likuiditas, risiko
pasar, risiko operasional, risiko hokum, risiko stratejik, risiko
kepatuhan dan risiko reputasi. Pada bank umum syariah,
ditambahkan risiko Investasi dan risiko imbal hasil. Pada bank
yang bersifat konglomerasi keuangan, risiko bertambah menjadi
risiko transaksi antar grup perusahaan dan risiko asuransi.
Penilaian risiko inheren artinya penilaian risiko yang
melekat pada kegiatan bisnis bank, yang dapat dikuantitatifkan
maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi
keuangan bank. Pengukuran risiko inheren dilakukan dengan
mengukur kemungkinan terjadinya event dan estimasi kerugian
yang ditimbulkan. Profil risiko yang merupakan profil risiko
inheren adalah sebagai berikut
a) Risiko kredit
Risiko kredit menurut SE OJK no. 10 tahun 2014
adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain
dalam memenuhi kewajibannya kepada bank sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Risiko kredit
biasanya muncul diseluruh aktivitas bank yang
berhubungan dengan kinerja pihak lawan (counterparty),
penerbit (Issuers) atau kinerja debitur (Borrower). Risiko
pada industry tertentu, grup debitur tertentu, geografis
tertentu, risiko ini disebut sebagai risiko konsentrasi kredit.
Pada SE OJK no. 10 tahun 2014 lampiran 3 penilaian
pada penentuan peringkat risiko kredit memperhatikan atas
portofolio penyediaan dana didominasi eksposur
kredit/pembiayaan dan penyediaan dana.
b) Risiko pasar
Menurut SE OJK nomor 10 tahun 2014 Risiko Pasar
adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif
akibat perubahan harga pasar, antara lain Risiko berupa
perubahan nilai dari aset yang dapat diperdagangkan atau
disewakan.
Dalam menentukan peringkat risiko pasar menurut SE
OJK nomor 10 tahun 2014 pada lampiran 3 menjelaskan
bahwa, dalam menilai tingkat risiko pasar harus
memperhatikan berbagai aspek yang terkait dengan risiko
pasar. Penilaian terhadap volume dan komposisi portofolio
dan potensi kerugian.
c) Risiko likuiditas
Menurut SE OJK nomor 10 tahun 2014 Risiko
dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber
pendanaan arus kas dan/atau asset likuid berkualitas tinggi
yang dapat diagunkan tanpa mengganggu aktivitas dan
kondisi keuangan bank.
Pada dasarnya bank tidak akan mengetahui kapan dan
berapa banyak nasabah akan melakukan penarikan dana
pada suatu bank, secara langsung bank berhadapan dengan
dua kemungkinan kondisi likuiditas yang dapat menujukan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang
telah jatuh tempo sehingga dapat mereprentasikan risiko
likuiditas:
(1) Overliquid dimana bank dalam kondisi yang sangat
likuid, dalam kondisi ini dana likuid bank dalam
kondisi idle atau tidak berputar. Kondisi ini
menggambarkan risiko likuiditas yang kecil sehingga
dapat mengantisipasi kemungkinan pengambilan dana
nasabah secara besar – besaran. Menurut Frianto Pandia
SE., MM. (2012) dalam bukunya manajemen dana dan
kesehatan bank posisi overliquid yaitu posisi dimana
dana bank dalam keadaan idle, dalam posisi ini bank
(2) Underliquid adalah kondisi dimana bank dalam kondisi
yang tidak mampu memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Kondisi ini bisa terjadi ketika rasio
pembiayaan/kredit bermasalah tinggi sehingga bank
tidak mendapatkan pokok pinjaman dari peminjam
sehingga bank mengalami kesulitan likuiditas dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek seperti pelunasan
deposito yang jatuh tempo, penarikan dana nasabah dan
kegiatan operasional.
Bank perlu menyediakan likuiditas yang cukup untuk
memenuhi dan melayani nasabah serta dapat beroperasi
secara efisien. Bank yang memiliki likuiditas yang memadai
dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada kreditur
yang sudah jatuh tempo, dapat membayar jika secara tiba –
tiba nasabah melakukan penarikan dalam jumlah yang besar
serta pelayanan pinjaman diluar kebiasaan nasabah bank.
Sumber likuiditas salah satunya adalah penjualan aset,
pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang atau
meninngkatkan limit pinjaman dari pihak ketiga (IBI: 2016).
Aset likuid merupakan aset yang dapat dijual dan menjadi
uang tunai dengan cepat tanpa menyebabkan harga pasar
Kondisi likuiditas bank yang terjaga dengan baik
menimbulkan dampak jangka panjang bagi pertumbuhan
tingkat pengembalian bank. Menurut Werdaningtyas (2002)
peningkatan pembiayaan atau kredit yang dilakukan bank
akan menyebabkan kesulitan likuiditas karena terancam
risiko likuiditas yang menimbulkan sinyal buruk pada
nasabah bahwa bank sedang mengalami kondisi kesulitan
keuangan, dalam kondisi ekstrem akan terjadi pencabutan
izin usaha bank tersebut.
Menurut SE OJK nomor 10 tahun 2014 lampiran 3
indikator penilaian risiko likuiditas, hal yang diperhatikan
dalam penilaian manajemen risiko likuiditas yaitu bank
memiliki asset likuid yang dapat digunakan untuk
memenuhi kewajiban jatuh tempo, memperhatikan pada
volume administrative dan/atau komitmen pendanaan intra
grup, tingkat konsentrasi pada sumber pendanaan,
kemampuan bank menangani kondisi krisis, kondisi arus
kas yang berasal dari asset dan kewajiban, kemudahan
dalam mengakses pendanaan.
d) Risiko operasional
Risiko operasional adalah risiko akibat ketidak
kesalahan manusia, kegagalan sistem dan/atau kejadian
eksternal yang mempengaruhi operasional bank (IBI : 2016).
Sumber – sumber yang mempengaruhi risiko operasional
adalah SDM, proses, sistem dan kejadian eksternal yang
secara langsung maupun tidak langsung pada operasional
perbankan.
Dalam menilai peringkat risiko operasional menurut
SE OJK nomor 10 tahun 2014 lampiran 3 memperhatikan
pada risiko yang terkait pada kegiatan operasional bank.
Karakteristik dan kompleksitas bisnis, sumber daya manusia,
teknologi informasi dan infrastruktur yang mendukung,
fraud dan kejadian eksternal adalah hal yang diperhatikan
dalam menilai manajemen risiko operasional.
e) Risiko hukum
Risiko Hukum adalah risiko yang timbul akibat
tuntutan hukum dan/atau lemahnya aspek yuridis (IBI,
2016). Risiko ini akan muncul ketika tidak adanya peraturan
perundang undangan yang mendukung atau lemahnya
perjanjian kesepakatan, seperti tidak terpenuhinya
f) Risiko stratejik
Risiko stratejik adalah risiko yang timbul akibat salah
dalam mengambil keputusan stratejik serta gagal dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis (IBI, 2016).
Sumber risiko stratejik antaralain lemahnya dalam proses
forrmulasi stratejik dan ketidak tepatan perumusan stratejik,
ketidak tepatan implementasi strategi, dan kegagal
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
g) Risiko kepatuhan
Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat
bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan
peraturan perundang – perundangan dan ketentuan yang
berlaku (IBI, 2016). Sumber risiko kepatuhan dapat muncul
karena perilaku hukum maupun perilaku organisasi
terhadap suatu aturan ataupun etika bisnis.
h) Risiko reputasi
Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya
tingkat kepercayaan dari pemangku kepentingan yang
i) Risiko investasi (khusus Bank Umum Syariah)
Pada dasarnya risiko imbal hasil adalah sama seperti
risiko kredit. Tingkat risiko imbal hasil dapat
menginterpretasikan kualitas aset bank umum syariah.
Risiko imbal hasil dapat menunjukan aset likuid yang telah
disalurkan sebagai pembiayaan kepada pemohon dalam
kegiatan produktif pemohon. Sehingga bank umum syariah
sangat tergantung pada kinerja pemohon yang secara
langsung dapat mempengaruhi kemampuan pengembalian
pokok pembiayaan disertai bagi hasil yang telah disepakati
sebelumnya.
Pengukuran risiko imbal hasil dilakukan untuk
melihat risiko yang timbul dan menciptakan langkah
prefentif sehingga dapat mengurangi dampak yang
ditimbulkan dari risiko tersebut. Penilaian risiko imbal hasil
dilakukan dengan membandingkan pembiayaan bermasalah
yaitu pembiayaan pada pihak ketiga bukan bank yang
memiliki kualitas kurang lancar, diragukan dan macet ,
dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum
j) Risiko imbal hasil (khusus Bank Umum Syariah)
Menurut SE nomor 10 tahun 2014 risiko imbal hasil
adalah risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang
dibayar bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan
tingkat imbal hasil yang diterima bank dari penyaluran dan
yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak
ketiga.
Dalam menilai peringkat risiko imbal hasil, bank
harus mempertimbangkan aspek yang berhubungan dengan
imbal hasil dan faktor yang mempengaruhinya. Menurut SE
OJK nomor 10 tahun 2014 lampiran 3 dalam menilai risiko
imbal hasil harus memperhatikan aspek komposisi dana
pihak ketiga, strategi dan kinerja bank dalam menghasilkan
laba dan perilaku nasabah.
2) Good Corporates Governance (GCG)
Sistem tata kelola yang baik atau sering disebut juga
Good corporate governance (GCG) menggunakan prinsip –
prinsip yang telah dijadikan acuan negara – negara didunia
termasuk di indonesia. Menurut POJK. 03 nomor 8 tahun 2014
tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah dan unit
usaha syariah bab 3 pasal 7 poin b menyebutkan bahwa prinsip –
a) Akuntabilitas
b) Transparansi
c) Kewajaran
d) Kemandirian
e) Produk bank dan informasi nasabah
Menurut Totok Dewanto (2010) esensi good corporate
governance adalah untuk memastikan bahwa pemegang saham
utama – kekayaan manajemen diimplementasikan. Bank secara
universal merupakan sebagai industri regulator yang memiliki
akses pada sistem pengamanan pemerintah, oleh karena itu bank
merupakan lembaga yang harus memiliki sistem tata kelola yang
sangat kuat.
Penilaian pelaksanaan GCG mencakup pada 3 penilaian
yaitu structure, process dan outcomes. Governance structures
memiliki tujuan untuk menilai kecukupan struktur dan
infrastruktur tata kelola bank yang mendukung proses
terlaksananya prinsip – prinsip tata kelola yang baik sehingga
menghasilkan luaran yang sesuai dengan harapan para
pemangku kepentingan (IBI, 2016). Struktur tatakelola bank
mencakup pada komisaris, direksi, komite, dan satuan kerja
prosedur dan kebijakan bank, sistem informasi manajemen bank,
tugas pokok serta fungsi dari setiap strutur organisasi bank.
Penilaian terhadap governance process menurut ikatan
banker Indonesia (IBI) bertujuan untuk menilai efektifitas
pelaksanaan proses tata kelola yang sesuai dengan prinsip GCG
didukung oleh struktur dan infrastruktur yang mencukupi
sehingga dapat menghasilkan luaran yang sesuai harapan.
Governance outcomes adalah luaran yang dihasilkan dari
proses tata kelola. Bentuk dari luaran tersebut adalah laporan
yang cukup transparan, mematuhi peraturan perundang –
undangan yang ditetapkan lembaga pengawas perbankan,
perlindungan konsumen, objektifitas pada pelaksanaan penilaian
internal, kinerja bank rentabilitas, efisiensi dan permodalan.
Penilaian GCG ditentukan oleh 11 parameter yang telah
ditetapkan OJK digunakan sebagai penilaian internal serta
ditentukan dengan system rating GCG. Parameter GCG sebagai
berikut:
Tabel 2.3
Parameter penilaian GCG
Bobot Peringkat Nilai
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris
10%
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan direksi
Kelengkapan dan pelaksana tugas komite dewan komisaris
10%
Penanganan benturan kepentingan 10%
Penerapan fungsi kepatuhan bank 5%
Penerapan fungsi audit internal 5%
Penerapan fungsi audit eksternal 5%
Penerapan fungsi manajemen risiko termasuk pengendalian internal
7.5%
Penyediaan dana kepada pihak terkait dan debitur besar
7.5%
Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank, laporan
Sumber: tabel parameter self-assessment buku supervise manajemen risiko bank
Setelah melakukan penilaian terhadap 11 parameter
tersebut maka ditetapkan peringkat GCG yang didasarkan pada
total nilai yang didapat dari self-assessment GCG. Nilai komposit
(NK) < 1.5 memiliki predikat sangat baik, 1.5 < NK < 2.5
menandakan bahwa bank memiliki predikat baik, 2.5 < NK < 3.5
memiliki predikat cukup baik, 3.5< NK < 4.5 menandakan
predikat kurang baik dan 4.5 < NK < 5 menandakan bank pada
Pada bank umum syariah self – assessment GCG dilakukan
dengan parameter sebagai berikut menurut SEOJK nomor 10
tahun 2014:
a) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
b) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
c) Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite
d) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas
Syariah
e) Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan
dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
f) Penanganan benturan kepentingan
g) Penerapan fungsi kepatuhan
h) Penerapan fungsi audit intern
i) Penerapan fungsi audit ekstern
j) Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD)
k) Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS,
laporan pelaksanaan Good Corporate Governance serta
pelaporan internal.
3) Rentabilitas (Earning)
Penilaian pada faktor rentabilitas yang meliputi evaluasi
terhadap kinerja rentabilitas, sumber – sumber rentabilitas dan
sustainability rentabilitas bank dengan mempertimbangkan
memperhatikan kinerja peer grup serta manajemen rentabilitas
bank, baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif
(IBI, 2016). Menurut surat edaran OJK no. 10 tahun 2014
Indikator dalam menilai faktor rentabilitas meliputi :
a) Kinerja rentabilitas
b) Sumber – sumber
c) Sustainability rentabilitas dan
d) Manajemen rentabilitas.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif aspek rentabilitas,
antara lain dilakukan melalui penilaian pada komponen;
a) Return on Assets (ROA)
b) Return on Equity (ROE)
c) Biaya operasional dibandingkan dengan pendatan
operasional (BOPO)
d) Perkembangan laba operasional
e) Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi
sumber pendapatan
f) Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan
dan biaya
4) Permodalan (Capital)
Penilaian atas permodalan mencakup tingkat kecukupan
permodalan termasuk yang dikaitkan dengan profil risiko bank
dan pengelolaan permodalan (IBI, 2016). Penilaian permodalan
mencakup analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam
menentukan peer grup, bank perlu memperhatikan skala,
karakteristik dan/atau usaha bank serta ketersediaan data dan
informasi yang dimiliki. Bank wajib mengacu pada ketentuan
bank indonesia yang berlaku mengenai Kewajiban penyediaan
modal minimum (KPMM) bagi bank umum:
Indikator dalam menilai permodalan meliputi:
a) Kecukupan modal bank
Penilaian kecukupan modal bank dilakukan secar
komperhensif mencakup;
(1) Level, arah(tren), dan komposisi modal bank;
(2) Rasio KPMM dengan memperhitungkan risiko kredit,
risiko pasar, dan risiko operasional untuk menilai akurasi
dalam pendefinisian komponen modal, perhitungan aset
tertimbang menurut risiko, pembentukan cadangan, dan
pencatatan menurut standar akuntansi.
b) Pengelolaan permodalan bank
Analisis terhadap pengelolaan permodalan bank
mempertimbangkan manajemen permodalan dan kemampuan
akses permodalan.
Fungsi permodalan pada bank adalah untuk
mengantisipasi terjadinya risiko yang diakibatkan dari
penyaluran dana pada masyarakat. Pengukuran terhadap risiko
tersebut ditindak lanjuti dengan penyediaan permodalan yang
cukup untuk mengantisipasi aset berisiko seperti piutang
mudharabah, musyarakah, ijarah dan murabahah untuk
perbankan syari’ah. Pemenuhan modal minimum tersebut di
wajibkan karena dicantumkan pada POJK tentang penilaian
tingkat kesehatan bank, bank wajib menyediakan modal yang
cukup untuk memitigasi terjadinya kredit/pembiayaan macet,
kesulitan likuiditas, kondisi perekonomian yang dinamis serta
menghadapi kondisi ekstrim seperti penarikan dana nasabah
secara besar – besaran yang dapat menguras seluruh likuiditas
bank.
B. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh rasio risiko likuiditas dengan kinerja bank umum syrai’ah
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi
cukup sering dihadapi bisnis perbankan adalah adanya persaingan yang
sangat ketat tidak seimbang sehingga dapat menimbulkan ketidak
efektifan manajemen yang mengakibatkan pada profit atau kinerja
keuangan dan munculnya kredit bermasalah yang dapat menimbulkan
penurunan laba (Rachmawati dan Herawati, 2013). Apabila terjadi
masalah pada kredit maka akan mempengaruhi permodalan dan akan
menimbulkan masalah pada likuiditas (Falentina, 2015). Sehingga pada
bank umum syari’ah jika bank memiliki Pinjaman macet maka
profitabilitasnya akan terganggu.
Risiko likuiditas akan muncul ketika kualitas pembiayaan yang
ada buruk atau tidak seimbang antara pembiayaan dan pengembalian
dari nasabah yang disertai dengan margin atau bagihasil yang telah
disepakati. Pembiayaan macet yang sering terjadi dapat menyebabkan
modal yang bersumber dari dana pihak ketiga (DPK), modal
operasional/ usaha, serta modal cadangan yang digunakan untuk
melakukan pembiayaan tersebut akan tertahan pada nasabah yang
mengalami pembiayaan macet. Ketika terjadi pembiayaan macet maka
kinerja bank akan menurun karena bank tak mampu memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Bank merupakan bisnis yang berbasis
kepercayaan, ketika bank memiliki likuiditas yang buruk maka
kepercayaan nasabah sebagai sumber modal DPK akan berkurang dan
bank tak kan beroperasi dengan baik kemudian akan timbul financial
Lebih banyak penelitian menggunakan obyek bank konvensional,
sehingga dalam menghitung rasio yang sering digunakan dengan istilah
Loan yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR). Dalam perbankan syariah
istilah kredit (loan) digantikan dengan pembiayaan atau financing
(Syafi’i Antonio, 2001 : 170). Pada umunya konsep yang sama
ditunjukkan pada bank syariah dalam mengukur likuiditas yaitu dengan
menggunakan Financing to Deposit Ratio (Muhamad, 2009)
Pada penelitian Barus dkk (2011), Aremu dkk (2013) dan ayaydin
dkk (2014) menemukan bahwa LDR memiliki hubungan positif namun
tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang diukur
dengan ROA. Semakin besarnya rasio risiko likuiditas yang diukur
dengan FDR (financing to debt rasio) maka bank mengeluarkan
semakin banyak dana likuid yang bersumber dari pihak ketiga maupun
pihak lain. Dalam proses pembiayaan atau pendanaan bank sangat
tergantung pada kinerja dan kemampuan peminjam dalam
pengembalian pokok pinjaman beserta imbal hasil. Ketergantungan
tersebut menimbulkan risiko likuiditas pada bank pemberi pinjaman,
jika bank mengalami kredit macet maka bank akan mengalami kesulitan
keuangan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Konsep high risk
high return terbukti, karena semakin besar dana yang disalurkan
sebagai pinjaman memunculkan return dan meinimbulkan risiko. pada
yang merupakan rasio likuiditas memiliki pengaruh positif terhadap
ROA.. Sehingga hipotesis satu pada penelitian ini adalah:
H1 = Rasio risiko likuiditas berpengaruh positif terhadap kinerja bank umum syari’ah
2. Pengaruh Rasio Risiko Pembiayaan terhadap kinerja bank umum syari’ah
Pengukuran profile risk pada aspek risiko pembiayaan pada
bank umum syari’ah dapat menggunakan pendekatan Non Perfoming
Financing (NPF) yang mana dapat memunculkan seberapa besar
tingkat pembiayaan yang macet dalam bentuk Rasio.
NPF mencerminkan risiko imbal hasil, Semakin tinggi rasio
ini menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk
Risiko pembiayaan yang diterima bank merupakan salah satu risiko
usaha bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali cicilan
pokok dan bagi hasil dari pinjaman yang diberikan atau investasi
yang sedang dilakukan oleh pihak bank (Muhammad, 2005: 358).
Selain mengukur risiko pembiayaan, NPF juga digunakan untuk
mengukur kualitas asset perbankan syari’ah. Ketika rasio NPF kecil
maka dapat di artikan bahwa pendanaan yang telah dilakukan
memiliki kualitas yang baik, begitupun sebaliknya.
Tingkat kesehatan imbal hasil (NPF) ikut mempengaruhi
pembiayaan yang bermasalah dalam rasio cukup besar dapat
mengakibatkan bank kehilangan kesempatan mendapatkan profit
dari pembiayaan yang telah dikeluarkan sehingga mempengaruhi
pendapatan dan berpengaruh buruk pada ROA. Dengan demikian
semakin besar NPF akan mengakibatkan menurunnya ROA,
begitupun sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
M.sabir .dkk (2012) menyatakan bahwa rasio kualitas asset yang
diukur dengan NPF berpengaruh negative terhadap ROA sebagai
rasio kinerja keuangan pada bank umum syari’ah. Selain itu sesuai
pula dengan penelitian Adi Stiawan (2009), dan Budi Ponco (2008)
menunjukan NPF berpengaruh negative terhadap ROA. Sehingga
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H2 = Rasio risiko kredit/pembiayaan negatif terhadap Kinerja Bank Umum Syari’ah
3. Pengaruh Nilai Komposit Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Kinerja bank umum syari’ah.
Good Corporate Governance (GCG) merupakan sebuah
kegiatan perusahaan yang mana perusahaan tersebut
menggambarkan kepatuhannya kepada peraturan yang berlaku.
Pelaksanaan GCG terdiri dari 3 aspek governance; governance
structure, governance process, governance outcome. governance
infrastruktur tata kelola bank agar proses GCG berjalan dengan baik,
governance process untuk menilai efektifitas pelaksanaan GCG,
governance outcome merupakan hasil dari pelaksanaan GCG yang
akan memunculkan jumlah penyimpangan internal (ilham akbar :
2014).
Setelah dapat menjalankan 3 tahap GCG maka akan didapat
hasil penyimpangan yang muncul pada internal perusahaan.
Permasalahan internal tersebut akan menggambarkan kualitas
manajemen bank tersebut secara tersirat. Ketika bank memiliki
kualitas manajemen yang buruk maka pemenuhan kegiatan GCG
sebagai penunjang kredibilitas bank juga akan buruk, sehingga akan
berpengaruh pada laba atau profit margin pada bank tersebut.
Bank yang memiliki kualitas manajemen yang baik maka
bank tersebut memiliki kinerja keuangan yang baik pula. Menurut
Gorge R. Terry cakupan tugas dan fungsi manajemen meliputi
Planing, organizing, actuating dan Controling. Dalam cakupannya,
pengawasan risiko – risiko yang akan terjadi pada perbankan
menjadi tugas dan fungsi manajemen. Pendekatan Good Coorporate
Governance juga dapat menunjukan penilaian secara objektif pada
kinerja manajemen suatu perusahaan. Ketika manajemen perusahaan
dapat mengelola risiko dengan baik serta dapat mengelola tingkat
manajemen pada dasarnya akan kembali pada tingkat keuntungan /
profit (Paymata dan Mahfoed, 1999).
Semakin baik GCG pada indikator yang telah ditentukan,
diasumsikan dapat mereprentasikan kinerja perusahaan semakin
produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor atau
nasabah untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
penilaian ini menunjukkan berapa besar bank memenuhi prinsip
good corporates governance yaitu akuntabilitas, transparansi,
kemandirian, pertanggungjawaban, kewajaran dan produk perbankan.
Sehingga pemanfaatan asset yang ada menjadi pengaruh yang sangat
besar, ketika perusahaan dapat memanfaatkan asetnya dengan baik
maka return atau profit yang didapat akan semakin tinggi. Sejalan
dengan hasil penelitian Tjandro (2011) GCG berpengaruh positif
terhadap ROA. Berdasarkan penjelasan tersebut maka :
H3 = Good Corporate Governance Berpengaruh positif terhadap kinerja bank umum syari’ah.
4. Pengaruh Rasio Rentabilitas Terhadap kinerja keuangan bank umum syrai’ah
Menurut Mamduh dan Abdul halim (2014) profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba. POJK no. 8
tahun 2014 ditetapkan bahwa proksi pengukur rentabilitas salah