• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Kalimat dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur Kalimat dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Eka Putri Hanifah

1112013000002

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

Pelajaran 2016/2017. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Dosen Pembimbing: Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kalimat yang terdapat dalam karangan deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif karena data yang diteliti berupa kalimat dalam karangan. Struktur kalimat terkait fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis dideskripsikan sedemikian rupa dan dikategorisasi berdasarkan persamaan bentuk pola strukturnya.

Hasil penelitian analisis struktur kalimat dalam 30 karangan siswa adalah diketahui dari 152 data terdapat 40 pola yang muncul berdasarkan analisis fungsi, 101 pola yang muncul berdasarkan analisis kategori, dan 75 pola yang muncul berdasarkan analisis peran. Pola yang dominan muncul dalam analisis fungsi adalah pola S-P-K, pola S-P-Pel, pola K-S-P-K, dan pola S-P-O. Pola yang dominan muncul dalam analisis kategori adalah pola F.N, pola F.N-V-F.Prep, pola Pron-F.V-F.N-V-F.Prep, dan pola F.Prep-Pron-F.V-F.N. Pola yang dominan muncul dalam analisis peran adalah pola Dikenal-Pengenal, pola Waktu-Tempat, pola Sasaran, dan pola Pelaku-Perbuatan-Tempat.

Pada pembelajaran bahasa Indonesia, sebaiknya siswa dibiasakan untuk memahami struktur kalimat yang baik karena pemahaman mengenai struktur kalimat dapat membantu meningkatkan keterampilan menulis siswa. Jika kemampuan menulis siswa sudah cukup bagus, maka guru tidak lagi kesulitan untuk memahami isi karangan/tulisan yang dibuat siswa. Hal tersebut tentu akan mempermudah guru dalam memberikan penilaian.

(6)

ii

ABSTRACT

Eka Putri Hanifah 1112013000002: Sentence Structure in Narrative Description of Seventh Grade Students of SMP Negeri 13 South Tangerang in the academic year 2016/2017. Education Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of Science and Teaching of MT, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Supervisor: Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd.

The purpose of this research is to determine the sentence’s structure on descriptive essay made by seventh grade students at SMPN 13 South Tangerang year 2016/2017. The method used on this research is qualitative descriptive because the data have the form sentences on paragraph. The related structure of sentence such s syntax function, category, and role are described and categorized based on the structure pattern..

The results of research analyzed the sentence structure in 30 essay are known from 152 data, there are 40 patterns appeared based of function analysis, 101 patterns appeared based of category analysis, and 75 patterns appeared based of role analysis. The dominant pattern of function analysis are S-V-Adv pattern, S-V-Compl pattern, Adv-S-V-Adv pattern, and S-V-O pattern. The dominant pattern of category analysis that found are F.N-V-F.N pattern, F.N-V-F.Prep pattern, Pron-F.V-F.Prep pattern, and F.Prep-Pron-F.V-F.N pattern. Meanwhile, the dominant pattern of role analysis are known-recognizer pattern, Time-Actor-Deeds-Place pattern, Deeds-Actor-Goal pattern, and Actor-Time-Actor-Deeds-Place pattern.

On learning the Indonesian language, students should be taught to understand the sentence structure if it is good and right for the understanding of sentence structure can help improve student's writing skills. If the student’s writing skills are good enough, then the teacher is no longer difficult to understand the essay/article that made the students. It will certainly facilitate teachers assign ratings.

(7)

Allah SWT, yang telah melimpahkan kasih sayang, pencerahan, dan kemudahan bagi penulis untuk menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan, sehingga pada akhirnya penulis mampu membuat sebuah karya tulis dalam bentuk skripsi. Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Pengerjaan skripsi ini tentu tidak dapat terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan yang telah diberikan oleh pribadi-pribadi hebat di belakang penulis. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah ikut membantu karena berkat bantuan tersebut akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan. Beribu terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para wakil dekan dan seluruh jajarannya;

2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia beserta seluruh dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah rela dan ikhlas mengajari dan membagi ilmunya;

3. Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd., selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah dengan sabar dan tulus memberi arahan dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi dari awal hingga akhir;

4. Ibu Sri Supraptiwi, S.Pd., selaku Guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 13, Kota Tangerang Selatan yang telah bersedia membantu penulis dalam mengumpulkan data-data yang penulis butuhkan selama penelitian ini;

5. Bapak Mustadi dan Ibu Rosidah, terima kasih karena senantiasa merawat, membimbing, dan selalu memberi dukungan baik dalam bentuk moril maupun

materil, serta do’a yang selalu mengiringi. Kiranya, tidak ada satupun yang

(8)

iv

6. Seluruh keluarga besar yang turut memberi dukungan dan selalu menyempatkan untuk hadir dalam setiap momen-momen penting perjalanan penulis selama ini;

7. Sahabat-sahabat tercinta, Fitri Handayani, SKM., Fitri Hera Febriana, S.Pd., Tria Intan Mutiara, A.Md.Keb., Nandri Septiandi, S.Pd., dan Moh Syaiful Hidayatur Rakhman, S.S.T., atas segala motivasi, nasehat dan semangat yang tidak hentinya diberikan kepada penulis selama ini;

8. Rekan-rekan PBSI angkatan 2012, terima kasih atas persaudaraan yang telah terjalin. Penulis berdo’a semoga persaudaraan kita tetap terjaga dan kita semua dapat bertemu kembali di lain kesempatan dengan berbagai pencapaian yang telah kita raih;

9. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu-persatu dan telah banyak membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembacanya. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.

Jakarta, 19 Desember 2016

(9)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORETIK ... 7

A. Landasan Teori ... 7

1. Sintaksis ... 7

a. Fungsi Sintaksis ... 8

b. Kategori Sintaksis ... 13

c. Peran Sintaksis ... 16

d. Alat Sintaksis ... 18

e. Satuan Sintaksis ... 19

2. Kaidah Menulis Karangan... 20

3. Jenis-Jenis Karangan ... 21

(10)

vi

b. Eksposisi ... 22

c. Argumentasi ... 22

d. Deskripsi ... 23

e. Persuasi ... 24

B. Penelitian Relevan ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

B. Metode Penelitian... 28

C. Objek Penelitian ... 29

D. Sumber Data Penelitian ... 29

E. Instrumen Penelitian... 30

F. Teknik Pengumpulan Data ... 30

G. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Profil Sekolah ... 35

1. Sejarah Sekolah ... 35

2. Visi, Misi, dan Tujuan ... 36

3. Guru dan Tenaga Kependidikan... 37

4. Siswa ... 38

B. Analisis Struktur Kalimat dan Kategorisasi ... 38

1. Analisis Fungsi ... 38

2. Analisis Kategori ... 59

3. Analisis Peran ... 81

C. Persentase Kemunculan Pola Dominan ... 100

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Simpulan ... 102

(11)
(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Contoh Tabel Struktur Kalimat Terkait Fungsi Sintaksis ... 32

Tabel 3.2: Contoh Tabel Struktur Kalimat Terkait Kategori Sintaksis ... 32

Tabel 3.3: Contoh Tabel Struktur Kalimat Terkait Peran Sintaksis ... 33

Tabel 3.4: Contoh Tabel Temuan Data Analisis Fungsi Sintaksis ... 33

Tabel 3.5: Contoh Tabel Temuan Data Analisis Kategori Sintaksis ... 33

Tabel 3.6: Contoh Tabel Temuan Data Analisis Peran Sintaksis ... 34

Tabel 3.7: Contoh Tabel Persentase Kemunculan Pola Struktur Kalimat ... 34

Tabel 4.1: Tabel Daftar Jumlah Rombel dan Siswa/i SMPN 13 ... 38

Tabel 4.2: Tabel Struktur Kalimat Terkait Fungsi Sintaksis... 38

Tabel 4.3: Tabel Temuan Data Analisis Fungsi Sintaksis ... 51

Tabel 4.4: Tabel Struktur Kalimat Terkait Kategori Sintaksis ... 59

Tabel 4.5: Tabel Temuan Data Analisis Kategori Sintaksis ... 72

Tabel 4.6: Tabel Struktur Kalimat Terkait Peran Sintaksis ... 81

Tabel 4.7: Tabel Temuan Data Analisis Peran Sintaksis ... 93

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah melatih siswa untuk menguasai empat keterampilan berbahasa, yakni (1) mendengarkan/menyimak, (2) membaca, (3) berbicara, dan (4) menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu keterampilan berbahasa secara tulis dan keterampilan berbahasa secara lisan. Di sekolah, siswa akan memperoleh empat keterampilan berbahasa ini secara berurutan dan teratur disesuaikan dengan tingkat kesulitannya.

Sebuah riset menyebutkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak, kita sudah pasti akan melakukan empat kegiatan berbahasa tersebut dengan intensitas yang berbeda-beda. Jika keempat kegiatan berbahasa tersebut dipersentasekan, maka akan didapatkan hasil kurang lebih sebagai berikut. (1) mendengarkan sebesar 45%, (2) berbicara sebesar 30%, (3) membaca sebesar 16%, dan (4) menulis sebesar 9%.1

Dari hasil persentase sederhana di atas, diketahui bahwa keterampilan menulis menjadi keterampilan dengan persentase terendah, atau dengan kata lain jarang dilakukan jika dibanding ketiga keterampilan lainnya. Salah satu contoh yang dapat membuktikan hal tersebut adalah kegiatan belajar mengajar di kelas lebih dominan menuntut siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru, aktif

berbicara guna kepentingan diskusi, dan bergiliran membacakan materi pelajaran,

sedangkan kegiatan yang berhubungan dengan keterampilan menulis lebih sering dijadikan pekerjaan rumah oleh guru karena faktor keterbatasan waktu dan lain sebagainya. Kiranya tidak masalah jika pekerjaan rumah tersebut nantinya memang akan diperiksa dengan cermat oleh guru atau akan dibahas secara lebih mendalam di pertemuan selanjutnya. Namun, bagaimana jika pekerjaan rumah tersebut justru terlupakan dan tidak diperiksa oleh guru, atau bahkan hanya

1

(14)

2

sekilas dibahas bersama siswa di awal pembelajaran berikutnya. Persoalan yang demikian itu tentu sedikit banyak akan menyebabkan kemampuan menulis siswa menjadi tidak berkembang.

Keterampilan menulis memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lainnya. Banyak hal yang harus diperhatikan ketika ingin menyampaikan sesuatu dalam bentuk tulisan. Salah satunya adalah memperhatikan urutan kata. Perhatikan kalimat di bawah ini.

(1)Besar sekali gajah itu. (2) Gajah itu besar sekali.

Kalimat (1) sepintas memang terlihat benar karena dewasa ini pola menerangkan-diterangkan (MD) tanpa sengaja banyak digunakan oleh penutur bahasa Indonesia. Tetapi, sebenarnya pola kalimat tersebut menjadi kurang tepat jika diterapkan pada kalimat yang dapat menimbulkan makna berbeda. Oleh karena itu, alangkah lebih baik untuk tetap menggunakan pola diterangkan-menerangkan (DM) yang memang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam fungsi sintaksis pun jelas dikatakan bahwa subjek (S) selalu mendahului predikat (P). Jadi, meskipun kedua kalimat di atas memiliki makna serupa, namun secara kaidah kalimat (2) lah yang lebih tepat. Contoh lainnya ialah:

(3)Ibu menidurkan. S P

(4)Ibu menidurkan anaknya. S P O

(15)

(5)Rio bermain bola di Taman. (6)Bola di Taman bermain Rio.

Memang pada dasarnya setiap kalimat merupakan rangkaian kata, tetapi tidak setiap rangkaian kata bisa disebut kalimat. Jika melihat contoh (6), penutur bahasa Indonesia pastilah sepakat menolak mengatakan bahwa rangkaian kata tersebut adalah kalimat. Meskipun penutur bahasa Indonesia sedikit banyak mengerti maksud dari rangkaian kata tersebut, tetapi tetap saja hal itu dikatakan tidak lazim karena rangkaian katanya yang tidak terstruktur dan fungsi sintaksisnya yang tidak sesuai dengan peran sintaksisnya. Jadi, yang lebih tepat dikatakan sebagai kalimat ialah contoh (5).

Beberapa contoh mengenai struktur kalimat yang telah dijelaskan di atas tentu erat kaitannya dengan keterampilan menulis. Apabila struktur kalimat ditulis dengan baik, maka gagasan yang ingin disampaikan penulis akan dimengerti dengan baik pula oleh pembaca. Namun sebaliknya, jika struktur kalimat dibuat tidak sesuai dengan kaidah yang semestinya, maka pembaca akan sulit untuk memahami maksud yang ingin disampaikan oleh penulis. Oleh karena itu, analisis struktur kalimat menjadi sangat penting dan menarik untuk dikaji.

(16)

4

pemahaman siswa mengenai unsur-unsur pembentuk kalimat seperti subjek, predikat, dan objek.

Tidak jarang dalam membuat sebuah tulisan atau karangan, siswa cenderung lebih fokus untuk memperhatikan isi cerita dibanding memperhatikan struktur kalimat yang ditulisnya. Namun, hal tersebut justru memungkinkan guru untuk mengetahui tingkat kemampuan menulis siswa yang sebenarnya.

Mengingat bahwa struktur kalimat mampu mempengaruhi pemahaman pembaca dan berbagai kendala yang siswa hadapi di sekolah terkait keterampilan menulis, penulis pun akhirnya tertarik unuk memilih judul skripsi “Struktur Kalimat dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017.”

B.Identifikasi Masalah

Pembahasan dalam skripsi ini akan berupaya menjawab beberapa permasalahan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka terdapat beberapa masalah yang dapat penulis identifikasi di antaranya: 1. Keterampilan menulis menjadi keterampilan dengan persentase terendah, yang

artinya kegiatan menulis jarang dilakukan jika dibandingkan dengan mendengarkan/menyimak, membaca, dan berbicara.

2. Keterampilan menulis memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibandingkan dengan tiga keterampilan berbahasa lainnya.

3. Pengetahuan mengenai struktur kalimat sangat penting bagi siswa agar mereka mampu menulis karangan atau karya tulis lainnya dengan benar, sehingga mudah dipahami oleh guru atau pembaca.

(17)

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian dibatasi pada satu kajian secara spesifik. Sebuah penelitian perlu dibatasi ruang lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas karena dapat berakibat penelitiannya menjadi kurang fokus. Sebagai suatu pembeda terhadap penelitian-penelitian lain yang sejenis, maka batasan masalah dalam penelitian ini meliputi:

1. Analisis yang dilakukan sebagian besar berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Abdul Chaer dalam buku-bukunya. Menurut Chaer, dalam pembicaraan struktur kalimat, masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis harus dibicarakan secara bersamaan karena ketiganya tidak dapat dipisahkan.2 Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis tidak hanya melakukan analisis terkait fungsi sintaksis saja, tetapi juga membahas mengenai kategori dan peran sintaksis.

2. Karangan deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 13 kota Tangerang Selatan, semester ganjil, tahun pelajaran 2016/2017.

3. Kemampuan siswa kelas VII semester ganjil dalam menulis karangan yang struktur kalimatnya sesuai kaidah kebahasaan yang berlaku.

Kesalahan-kesalahan lain yang terdapat dalam sumber data analisis tidak akan terlalu banyak dibahas dan tidak akan menjadi fokus penelitian penulis.

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana struktur kalimat dalam karangan deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2016/2017?”

2

(18)

6

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini ialah mendeskripsikan bentuk struktur kalimat yang terdapat dalam karangan deskripsi siswa kelas VII di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan , tahun pelajaran 2016/2017.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yang didapat ialah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari salah satu materi pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu berkaitan dengan struktur kalimat.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk guru, penelitian ini bisa dijadikan sebagai masukan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia, terutama dalam penulisan karangan siswa. Guru dapat menjadikan hasil dari penelitian ini sebagai suatu referensi tambahan untuk mengetahui bagaimana rata-rata kemampuan siswa dalam memahami struktur kalimat.

b. Untuk mahasiswa, penelitian ini dapat membantu memahami dan melihat langsung apa yang terjadi dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Khususnya mengenai keterampilan menulis siswa dan pemahaman terhadap struktur kalimat.

(19)

A.Landasaran Teori

1. Sintaksis

Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattein yang berarti ‘menempatkan’. Jadi, secara etimologi istilah sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata manjadi kelompok kata atau kalimat.1 Bersama-sama dengan morfologi, sintaksis merupakan bagian dari subsistem tata bahasa atau gramatika.2 Perbedaannya ialah morfologi membicarakan pembentukan kata dari satuan-satuan yang lebih kecil, yang lazim disebut morfem menjadi satuan yang statusnya lebih tinggi dan bisa digunakan dalam subsistem sintaksis. Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar.3

Susunan kata yang terdapat dalam satuan sintaksis itu tentu harus linear, tertib, dan bermakna.4 Sebagai contoh, dalam bahasa Indonesia terdapat kalimat sepatu itu masih baru, tetapi tidak ada kalimat masih itu baru sepatu. Hal ini menunjukkan salah satu dasar penting dalam sintaksis, yaitu meskipun kolokasinya cocok, kata-kata tetap tidak bisa disusun dengan sembarang urutan, tetapi harus dapat diterima dan dipahami secara gramatikal.5 Bahan pembicaraan sintaksis terbagi menjadi tujuh pokok bagian, yakni (1) alat sintaksis, (2) satuan-satuan sintaksis, (3) tata tingkat gramatikal, (4) macam

1

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 206.

2

Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder, Pesona Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.123.

3

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009) h. 3.

4

E.Zaenal Arifin, dkk., Asas-Asas Linguistik Umum, (Jakarta: Pustaka Mandiri, 2015), h. 60.

5

(20)

8

hubungan antar satuan, (4) jenis dalam satuan-satuan sintaksis, (5) analisa sintaksis, dan (6) wacana.6

Jadi, sintaksis adalah bagian dari ilmu linguistik yang mempelajari mengenai susunan kata di dalam kalimat. Sintaksis juga mengatur bagaimana agar susunan kata dalam kalimat bisa menjadi bermakna, sehingga dapat diterima serta dipahami dengan baik oleh pembaca atau pendengarnya.

a. Fungsi Sintaksis

Fungsi sintaksis menjadi salah satu yang dibicarakan dalam struktur sintaksis. Setiap kata atau frasa di dalam suatu kalimat tentu mempunyai fungsinya masing-masing. Fungsi yang dimiliki tiap kata atau frasa tersebut nantinya akan saling berkaitan satu sama lain.

Chaer mengatakan bahwa, secara umum fungsi sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), Objek (O), dan keterangan (K)7, sedangkan Alwi Hasan dan kawan-kawan dalam bukunya menjelaskan bahwa, fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Mereka juga menambahkan di samping lima fungsi utama tersebut, ada fungsi lain seperti atributif (yang menerangkan), koordinatif (yang menggabungkan secara setara), dan subordinatif (yang menggabungkan secara bertingkat). 8

Jika mengacu pada analogi yang dikemukakan oleh Verhaar, fungsi sintaksis layaknya “kotak-kotak” atau “tempat-tempat” yang bernama subjek (S), predikat (P), objek (O), komplemen (Kom), dan keterangan (Ket) yang di dalamnya bisa diisi oleh kategori-kategori tertentu.9 Jadi sebenarnya, fungsi sintaksis erat sekali kaitannya dengan kategori sintaksis dan peran sintaksis. Ketiganya merupakan bagian yang bisa saling mengisi dan saling

6

Djoko Kentjono, Dasar-Dasar Linguistik Umum, (Depok: Fakultas Sastra UI, 1990), h. 53.

7

Abdul Chaer, Linguistik Umum, op. cit., h. 207.

8

Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 36.

9

(21)

menerangkan. Berikut di bawah ini akan dibicarakan satu per satu mengenai fungsi sintaksis.

1) Subjek

Subjek adalah bagian kalimat yang menandai apa yang dinyatakan oleh penulis.10 Biasanya subjek merupakan bagian dari kalimat yang menunjuk pelaku atau sesuatu hal yang menjadi pokok pembicaraan. Posisi subjek terletak di sebelah kiri predikat atau sebelum predikat. Hal tersebut lah yang mungkin membuat subjek menjadi salah satu fungsi sintaksis terpenting selain predikat. Pada umumnya subjek berupa nomina, frasa nominal, frasa verbal, atau klausa.11 Pada kalimat aktif transitif, subjek akan menjadi pelengkap bila kalimat itu dipasifkan, seperti pada kalimat adik merusak buku saya dan buku

saya dirusak oleh adik. Kata adik yang mulanya menempati fungsi subjek,

kemudian berubah menjadi pelengkap ketika kalimat tersebut dipasifkan. Selain itu, subjek juga merupakan konstituen yang mengacu kepada sesuatu yang diceritakan oleh kalimat atau oleh predikat.12 Contohnya ialah kalimat Oka Rusmini menulis buku berjudul Sagra. Ketiga uraian tersebut cocok dan wajar karena subjek Oka Rusmini mengacu kepada persona pelaku. Sedangkan kalimat lainnya atau predikat setelahnya, menceritakan sesuatu yang dilakukan oleh orang/pelaku dalam kalimat, yaitu Oka Rusmini.

Menurut Alisjahbana, yang menjadi subjek selalu lebih kecil lingkungannya dari yang menjadi predikat, sebab yang lebih luas lingkungannya itu menerangkan yang kurang luas lingkungannya.13 Sebagai contoh dalam kalimat tomat itu sayuran, yang menjadi subjek adalah tomat, karena tomat lebih kecil lingkungannya dari sayuran, sehingga tidak boleh tidak tomat merupakan subjek dan sayuran merupakan predikat.

10

Sri Hapsari Wijayanti, dkk., Bahasa Indonesia Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 54.

11

Hasan Alwi, dkk., op. cit., h. 327.

12

S.C. Dik and J.G. Kooij, Ilmu Bahasa Umum, Terj. dari Algemene Taalwatenschap oleh T.W. Kamil, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994), h. 205.

13

(22)

10

2) Predikat

Predikat merupakan bagian dalam kalimat yang menerangkan mengenai subjek. Biasanya predikat selalu bisa menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kata/kalimat tanya “mengapa”, “bagaimana”, atau “mengerjakan apa?”. Dapat pula kita katakan bahwa predikat dan subjek merupakan inti kalimat.14 Pentingnya fungsi predikat dapat dilihat pada contoh kalimat Ibu sedang

memasak. Perbuatan yang dilakukan ibu dalam kalimat tersebut adalah

memasak. Inti dari kalimat tersebut ialah menerangkan kegiatan yang sedang

dilakukan oleh ibu sebagai pelaku. Contoh lainnya, kalimat Rini sarjana

pendidikan, yang bertujuan menerangkan status Rini sebagai seorang sarjana

pendidikan. Informasi yang didapatkan dalam dua kalimat sederhana tersebut

berasal dari kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat. Oleh karena itu, predikat merupakan bagian terpenting di dalam kalimat selain subjek.

Menurut Ramlan, predikat mungkin terdiri dari golongan kata verba transitif, verba intransitif, dan mungkin pula terdiri dari golongan-golongan kata yang lain.15 Verhaar dalam bukunya menambahkan bahwa, predikat bahasa Indonesia harus diisi oleh suatu rumpun kata misalnya kata kerja sebagai “pengisi”nya, dan lazim pula jika ada “pengisi” lain yang bersifat nomina.16 Kata yang berfungsi sebagai predikat biasanya ditandai dengan adanya prefiks me-, di-, dan ber-. Contoh katanya seperti melompat, dipukuli,

dan berkelahi.

3) Objek

Objek biasanya diletakkan setelah predikat. Keberadaan objek sangat bergantung pada predikatnya, karena objek akan muncul jika predikatnya berbentuk verba transitif. Namun, jika predikatnya berbentuk verba intransitif, objek tidak akan muncul. Kata mandi, pulang, dan makan ialah beberapa

14

John Lyons, Pengantar Teori Linguistik, Terj. dari Introduction to Theoretical Linguistics oleh I. Soetikno, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 327.

15

Ramlan, Sintaksis, (Yogyakarta: CV Karyono, 1983), h. 82.

16

(23)

contoh verba intransitif yang tidak menuntut adanya objek setelah kehadiran verba tersebut. Objek juga dapat berubah menjadi subjek ketika kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif. Contoh kalimat aktif Rio membantu Putri yang dipasifkan menjadi Putri dibantu Rio, yang semula Putri menempati fungsi objek dalam kalimat aktif, kemudian berubah menjadi subjek ketika kalimat tersebut dipasifkan dengan cara mengubah kata membantu menjadi dibantu.

Berdasarkan jenis keterangan yang diberikan, maka objek kalimat dapat dibedakan menjadi empat, (1) objek penderita, (2) objek pelaku, (3) objek penyerta atau berkepentingan, dan (4) objek berkata depan.17 Sudaryanto dalam bukunya menjelaskan bahwa, apa yang dikenal dengan predikat itu merupakan “penguasa” terhadap apa yang umum dikenal dengan objek, dan objek merupakan “pembatas” bagi predikat yang bersangkutan.18

Jadi, bisa dibilang objek adalah pembatas bagi predikat yang diikutinya.

4) Keterangan

Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi subjek, predikat, objek, serta pelengkap dapat diperkirakan menduduki fungsi keterangan, dan letaknya bebas di dalam suatu kalimat.19 Fungsi keterangan dibedakan atas fungsi keterangan waktu, keterangan tempat, keterangan modus/modalitas, keterangan sebab, dan lain sebagainya.20 Lebih lengkap lagi, Chaer mengklasifikasikan fungsi keterangan sebagai berikut: 1) keterangan waktu, 2) keterangan tempat, 3) keterangan syarat, 4) keterangan tujuan, 5) keterangan alat, 6) keterangan perwatasan, 7) keterangan perkecualian, 8) keterangan sebab, 9) keterangan perlawanan, 10) keterangan kualitas, 11) keterangan kuantitas, dan 12) keterangan modalitas.21 Fungsi keterangan bisa saja meluaskan atau membatasi

17

Ida Bagus Putrayasa, Tata Kalimat Bahasa Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h. 27.

18

Sudaryanto, Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Djambatan, 1993), h. 7.

19

Ramlan, op. cit., h. 86.

20

J.D. Parera, Dasar-Dasar Analisis Sintaksis, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 17.

21

(24)

12

makna subjek atau predikat.22 Keberadaan fungsi keterangan di dalam suatu kalimat memang tidak sepenting subjek dan predikat. Fungsi tersebut bisa saja tidak hadir, karena sifatnya memang tidak wajib dan disesuaikan dengan kebutuhan dari tiap-tiap fungsi lainnya dalam kalimat, salah satunya predikat.

5) Pelengkap

Terdapat kemiripan antara pelengkap dan objek. Hal itu diakibatkan karena kedua fungsi tersebut sering berbentuk nomina, dan keduanya juga sering menduduki tempat yang sama, yakni di belakang verba. Guna memperjelas perbedaan antara ciri objek dan pelengkap, berikut dapat dilihat tabel di bawah ini.23

Objek Pelengkap

Berwujud frasa nominal atau klausa

Berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, frasa preposisional, atau klausa

Berada langsung di belakang predikat

Berada langsung di belakang predikat jika tak ada objek dan di belakang objek kalau unsur ini hadir keterangan karena bentuknya dapat berupa frasa preposisional dan dapat berpindah ke posisi sebelum subjek. Meskipun demikian, terdapat ciri yang membedakan fungsi pelengkap dengan fungsi keterangan, yakni fungsi

22

Sri Hapsari Wijayanti, dkk., op. cit., h. 59.

23

(25)

pelengkap (secara semantis) tidak dapat dilesapkan dan tidak dapat berpindah ke posisi antara subjek dan predikat.24 Oleh karena kemiripannya, orang bahkan sering mencampur adukkan pengertian fungsi pelengkap dengan dua fungsi lain yang telah dijelaskan di atas. Hal tersebut dapat dimengerti karena antara kedua konsep itu memang terdapat kemiripan.

b. Kategori Sintaksis

Sebelumnya telah dikatakan bahwa fungsi sintaksis erat sekali kaitannya dengan kategori sintaksis. Seperti yang dikatakan oleh Kushartanti dan kawan-kawan, bahwasanya kategori gramatikal akan mengisi tempat-tempat tertentu di dalam suatu konstruksi bahasa, dan tempat tersebut dinamakan fungsi gramatikal.25 Jadi, jika fungsi sintaksis adalah kotak-kotak kosong yang terdiri oleh subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K), dan pelengkap (Pel), maka kotak tersebut kemudian akan diisi oleh kategori sintaksis seperti nomina (N), verba (V), ajektiva (A), adverbia (Adv), numerelia (Num), dan lain sebagainya. Bentuk dari kategori sintaksis tidak selalu berupa kata tetapi, bisa pula berupa frasa. Berikut di bawah ini akan dijelaskan mengenai macam-macam kelas kata yang termasuk ke dalam kategori sintaksis.

1) Verba

Verba atau kata kerja adalah kata yang menyatakan perbuatan, tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat atau kualitas. 26 Pada umumnya verba berfungsi sebagai predikat di dalam kalimat. Salah satu ciri verba ialah tidak dapat bergabung dengan kata penunjuk kesangatan.27 Contohnya tidak ada bentuk seperti agak mandi, sangat pergi, paling

membaca, dan bekerja sekali. Berdasarkan kebutuhan konstituen nomina/frasa

24

Restu Sukesti, Verba Berpelengkap dalam Bahasa Indonesia, Jurnal Linguistik Indonesia, 2002, h. 33.

25

Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder, op. cit., h. 129.

26

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2009), h. 83.

27

(26)

14

nominal di belakang verba, verba terbagi atas verba transitif dan taktransitif.28 Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Contoh kalimat Ibu sedang membersihkan ruang tamu. Kata membersihkan adalah verba transitif dan memerlukan nomina atau frasa nomina seperti ruang tamu. Sedangkan verba taktransitif (intransitif) adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Contoh kalimat Ayah harus bekerja. Kata bekerja termasuk dalam verba taktransitif (intransitif) karena tidak perlu diikuti nomina.

2) Nomina

Nomina atau kata benda adalah kata yang mengacu kepada suatu benda atau suatu hal, baik konkret maupun abstrak. Contoh benda konkret seperti tas,

buku, pohon, kendaraan, dan lain sebagainya, sedangkan benda abstrak

misalnya nafsu, pengetahuan, kemauan, dan lain sebagainya. Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, melainkan kata pengingkarnya adalah

bukan.29 Contoh bentuk ingkar dari kalimat Ibu saya dokter adalah Ibu saya

bukan dokter. Tidak boleh Ibu saya tidak dokter karena kata dokter termasuk

dalam nomina. Ada dua jenis kata lagi yang juga mengacu kepada benda, yaitu kata ganti (pronomina) dan kata bilangan (numeralia).30 Pronomina ialah kata-kata penunjuk, pernyataan, atau penanya tentang sebuah substansi dan dengan demikian justru mengganti namanya,31 sedangkan numerelia atau kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya sesuatu seperti orang, binatang, atau barang.

28

Restu Sukesti, op. cit., h. 22.

29

Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 72.

30

Lamuddin Finoza, op. cit., h. 93.

31

(27)

3) Adjektiva

Adjektiva atau kata sifat adalah kata yang berfungsi sebagai atribut nomina. Gatra sifat sangat terbatas bentuknya, yaitu suatu pemandu pokok yang berbentuk kata-sifat dengan atau tanpa suatu keterangan, seperti sekali atau amat.32 Menurut perilaku semantisnya, adjektiva dibedakan atas dua tipe pokok, yaitu adjektiva bertaraf yang mengungkapkan suatu kualitas dan ajektiva tak bertaraf yang mengungkapkan keanggotaan suatu golongan.33 Ajektiva bertaraf biasanya dapat diberi keterangan pembanding adverbia, sedangkan adjektiva tak bertaraf tidak demikian. Namun, keduanya sama-sama bisa diingkarkan dengan kata ingkar tidak.

4) Adverbia

Adverbia biasanya berfungsi sebagai keterangan atau penepatan, akan tetapi sebagian besar dari kata-kata tersebut dapat berfungsi sebagai atribut dan sebagai sebutan kalimat.34 Putrayasa mengatakan, jika dilihat dari prilaku semantisnya, adverbia dapat dibedakan atas delapan bagian, 35 yaitu (1) adverbia kualitatif, seperti kata paling, sangat, lebih, dan kurang, (2) adverbia kuantitatif, seperti kata banyak, sedikit, kira-kira, dan cukup, (3) adverbia limitatif, seperti kata hanya, saja, dan sekadar, (4) adverbia frekuentatif, seperti kata selalu, sering, jarang, dan kadang-kadang, (5) adverbia kewaktuan, seperti kata baru dan segera, (6) adverbia kecaraan, seperti kata

diam-diam, secepatnya, dan pelan-pelan, (7) adverbia konstratif, seperti kata

bahkan, malahan, dan justru, (8) adverbia keniscayaan, seperti kata niscaya,

pasti, dan tentu. Jadi, adverbia adalah kata yang menerangkan kata kerja, kata

sifat, atau kata keterangan lain.

32

Samsuri, Analisis Bahasa, (Jakarta: Erlangga, 1983), h. 244.

33

Lamuddin Finoza, op. cit., h. 86.

34

N.F. Alieva, et. al., Bahasa Indonesia: Deskripsi dan Teori, Terj. Pusat untuk Penerjemahan Buku Ilmiah dan Tehnik Moskow, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), h. 118.

35

(28)

16

5) Kata Tugas

Selain keempat kelas kata yang sudah dijelaskan sebelumnya, terdapat satu kelas kata yang juga memiliki ciri khusus, yaitu kata tugas. Kata tugas sebenarnya terdiri dari beberapa anggota/rumpun kata tugas. Berdasarkan peranannya dalam frasa atau kalimat, kata tugas dibagi menjadi lima kelompok, yaitu (1) preposisi, (2) konjungtor, (3) interjeksi, (4) artikula, dan (5) partikel penegas.36 Berbeda dengan keempat kelas kata lainnya, kata tugas termasuk dalam kelas kata tertutup. Selain itu, kata tugas hanya memiliki arti gramatikal saja, tanpa memiliki arti leksikal. Jadi, kata tugas akan memiliki arti jika dikaitkan dengan kata lain dalam frase atau kalimat. Contoh kata tugas yakni agar, dari, ke, yang, si, dan lain sebagainya.

c. Peran Sintaksis

Satu kata bisa dilihat dari tiga segi, pertama ialah dari segi fungsi sintaksis, kedua dari segi kategori sintaksis, dan ketiga dari segi peran sintaksis. Di dalam suatu kalimat, tiap-tiap kata tentu memiliki perannya masing-masing. Contoh dalam kalimat Rian menjemput adiknya. Rian berperan sebagai pelaku, yakni orang yang melakukan perbuatan menjemput, sedangkan

adiknya dalam kalimat ini memiliki peran sabagai sasaran.

Chaer mengklasifikasikan peran sintaksis berdasarkan fungsinya seperti berikut: 1) peran-peran yang dimiliki oleh pengisi fungsi predikat antara lain, peran proses, peran kejadian, peran keadaan, peran pemilikan, peran identitas, dan peran kuantitas; 2) peran-peran yang ada pada subjek atau objek antara lain, peran pelaku, peran sasaran, peran hasil, peran penanggap, peran pengguna, peran penyerta, peran sumber, peran jangkauan, dan terakhir peran ukuran; 3) peran-peran yang ada pada fungsi keterangan antara lain, peran alat, peran tempat, peran waktu, peran asal, dan peran kemungkinan atau keharusan.37 Kentjono dalam bukunya lebih sederhana menyebutkan bahwa peran gramatikal adalah seperti pelaku, tujuan, tindakan, tempat, dan lain

36

Ibid., h. 86.

37

(29)

sebagainya tanpa mengklasifikasikannya berdasarkan tiap-tiap fungsi sintaksis dalam kalimat.38

Pada dasarnya tiap kalimat memerikan suatu peristiwa atau keadaan yang melibatkan satu peserta atau lebih. Dengan peran semantis yang berbeda-beda, peserta itu dinyatakan dengan nomina atau frasa nominal. Berikut di bawah ini akan dibicarakan mengenai peran pelaku, sasaran, pengalam, peruntung, atribut, dan peran semantis yang terkait dengan fungsi keterangan.39

1) Pelaku

Pelaku adalah peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peserta umumnya manusia atau binatang. Akan tetapi, benda yang potensial juga dapat berfungsi sebagai pelaku. Peran pelaku merupakan peran semantis utama subjek kalimat aktif dan pelengkap kalimat pasit. Contoh kalimat Rani sedang menjemur pakaian yang bertindak sebagai pelaku adalah Rani. Atau di dalam kalimat mobil itu berbelok ke kanan lalu hilang yang bertindak sebagai pelaku adalah mobil itu.

2) Sasaran

Sasaran adalah yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peran sasaran itu merupakan peran utama objek atau pelengkap seperti pada contoh Rio mendengarkan ceramah ustad. Dalam kalimat tersebut

ceramah ustad merupakan sasaran yang dituju oleh Rio sebagai pelaku. Contoh

lainnya ialah Dita mengambilkan Doni minum, dan yang menjadi sasaran dari perbuatan Dita ialah minum, karena akan diberikan kepada Doni.

3) Pengalam

Pengalam adalah peserta yang mengalami keadaan atau peristiwa yang dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba taktransitif yang lebih menyatakan keadaan

38

Djoko Kentjono, op. cit., h. 70.

39

(30)

18

seperti pada contoh kalimat Rudi terjatuh di halaman, yang menerangkan bahwa Rudi sebagai pengalam mengalami hal buruk yaitu terjatuh.

4) Peruntung

Peruntung adalah peserta yang beruntung dan yang memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa atau perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Partisipan peruntung biasanya berfungsi sebagai objek, atau pelengkap, atau sebagai subjek verba jenis menerima atau mempunyai. Perhatikan contoh kalimat ayah memberi uang kepada saya, atau Rio membelikan Putri kalung. Peran peruntung dalam kedua kalimat tersebut ialah saya, dan Putri.

5) Atribut

Dalam kalimat yang predikatnya nomina, predikat tersebut mempunyai peran semantis atribut. Contoh kalimatnya ialah orang itu guru saya atau

wanita itu ibunya. Peran atribut yang dimiliki kedua kalimat tersebut ialah guru

saya, dan ibunya.

6) Keterangan (tempat, waktu, alat, dan sumber)

Di samping kelima peran di atas, terdapat peran lain yang berkaitan dengan fungsi keterangan, yakni peran yang bekaitan dengan keterangan waktu, tempat, alat, dan sumber. Contoh:

Mereka lahir tahun 1995. Mereka tinggal di Bandung.

Mereka hanya dapat membaca dengan menggunakan kaca mata. Mereka diciptakan Tuhan dari tanah.

d. Alat Sintaksis

(31)

Parera berpendapat bahwa, makna sebuah kalimat ditentukan oleh makna kata-kata pembentuknya dan makna runtutan kata-kata dalam kalimat tersebut.40 Jadi, kata yang disusun tidak akan dimengerti oleh pembaca atau lawan bicara jika tidak memiliki struktur yang benar.

Alat sintaksis merupakan bagian dari kemampuan mental penutur untuk dapat menentukan apakah urutan kata, bentuk kata, dan unsur lain yang terdapat dalam ujaran itu membentuk kalimat atau tidak, atau kalimat yang dibaca atau didengar dapat diterima atau tidak.41 Alat sintaksis yang mengatur deretan kata sehingga dapat dikatakan sebagai kalimat ialah urutan, bentuk kata, intonasi, dan partikel atau kata tugas.

e. Satuan Sintaksis

Jika di dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar karena satuan terkecilnya adalah morfem, maka di dalam tataran sintaksis kata justru menjadi satuan terkecil. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.42 Kumpulan kata nantinya akan membentuk frasa, kemudian frasa membentuk klausa, selanjutnya klausa membentuk kalimat, dan terakhir kalimat membentuk wacana.

Finoza mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria yang dimiliki frasa, yakni 1) konstruksi frasa biasanya tidak mempunyai predikat, 2) proses pemaknaanya berbeda dengan idiom, 3) susunan katanya berpola tetap, 4) tidak boleh berstruktur subjek-predikat karena kelompok kata yang mempunyai subjek-predikat dapat membentuk klausa, bahkan kalimat.43 Terkadang orang sering kali tertukar dalam membedakan frasa dan idiom. Cara yang paling mudah membedakan antara frasa dan idiom ialah biasanya idiom memiliki makna yang bukan makna sebenarnya atau bisa digolongkan ke dalam makna

40

J.D. Parera, Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 90.

41

Achmad HP dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 75.

42

Abdul Chaer, Linguistik Umum, op. cit., h. 219.

43

(32)

20

kiasan, contohnya tinggi hati yang berarti sombong atau pongah. Berbeda halnya dengan frasa yang memang menjelaskan makna kata sesuai dengan arti leksikalnya, contohnya salah jalan yang berarti salah dalam memilih atau menentukan jalan.

2. Kaidah Menulis Karangan

Karangan merupakan bagian dari keterampilan menulis yang pada umumnya berfungsi sebagai salah satu media penyampaian pesan oleh penulis kepada pembaca. Di dalam keterampilan menulis, kita dituntut mengetahui aturan-aturan tata tulis yang ada, seperti sistem ejaan, diksi (pemilihan kata), tata bahasa, kelogisan, serta keserasian atau kesesuaian bahasa kita dengan pembaca.44 Oleh sebab karangan merupakan bagian dari keterampilan menulis, maka aturan dalam kegiatan karang-mengarang pun tidak jauh berbeda dengan aturan keterampilan menulis pada umumnya.

Fitriyah dan Ramlan, mendefinisikan kaidah karang-mengarang sebagai sebuah aturan dalam tulis menulis yang memperhatikan ketepatan dan kesesuaian dalam menentukan ejaan dan diksi yang sesuai dengan keadaan pendengar/pembacanya.45 Lebih lanjut, Hardjono mengatakan, dalam menulis ada 6 tahap yang harus dilakukan oleh seseorang untuk mengembangkan kemampuan membentuk kalimat sampai pada kemampuan mengarang bebas, yakni (1) latihan membuat kalimat sederhana, (2) latihan membuat kalimat majemuk, (3) latihan menyusun kalimat menurut urutan-urutan yang benar, (4) mengarang berdasarkan tema dan kata-kata kunci yang diberikan, (5) mengarang berdasarkan tema tanpa kata-kata kunci yang diberikan, dan (6) mengarang bebas.46

44

Tim Dosen Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia UMM, Bahasa Indonesia untuk Karangan Ilmiah, (Malang: UMM Press, 2003), h. 3.

45

Mahmudah Fitriyah dan Ramlan Abdul Gani, Pembinaan Bahasa Indonesia, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 96.

46

(33)

Pada prinsipnya kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan menulis sangatlah penting bagi pendidikan karena membantu memudahkan para pelajar untuk menjelaskan pikiran-pikirannya. Oleh karena itu, akan sangat baik kiranya, jika kemampuan menulis pelajar bisa disertai dengan penguasaan kaidah-kaidah penulisan yang benar dan sebagaimana mestinya.

3. Jenis-Jenis Karangan

Terdapat lima jenis karangan yakni, karangan narasi, eksposisi, argumentasi, deskripsi, dan persuasi. Berikut di bawah ini akan dijabarkan secara lebih mendalam mengenai kelima jenis karangan tersebut. Tujuannya agar pembaca lebih jelas mengetahui karakteristik tiap-tiap karangan, dan mampu memahami perbedaan dari tiap-tiap jenis karangan tersebut.

a. Narasi

Narasi berasal dari kata to narrate, yang berarti bercerita.47 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cerita ialah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dsb) atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka.48 Sebagian besar karangan narasi dapat ditemukan dalam karya sastra. Hal itu tidak lain karena narasi sifatnya sama seperti bercerita atau berdongeng. Karangan narasi lebih sering kita temukan dalam karya sastra fiksi, seperti novel, cerpen, dongeng, hikayat, cerbung, dan lain sebagainya, sedangkan biografi dan autobiografi termasuk ke dalam karangan narasi yang tergolong fakta atau nonfiksi. Ada pula beberapa bentuk lain yang termasuk wacana narasi faktual, yaitu (a) anekdot, (b) laporan perjalanan, (c) pengalaman perseorangan.49

47

Mudrajad Kuncoro, Mahir Menulis, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 76.

48

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), Edisi Keempat, h. 263.

49

(34)

22

Salah satu ciri yang begitu melekat ialah karangan narasi biasanya ditulis secara kronologis atau berdasarkan urutan waktu tertentu. Tujuan utama penulisan karangan narasi adalah untuk menghibur para pembaca, dan tujuan lainnya ialah untuk membuat pembaca ikut masuk dalam cerita, serta menghayati setiap peristiwa yang berusaha ditampilkan oleh penulis.

b. Eksposisi

Bentuk tulisan ini lebih merupakan pemaparan pikiran atau pendapat seorang penulis, tanpa berkehendak mempengaruhi pandangan pembaca.50 Tujuan utama dari karangan eksposisi ialah berusaha memberikan informasi terkait suatu objek. Peninjauannya tertuju pada satu unsur saja.51Terkadang untuk memperjelas uraian, eksposisi dapat dilengkapi dengan grafik, gambar, atau tidak jarang eksposisis ditemukan hanya berisi tentang uraian langkah/cara/proses kerja. 52 Karangan eksposisi berusaha menjelaskan informasi terkait suatu persoalan atau objek tertentu. Sifatnya tidak berusaha mempengaruhi pembaca, maka biasanya pokok pikiran akan disampaikan secara ringkas dan sederhana.

c. Argumentasi

Karangan argumentasi adalah karangan yang berusaha untuk membuktikan sebuah kebenaran atau ketidakbenaran suatu hal. Dalam karangan argumentasi, dibutuhkan bukti untuk menguatkan pendapat yang disampaikan penulis. Tulisan ini biasanya bertujuan untuk mempengaruhi pembaca agar sependapat dan setuju dengan apa yang disampaikan. Karangan argumentasi sering juga dikaitkan bahkan disamakan dengan karangan persuasi.

50

Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 59.

51

E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Akapress, 2008), h. 131.

52

(35)

Arifin dan Amran, mengatakan bahwa paragraf argumentasi biasanya menggunakan perkembangan analisis.53 Diperlukan tingkat keseriusan dalam menggumpulkan berbagai data yang digunakan sebagai bukti guna meyakinkan pembaca. Karangan argumentasi termasuk yang tersulit dibandingkan dengan karangan lainnya, karena karangan ini hampir menggabungkan seluruh jenis karangan. Meski demikian, karangan lainnya bukan berarti tidak penting.

d. Deskripsi

Bentuk tulisan ini mengutamakan kemampuan penulisannya dalam melukiskan atau merinci sesuatu secara obyektif via kata-kata.54 Penyajiannya dapat berurutan dari atas ke bawah atau sebaliknya, dari depan ke belakang atau sebaliknya, dari pagi ke petang atau sebaliknya, dari siang ke malam atau sebaliknya.55 Menurut Alwasilah pola paragraf deskripsi ada tiga jenis:56

1) Paragraf deskripsi spasial: paragraf ini menggambarkan objek khusus, lokasi, tempat, atau geografi.

2) Paragraf deskripsi subjektif: paragraf ini menggambarkan objek seperti tafsiran atau kesan perasaan penulis.

3) Paragraf deskripsi objektif: paragraf ini menggambarkan objek dengan apa adanya atau sebenarnya.

Deskripsi dapat tertuang dalam dua bentuk: (1) deskripsi objektif atau teknis yang menuntut penulis memberikan gambaran kepada pembaca seakan-akan tengah melihat gambar foto; (2) deskripsi sugestif atau impresionistik yang mengungkap sikap emosional atau penilaian yang subjektif.57 Jadi, karangan deskripsi adalah karangan yang menggambarkan segala sesuatu yang ditangkap oleh pancaindera. Objek yang digambarkan bisa berupa kondisi suatu tempat, manusia, suasana, kejadian, dan lain sebagainya.

Kunjana Rahadi, Penyuntingan Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 166.

56

Mudrajad Kuncoro, op. cit., h. 75.

57

(36)

24

e. Persuasi

Persuasi yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkan.58 Contoh tulisan persuasi terdapat di dalam iklan di media massa, pamflet, dan selebaran.59 Bentuk tulisan ini cenderung bertujuan untuk mempengaruhi, merayu, dan membujuk pembacanya agar menuruti keinginan si penulis. Meskipun sama-sama bertujuan mempengaruhi pembaca, namun karangan persuasi tidak mengharuskan adanya bukti dan data-data pendukung lain selengkap dalam karangan argumentasi.

B.Penelitian Relevan

Penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai analisis struktur kalimat. Sebelumnya akan penulis jabarkan terlebih dahulu rangkuman hasil penelitian-penelitian tersebut. Setelah itu, penulis akan menjelaskan persamaan dan perbedaan penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang penulis lakukan.

Pertama, penelitian serupa pernah dilakukan pada tahun 2011 oleh Rejeki Handayani. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Muhammadiyah Surakarta, dengan judul Analisis Struktur Kalimat pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII F SMP Negeri 2 Kartasura Sukoharjo. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kalimat yang ada dalam karangan narasi siswa SMP kelas VII, serta menggali struktur kalimat yang paling dominan dalam karangan narasi siswa SMP kelas VII. Objek penelitian ini adalah karangan narasi siswa SMP kelas VII yang berupa kalimat dan klausa. Berdasarkan hasil analisisnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat pola subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap yang bervariasi di dalam karangan narasi yang dibuat siswa. Selain itu, berdasarkan klasifikasi data ditemukan bentuk kalimat tunggal sebanyak 92 kalimat, kalimat majemuk setara sebanyak enam kalimat, dan kalimat majemuk bertingkat sebanyak 29 kalimat. 126 kalimat

58

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 1062.

59

(37)

dikatakan sebagai kalimat deklaratif dan satu kalimat emfatik. Pola kalimat yang sering kali muncul atau paling dominan ialah pola kalimat SP dan SPO sebanyak 10, dan kalimat tunggal sebanyak 92 kalimat. Hal ini dikarenakan pola kalimat SP dan SPO lebih mudah dipahami oleh siswa, selain itu pola kalimat tunggal adalah pola kalimat yang paling sederhana karena hanya terdiri atas dua unsur inti dalam pembentukan kalimat.

Kedua, penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 oleh Zahrulia Arina Rinanda, mahasiswa Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul Analisis Struktur Kalimat pada Wacana Iklan Brosur Provider Telekomunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan beberapa hal, yakni (a) jenis kalimat pada wacana iklan brosur provider telekomunikasi, (b) struktur kalimat pada wacana iklan brosur provider telekomunikasi, dan (c) makna kalimat pada wacana iklan brosur provider telekomunikasi. Hasil dari penelitian ini adalah wacana iklan brosur provider telekomunikasi dibagi menjadi empat golongan, yakni (a) jenis kalimat berdasar klausa berupa kalimat tunggal dan majemuk, (b) jenis kalimat berdasar bentuk sintaksis berupa kalimat deklaratif dan imperatif, (c) jenis kalimat berdasar kelengkapan unsur berupa kalimat lengkap dan taklengkap, (d) jenis kalimat berdasar urutan fungsi sintaksis berupa kalimat biasa dan inversi. Kemudian, diketahui bahwa struktur kalimat pada wacana iklan brosur provider telekomunikasi dibagi menjadi struktur kalimat tunggal dan struktur kalimat majemuk.

(38)

26

memiliki struktur yang berbeda-beda. Kesimpulannya adalah struktur kalimat majemuk siswa MA Negeri 10 Jakarta sangat kompleks karena banyak terjadi perluasan-perluasan pada tiap unsurnya, terutama unsur keterangan (K).

Keempat, penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 oleh Dazriiansyah, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Maritim Raja Ali Haji. Judul penelitian yang diangkat ialah Analisis Kesalahan Struktur Kalimat pada Karangan Narasi Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Tanjung Pinang Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan struktur kalimat dan kesalahan penggunaan fungsi S, P, O, Pel, dan K dalam karangan narasi siswa. Hasil penelitian dalam penelitian ini adalah banyak ditemukan kesalahan struktur kalimat dan kesalahan penggunaan fungsi S, P, O, Pel, dan K, karena banyak karangan yang tidak memiliki pola yang lengkap, penggunaan kata yang tidak baku, penggunaan kata yang tidak sesuai dengan konteks kalimat, serta kesalahan dalam menggunakan preposisi maupun konjungsi sehingga kalimat yang dibuat menjadi tidak efektif.

Persamaan dari keempat penelitian terdahulu dengan penelitian yang penulis lakukan ialah sama-sama menganalisis penggunaan fungsi sintaksis (S, P, O, Pel, dan K). Perbedaan antara empat penelitian terdahulu dengan penelitian yang penulis lakukan yakni sebagai berikut:

1. Objek penelitian yang penulis gunakan berbeda dengan keempat penelitian terdahulu. Pertama, objek penelitian Rejeki Handayani ialah karangan narasi siswa kelas VII. Kedua, objek penelitian Zahrulia Arina Rinanda ialah wacana iklan provider telekomunikasi. Ketiga, objek penelitian Anung Adhi Nugroho berupa karangan narasi siswa kelas XI. Keempat, Dazriiansyah yang menggunakan karangan deskripsi siswa kelas XI tahun ajaran 2011/2012. Sedangkan objek penelitian yang penulis gunakan berupa karangan deskripsi siswa kelas VII tahun ajaran 2016/2017.

(39)

penggunaan konjungsi, serta (e) ketidakefektifan suatu kalimat, sedangkan penelitian yang penulis lakukan ini tetap konsisten membahas struktur kalimat berdasarkan fungsi, kategori, dan peran sintaksis.

(40)

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juli sampai dengan Desember 2016 yakni sejak penyusunan proposal, analisis teori, pengumpulan dan pengolahan data lapangan, penarikan kesimpulan, hingga penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk skripsi. Seperti tertulis dalam judul, penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan, tahun pelajaran 2016/2017. Sekolah tersebut beralamat di Jalan Beruang II Peladen Pondok Ranji, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

B.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif. Tujuan dari metode deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat dari suatu keadaan yang ada pada waktu penelitian dilakukan dan menjelajahi penyebab dari gejala-gejala tertentu.1 Metode ini menggunakan data faktual atau berupa pengambilan data secara langsung. Kemudian akan dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul tersebut.

Metode deskriptif ini menggunakan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.2 Penelitian kualitatif lebih diutamakan dalam paradigma naturalistik, bukan karena antikuantitatif, melainkan karena metoda kualitatif ini lebih manusiawi, bagi manusia sebagai intrumen penelitian.3

1

Consuelo G. Sevilla, et. al., Pengantar Metode Penelitian, Terj. dari An Introduction to Research Methods oleh Alimuddin Tuwu, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1993), h. 91.

2

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 3.

3

(41)

Dalam menggunakan metode deskriptif dibutuhkan penggunaan prosedur statistik untuk menjamin tingkat kepercayaan bahwa hasil penelitian patut dihargai.4 Sebaliknya, bila tidak menggunakan prosedur statistik maka hasil penelitian tidak ilmiah karena hasilnya tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis data, penulis tetap akan melakukan penghitungan. Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah pembaca mengetahui hasil akhir berupa persentase kemunculan pola yang ditemukan dari analisis struktur kalimat. Namun, penghitungan tersebut tidak akan dilakukan secara detail dan rumit sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian kuantitatif.

C.Objek Penelitian

Objek penelitian dalam skripsi ini berupa kalimat-kalimat pada karangan deskripsi siswa kelas VII di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan, tahun pelajaran 2016/2017.

D.Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian berupa 30 karangan deskripsi siswa kelas VII di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan, tahun pelajaran 2016/2017. Pengambilan 30 sampel tersebut berdasarkan pada penghitungan jumlah siswa kelas VII secara keseluruhan dan atas dasar teori yang dikemukakan para ahli sebagai berikut. (1) Menurut Gay, sampel penelitian deskriptif diperlukan minimum 10 persen dari populasi. 5 (2) Baiky mengemukakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data statistik, jumlah sampel paling sedikit adalah 30.6 (3) Rumus penghitungan besaran sampel menurut Burhan Bungin yakni, jumlah populasi keseluruhan dibagi jumlah populasi yang dikalikan dengan nilai presisi, kemudian ditambah satu.7

4

Consuelo G. Sevilla, et. al., op. cit., h. 90.

5

Ibid., h. 163.

6

Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), h. 55.

7

(42)

30

Selain itu, sumber data lain yang digunakan ialah berupa buku-buku referensi yang di dalamnya memuat teori-teori yang berkaitan dengan tema penelitian. Ada pula beberapa referensi tambahan seperti artikel, jurnal, dan karya tulis ilmiah lainnya yang dibuat oleh para peneliti terdahulu.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif ialah perencana, pelaksana, pengumpul data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.8 Peneliti akan melakukan analisis terhadap struktur kalimat pada karangan deskripsi siswa, kemudian digunakan pula instrumen penelitian berupa tabel yang memuat hasil temuan data terkait fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis yang terdapat dalam kalimat.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data di lapangan yang digunakan dalam penelitian kualitatif tidak lepas dari teknik pengamatan dan wawancara.9 Kemudian, temuan data yang berhasil dikumpulkan biasanya akan dianalisis sesuai dengan panduan dalam buku-buku yang di dalamnya memuat teori yang sesuai dengan tema penelitian. Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis data dengan berpatokan pada buku-buku sumber yang terkait dengan kebahasaan dan linguistik. Ada pula teknik pengumpulan data ialah sebagai berikut.

1. Observasi

Teknik observasi atau pengamatan dilakukan dengan melihat dan menghayati perilaku di dalam suatu peristiwa. Biasanya dalam suatu penelitian, jenis teknik observasi yang lazim digunakan untuk alat pengumpulan data ialah observasi partisipan, observasi sistematik, dan observasi eksperimental. 10 Penelitian kali ini akan menggunakan teknik observasi partisipan karena penulis

8

Lexy J. Moleong, op. cit., h. 121.

9

Ibid., h. 153. 10

(43)

membutuhkan beberapa partisipan (siswa) sebagai subjek yang nantinya dapat membantu penulis mendapatkan objek penelitian (data penelitian), yaitu berupa karangan deskripsi.

2. Wawancara

Dewasa ini teknik wawancara banyak dilakukan di Indonesia sebab tanpa wawancara penelitian akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan bertanya langsung kepada responden.11 Wawancara dilakukan perorangan atau secara langsung antara pewawancara dengan seseorang yang diwawancarai. Cara ini dirasa penulis akan lebih bisa membantu mendapatkan data dengan lebih baik. Wawancara yang dilakukan termasuk dalam pendekatan yang menggunakan petunjuk umum wawancara, yang artinya secara garis besar petunjuk tersebut berisi tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat tercakup seluruhnya.12Jenis wawancara ini termasuk juga dalam wawancara bebas terpimpin. Jadi pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti (pedoman wawancara), selanjutnya proses wawancara berlangsung mengikuti situasi.13 Pertama, penulis mewawancarai Ibu Sri Supraptiwi S.Pd. selaku guru bahasa Indonesia mengenai tingkat kemampuan siswa dalam keterampilan menulis, dan materi pembelajaran apa saja yang terkait dengan keterampilan menulis yang ada di kelas VII semester ganjil. Kedua, penulis mewawancarai Bapak Rohman, M.Pd selaku kepala sekolah, Bapak Ade Solihin, S.Pd selaku wakil kepala, dan beberapa staf tata usaha dengan tujuan untuk mengetahui profil sekolah, mencakup keadaan sekolah, visi dan misi, kurikulum, struktur organisasi di sekolah, dan lain sebagainya.

G.Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model paradigma penelitian naturalistik yang dikemukakan oleh Egon G. Guba. Cara yang digunakan dalam penelitian ini, untuk memproses data ialah sebagai berikut.

11

Ibid., h. 83.

12

Lexy J. Moleong, op. cit., h. 13.

13

(44)

32

1. Pemrosesan Unit/Satuan

Unit atau satuan tersebut terhimpun lewat data yang diperoleh (temuan data), dan kemudian akan dikodekan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk berbagai tujuan. 14 Satuan itu berfungsi sebagai satuan informasi yang nantinya akan menentukan atau mendefinisikan kategori.15 Jadi, pertama akan dilakukan analisis struktur kalimat dalam karangan satu per satu. Penyajian data menggunakan tabel dan digunakan pula beberapa singkatan dan kode nomor guna mempermudah pembaca untuk memahami apa yang sedang dipaparkan. Kemudian akan dilakukan penafsiran data, yakni data yang diperoleh akan dideskripsikan sedemikian rupa sesuai dengan buku-buku pedoman linguistik dan kebahasaan.

Contoh Tabel 3.1

Struktur Kalimat Terkait Fungsi Sintaksis

Nama dan Judul

Karangan Analisis Struktur Kalimat

ADK

Struktur Kalimat Terkait Kategori Sintaksis

Nama dan Judul

Karangan Analisis Struktur Kalimat

(45)

Contoh Tabel 3.3

Struktur Kalimat Terkait Peran Sintaksis

Nama dan Judul

Karangan Analisis Struktur Kalimat

ADK ( Keindahan Candi

Borobudur)

1. Rudi Bermain Bola Pelaku Perbuatan Sasaran

2.

2. Kategorisasi

Tugas esensial dari strategi ini adalah menyatukan kartu data informasi yang rasanya sama atau sepertinya sama dalam satu kategori.16 Pada tahap kedua ini, penulis kemudian mengkategorisasi temuan data hasil analisis berdasarkan persamaan bentuk dari pola struktur kalimat yang ditemukan dalam karangan. Tujuannya agar pembaca dapat dengan mudah mengetahui berapa jumlah pola struktur kalimat yang muncul atau ditemukan dalam karangan-karangan siswa.

Contoh Tabel 3.4

Temuan Data Analisis Fungsi Sintaksis

No Pola Struktur Kalimat Berdasarkan

Fungsi Sintaksis Jumlah

1. S-P-O-Pel 2. S-P + S-P-Pel

Contoh Tabel 3.5

Temuan Data Analisis Kategori Sintaksis

No Pola Struktur Kalimat Berdasarkan

Kategori Sintaksis Jumlah

1. N-V-N

2. F.Prep-N-V-N

16

(46)

34

Contoh Tabel 3.6

Temuan Data Analisis Peran Sintaksis

No Pola Struktur Kalimat Berdasarkan

Kategori Sintaksis Jumlah

1. Pelaku-Perbuatan-Peruntung 2. Dikenal-Pengenal

3. Persentase

Pada tahap ketiga ini, penulis akan menghitung persentase dari tiap-tiap pola yang dominan muncul dalam analisis fungsi sintaksis, kategori sintaksis, maupun peran sintaksis. Tujuannya adalah untuk mengetahui pola mana yang lebih dominan muncul dalam ketiga jenis analisis tersebut, dan bagaimana penjelasan atau alasan terkait hal itu.

Contoh Tabel 3.7

Persentase Kemunculan Pola Struktur Kalimat

Pola Frekuensi Persentase (%)

Fungsi

S-P-O S-P-K

Kategori

N-V-N

F.Prep-N-V-F.Prep

Peran Dikenal-Pengenal

Adapun rumusnya adalah sebagai berikut.17 P=F/N x 100 %

Keterangan :

P = angka persentase

F = frekuensi yang sedang dicari persentasenya. N = jumlah frekuensi.

17

Gambar

tabel di bawah ini.23
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5 Temuan Data Analisis Kategori Sintaksis
+4

Referensi

Dokumen terkait

oktoobril 2011 litsentsi konjugeeritud 13valentse pneumokokkvaktsiini (PCV13) kasutamiseks üle 50aastastel täiskasvanutel näidustusega PCV13 serotüüpide põhjustatud invasiivse

ari semua unsur yang terlibat dalam suatu aktifitas penerbangan, penerbang ari semua unsur yang terlibat dalam suatu aktifitas penerbangan, penerbang memiliki andil human error

Pada tenaga kerja yang mengalami tekana darah tinggi akan menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar. Selanjutnya terjadi sesak napas

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang banyak memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan menyelesaikan studi di

Ketika seseorang dihadapkan pada suatu keadaan yang cenderung menimbulkan perasaan tertekan, maka mereka sangat membutuhkan sebuah kompensasi agar perasaan yang dirasakan

Membeli paket Daisy Crowd Fund merupakan kontribusi terhadap penggalangan dana ekuitas untuk pengembangan ai Daisy dan bukan merupakan investasi

Smart Cockpit menawarkan atmosfir pengendalian yang futuristik, dilengkapi teknologi pintar yang interaktif, siap membawa Anda melaju lebih depan... New Advanced 7.0” Touch Screen