• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi buatan pada perkembangan gonad ikan tor soro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi buatan pada perkembangan gonad ikan tor soro"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

IKAN

HESTI WAHYUNINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Induksi Buatan pada Perkembangan Gonad IkanTor soroadalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2012

Hesti Wahyuningsih

(4)
(5)

HESTI WAHYUNINGSIH. Artificial induction on Gonadal Development of Tor

soro. Under direction of MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, AGUS OMAN

SUDRAJAT, LIGAYA ITA TUMBELAKA, WASMEN MANALU, and RUDHY GUSTIANO.

Tor sorois an endemic species of fresh water fish in North Sumatera, that has an important economical value. Nowadays the population ofTor sorotends to decrease. Currently, the fish has been successfully domesticated and in the future, it is expected to be the candidate for aquaculture. However, it is still a problem exist due to the frequency of gonad maturation in a year. Therefore, study on induction of gonadal development by Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) and estradiol-17 was conducted. This research was aimed to obtain mature fish outside the spawning season with hormonal injections. The blood analysis was conducted to evaluate the relationship between reproduction status and blood chemistry. The first research was carried out descriptively to understand changes in gonad maturity and blood chemistry profile of fish blood plasm in the pond. The results indicated that a spawning season in June and September was characterized by the maximum size of the oocyte (3.0 ± 0.03 mm). The second research was carried out by using Factorial Completely Randomized Design for 12 dosages of PMSG and estradiol-17 . Sampling of oocytes and blood plasm was performed every month during a year (January to December 2011) to analyze the development of the gonads and the concentration of estradiol-17 . The results showed the ability of PMSG and estradiol-17 in accelerating the development of the gonads with the presence of oocytes in the two months after injection, and accelerating spawning. The best treatment dosage was 4 IU PMSG. This result was indicated by the low concentration of estradiol-17 at spawning. The reproduction profile of Tor soro was also indicated by the changes of blood plasm chemistry analysis including the total protein, glucose, cholesterol, and triglyceride concentrations. The concentrations with low total protein, cholesterol, triglyceride but high glucose may be indication of the spawning activity of the fish. Finally, the use of PMSG may effectively stimulate the gonadal development of young female fish.

(6)
(7)

HESTI WAHYUNINGSIH. Induksi Buatan pada Perkembangan Gonad Ikan Tor

soro. dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, AGUS OMAN

SUDRAJAT, LIGAYA ITA TUMBELAKA, WASMEN MANALU, dan RUDHY GUSTIANO.

Tor soro merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis dan budaya yang tinggi. Populasi ikan Tor sorodi alam tergolong langka. Dewasa ini upaya untuk membudidayakan ikan Tor soro masih berlangsung, karena ikan ini merupakan jenis yang baru didomestikasikan dan reproduksinya belum mencapai optimal. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan sebagai upaya pengembangan teknologi manipulasi

hormonal untuk mempercepat perkembangan gonad induk agar dapat

meningkatkan potensi ikan Tor soro sebagai kandidat ikan budi daya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan gonad ikan Tor soro yang diinduksi dengan penyuntikan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan estradiol-17 serta menganalisis perubahan kimia darah terkait dengan status reproduksi.

Penelitian dilakukan melalui tiga tahap yang meliputi pertama, perubahan plasma darah dan kematangan gonad pada ikan betina Tor soro di kolam pemeliharaan; kedua, pengaruhPregnant Mare Serum Gonadotropin(PMSG) dan estradiol-17 (E2) pada perkembangan oosit ikan Tor soro betina muda; dan ketiga, perubahan kimiawi darah ikan Tor soro yang mendapat induksi hormon PMSG dan estradiol-17 . Pelaksanaan penelitian tahap pertama dilakukan selama 12 bulan untuk menganalisis perubahan kematangan gonad dan kimiawi darah dari delapan induk ikan. Penelitian tahap kedua dilakukan selama 13 bulan untuk menganalisis kematangan gonad induk Tor soro muda yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17 . Sebanyak 120 ekor ikan digunakan dan dibagi ke dalam 12 perlakuan dengan menggunakan rancangan penelitian, yaitu Rancangan Acak

Lengkap Faktorial. Pengamatan perkembangan gonad dilakukan dengan

menganalisis perubahan diameter oosit yang diamati setiap bulan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer. Selain itu, pada penelitian tahap kedua ini juga dilakukan analisis kadar estradiol-17 plasma darah dengan menggunakan metode ELISA dan vitelogenin dengan menggunakan SDS PAGE. Penentuan kadar vitelogenin dilakukan dengan menggunakan softwear TotalLab TL120. Pada penelitian tahap ketiga dilakukan analisis kimia darah yang meliputi konsentrasi protein total dengan menggunakan metode biuret, konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida dengan menggunakan metode Enzymatic Colorimetrickomersial kit.

Perubahan perkembangan gonad induk Tor soro menunjukkan adanya puncak perkembangan diameter oosit pada bulan Juni dan September. Pemijahan terjadi pada bulan September dengan rata-rata diameter oosit 3,0±0,03 mm. Perubahan konsentrasi kimia plasma darah yang terukur seiring dengan perubahan ukuran diameter oosit. Perkembangan kematangan gonad ikan Tor soro

(8)

perkembangan gonad ini ditunjukkan dengan adanya oosit pada gonad dari semua perlakuan dengan lama waktu kematangan yang berbeda-beda, namun lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Rentang waktu kematangan gonad yang lebih cepat diperoleh pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari) pada dosis perlakuan 4 IU PMSG (T3), 40 IU PMSG (T4), 4 IU PMSG + 125 g E2(T7), 0,4 IU PMSG + 250 g E2 (T10), dan 4 IU PMSG + 250 g E2 (T11). Berdasarkan hasil analisis perhitungan kemampuan induksi hormon pada perkembangan gonad ikan Tor soro, perlakuan T3 (4 IU PMSG) memberikan pengaruh yang nyata pada percepatan perkembangan gonad ikan Tor soro dibandingkan dengan pemberian kombinasi dari kedua hormon tersebut.

Perkembangan gonad ini juga diikuti dengan perubahan konsentrasi estradiol-17 pada bulan-bulan tertentu terutama pada saat terjadi pematangan oosit, pemijahan, atau atresia. Secara umum, kadar estradiol-17 saat terjadi pematangan oosit mengalami penurunan hingga konsentrasi estradiol-17 terendah, yaitu 16,3±3,79 ng/mL. Berdasarkan pengukuran vitelogenin pada ikan

Tor soro ini memiliki bobot molekul 153 kDa. Vitelogenin mulai terukur pada bulan kedua setelah penyuntikan, yaitu mulai diperoleh oosit pada beberapa perlakuan (T3, T7, T10, dan T11). Pengukuran konsentrasi vitelogenin ini juga terukur pada saat terjadi pemijahan dengan hasil yang cukup tinggi. Secara umum, konsentrasi vitelogenin yang diperoleh terendah 0,005 g/mL (perlakuan T9 pada bulan ke-12 setelah penyuntikan) dan tertinggi 0,084 g/mL (perlakuan T10 pada bulan ke-4 setelah penyuntikan).

Perubahan konsentrasi parameter kimiawi plasma darah dalam tubuh ikan

Tor soroberkaitan dengan masa reproduksinya. Besarnya konsentrasi protein total plasma dapat dikatakan tidak menunjukkan perbedaan dengan kontrol. Konsentrasi protein total plasma dari semua perlakuan menunjukkan nilai yang masih berada dalam kisaran normal, yaitu 3,3±1,21 g/dL (T1) hingga 6,2±0,27 g/dL (T11). Nilai rata-rata konsentrasi protein total yang rendah terjadi saat pemijahan dan atresia (kecuali pada T1). Pola perubahan konsentrasi glukosa plasma pada semua perlakuan memiliki perubahan yang hampir sama dengan kontrol (T1) kecuali pada T12 lebih fluktuatif. Umumnya, konsentrasi glukosa menurun pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari) berkisar antara 39,9 134,4 mg/dL. Konsentrasi glukosa plasma ini mengalami peningkatan saat terjadi pemijahan ataupun atresia. Hasil pengukuran konsentrasi kolesterol plasma sejalan dengan peningkatan konsentrasi trigliserida plasma. Konsentrasi kolesterol dan trigliserida terlihat mengalami penurunan saat terjadi pemijahan pada beberapa perlakuan, yaitu T2, T3, T6, T7, T10, dan T11.

(9)

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

IKAN

HESTI WAHYUNINGSIH

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc.

Staf Pengajar dan Ketua Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Zafril Imran Azwar, MS.

Peneliti Senior pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA

(13)

NIM : C161070051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, M.Sc Ketua

Dr.Ir.Agus Oman Sudrajat,M.Sc Dr.drh.Ligaya ITA Tumbelaka,Sp.MP,,M.Sc

Anggota Anggota

Prof. Ir. Wasmen Manalu, Ph.D Ir. Rudhy Gustiano, M.Sc.,Ph.D

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2009 ini adalah perkembangan gonad ikan Tor soro, dengan judul Induksi Buatan pada Perkembangan Gonad IkanTor soro.

Bab III dari disertasi ini merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah berjudul Perubahan plasma darah dan kematangan gonad pada ikan betina Tor soro di kolam pemeliharaan sedang menunggu penerbitan diJurnal Iktiologi IndonesiaVolume 12 Nomor 1 (Juni 2012).

Penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada komisi pembimbing: Prof. Dr.I r.Muhammad Zairin Junior, M.Sc., Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc., Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, Sp.MP.M.Sc., Prof. Wasmen Manalu, Ph.D., dan Ir. Rudhy Gustiano, Ph.D yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan saran selama ini, baik dalam penulisan proposal dan disertasi maupun dalam melaksanakan penelitian. Demikian juga terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. D Djokosetiyanto dan Dr. Ir. Etty Riani, MSi. selaku penguji luar komisi pada ujian prakualifikasi program Doktor, atas saran yang telah diberikan untuk perbaikan proposal. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Iman Supriatna dan Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup program Doktor serta Dr. Ir. Zafril Imran Azwar, MS. dan Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA. selaku penguji luar komisi pada Ujian Terbuka program Doktor atas saran yang telah diberikan untuk perbaikan disertasi ini.

(16)

M.Si., Ir. Mulyana, M.Si., dan mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat 2007: Ir. Henni Syawal, M.Si., Hernawati, S.Pt., M.Si., Sunarno, S.Si., M.Si. atas kebersamaan dan persahabatan selama ini.

Ungkapan terima kasih yang mendalam disampaikan kepada Ayahanda (alm) dan Ibunda (alm) serta kakak-kakak dan keluarga besar atas doa dan dorongan semangat kepada penulis selama menjalankan studi. Ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada suami tercinta Ir. Miftachul Anwar dan ketiga anak tersayang Gilang Nurrakhman, Gani Nurrazaq, dan Ginanita Nurhidayah atas segala pengertian, pengorbanan, doa, dorongan semangat dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan penelitian dan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2012

(17)

Penulis dilahirkan di Ungaran-Semarang pada tanggal 18 Oktober 1969

sebagai anak kelima dari pasangan Hardo Slameto (alm.) dan Harmini (alm).

Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman

(UNSOED), lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan studi

ke program magister pada jurusan Biologi, Program Pascasarjana Institut

Teknologi Bandung (ITB) dan menamatkannya pada tahun 1999. Kesempatan

untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Ilmu Akuakultur,

Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan

pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.

Setelah lulus sarjana tahun 1993, penulis bekerja sebagai staf pengajar di

Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan

sejak tahun 1994.

Sebuah artikel berjudul Perubahan plasma darah dan kematangan gonad

pada ikanTor soro di kolam pemeliharaan akan diterbitkan pada Jurnal Iktiologi Indonesia Volume 12 Nomor 1 (Juni 2012). Karya ilmiah tersebut merupakan

(18)
(19)

Halaman

DAFTAR TABEL .. xxi

DAFTAR GAMBAR . xxiii

DAFTAR LAMPIRAN .. xxv

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan dan Manfaat Penelitian . 3

Hipotesis 3

Kebaruan Penelitian ... 3

Ruang Lingkup Penelitian . 3

TINJAUAN PUSTAKA 6

PEKEMBANGAN KEMATANGAN GONAD, PERUBAHAN

ESTRADIOL-17 DAN PLASMA DARAH PADA IKAN BETINA Tor

soroDALAM KOLAM PEMELIHARAAN

Abstrak .. 23

Abstract .. 24

Pendahuluan .. 24

Bahan dan Metode 25

Hasil ... 27

Pembahasan 31

Simpulan 33

Daftar Pustaka 34

PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN DAN

ESTRADIOL-17 PADA PERKEMBANGAN GONAD IKANTor soro

BETINA MUDA

Abstrak ... 37

Abstract .. 38

Pendahuluan ... 38

Bahan dan Metode . 39

Hasil ... 43

Pembahasan 51

Simpulan 54

(20)

Abstrak ... 57

Abstract .. 58

Pendahuluan ... 58

Bahan dan Metode . 60

Hasil ... 61

Pembahasan 65

Simpulan 68

Daftar Pustaka 68

PEMBAHASAN UMUM 71

SIMPULAN DAN SARAN 73

(21)

Halaman

1 Kelompok perlakuan, jenis hormon, dan dosis perlakuan (per kg bobot

tubuh) 40

2 Rentang waktu dan persentase induk matang gonad ikan Tor soro hasil

penyuntikan PMSG dan estradiol-17 . 44

3 Rata-rata diameter awal oosit ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG

dan estradiol-17 ... 44

4 Persentase pemijahan dan atresia ikan Tor soro yang mendapat induksi

PMSG dan estradiol-17 49

5 Rata-rata jumlah telur yang diovulasikan ikan Tor soro hasil

penyuntikan PMSG dan estradiol-17 . 50

6 Persentase jumlah telur yang terbuahi ikan Tor soro hasil penyuntikan

PMSG dan estradiol-17 ... 50

7 Persentase jumlah telur yang menetas ikan Tor soro hasil penyuntikan

(22)
(23)

Halaman

1 IkanTor soro 7

2 Pengaturan hormonal pada tahap proses vitelogenesis (A) dan

pematangan oosit (B) ikan teleostei (Sumber: Nagahama 1994) . 11

3 Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008) . 14

4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur dan penduganya

(Sumber: Bobe & Labbé 2010) .. 16

5 Perubahan bulanan diameter telur Tor soro pada bulan April 2009

Maret 2010 28

6 Perubahan bulanan konsentrasi estradiol-17 pada ikan Tor sorobetina

antara bulan April 2009 dan Maret 2010 .. 29

7 Perubahan bulanan konsentrasi total protein, glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma darah ikan Tor soro antara bulan April 2009 dan

Maret 2010 30

8 Fluktuasi konsentrasi estradiol-17 plasma darah ikan Tor soro yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17 dari bulan Desember 2010 Desember 2011. T1 T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis

penyuntikan hormon .

46

9 Konsentrasi protein vitelogenin plasma ikan Tor soro hasil

elektroforesis yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17 . Awal diperolehnya oosit dalam gonad ditunjukkan dengan awal terdeteksinya vitelogenin pada bulan yang berbeda tiap-tiap perlakuan. T1 T12 =

kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon ...

48

10 LarvaTor soro. A. 78 jam setelah fertilisasi, saat larva mulai keluar dan melepaskan selubung telur; B. 0 jam setelah menetas; C. umur 3 hari

setelah menetas . 51

11 Hasil pengukuran konsentrasi protein total plasma mulai bulan Januari hingga Desember 2011. T1 T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis

penyuntikan hormon .

62

12 Hasil pengukuran konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma mulai bulan Januari hingga Desember 2011. T1 T12 =

(24)
(25)

Halaman

1 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17 dan protein

total plasma pada ikanTor sorodi kolam pemeliharaan . 83

2 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17 dan glukosa

plasma pada ikanTor sorodi kolam pemeliharaan . 83

3 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17 dan

kolesterol plasma pada ikanTor sorodi kolam pemeliharaan . 83

4 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17 dan trigliserida plasma pada ikanTor sorodi kolam pemeliharaan ... 83

5 Rata-rata konsentrasi estradiol-17 (ng/mL) plasma darah ikan Tor sorobetina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17 pada tiap

perlakuan .. 84

6 Rata-rata konsentrasi protein (g/dL) plasma darah ikan Tor sorobetina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17 pada tiap perlakuan . 85

7 Rata-rata konsentrasi glukosa (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro

betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17 pada tiap

perlakuan 86

8 Rata-rata konsentrasi kolesterol (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro

betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17 pada tiap

perlakuan 87

9 Rata-rata konsentrasi trigliserida (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro

betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17 pada tiap

perlakuan 88

10 Rata-rata bobot (g) ikan Tor soro betina selama satu tahun

pemeliharaan . 89

11 Analisis ragam untuk diameter oosit awal ikanTor soroyang diinduksi

PMSG dan estradiol-17 ... 90

12 Analisis ragam untuk telur ikan Tor soro yang diovulasikan yang

diinduksi PMSG dan estradiol-17 .. 91

13 Analisis ragam telur terbuahi Tor soro yang diinduksi dengan PMSG

(26)

15 Analisis korelasi antara konsentrasi estradiol-17 dan protein total, glukosa, kolesterol, trigliserida plasma ikan Tor soro yang diinduksi

(27)

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Perikanan perairan tawar sangat berperan dan memberikan kontribusi yang nyata pada perekonomian daerah melalui pemanfaatan sumber daya perikanannya melalui usaha penangkapan dan budidaya. Namun sumber daya perikanan di alam ini bila tidak dikelola secara baik dapat menyebabkan perubahan struktur komunitas ataupun populasi ikan yang akan mengurangi manfaat sumber daya tersebut. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi budidaya perlu dilakukan, terutama pada jenis-jenis ikan yang belum dibudidayakan atau dalam tahap domestikasi.

Ikan or soro termasuk ke dalam famili Cyprinidae. Jenis ikan ini

merupakan salah satu ikan endemik Danau Toba, Sumatera Utara, selain ikan dari genus Neolissochilus, dan salah satu spesies ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis dan budaya yang tinggi; namun populasi ikan ini di alam tergolong langka (Kottelat t . 1993). Saat ini ikan or soro telah berhasil dipelihara secara x situ, tetapi belum menunjukkan produksi yang tinggi karena kesulitan dalam mendapatkan induk yang matang gonad.

Pengembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi reproduksi telah banyak dilakukan melalui penambahan hormon agar didapatkan pematangan oosit secarain vivo dan masa-masa reproduksi yang lebih efisien. Penambahan hormon

eksogen untuk perkembangan pematangan akhir gonad dan pemijahan pada ikan

Tor soro telah dilakukan. Pemberian implantasi Human Chorionic Gonadotropin

(HCG) dengan dosis 500 IU/kg bobot badan ternyata menunjukkan adanya perkembangan diameter oosit terbaik dengan rataan diameter 3,07±0,31 mm setelah hari ke-50 dengan tingkat keberhasilan pemijahan 100% (Subagja & Gustiano 2006). Namun demikian, untuk lebih meningkatkan efisiensi reproduksi dan memacu pematangan gonad ikan Tor soro sejak dari awal tahap reproduksi

diperlukan pemanfaatan hormon yang memiliki kemampuan untuk mengontrol proses pembentukan vitelogenin dan memacu pematangan akhir gonad.

(28)

Luteinizing Hormone (LH). Follicle Simulating Hormone (FSH) bertanggung

jawab terhadap perkembangan oosit (vitelogenesis) dan LH pemicu kematangan oosit (Nagahama et al. 1995). Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG)

merupakan khorionik gonadotropin yang mempunyai sifat aktivitas biologis ganda, yaitu berefek FSH dan LH (Hafezet al.2000). Potensi FSH dalam PMSG

dapat menjadi sumber penambahan hormon gonadotropin I dalam darah dan diharapkan mampu memacu proses pematangan gonad, sedangkan potensi LH yang terkandung dalam PMSG diharapkan mampu meningkatkan perkembangan telur pada proses pematangan akhir gonad ikan Tor soro. Namun, penggunaan

PMSG pada ikan masih sangat jarang sekali, umumnya digunakan pada kelompok mamalia. Penggunaan PMSG ini telah dicobakan pada ikan medaka (Oryzias

latipes) secara in vitro dengan dosis 100 IU/mL dan hasilnya dapat memacu

produksi estradiol-17ß oleh folikel dan juga meningkatkan produksi estradiol-17ß yang diinduksi oleh testoteron (Nagahamaet al. 1991).

Pada proses vitelogenesis, estradiol-17 sangat dibutuhkan untuk memacu biosintesis vitelogenin yang merupakan bahan untuk protein kuning telur selama pertumbuhan oosit. Pemberian estradiol-17 pada ikan Indian catfish menunjukkan kemampuannya dalam menginduksi produksi vitelogenin. Vitelogenin ini diakumulasikan dalam perkembangan oosit dan disimpan dalam granula kuning telur atau globula dalam ooplasma (Barreroet al. 2007).

Pengetahuan mengenai gambaran kimiawi darah ikan juga diperlukan untuk menganalisis pengaruh induksi hormonal pada profil darah selama proses perkembangan gonad ikan. Profil beberapa parameter kimia darah dapat menjelaskan kondisi kesehatan maupun tahapan proses reproduksi pada ikan. Pengukuran beberapa parameter darah, seperti kolesterol, glukosa, dan trigliserida sebaiknya terus dilakukan untuk dapat dijadikan indikasi periode reproduksi ikan, terutama pada ikan betina (Kocamanet al. 2005). Dengan demikian, pemanfaatan

(29)

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pola perubahan pematangan gonad or

2. Menguji efektivitas pemberian PMSG dan estradiol-17 terhadap pola perkembangan gonador soro

3. Menganalisis perubahan kimia plasma darah ikan yang terkait dengan perkembangan gonad.

Manfaat penelitian ini untuk tersedianya metode baru induksi perkembangan gonad induk ikanor soro .

HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apabila faktor lingkungan, pakan, serta kondisi ikan optimal, maka:

1. Induksi PMSG dan estradiol-17 dapat memacu kematangan gonad dan meningkatkan persentase sintasan larva.

2. Gambaran konsentrasi kimiawi darah dapat menunjukkan tahap perkembangan reproduksi ikanor soro .

KEBARUAN PENELITIAN

Induksi pematangan gonad dengan menggunakan rum

ropin (PMSG) dan gambaran profil darah pada ikan or soro baru pertama kali dilakukan.

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini berawal dari masalah yang dihadapi dalam peningkatan dan pengembangan budi daya ikan or sor o dalam memperoleh induk matang gonad dengan cepat dan menghasilkan benih berkualitas. Menurunnya populasi ikanor

so

ro di alam yang disebabkan adanya eksploitasi berlebih dan kerusakan habitat

(30)

dikembangbiakkan secarax situsecara optimal dan tidak mengandalkan populasi di alam.

Keberhasilan upaya pengembangan budidaya ikan Tor soro ini tidak

terlepas dari upaya peningkatan efisiensi reproduksi untuk mempersiapkan induk yang matang gonad. Salah satu fase penting dalam siklus reproduksi adalah proses pembentukan vitelogenin yang melibatkan hormon gonadotropin dan steroid. PemberianPregnant Mare Serum Gonadotropin(PMSG) yang memiliki aktivitas

FSH (Follicle Stimlating Hormon) lebih dominan dibandingkan dengan LH

(Luteinizing Hormon) dan penambahan estradiol-17 dari luar diharapkan dapat

memacu peningkatan estradiol-17 dalam tubuh ikan sehingga dapat memacu pertumbuhan oosit. Ding (2005) menyatakan bahwa estradiol-17ß yang diubah dari testoteron oleh enzim aromatase akan dibawa ke hati untuk merangsang sintesis vitelogenin yang merupakan bakal kuning telur dalam proses pematangan gonad.

Seiring dengan pertumbuhan oosit yang semakin besar, ketersediaan estradiol-17 dalam tubuh juga semakin tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya umpan balik negatif terhadap FSH dan umpan balik posistif terhadap hipotalamus dan hipofisis dalam memacu pelepasangonadotropin releasing hormone(GnRH).

Pelepasan GnRH ini akan merangsang hipofisis dalam melepaskan LH. Peningkatan LH dalam tubuh ikan dapat meningkatkan aktivitas 20 -hidroksisteroid dehidrogenase (20 -HSD) untuk memproduksi 17 ,20 dihidroksiprogesteron sehingga terjadi pematangan oosit yang diikuti dengan ovulasi (Nagahamaet al.1995).

Perkembangan reproduksi ikan akan mencapai optimal apabila ketersediaan senyawa-senyawa kimiawi yang dibutuhkan sebagai bahan dasar dan sumber energi dalam proses perkembangan gonad dapat mencukupi. Profil kimiawi darah diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi perkembangan reproduksi sekaligus status kesehatan ikan tersebut.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dilakukan tahapan penelitian, sebagai berikut:

1. Perubahan kematangan gonad dan plasma darah ikan betina Tor soro dalam

(31)

2. Pengaruh PMSG dan estradiol-17 terhadap perkembangan oosit ikan or

so

ro betina muda.

(32)
(33)

TINJAUAN PUSTAKA

IkanTor soro

Biologi IkanTor soro.Spesies or soro termasuk famili Cyprinidae, ordo

Cypriniformes dan saat ini menurut nt onomi ormion rvice

(ITIS) terdapat 21 spesies dalam genus Tor. Beberapa spesies dari genus Tor ini didapatkan di Indonesia yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan serta telah terdokumentasi, yaitu Tor douronensis, Tor tambroides, Tor tambra,

danTor soro(Gambar 1). Spesies Tor tersebar luas di Asia, daerah Himalaya, dan

Asia Tenggara. Daerah Himalaya meliputi Pakistan, Nepal, India, dan Myanmar, sedangkan Asia Tenggara meliputi Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, China, Malaysia, dan Indonesia. Habitat Tor tersebar mulai dari aliran pegunungan dan sungai hingga sungai berarus deras dengan kondisi perairan yang jernih, dasar berbatu-batu, atau kerikil (De Silvaet al. 2004).

Gambar 1 IkanTor soro.

Ikan Tor soro memiliki jumlah telur yang relatif rendah, yaitu 472-931

butir/kg induk bila dibandingkan dengan telur ikan mas (Cyprinus carpio)

sebanyak 131.000-153.000 butir/kg induk, atau dengan spesies Tor lain, seperti

Tor putitora sebanyak 4.935 butir/kg dengan cara hand-stripping. Ikan Tor soro

ini memiliki diameter telur sekitar 2,88-3,02 mm dengan lama penetasan sekitar 91-131 jam pada suhu 21-27 oC. Bila dibandingkan dengan spesies Tor lainnya, ikan Tor soro ini mempunyai masa inkubasi yang lebih lama dibandingkan

dengan spesies Tor putitora, yaitu antara 45-125 jam pada suhu air 19-28 oC

(34)

Ovari spesies Tor memiliki keragaan yang relatif sama, seperti yang terlihat pada or nsis . Ovari terlihat mempunyai sepasang ovari yang memanjang pada sebelah kanan dan kiri rongga perut. Di dalam ovari terdapat lumen, yaitu rongga tempat telur diovulasikan yang terletak pada bagian dorsolateral sebelum menuju saluran telur (oviduk). Pada ovari ikan yang sudah matang kelamin, pembuluh darah terlihat jelas, terutama berada di daerah ventro-lateral, yaitu bagian ovari yang menghadap ke dalam rongga perut. Sel-sel telur terlihat berwarna putih hingga kekuningan sampai jingga dengan empat tingkat ukuran. Perkembangan ovari dari or nsis adalah sebagai berikut (Hardjamuliat . 1995) :

Tingkat I. Ovari kecil memanjang berbentuk torpedo, butir-butir telur tampak. Ovari pada tingkat I terdapat pada ikan berukuran sekitar 30-32 cm dan bobot tubuh 310-335 g. Ovari masih kecil berbobot sekitar 1,7-2,0 g atau indeks gonadosomatik (IGS) sekitar 0,57-0,7 dan hanya terdapat oosit stadium I yang secara acak berderet berada di tepi dinding lamela.

Tingkat II. Ovari tingkat II ditemukan pada ikan berukuran 38-42 cm dan bobot sekitar 580-820 g, dengan IGS sekitar 1,6-2,1. Pada ovari tampak butir-butir telur dan secara mikroskopis terdapat oosit tertua dari stadium II dan oosit stadium I dengan persentase paling tinggi.

Tingkat III. Ovari tingkat III ditemukan pada ikan berukuran 42-51 cm dan bobot 840-1.380 g dengan nilai IGS 3,1-4,7. Secara visual pada ovari terdapat butir-butir telur yang lebih besar dan bervariasi ukurannya. Ovari mengisi sekitar 70% rongga perut. Pada tingkat ini, terdapat oosit tertua pada stadium III, di samping oosit stadium I dengan frekuensi tertinggi 60% dan oosit stadium II 26%.

(35)

(stadium IV) yang terlihat dari inti sel yang sudah migrasi ke tepi, selain itu terdapat oosit stadium I, II, dan III dan oosit yang atresia.

Tingkat V. Ovari pada tingkat ini terdapat pada ikan yang sudah siap memijah, namun tidak dijumpai selama pengamatan.

Kondisi Lingkungan Ikan Tor soro. Sejauh ini, informasi yang

berkaitan dengan ikan or soro masih sangat sedikit. Pendekatan dengan ikan jenis lain dari genus Tor sangatlah mendukung untuk pemeliharaan ikan or soro . Sebagai contoh ikan tambra (or t !"#$ %&s ) hidup pada perairan yang jernih dan berbatu, berarus sedang sampai deras, kandungan oksigen >5 ppm, suhu udara 25-26 oC, suhu air 25-26 oC, pH 6-7. Habitat ikan tambra di perairan sungai dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu :

1. Habitat larva/juvenil umumnya pada bagian tepi sungai yang ditandai oleh substrat/dasar perairan pasir, arus tenang, warna air jernih, dan dangkal (<50 cm). Hal ini diduga terkait dengan kemampuannya yang masih rendah untuk melawan arus air. Habitat seperti ini juga merupakan tempat bertelurnya ikan tambra (' ( )ning* "#+, % ).

2. Habitat ikan ukuran kecil sampai sedang/remaja dengan karakteristik sebagai berikut : dasar perairan batuan berdiameter <50 cm, arus air sedang sampai deras, warna air jernih, kedalaman air <1 m, substrat tersusun dari kerikil dan pasir, serta penutupan kanopi 50-75%.

3. Habitat ikan ukuran besar/indukan, umumnya merupakan lubuk sungai dengan arus tenang sampai lambat, kedalaman air >1,5 m, dasar perairan batuan, substrat tersusun dari pasir dan kerikil, warna air jernih, dan penutupan kanopi >75%.

Berdasarkan habitat pemijahan, ikan ini termasuk dalam kelompok lithopils, yaitu memijah pada sungai yang dasarnya berupa batuan dan bersubstrat pasir/kerikil (Haryono & Subagja 2008).

(36)

dan arus air sungai yang deras. Tipe migrasi yang lain adalah migrasi ke arah hilir (.//01ng mi23 45ion ) yang terjadi pada saat periode air rendah atau arus air kecil.

Makanan ikan dari genus Tor ini sangat beragam, termasuk kelompok ikan omnivor yang memakan buah, biji-bijian yang jatuh ke perairan, maupun serangga/hewan air kecil (Haryono & Tjakrawidjaja 2009). Ketersediaan makanan sangat mempengaruhi reproduksi. Pada jenis Tor lain, seperti6or t47 83 9 10/s dan

6or 09:3 9;/nsis < penambahan suplemen pakan berupa buah dan sayuran sangat mendukung untuk perkembangan dan pematangan gonad (Ingram/t 4 =. 2007).

Vitelogenesis dan Perkembangan Gonad

Reproduksi pada ikan betina melibatkan dua kejadian/proses utama, yaitu (1) perbesaran ovari secara bertahap dengan pembentukan kuning telur melalui proses yang disebut vitelogenesis; dan (2) maturasi, ovulasi, dan pemijahan (Gambar 2). Kedua proses ini diatur oleh hormon gonadotropin; FSH terlibat dalam vitelogenesis, sementara LH memacu maturasi dan ovulasi (Sun & Pankhurst 2004).

(37)
(38)

Vitelogenin mempunyai bobot molekul keseluruhan antara 200 700 kDa, seperti pada Killifish, Fundulus heteroclitus memiliki vitelogenin monomerik

sebesar 200 kDa (Ding 2005). Sintesis bahan baku protein ini diatur oleh aksi langsung estradiol-17ß. Dalam folikel ovarium ikan betina yang matang kelamin, testoteron yang diproduksi pada lapisan teka dan distimuli oleh hormon gonadotropin-I, diubah menjadi estradiol-17 dengan adanya enzim aromatase pada lapisan granulosa (Nagahama 1994).

Vitelogenin yang terbentuk disekresikan ke dalam aliran darah menuju ovari dan bergabung menjadi oosit yang mengalami pertumbuhan dan mengalami pembelahan secara enzimatik menjadi protein-protein kuning telur yang disimpan dalam granula kuning telur pada ooplasma. Selanjutnya, vitelogenin ini merupakan nutrien yang dibutuhkan selama perkembangan embrio (Sun & Pankhurst 2004; Phartyalet al. 2005; Ding 2005).

Penimbunan material kuning telur oleh oosit ikan terbagi menjadi dua fase, yaitu sintesis kuning telur di dalam oosit (endogenous vitellogenesis) dan

penimbunan prekursor kuning telur yang disintesis di luar oosit (exogenous

vitellogenesis) (Matty 1985). Tiga bentuk material kuning telur pada oosit

teleostei, yaitu butiran-butiran kecil minyak, gelembung kuning telur (yolk

vesicle), dan butiran kuning telur (yolk globule). Butiran-butiran minyak ini

mempunyai fungsi untuk mengapung dan suplai energi. Gelembung kuning telur pertama kali muncul pada tepi sel ooplasma dan selanjutnya bertambah banyak dan membentuk barisan periferal. Penimbunan butiran kuning telur dimulai setelah kemunculan globula kuning telur. Globula ini diketahui terbentuk dari akumulasi gelembung-gelembung kecil (Çakici & Üçüncü 2007).

Hasil isolasi dan karakterisasi vitelogenin dari ikan Cyprinus carpio yang

mengalami pembelahan proteolitik menunjukkan adanya 3 bentuk vitelogenin yang berbeda, yaitu lipovitelin, phosvitin, dan komponen atau ß -C (Haraet al.

2007). Tiga bentuk protein vitelogenin ini mempunyai peranan yang berbeda yang berhubungan dengan maturasi oosit dan nutrisi embrio (Hiramatsuet al. 2002).

(39)

Phosvitin (Pv) merupakan unit yang lebih kecil dengan vitelogenin yang sebagian besar terdiri atas poliserin yang terfosforilasi, berupa fosfor yang berikatan dan menyebabkan vitelogenin berikatan dengan kalsium. ß-komponen (ß -C) tidak mengandung lipid ataupun fosfor (Yaron & Sivan 2006; Hara>t ?@. 2007).

Peranan vitelogenin ini terlihat jelas pada tiga bentuk vitelogenin (disebut dengan Vg 1A, Vg 1B dan Vg 2) yang dimurnikan dari plasma ikan Al?BC ?s

D?EB ?Fhus yang diinduksi dengan estradiol-17 . Vg 1 (Vg 1A dan Vg 1B) menginduksi vitelogenesis lengkap yang mempengaruhi pelepasan GTH II dan estradiol-17 , sedangkan Vg 2 menghambat vitelogenesis melalui induksi level estradiol-17 plasma yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sirkulasi vitelogenin mengatur vitelogenesis dengan adanya aksi pada poros hipotalamo-hipofisial-gonad (Nath>t ?@. 2007).

Setelah vitelogenesis, proses selanjutnya adalah pematangan akhir yang ditunjukkan dengan (a) penambahan kematangan oosit, (b) produksi m?EGB ?Eion

-inducing hormone (MIH), (c) pembentukan maturation promoting factor (MPF)

dan (d) pematangan sitoplasma yang menyebabkan perubahan protein dan lemak dalam kuning telur. Tahap-tahap ini diikuti dengan ovulasi yang ditandai dengan pecahnya folikel dan melepaskan telur ke dalam rongga ovari. Proses maturasi ini secara morfologi ditandai dengan pergerakan germinal vesicle (GV) menuju

kutub/animal pole dan terjadi peleburan inti atau GV break down (GVBD)

(Yaron & Sivan 2006).

Tahapan perkembangan oosit dapat ditentukan melalui perubahan diameter oosit, nucleus, dan ooplasma dari histologi gonad. Kriteria tahapan perkembangan oosit seperti yang terlihat pada ikanTor tambroidesadalah sebagai

berikut berikut:

a. Tahap I : diawali dengan adanya nukleus yang besar di tengah sel. b. Tahap II : ditandai dengan peningkatan volume nukleus dan ooplasma. c. Tahap III : ooplasma kurang jelas terwarna dibandingkan dengan tahap

sebelumnya. Nukleus melebar dan terdiri atas banyak nukleoli.

(40)

e. Tahapa V : globula kuning telur terakumulasi di luar ooplasma dan terwarna jelas dengan eosin. Zona radiata menunjukkan adanya dua lapisan yang berbeda yang menyelubungi oosit.

f. Tahap VI : terjadi ketika nukleus bermigrasi ke m pol (kutub animal)

dan membran nuklear terpisah. Ukuran nukleus lebih kecil dibandingkan dengan tahap sebelumnya.

Pada dasarnya, telur merupakan hasil akhir dari proses gametogenesis setelah oosit mengalami fase pertumbuhan yang sangat bergantung pada adanya hormon gonadotropin. Perkembangan diameter telur pada oosit telesotei ini umumnya disebabkan adanya akumulasi kuning telur. Pemahaman mengenai mekanisme proses pertumbuhan dan perkembangan oosit sangat penting diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan fertilisasi telur (Ismail

Ht IJ. 2011).

Secara umum, proses perkembangan oosit (oogenesis) adalah pembentukan primKL MNIJ OHrmPHll (PGC) menjadi oosit yang siap difertilisasi. Rangkaian oogenesis ini dapat terbagi menjadi beberapa tahapan, seperti terlihat pada Gambar 3 (Patifio & Sullivan 2002; Perea 2008).

Gambar 3 Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008).

e. Tahapa V : globula kuning telur terakumulasi di luar ooplasma dan terwarna jelas dengan eosin. Zona radiata menunjukkan adanya dua lapisan yang berbeda yang menyelubungi oosit.

f. Tahap VI : terjadi ketika nukleus bermigrasi ke IQNmIJ polH (kutub animal) dan membran nuklear terpisah. Ukuran nukleus lebih kecil dibandingkan dengan tahap sebelumnya.

Pada dasarnya, telur merupakan hasil akhir dari proses gametogenesis setelah oosit mengalami fase pertumbuhan yang sangat bergantung pada adanya hormon gonadotropin. Perkembangan diameter telur pada oosit telesotei ini umumnya disebabkan adanya akumulasi kuning telur. Pemahaman mengenai mekanisme proses pertumbuhan dan perkembangan oosit sangat penting diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan fertilisasi telur (Ismail

t . 2011).

Secara umum, proses perkembangan oosit (oogenesis) adalah pembentukan prim rmHll (PGC) menjadi oosit yang siap difertilisasi. Rangkaian oogenesis ini dapat terbagi menjadi beberapa tahapan, seperti terlihat pada Gambar 3 (Patifio & Sullivan 2002; Perea 2008).

Gambar 3 Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008).

e. Tahapa V : globula kuning telur terakumulasi di luar ooplasma dan terwarna jelas dengan eosin. Zona radiata menunjukkan adanya dua lapisan yang berbeda yang menyelubungi oosit.

f. Tahap VI : terjadi ketika nukleus bermigrasi ke m pol (kutub animal)

dan membran nuklear terpisah. Ukuran nukleus lebih kecil dibandingkan dengan tahap sebelumnya.

Pada dasarnya, telur merupakan hasil akhir dari proses gametogenesis setelah oosit mengalami fase pertumbuhan yang sangat bergantung pada adanya hormon gonadotropin. Perkembangan diameter telur pada oosit telesotei ini umumnya disebabkan adanya akumulasi kuning telur. Pemahaman mengenai mekanisme proses pertumbuhan dan perkembangan oosit sangat penting diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan fertilisasi telur (Ismail

t . 2011).

Secara umum, proses perkembangan oosit (oogenesis) adalah pembentukan prim rm ll (PGC) menjadi oosit yang siap difertilisasi.

Rangkaian oogenesis ini dapat terbagi menjadi beberapa tahapan, seperti terlihat pada Gambar 3 (Patifio & Sullivan 2002; Perea 2008).

(41)

Pada saat ovulasi, telur-telur ikan menggunakan sangat sedikit nutrien-nutrien dan bahan kimia dalam air. Semua kandungan dalam telur tersebut akan menentukan kualitas telur ketika menjadi oosit dalam ovari. Produksi telur yang berkualitas baik bergantung pada perkembangan masing-masing tahapan tersebut, dan dikontrol oleh hormon-hormon dan faktor-faktor yang saling berpengaruh dalam ovari. Signal-signal yang merangsang pertumbuhan oosit dan maturasi berasal dari lingkungan yang diubah dari signal elektrik menjadi kimia dalam hipotalamus (BrooksRt ST. 1997).

Telur dengan kualitas yang baik adalah telur yang memiliki kemampuan untuk difertilisasi dan berkembang menjadi embrio normal. Kualitas telur yang berubah-ubah adalah salah satu faktor pembatas produksi benih ikan. Kualitas telur ikan ini dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain a) nutrisi, b) faktor lingkungan, c) perlakuan ikan yang meliputi induksi pemijahan, akhir ovulasi telur, dan pemeliharaan gamet setelah pengurutan perut, d) stress (Bobe & Labbé, 2010). Para ahli perkembangan biologi mengemukakan kualitas telur ikan ditentukan oleh adanya faktor intrinsik, yaitu gen, transkripsi mRNA maternal, kandungan nutrien dalam yolk, dan status hormonal, yang kesemuanya tersedia dalam tubuh induk (Brooks Rt ST. 1997). Lebih lanjut Bobe & Labbé (2010) mengemukakan bahwa terdapat beberapa penduga yang dapat digunakan untuk menilai atau menentukan kualitas telur ikan, antara lain ukuran dan penampilan telur-telur yang tidak dibuahi, keberhasilan fertilisasi yang diamati melalui laju fertilisasi telur, pola pembelahan sel setelah fertilisasi, kemampuan melayang bagi telur-telur pelagis, dan bentuk cacat dari embrio (Gambar 4).

Peranan hormon Estradiol-17 dan Pregnant Mare Serum Gonadotropin

(42)

kondisi yang kurang tepat sering kali dilakukan manipulasi atau pendekatan hormonal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur Penduga kualitas telur

stres

induksi pemijahan

suhu

fotoperiode akhir ovulasi

penanganan telur

daya apung kecacatan

Ovulasi

Maturasi pola pembelahan awal

Oogenesis

Telur Perkembangan

Fertilisasi eyeing hatch yolk-sac

Spermatogenesis

Spermatozoa survival

Keberhasilan fertilisasi

Gambar 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur dan penduganya (Sumber: Bobe & Labbé 2010).

Estradiol-17 . Produksi vitelogenin dalam vitelogenesis sangat dipengaruhi oleh kontrol estrogen dalam hati dari hewan ovipar betina yang matang kelamin. Kontrol estrogenik dari vitelogenin ini diperantarai oleh pengikatan estrogen yang sangat potensial, yaitu estradiol-17ß, pada reseptor estrogen (Berg Ut VW. 2004). Penyuntikan ikan bass jantan (XVY VW VZ YV[

(43)

Konsentrasi estradiol-17 dalam plasma sejalan dengan perubahan konsentrasi vitelogenin. Hal ini ditunjukkan pada perbandingan kadar estradiol-17ß dan vitelogenin dari ikan _`taburus cde`tafus betina dewasa. Konsentrasi estradiol-17ß mulai meningkat pada awal November dan berfluktuasi selama beberapa bulan hingga mencapai konsentrasi tertinggi pada April yang diikuti dengan peningkatan konsentrasi vitelogenin dan diameter telur (Barrero gt ab. 2007). Pengukuran konsentrasi estradiol-17 plasma darah pada ikan sturgeon betina, menunjukkan adanya peningkatan selama vitelogenesis dan tetap tinggi hingga fase akhir vitelogenesis. Konsentrasi estradiol-17ß berkisar antara 1,22-2,05 ng/mL pada fase IV dan menurun secara tajam setelah akhir maturasi hingga 0,16 ng/mL (Barannikovagt

abh 2004).

Estradiol-17 selain menginduksi sintesis vitelogenin dalam hati, ikan juga mampu memberikan rangsangan umpan balik terhadap hipofisis dan hipotalamus dalam pembentukan hormon gonadotropin. Rangsangan yang diberikan estradiol-17 adalah rangsangan untuk memacu pelepasanij eakj fropinlglgam nng hormon g (GnRH) yang selanjutnya hormon ini akan merangsang hipofisis dalam melepaskan gonadotropin. Pelepasan gonadotropin ini berperan dalam merangsang ovulasi pada oosit yang telah mengalami kematangan tahap akhir.

Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG). Hormon lain yang dapat

menginduksi pembentukan vitelogenin antara lain olgi eaef palg qgrum

rj eakj fropin (PMSG) atau dikenal juga dengangquine Chorionic Gonadotropin (eCG) yang merupakan hormon glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh sel-sel yang berasal dari fetal tropoblast kuda dan merupakan kelompok gonadotropin yang mempunyai aktivitas FSH dan LH. Penggunaan hormon gonadotropin ini adalah untuk menginduksi pematangan folikel, estrus, dan ovulasi (Hafezet al.2000).

(44)

dengan hormon gonadotropin yang lainnya. Hal ini disebabkan PMSG memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, terutama pada gugus asam sialat.

Penggunaan hormon PMSG ini dalam meningkatkan ovulasi telah dilakukan pada ikan lele dumbo (sltu vtw xtuvypinus ) dengan kombinasi hormon hCG. Pertambahan persentase telur yang mengalami matang tahap akhir dan telur yang mengalami ovulasi terus meningkat seiring dengan peningkatan dosis PMSG. Fungsi PMSG itu sendiri terutama untuk merangsang pertumbuhan folikel serta mematangkan folikel yang telah terbentuk (Basuki, 1990). Pada ikan medaka (Oryzias latipes), penggunaan 100 IU/mL PMSG dalam media secara in vitro

terhadap beberapa ovari mampu menstimuli produksi estradiol-17ß pada tahap awal vitelogenin yang diamati pada umur 32 hari sebelum pemijahan. Hal ini menunjukkan bahwa PMSG dapat menginduksi aktivitas aromatase folikel vitelogenin ikan medaka melalui sistem adenylate cyclase-cAMP (Nagahama et

al.1991).

Penggunaan PMSG lebih banyak dilakukan pada mamalia, baik untuk memacu superovulasi maupun untuk meningkatkan produksi folikel. Penelitian terhadap penggunaan PMSG pada mamalia di antaranya telah dilakukan pada kelinci betina. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui perubahan jumlah folikel dan bobot ovari setelah penyuntikan hormon gonadotropin (PMSG) secara intramuskuler dengan dosis 100 IU pada kelinci umur 14-17 minggu. Hasil pengukuran bobot ovari pada kelinci muda meningkat dari 0,18 g (kontrol/tanpa PMSG) menjadi 0,61 g dan peningkatan jumlah folikel dengan diameter >0,6 mm secara signifikan dari 7 sel (kontrol/tanpa PMSG) menjadi 47 sel (Gosalvez 1994).

Kimiawi Darah

Pemahaman mengenai perubahan kimiawi darah ikan sangat penting, antara lain untuk mengetahui status kesehatan ikan dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perubahan musiman siklus reproduksi ikan. Beberapa parameter kimiawi darah sangat spesifik pada ikan betina yang berkaitan erat dengan masa reproduksi (Bayir et al. 2007). Protein dalam plasma

(45)

meningkat selama vitelogenesis. Hal ini akibat adanya peningkatan protein bahan baku kuning telur dan sebagian hasil dari lipoprotein lain yang disekresikan hati ke dalam aliran darah dalam merespons estradiol (Lancezt {|. 2002). Peningkatan konsentrasi protein plasma ini sangat berhubungan dengan perubahan konsentrasi estradiol plasma yang berkaitan juga dengan fungsi protein dalam pengikatan steroid (stzroi} ~€} ng ) (Johnson zt {|. 1991; Hachero-Cruzado zt {|. 2007). Lipoprotein yang terdapat pada plasma selama vitelogenesis merupakan lipoprotein telur yang menyediakan energi dan nutrien selama perkembangan embrio. Selama sintesis kuning telur, ukuran oosit bertambah dengan adanya akumulasi kuning telur yang tersusun dari protein, lipid, dan karbohidrat, dan adanya sumber energi selama perkembangan embrio (Kocamanzt {|. 2005).

Lemak merupakan komponen kimia yang sangat penting pada ikan, yang tersimpan pada berbagai organ, terutama otot dan hati dan digunakan untuk berbagai aktivitas. Penyimpanan makanan dalam tubuh ikan berkaitan dengan ketersediaan makanan. Jumlah pakan yang cukup memungkinkan ikan mengontrol reproduksi dan penyimpanan lemak dalam tubuh (Kandemir & Polat 2007). Lemak memegang peranan penting dalam kebutuhan energi selama maturasi gonad. Selama perkembangan gonad, ikan membutuhkan energi yang cukup besar sehingga sangat banyak pakan yang harus tersedia pada periode ini. Penurunan lemak total dan asam lemak selama periode perkembangan gonad dan reproduksi menunjukkan banyaknya energi yang dibutuhkan dari lemak-lemak yang tersimpan selama periode tersebut (Erdogan zt {|. 2002; Kandemir & Polat 2007). Pada hewan vertebrata ovipar, lemak plasma menunjukkan peningkatan yang drastis selama vitelogenesis (Bayirzt {|. 2007).

(46)

(Djojosoebagjo 1996). Pada jalur steroidogenik, kolesterol ini berperan sebagai bahan baku sintesis hormon-hormon setroid dalam folikel ovarium. Mekanisme ini diawali dengan pemecahan kolesterol menjadi pregnenolon oleh P450scc. Selanjutnya, pregnenolon ini diubah menjadi steroid-steroid yang berperan dalam proses vitelogenesis dan maturasi yang meliputi pregnenolon, progesteron, 17 -hidroksiprogesteron, testosteron, estradiol 17- , dan 17 ,20 DP (Nagahama & Yamashita 2008).

Konsentrasi kolesterol yang diukur pada plasma darah ikanOncorhynchus

mykissselama masa reproduksi menunjukkan adanya perbedaan antara ikan jantan

dan betina. Pada ikan jantan tampak adanya fluktuasi konsentrasi kolesterol dari pre-maturasi hingga akhir pemijahan. Konsentrasi kolesterol mengalami penurunan pada tahap prematurasi hingga tahap pematangan telur dan diikuti peningkatan hingga akhir pemijahan. Sebaliknya, konsentrasi kolesterol pada ikan betina terus mengalami peningkatan yang tajam pada masa reproduksi. Hal ini menunjukkan adanya penggunaan cadangan energi untuk aktivitas reproduksi (Kocaman et al. 2005). Pengukuran konsentrasi kolesterol plasma darah ini juga

telah dilakukan pada ikan Tinca tinca jantan dan betina. Sampel darah diambil

pada masa awal pemijahan (prespawning) dan akhir pemijahan (postspawning).

Hasil pengukuran menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata dari konsentrasi kolesterol plasma pada ikan jantan dan betina. Namun, pada akhir pemijahan terdapat perbedaan yang nyata antara ikan jantan dan betina, dengan nilai yang lebih tinggi didapatkan pada ikan betina. Konsentrasi kolesterol plasma darah pada ikan T. tinca jantan dan betina ini mengalami peningkatan hingga

akhir pemijahan (Svoboda et al. 2001). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi

kolesterol plasma darah ini menjadi salah satu parameter yang penting untuk mengetahui kondisi ikan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain peirode reproduksi, nutrisi, dan faktor-faktor lingkungan.

(47)

digunakan untuk aktivitasnya dan selama reproduksi. Variasi tersebut dapat digunakan sebagai indikator tahapan reproduksi ikan tersebut. Trigliserida pada ikan rainbow trout betina dan jantan menurun mulai dari maturasi hingga pemijahan. Konsentrasi tertinggi pada ikan betina terlihat pada tahap maturasi, sedangkan pada jantan pada tahap prematurasi dan mengalami penurunan dengan cepat pada saat ovulasi dimulai (Kocaman ‚t ƒ„ … 2005). Konsentrasi trigliserida yang bervariasi selama masa reproduksi ini menunjukkan adanya mobilisasi lemak dari hati dan jaringan tubuh lainnya untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar selama pertumbuhan telur (Hachero-Cruzado ‚t ƒ„ … 2007). Johnson ‚t

ƒ„. (1991) mengemukakan bahwa adanya mobilisasi dan transfer lemak dari jaringan tubuh lain ke ovari menyebabkan adanya peningkatan konsentrasi trigliserida, seperti yang terukur pada ikan lidah (†ƒ‡ ˆ‰Š‹rus vetulus ) yang berkaitan dengan adanya butir-butir lemak dalam ooplasma.

Konsentrasi glukosa rainbow trout mencapai puncak pada saat maturasi pada ikan betina dan pada saat ovulasi pada ikan jantan. Pada beberapa hasil penelitian, umumnya konsentrasi glukosa pada ikan jantan meningkat dari pre-maturasi hingga ovulasi kemudian mengalami penurunan hingga akhir pemijahan, sedangkan pada ikan betina meningkat dan berfluktuasi dari prematurasi hingga akhir pemijahan. Perbedaan konsentrasi glukosa ini dapat digunakan sebagai indikator selama proses reproduksi (Kocamanet al. 2005). Selain itu konsentrasi

glukosa dalam darah ikan juga menunjukkan pentingnya karbohidrat sebagai sumber energi yang diperlukan pada tahapan reproduksi (Hachero-Cruzado et al.

2007). Peningkatan aktivitas glikolitik hati dan aliran glukosa ke ovari sangat berhubungan dengan adanya hiperglikaemia yang terlihat pada ikan tench (Tinca

(48)
(49)

PERKEMBANGAN KEMATANGAN GONAD DAN PLASMA

DARAH PADA IKAN BETINA

Tor soro

DALAM KOLAM

PEMELIHARAAN

ABSTRAK

Ikan Œor soro merupakan ikan endemik di Sumatera Utara dengan populasinya yang kian menurun, namun upaya budidayanya belum optimal. Informasi tentang reproduksi ikan ini juga masih sangat sedikit sehingga perlu adanya kajian tentang perkembangan gonad sebagai data awal pengembangan budidaya. Dalam studi ini digunakan delapan ekor betina muda yang diberi pelet komersial sebanyak 3% bobot tubuh per hari. Pengukuran diameter oosit dan parameter kimiawi plasma darah dilakukan sebulan sekali selama setahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematangan gonad mencapai maksimum pada bulan Juni dan September 2009. Konsentrasi estradiol-17 yang tinggi diperoleh pada bulan Juli 2009 (0,9±0,80 ng/mL), kemudian menurun drastis pada bulan Agustus 2009 (0,2±0,16 ng/mL) dan kembali meningkat hingga mencapai konsentrasi tertinggi pada bulan Maret 2010. Tingginya konsentrasi estradiol-17 ini menunjukkan puncak vitelogenesis menuju maturasi. Secara umum, hasil pengukuran kimiawi darah (total protein, kolesterol dan trigliserida, kecuali glukosa) yang rendah diperoleh pada bulan Juni 2009 (berturut-turut: total protein 3,9±0,359 g/dL; kolesterol 0,13±0,014 g/dL; trigliserida 0,1±0,021 g/dL) yang terjadi pada saat ukuran oosit mencapai maksimum. Konsentrasi glukosa terendah diperoleh pada bulan September 2009 (0,04±0,019 g/dL) saat ikan mengalami ovulasi, dan selanjutnya meningkat secara bertahap hingga mencapai maksimal pada bulan Februari 2010 (0,12±0,003 g/dL).

(50)

CHANGES OF GONAD MATURITY AND BLOOD PLASM IN

FEMALE

Tor soro

FISH IN POND

ABSTRACT

or soro fish is an endemic species of fresh water fish in North Sumatera. Annually, the population of or soro tends to decrease. Meanwhile, the culture activity is still under optimal condition. In order to support the succesfull of breeding ofor soro , information on the gonad development is urgently needed. In this study, eight young females were reared and fed 3% body weight daily. Parameters observed were oocyte diameter and blood plasm chemistry carried out every month during a year. The result showed maximum ovarian maturity occured in June and September 2009. The estradiol-17 concentration was high in July 2009 (0.9±0.80 ng/mL), then decreased significantly in August 2009 (0.2±0.16 ng/mL) and increased until achieving the highest concentration in March 2010. The highest of the estradiol-17 concentration correspond to the peak of vitellogenesis towards the maturation. Chemistry of blood plasm was low in June 2009 as follow, the protein total 3.99±0.4 g/dL; cholesterol 0.13±0.0 g/dL; triglyceride 0.1±0.0 g/dL occurred at the time of the maximum size oocyte development. The concentration of low glucose existed in September 2009 (0.04±0.0 g/dL) when the fish ovulated, then this condition increased gradually up to maximum in February 2010 (0.12±0.0 g/dL).

Key words: chemistry of blood plasm, estradiol-17 , gonads,or s oro

PENDAHULUAN

(51)

Perkembangan gonad merupakan salah satu tahap perkembangan reproduksi yang sangat penting selama siklus hidup hewan. Setelah mengalami maturasi sempurna, ikan akan menghasilkan baik telur-telur maupun sperma yang masak. Pada beberapa ikan tropis air tawar, seperti ikan tilapia, pematangan gonad sangat berkaitan dengan pencahayaan dan perubahan suhu sepanjang tahun (Campos-Mendoza‘t ’“. 2004).

Faktor-faktor lingkungan ini juga merangsang produksi beberapa hormon steroid, seperti testosterone, estradiol-17 , 17,20b-dihidroksi-4-pregnen-3-one dan 11-ketotestosteron. Hormon-hormon tersebut sangat berperan dalam perkembangan dan maturasi gonad ikan jantan dan betina (Lubzens ‘t ’“. 2010; Schulz ‘t ’“. 2010). Estradiol-17 merupakan hormon pengontrol sintesis vitelogenin di hati pada ikan betina yang matang kelamin. Vitelogenin akan ditranspor menuju oosit yang dapat menyebabkan penambahan ukuran gonad ikan betina selama maturasi akhir. Kontrol hormon estrogen atas sintesis vitelogenin ini diperantarai oleh pengikatan estrogen yang sangat potensial, yaitu estradiol-17ß, pada reseptor estrogen (Berg‘t ’“. 2004).

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan dalam setahun fisiologi gonad ikan”or soro betina yang dipelihara dalam kolam pemeliharaan. Hasil dari penelitian ini diperoleh profil perkembangan diameter oosit, perubahan konsentrasi estradiol-17 , dan diperoleh gambaran siklus reproduksinya yang diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya budi daya ikan ini.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat penelitian

(52)

di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Ikan

Sebanyak delapan ekor ikan•or soro betina umur empat tahun dan belum pernah memijah dengan bobot berkisar 700-900 g per ekor. Kolam pemeliharaan diairi air yang berasal dari mata air. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan komersial berupa pelet dengan protein 30% yang dilakukan dua kali sehari sebanyak 3% dari bobot tubuh.

Pengambilan sampel darah dan oosit

Sampel darah diambil dari pangkal batang ekor ikan •or soro betina sebanyak 3 mL dengan menggunakan jarum suntik yang telah diberi antikoagulan (natrium sitrat 3,8%). Sebelum dilakukan pengambilan darah, ikan percobaan terlebih dahulu dibius dengan 2-phenoxyethanol 400 ppm. Sampel oosit diambil dengan menggunakan kanulasi sebanyak 100 butir dari tiap ikan dan difiksasi dengan etanol 70%. Pengukuran diameter oosit ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer dan dilakukan setiap satu bulan sekali.

Pengukuran Estradiol-17

Sampel darah untuk pengamatan konsentrasi estradiol-17 yang diperoleh disentrifus untuk diambil plasmanya dan disimpan pada suhu -20oC. Pengukuran estradiol-17 plasma dilakukan dengan menggunakan metode ELISA. Pengamatan dilakukan setiap bulan selama 12 bulan.

Pengukuran kimiawi darah

Pengukuran kimiawi darah yang berkaitan dengan reproduksi ikan meliputi protein total, glukosa, kolesterol, dan trigliserida. Konsentrasi protein total diukur dengan menggunakan metode biuret, sedangkan pengukuran konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma menggunakan metode

(53)

Analisis data dan informasi

Data keseluruhan yang diperoleh ditampilkan secara deskriptif komparatif dengan melihat pola kecenderungannya. Korelasi antara estradiol-17 dan parameter kimia plasma dianalisis dengan program SPSS. Informasi yang didapat digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi.

HASIL

Perubahan bulanan diameter telurTor soro

Hasil pengukuran diameter telur Ÿor soro dari bulan April 2009 hingga Maret 2010 menunjukkan adanya perkembangan rata-rata diameter telur dengan ukuran yang bervariasi. Awal pengamatan pada bulan April, rata-rata diameter telur adalah 1,6±0,46 mm dan terus mengalami perkembangan hingga September dengan diameter terbesar 3,0±0,03 mm (awal musim hujan). Namun, antara bulan Juni dan Juli didapatkan beberapa ikan yang mengalami atresia yang ditunjukkan dengan warna telur dan cairan yang putih bening. Hal tersebut mengakibatkan antara bulan Juni hingga September hanya satu ekor ikan yang dapat terus berkembang telurnya hingga ovulasi.

Berdasarkan Gambar 5 terlihat adanya penambahan ukuran telur yang cukup besar pada bulan Juni dan September. Pada bulan Oktober diperoleh ukuran rata-rata diameter telur 1,1±0,44 mm dan mulai mengalami pertumbuhan hingga pada bulan Januari didapatkan diameter telur sebesar 1,7±0,51 mm. Oosit-oosit dengan ukuran kecil yang diperoleh pada bulan Oktober merupakan oosit yang akan terus mengalami perkembangan hingga musim pemijahan berikutnya.

Profil estradiol-17

(54)

3,0

(55)

Sebelum pemijahan, pada bulan Agustus 2009, konsentrasi estradiol-17 plasma menurun tajam mencapai 0,2±0,16 ng/mL dan tetap pada konsentrasi rendah pada akhir pemijahan hingga bulan Januari 2010. Peningkatan yang tinggi terjadi mulai Februari dan meningkat tajam pada bulan Maret 2010 sebesar 1,5±0,68 ng/mL.

Gambar 6 Perubahan bulanan konsentrasi estradiol-17 plasma ikan or soro

betina antara bulan April 2009 dan Maret 2010. = memijah.

Profil kimiawi darah

Hasil pengukuran beberapa parameter kimia plasma darah ikan or soro

pada bulan April 2009 hingga Maret 2010, yaitu protein, glukosa, kolesterol, dan trigliserida ditunjukkan pada Gambar 7. Konsentrasi total protein plasma menurun pada bulan pertama (April 2009) dan cenderung meningkat dari bulan Juni 2009 hingga Maret 2010. Pada bulan April 2009 konsentrasi total protein plasma sebesar 4,6±0,75 g/dL dan mengalami penurunan pada bulan Mei 2009 (3,8±0,96 g/dL). Namun, pada bulan berikutnya terus mengalami peningkatan hingga mencapai maksimum pada bulan Desember 2009 sebesar 5,6±0,64 g/dL. Konsentrasi total protein plasma tertinggi diperoleh sekitar 3 bulan setelah ovulasi (berdasarkan pengukuran diameter telur pada Gambar 5). Hal ini juga sejalan dengan berkembangnya ukuran diameter telur yang diperoleh dari bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010.

Konsentrasi glukosa plasma darah selama pengamatan dari bulan April 2009 hingga Maret 2010 relatif fluktuatif. Hasil pengukuran konsentrasi glukosa plasma darah yang teramati berkisar sebesar 0,04±0,02 g/dL hingga 0,12±0,003

0.0

Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar

(56)

g/dL. Peningkatan konsentrasi glukosa plasma terlihat mulai bulan Oktober 2009 setelah masa pemijahan.

Konsentrasi kolesterol plasma darah yang terukur antara bulan April 2009 dan Maret 2010 berkisar antara 0,13±0,014 g/dL hingga 0,26±0,09 g/dL menunjukkan perubahan yang cukup besar. Konsentrasi kolesterol mengalami peningkatan secara bertahap pada bulan Agustus dan November 2009, serta menurun tajam pada bulan Juni 2009. Konsentrasi trigliserida plasma darah yang terukur pada bulan April 2009 (0,34±0,03 g/dL) cenderung mengalami penurunan yang tajam hingga bulan Juni 2009 (0,11±0,02 g/dL). Sebagaimana halnya dengan kolesterol, konsentrasi trigliserida plasma tertinggi diperoleh bulan November (0,4±0,12 g/dL).

A. B.

C. D.

Gambar 7 Perubahan bulanan konsentrasi kimiawi plasma darah ikan or soro

pada bulan April 2009 hingga Maret 2010. A. Protein, B. Glukosa, C. Kolesterol, dan D. Trigliserida.

0.0

Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar

P

Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar

G

Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar

K

Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar

(57)

PEMBAHASAN

Perubahan ukuran rata-rata diameter oosit yang teramati setiap bulannya menunjukkan adanya perkembangan oosit dalam gonad dan proses vitelogenesis yang sedang berjalan hingga menuju tahap maturasi. Vitolegenesis merupakan suatu penggabungan protein-protein vitelogenin oleh oosit dan memprosesnya menjadi protein kuning telur sehingga menyebabkan peningkatan ukuran gonad ikan betina hingga maturasi akhir (Glasser¡t ¢£. 2004; Lubzens ¡t ¢£. 2010).

Namun, beberapa ikan mengalami atresia sebelum ovulasi yang diduga karena adanya stress pada ikan akibat faktor lingkungan, seperti suhu udara yang tinggi dan/atau faktor pendukung kesediaan hormonal untuk pematangan gonad yang tidak kondusif. Atresia merupakan suatu proses degenaratif dari folikel-folikel ovari yang hilang atau penyerapan oosit vitelogenik pada saat sebelum ovulasi, dan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan reproduksi (Miranda

¡t ¢£. 1999; Santos ¡t ¢£. 2008). Atresia ini ditandai oleh adanya hipertrofi dan hiperplasia sel-sel folikel (Üçüncü & Çakici 2009). Mekanisme atresia dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti perubahan fotoperiodisitas, salinitas, stress, polusi, nutrisi, dan suhu atau stress lingkungan lainnya (Tyler ¡t ¢£. 1996; Bromley¡t ¢£. 2000).

(58)

Informasi peningkatan konsentrasi protein total plasma diperkirakan dapat juga memberikan gambaran perkembangan gonad yang ditunjukkan dengan penambahan ukuran oosit. Konsentrasi protein total plasma darah yang meningkat setelah memijah (bulan September) yang diikuti dengan penambahan bertahap ukuran diameter oosit mulai bulan Oktober. Penambahan ukuran diameter oosit ini diduga adanya proses vitelogenesis yang mengakibatkan peningkatan protein prekursor kuning telur dalam aliran darah. Dahbade®t ¯°. (2009) mengemukakan bahwa konsentrasi protein total dalam darah dapat memberikan gambaran kondisi reproduksi ikan. Dengan demikian, protein juga digunakan oleh ikan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ reproduksi. Menurut Yeganeh (2011) peningkatan konsentrasi protein dalam darah merupakan hasil proses pematangan oosit dan adanya mobilisasi protein dalam bentuk lipoprotein.

Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi glukosa plasma terdapat korelasi positif dengan konsentrasi estradiol-17 (p<0,05). Hal ini berlawanan dengan hasil penelitian Soengas®t ¯°± (1995) yang melaporkan bahwa konsentrasi glukosa plasma ikan ²³opht

Gambar

Gambar 2 Pengaturan hormonal pada tahap proses vitelogenesis (A) dan pematangan oosit (B) ikan teleostei (Sumber: Nagahama 1994).Gambar 2 Pengaturan hormonal pada tahap proses vitelogenesis (A) dan pematangan oosit (B) ikan teleostei (Sumber: Nagahama 1994).Gambar 2 Pengaturan hormonal pada tahap proses vitelogenesis (A) dan pematangan oosit (B) ikan teleostei (Sumber: Nagahama 1994).
Gambar 3 Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008).Gambar 3 Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008).Gambar 3 Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008).
Gambar 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur dan penduganya
Gambar 5 Perubahan bulanan diameter oosit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berbagai pernyatan yang telah disampaikan, peneliti bertujuan untuk melakukan penelitian mengenai apakah penilaian kinerja dan kompensasi memiliki pengaruh dalam

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan karena hanya berkat rahmat, hidayah dan inayahNya skripsi dengan judul “Analisis Fungsi Kelompok Kerja Guru (KKG)

Partai Masyumi khususnya yang ada di wilayah Madiun sebagai kekuatan politik dan organisasi masyarakat yang bergerak mengakar dalam masyarakat Madiun memahami benar

Othman Kelantan terpancar melalui beberapa penambahan bab dalam hiperteks (novel) yang bertujuan untuk menegaskan dan memperjelaskan lagi gambaran pengarang tentang keperitan

Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil bahwa berdasarkan hasil uji de Garmo rasa , kombinasi lama waktu fermentasi dan jenis bakteri starter yang banyak disukai panelis

Ini perlu menjadi bahan pertimbangan untuk pengelola dalam pembenahan menjadi wisata syariah agar obyek wisata Umbul Pengging tidak lagi menjadi tujuan wisata yang inferior

1) Mengidentifikasi kondisi responden/masyarakat sekitar kawasan industri di kelurahan Nanggewer akibat terjadi pencemaran. 2) Mengestimasi nilai kerugian masyarakat akibat