RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN
KEPALA DESA
(
MELIHAT GOOD GOVERNANCE KEPALA DESA NAGORI DOLOK HULUAN, KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN)Jan Roi Purba
100906058
Dosen pembimbing : Dra. Evi Novida Ginting, M.SP
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
▸ Baca selengkapnya: contoh susunan acara sertijab kepala desa
(2)UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
JAN ROI PURBA (100906058)
RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN KEPALA DESA
(MELIHAT GOOD GOVERNANCE KEPALA DESA NAGORI DOLOK HULUAN, KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN)
.
Rincian isi Skripsi, 94 halaman, 2tabel, 2 bagan, 21 buku, 3 undang undang, , 2 situs internet, majalah mingguan, 2 situs internet, serta 5 wawancara (kisaran buku 1987-2011)
Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana hubungan kekuasaan antara kepala desa sebagai pemerintahan terendah dalam bernegara dengan kepala daerah yakni pemerintah yang supra desa yang langsung membawahi pemerintahan desa, perjalanan Undang Undang yang mengatur pemerintah daerah secara otomatis mengubah berbagai kinerja pemerintah desa.
Dengan penerapan undang undang yang baru maka pemerintah desa akan langsung berhubungan dengan pemerintah supradesa yakni pemerintah kabupaten, berbagai dana untuk kepentingan percepatan kinerja pemerintah desa tentu saja akan sangat dibutuhkan
Teori yang digunakan dalam menjelaskan permasalahan ini yakni teori demokrasi lokal, teori kekuasaan dan teori good governance, Good governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Konsep ini semakin menguat di negara ini semakin menjadi isu sentral dewasa ini ketika konsep otonomi daerah diberlakukan di indonesia,
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode desktiptif.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara langsung, dan studi kepustakaan.Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah kepala desa, kepala BPD dan sekretaris desa.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
JAN ROI PURBA (100906058)
POWER RELATIONS WITH THE REGIONAL HEAD OF THE VILLAGE HEAD
(SEE GOOD GOVERNANCE HEAD VILLAGE OF NAGORI DOLOK HULUAN, SUBDISTRIC RAYA, REGENCY SIMALUNGUN)
Details of the contents 94 pages, 2tabel, 2 charts, 21 books, 3 laws,, 2 websites, weekly magazines, 2 websites, as well as 5 interviews (range 1987-2011 book)
This study tried to describe how the power relations between the heads of the village as the lowest government in the state with the regional heads of government who are directly in charge supra-village government village, trips Law governing local government automatically adjusts the various village government performance.
With the implementation of the new law, the village government will be directly associated with the government upper the village government namely regency government, the various funds for the benefit of the village government performance acceleration of course would be needed.
The theory used to explain the problem is local democratic theory, power theory and the theory of good governance, good governance is a new discourse in political science vocabulary. This concept is further strengthened in this country is increasingly becoming a central issue today when the concept of regional autonomy was implemented in Indonesia,
This study used a qualitative research method desktiptif. Data were collected by direct interview method, and literature study. the unit of analysis and the informants in this study is the village head, village secretary and the head of Badan Perwakilan Desa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Pengesahan
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Dengan Judul: RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN KEPALA DESA (MELIHAT GOOD GOVERNANCE KEPALA DESA NAGORI DOLOK HULUAN, KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN)
Dilaksanakan pada :
Hari :
Tanggal : Pukul : Tempat :
Majelis Penguji :
Ketua Penguji :
Nama ( )
NIP
Penguji Utama :
Nama ( )
NIP
Penguji Tamu :
Nama ( )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh
Nama : Jan Roi Purba NIM : 100906058 Departemen : Ilmu Politik
Judul :Relasi kekuasaan kepala daerah dengan kepala desa(melihat good governance kepala desa nagori dolok huluan, kecamatan raya kabupaten simalungun)
Menyetujui
Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu Politik
Dra. Evi Novida Ginting, M.SP
NIP. 196611111994032004 NIP. 196806301994032001 Dra. T. Irmayani, M. Si
Mengetahui: Dekan FISIP USU,
Karya ini ini dipersembahkan untuk
KATA PENGANTAR
Skripsi ini berjudul relasi kekuasaan kepala daerah dengan kepala desa
(melihat good governance kepala desa nagori dolok huluan, kecamatan raya
kabupaten simalungun
)
Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) Jurusan Ilmu Politik, Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politi Universitas Sumatera Utara.
Puji syukur kepada Tuhan Yesus sebab oleh oleh karuniaNya saya dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
Skripsi ini berupaya memaparkan hubungan kepala desa dengan kepala
daerah untuk membantu mewujudkan good governance di suatu desa, Penulis
berharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
skripsi ini sehingga lebih bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Karena penulis
menyadari dengan keterbatasan waktu dan dana, maka panelitian ini jauh dari rasa
memuaskan dan sempurna.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Ibunda
tercinta yang selalu mendoakan saya dalam pengerjaan skripsi ini, doa beliau
sungguh menjadi motivasi bagi saya dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini,
kepada ayah saya yang selalu mendukung saya dalam pengerjaan skripsi ini
dengan berbagai gayanya yang khas. Kepada kedua kakak saya yang sudah
terlebih dahulu mengenal skripsi dan abang saya yang selalu rajin mengingatkan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara;Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;Drs. P. Anthonius
Sitepu, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara; Dra Evi Novida Ginting, MSP selaku
Dosen Pembimbing.
Penulis juga mengucapkan terimaksih kepada kawan kawan organisasi yang
sudah memperkenalkan banyak pelajaran bagi saya terimakasih kepada FMN,
P3KS, IMAS-USU, IMADIP, Pemuda GKPS Padang Bulan. Tentu saja
terimakasih yang khusus kepada kawan kawan saya, abang dan adik, keluarga
baru saya dalam seperjuang di Ilmu Politik 2010 BOZZOUR FAMS.
Medan, Agustus 2014
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……….. i
Abstrak………. ii
Abstract……… iv
Halaman Pengesahan……… v
Halaman Persetujuan………...… vi
Lembar Persembahan……….. vii
Kata Pengantar………... viii
Daftar isi………...……….. xii
Daftar Tabel dan Gambar………... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang……….……. 1
B. Rumusan Masalah……….……... 8
C. Pembatasan Masalah ... 9
D. Tujuan Penelitian ……….……… 9
E. Manfaat Penelitian……….……... 9
F. Kerangka Teori……… 10
1 Demokrasi lokal…...…………....…………...……….….10
2 Kekuasaan ...…..……....………..…... 12
3 Good Governance ...…………...…………..………..…… 19
G. Metodelogi Penelitian….……….………….... 25
2 Lokasi Penelitian……….………....…….… 25
3 Jenis Penelitian………...……… 25
4 Teknik Pengumpulan Data………....………... 26
5 Teknik Analisis Data………....……….... 27
G. Sistematika Penelitian……….………… 27
BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN A. Kabupaten Simalungun .…………...……….…..….... 29
1 Sejarah Singkat ….. ...………...……….….…... 31
B. Kecamtan Raya ………...…….……. 35
C. Desa dan Pemerintahan Desa ... 38
D. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ... 48
E. Peraturan Desa ... 50
F. Nagori Dolok Huluan ... 51
G. Struktur Organisasi Pemerintahan Nagori Dolok Huluan ... 55
H. Badan Permusyawaratan Desa (Maujana Nagori ) ...56
I. Konfigurasi Politik Nagori Dolok Huluan ...56
BAB III RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN KEPALA DESA A.Fase Historis Pengaturan Hubungan antara Kepala Daerah Dengan Kepala Desa ... 59
B.Penyelenggaran Pemerintahan Nagori Dolok Huluan …... 76
D. Transparansi Pemerintah Nagori Dolok Huluan ... 84
E. Partisipasi Masyarakat Nagori Dolok Huluan ... 86
F. Rule of law Pemerintah Nagori Dolok Huluan ... 88
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... 90
Daftar Tabel
2.1 Luas Wilayah desa/kelurahan di kecamatan Raya …….………. 36
2.2 Jumlah penduduk berdasarkan Jenis Kelamin………...………….. 54
Daftar Bagan
2.1 Struktur Pemerintahan Nagori Dolok Huluan …………...…..…… 55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
JAN ROI PURBA (100906058)
RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN KEPALA DESA
(MELIHAT GOOD GOVERNANCE KEPALA DESA NAGORI DOLOK HULUAN, KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN)
.
Rincian isi Skripsi, 94 halaman, 2tabel, 2 bagan, 21 buku, 3 undang undang, , 2 situs internet, majalah mingguan, 2 situs internet, serta 5 wawancara (kisaran buku 1987-2011)
Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana hubungan kekuasaan antara kepala desa sebagai pemerintahan terendah dalam bernegara dengan kepala daerah yakni pemerintah yang supra desa yang langsung membawahi pemerintahan desa, perjalanan Undang Undang yang mengatur pemerintah daerah secara otomatis mengubah berbagai kinerja pemerintah desa.
Dengan penerapan undang undang yang baru maka pemerintah desa akan langsung berhubungan dengan pemerintah supradesa yakni pemerintah kabupaten, berbagai dana untuk kepentingan percepatan kinerja pemerintah desa tentu saja akan sangat dibutuhkan
Teori yang digunakan dalam menjelaskan permasalahan ini yakni teori demokrasi lokal, teori kekuasaan dan teori good governance, Good governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Konsep ini semakin menguat di negara ini semakin menjadi isu sentral dewasa ini ketika konsep otonomi daerah diberlakukan di indonesia,
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode desktiptif.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara langsung, dan studi kepustakaan.Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah kepala desa, kepala BPD dan sekretaris desa.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
JAN ROI PURBA (100906058)
POWER RELATIONS WITH THE REGIONAL HEAD OF THE VILLAGE HEAD
(SEE GOOD GOVERNANCE HEAD VILLAGE OF NAGORI DOLOK HULUAN, SUBDISTRIC RAYA, REGENCY SIMALUNGUN)
Details of the contents 94 pages, 2tabel, 2 charts, 21 books, 3 laws,, 2 websites, weekly magazines, 2 websites, as well as 5 interviews (range 1987-2011 book)
This study tried to describe how the power relations between the heads of the village as the lowest government in the state with the regional heads of government who are directly in charge supra-village government village, trips Law governing local government automatically adjusts the various village government performance.
With the implementation of the new law, the village government will be directly associated with the government upper the village government namely regency government, the various funds for the benefit of the village government performance acceleration of course would be needed.
The theory used to explain the problem is local democratic theory, power theory and the theory of good governance, good governance is a new discourse in political science vocabulary. This concept is further strengthened in this country is increasingly becoming a central issue today when the concept of regional autonomy was implemented in Indonesia,
This study used a qualitative research method desktiptif. Data were collected by direct interview method, and literature study. the unit of analysis and the informants in this study is the village head, village secretary and the head of Badan Perwakilan Desa.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Desa merupakan organisasi terkecil yang berhubungan langsung dengan
rakyat, secara hirarki desa menjadi pemerintahan terkecil dalam struktur negara.
Namun secara umum desa berada jauh dari pusat kekuasaan yang berada
diatasnya, padahal desa memiliki arti penting dalam penyelengaraan pelayanan
publik serta berperan besar memfasilitasi publik dalam hal pemenuhan hak hak
publik di tingkat lokal.
Desa dikatakan sebagai suatu wilayah terkecil dari negara yang dikelola
secara formal dan mandiri oleh kelompok masyarakat yang berdiam didalamnya
dengan aturan-aturan yang disepakati bersama dengan tujuan menciptakan
keteraturan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama yang dianggap menjadi hak
dan tanggung jawab bersama kelompok masyarakat tersebut.
Secara umum masyarakat desa bertempat tinggal di suatu wilayah
administrasi dimana setiap penduduk saling mengenal dan masih didominasi nilai
nilai leluhur dari penduduk desa tersebut, desa sebagai tempat hidup masyarakat
didominasi oleh mata pencaharian dari pertanian dan juga biasanya desa bersifat
homogen penduduknya.
Masyarakat desa sebagai sistem sosial berbeda dengan contoh sistem
sosial lain seperti kelompok sosial atau organisasi sosial. Mayarakat desa
merupakan sistem sosial yang komprehensif, artinya di dalam masyarakat desa
terdapat semua bentuk pengorganisasian atau lembaga lembaga yang diperlukan
untuk kelangsungan hidup dan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar
manusia. Namun ini tidak berarti 100% masyarakat itu secara ekonomi betul betul
dapat memenuhi kebutuhan kebutuhannya sendiri1
Pemerintahan desa memiliki peranan signifikan dalam pengelolaan proses
sosial di dalam masyarakat, tugas utama yang harus diemban pemerintah desa .
Dari sudut pandang politik desa akan diidentifikasi sebagai sebuah
organisasi kekuasaan. Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakam bahwa
pemerintahan desa adalah pelaksana kegiatan penyelenggara pemerintahan yang
terendah langsung di bawah Pemerintahan Kecamatan. Pemerintahan desa terdiri
atas, kepala desa, BPD dan perangkat desa yaitu sekretaris desa dan perangkat
desa lainnya. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 1999 telah
memberikan peluang dan kesempatan bagi desa dalam memberdayakan
masyarakat desa, untuk menghidupkan kembali parlemen desa dengan tujuan
membangun relasi yang demokratis (desentralisasi dan demokrasi lokal) melalui
perluasan ruang partisipasi politik pada masyarakat desa, untuk menghapus dan
mengakhiri sentralisasi dalam mewujudkan suatu masyarakat yang otonom ( desa
otonom ).
adalah bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan pelayanan
sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan yang
sejahtera, rasa tentram dan berkeadilan2
Pemerintah Orde Baru mengatur Pemerintahan Desa/Marga melalui UU
No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-undang ini bertujuan untuk
menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan Pemerintahan Desa. Pada . Pemerintahan Desa diharapkan harus
mampu mewujudkan peran aktif masyarakat, agar masyarakat senantiasa memiliki
dan turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai
sesama warga desa.
Jika dilihat dari segi kewilayahan maka desa merupakan pemerintahan
yang menyelengggarakan fungsi fungsi pelayanan publik langsung kepada
masyarakat, Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan nasional, sehingga harus mampu memberikan
pelayanan secara efektif kepada masyarakat, serta mampu mewujudkan
penyelengaraan pemerintahan desa yang demokratis. Pada dasarnya kehidupan
berdemokrasi yang dapat di sesuaikan secara langsung dengan nilai nilai yang ada
pada bangsa ini dapat dimulai dari demokrasi di desa. Secara historis pun akar
pemerintahan Indonesia adalah pemerintahan desa atau system pemerintahan desa.
Artinya sebelum Pemerintahan Indonesia eksis yang ada adalah pemerintahan
desa, di Indonesia sekarang terdapat kurang lebih 70.000 buah desa dan
masyarakat indonesia mayoritas masih tinggal di desa.
2
masa ini hak ulayat desa tidak dijadikan salah satu hal yang dapat menjadi nilai
nilai dalam mengambil keputusan terkait kepentingan desa, sebagai institusi
dengan kedudukannya sebagai pemerintahan terendah di level bernegara tepat
dibawah kekuasaan pemerintahan kecamatan, tentu saja penyelenggaraan
pemerintahan dan tata kelola desa akan didominasi persetujuan berdasarkan dari
pihak Kecamatan. Secara otomatis kemandirian desa akan terpasung dan
masyarakat desa yang diwakili oleh pemerintahan desa tidak memiliki
kewenangan dalam mengelola serta mengatur wilayahnya sendiri.
Demokrasi yang diharapakan sebagai jembatan peningkatan kesejahteraan
masih jauh dari harapan pada masa ini, desa sebagai pemerintahan level terendah
tidak bisa bertindak sesuai dengan kehendaknya sendiri. Dalam kenyataan
dengan berbagai peraturan dan ketentuan, masyarakat desa bukan diberdayakan
akan tetapi lebih dibudidayakan/diperlemah karena diambil berbagai sumber
penghasilannya dan hak ulayatnya sebagai masyarakat tradisonal, hal yang sangat
bertolak belakang dengan maksud penyeragaman desa untuk memperkuat
pemerintahan desa agar mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan.
Pasca berahirnya orde baru dengan lengsernya presiden soeharto
Pemerintahan Desa diatur dalam UU No. 22/1999 yang diperbarui menjadi
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, setelah hadirnya Undang Undang ini
dan bahkan desa pada hari ini tidak lagi menjadi kepanjang tangan pusat
melainkan sebagai mitra strategis dalam menjalankan dan mengelola
pemerintahan diberbagai sektor
Bab XI pasal 200 s/d 216. Menurut undang-undang ini, Desa atau disebut
dengan nama lain yang disesuikan dengan daerah dan bahasa daerahnya, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memilik kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat-istiadat setempat yg diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di
Daerah Kabupaten. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabung dengan
memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakt dengan persetujuan
Pemerintah Kabupaten dan DPRD. .
Setelah lahirnya UU ini maka desa tidak lagi dibawah kontrol langsung
kecamatan, namun dikontrol langsung oleh kabupaten selain itu terdapat
pemisahan antara eksekutif (kepala desa) dan legislatif (badan perwakilan desa).
Melalui Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, undang – undang ini memberikan
wacana dan paradigma baru dalam upaya mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan pemberdayaan, dan
peran serta masyarakat dalam proses pembangunan, serta daya saing daerah
Dalam UU 32 Tahun 2004 pasal 209 terjadi perubahan mendasar terhadap
peran dan fungsi BPD, dimana LKMD diganti dengan istilah Badan
Permusyawaratan Desa dan mengalami penurunan derajat wewenang, sehingga
tidak ada lagi fungsi kontrol terhadap kepala desa, BPD juga tidak memiliki
kewenangan dalam pengolahan keuangan desa, termasuk penetapan APBDes dan
penetapan tata cara pungutan objek pendapatan dan belanja desa. Undang –
undang ini menempatkan lembaga BPD bukan dibawah kepala desa implisit di
sini adalah bahwa BPD sebagai partner kepala desa dalam memfasilitasi
warganya.
Melalui Undang Undang ini desa akhirnya menjadi suatu daerah otonom yang
dapat mengatur wilayahnya sendiri, otonomi desa telah menghadirkan hak dan
wewenang desa untuk mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan desa yang
telah ditetapkan bersama BPD, urusan pemerintahan yang menjadi wewenang
desa mencakup
A. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
B. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa;
C. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
D. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangperundangan
diserahkan kepada desa3
meskipun pemerintahan desa memiliki wewenang otonomi dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, namun pemerintahan desa harus
tetap menjaga keseimbangan kewenangan dengan penyelenggaraan otonomi
daerah Kabupaten/Kota.
Eksistensi desa selama ini tidak bisa dilepaskan dari relasi kekuasaan dan
kepentingan kekuatan supra desa,seperti pemerintah pusat atau pemerintah daerah
di atasnya yaitu Kabupaten. Pembangunan desa dilakukan oleh Kabupaten / Kota
dan pihak ketiga mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawratan
Desa.4 pembangunan desa sering dikaitkan dengan upaya atau usaha bagaimana
memajukan desa tersebut menjadi lebih baik dan berkualitas, baik dari sumber
daya alamnya, sumber daya manusia, ataupun mengembangkannya melalui
inudstri kreatif. Mensejahterakan penduduk desa tersebut itu tujuan utama dari
adanya pembangunan desa. Pada dasarnya
Kenyataan menunjukkan bahwa Desa memiliki sumber-sumber keuangan
yang sangat terbatas, walaupun sudah ada yang mengatur urusan keuangan desa di
dalam UU 32 sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu pembangunan di desa adalah bagian
terkecil yang tidak bisa dipisahkan dari rencana pembangunan nasional yang
mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat.
3
UU 32 Pemerintahan Daerah pasal 206
4
memberikan perhatian khusus terhadap upaya peningkatan pendapatan desa yang
bersumber dari bantuan pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah
kabupaten/kota, serta bagi hasil penerimaan pajak dan retribusi daerah.
B. Perumusan Masalah
Program pembangunan desa dari kabupaten merupakan salah satu cara
untuk mempercepat laju pembangunan di desa. Perencanaan pembangungan desa
merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah
kabupaten/kota. Kabupaten/kota secara kelembagaan pemerintah kabupaten/kota
memiliki peran untuk menjamin pembangunan di desa-desa berlangsung, demi
terjaminya pemerataan pembangunan di desa. Mengingat sampai dengan hari ini
masih banyak desa-desa di Indonesia yang masih terpinggirkan dan jauh dari
sentuhan pembangunan pemerintah kabupaten maupun pusat. Sehingga sebuah
hubungan antara kepala desa dan kepala daerah akan sangat menentukan laju
pembangunan sebuah desa, sebab dengan banyaknya desa di suatu daerah
kabupaten kota akan menimbulkan persaingan antara desa untuk menyuarakan
kebutuhannya.
Berangkat dari latar belakang dan penjelasan singkat diatas maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana relasi kekuasaan
antara kepala daerah dengan kepala desa dalam mewujudkan good
governance di nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya, kabupaten
C. Pembatasan Masalah
Dalam sebuah penelitiaan dibutuhkan adanya pembatasan masalah
terhadap hal yang akan diteliti, pembatasan ini diperlukan agar hasil penelitian
lebih terfokus dan tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai menjadi
karya tulis yang sistematis. Adapun yang mejadi Batasan masalah dalam
penelitian ini adalah
1. Hubungan kepala desa dengan kepala derah
2. Peran kepala desa dalam mewujudkan Good governance pada tahun
2009-2014
D.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengeksplorasi dan mendeskripsikan relasi kekuasaan antara kepala
Daerah dan kepala Desa dalam pengelolaan Pemerintahan Nagori di
Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.
2. Menganalisis peran Kepala desa dalam mewujudkan Good governance
setelah pergantian kepala daerah di Kabupaten Simalungun.
Dalam setiap penelitian, secara teoritis diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi masyarakat. Terlebih lagi untuk perkembangan Ilmu pengetahuan.
Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait
pelaksanaan good governance di suatu desa.
2. Dengan penelitian ini penulis semakin mengasah kemampuan analisa
penulis sendiri.
3. Menambah rujukan bagi mahasiswa ilmu politik mengenai penelitian
tentang politik di desa.
F. Kerangka Teori
1. Demokrasi Lokal
Demokrasi lokal adalah demokrasi yang terjadi di level lebih bawah dari
hirarki pemerintahan suatu negara. Sementara itu, kajian Birokrasi dan Demokrasi
utamanya ditujukan mengefektifkan tujuan-tujuan pemerintahan demokrasi dalam
memenuhi janji terhadap para konstituen. Salah satunya adalah, lewat
penitikberatan pada kinerja birokrasi. Publik diarahkan lebih mendekati
“kerja-kerja nyata” pemerintahan, tidak seperti kondisi saat ini yang seperti “teralienasi”
dari implementasi perilaku pemerintah.
Dengan lain perkataan, diupayakan suatu pengalihan titik perhatian dari aspek
input sistem politik kepada output. Salah satu upaya kea rah pemberdayaan
ketimbang “pusat.” Terlebih kini daerah telah punya kewenangan yang semakin
besar dalam memproduksi dan mengimplentasikan kebijakan yang punya efek
atas masyarakat.
Signifikansi demokrasi di tingkat local semakin terlihat tatkala banyak
keputusan-keputusan yang khas ditujukan hanya pada satu wilayah. Keputusan
spesifik ini membutuhkan persetujuan dari public, baik tatkala disusun maupun
dijalankan.
Demokrasi tingkat lokal adalah suatu konsep yang berupaya mendekatkan
alam bernegara kepada individu. Jarak, sebagai suatu hal yang kerap membuat
warganegara punya political efficacy yang rendah, dipangkas oleh konsep ini.
Sebab itu, demokrasi local kerap dipahami sebagai cara berdemokrasi
(memerintah) di:
1.Dalam lembaga-lembaga pemerintahan local seperti walikota, dewan kota atau
DPRD, komite-komite, dan pelayanan administrative;
2.Dalam pengorganisasian dan aktivitas masyarakat (civil society).
Secara ideal, kedua elemen di atas (pemerintah dan civil society) bekerja sama
dalam melakukan penyusunan dan implementasi kebijakan. Keduanya merupakan
partner kerja, kendati di alam kenyataan keduanya lebih merupakan “sparring
enemy.” Sebab itu, demokrasi mengutamakan masyarakat lokal sesungguhnya
lembaga-lembaga masyarakat yang ada beserta segala proses pengambilan
keputusannya memungkinkan terwujudnya praktik demokrasi yang lebih
langsung, yang di dalamnya suara individu dapat didengar dengan lebih mudah5
2. Kekuasaan
.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk
mempengaruhi seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para
pelaku6
Kekuasaaan merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman
pertama pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan kedua
pemahaman tentang orang yang dikuasai atau tunduk pada kekuasaan.
Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini berkisar pada sumber kekuasaan . Konsep kekuasaan erat sekali hubungnnya dengan konsep
kepemimpinan. Dengan kekuasaan pimpinan memperoleh alat untuk
mempengaruhi pengikutnya.
Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak
yang memerintah dan ada pihak yang diperintah satu pihak yang memberi
perintah, satu pihak yang mematuhi perintah dari yang memerintah. Tidak ada
persamaan martabat, hirarki hadir sebagai aturan utama, selalu yang satu lebih
tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan
kekuasaan. Paksaan tidak selalu perlu dipakai secara gamblang, tetapi adanya
kemungkinan paksaan itu dipakai, sering sudah cukup.
5
sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk
tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah pembatasan dan bahkan menerima
tekanan pada sisi lain.
Legitimasi sebagai dasar berfungsinya kekuasaan bisa bermacam macam, di
dalam perspektif lebih teknis rincian dari sumber kekuasaan khususnya secara
formal administrartif ada 6 sebagai berikut :
1. Kekuasaan balas jasa (reward power) yaitu kekuasaan yang legitimasinya
bersumber dari sejumlah balas jasa yang bersifat positif (uang
perlindungan, perkembangan karir, janji positif dan sebagainya) yang
diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan perintah ataub
persyaratan lain. Faktor ketundukan seseorang pada kekuasaan dimotivisir
oleh hal itu dengan harapan jika telah melakukan sesuatu akan
memperoleh seperti yang dijanjikan.
2. Kekuasaan paksaan ( coercive power ) berasal dari perkiraan yang
dirasakan orang bahwa hukuman (dipecat, ditegur,) akan diterima jika
mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan. Kekuasaan menjad suatu
motivasi yang bersifat refresif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk
pada kekuasaan pimpinan itu dan melakukan seperti apa yang
dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan
3. Kekuasaan legitimasi (legitimate power ) kekuyasaan yang berkembang
atas dasar dan berangkat dari nilai nilai intern yang mengemuka dari dan
untuk mempengaruhi bawahannya . sementara itu pada sisi lain seorang
mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seorang
lainnya ditentukan sebagai pimpinannya atau petinggi sementara dirinya
seorang bawahan. Legitimasi demikian bisa diperoleh atas dasar aturan
formal tetapi bisa juga bersumber pada kekuasaan yang muncul karena
kekuatan alamiah dan kekuatan akses dalam pergaulan bersama yang
mendudukkan seseorang beruntung memperoleh legitimasi suatu
kekuasaan.
4. Kekuasaan pengendalian atas informasi kekuasaan ini ada dan berasal dari
kelebihan atas suatu pengetahuan dimana orang lain tidak mempunyai.
Cara ini digunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang
dibutuhkan oleh orang lain yang mau tidak mau tunduk (secara terbatas)
pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur
segala sesuatu yang berkenaan denga peredaran informasi, atas legitimasi
kekuasaan yang dimiliki.
5. Kekuasaan panutan (referent power ) kekuasaan ini muncul di dadsarkan
atas pemahaman secara kultural dari orang orang dengan yang berstatus
sebagai pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpim tersebut sebagai
panutan atau simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya
muncul dari pemahaman religiusitas direfleksikan pada kharisma pribadi,
kebanyakan orang. Hal ini menjadikan orang lain tunduk pada
kekuasaannya.
6. Kekuasaan keahlian (expert power) kekuasaan ini ada dan merupakan hasil
dari tempaan yang lama dan muncul karena suatu keahlian atau ilmu
pengetahuan. Kelebihan ini menjadikan seorang menjadi winasis dan
secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam bidang
keahliannya itu. Sang pemimpin bisa mereflesikan kekuasaan dalam batas
bats keahliannya itu dan secara terbatas pula orang tunduk pada kekuasaan
yang bersumber dari keahlian yang dimiliki karena adanya kepentingan
terhadap keahlian sang pemimpin7
Konsep kekuasaan (politik) diupayakan sebagai suatu elaborasi dengan
menjadikan kekuasaan itu sebagai fenomena politik kekuasaan .
8
. Untuk
memahami fenomena kekuasaan politik, Charles F Andrain dan Ramlan Surbakti
seperti yang dikutip oleh P. Anthonius Sitepu dapat ditinjau dari enam (6) dimensi
yaitu9
1. Dimensi Potensial dan Aktual :
Seseorang yang dipandang mempunyai kekuasaan potensial
apabila mempunyai atau memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti
kekayaan, tanah, senjata, pengetahuan informasi, popularitas, status sosial
yang tinggi, massa yang terorganisir, dan jabatan. Sebaliknya seseorang
7
Samsul Wahidin. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogjakarta: Pustaka pelajar. hal 3
8
P. Anthonius Sitepu. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal.130
9
yang dipandang memiliki kekuasaan aktual apabila telah menggunakan
sumber-sumber yang dimilikinya kedalam kegiatan-kegiatan politik secara
efektif.
2. Dimensi Konsensus dan Paksaan
Dalam menganalisis hubungan kekuasaan harus membedakan
kekuasaan yang berdasarkan paksaan dan kekuasaan yang berdasarkan
consensus. Para analisis politik yang lebih menekankan aspek konsensus
dari kekuasaan akan cenderung melihat elit politik sebagai orang yang
tengah berusaha menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan
masyarakat secara keseluruhan. Sementara itu, apabila menekankan pada
aspek paksaan dari kekuasaan akan cenderung memandang politik sebagai
perjuangan, pertarungan, dominasi, dan konflik.
3. Dimensi Positif dan Negatif
Tujuan umum pemegang kekuasaan adalah untuk mendapatkan
ketaatan atau penyesuaian diri dari pihak yang dipengaruhi. Tujuan umum
ini dapat dikelompokkan menjadi dua aspek yang berbeda yakni, tujuan
positif dan negatif. Kekuasaan positif adalah penggunaan sumber-sumber
kekuasaan untuk mencapai tujuan yang dianggap penting dan diharuskan.
Sedangkan kekuasaan negatif adalah penggunaan sumber-sumber
kekuasaan untuk mencegah orang lain mencapai tujuan yang tidak hanya
dipandang tidak perlu akan tetapi juga merugikan pihaknya.
Dalam masyarakat yang sudah maju dan mapan, kekuasaan
terkandung erat dalam jabatan-jabatan. Penggunaan kekuasaan yang
terkandung dalam jabatan secara efektif tergantung pada kualitas pribadi
yang dimiliki dan ditampilkan oleh setiap pribadi yang memegang jabatan.
Dalam masyarakat yang masih sederhana, struktur kekuasaan didasarkan
atas realitas pribadi lebih menonjol daripada kekuasaan yang terkandung
di dalam jabatan itu. Dalam hal ini, pemimpin yang melaksanakan
kekuasaan efektifitas kekuasaannya terutama berasal dari kualitas pribadi.
5. Dimensi Implisit dan Eksplisit
Kekuasaan implisit adalah kekuasaan yang tidak terlihat dengan
kasat mata akan tetapi dapat dirasakan. Sedangkan kekuasaan eksplisit
adalah pengaruh yang terlihat dan dapat dirasakan. Adanya kekuasaan
dimensi eksplisit, menimbulkan perhatian orang pada segi rumit hubungan
kekuasaan yang disebut dengan “azas memperkirakan reaksi dari pihak
lain”.
6. Dimensi Langsung dan Tidak Langsung
Kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber-sumber
kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik
dengan melakukan hubungan secara langsung tanpa melalui perantara.
Yang termasuk dalam kategori sumber-sumber kekuasaan adalah sarana
paksaan fisik, kekayaan dan harta benda (ekonomi) normatif jabatan,
senjata, penjara, kerja paksa, teknologi, aparat yang menggunakan senjata.
Sedangkan kekuasaan yang tidak langsung adalah penggunaan
sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan
politik dengan melalui perantara pihak lain yang diperkirakan mempunyai
pengaruh yang lebih besar terhadap pembuat dan pelaksana keputusan
politik.
1. Teori dan Konsep Pembagian Kekuasaan
Dalam sebuah negara gagasan tentang pemisahan kekuasaan diasumsikan
sebagai suatu cara untuk menjadikan negara tidak berpusat pada satu tangan
(monarkhi) melainkan harus memiliki batasan-batasan kewenangan. Dalam hal ini
John Locke (1632-1704) mengemukakan gagasan tentang teori yang memisahkan
kekuasaan dari tiap-tiap negara kedalam tiga bagian antara lain yaitu Kekuasaan
Legislatif, yakni kekuasaan untuk membuat undang-undang, kekuasaan Eksekutif,
yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, kekuasaan Federatif, yakni
kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan
semua orang dan badan-badan luar negeri10. Pada dasarnya, dalam perspektif
pembagian kekuasaan John Locke lebih menginginkan pembagian kekuasaan
dalam arti sebagai sebuah konsistensi atas perlindungan terhadap hak-hak rakyat
dari kesewenang-wenangan penguasa11
10
Moh. Mahfud MD. 2001. Dasar dan struktur ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. hal. 72.
Menurut John Locke, ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan satu dari yang
lainnya12
1. Kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat
(parlemen). Isi ajaran Montesquieu ini adalah mengenai pemisahan
kekuasaan (the Separation of Power) yang dikenal dengan Istilah Trias
Politica istilah yang diberikan oleh Imanuel Kant. Keharusan pemisahan
kekuasaan negara menjadi tiga jenis itu adalah agar tindakan
sewenang-wenang oleh raja dapat dihindarkan.
. Sementara itu, dalam pandangan Montesquieu (1689-1755) dalam suatu
pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan itu harus terpisah, baik mengenai
fungsi (tugas) maupun mengenai alat kelengkapan (organ) yang melaksanakan.
Montesquieu membagi kekuasaan kedalam tiga organ yaitu :
2. Kekuasaan Eksekutif, dilaksanakan oleh pemerintah (presiden atau raja
dengan bantuan menteri-menteri atau kabinet).
3. Kekuasaan Yudikatif, dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah
Agung dan pengadilan dibawahnya) melainkan kekuasaan itu harus
terpisah13
3. Good Governance
.
Good governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu
politik. Konsep ini semakin menguat di negara ini semakin menjadi isu sentral
dewasa ini ketika konsep otonomi daerah diberlakukan di indonesia, semangat
12
C.S.T Kansil. 2003. Sistem pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi aksara. hal. 8
13
reformasi telah mendayai aparatur negara dengan tuntutan untuk kelancaran dan
keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara.
Good governance yang dimaksud adalah proses penyelenggaraan
kekuasaan dalam melaksanakan penyediaan public goods and service disebut
governance, (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktek terbaiknya
disebut good governance (kepemerintahan yang baik) 14
1. Teori political society (masyarakat politik : partai politik,birokrasi,negara) .
Good governance menurut Bank Dunia (World Bank) adalah
cara kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan
ekonomi untuk pengembangan masyarakat (The way state power is used in
managing economic and social resources for development of society).
Ada 3 teori yang menjadi kata kunci dalam pembahasan mengenai konsep
good governance yaitu :
Adalah kumpulan organisasi organisasi dalam masyarakat yang tujuan
pendirian dan aktivitas utamanya adalah untuk memperoleh dan
menjelaskan kekuatan politik.
2. Teori econic Society (masyarakat ekonomi)
Adalah kumpulan organisasi-organisasi di dalam masayarakat yang tujuan
pendirian dan aktivitas utamanya untuk memperoleh keuntungan finansial.
14
3. Teori Civil Society (masyarakat sipil masyarakat madani )
Adalah kumpulan organisasi organisasi di dalam masyarakat yang tujuan
pendirian dan aktivitas utamanya memiliki empat ciri
a. Non politis dan non ekonomi
b. Inisiatif pendirian datang dari bawah(grassroots)
c. Menjunjung pluralitas
d. Mengembangkan demokrasi egaliter15
Secara sederhana good governance dapat diartikan sebagai prinsip dalam
mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publik efesien, sistem
pengadilannya bisa diandalkan dan administrasinya bertanggung jawab kepada
publik. Menurut hardijanto pengertian governance mengandung makna yang
lebih luas daripada government , karena tidak hanya mengandung arti sebagai
proses pemerintahan, tetapi termasuk di dalammnya mencakup mekanisme
pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan sektor negara,
masyarakat, dan swasta (negara dana non negara)16
1. asas kecermatan formal.
.
Ada 9 asas umum pemerintahan yang baik (good governance principles),
yang selama ini menjadi acuan berbagi literatur, yaitu
2. Fair play
15
Adi Sujatno. 2007. Moral Dan Etika Kepemimpinan : merupakan landasan ke arah pemerintahan yang baik (good governance). Jakarta: Team 4s. hal 42-43.
16
3. Perimbangan
4. Kepastian hukum formal
5. Kepastian hukum material
6. Kepercayaan
7. Persamaan
8. Kecermatan
9. Asas keseimbangan17
Selain asas, konsep good governance sebagai hubungan yang sinergis dan
konnstruktif antara negara, sektor swasta dan masyarakat memiliki karakteristik
dasar yakni sebagi berikut:
1. Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermeditasi institusi
legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperi ini dibangun
atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara
konstruktif
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa
perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia
3. Transparenacy. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi. Proses lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima
oleh mereka yang membutuhkan.Informasi harus dapat dipahami dan
dapat dipantau
4. Responsiveness. Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani
setiap stake holders.
5. Consensus Orientation. Good governance menjadi perantara
kepentinganyang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.
6. Effectiveness and effeciency. Proses dan lembaga mengahsilkan sesuai
dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia
sebaiki mungkin
7. Accountabilty. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektoe
swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik
dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi
dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk
kepentinga internal atau eksternal organisasi.
8. Starategic Vision. Para pemimpin dan publik harus perspektif good
governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan
sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini 18
Negara, Sektor swasta dan masyarakat merupakan domain utama dalam
good governance, dan dari ketiga domain tersebut negara menjadi aktor dominan
dalam mewujudkan good governance, negara diharapkan menerapkan good
governance meliputi sistem adaministrasi negara. Keseluruhan karakteristik dari
good governance tersebut merupakan karakteristik yang saling memperkuat dan
.
18
saling terkait serta tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga dapat dikerucutkan bahwa
terdapat empat prinsip utama yang dapat memberi gambaran good governance
adminisitrasi publik yang berciri kepemerintahan yang baik yaitu sebagai berikut :
1. Accountabilty
2. Transparenacy
3. Participation
4. Rule of law
Di lingkungan negara (pemerintah) dikembangkan etika pemerintahan, di
lingkungan sektor swasta disebarluaskan etika bisnis, dan lingkungan civil
society ditanamkan etika sosial atau kemasyarakatan.walaupun ketiga pelaku
termaksud memiliki ideologi berbeda tetapi bukan berarti mereka tidak akan
mendapatkan titik temu etika pemerintahan, etika bisnis, dan etika sosial atau
kemasyarakatan demi kepentingan umum.
Setiap pelaku Good governance memiliki peran dan tugas masing-masing
dalam mencapai tujuan hidup bernegara. Negara (pemerintah) berperan
menciptakan lingkungan politik dan hukum kondusifbeberapa dan bertanggung
jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggaraan kekuasaan
memerintah, dan membangun lingkungan kondusif bagi tercapainya tujuan
G. Metodologi Penelitian
1. Metode penelitian
Metode yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Metode penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi atau
arena populasi tertentuyang bersifat faktual secara sistematis dan akurat19. Metode
penelitian ini dimaksudkan sebuah proses pemecahan suatu masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan sebuah objek
maupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masarakat pada saat
sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya20
2. Lokasi penelitian
.
Pelaksanaan penelitian ini diadakan di Nagori Dolok Huluan, Kecamatan
Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
3. Jenis Penelitian
Jenis penelian ini adalah kualitatif, Penelitian kualitatif bermaksud untuk
memberi makna atas fenomena secara holistik dan harus memerankan dirinya
secara aktif dalam keseluruhan prose studi. Orientasi penelitian kualitatif yaitu
pada upaya memahami fenomena secara menyeluruh21
19
Sudarwan Danin. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif, Ancangan Metodologi, Presentasi Dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu Ilmu Sosial, Pendidiakan Dan Humaniora. Bandung: Pustaka Setia. hal 41.
20
Hadari Nawawi.1987. Metodologi Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta:Gajahmada University Press. hal.63.
21
Opcit, Sudarwan Danin, hal.41.
. Penelitian kualitatif
penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadalkan analisis data secara
induktif, bersifat deskriftif, membatasi studi dengan fokus22
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu
pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan dan syarat tertentu yang
ditetapkan berdasarkan tujuan dan masalah penelitian
.
23
4. Teknik Pengumpulan Data
. Oleh karena penelitian ini
menggunakan metode kualitatif maka peneliti membutuhkan informan kunci (key
informan).
Key informan yang dipilih yaitu Pangulu, Maujana nagori, dan perangkat
nagori serta tokoh masyarakat dengan daftar pertanyaan yang telah disusun
sebelumnya. Peneliti akan melaksanakan wawancara secara langsung dan bertemu
dengan informan yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai judul
penelitian. Pihak-pihak yang diwawancarai dilibatkan dalam penggalian data
sebagai informan dengan tujuan agar memperoleh informasi yang tersaring
tingkat akurasinya sehingga keseimbangan informasi dapat diperoleh.
Ada beberapa tekik pengumpulan data yang dapat digunakan, antara lain
penelitian perpustakaan(library research), yang sering disebut metode
dokumentasi, dan penelitian lapangan, seperti wawancara dan observasi24
22
Lexy J Moleong, metode penelitian Kualitatif, Bandung, remaja rosdakarya, 1994, hal 27.
23
Hadari Nawawi. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada Press.hal.157.
dapat memperoleh data berupa fakta di lapangan yang adalah informasi asli
maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut
1. Metode Library research atau studi kepustakaan
Studi yang dilakukan ini adalah dengan cara pengumpulan data dengan
cara menghimpun dan mengumul buku buku, dokumen
dokumen,makalah,arsip arsip dan literatur literatur serta seluruh sarana
informasi lainnya yang tentu saja berhubungan dengan masalah penelitian
ini.
2. Wawancara
Teknik pengumpulan data secara langsung dengan memberikan kepada
pertanyaan pertanyaan kepada informan, untuk mendapatkan data secara
langsung yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Teknik analisa data
Sesuai dengan metode penelitian dalam menganalisis data pada penelitian
ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitatif, yaitu teknik tanpa
menggunakan alat bantu dengan rumus statistik.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan agar lebig
mudah dan teraqrah untuk menyusun karya ilmiah ini, maka penulis membagi
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang akan diteliti,
perumusan masalah, pembatasan masalah, Tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Dalam bab ini akan menguraikan tentang profil Desa Dolok
Huluan dan profil Kepala Desa (pangulu) Dolok Huluan.
BAB III RELASI KEKUASAAN BUPATI SIMALUNGUN DENGAN
PANGULU NAGORI DOLOK HULUAN DALAM
MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI NAGORI
DOLOK HULUAN
Dalam bab ini akan membahas secara garis besar hasil penelitian
sekaligus menganalisi hubungan kekuasaan antara bupati dengan
pangulu dalam mewujudkan Good governance di Nagori Dolok
Huluan.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab yang terakhir ini, berisi tentang kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Pada bab ini juga
BAB II
DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN
A.Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun terletak di antara 02’36,03’1 lintang utara dan
98’32-99’35 bujur timur Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan tanah
jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil luasnya adalah
Kecamatan dolog pardamean dengan luas 9.045 ha.
Sesuai amanah PP No. 70 Tahun 1999 tentang Perpindahan Ibukota
Daerah Kabupaten Simalungun dari Wilayah Daerah Kota Pematangsiantar ke
Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun maka pada tanggal 23 Juni 2008 pada
masa pemerintahan Bupati Simalungun Periode 2005-2010 yakni Zulkarnain
Damanik pusat pemerintahan Kabupaten Simalungun dipindahkan dari Pematang
Siantar ke Pematang Raya, Ibukota Kabupaten ini juga resmi di pindahkan ke
Pematang Raya, Pematang Siantar yang sebelumnya merupakan ibukota
Simalungun kemudian menjadi daerah otonom dan mempunyai pemerintah kota
tersendiri.
Secara batas wilayah Kabupaten Simalungun berbatasan dengan 7
Kabupaten /Kota yang berada di kawasan danau Toba, secara lebih rinci
Sebelah Utara : Kab. Deli Serdang dan Kab. Serdang Bedagai
Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara
Sebelah Selatan : Kabupaten Tobasa
Sebelah Barat : Kabupaten Karo
Sektor pertanian dan hasil perkebunan menjadi komoditi utama yang
dihasilkan di Kabupaten Simalungun. Penggunaan lahan secara keseluruhan
didominasi untuk sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini sesuai dengan data
yang dirilis dalam artikel “Profil Kabupaten Simalungun Tahun 2012” yang
diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun mengenai luas keseluruhan
lahan yang dimanfaatkan untuk sektor pertanian dan perkebunan yaitu sebesar
346.195 Ha atau 78,92 % dari total wilayah Kabupaten Simalungun25. Selama
tahun 2012, Kabupaten Simalungun menghasilkan antara lain 440.992 ton
383.813 ton
25
Artikel “Profil Kabupaten Simalungun 2012.pdf” yang dirilis oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun
yang menjadikan Kabupaten
Simalungun sebagai penghasil padi, jagung, dan ubi kayu terbesar di Sumatera
Utara. Produksi tanaman pangan lainnya yang cukup besar dari kabupaten ini
Luas Wilayah Kabupaten Simalungun adalah 438.660 Ha (4,486,60 Km2)
merupakan 6,12 % dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten
Simalungun terdiri dari 31 kecamatan26.
Gambar 2.1 Peta Kabupaten Simalungun
1. Sejarah Singkat
26
31 kecamtan yang ada di Kabupaten Simal
Penduduk asli kabupaten Simalungun adalah suku simalungun. Meskipun
Kabupaten Simalungun adalah tanah leluhur orang Simalungun, namun
belakangan ini secara statistic orang Simalungun adalah penduduk peringkat
mayoritas ke-tiga di kabupaten Simalungun, setelah orang jawa dan orang yang
berasal dari Toba. Orang Simalungun justru diperkirakan lebih banyak tingggal
di luar wilayah Simalungun. Sedangkan suku pendatang di simalungun adalah
suku jawa dan suku batak toba.
Sejarah mencatat bahwa sebelum negara indonesia terbentuk di
simalungun sudah terdapat pemerintahan feodalisme yakni :
1.Kerajaan Siantar, yang adalah kelanjutan dari kerajaan Nagur ibukotanya di
Pamatang dan raja terakhirnya adalah Raja Sawadin Damanik
2.Kerajaan Tanoh Djawa, berdiri di perkampungan orang jawa ibukotanya dalah
Pamatang Tanoh Djawa dan raja terakhirnya dalah Raja Kaliamsyah Sinaga
3.Kerajaan Panei letaknya di Kecamatan Panei sekarang ibukotanya di Pematang
Panei dan raja terakhir adalah Tuan Bosar Sumalam Purba Dasuha
4.Kerajaan Dolog Silau beribukota di Pamatang Dolog Silau (dekat saran padang )
dan raja terakhir adalah Tuan Bandar Alam Purba Tambak
Kedatangan belanda dengan politik devide et imperanya telah berhasil memecah
1.Kerajaan Raya pada awalnya adalah partuanon dibawah Kerajaan Dolog Silau
ibukotanya di Pematang Raya dan raja terakhir adalah Tuan Djaulan Kadoek
Saragih
2.Kerajaan Purba pada awalnya adalah partuanon di bawah Kerajaan Dolog Silau
ibukotanya di Pematang Purba rumah bolonnya masih ada sampai sekarang dan
butuh perhatian dari pemkab Simalungun dan raja terakhirnya adalah Tuan
Mogang Purba Pakpak
3.Kerajaan Silima Kuta pada awalnya merupakan partuanon di bawah kerajaan
Dolog Silau dan raja terakhir adalah Tuan Padi Raja Girsang
Setelah terpecah menjadi 7 kerajaan ,maka dengan mudah belanda akhirnya
memaksa para raja untuk menandatangani Korte Verklaring dan resmilah wilayah
Kerajaan Nagur dijajah oleh Belanda.
Nama Simalungun resmi di pergunakan sejak 1906 dalam lembaran negara
Hindia Belanda, Secara etimologis Simalungun berasal dari kata Sima dan
lungun.Sima berarti peninggalan dan lungun artinya sepi nama simalungun di
sebut oleh orang yang berada di luar wilayah kerajaan nagur untuk menyebut
bekas Kerajaaan Nagur yang sepi dan sekaligus di rindukan.
Kolonialisme belanda dengan gaya kapitalis mereka telah merusak tatanan
adat dan nilai di Simalungun setelah berhasil menjajah Simalungun Belanda
mengubah Simalungun menjadi daerah pekebunan untuk pangsa pasar di eropa
tahun 1910 dan disusul oleh perluasan perkebunan lainnya Orang Simalungun
tidak bisa di harapkan menjadi pekerja di perkebunan sebab karakter mereka yang
terbentuk adalah santai dan bukan pekerja keras selain itu budaya membayar upeti
kepada raja membuat karakternya tidak terlalu ingin bekerja keras. Hal karakter
ini membuat Belanda mendatangkan para pekerja dari jawa sebab orangnya tekun
bisa diatur dan tidak banyak berontak dan akhirnya mereka lah yang menjadi
pekerja di perkebunan, kemudian kendala kembali muncul terkait bahan pangan
dari migran jawa ini sehingga orang belanda kembali mendatangakan orang orang
yang bisa menjadi penyedia makan bagi migran jawa, kresidenan tapanuli yang
menguasi wilayah toba akhirnya menjatuhakan pilihan kepada batak toba yang
mendiami sekeliling danau toba.kelompok sub suku ini merupakan kelompok
terbesar orang batak dan dianggap yang termaju terutama dalam bidang pertanian
sawah dan pendidikan dibanding kelompok yang lain dan tanah yang tepat untuk
dijadikan persawahan adalah wailayah Kerajaaan Siantar,Panei dan Tanah Djawa
sehingga tidak mengherankan jika jumlah penduduk di daerah tersebut adalah
mayoritas batak toba perpindahan ini terjadi pada tahun 1910-an akibat tinginya
migrasi tersebut akhirnya menjadi faktor yang membuat jumlah etnis Simalungun
menjadi minoritas di tanah leluhurnya sendiri.
B.Kecamatan Raya
Kecamatan Raya merupakan daerah yang menjadi Kota pendidikan di
jahe dan kopi sebagai komoditi andalan. Secara statistik lebih dari 60 persen lahan
di kecamtan Raya merupakan lahan pertanian non sawah. Kecamatan ini memiliki
luas 328,50 Km2, Ibukota Kabupaten Simalungun teletak di kecamatan ini dengan
letak geografis sebagai berikut :
- Utara berbatasan dengan Kecamatan Raya Kahean dan Kecamatan Silou
Kahean,
- Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dolok Pardamean,
- Barat berbatasan dengan Kecamatan Purba dan Kecamatan Dolok Silou,
- Timur berbatasan dengan Kecamatan Panombeian Panei.
Desa-desa Kecamatan Raya berada pada ketinggian 251-1400 meter di
atas permukaan laut. Berdasarkan topografinya daerah ini berada di wilayah
perbukitan, dimana sekitar 53,80 % dari keseluruhan wilayah berada pada
ketinggian 751-1000 m di atas permukaan laut. Menurut kemiringan/ kelerengan
tanah, wilayah kecamatan Raya terletak pada lahan yang terjal, dengan sekitar
57,72 % lahan berada pada kemiringan di atas 15%.
Kecamatan Raya mencakup 17 nagori/desa yaitu: Nagori Dolog Huluan,
Raya Usang, Raya Bayu, Dalig Raya, Merek Raya, Bahapal Raya, Sondi Raya,
Bah Bolon, Raya Huluan, Siporkas, Silou Huluan, Silou Buttu, Bonguron
Kariahan, Sihubu Raya, Raya Bosi, Simbou Baru, Bintang Mariah dan 1
TABEL 2.1
LUAS WILAYAH DESA/KELURAHAN DI KECAMATAN RAYA
NO NAGORI/KELURAHAN LUAS WILAYAH
1 DOLOK HULUAN 15,20
14 BUNGORUN KARIAHAN 14,40
15 SIHOBU RAYA 17,20
16 RAYA BOSI 13,20
17 SIMBOU BARU 22
18 BINTANG MARIAH 13
RAYA 328,50
Sumber : BPS Kabupaten Simalungun
Berikut ini merupakan Visi dan Misi Kantor Kecamatan Raya:
Visi: Terwujudnya aparatur pemerintahan yang profesional, produktif, survive
dan memiliki semangat juang yang tinggi dalam memberikan pelayanan
Misi:
• Meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparatur pemerintahan
kecamatan dalam membina, mengembangkan, institusi pengelola
pendidikan, pertanian, peternakan, jasa dan industri
• Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana kehidupan
beragama.
• Memberdayakan masyarakat dalam mengembangkan sarana dan
prasarana infrastruktur di lingkungan perkotaan dan pedesaan.
• Menegakan hukum, keamanan dan ketertiban.
• Memelihara kelestarian sumber daya alam dan meningkatkan kualitas
lingkungan hidup
• Mengembangkan kapasitas dan kemampuan lembaga pelayanan
masyarakat
• Mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif, meningkatkan daya
tahan perekonomian masyarakat menghadapi dampak krisis ekonomi dan
mengembangkan daya saing yang berbasis keunggulan komparatif dan
C.Desa dan Pemerintahan Desa
Desa merupakan arena politik paling dekat bagi relasi antara masyarakat
dengan pemegang kekuasaan (perangkat Desa). Di satu sisi, para perangkat Desa
menjadi bagian daari birokrasi negara yang mempunyai daftar tugas kenegaraan,
yakni menjalankan birokratisasi di level Desa, melaksanakan program-program
pembangunan, memberikan pelayanan administratif kepada masyarakat. Tugas
penting pemerintah Desa adalah memberi pelayanan administratif
(surat-menyurat) kepada warga.
Di sisi lain, karena dekatnya arena, secara normatif masyarakat
akar-rumput sebenarnya bisa menyentuh langsung serta berpartisipasi dalam proses
pemerintahan dan pembangunan di tingkat Desa.
Dalam praktiknya antara warga dan penyelenggaran pemerintah desa mempunyai
hubungan kedekatan secara personal yang mungkin diikat dengan tali kekerabatan
maupun ketetanggaan, sehingga kedua unsur itu saling menyentuh secara personal
dalam wilayah yang lebih privat ketimbang publik.
Pergantian kekuasaan pemerintahan Orde Baru oleh pemerintahan
reformasi secara langsung berimplikasi pada perubahan kehidupan demokrasi di
desa. Perubahan kehidupan berdemokrasi ini tampak dari semangat adaptasi atas
demokrasi yang cukup besar mulai tahun 1999. Bisa disimak kehadiran Badan
bertindak sebagai badan legislatif baru di desa, menggantikan peran Lembaga
Musyawarah Desa (LMD.
Praktek demokrasi desa di bawah UU nomor 5 tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa memberikan landasan yang kuat bagi tegak kokohnya
kekuasaan sentralistik Orde Baru bagi pengaturan pemerintahan di tingkat desa.
Karakter evolusi kehidupan demokrasi kebanyakan masih bersifat seragam, tidak
banyak pilihan dalam pelaksanaan demokrasi desa. Begitu pula istilah, struktur
dan mekanisme pemerintahan desa telah dibakukan. Namun, ketika kekuasan
otoritarian Orde Baru berakhir, maka bermunculanlah semangat anti sentralisme
Reformasi dengan mahasiswa sebagi pelaku nya telah memberikan
dampak yang sangat luar biasa bagi bangsa ini, tuntutan reformasi menuntut
perubahan mendasar dari sitem demokrasi Negara ini, proses penyelenggaraan
pemerintahan daerah menjadi salah satu sasarannya . Untuk memenuhi tuntutan
reformasi yang disampaikan mahasiwa pemeritahan Habibie mengeluarkan
undang undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dalam undang
undang ini terdapat pengaturan tentang desa yaitu bab XI pasal 93 sampai dengan
pasal 111. Seiring bergantinya pengusa undang undang tentang pemerintahan
daerah kemudian di revisi kembali melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 serta diubah kembali menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
Tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 dan PP No 72 Tahun 2005, urusan
A. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
B. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa;
C. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau
pemerintah kabupaten/kota;
D. Urusan pemerintahan lainya yang oleh peraturan perundang undangan
diserahkan kepada desa.
Dalam rangka memperkuat desa pemerintah mengeluarkan peraturan
Menteri Dalam Negeri nomor 30 tahun 2006 tentang tata cara penyerahan urusan
pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa dalam peraturan ini dijelaskan bahwa
urusan pemerintah kabupaten kota yang dapat diserahkan kepada desa antara lain :
1. Bidang pertanian dan ketahanan pangan
2. Bidang pertambangan dan energi serta sumber daya mineral
3. Bidang kehutanan dan perkebunan
4. Bidang perindustrian dan perdangan
5. Bidang koperasi dan usaha kecil menengah
6. Bidang penanaman modal
7. Bidang tenaga kerja dan transmigrasi
8. Bidang kesehatan
9. Bidang pendidikan dan kebudayaan
12.Bidang pemukiman/perumahan
13.Bidang pekerjaan umum
14.Bidang perhubungan
15.Bidang lingkungan hidup
16.Bidang politik dalam negeri dan administrasi publik
17.Bidang otonomi desa
18.Bidang perimbangan keuangan
19.Bidang tugas pembantuan
20.Bidang pariwisata
21.Bidang pertanahan
22.Bidang kependudukan dan catatan sipil
23.Bidang kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat dan
pemerintahan umum
24.Bidang perencanaan
25.Bidang penerangan informasi dan komunikasi
26.Bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
27.Bidnag keluarga berencana dan keluarga sejahtera
28.Bidang pemuda dan olahraga
29.Bidang pemberdayaan masyarakat desa
30.Bidang arsip dan perpustakaan27
27
Hal hal diatas bisa menjadi kompetensi kabupaten/kota yang dapat
diesrahkan pengaturan dan pengurusannya kepada desa melalui peraturan daerah
kabupaten/ kota.
D. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Pemerintahan Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat
memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan
keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya yang besar, maka perlu
adanya Peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan
pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda
pemerintahan berjalan dengan optimal
Penyelenggaran pemerintah desa dilakukan oleh pemerintah desa dan
badan permusyarawatan desa (BPD). Pemerintah desa adalah organisasi
pemerintah desa yang terdiri atas
a. Unsur pimpinan, yaitu kepala desa
Kepala desa adalah adalah pemimpin sebuah kesatuan wilayah terkecil
di di
pemerintah
dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan
berikutnya. Semenjak diberlakukannya UU no 32 tahun 2004
memberikan otonomi kepada desa, namun otonomi yang diberlakukan
perundang undangan, namun berasal dari asal usul dan adat istiadat
desa sendiri yang dikembangakan dan dipelihara oleh penduduk desa.
Hal ini lah yang membuat nama desa atau wilayah kesatuan terkecil
berbeda beda di beberapa tempat demikian juga nama kepala desa nya.
Untuk daerah Kabupaten simalungun nama desa diberi identitas
dengan Nagori dan kepala desa menjadi Pangulu Nagori.
b. Unsur pembantu kepala desa yang terdiri atas
1. Sekretariat desa yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai
oleh sekretaris desa
2. Unsur pelaksana teknis yaitu unsur pembantu kepala desa yang
melaksanakan urusan teknis di lapangan seperti urusan
pengairan, keagamaan dan lain lain
3. Unsur kewilayahan yaitu pembantu kepala desa di wilayah
kerjanya sepertiu kepala dusun 28
Tugas kepala desa yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugas, kepala desa
mempunyai wewenang yaitu29
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa; :
b. Menyusun rancangan APB Desa;
28
Ibid hal 73
29
c. Menetapkan peraturan desa setelah dimusyawarahkan bersama dengan
BPD;
d. Merencanakan pembangunan desa;
e. Memfasilitas kehidupan masyarakat desa;
f. Mengembangkan usaha ekonomi masyarakat dan perekonomian desa;
g. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
h. Mengembangkan teknologi tepat guna;
i. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas dan wewewnagnya kepala desa mempunyai kewajiban
a. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan negara kesatuan Republik
Indonesia
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat
d. Melaksanakan kehidupan demokrasi