• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Produk Krim Sup Instan Tinggi Betakaroten Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Produk Krim Sup Instan Tinggi Betakaroten Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk Lansia"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PRODUK KRIM SUP INSTAN

TINGGI BETAKAROTEN BERBASIS LABU KUNING

(

Cucurbita moschata

) UNTUK LANJUT USIA (LANSIA)

WAWAN SAEPUL IRWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Produk Krim Sup Instan Tinggi Betakaroten Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk Lansia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Wawan Saepul Irwan

(4)

RINGKASAN

WAWAN SAEPUL IRWAN. Pengembangan Produk Krim Sup Instan Tinggi Betakaroten Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk Lansia. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan AHMAD SULAEMAN.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk krim sup instan tinggi beta-karoten berbasis labu kuning untuk lanjut usia. Desain penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dan menggunakan 3 formula. Terdapat dua faktor yang diujikan yaitu jenis pengolahan dan proporsi antara labu dan wortel. Formula terpilih merupakan hasil pengujian terhadap panelis agak terlatih. Formula sup krim instan terpilih terdiri dari labu dan wortel dengan rasio 2:1. Hasil uji kesukaan pada panelis konsumen lansia menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara sup krim segar dengan sup krim instan. Lansia lebih menyukai sup krim instan daripada sup krim segar. Sifat kimia pada sup krim instan formula terpilih terdiri dari kadar air 4,9% (bb), kadar abu 3,0% (bk), protein 2,2% (bk), lemak 16,5% (bk), karbohidrat 78,3% (bk) dan beta-karoten 3380 mcg/g. Sup krim instan terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan tinggi beta-karoten dan kalium.

(5)

SUMMARY

WAWAN SAEPUL IRWAN. Development of high Betacarotene Instant Cream

Soup Product Based on Yellow Pumpkin (Cucurbita moschata) for Elderly.

Supervised by BUDI SETIAWAN and AHMAD SULAEMAN.

The purpose of this study was to produce instant soup cream with high beta-carotene for elderly. The study design used a factorial completely randomized design with two replications with 3 formulas. There were two factors given to the treatment unit, processing type and proportion between the pumpkin and carrot. Selected formula determined by the preference by trained panelist. Cream instant soup with pumpkin and carrot ratio 2:1 was the chosen formula. Test acceptability between fresh cream and instant soup for the elderly using hedonic test with resulted significantly different between fresh and instant soups cream. Chemical properties of selected instant cream soup including moisture (4.9%), ash (3.0%), protein (2. 2%), total fat content (16.5%), and carbohydrate (78.3%). Beta-carotene content of selected instant cream soup 3380 mcg/g respectively. Selected instant cream soup can be claimed as high beta-carotene food and kalium.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

PENGEMBANGAN PRODUK KRIM SUP INSTAN

TINGGI BETAKAROTEN BERBASIS LABU KUNING

(

Cucurbita moschata

) UNTUK LANJUT USIA (LANSIA)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Produk Pangan untuk Lansia, dengan judul Pengembangan Produk Krim Sup Instan Tinggi Betakaroten Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) untuk Lanjut Usia (Lansia).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan dan Bapak Prof. Dr. Ahmad Sulaeman selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepadaBapak Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN. Sebagai Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat yang telah mengarahkan penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017

(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

3 KERANGKA PEMIKIRAN 8

4 METODE 10

Waktu dan Tempat Penelitian 10

Bahan 10

Alat 10

Tahapan Penelitian 10

Rancangan Percobaan 14

Pengolahan dan Analisis Data 15

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Formulasi Sup Krim 15

Analisis Fisik Bubuk Sup Krim Instan 16

Sifat Organoleptik Sup Krim Segar dan Instan 16

Kandungan Gizi dan Betakaroten 27

Kandungan Gizi Per Takaran Saji 30

Kontribusi Zat Gizi Sup Krim Segar dan Sup Krim Instan Terpilih terhadap Acuan Label Gizi (ALG) 31 Retensi Kandungan Gizi dan -karoten Setelah Proses Pengeringan 32 Karakteristik Organoleptik Sup Krim Labu Kuning yang Diujikan

kepada Lansia 32

6 SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi zat gizi labu kuning per 100 gram bahan (daging buah

segar) 5

2 Batas atas dan batas bawah zat gizi makro dan mikro 12 3 Formulasi krim sup labu 12

4 Analisis fisik bubuk sup krim instan formula 16

5 Hasil uji hedonik paramater warna sup krim 18 6 Hasil uji mutu hedonik paramater warna sup krim 18

7 Hasil uji hedonik paramater tekstur sup krim 19

8 Hasil uji mutu hedonik paramater tekstur sup krim 20 9 Hasil uji hedonik paramater aroma labu sup krim 21 10 Hasil uji mutu hedonik paramater aroma labu sup krim 21 11 Hasil uji mutu hedonik paramater aroma wortel sup krim 22 12 Hasil uji mutu hedonik paramater aroma bawang bombay sup krim 22 13 Hasil uji mutu hedonik paramater aroma kaldu sup krim 23

14 Hasil uji hedonik paramater rasa sup krim 24

15 Hasil uji mutu hedonik paramater rasa pahit sup krim 24 16 Hasil uji mutu hedonik paramater rasa asin sup krim 25 17 Hasil uji mutu hedonik paramater rasa manis sup krim 26 18 Hasil uji mutu hedonik paramater rasa gurih sup krim 26 19 Kandungan gizi dan karoten sup krim formula terpilih 28 20 Kandungan gizi sup krim segar dan sup krim instan per takaran saji 30 21 Kandungan dan kontribusi zat gizi per takaran saji terhadap ALG 31 22 Retensi kandungan gizi dan -karoten setelah proses pengeringan 32

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan kerangka pemikiran 9

2 Diagramalur tahapan penelitian 11

3 Proses pembuatan sup krim instan (Modifikasi Olney 1979) 13 4 Hasil penilaian uji organoleptik pada panelis semi terlatih 17 5 Hasil uji hedonik (tingkat kesukaan) keseluruhan 27 6 Profil uji kesukaan produk krim sup segar dan instan pada lansia 33

7 Profil daya terima keseluruhan pada lansia 34

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Organoleptik (hedonik) 40

2 Kuesioner Organoleptik (mutu hedonik) 42

3 Hasil analisis kesukaan warna 44

4 Hasil analisis mutu hedonik warna 45

(14)

6 Hasil analisis mutu hedonik tekstur 47

7 Hasil analisis kesukaan aroma 48

8 Hasil analisis mutu hedonik aroma labu 49

9 Hasil analisis mutu hedonik aroma wortel 50

10 Hasil analisis mutu hedonik aroma Bawang Bombay 51

11 Hasil analisis mutu hedonik aroma kaldu 52

12 Hasil analisis kesukaan rasa 53

13 Hasil analisis mutu hedonik rasa pahit 54

14 Hasil analisis mutu hedonik rasa asin 55

15 Hasil analisis mutu hedonik rasa manis 56

16 Hasil analisis mutu hedonik rasa gurih 57

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia seperti negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik akan mengalami penuaan penduduk dengan amat sangat cepat. Seiring kemajuan tingkat perawatan kesehatan dan penurunan jumlah kelahiran, Lansia di Indonesia diproyeksikan akan bertambah sebesar 11.34% penduduk pada tahun 2020 (BPS 2010). Menurut UU Republik Indonesia No. 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, definisi lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Bertambahnya usia akan disertai dengan penurunan fungsi dan metabolisme serta komposisi tubuh sehingga menimbulkan masalah gizi.

Masalah gizi dan penyakit yang dipengaruhi oleh makanan yang sering kali menimpa lansia adalah berkaitan dengan masalah kekurangan dan kelebihan gizi (Maryam et al. 2008). Di Indonesia, angka kejadian masalah gizi pada lansia cukup tinggi, sekitar 31% untuk masalah gizi kurang dan hanya 1.8% untuk masalah gizi lebih (Depkes RI 2005). Pada kelompok lansia, zat gizi yang bermutu baik tetap diperlukan dalam pembentukan jaringan tubuh untuk pergantian jaringan-jaringan yang rusak (Manton et al. 2007).

Meningkatnya jumlah lansia dan masalah gizi di berbagai negara termasuk Indonesia belum diiringi dengan berbagai produk makanan yang dapat menopang kebutuhan gizi lansia. Sementara lansia sudah akan menjadi konsumen potensial. Pengembangan produk yang memperhatikan kebutuhan zat gizi untuk lansia masih tergolong sedikit dan sulit ditemukan (Amalia et al. 2013). Survey menyatakan bahwa jumlah dan daya beli pada populasi penduduk berusia 65 tahun ke atas mengalami peningkatan. Namun lebih dari separuh responden (51%) menyatakan tidak melihat produk yang merefleksikan konsumen lansia. Sementara separuhnya lagi mengatakan, merupakan hal yang sulit bagi lansia untuk menemukan label produk yang mudah dibaca (Nielsen Consumer Research 2013).

(16)

glukosa seperti yang ditemukan dalam sistem pengobatan tradisional China (Hu 2010; Zhao 2011)

Pemilihan labu kuning sebagai bahan utama produk juga dikarenakan labu kuning relatif awet dibanding buah-buah lainnya. Daya awet dapat mencapai 6 bulan atau lebih, tergantung pada penyimpanannya. Namun buah yang sudah dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah rusak. Hal tersebut menjadi kendala dalam pemanfaatan labu pada skala rumah tangga sebab labu kuning yang besar tidak dapat diolah sekaligus. (Gardjito 2006).

Sup instan merupakan produk makanan kering olahan tepung nabati dan hewani dengan tambahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diijinkan, yang siap dikonsumsi setelah diseduh atau dimasak dalam air mendidih menjadi larutan kental. Umumnya sup sering dikonsumsi masyarakat untuk sarapan pagi karena mengingat selera masyarakat yang mulai berubah.

Namun sebelum sup instan dikembangkan, perlu dilakukan evaluasi terkait daya terima masyarakat dan kandungan gizi terhadap produk tersebut. Salah satu cara untuk melakukan evaluasi adalah melalui perbandingan sup segar hasil pemasakan biasa dengan sup dalam bentuk instan dan siap makan. Sup krim instan berbasis labu kuning merupakan salah satu alternatif produk olahan pangan lokal dalam rangka memenuhi kepraktisan, keawetan dan kemudahan dalam pengemasan. Namun demikian diharapkan produk ini tidak merusak kandungan gizi dan betakaroten serta kalium selama proses pengolahan serta tetap dapat memenuhi kandungan gizi yang cukup bagi tubuh. Oleh karena itu, dilakukan penelitian lanjutan guna mempelajari perbedaan karakteristik daya terima serta kandungan gizi dalam produk sup krim segar yang dibuat menjadi instan melalui proses pengeringan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:

1. Bagaimana mendapatkan formulasi yang tepat dalam pemubuatan krim sup instan labu kuning tinggi betakaroten yang dapat disukai lansia?

2. Bagaimana tingkat penerimaan dari lansia terhadap produk sup krim instan labu kuning tinggi betakaroten?

3. Bagaimana pengaruh penggunaan alat pengering drum dryer terhadap kandungan gizi dan betakaroten sup krim labu kuning instan?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk krim sup instan tinggi betakaroten berbasis labu kuning untuk lanjut usia.

Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

(17)

2. Mengetahui penerimaan produk pada lansia

3. Mengetahui pengaruh penggunaan alat pengering drum dryer terhadap kandungan gizi dan betakaroten pada pembuatan krim sup instan labu kuning

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengembangan produk krim sup instan tinggi betakaroten berbasis labu kuning dan juga dapat melahirkan produk yang bermanfaat untuk pemenuhan gizi lanjut usia (lansia) sebagai pangan fungsional agar lansia tetap aktif dan produktif.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Manusia Lanjut Usia (LANSIA)

Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia. Lanjut usia adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu berperan secara aktif dalam pembangunan (Depkes RI 2001). Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Menurut WHO ada empat tahap batasan umur yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho 2008).

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Mutiara 1996). Menurut Hurlock (2002) lanjut usia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat.

(18)

Seiring dengan bertambahnya usia, tubuh akan mengalami penurunan fungsi, metabolisme, dan komposisi yang akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang harus dipenuhi untuk tetap hidup sehat. Menurunnya aktivitas fisik dengan bertambahnya umur pada akhirnya menurunkan Angka Metabolisme Basal (AMB) sehingga kebutuhan energi menurun pula. Namun, kebutuhan zat-zat gizi mikro tidak menurun pada usia lanjut (Almatsier 2011). Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (LIPI 2004), angka kecukupan gizi rata-rata Vitamin A adalah sebesar 500 μg RE yang dianjurkan untuk lansia.

Labu Kuning

Labu kuning merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang berasal dari family Cucurbitaceae, tergolong jenis tanaman semusim. Tanaman ini telah banyak ditanam di Indonesia yang terdiri dari varietas lokal berbagai jenis, seperti dari jenis bokor (crème), kelenting, dan ular (Hendrasty 2003). Labu kuning mencakup beberapa spesies anggota genus Cucurbita, yaitu C. argyrosperma, C.

maxima, C. moschata, dan C. pepo. Dalam beberapa pengertian setempat di

Indonesia, waluh disebut sebagai "labu" saja, meskipun sebenarnya labu mencakup kelompok tanaman yang lebih luas, seperti labu air, labu ular, labu siam, dan beligo. Labu kuning dibedakan dari labu lainnya karena buahnya dimakan yang telah masak (biasanya berwarna jingga), berukuran relatif besar, berbentuk bulat sampai bulat telur dengan lekukan daun buah yang tampak jelas, dan berkulit keras. Pengertian labu kuning mempunyai persamaan dengan gabungan pumpkin dan beberapa squash dalam bahasa Inggris.

Labu kuning merupakan tanaman tahunan yang bersifat menjalar atau merambat dengan perantara alat berbentuk pipih. Batangnya cukup kuat dan panjang serta di permukaan batangnya terdapat bulu-bulu yang agak tajam. Pucuk daun dan daun muda dapat digunakan sebagai bahan sayuan yang lezat, bisa dimakan sebagai sayuran bersantan, oseng-oseng atau gado-gado. Selain daun, bagian dari tanaman ini yang memiliki nilai ekonomis dan zat gizi terpenting adalah buahnya. Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari. Buah besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna hijau, sedangkan yang lebih tua berwarna kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar 3 cm dan rasanya agak manis. Bobot buah labu kuning utuh rata-rata 3-5 kg, untuk labu ukuran besar beratnya dapat mencapai 20 kg per buah. Buah labu kuning mempunyai kulit yang sangat tebal dan keras, sehingga dapat bertindak sebagai penghalang laju respirasi, keluarnya air melalui proses penguapan, maupun masuknya udara penyebab proses oksidasi. Hal tersebut menyebabkan labu kuning cukup awet dibanding buah-buah lainnya. Daya awet dapat mencapai 6 bulan atau lebih, tergantung pada penyimpanannya. Namun buah yang sudah dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah rusak. Hal tersebut menjadi kendala dalam pemanfaatan labu pada skala rumah tangga sebab labu kuning yang besar tidak dapat diolah sekaligus (Gardjito 2006).

(19)

aman bagi yang sedang melakukan diet rendah kalori (Widayati & Damayanti 2000). Labu kuning tinggi akan β-karoten, yang memberikan warna kuning atau warna orange pada makanan (Bhaskarachary et al. 2008). Labu kuning juga kaya akan serat dan mineral (Dhiman et al. 2009). Labu kuning juga dikenal kaya akan karotenoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Beta karoten (pro vitamin A) juga berguna pada kesehatan mata dan kulit, kekebalan tubuh, serta reproduksi (Brotodjojo 2010). Secara rinci kandungan zat gizi dalam labu kuning tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi zat gizi labu kuning per 100 gram bahan (daging buah segar)

Depkes RI (1996).

Warna oranye pada labu kuning menandakan labu mengandung antioksidan penting yaitu betakaroten. Bahan ini dikonversi menjadi vitamin A di dalam tubuh. Pada proses konversinya menjadi vitamin A menghasilkan banyak fungsi penting untuk kesehatan secara keseluruhan. Karoten merupakan salah satu pigmen karotenoid (Muchtadi & Sugiyono 1992). Kandungan karotenoid di dalam sayur-sayuran berhubungan dengan vitamin A di dalamnya. Sebagai contoh betakaroten yang banyak terdapat dalam labu kuning adalah precursor vitamin A (provitamin A) yang penting karena setiap molekul betakaroten di dalam tubuh manusia akan diproses menjadi dua molekul vitamin A. fortifikasi karoten pada makanan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kapasitas antioksidan di dalam plasma (Holt et al. 2002)

Sup Instan Labu Kuning

Makanan instan merupakan suatu istilah yang berarti kemudahan dalam penggunaan dan pengolahan makanan tersebut. Hal ini biasanya mengacu pada produk berbasis bubuk atau kering yang dapat larut secara cepat ketika ditambahkan air, contohnya susu bubuk instan, teh instan, kopi instan dan sup instan. Sup instan adalah produk makanan kering olahan tepung nabati dan hewani, dengan tambahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan, yang siap dikonsumsi setelah diseduh atau dimasak dengan air mendidih menjadi larutan kental (SNI 01-4967-1999). Pada umumnya, sup sering

(20)

dikonsumsi masyarakat untuk sarapan pagi, karena mengingat selera masyarakat yang mulai berubah. Sup instan yang ada di pasaran masih menggunakan tepung terigu dan tepung jagung sebagai bahan dasar pembuatannya. Selain tepung jagung, sup instan dapat juga dibuat dari tepung berbahan labu (pumpkin). Penambahan pumpkin pada bahan makanan akan meningkatkan daya terima sensori dan meningkatkan level karoten dalam bahan pangan (Kulkarni dan Joshi 2013).

Pada penelitian yang dilakukan Soetedjo (2009), pembuatan sup instan dapat menggunakan tepung labu kuning. Sup labu kuning yang telah disukai oleh panelis pada penelitian tersebut menggunakan buah labu kuning segar tanpa proses blanching dan formulasi perbandingan substitusi tepung labu kuning dengan tepung terigunya sebanyak 2:1. Buah labu kuning tersebut dikeringkan dengan dehumidifier, proses pengeringan ini bertujuan untuk memperkecil kandungan air di dalamnya, tetapi akan berakibat pada perubahan sifat bahan (tepung labu kuning) menjadi bersifat higroskopis dan banyak memiliki lubang udara yang kecil (Gaman & Sherrington 1994).

Karakteristik sup labu kuning instan ini hampir sama dengan sup krim instan pada umumnya, untuk menentukan lamanya umur simpan produk selama penyimpanan dapat diuji secara fisik dan kimia. Sup instan yang beredar di pasaran umumnya berbahan dasar dari jagung yang memiliki rasio lemak tak jenuh sebanyak 1.5 – 2% (Robertson 2010). Semakin besar persentase kandungan asam lemak tak jenuh pada suatu produk pangan maka semakin rentan terkena oksidasi dan mengakibatkan relatif singkatnya umur simpan produk tersebut (Parker 2003). Sedangkan pada sup labu kuning ini, kadar lemak dalam tepung labu kuning itu sendiri di bawah kadar lemaknya tepung jagung yaitu hanya 0.8%. Begitu pula kadar lemak pada susu skim bubuk yang digunakan dalam komposisi sup nya tidak lebih dari 1.5% yaitu hanya 1% dan kandungan airnya pun tidak lebih dari 5%, hanya 4% (Clark 1992 dalam Robertson 2010 dan Lees & Jackson 1980).

Pada sup labu kuning ini juga, ditemukan adanya kandungan mikronutrien yang hanya dimiliki oleh beberapa jenis bahan pangan tertentu yaitu betakaroten. Namun kandungan betakaroten dan lemak pada sup labu kuning ini tidak dapat dijadikan faktor kritis berkurangnya mutu sup instan tersebut. Karena degradasi kandungan mikronutrien produk tepung dalam kemasan hanya terjadi sangat lambat dan tidak akan menjadi faktor utama dalam menentukan umur simpan produk pangan tersebut (Labuza et al. 1979). Peningkatan dari warna produk sup instan dapat terjadi oleh mikroorganisme maupun reaksi enzimatik dan reaksi non enzimatik. Reaksi pencoklatan enzimatik terjadi pada jaringan yang masih hidup dan masih mengandung enzim aktif sedangkan reaksi pencoklatan non-enzimatik biasanya terjadi pada suhu di atas suhu ruang yang dapat mengakibatkan perubahan penampakan (warna) dan cita rasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pencoklatan non-enzimatik yaitu suhu, kadar air, pH dan senyawa kimia pada produk (Yuliani et al. 2005). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Malec et al. (2002) yang menyatakan bahwa reaksi maillard atau reaksi pencoklatan adalah salah satu reaksi kimia yang menyebabkan penurunan kualitas bubuk selama pengolahan dan penyimpanan makanan.

(21)

oksidasi lemak, perubahan aroma dan kegaringan. Penjelasan terjadinya penggumpalan disebutkan dalam penelitian Chan-Ick Cheigh et al. (2011) yang menyatakan bahwa penggumpalan pada produk instan/bubuk terjadi karena redistribusi air atau penyerapan selama pemrosesan dan penyimpanan. Redistribusi kelembaban yang tidak diinginkan di bahan-bahan ini dapat menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan dalam kualitas dan stabilitas jangka panjang. Bagi konsumen, fenomena caking (penggumpalan) adalah indikator rendahnya mutu dan keamanan produk. Fenomena caking belum dapat dideteksi secara kasat mata, tetapi akan berpengaruh pada sifat fisik tepung (sup instan) tersebut, di mana terjadi peningkatan densitas kamba dan terjadi penurunan dispersibility (Arpah et al. 2002). Nilai densitas kamba untuk makanan berbentuk bubuk umumnya antara 0.3 – 0.8 g/cm3(Ardhianditto et al. 2013). Nilai densitas kamba akan sangat berpengaruh dalam hal konsumsi, pengemasan, serta penyimpanan produk berbasis tepung (Sudarmadji 1989).

Sedangkan nilai dispersibility akan menunjukkan tingkat kelarutan tepung di dalam air, di mana nilai yang tinggi menunjukkan bahwa produk berbasis tepung tersebut lebih mudah larut di dalam air (Hartoyo & Sunandar 2006). Menurut hasil penelitian Prabowo (2010) mengenai sifat fisikokimia tepung millet, dikatakan bahwa kemampuan daya serap air suatu bahan pangan seperti tepung dapat berkurang apabila kadar air dalam tepung terlalu tinggi ataupun karena tempat penyimpanan yang lembab. Kadar air merupakan salah satu karakteristik kimia yang penting karena kandungan air dalam suatu produk dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan cita rasa produk, terutama untuk produk berbasis tepung seperti sup instan. Menurut hasil penelitian Kusumawati et al

(2012) dikatakan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanannya, semakin besar panas yang dibawa udara sehingga semakin banyak jumlah air yang diuapkan. Oleh karena itu, kadar airnya akan semakin menurun seiring tingginya suhu penyimpanan. Kadar air maksimal untuk sup instan adalah 8% (SNI 01-4967-1999).

Selain kandungan lemak suatu produk, oksidasi lemak juga dapat terjadi karena adanya pengaruh oleh cahaya, Aw dan oksigen (Robertson 2010). Aktivitas air (Aw) adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme atau seluruh mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya (Labuza 1980). Aktivitas air adalah sebuah ukuran ketersediaan air dan telah menjadi pedoman utama keamanan/keselamatan dan kualitas pengendalian makanan, biologi dan produk – produk farmasi (Schwimmer 1980). Ketersediaan air mengacu pada "bebasnya" molekul air dapat berpartisipasi dalam reaksi atau bagaimana mudahnya molekul air berdifusi ke untuk berpartisipasi ke dalam suatu reaksi (Lai & Schmidt 1990). Aktivitas air (Aw) sup instan umumnya antara 0.50-0.60 seperti pasta dan bumbu-bumbu (Steele 2004). Untuk meminimalisir oksidasi lemak tersebut dapat dilakukan dengan cara mengendalikan Aw dalam kemasan tersebut dan menggunakan

(22)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Faktor risiko terjadinya kurang gizi pada lansia diakibatkan antara lain karena beberapa faktor seperti selera makan rendah, gangguan gigi geligi, dan kondisi fisik lainnya (Arisman 2004). Separuh lansia banyak kehilangan gigi, hal ini mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengkonsumsi makanan dengan tekstur keras, sedangkan makanan yang lunak kurang mengandung vitamin A, vitamin C, dan serat sehingga menyebabkan mudah mengalami konstipasi. (Rusilanti 2006).

Selera makan rendah atau berkurangnya nafsu makan berujung pada penurunan asupan pangan pada lansia.Pemilihan makanan yang dikonsumsi dan dikombinasikan dengan melemahnya daya serap saluran pencernaan pada lansia, memicu kekurangan vitamin dan mineral (Arisman 2004). Hasil survey di Amerika, dan Negara Barat, terhadap lansia menunjukkan defisiensi zat gizi seperti Fe, Ca, Vitamin A, B kompleks dan D, bergantung pada keadaan ekonomi dan ras (Mosley et al. 1988). Penambahan pangan kaya β-karoten pada menu makanan merupakan cara terbaik untuk meningkatkan zat gizi vitamin A individu (Chandrashekhar and Kowsalya. 2002; Siems et al. 2005) dan merupakan upaya pendekatan yang cost effective dalam mengatasi masalah dan penyakit yang disebabkan kekurangan vitamin A (Berteram and Bortkiewicz 1995).

Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A, B1, B2, B6, dan Vitamin C dengan kejadian demensia pada lansia (Pratiwi et al.

2013).Terdapat perbedaan kecukupan konsumsi vit A di antara lansia yang disebabkan perbedaan status ekonomi (Rusilanti et al. 2006). Kecukupan Vitamin A lebih banyak menitikberatkan pada fungsi sebagai faktor penunjang sistem kekebalan tubuh pada lansia (Fatmah 2006). Konsumsi pangan yang mengandung karoten membantu dalam pencegahan penyakit mata, kanker dan penyakit terkait dengan kulit (Bendich 1989). Bukti epidemiologi menyebutkan diet tinggi karotenoid berkaitan dengan peningkatan respon dan penurunan risiko penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit kardiovaskular, aterosklerosis dan katarak (González et al. 2001).

Sup merupakan makanan berbentuk cairan kental yang dapat dibuat dari berbagai bahan pangan baik hewani maupun nabati dalam rebusan air kaldu sampai mengeluarkan rasa dan zat gizi (Johnston 1976). Sup berfungsi sebagai pembangkit selera makan, penambah nilai gizi dan penetral rasa pada lidah. Sup dapat disajikan sebagai hidangan makan siang, makan malam, jamuan lengkap dan kudapan/makanan ringan/selingan (Kinton et al. 1987). Sebagai jamuan lengkap, sup dapat berdiri sebagai hidangan yang dikaitkan dengan giliran hidangan atau sebagai hidangan pembuka. Hidangan pembuka merupakan hidangan sebelum hidangan utama (main course) yang disajikan dengan tujuan membangkitkan nafsu makan atau selera makan karena itu porsinya kecil dengan rasa gurih.

(23)

Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran Penyakit

Degeneratif Masalah Gizi : Gizi

kurang/lebih

Penurunan fungsi & metabolisme & psikologis

Pemenuhan Gizi dari Makanan

Minimnya produk pangan untuk lansia

Pengembangan Produk makanan untuk lansia

Uji hedonik & Mutu hedonik (semi terlatih)

Uji Daya Terima Lansia

Pengaruh Pengeringan Krim Soup Labu

(24)

4 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data organoleptik pada panelis semi terlatih, dilaksanakan pada bulan April 2015 di Laboratorium Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, FEMA – IPB. Proses pengeringan menggunakan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Seafast Center IPB dan Laboratorium Balai Besar Industri Agro Bogor untuk analisis kandungan beta karoten, uji kalium di Lab Saraswanti Indo Genetech serta uji pada panelis konsumen lanjut usia pada Panti Sosial Tresna Werdha “Budhi Dharma” Bekasi pada Juni sampai dengan November 2016.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan krim sup segar, krim sup instan dan bahan kimia untuk analisis kandungan gizi. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan krim sup segar adalah labu kuning berumur 2-2.5 bulan yang diperoleh dari Perkebunan Fateta IPB (labu hibrida Suprema F1), wortel merah, bawang Bombay, daun bawang (batang putih), seledri, kaki ayam (untuk membuat kaldu), butter dan fresh cream (cream cooking) Elle & Vire dan seasoning (garam dan lada). Bahan kimia untuk analisis kandungan gizi adalah aquades, H2SO4 pekat, selenium mix, NaOH, pelarut Hexana, HNO3, HCl, ammonium molibdat, potassium dihidrogen, etanol 95% dan metil merah.

Alat

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini terdiri atas alat masak krim sup, alat pengeringan dan peralatan analisis fisik dan kimia. Peralatan dalam membuat krim sup adalah kompor, pisau, papan iris, panci, blender dan wooden spatula. Alat pengeringan adalah drum drier, disc mill, sealer, container stainless,

timbangandanpanci besar. Alat yang digunakan dalam analisis kimia adalah oven, tanur, desikator, kondensor, soxhlet, labu kjeldahl, alat destilasi, labu Erlenmeyer dan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).

Tahapan Penelitian

(25)

Gambar 2. Diagram alur tahapan penelitian

Pemilihan jenis labu

Labu kuning yang digunakan adalah labu hibrida yang telah terdaftar sebagai varietas pada kementerian pertanian dengan kode produksi 118/Kpts/TP.240/3/2000 yaitu labu suprema F1 yang dapat ditanam di dataran rendah sampai tinggi, warna kulit hijau pada waktu muda, kuning coklat pada saat tua, buah berwarna kuning, rasanya pulen, mampu hidup di lahan kritis, dengan Umur panen 85 – 90 (hst), bobot buah 3500 4500 (gram), diameter 2 - 20 cm dan hasil panen 25 ton/ha.

Formula terpilih Formulasi

Produk (krim sup instan)

Analisis proksimat, betakaroten dan Kalium (krim sup segar dan instan)

Uji Daya Terima (Lansia) (F1)

Pengeringan (Drum dryer)

(F2) (F3)

(26)

Penentuan formulasi

Susunan bahan yang menjadi formula dasar krim sup labu kuning diadopsi dan merupakan kombinasi dari 4 (empat) buku, diantaranya adalah Quality,

Quantity Cuisine II 1976, Nutrition For Foodservice and Culinary Professionals

2007, Practical Cookery 1987 dan The Good Cook – Soups 1979. Dari resep dasar

tersebut, kemudian disesuaikan dengan AKG 2013 untuk lansia ≥ 60 tahun dan

persyaratan pangan untuk lansia (Arisman 2004) dengan 16 pembatas zat gizi (makro dan mikro) dengan pembatas utama vitamin A diaplikasikan pada

Microsoft excel 2010. Jika AKG energi lansia adalah 2300 kkal, AKG Vitamin A

nya adalah 60 mcg (microgram), dan estimasi porsi per hari dari sup krim labu kuning adalah 94. 18 gram (460 kkal), maka pembatas zat gizi makro dan mikro dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Batas atas dan bawah zat gizi makro dan mikro

Pembatas Atas Pembatas Bawah

Dari ketentuan tersebut di atas, kemudian didapat tiga formulasi sebagai berikut: Tabel 3. Formulasi krim sup labu

Bahan Satuan Perbandingan Labu dan Wortel

(27)

Gambar 3. Proses pembuatan sup krim instan (Modifikasi Olney 1979)

Analisis karakteristik kimia produk

Analisis karakteristik kimia produk terdiri atas analisis proksimat dan analisis kadar beta karoten serta kalium. Analisis proksimat digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makro produk seperti air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kadar air dan abu produk ditentukan secara gravimetri. Kadar lemak

Labu

kuning kaldu Air Wortel bawang Daun Bawang

Bombay

Unsalted Butter

sauteing

Boiling

Selederi

BLENDING WET MIXING

SIMMERING

DRUM DRYING

t outlet : 1800C t inlet : 93 - 960C P tabung : 5 psi

Time : 20” –30”

LEMPENG KERING

PENGHALUS AN

AYAK PACKING

Fresh cream

PUREE

5 menit

Selederi tidak diblender

(28)

produk ditentukan dengan menggunakan metode soxhletasi. Metode mikro-kjeldahl digunakan untuk mengetahui kandungan protein pada produk. Sementara itu kandungan karbohidrat produk ditentukan secara by-difference, yaitu dengan mengurangi 100% dengan (% air + % abu + % lemak + % protein). Kadar beta karoten pada produk dihitung dengan menggunakan metode HPLC dan kadar kalium dihitung dengan metode Inductively Couple Plasma – Optical Emission Spectrophotometer (ICP-OES).

Analisis karakteristik sensori, tingkat kesukaan dan persen penerimaan produk

Karakteristik sensori, tingkat kesukaan dan persen penerimaan produk diketahui dengan menggunakan uji organoleptik. Uji organoleptik produk meliputi parameter rasa, warna, aroma dan tekstur. Uji organoleptik terhadap produk terdiri atas uji mutu hedonik dan uji hedonik. Uji mutu hedonik merupakan uji yang dipergunakan untuk mengetahui karakteristik sensori produk menurut panelis. Pengukuran skala mutu hedonik dilakukan dengan menggunakan skala garis dari mulai nilai satu (amat sangat lemah) sampai sembilan (amat sangat kuat). Sementara itu uji hedonik dipergunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan dan persen penerimaan panelis terhadap produk. Skala yang digunakan dalam uji hedonik dimulai dari satu (amat sangat tidak suka) sampai sembilan (amat sangat suka). Panelis yang dilibatkan dalam uji organoleptik ini sebanyak 30 orang yang merupakan panelis semi terlatih.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan dari penelitian ini adalah Rancang Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Faktor yang diberikan kepada unit perlakuan ada dua, yaitu jenis pengolahan (segar dan instan) serta proporsi antara labu kuning dan wortel. Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan bahan utama sebagai bahan dasar pembuatan krim sup instan berupa perbandingan labu kuning dan wortel sesuai dengan formula yang telah disesuaikan dengan AKG dan kriteria pangan untuk lansia. Model yang digunakan adalah:

Yijk = μ + Ai + Bj + AiBj + ijk Keterangan:

Yij : Hasil pengamatan respon faktor A taraf ke i, faktor B taraf ke j, pada ulangan ke-k

μ : Rataan umum

Ai : Pengaruh faktor A (jenis pengolahan terhadap sup krim) pada taraf ke – i Bj : Pengaruh faktor B (proporsi labu kuning dan wortel terhadap sup krim)

pada taraf ke – j

AiBj : Pengaruh interaksi faktor A taraf ke – i dan faktor B taraf ke – j

(29)

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data hasil penelitian diolah dengan menggunakan Microsoft Excell

2010 kemudian dianalisis secara statistik dengan SPSS 16.0 for windows. Data hasil organoleptik yang meliputi uji hedonik dan mutu hedonik dianalisis secara statistik dengan Analisis Ragam Dua Arah (ANOVA two-way). Uji Anova digunakan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pengolahan dan proporsi antara labu kuning dan wortel pada hedonik dan mutu hedonik produk, dilanjutkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test untuk mencari keberadaan perbedaan dari perlakuan yang ada. Kemudian, untuk mengetahui perbedaan antara sup krim segar dan instan dalam hal daya terima dan kandungan gizi dilakukan uji beda (Independent Sample t-Test).

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi Sup Krim

Guna mendapatkan formula sup krim yang tepat maka harus melewati beberapa tahapan sebagai berikut: persiapan, pengolahan, lalu pengeringan penyajian. Tahap awal pembuatan sup krim adalah persiapan dengan menimbang bahan-bahan sesuai formula yang diinginkan, mengiris dan memotong bahan dan mempersiapkan kaldu ayam. Kemudian dilakukan proses pengolahan dengan menumis bawang bombay, dengan margarin lalu dimasukkan kaldu ayam bersamaan dengan labu kuning, wortel, bawang daun, seledri, tomat dan daun salam sesuai formulasi. Setelah itu direbus hingga lunak. Pada tahap selanjutnya semua bahan dihaluskan menggunakan blender. Hasil dari semua itu dipanaskan kembali hingga mengental dengan menambahkan garam dan lada. Api dimatikan dan ditambahkan fresh cream.

Tahap berikutnya adalah pembuatan bubuk sup instan dengan menggunakan drum dryer. Pengering drum digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk pasta atau larutan. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara internal dengan uap panas atau medium panas lainnya (Brennan et al. 1974). Pengering drum ini biasanya digunakan untuk memproduksi flakes kentang, sereal molases, sup kering, pure buah dan whey (Fellow 2000). Sebelum dikeringkan masing-masing formula sup krim yan gsudah jadi dicampurkan dengan maltodekstrin sebanyak 30% dari berat total sup krim. Meltodekstrin merupakan hasil hidrolisis pati dan memiliki sifat-sifat higroskopis dan dapat menyebabkan retensi minyak dan stabilitas emulsi yang rendah. Maltodekstrin digunakan sebagai bahan pengental sekaligus emulsifier (Srihari et al. 2010). Sebelum dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu diatur parameter proses yang berpengaruh terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan yaitu tekanan boiler 2 bar dan kecepatan putaran silinder 3 putaran per menit (rpm).

(30)

Analisis Fisik Bubuk Sup Krim Instan

Sebelum uji organoleptik, sup krim instan dalam bentuk bubuk yang sudah jadi dilakukan beberapa analisis fisik agar dapat dibandingkan dengan sup krim segar. Hasil analisis fisik bubuk sup krim instan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis fisik bubuk sup krim instan formula

Formula Rendemen (%) Daya Rehidrasi (ml/g)

FI1 27.5 3.0190

FI2 28.7 2.9852

FI3 29.5 3.3562

Rendemen

Pengukuran rendemen bertujuan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan produk bubuk sup krim instan. Setelah dikeringkan dengan drum dryer

dan dilakukan pengayakan, bubuk sup krim instan yang didapatkan dari sekitar 1 kg sup krim segar untuk FI1 adalah sebanyak 342 g, FI2 sebanyak 388 g dan FI3 sebanyak 383 g. Setelah bobot akhir bubuk sup krim instans diketahui, maka dapat dihitung rendemen dari sup krim instan tersebut. Muchtadi (1989) menyatakan bahwa rendemen produk pangan berbanding lurus dengan kadar ai dimana dengan semakin kecil kadar air maka rendemen akan semakin kecil. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa formul adengan proporsi wortel lebih banyak memiliki rendemen lebih tinggi dibanding formula dengan proporsi labu kuning lebih banyak. Santosa dan Kusumayanti (2012) menyatakan bahwa kadar air buah labu kuning sebesar 93.02%, sedangkan kadar air wortel sebesar 91.2% (Rochimiwati 2011).

Daya Rehidrasi

Pengukuran daya rehidrasi menunjukkan seberapa besar kemampuan suatu bahan makanan dalam menyerap air (Yoanasari 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi daya rehidrasi suatu bahan adalah sifat partikel bahan atau porositas bahan serta komposisinya. Selain itu, daya rehidrasi tergantung pada ketersediaan gugus hidrofolik dan kapasitas pembentukan gel makromolekul dan pati yang tergelatinasi. Semakin banyak pati yang tergelatinasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air (Gomez & Aguilera 1983).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa daya rehidrasi sampel sup krim instan untuk FI1, FI2, dan FI3 masing-masing adalah 3.0190 ml/g, 2.9852 ml/g, dan 3.3562 ml/g. Hasil tersbeut menunjukkan bahwa setiap 1 g bubuk instan dapat menyerap air sebanyak kurang lebih 3 ml, sehingga dalam penelitian ini digunakan perbandingan 1:3 antara bubuk sup krim instan dengan air untuk membuat sup krim instan. Hal ini mempertimbangkan hasil daya rehidrasi sampel dan kekentalan sampel yang baik.

Sifat Organoleptik Sup Krim Segar dan Sup Krim Instan

(31)

mutu hedonik digunakan untuk mngetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik dan penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan. Menurut Laksmi (2012) uji organoleptik dilakukan pada empat parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur karena suka atau tidaknya konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh warna, bau, rasa, dan rangsangan mulut.

Panelis yang dilibatkan dalam uji organoleptik sebanyak 30 orang semi terlatih. Panelis merupakan mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Panelis semi terlatih maksudnya telah seringnya panelis menjadi panelis uji organoleptik. Uji organoleptik sendiri dilakukan dengan menggunakan skala 1-9. Parameter dari uji hedonik sup krim segar dan sup krim instan meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan keseluruhan parameter sup krim secara bersamaan. Skala 1 artinya amat sangat tidak suka, sedangkan skala 9 artinya amat sangat suka. Dalam hal ini sampel dinyatakan menerima sampel jika nilai yang diberikan olehnya lebih dari 5.

Gambar 4. Hasil penilaian uji organoleptik pada panelis semi terlatih Hasil uji organoleptik (hedonik dan mutu hedonik) pada panelis agak terlatih bertujuan untuk menentukan formula krim sup labu kuning terpilih yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya pada panelis konsumen lanjut usia (lansia). Warna

Nilai rata-rata hasil sidik ragam hedonik sup krim berbasis labu kuning untuk paramater warna pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 5.

(32)

Tabel 5. Hasil uji hedonik paramater warna sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna sup krim berkisar antara 4.33-6.04 atau berada pada kisaran agak tidak suka sampai agak suka. Tingkat kesukaan terhadap parameter warna tertinggi diberikan kepada sup krim FS3 dengan nilai rata-rata 6.04 atau berada pada kisaran agak suka. Tingkat kesukaan terendah diberikan kepada sup krim FI2 dengan nilai rata – rata 4.33 atau agak tidak suka. Hasil sidik ragam terhadap data uji hedonik warna diperoleh bahwa faktor A (jenis pengolahan) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan warna (Lampiran 3). Sup krim segar memiliki nilai rata-rata 5.86 (agak suka) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata 4.540 (biasa). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap warna (Lampiran 3). Sup krim dengan proposi 2:1 memiliki nilai kisaran warna 5.250 (biasa), proporsi 1:1 memiliki kisaran warna 5.065 (biasa) dan proporsi 1:2 memiliki nilai kisaran warna 5.295 (biasa). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara faktor A dan faktor B terhadap tingkat kesukaan warna. Hasil sidik ragam secara lengkap dapat di lihat pada Tabel 5.

Nilai rata-rata uji mutu hedonik dari masing-masing sup krim segar maupun instan pada setiap formula dapat di lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil uji mutu hedonik paramater warna sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 7.43±1.07 a 6.08±1.06 a

0.206

1:1 7.40±1.04 a 5.59±0.81 a

1:2 7.52±1.01 a 6.30±0.69 a

Ket: Skala atribut yaitu 1=Oranye kecoklatan, hingga 9=putih; Angka dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

(33)

Hasil sidik ragam terhadap data uji mutu hedonik diperoleh bahwa faktor A (jenis pengolahan) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap panelis pada atribut warna (Lampiran 4). Sup krim segar memiliki nilai rata-rata 5.991 (kuning pucat) dan sup krim instan memiliki rata-rata 7.450 (kuning). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sup krim instan menghasilkan warna yang cenderung lebih terang dibanding sup krim segar (Lampiran 4).

Sup krim yang berwarna kuning hingga oranye disebabkan oleh adanya b-karoten yang terdapat pada labu kuning dan wortel. Berdasarkan pendapat Muchtadi (2001) karoten adalah salah satu dari kelompok pigmen karotenoid yang berwarna merah atau kuning yang larut dalam lemak dan banyak terdapat pada wortel, labu, lada dan pisang. Terjadinya penurunan penilaian warna pada uji hedonik sup krim instan diduga karena adanya reaksi pencoklatan akibat proses pengeringan sehingga menurunkan kandungan -karoten. Andarwulan dan Koswara (2002) menyatakan bahwa bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mengalami kehilangan aktivitas -karoten, karena pengeringan memberi kesempatan terjadinya oksidasi melalui mekanisme oksidasi radikal bebas.

Tekstur

Nilai rata-rata hasil sidik ragam uji hedonik sup krim berbahan dasar labu kuning dan wortel untuk parameter tekstur pada setiap formula dapat pilihan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil uji hedonik paramater tekstur sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

Parameter tekstur merupakan salah satu yang mempengaruhi pemilihan seseorang pada produk pangan tertentu. Parameter tekstur yang dipilih dalam penelitian ini adalah tingkat kekentalan sup krim. Berdasarkan uji diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata kesukaan pada kisaran biasa sampai agak suka. Tingkat kesukaan terhadap parameter tekstur tertinggi diberikan terhadap sup krim F11 dengan nilai rata-rata 6.43 atau berada pada kisaran agak suka. Tingkat kesukaan terendah terlihat pada fomula sup krim F13 dengan nilai rata-rata 5.330 atau berkategori biasa.

(34)

5.563 (agak suka). Akan tetapi hasil sidik ragam menunjukkan terdapat interaksi yang nyata (p<0.05) antara faktor A dan faktor B terhadap tingkat kesukaan pada paramater tekstur (Tabel 7).

Nilai rata-rata uji mutu hedonik dari masing-masing sup krim segar maupun instan pada setiap formula terhadap paramter mutu tekstur (kekentalan) dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil uji mutu hedonik paramater tekstur sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 5.37±0.96 b 4.76±1.23 bc

0.0001

1:1 4.07±1.26 d 3.92±1.2 d

1:2 4.27±1.40 cd 6.34±1.27 a

Ket: Skala atribut yaitu 1=amat sangat cair, hingga 9=amat sangat kental; Angka dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

Penilaian mutu hedonik tekstur yang digunakan adalah skala 1 sampai 9. Nilai tekstur yang semakin rendah menunjukkan mutu tekstur sup krim semakin encer, sedangkan nilai tekstur yang semakin tinggi menunjukkan mutu tekstur sup krim yang semakin kental. Pada uji mutu hedonik, atribut tekstur sup krim memiliki nilai kisaran rataan antara 3.92 – 6.34 atau berada pada kisaran agak cair hingga agak kental. Panelis memberikan nilai rata-rata tertinggi pada sup krim FS3 yaitu kental, sedangkan nilai rata-rata terendah diberikan kepada sup krim FS2 yaitu agak cair.

Hasil sidik ragam terhadap data uji mutu hedonik diperoleh bahwa faktor atribut tekstur sup krim segar memiliki nilai rata-rata 5.004 (biasa) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata 4.569 (agak cair). Hasil ini diduga disebabkan karena terjadinya proses rehidrasi terhadap sup krim instan, sehingga kekentalan yang dihasilkan cukup berbeda (Lampiran 6). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu tekstur sup krim. Proporsi 2:1 memiliki nilai kisaran tekstur 5.062 (biasa), proporsi 1:1 memiliki nilai kisaran tekstur 3.993 (agak cair) dan proporsi 1:2 memiliki nilai kisaran tekstur 5.305 (biasa). Sup krim dengan proporsi wortel lebih banyak menunjukkan kekentalan yang dihasilkan lebih kental dibanding dengan labu kuning, hal ini diduga disebabkan karena kadar air pada wortel yang lebih rendah dibanding labu kuning. Santos dan Kusumayanti (2012) menyatakan bahwa kadar air buah labu kuning sebesar 93.02%, sedangkan kadar air wortel sebesar 91.2% (Rochimiwati 2011). Hasil sidik ragam juga menunjukkan terdapat interaksi yang nyata (p<0.05) antara faktor A dan faktor B (Tabel 8).

Aroma

(35)

Tabel 9. Hasil uji hedonik paramater aroma labu sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 6.17±1.37 a 6.09±1.21 a

0.369

1:1 5.03±1.52 a 5.68±1.59 a

1:2 5.12±1.93 a 5.71±1.54 a

Parameter aroma merupakan suatu penilaian terhadap bau yang ditimbulkan oleh makanan dan dapat mempengaruhi selera seseorang untuk menyantapnya.

Aroma biasanya disebabkan oleh senyawa folatil yang terkandung dalam produk tersebut (Meilgaard et al. 2006). Berdasarkan hasil uji hedonik diperolah nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter aroma sup krim adalah berkisar antara 5.03 – 6.17 atau berada pada kategori biasa sampai agak suka. Adapun tingkat kesukaan parameter aroma tertinggi berada pada formula sup krim F11 dengan nilai rata-rata 6.17 atau berada pada kategori agak suka. Sedangkan tingkat kesukaan terendah diberikan kepada sup krim F12 dengan nilai rata-rata 5.03 atau kategori biasa.

Hasil sidik ragam yang dilakukan terhadap data uji hedonik pada parameter aroma diperoleh kesimpulan bahwa faktor A (jenis pengolahan) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan aroma (Lampiran 7). Sup krim segar memiliki nilai rata 5.829 (agak suka) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata 5.44 (biasa). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter aroma (Lampiran 7). Sup krim dengan proporsi 2:1 memiliki nilai kesukaan 6.13 (agak suka), proporsi 1:1 memiliki nilai kesukaan rata-rata 5.35 (biasa) dan proporsi 1:2 memiliki nilai kesukaan rata-rata 5.42 (biasa). Akan tetapi hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara faktor A dan faktor B terhadap tingkat kesukaan pada parameter aroma (Tabel 9).

Uji mutu hedonik yang dilakukan terhadap parameter aroma terdiri dari 4 atribut yaitu aroma labu, aroma wortel, aroma bawang bombay dan aroma kaldu. Penilaian mutu hedonik aroma yang digunakan adalah skala 1 sampai 9. Nilai aroma yang semakin rendah menunjukkkan aroma yang semakin lemah, sedangkan nilai aroma yang semakin tinggi menunjukkan aroma yang semakin kuat. Nilai rata-rata uji mutu hedonik dari aroma labu sup krim segar maupun instan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil uji mutu hedonik paramater aroma labu sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 4.73±1.76 a 4.51±1.52 a

0.891

1:1 4.63±1.69 a 4.50±1.7 a

1:2 5.01±1.85 a 4.58±1.84 a

Ket: Skala atribut yaitu 1=amat sangat lemah, hingga 9=amat sangat kuat; Angka dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

(36)

Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa atribut aroma labu pada sup krim memiliki nilai rata-rata antara 4.50-5.01 atau berada pada kategori agak lemah hingga netral. Panelis memberikan nilai rata-rata tertinggi pada sup krim untuk formula FI3 yang netral, sedangkan nilai rata-rata terenduh diberikan kepada sup krim pada formula FS2 yaitu kategori agak lemah. Hasil sidik ragam juga menunjukkan terhadap uji mutu hedonik aroma labu diperoleh kesimpulan bahwa faktor A (jenis pengolahan) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap penilaian panelis terhadap atribut aroma labu (Lampiran 8). Sup krim segar memiliki nilai rata-rata 4.53 (netral) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata 4.791 (netral). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap aroma labu sup krim (Lampiran 8). Sup krim dengan proporsi 2:1 memiliki nilai rata-rata aroma labu 4.662 (netral), proporsi 1:1 memiliki nilai rata-rata aroma labu 4.568 (netral) dan proporsi 1:2 memiliki nilai rata-rata aroma labu 4.793 (netral). Hasil sidik ragam juga menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara faktor A dan faktor B.

Tabel 11. Hasil uji mutu hedonik paramater aroma wortel sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 3.86±1.37 a 4.28±1.21 a

0.658

1:1 3.53±1.52 a 4.02±1.59 a

1:2 3.69±1.93 a 4.57±1.54 a

Ket: Skala atribut yaitu 1=amat sangat lemah, hingga 9=amat sangat kuat; Angka dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa atribut aroma wortel pada sup krim memiliki nilai rata-rata antara 3.53-4.57 atau berada pada kategori agak lemah hingga netral. Hasil sidik ragam juga menunjukkan terhadap uji mutu hedonik diperoleh kesimpulan bahwa faktor A (jenis pengolahan) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penilaian panelis terhadap atribut aroma wortel (Lampiran 9). Sup krim segar memiliki nilai rata-rata 4.29 (agak lemah) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata 3.697 (agak lemah). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap aroma wortel sup krim (Lampiran 9). Sup krim dengan proporsi 2:1 memiliki nilai rata-rata aroma wortel 4.073 (agak lemah), proporsi 1:1 memiliki nilai rata-rata aroma wortel 3.778 (agak lemah) dan proporsi 1:2 memiliki nilai rata-rata aroma wortel 4.133 (agak lemah). Hasil sidik ragam juga menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara faktor A dan faktor B.

Tabel 12. Hasil uji mutu hedonik paramater aroma bawang bombay sup krim Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 4.37±1.56 a 5.03±1.45 a

0.826

1:1 4.20±1.67 a 5.14±1.24 a

1:2 4.21±1.57 a 5.2±1.64 a

(37)

Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa atribut aroma bawang bombay pada sup krim memiliki nilai rata-rata antara 4.200-5.280 atau berada pada kategori agak lemah hingga agak kuat. Panelis memberikan nilai tertinggi pada sup krim formula FS3 yaitu agak kuat, sedangkan nilai rata-rata terendah diberikan kepada sup krim formula FI2 yaitu agak lemah. Hasil sidik ragam juga menunjukkan terhadap uji mutu hedonik diperoleh kesimpulan bahwa faktor A (jenis pengolahan) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penilaian panelis pada atribut aroma bawang bombay (Lampiran 10). Sup krim segar memiliki nilai rata-rata 5.12 (netral) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata-rata-rata 4.206 (agak lemah). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) tidak berpengaruh nyata (p>0.05)

Tabel 13. Hasil uji mutu hedonik paramater aroma kaldu sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 5±1.44 a 5.82±1.27 a

0.796

1:1 5.17±1.46 a 5.65±1.25 a

1:2 4.83±1.59 a 5.36±1.73 a

Ket: Skala atribut yaitu 1=amat sangat lemah, hingga 9=amat sangat kuat; Angka dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa atribut aroma kaldu pada sup krim memiliki nilai rata-rata antara 4.83-5.82 atau berada pada kategori netral hingga agak kuat. Panelis memberikan nilai tertinggi pada sup krim formula FS1 yaitu agak kuat, sedangkan nilai rata-rata terendah diberikan kepada sup krim formula FI3 yaitu agak lemah. Hasil sidik ragam juga menunjukkan terhadap uji mutu hedonik diperoleh kesimpulan bahwa faktor A (jenis pengolahan) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penilaian panelis pada atribut aroma kaldu (Lampiran 11). Sup krim segar memiliki nilai rata-rata 5.611 (agak kuat) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata 4.998 (netral). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap aroma kaldu sup krim. Sup krim dengan proporsi 2:1 memiliki nilai rata-rata aroma kaldu 5.410 (sedang), proporsi 1:1 memiliki nilai rata-rata aroma kaldu 5.408 (sedang) dan proporsi 1:2 memiliki nilai rata-rata aroma kaldu 5.095 (sedang). Hasil sidik ragam juga menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara faktor A dan faktor B.

Rasa

(38)

Tabel 14. Hasil uji hedonik paramater rasa sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 6.33±1.24 a 5.96±1.52 a

0.164

1:1 5.20±1.56 a 5.71±1.55 a

1:2 4.77±2.14 a 5.48±1.74 a

Ket: Skala atribut yaitu 1=amat sangat lemah, hingga 9=amat sangat kuat; Angka dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

Parameter rasa merupakan suatu penilaian yang penting bahkan paling penting dalam menilai suatu produk makanan. Walaupun atribut warna, tekstur dan aromanya menarik tetapi jika rasa dirasakan tidak enak maka konsumen tidak dapat menerima makanan tersebut. Berdasarkan hasil uji hedonik diperolah nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter rasa sup krim adalah berkisar antara 5.200 – 6.333 atau berada pada kategori biasa sampai agak suka. Adapun tingkat kesukaan parameter rasa tertinggi berada pada formula sup krim FI1 dengan nilai rata-rata 6.333 atau berada pada kategori agak suka. Sedangkan tingkat kesukaan terendah diberikan kepada sup krim FI3 dengan nilai rata-rata 4.77 atau kategori biasa.

Hasil sidik ragam yang dilakukan terhadap data uji hedonik pada parameter rasa diperoleh kesimpulan bahwa faktor A (jenis pengolahan) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan rasa (Lampiran 12). Sup krim segar memiliki nilai rata 5.718 (agak suka) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata 5.829 (agak suka) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata-rata-rata 5.437 (biasa). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter rasa. Sup krim dengan proporsi 2:1 memiliki nilai kesukaan 6.147 (agak suka), proporsi 1:1 memiliki nilai kesukaan rata-rata 5.455 (biasa) dan proporsi 1:2 memiliki nilai kesukaan rata-rata 5.130 (biasa). Akan tetapi hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara faktor A dan faktor B terhadap tingkat kesukaan pada parameter rasa.

Uji mutu hedonik yang dilakukan terhadap parameter aroma terdiri dari 4 atribut yaitu rasa pahit, rasa asin, rasa manis dan rasa gurih. Penilaian mutu hedonik rasa yang digunakan adalah skala 1 sampai 9. Nilai rasa yang semakin rendah menunjukkkan rasa tersebut tidak terasa sama sekali, sedangkan nilai rasa yang semakin tinggi menunjukkan rasa yang semakin kuat. Nilai rata-rata uji mutu hedonik dari masing-masing formula sup krim segar maupun instan terhadap parameter rasa disajikan pada Tabel 15 sampai 18.

Tabel 15. Hasil uji mutu hedonik paramater rasa pahit sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 1.47±1.17 a 1.51±1.07 a

0.739

1:1 2.10±1.94 a 1.75±1.07 a

1:2 2.12±1.83 a 2.1±1.56 a

(39)

Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa atribut rasa pahit pada sup krim memiliki nilai rata-rata antara 1.47 – 2.12 atau berada pada kategori amat sangat lemah hingga sangat lemah. Panelis memberikan nilai rata-rata tertinggi pada sup krim untuk formula FI3 yang sangat lemah, sedangkan nilai rata-rata terendah diberikan kepada sup krim pada formula FI1 yaitu kategori amat sangat lemah.

Hasil sidik ragam juga menunjukkan terhadap uji mutu hedonik diperoleh kesimpulan bahwa faktor A (jenis pengolahan) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap penilaian panelis terhadap atribut rasa pahit (Lampiran 13). Sup krim segar memiliki nilai rata-rata 1.790 (sangat lemah) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata 1.897 (sangat lemah). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap rasa pahit sup krim. Sup krim dengan proporsi 2:1 memiliki nilai rata-rata rasa pahit 1.490 (amat sangat lemah), proporsi 1:1 memiliki nilai rata-rata rasa pahit 1.927 (sangat lemah) dan proporsi 1:2 memiliki nilai rata-rata aroma labu 2.113 (sangat lemah). Hasil sidik ragam juga menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara faktor A dan faktor B.

Tabel 16. Hasil uji mutu hedonik paramater rasa asin sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 4.13±1.68 a 4.55±1.35 a

0.238

1:1 3.73±1.62 a 4.18±1.36 a

1:2 3.71±1.82 a 5±1.71 a

Ket: Skala atribut yaitu 1=amat sangat lemah, hingga 9=amat sangat kuat; Angka dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

(40)

Tabel 17. Hasil uji mutu hedonik paramater rasa manis sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 4.6±1.75 a 3.56±1.68 a

0.613

1:1 4.2±1.99 a 2.64±1.3 a

1:2 4.26±2.04 a 2.67±1.42 a

Ket: Skala atribut yaitu 1=amat sangat lemah, hingga 9=amat sangat kuat; Angka dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa atribut rasa manis pada sup krim memiliki nilai rata-rata antara 2.640-4.600 atau berada pada kategori ada rasa manis hingga pas. Panelis memberikan nilai tertinggi pada sup krim formula FI1 yaitu pas, sedangkan nilai rata-rata terendah diberikan kepada sup krim formula FS2 yaitu ada sedikit rasa manis. Hasil sidik ragam juga menunjukkan terhadap uji mutu hedonik diperoleh kesimpulan bahwa faktor A (jenis pengolahan) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penilaian panelis pada atribut rasa manis (Lampiran 15). Sup krim segar memiliki nilai rata-rata 2.959 (sedikit agak manis) dan sup krim instan memiliki nilai rata-rata 4.354 (agak manis). Faktor B (proporsi labu kuning dan wortel) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap rasa manis sup krim (Lampiran 15). Sup krim dengan proporsi 2:1 memiliki nilai rata-rata rasa manis 4.082 (agak manis), proporsi 1:1 memiliki nilai rata-rata aroma rasa manis 3.420 (sedikit agak manis) dan proporsi 1:2 memiliki nilai rata-rata rasa manis 3.468 (sedikit agak manis). Hasil sidik ragam juga menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara faktor A dan faktor B.

Tabel 18. Hasil uji mutu hedonik paramater rasa gurih sup krim

Faktor B (proporsi labu-wortel) Faktor A (jenis pengolahan) Nilai p

Instan Segar

2:1 5±1.51 a 5.47±1.56 a

0.558

1:1 4.87±1.61 a 5.05±1.73 a

1:2 4.38±1.94 a 5.23±1.82 a

Ket: Skala atribut yaitu 1=amat sangat lemah, hingga 9=amat sangat kuat; Angka dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p<0.05).

(41)

proporsi 1:2 memiliki nilai rata-rata rasa gurih 4.803 (pas). Hasil sidik ragam juga menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara faktor A dan faktor B.

Hasil Uji Hedonik (Tingkat Kesukaan) Secara Keseluruhan

Nilai rata-rata uji hedonik sup krim segar dan sup krim instan berbahan dasar labu kuning dan wortel terhadap parameter keseluruhan pada setiap formula dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hasil uji hedonik (tingkat kesukaan) keseluruhan

Penilaian terhadap kesukaan panelis atas sup krim secara keseluruhan. Gambar itu menunjukkan bahwa sup krim memiliki nilai rataan secara keseluruhan adalah antara 4.98 (agak tidak suka) hingga 6.37 (suka).

Nilai rata-rata tertinggi adalah sup krim FI1 dengan nilai suka. Sedangkan nilai rata-rata terendah adalah sup krim FI3 dengan nilai agak tidak suka. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa hampir semua formula berbeda nyata, kecuali formula FS1 dengan FI1 dengan tingkat kepercayaan 95%. Secara keseluruhan formula yang diterima panelis atau bernilai di atas 5 adalah formula FS1, FS2, FS3, FI1 dan FI2. Persentase kesukaan secara keseluruhan yang tertinggi pada sup krim segar adalah fomula FS1, sedangkan untuk sup krim instan adalah FI1 (Lampiran 17). Selanjutnya formula FS1 dan FI1 ini juga memiliki penerimaan tertinggi hampir di seluruh atribut atau paramater. Oleh karena itu dipilihlah formula FS1 dan FI1 sebagai formula terpilih setelah mempertimbangkan penerimaan panelis atas sup krim tersebut. Sementara itu hasil uji beda

(Independent Sample t-Test) menunjukkan bahwa daya terima sup krim segar

tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan sup krim instan. Formula terpilih kemudian dianalisis lebih lanjut pada tahapan penelitian berikutnya.

Kandungan Gizi dan Kandungan Beta-karoten Sup Krim Formula Terpilih

Gambar

Tabel 1.  Komposisi zat gizi labu kuning per 100 gram bahan (daging buah segar)
Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran Penyakit
Gambar 2. Diagram alur tahapan penelitian
Tabel 2. Batas atas dan bawah zat gizi makro dan mikro
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara garis besar setelah dilakukan uji organoleptik terhadap 20 panelis, sampel dodol labu kuning dan buah sirsak dengan variasi pemanis memiliki karakteristik

Uji organoleptik cookies bekatul dilakukan melalui uji mutu hedonik dan uji kesukaan (hedonik) terhadap 30 panelis semi terlatih untuk warna, aroma, rasa dan tekstur dari cookies

Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa uji organoleptik terhadap aroma es krim pada perlakuan C dengan penambahan labu kuning 15% dan

Setelah dilakukan uji organoleptik terhadap 50 panelis, hasil dari resep pengembangan produk kue sus substitusi puree labu kuning lebih unggul dibandingkan dengan resep

Yoghurt yang telah ditambahkan tepung gembili pra masak dan CMC selanjutnya dianalisis secara organoleptik menggunakan uji mutu hedonik dengan panelis agak terlatih

Hasil Uji Kesukaan Panelis terhadap Rasa Formula Enteral Taraf Perlakuan % putih telur ayam : tepung labu kuning Skor Rata-Rata P1 95 : 5 2,5 P2 90 : 10 2,4 P3 85 : 15 2,4

Tingkat kesukaan es krim dengan variasi labu kuning dan sukrosa serta lama waktu pencampuran 1 Warna Data hasil pengamatan pada sifat organoleptik es krim dengan variasi labu kuning

Hasil Uji Kesukaan Serbuk Instan Labu Kuning dengan dilihat dalam Tabel 6 Aroma Pada uji kesukaan penilaian aroma sediaan, F II menghasilkan nilai kesukaan paling tinggi sebanyak 15