TRADISI HAUL DAN TERBENTUKNYA SOLIDARITAS SOSIAL (STUDI KASUS: PERINGATAN HAUL KH. ABDUL FATTAH PADA MASYARAKAT DESA SIMAN KABUPATEN LAMONGAN)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Ghundar Muhamad Al-Hasan 106032201104
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial (Studi Kasus: Peringatan Haul KH. Abdul Fattah pada Masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan). ini dilatarbelakangi sebuah pelaksanaan acara ritual perayaan kematian tahunan seorang Ulama besar desa Siman Kabupaten Lamongan, yang berdampak secara langsung pada etika, perilaku, keimanan warganya, dan yang terpenting dalam pelaksanaan Haul ini adalah penyatuan, integritas, dan terbentuknya solidaritas sosial di masyarakat desa Siman.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Adapun pengumpulan datanya menggunakan wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai persepsi masyarakat Desa Siman tentang tradisi Haul KH. Abdul Fattah memberikan sumbangsih pada peningkatan kualitas diri seperti sebagai sarana introspeksi (pengingat kematian), sebagai sarana mengenang jasa dan perjuangan KH Abdul Fattah, lebih jauhnya bagi masyarakat Haul ini berimbas pada ketenangangan dan ketentraman jiwa warga desa siman.
Sementara terbentuknya solidaritas sosial sendiri melalui acara haul ini adalah karena beberapa motif dan hal, diantaranya adalah penguatan pada konsep silaturahmi, kembali menguatnya ikatan emosional, dan kesamaan tentang sesuatu yang diyakini (kepercayaan).
Terakhir dari hasil penelitian ini adalah menemukan bentuk-bentuk solidaritas sosial yang timbul karena Haul KH. Abdul Fattah yang disertai dengan totalitas warga guna terselengaranya kegiatan Haul KH Abdul Fattah. Bentuk solidaritas tersebut bermacam-macam baik tenaga, waktu, maupun materi. Mereka melakukannya dengan swadaya dan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Bagi mereka hal ini sebagai wujud nyata sebuah kontribusi dalam upaya turut mensukseskan tradisi peringatan Haul KH. Abdul Fattah.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan
Hidayah-Nya, serta tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW. keluarganya, serta sahabat yang senantiasa mengikuti
ajaran-ajarannya.
Setelah berjuang dengan keyakinan kuat dan di imbangi dengan usaha penulis
akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini tidak dapat rampung tanpa
bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Zulkifli, MA selaku ketua Jurusan Program Studi Sosiologi dan Ibu
Iim Halimatusa’diyah, MA selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Sosiologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Nur Kafid, MA selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktunya, tenaganya, perhatiannya, masukannya, saran-saran dan kritik yang
diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi.
3. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi Sosiologi atas segala
motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan dan pengalaman yang
mendorong penulis selama menempuh studi.
4. Keluarga tercinta, tiada yang lebih indah dan menyenangkan apabila berada di
rumah sendiri. Penulis sangat berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
iii
kepercayaan, pendidikan, semangat, kesabaran, pengorbanan dan segala doa
yang senantiasa mereka panjatkan untuk penulis, agar penulis sukses dalam
penulisan skripsi ini dengan harapan nilai yang maksimal. Terima kasih juga
untuk keluarga besar Cimanggis, paklek Abdul Hamid, Bulek Ida Rosyida.
Tak terlupa juga untuk para sepupu Tahta Muslim Karim, Atina R. Mahsar,
Asa Hikmah Aisyah dan Johannes Mehmet syafa’ atas semua doa dan supportnya.
5. Kepada Sahabat-sahabatku Irvan Matondang, Andri Prakarsa, Muhammad
Ayub, Nana Saehuna yang terus memberikan semangat dan aura positif
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa juga kepada
teman-teman sosiologi 06 M. al-Aufar, M. Tri Panca, Nana Saehuna, Luthfian,
Yandhi Deslatama, Fina, Azharina, Rahmi, Kiki, Dijah, Febri, Erfan, Sofa,
Budi Santoso dan Hazuri kalian semua adalah yang terbaik. Kepada Alm.
Budiman semoga Allah SWT mengampuni semua dosamu dan menerima
semua amalmu dan engkau mendapatkan tempat terbaik disisi-Nya. Amin.
6. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga besar paciran atas
segala bentuk dukungan baik doa maupun motivasinya.
7. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besar Yayasan
Pondok Pesantren Al-Fattah atas segala dukungan dan bantuannya kepada
penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini .
8. Terima kasih juga kepada Semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu
iv
Penulis sadar tidak ada sesuatu yang sempurna kecuali Allah swt. Begitu pula
dengan skripsi ini, skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat penulis
sampaikan, Karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan sebagai bahan
perbaikan di masa mendatang bagi penulis.
Jakarta, 3 Desember 2013
v DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ……….. i
KATA PENGANTAR………... ii
DAFTAR ISI………... v
BAB I PENDAHULUAN A. pernyataan Masalah ………... 1
B. pertanyaan Penelitian……….. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 6
D. Kajian Pustaka………. 7
E. Kajian Teori………. 11
1. Perilaku Keberagamaan………. 11
1.1Pengertian Perilaku Keberagamaan………. 11
2. Fakta Sosial……… 12
2.1 Pengertian Fakta Sosial……… 12
3. Solidaritas Sosial……… 13
3.1 Pengertian Solidaritas Sosial……… 13
3.2Macam-macam Solidaritas Sosial……… 13
3.3Faktor yang mempengaruhi Solidaritas Sosial…………. 14
F. Metodologi Penelitian..……… 15
vi BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMAN
A. Sejarah munculnya Desa Siman………….……….. 21
B. Letak Geografis……… 24
C. Struktur dan Bagan Desa……… 25
D. Jumlah Penduduk……… 26
E. Pendidikan……….. 27
F. Ekonomi……….. 27
G. Agama………. 28
H. Budaya………. 28
BAB III TRADISI HAUL A. Pengertian tradisi haul……… 29
B. Sejarah tradisi haul………. 31
C. Profil dan Sejarah Haul KH. Abdul Fattah………... 32
D. Penyelenggara dan pelaksanaan tradisi Haul KH. Abdul Fattah……… 37
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Norma dan Nilai dalam Masyarakat Desa Siman……….. 40
B. Terbentuknya Solidaritas Sosial melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah….. 44
C. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial masyarakat desa Siman melalui Haul KH. Abdul Fattah……… 50
BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan ………. 57
vii
DAFTAR PUSTAKA……….. 60
1 BAB I
A. Pernyataan Masalah
Penelitian ini ingin melihat dan mengetahui makna haul dan proses
terbentuknya solidaritas sosial masyarakat dengan studi kasus: Peringatan Haul
KH. Abdul Fattah pada masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan.
Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat yang hidup dan
berkembang mulai zaman dahulu hingga sekarang yang secara turun temurun
menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam dialeknya dan mendiami
sebagian besar Pulau Jawa (Herusatoto, 1987:10). Di Jawa sendiri selain
berkembang masyarakat Jawa juga berkembang masyarakat Sunda, Madura, dan
masyarakat-masyarakat lainnya. Pada perkembangannya masyarakat Jawa tidak
hanya mendiami Pulau Jawa, tetapi kemudian menyebar di hampir seluruh
penjuru nusantara.
Sebagian besar masyarakat Jawa menganut agama Islam dan masyarakat
Jawa bisa dikelompokkan menjadi dua golongan besar, golongan yang menganut
Islam murni (sering disebut Islam santri) dan golongan yang menganut Islam
Kejawen (sering disebut Agama Jawi atau disebut juga Islam abangan).
Masyarakat Jawa yang menganut Islam santri biasanya tinggal di daerah pesisir,
seperti Surabaya, Gresik, dan lain-lain,sedang yang menganut Islam Kejawen
biasanya tinggal di Yogyakarta, Surakarta, dan Bagelen (Koentjoroningrat,
2
Masyarakat Jawa, seperti masyarakat yang lain, memiliki budaya yang
khas terkait dengan kehidupan beragamanya. Karakteristik ini melahirkan corak,
sifat, dan kecenderungan yang khas bagi masyarakat Jawa seperti berikut: 1)
percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sangkan Paraning Dumadi,
dengan segala sifat dan kebesaran-Nya; 2) bercorak idealistis, percaya kepada
sesuatu yang bersifat immateriil (bukan kebendaan) dan hal-hal yang bersifat
adikodrati (supernatural) serta cenderung ke arah mistik; 3) lebih mengutamakan
hakikat daripada segi-segi formal dan ritual; 4) mengutakaman cinta kasih sebagai
landasan pokok hubungan antar manusia; 5) percaya kepada takdir dan cenderung
bersikap pasrah; 6) bersifat konvergen dan universal; 7) momot dan non-sektarian;
8) cenderung pada simbolisme; 9) cenderung pada gotong royong, guyub, rukun,
dan damai; dan 10) kurang kompetitif dan kurang mengutamakan materi
(Suyanto, 1990:144). Karakteristik ini dipengaruhi perkembanganKebudayaan
Jawa pra Hindhu-Buddha, Kebudayaan Jawa masa Hindhu-Buddha, Kebudayaan
Jawa masa kerajaan Islam (Simuh, 1996:110).
Pandangan hidup Jawa memang berakar jauh ke masa lalu.Masyarakat
Jawa sudah mengenal Tuhan sebelum datangnya agama-agama yang berkembang
sekarang ini.Semua agama dan kepercayaan yang datang diterima dengan baik
oleh masyarakat Jawa. Mereka tidak terbiasa mempertentangkan agama dan
keyakinan. Mereka menganggap bahwa semua agama itu baik dengan ungkapan
mereka: “sedaya agami niku sae” (semua agama itu baik). Ungkapan inilah yang
kemudian membawa konsekuensi timbulnya sinkretisme di kalangan masyarakat
3
banyak ditemukan, terutama di Yogyakarta dan Surakarta.Secara formal mereka
akan tetap mengakui Islam sebagai agamanya, meskipun tidak menjalankan
ajaran-ajaran Islam yang pokok, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan,
zakat, dan haji (Koentjoroningrat, 1994:313).
Masyarakat Jawa, terutama yang menganut Kejawen, mengenal banyak
sekali orang atau benda yang dianggap keramat. Biasanya orang yang dianggap
keramat adalah para tokoh yang banyak berjasa pada masyarakat atau para ulama
yang menyebarkan ajaran-ajaran agama dan lain-lain.Sedang benda yang sering
dikeramatkan adalah benda-benda pusaka peninggalan dan juga makam-makam
dari para leluhur serta tokoh-tokoh yang mereka hormati. Di antara tokoh yang
dikeramatkan adalah Sunan Kalijaga dan para wali sembilan yang lain sebagai
tokoh penyebar agama Islam di Jawa. Tokoh-tokoh lain dari kalangan Raja yang
dikeramatkan adalah Sultan Agung, Panembahan Senopati, Pangeran Purbaya,
dan masih banyak lagi tokoh lainnya. Masyarakat Jawa percaya bahwa
tokoh-tokoh dan benda-benda keramat itu dapat memberi berkah.Itulah sebabnya,
mereka melakukan berbagai aktivitas untuk mendapatkan berkah dan meneladani
para tokoh dan benda-benda keramat tersebut. Salah satu aktivitas penghormatan
kepada tokoh tertentu adalah dilaksanakannya peringatan setelah kematian, mulai
dari 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hingga peringatan Haul (H. Munawir Abdul
Fattah, 2006:270). Ritual-ritual ini tentunya terus berlangsung sampai sekarang
dengan dipengaruhi nilai-nilai agama Islam.
Peringatan haul biasanya dilakukan setiap genap satu tahun. Sebenarnya
4
keluarga miskin, menengah, atau kaya.Yang di-Haul-i pun bisa tokoh kharismatik
ataupun orang yang dipandang biasa saja.Akan tetapi tradisi Haul biasanya lebih
menggema ketika dilakukan terhadap tokoh kharismatik. Kebanyakan tradisi haul
biasanya dilakukan sebagai upaya memperingati meninggalnya sosok Kyai atau
Ulama’ yang dianggap berjasa terhadap suatu desa atau dalam suatu kelompok
masyarakat. Menurut Cliford Geertz seorang guru di suatu pondok dan setiap
sarjana yang memiliki pemahaman dalam keislaman biasanya disebut Kyai
(Raharjo, 1993:171). Tentunya banyak syarat yang harus dimiliki seorang guru
dipesantren ketika ingin menjadi Kyai antara lain dari segi keilmuan, kualitas
kepribadaian, atau kepemimpinan (Raharjo, 1993:171).Kyai biasanya juga
memiliki kedudukan khusus karena pengetahuanya yang berasal dari sumber
pengetahuan diluar desa (Raharjo, 1993:174). Biasanya para Kyai ini selalu
melakukan pembaharuan terhadap masyarakat ketika kebiasaan masyarakat itu
dianggap telah keluar dari nilai-nilai ajaran Islam. Dalam konteks nasional Kyai
selalu dikelompokan sebagai golongan intelegensia tradisional (Raharjo,
1993:174).
Tradisi haul banyak dijumpai di Indonesia seperti halnya tradisi Haul KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang selalu menyedot banyak orang baik dari
berbagai kalangan. Selain itu ada tradisi Haul KH. Abdullah Faqih di pesantren
Langitan di Tuban ada juga tradisi Haul mbah Ma’sum di Lasem jawa Tengah
danlain sebagainya. Bahkan tradisi Haul KH.Abdurahaman Wahid (Gus Dur)
5
Demikian pula dalam masyarakat Desa Siman ada tradisi yang sering
dirayakan setiap tahunya yaitu, tradisi Haul.Peneliti melihat tradisi Haul
merupakan tradisi yang mampu menyedot banyak orang terutama masyarakat desa
Siman dan sekitarnya. Ketika tradisi haul ini digelar banyak fenomena yang
menarik seperti halnya masyarakat saling bahu-membahu mensukseskan tradisi
itu. Selain itu masyarakat Desa Siman yang keberadaannya juga banyak berada
diluar kota atau merantau ketika tradisi haul digelar biasanya mereka
menyempatkan waktu untuk pulang ke desa Siman untuk mengikuti tradisi Haul
ini.
Peringatan haul dalam masyarakat Desa Siman merupakan upaya
penghormatan terhadapKH. Abdul Fattah yang dilaksanakan setiap tahun sekali.
Biasanya, kegiatan haul ini dilaksanakan pada minggu pertama bulan Muharram
dalam penanggalan Hijriyah. Kegiatan ini diikuti oleh Santri, masyarakat Desa
Siman dan masyarakat sekitarnya serta para alumni Pondok Pesantren Al-Fattah
yang didirikan oleh KH. Abdul Fattah.
Ada beberapa hal yang menjadi ketertarikan bagi peneliti dalam tradisi
haul di Desa Siman ini yaitu, Pertama solidaritas masyarakat yang terdiri dari para
tokoh ulama, pemerintahan setempat, alumni pesantren dan masyarakat sekitar
untuk mensukseskan tradisi Haul ini. Kedua, kemampuan tadisi haul menyedot
perhatian banyak orang memberikan dampak terhadap pendapatan ekonomi
masyarakat. Karena dengan digelarnya tradisi haul biasanya masyarakat menjual
6
Berangkat dari fenomena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih
mendalam tentang tradisi haul dan solidaritas sosial masyarakat Desa Siman.
Selanjutnya, penelitian penulis ini mengambil judul: “Tradisi Haul dan
Terbentuknya Solidaritas Sosial (Studi Kasus Peringatan Haul KH Abdul Fattah
pada masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan).
B. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan pernyataan masalahdiatas,maka peneliti mengajukan
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah solidaritas sosial masyarakat desa Siman itu
terbentuk melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah tersebut?
2. Apa saja bentuk-bentuk solidaritas sosial masyarakat desa Siman
dalam merayakan tradisi Haul KH. Abdul Fattah tersebut?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1) Untuk mengetahui bagaimana masyarakat desa Siman
mempersepsikan tradisi Haul KH. Abdul Fattah tersebut.
2) Untuk mengetahui bagaimanakah solidaritas sosial masyarakat desa
Siman itu terbentuk melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah tersebut?
3) Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk solidaritas sosial
7 2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang mengambil tema tradisi peringatanHaul
KH. Abdul Fattah terhadap solidaritas warga Desa Siman ini adalah:
1) Secara akademis diharapkan penelitian mengenai peringatan Haul KH.
Abdul Fattah terhadap solidaritas sosial warga masyarakat desa Siman
berguna bagi perkembangan kajian Sosiologi yang terkait dengan tema-
tema agama dan solidaritas sosial.
2) Secara praktis penelitian ini diharapkan menjadi informasi awal bagi
penelitian yang serupa di waktu mendatang dan juga dapat memberikan
acuan bagi model-model media untuk meningkatkan solidaritas sosial
yang dapat dipakai oleh aparat pemerintah, LSM maupun stake holders
yang lain untuk diterapkan di wilayah selain di desa Siman.
D. TINJAUAN PUSTAKA
Demi menyusun penelitian Haul dan Solidaritas Sosial ini peneliti
melakukan penelusuran tinjauan pustaka. Berikut beberapa tinjauan pustaka yang
peneliti dapatkan, yaitu:
Pertama, penelitian Tesis Zahara Nasution pada tahun 2008 yang berjudul
Tradisi Wirid dan Pengaruhnya terhadap Solidaritas Sosial di Marelan
Kelurahan Rengas Pulau Lingkungan 27 Kecamatan Medan Marelan.Adapun
hasil penemuanya terhadap anggota yang selalu mengikuti tradisi wirid yaitu
pertama, masyarakat rajin datang bertakziah ketika ada anggota yang sering
8
berduka tanpa harus bayar seperti merangaki bunga dan lain-lain.Kedua,
Meningkatkan semangat gotong royong dimasyarakat seperti masyarakat
membantu acara pesta, membersihkan mushola dan lain-lain. Ketiga,
menjengungk anggota atau bukan anggota yang sakit. Keempat, memudahkan
anggota dalam bergaul sehingga mereka tidak kaku ketika bergaul terutama
sesame anggota wirid.Kelima, tradisi wirid menjadi sosialisasi bagi peserta wirid
dalam belajar agama. Keenam, Solidaritas sosial bisa ditemukan meski dengan
tidak hadir ke acara-acara tertentu akan tetapi cukup dengan memberikan
sumbangan uang. Ketujuh, masyarakat yang tidak masuk dalam anggota tradisi
wirid biasanya memiliki solidaritas rendah seperti merasa minder,susah bergaul,
dan kehidupannya lebih tertutup. Kedelapan, anggota tradisi wirid bisa meminjam
uang dari kas hasil iuran dari anggota yang sering mengikuti tradisi wirid.
Kedua, hasil penelitian Drs. Slamet Subekti dan Dra. Sri Indrahti M.
Hum.Judul Penelitian
U
pacara Tradisi Sedekah Laut Sebagai MediaMembangun. Solidaritas Sosial :Kasus Pada Masyarakat Nelayan Desa
Bajomulyo, Juwana, Kabupaten Pati.Adapun hasil dari penelitian ini bahwa
upacara tradisi sedekah laut memberikan dampak terhadap masyarakat yaitu
solidaritas sosial. Masyarakat bergotong royong dalam menyukseskan upacara
tersebut.Selain itu upacara ini juga mampu meningkatkan pendapatan ekonomi
masyarakat tersebut. Tentunya upacara ini tidak hanya dihadiri oleh masyarakat
sekitar akan tetapi banyak masyarakat dari luar yang menghadiri upacara
9
Ketiga,Disertasi M. Yusuf Wibisono dengan judul Keberagamaan
Masyarakat Pesisir: Studi Perilaku Keagamaan Masyarakat PesisirPatimban
Kecamatan Pusakanegara Kabupaten Subang Jawa Barat.Temuan dalam
penelitian ini menjelaskan adanya keberagamaan muslim pesisir Patimban yang
mempunyai kekhasan dengan berbagai dinamikanya. Varian umat Islam di
Patimban pada umunya dibagi pada katagori santri dan non-santri, meskipun
secara kuntitatif kalangan non-santri mayoritas. Kedua varian ini dalam banyak
hal menunjukkan soliditasnya, namun dalam konteks loyalitas terhadap tradisi
ritual, keduanya nampak ada perbedaan yang cukup signifikan. Kalangan
non-santri menganggap tradisi ritual warisan leluhur itu mempunyai unsur religiusitas
atau mana (kekuatan supernatural) sehingga ada keharusan untuk dilaksanakan
dan dilestarikan. Bagi kalangan santri hal itu hanya warisan budaya yang
berfungsi sebagai sarana kohesisosial, dan tidak adakaitannya dengan unsur
religiusitas atau mana. Implikasi teoritiknya adalah; Pertama, perpaduan antara
tradisi lokal dengan Islam bisa berwujud pola keberagamaan yang unik dan
berbeda dengan kedua entitasaslinya –lebih tepatnya disebut Islam lokal atau
disebut juga dengan Islam kompromis. Kedua, keberagamaan yang dilakukan
masyarakat pesisir Patimban diwujudkan kedalam berbagai ritual keagamaan,
sekaligus merefleksi pada tataran sosiologis dengan corak lokalitasnya, agar
mereka tetap dapat bertahan hidup (survival).
Keempat, Hasil penelitian Christriyati ArianiUpacara Bersih Dusun Gua
Cerme, Desa Selopamioro Kabupaten Bantul Sebagai Wujud Solidaritas
10
yang dilakukan setiap tahun ternyata dapat menumbuhkan rasa solidaritas di
antara para warga.Hal ini dapat diketahui dari adanya berbagai ubarampe yang
digunakan dalam upacara tersebut.Misalnya dengan pemakaian sebuah jodhang
yang memang sangat diwajibkan dalam upacara tersebut.Sebuah jodhang
mewakili dari satu RT, dengan demikian pengerjaan kelengkapan upacara pun
dilakukan secara bersama pula.Di samping itu dengan menggunakan jodhang pun
juga melambangkan adanya rasa kebersamaan karena sebuah jodhang tidak dapat
dibawa oleh seorang diri, melainkan harus dipikul secara bergantian sebanyak
empat orang. Bentuk Solidaraitas lainnya adalah dalam hal pertanian, khususnya
dalam pengerjaan lahan. Salah satu bentuk Solidaritas antar warga adalah
prayakan yaitu pengerjaan pertanian yang dikerjakan oleh orang banyak dengan
tidak mengeluarkan biaya.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Titin Listiani yang berjudul
Partisipasi Masyarakat sekitar dalam ritual di Kelenteng Ban Eng Bio Adiwerna
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan ritual yang dilakukan di
Kelenteng melibatkan masyarakat Tionghoa dan non Tionghoa baik sebagai
pendukung, pengaman maupun penonton, sehingga terjadi suatu solidaritas sosial
diantara mereka. Partisipasi masyarakat non Tionghoa dan Tionghoa dapat
meningkatkan integrasi sosial masyarakat khususnya di Desa Adiwerna.
Keterlibatan masyarakat sekitar kelenteng khususnya masyarakat non Tionghoa
dalam ritual masyarakat Tionghoa diupayakan tidak mengarah pada terjadinya
percampuran agama yang dianggap bisa menumbuhkan masalah baru dalam
11
Berdasarkan dari beberapa letiratur review di atas ada beberapa persamaan
dan juga perbedaan mengenai hasil penelitian. Misalnya penelitian yang ditulis
oleh Zahara Nasution, Drs. Slamet Subekti dan Dra. Sri Indrahti M. Hum,
Christriyati Ariani, dan Titin Listiani. Hasil dari penelitian mereka menunjukkan
adanya kesamaan yaitu terbentuknya sebuah solidaritas sosial melalui berbagi
bentuk tradisi yang ada di masyrakat, sedangkan hasil penelitian yang ditulis oleh
M. Yusuf Wibisono lebih kepada sebuah perilaku keagamaan dan penilaian
beberapa pandangan masyarakat dalam menyikapi perilaku keagamaan tersebut.
Adapun persamaan dan perbedaan dengan penelitian penulis adalah
adanya persamaan dalam konteks solidritas sosial namun berbeda dalam hal
bentuk ritual tradisinya sehingga menurut hemat penulis penelitian ini masih
relevan untuk dikaji dan dilakukan.
E. KAJIAN TEORI
1. Perilaku Keberagamaan
1.Pengertian Perilaku Keberagamaan
Perilaku keberagamaan berasal dari dua kata, yaitu perilaku dan
keberagamaan.Secara bahasa, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu dari
gerak atau sikap yang tidak hanya badan atau ucapan saja (W.J.S Poerwadinata,
1985:671). Perilaku juga diartikan sebagai tingkah laku, yaitu gerak gerik,
kegiatan aktifitas, tindakan, hal- ihwal dan perilaku manusia sebagai penampakan,
realisasi, pernyataan, dan manifestasi dari gejala-gejala kejiwaan. Dengan
12
karenanya mudah diamati, bisa diramalkan, dan dapat ditafsirkan (Kafie,
1993:48). Jika dilihat dari jenisnya, tingkah laku dibagi dua, yaitu tingkah laku
jasmani yang bersifat tertutup, subjektif dan rasional, dan tingkah laku rohani
yang bersifat terbuka (Kafie, 1993:48).
Sedangkan keberagamaan itu adalah pembicaraan mengenai pengalaman
atau fenomena yang menyangkut hubungan antara Agama dan penganutnya, atau
suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk bertingkah-
laku yang sesuai dengan agamanya (Kafie, 1993:48).
2. Fakta Sosial
2.1 Pengertian Fakta Sosial
Fakta sosial merupakan semua cara bertindak, berfikir, dan merasa yang
ada di luar individu, bersifat memaksa dan umum. Fakta sosial memiliki tiga
karakteristik. Pertama, eksternal. Yaitu di luar individu. Fakta sosial itu ada
sebelum individu ada dan akan tetap ada setelah individu tiada. Kedua,
Determined. Yaitu fakta sosial selalu memaksa individu agar selalu sesuai
dengannya. Ketiga, general. Yaitu tersebar luas dalam komunitas atau
masyarakat, milik bersama, bukan milik individu (Damsar, 2010:27).
Masih dalam Damsar bahwa, Fakta sosial adalah suatu hal yang nyata,dan
Durkhem membaginya dalam dua bentuk kategori. Yang pertama dalam bentuk
material. Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi
13
sesuatu yang dianggap nyata, muncul dalam kesadaran manusia, seperti rasa hiba,
kemarahan, dan lain-lain (2010:27).
A. Solidaritas Sosial
1. Pengertian solidaritas sosial
Kata solidaritas merupakan serapan dari bahasa inggris solidarity yang
berarti kesetiakawanan, kekompakan (Echols dan Sadhily, 2003:539).Sedangkan
MenurutZul Fajri dan Senja (2003:769) dalam kamus bahasa Indonesia,
solidaritas mempunyai arti perasaan solider, sifat saling rasa, perasaan setia
kawan.
Secara detail yang menjelaskan konsep solidaritas sosial adalah Emile
Durkheim, yang mendeskripsikan solidaritas sebagai suatu keadaan hubungan
antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan
kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh pengalaman emosional
bersama (Johnson, 1986:181).
Sedangkan menurut A. Mukti Alidalam muqaddimah-nya Ibn Khaldun,
konsepasabiyahjuga diterjemahkan sebagai solidaritas sosial (2000:50).
2. Macam-macam Solidaritas sosial
Menurut Emile Dhurkheim, ada dua macam bentuk solidaritas, yaitu:
Pertama, Solidaritas mekanik, yang didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif”
bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan
14
solidaritas jenis ini bergantung pada individu-individu yang mempunyai sifat yang
sama, yang menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Ciri khas
dari solidaritas ini didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam
kepercayaan, sentimen, dan sebagainya (Johnson, 1986:183).
Kedua, Solidaritas organik, yang muncul karena adanya pembagian kerja
yang bertambah besar.Solidaritas organik didasarkan pada tingkat saling
ketergantungan tinggi. Saling ketergantungan itu bertambah sebagai hasil dari
bertambahnya spesialisasi dan pembagian pekerjaan, yang memungkinkan dan
juga menggairahkan bertambahnya perbedaan dikalangan individu (Johnson,
1986:183).Secara sederhana solidaritas organik merupakan sebuah keterpaduan
dalam suatu organisme, yang berdasarkan atas keanekaragaman fungsi-fungsi
untuk kepentingan bersama, setiap organ memiliki ciri, fungsi, dan tugasnya
masing-masing. Setiap organ tidak bisa mengintervensi tugas organ yang lainnya
(Laeyendeker, 1983:291).
Dalam kamus sosiologi, solidaritas mekanik mempunyai arti integrasi
sosial yang didasarkan pada persamaan-persamaan.Sedangkan solidaritas organik
adalah integrasi sosial yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan komplementer.
(Soekanto, 1983:338).
3. Faktor yang mempengaruhi Solidaritas sosial
Timbul sebuah pertanyaan, apayang mempersatukan individu-individu
dimasyarakat, sehingga membentuk solidaritas sosial. Solidaritas terbentuk karena
15
(konsensus tentang satu yang diyakini), cita-cita, dan komitmen moral.
Sebagaimana diutarakan Durkheim, bahwasannya pengajaran moralitas umum
merupakan hal yang sangat penting untuk memperkuat dasar-dasar masyarakat
dan meningkatkan integrasi serta solidaritas sosial (Johnson, 1986:181).
Ada beberapa faktor yang memengaruhi terbentuknya solidaritas
sosial.Pertama, the Sacred (yang keramat) sebagai sumber solidaritas masyarakat.
Kedua, agama dapat menjadi ikatan solidaritas masyarakat, terlebih lagi agama
memiliki fungsi regulatif yang dapat menjadi pengawal batas antara yang diterima
dan tidak diterima. Ketiga, memori kolektif, kesadaran, dan perasaan masa lalu
bisa memberikan inspirasi untuk bersatu. Ketiga hal inilah secara langsung
maupun tidak langsung membentuk solidaritas masyarakat (Sutrisno dan Putranto,
2005:101-104).
B. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini ialah pendekatan
penelitian kualitatif.Ada beberapa definisi mengenai penelitian kualitatif salah
satunya adalahmenurut Bogdan dan Taylor (1975:5) menurut mereka“metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”
16
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subbjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain yang secara utuh dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah”. (Lexy j. Moleong, 2012:6).
Adapun perbedaanya dengan penelitian kuantitatif adalah penelitian
kuantitatif penelitian yang didasarkan atas perhitungan presentase, ci kuadrat,
rata-rata dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain penelitian kuantitatif
bersifat pada perhitungan atau angka-angka. (Moleong, 2012:3)
Dengan demikin penelitian ini dipandang tepat dengan menggunakan
pendekatan kualitatif sehingga penulis dapat menggambarkan dan menganalisis
secara menyuluruh dan mendalam.
2. Teknik Pengumpulan Data 2.1 Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan antara pewawancara dan
terwawancara dengan maksud tertentu (Moleong, 2012:186). Wawancara tentunya
dilakukan secara berhadap-hadapan antara pewawancara dan orang yang
diwawancarai. Dengan melakukan wawancara ini tentunya untuk mendapatkan
data yang lebih mendalam. Dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan
alatbantu pedoman wawancara atau interview guide. Menurut Koentjaraningrat
pedoman wawancara adalah suatu daftar dari pokok-pokok yang ditanyakan yang
17 2.2Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses pengumpulan data dengan mengumpulkan
bahan-bahan tertulis yang dianggap terkait dengan objek yang diteliti. Dokumen-
dokumen tersebut berupa buku, hasil penelitian, jurnal, kitab, dan bahan- bahan
lainnya. Kegunaan dari dokumen itu adalah untuk menafsirkan, menguji bahkan
untuk meramalkan dari sebuah peristiwa (Sugiyono, 2007:217).
4. Metode Penentuan Informan
Metode penentuan informan dalam penelitian skripsi ini adalah
menggunakan Key Informan. Dalam hal ini peneliti melakukan
pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam menentukan informan berdasarkan kateristik
tertentu. Sehingga informan yang didapatkan benar-benar mewakili sehingga
dapat menggambarkan dari hasil penelitianya.
Adapun informan yang peneliti ambil adalah 15 orang yang terdiri dari
Tokoh Agama 2 orang, Tokoh masyarakat 4 orang, alumni pesantren 2 orang, dan
warga masyarakat biasa 7 orang. Semua informan itu adalah orang-orang yang
sering mengikuti acara Haul secara rutin.
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, yakni memberikan
keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi informan yang sesuai dengan
tujuan penelitian.peneliti menganggap mereka ini adalah orang-orang yang
18 5. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian: Dilakukan mulai bulan April 2013 sampai dengan
bulan September 2013.
2. Tempat Penelitian: Lokasi penelitian dilakukan di Desa Siman RT 004
RW 002 Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan propinsi Jawa Timur.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data disebut juga dengan pengolahan data dan penfsiran data.
Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelahan, pengelompokan, sistematisasi,
penafsiran, verifikasi data agar sebuh fenomena memiliki nilai sosial, akademis,
dan ilmiah (H.J. Koesoemanto (ed), 2006: 217-218).
Reduksi yaitu menganalisa sesuatu secara keseluruhan kepada
bagian-bagiannya atau menjelaskan tahap akhir dari proses perkembangan sebelumnya
yang lebih sederhana. Tujuan dari reduksi data ialah untuk mengidentifikasi tema
utama yang telah diteliti dengan memberikan kategori pada informan yang telah
dikumpulkan (Novia Windy, 2008:538)
Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa data hasil pengamatan
dan data hasil wawancara.Data pengamatan didapat terutama dari
interaksi-interaksi antara penulis dan para informan.Pada saat pelaksanaan penelitian,
penulis dan para informan sedang menyusun skripsi, maka intensitas untuk
berinteraksi memungkinkan penulis untuk mengumpulkan beberapa data berupa
hasil pengamatan yang membantu penulis dalam mencoba menjawab masalah
19
Data wawancara dalam penelitian ini merupakan data utama yang menjadi
bahan analisis untuk menjawab masalah penelitian.Wawancara dilakukan dengan
model wawancara tak berstruktur.Dengan harapan eksplorasi yang bebas bisa
menggali sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Data yang dihasilkan dari wawancara tiap informan langsung diolah setiap kali
selesai wawancara.Hasil wawancara langsung dibuat rangkumannya dan
pernyataan-pernyataan inti dicatat dalam reduksi transkrip wawancara.Setelah itu
baru kemudian data dimasukkan ke dalam satuan-satuan untuk dikategorisasikan.
Data yang sudah dikategorikan kemudian diperiksa keabsahannya dengan cara
mengkonfirmasi hasil wawancara pada tiap informan, dan membandingkannya
dengan catatan hasil pengamatan. Untuk melengkapi data, dalam penelitian ini
juga beberapa kali diajukan pertanyaan tambahan kepada tiap informan di luar
wawancara formal. Ini dilakukan semata-mata demi untuk melengkapi apa yang
sebelumnya di wawancara kurang tereksplorasi dengan baik. Dengan begitu
20 C. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah penulisan, skripsi ini dibahas dalam beberapa bab,
yang akan diuraikan sebagai berikut:
BAB I : Berisi pendahuluan yang terdiri dari pernyataan masalah,
pertanyaan,penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kajian teoritis, metodologi penelitian, dan ditutup dengan sistematika
penulisan.
BAB II : Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum desa Siman yang meliputi
sejarah munculnya Desa Siman, letak geografi, struktur dan bagan Desa
Siman, jumlah penduduk, pendidikan, ekonomi, dan budaya.
BAB III : Bab ini menjelaskan seputar pengertian tradisi Haul, sejarah tradisi
Haul, sejarah Haul KH. Abdul Fattah, penyelenggaraan dan pelaksanaan
tradisi Haul KH. Abdul Fattah.
BAB IV : Bab ini menjelaskan tentang temuan dan analisis hasil penelitian yang
diungkapkan dengan beberapa sub bab, yakni persepsi masyarakat Desa
Siman tentang tradisi Haul KH. Abdul Fattah, terbentuknya solidaritas
sosial melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah, dan bentuk-bentuk
solidaritas sosial masyarakat Desa Siman melalui tradisi Haul KH. Abdul
Fattah.
BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang menjelaskan kesimpulan dan
21 BAB II
GAMBARAN UMUM DESASIMAN
Dalam bab ini penulis menguraikan secara ringkas mengenai sejarah muncul,
letak geografis, serta kondisi sosio-demografi Desa Siman.
A. Sejarah Munculnya Desa Siman
Berdasarkan informasi dari kepala Desa Siman yang tertera dalam
RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) Siman tahun 2010.
Dalam sejarah awalnya Desa Siman muncul dari sekumpulan orang yang selalu
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Perpindahan adalah untuk
mencari lahan yang sekiranya bisa ditanami. Salah satu bukti kehidupan mereka
itu dapat dibuktikan dengan ditemukanya bekas-bekas reruntuhan bangunan kuno
sepertihalnya pecahan genteng dibeberapa tanah tegalan.
Tepat pada hari Jum’at, ada seorang laki-laki dari sekumpulan orang itu
yang bernamaGarim yang memberikan gagasan tentang pentingnya sebuah
pemukiman bagi mereka. Dalam rangka mewujudkan gagasannya, Garim
mengumpulkan warga kelompok tersebut untuk diajak berembuk. Dari hasil
pertemuan itu lahirlah sebuah kesepakatan tempat bermukim tetap, yang bernama
”Desa Siman”.
Bagi mereka, nama ini mempunyai dua arti, Pertama, Siman memiliki
makna“Isinya Iman”, yang berarti bahwa sejelek-jeleknya atau sejahat-jahatnya
22
yang kuat, yaitu Iman, masih ingat terhadap ajaran Ulama dan Kyai.Kedua,Siman
memiliki makna “Kusi-Eman”, yang berarti bahwa masyarakat yang hidup
sederhana, berkecukupan, irit, hemat, dan tidak suka foya-foya yang bersifat
pemborosan.
Dalam perkembangannya, lambat laun Desa Siman mengalami kemajuan
yang meningkat, terutama dalam bidang ekonomi. Selain itu, masyarakat Desa
Siman dalam mengatur kehidupannya mengenal istilah organisasi.Selanjutnya
untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, maka Desa Siman pun
dipimpin oleh seseorang yang dianggap mampu mengatur, kehidupan
bermasyarakat. Berikut adalah beberapa pemimpin, yang pernah memimpin Desa
Siman;
1. Garim tidak diketahui secara pasti, tapi yang pasti ia adalah yang pertama.
2. Sentono sampai pada tahun 1917
3. Saeman tahun 1917 sampai 1926
4. Naliran tahun 1926 sampai 1932
5. Muhammad Rayin tahun 1932 sampai 1959
6. H. Syamsul Hadi tahun 1959 sampai 1989
7. H. Suminto S.Ag tahun 1989 sampai 1998
8. Ir. Muchtar tahun 1998 sampai 2007
9. Usman tahun 2007 sampai sekarang.
Hampir semua pemimpin tersebut mempunyai garis keturunan dari Garim,
23
Selain itu Desa Siman dikenal dengan sebuah desa yang memiliki nilai
sejarah yaitu pondok pesantrennya. Sekitar tahun 1942, KH. Abdul Fattah bin
Muhammad Ro’is mendirikan sebuah pondok pesantren bernama Al Fattah.
KH. Abdul Fattah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Nawawi
merupakan putra desa asli dari Desa Siman.Kyai Nawawi adalah putra dari
seorang modin bernama Mohammad Ro’is.Pondok pesantren yang dibangun saat
itu berfungsi untuk menuntut ilmu agama juga berfungsi untuk membentuk putra
– putri terbaik, yang kelak berguna untuk bangsa. Selain itu pondok pesantren itu
sering dijadikan sebagi tempat berkumpulnya para pahlawan dalam melancarkan
aksinya terhadap para penjajah Belanda.
Sekitar tahun tahun 1949 Belanda masuk Desa Siman, dalam rangka
mencari tentara dan pejuang Indonesia yang bersembunyi di Desa Siman.
Kedatangan para penjajah Belanda itu, ternyata untuk membawakepala Desa
Siman.Rumah kepala desa dibakar habis oleh para penjajah Belanda. Melihat
kenyataan itu, pejuang Hisbullah yang melakukan pertemuan di pondok pesantren
Al Fattah untuk menyusun strategi, dalam rangka melakukan perlawanan terhadap
para penjajah Belanda.
Maka pada tahun yang sama pengasuh pondok pesantren Al Fattah dan
keluarganya harus mengasingkan diri dari Desa Siman untuk bersembunyi.
Karena pada saat itu Belanda terus mencari para Ulama dan tokoh-tokoh
masyarakat untuk ditangkap, disiksa, bahkan sampai dibunuh.Selain itu, di Desa
Siman juga terjadi pertempuran antara pejuang Hisbullah dengan tentara Belanda
24
Ngasijan. Keduanya tertembak di Desa Karang di sebelah Desa Siman. Awalnya
Kasbuloh dan Ngasijan dimakamkan di Kuburan Utara. Akan tetapi kedua
pahlawan itu dipindah ke makam Pahlawan Lamongan. Setelah kejadian itu Desa
Siman mulai berangsur-angsur aman dan terkendali sampai saat ini.
B. Letak Geografi
Desa Siman terletak di wilayah Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan
Propinsi Jawa Timur, Jarak tempuh ke ibu kota Kecamatan sekitar 2 kilometer,
dengan waktu tempuh sekitar lima menit. Jarak ke Ibu kota Kabupaten Lamongan
sekitar 23 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.
Adapun batas Desa Siman, disebelah utaranya adalah Desa Kembangan,
disebelah selatannya adalah Desa Bulu Tengger, disebelah timurnya adalah Desa
Cungkup, disebelah baratnya adalah Desa Miru.
Sedangkan luas wilayah Desa Siman adalah 220 Ha. Yang dibagi menjadi:
Lahan Sawah 159 Ha, lahan Tegal 10 Ha, lahan pemukiman 39 Ha, lahan
pemukiman umum 5 Ha, lahan kas desa 4 Ha, lahan Bengkok perangkat 3 Ha.
Adapun Pembagian wilayah Desa Siman sebagai berikut:
Wilayah RW Membawahi Luas Wilayah
25 Sumber: RPJMDes Siman 2010
C. Struktur dan bagan Desa Siman.
26
Nama Pejabat Pemerintah Desa Siman
No Pejabat Pemerintahan Jabatan Keterangan
1 Usman Kepala Desa
2 Sekretaris Desa Kosong sejak Th.
2010
3 Shodikin Kaur umum Meninggal akhir
2012
4 Shodikun Kaur keuangan
5 Sukarno Seksi Pemerintahan
6 Unsuri Seksi Ekbang
7 Imam Rofi’i Seksi Transtib
8 Nurdi Seksi Kesmas
9 Drs. Sofiul Anam Kepala Dusun
Sumber: RPJMDes Siman 2010
Nama badan musyawarah desa siman periode tahun 2013-2019
No Nama Jabatan Keterangan
1 Drs. Abdus Salam Ketua
2 Ali Rohman Wakil Ketua
3 Drs. Ahmad Arifin Sekretaris
4 Drs. Said Bendahara
Jumlah penduduk masyarakat Desa Siman sekitar 3.090 Jiwa.Yang terdiri
27 E. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Siman cukup beragam. Untuk
tingkat SD berjumlah 169 jiwa, SLTP 236 jiwa, SLTA 142 jiwa, dan perguruan
tinggi 95 jiwa. Sedangkan yang buta aksara 36 jiwa.
F. Ekonomi
Desa Siman memiliki pasar Sido Mulyo sebagai tempat bagi masyarakat
untuk mencari atau membeli kebutuhan sehari-hari.Tidak hanya itu pasar ini juga
dijadikan sebagi tempat transaksi jual-beli hasil bumi.Karena mayoritas
masyarakat Desa Siman bermata pencaharian sebagai petani.Dengan hasil
pertanian seperti Padi, Jagung, Kacang Ijo, pisang dan lain-lain.Selain itu
masyarakat Desa Siman juga memiliki beberapa peternakan sebagai usaha
sampingan, yaitu kambing dan ayam kampung.Akan tetapi peternakan masyarakat
Desa Siman hanya sebagai hewan peliharaan saja.
Adapun mata pencaharian masyarakat Desa Siman sangatlah beragam.
Buruh Tani sekitar 206 jiwa, petani sekitar 1.500 jiwa, peternak sekitar 56 jiwa,
pedagang sekitar 169 jiwa, PNS sekitar 26 jiwa, yang bergerak dalam bidang jasa
sekitar 16 jiwa , pensiunan sekitar 12 jiwa, TNI/POLRI sekitar 29 jiwa, dan
28 G. Agama
Semua anggota masyarakat Desa Siman beragama Islam. Dalam
menjalankan ibadahnya masyarakat Desa Siman melakukannya di Masjid dan
Musholla. Adapun jumlah tempat ibadah masyarakat Desa Siman terdiri dari 2
bangunan Masjid dan 10 bangunan Musholla.
H. Budaya
Adapun dalam soal budaya, masyarakat Desa Siman selama ini masih
memegang teguh adat istiadat atau kebiasaan secara turun-temurun.Adat istiadat
itu seperti Haul desa atau istilah orang-orang tua“Nyadran atau Sedekah Bumi”
setiap tahun, yasinan, tahlilan, serta Hadrah. Setiap malam Jum’at Wage, sejak
dulu sampai sekarang, masyarakat Desa Siman selalu mengadakan
“Selametan”dengan cara berdoa dikuburan.
Karena masyarakat Desa Siman mayoritas beragama Islam, berbagai
kegiatan yang menyangkut budaya bernuansa Islami.Padahal masyarakat desa
Siman pada zaman dahulu, ketika mengadakan “Nyadran”sering dibarengi dengan
kegiatan pertunjukan kesenian Wayang Kulit. Namun dengan perlahan, seiring
banyaknya perubahan-perubahan yang dilakukan oleh KH. Abdul Fattah terhadap
masyarakat Desa Siman tradisi “Nyadran” tersebut diganti diisi dengan acara doa
29 BAB III TRADISI HAUL
Bab ini menjelaskan atau membahas seputar pengertian Haul, sejarah
tradisi Haul, serta sejarah tradisi Haul KH. Abdul Fattah di Desa Siman.
1. Pengertian Tradisi Haul
Dalam kamus bahasa Indonesia, menurut Santoso dan al-Hanif tradisi
adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan
masyarakat, penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan
cara yang paling baik dan benar (2002:387). Sementara itu dalam Kamus
Antropologi, tradisi diartikan sama dengan adat istiadat, yaitu kebiasaan yang
bersifat magis-religius dari kehidupan penduduk asli yang meliputi nilai-nilai
budaya, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan yang saling berkaitan yang
kemudian menjadi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan
atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial (Ariyono dan Siregar, 1985:4).
Sedangkan dalam Kamus Sosiologi, tradisi mempunyai arti sebagai adat istiadat
dan kepercayaan yang secara turun-temurun dapat dipelihara (Soekanto,
1993:459). Masih dalam kamus sosiologi, tradisi juga berarti aspek subyektif
kebudayaan suatu kelompok yang dipelihara secara turun temurun melalui bahasa,
nilai-nilai, kepercayaan, sikap-sikap, dan seterusnya (Soekanto, 1993:459).
Kata tradisi juga ada dalam bahasa Arab, yaitu turats, berasal dari
unsur-unsur huruf wa ra tsa, yang dalam kamus klasik disepadankan dengan kata-kata
30
mempunyai arti “segala yang diwarisi manusia dari kedua orang tuanya, baik yang
berupa harta maupun pangkat atau keningratan” (Abed al-Jabiri, 2000:2).
Menurut Ensiklopedi Britanica, tradisi mempunyai pengertian kumpulan
dari kebiasaan, kepercayaan, dan berbagai praktek yang menyebabkan lestarinya
suatu kebudayaan, peradaban, atau kelompok sosial, dan karena itu membentuk
pandangan hidupnya (Pranowo, 1998:5). Selain itu tradisi juga mempunyai arti
segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini
(Sztompka, 2007:70). Tradisi dianggap sebagai norma-norma, kaidah, dan
kebiasaan-kebiasaan. Tradisi bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah, tapi justru
dipadukan dengan keanekaragaman perbuatan manusia. Karena manusia yang
membuat tradisi, maka manusia jugalah yang bisa menerima, menolaknya, dan
atau bahkan mengubahnya (Van Peursen, 1976:11).
Adapun kata haul (peringatan satu tahun setelah kematian) menurut
Jalaluddin as-Suyuthi (1417 H/1996:208) diambil dari sebuah ungkapan yang
diambil dari hadits Nabi SAW.
“Rasulullah SAW setiap haul (setahun Sekali) berziarah kemakam syuhada perang Uhud. Ketika Nabi SAW sampai disuatu tempat bernama
Sya’b beliau mengeraskan suaranya dan berseru: keselamatan bagimu
atas kesabaranmu, alangkah baiknya tempatmu di akhirat. Abu Bakar ra.Juga melakukan seperti itu. Demikian juga Umar bin Khattab ra. Dan Usman bin Affan ra.” (H.R. Baihaqi)
Sedangkan dalam bahasa Arab kata haul semakna dengan sanah, yaitu
tahun. Istilah itu sering juga oleh organisasi tradisional dalam memperingati
hal-hal yang dianggap mempunyai makna yang sangat berarti setelah genap setahun,
31
di Indonesia (sholeh So’an, 2002:121).Haul juga berasal dari bahasa Arab
Al-Haul, yang memiliki arti telah lewat, dan berlalu, atau tahun. Dalam literatur fiqih
pada bab Zakat, haul menjadi syarat wajibnya zakat hewan ternak, emas, perak,
serta harta dagangan. Artinya wajib mengeluarkan Zakat atas barang tersebut bila
telah mencapai satu tahun (Hanif Muslih, 2006:1). Karena haul juga mempunyai
arti setahun, maka peringatan haul juga diartikan sebagai peringatan genap satu
tahun (Fatah, 2012:270).
2. Sejarah Tradisi Haul
Dalam salah satu literatur disebutkan bahwa tradisi peringatan kematian
pada masyarakat Jawa berasal dari tradisi sosio-religi bangsa Campa Muslim.
Bangsaini berada di kawasan Vietnam selatan, sampai pada akhirnya mengalami
pengusiran pada tahun 1446 dan 1471 M. Sedangkan tradisi muslim campa sendiri
diwarisi dari kultur muslim kawasan Turkistan, Persia, Bukhara, dan Samarkand.
Yang dari kawasan itulah islam berkembang di indo-cina, termasuk Campa pada
abad ke 10 M (Solikhin Muhammad, 2010:438).
Setelah bangsa Campa mengalami pengusiran tersebut mereka banyak
yang mengungsi di Indonesia dan menyebarakanIslam dengan budaya
sosio-religinya. Diantara penyebaran budaya sosio-religi tersebut adalah tradisi haul,
perayaan hari asyura’, maulid nabi, rebo wekasan, larangan hajat di bulan
Muharram,dan lain sebagainya. Salah satu tokoh yang menyebarkan tradisi
32
seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunungjati, dan seterusnya
(Solikhin Muhammad, 2012:438).
Tradisi haul di Indonesia umumnya berkembang kuat di
kalangannahdhiyin atau masyarakat yang tergabung dalam wadah organisasi NU
(Nahdhatul Ulama). Tradisi Haul dianggap atau dimaknai sebagai bentuk
peringatan meninggalnya seseorang setiap tahun, yang biasanya dilaksanakan
tepat pada hari, tanggal, dan pasaran meninggalnya seseorang (Fadeli dan Subhan,
2007:119).Peringatan ini bisa berlaku bagi siapa saja, tidak terbatas hanya pada
orang-orang NU.Akan tetapi bagi orang-orang NU, haul lebih bernuansa sakral,
dibandingkan orang Jawa biasa yang menyelenggarakannya (Fatah, 2012:271).
Gema haul akan terasa lebih dahsyat jika yang meninggal adalah seorang tokoh
kharismatik, ulama besar, atau pendiri Pesantren (Fatah, 2012:271). Acara haul
seringkali diisi dengan pembacaan doa-doa, tahlil, dan dzikir secara
bersama-sama.Kadang kala ditambah dengan ceramah agama dari para ulama atau Kyai
(Fadeli dan Subhan, 2007:120).
3. Profil dan Sejarah Haul KH. Abdul Fattah
Tradisi peringatan Haul KH.Abdul Fattah berakar pada sosok almarhum
KH. Abdul Fattah. KH. Abdul Fattah yang mempunyai sebutan lain Kyai
Nawawi. KH. Abdul Fattah adalah warga asli Desa Siman beliau adalah putra
pertama dari perkawinan Ahmad Rais dengan Teminah.Ahmad Rais adalah tokoh
masyarakat dan agama yang menjabat sebagai modin Desa Siman pada waktu
33
Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur.KH.Abdul Fattah adalah pendiri
Pondok Pesantren Al-Fattah yang terletak di Desa Siman Kecamatan Sekaran
Kabupaten Lamongan (Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:1).
Pada tahun 1922 ketika beliau berusia 13 tahun beliau memulai karir
studinya di berbagai pondok pesantren baik yang pesantren yang sudah
terpandang maupun yang belum terpandang.Dimulai tahun 1922 beliau pertama
kali menginjakkan kakinya dipesantren di Desa Miru dibawah asuhan Kyai
Shoim, dipesantren ini beliau hanya mondok selama satu tahun.kemudian pada
tahun 1923 beliau pindah pesantren di Desa Sungegeneng untuk menuntut ilmu
pada Kyai Haji Abu Ali, disini beliau juga hanya satu tahun. selanjutnya pada
tahun 1924 beliau menuju pondok pesantren di Desa Kebalandono dibawah
asuhan Kyai haji Khozin selama kurang lebih tiga tahun sampai dengan tahun
1926. Di pesantren ini beliau memulai belajar ilmu Nahwu Shorof( ilmu tata
bahasa bahasa Arab). Berkat ketekunan dan kesungguhan beliau dalam waktu tiga
tahun itu beliau telah dapat membaca kitab kuning ( kitab yang bertuliskan bahasa
arab gundul tanpa harokat yang dicetak menggunakan kertas berwarna kuning)
(Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:2).
Dilanjutkam pada tahun 1927 beliau melanjutkan jenjang studinya ke
pondok pesantren Langitan Tuban. Di pesantren ini beliau menghabiskan usia
mudanya untuk menuntut berbagai disiplin ilmu agama mulai dari ilmu Tauhid,
Hadits, fiqh, dan sebagainya kepada Kyai Haji Abdul Hadi. Kepada Kyai Abdul
Hadi ini beliau betul-betul berkhidmat dalam segala bentuk kehidupannya. Figur
34
perjuangannya dan banyak mengintuisi dalam perjalanan kekyaiannya.Kyai Abdul
Hadi adala satu-satunya Kyai yang mematangkan jiwa, semangat, dan penguasaan
ilmunya, sehingga menjadikan KH. Abdul Fattah menjadi tokoh Kyai yang
terkenal sangat memegang prinsip kitab-kitab kuning (baca: ilmu agama) dan
prinsipnya itu tidak bisa ditawar-tawar lagi atau dengan kata lain beliau adalah
tokoh Kyai Konservatif yang kuat. Sebagaimana yang dikatakan oleh KH.Abdul
Majid putra ke-2 KH. Abdul Fattah:
“bapak (KH. Abdul Fattah) itu persis sekali dengan Kyai Abdul Hadi, bisa diakatakan photocopy-nya Kyai Abdul Hadi” (Wawancara pribadi pada tanggal 10 Agustus 2013).
Dibawah asuhan Kyai Haji Abdul Hadi beliau menghabiskan waktunya kurang
lebih selama 13 tahun yaitu, mulai tahun 1927 sampai dengan tahun 1939.
Tahun 1940 beliau KH.Abdul Fattah atas izin Kyai Haji Abdul Hadi
meneruskan pendidikan pesantrennya ke pesantren Kasingan Rembang Jawa
Tengah di bawah asuhan KH.Ahmad Kholil selama satu tahun, istilahnya hanya
tabarrukan (mengharapkan berkah) saja.Selanjutnya pada tahun 1941 beliau
tabarrukan ke berbagai pondok pesantren, diantaranya pondok pesantren
Tebuireng Jombang di bawah asuhan KH.Hasyim Asy’ari pendiri organisasi NU,
kemudian kepada KH. Khozin Siwalan Panji Sidoarjo. Selama Tabarrukan ini
beliau tidak pernah terlepas dari ijin Kyai Haji Abdul Hadi Langitan (Milad dan
Pesantren Ihya’uddin, 1985:3).
KH.Abdul Fattah menyelesaikan karir belajarnya tepat pada awal tahun
1942.Setelah pamitan dan mohon izin kepada Kyai Haji Abdul Hadi Langitan dan
35
“di titipi” Kyai Haji Abdul Hadi beberapa santri untuk di asuh di kampung
halamannya Desa Siman.Sesampainya di rumah beliau KH.Abdul Fattah atas
perintah orangtunya beliau menikah dengan seorang wanita tetapi hanya kurang
lebih satu bulan jodohnya hanya sampai di situ. Kemudian pada tahun itu juga
yaitu pada tanggal 7 Maret 1942 beliau menikah dengan seorang gadis bernama
Marwiyah binti H. Abdullah dari Desa Cangaan Kecamatan Kanor Bojonegoro,
dan dari pernikahannya yang terakhir ini beliau di-karuniai tujuh orang putra dan
satu orang putri. Bersama dengan ibu Nyai Marwiyah dan didukung pula oleh
para tokoh masyarakat Desa Siman beliau mendirikan pondok pesantren
Ihya’uddin pada tanggal 26 Agustus 1942.
Pada masa-masa awal saat didirikannya pesantren yang dilatarbelakangi
oleh kondisi sosial ekonomi dan politik yang sangat mencemaskan, mayoritas
masyarakat Desa Siman hidup di bawah garis kemiskinan yang amat dalam.
Tidaklah mengherankan kalau taraf pemikiran dan kepandaian masyarakat
seirama dengan dengan kondisi ekonominya. Mayoritas masyarakat Siman buta
huruf latin dan hanya beberapa orang saja yang dapat membaca dan menulis huruf
Arab (Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:2).
Sebagaimana diketahui pada tahun 1942 adalah tahun masuknya penjajah
Jepang di Indonesia. Pada waktu itu termasuk juga masyarakat Siman sempat
merasakan injakan kaki penjajah, sehingga kehidupan masyarakat pada semua
segi terkoyak-koyak dalam penindasan dan kesengsaraan lahir batin. Didorong
oleh faktor-faktor tersebut di atas pemuda Nawawi terpanggil sanubarinya sebagai
36
kemudian mendirikan sebuah pesantren yang diberi namaIhya’uddin. (Milad dan
pesantren Ihya’uddin, 1985:3) Hal ini diperkuat oleh perkataan KH.Abdul Majid
selaku putra ke-2 KH. Abdul Fattah, beliau mengatakan:
“pada awal mulanya didirikannya pondok pesantren ini oleh KH. Abdul Fattah pesantren diberi nama Ihyauddin, namun seiring berjalannya waktu semenjak meninggalnya KH. Abdul Fattah untuk menghormati beliau sebagai pendiri pesantren maka diubahlah namanya menjadi Pondok Pesantren Al-Fattah” (Wawancara pribadi pada tanggal 10 Agustus 2013).
Sesuai dengan namaIhya’uddin yang berarti menghidupkan agama, adalah
relevan dengan kondisi masyarakat dan tantangan pertama yang harus dihadapi.
Sebab kondisi masyarakat Desa Siman dan sekitarnya pada waktu itu sangatlah
memperihatinkan baik dari kadar pengetahuan maupun pengamalan agama.
Pendirian pesantren Ihya’uddin dimaksudkan oleh beliau untuk menghidupkan
cahaya keagamaan masyarakatnya, membuka tabir kegelapan, dan menyingkap
kelam pekatnya kebodohan mereka melalui motivasi-motivasi nur keimanan
islami. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan kepala Desa Siman bapak
Usman Syarif mengenai sosok KH. Abdul Fattah tentang peran dakwahnya di
desa tersebut:
“Melalui keberhasilan pendirian pesantren yang didirikan beliau, mbah
Fattah dinilai telah berhasil merubah masyarakat Desa Siman dan sekitarnya, yang semula dikenal sebagai masyarakat abangan (masyarakat yang belum mengenal ajaran-ajaran agama Islam), menjadi masyarakat santri, yaitu masyarakat yang mengenal sekaligus mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Atas alasan ini, masyarakat Desa Siman dan sekitarnya pada akhirnya menganggap KH. Abdul Fattah sebagai sosok yang layak dihormati, sosok yang dipandang berhasil menggagas perubahan masyarakat Desa Siman dan sekitarnya, dari masyarakat abangan menjadi masyarakat santri” (Wawancara pribadi pada tanggal 12 Agustus 2013).
Setelah wafatnya KH.Abdul Fatah tradisi-tradisi dakwahnya trus
37
penghormatan atas jasa-jasa beliau maka keluarga dan masyarakat Desa Siman
tetap mengenang almarhum dengan menyelenggarakan do’a tahunan seperti
peringatan Haul, hal ini diperkuat seperti yang diceritakan oleh KH. Muhammad
Ma’mun Fattah selaku putra ke-7 dari almarhum KH. Abdul Fattah yang
mengatakan:
“Haul bapak ini dimulai sejak tahun kedua meninggalnya bapak atau sekitar tahun 1993, dan biasanya diadakan setiap tahun pada ulan Suro penanggalan hijriyah.” (Wawancara pribadi pada tanggal 17 Agustus 2013)
Berdasarkan penuturan dari KH.Muhammad Ma’mun Fattah ini bisa
dikatakan bahwa pelaksanaan Haul KH.Abdul Fattah sampai saat ini sudah
terlaksana cukup lama. Terhitung dari pertama kali dilaksanakan pada tahun 1993
hingga tahun 2012 maka Haul KH.Abdul Fattah ini sudah terselenggara sebanyak
dua puluh kali.
4. Penyelenggara dan pelaksanaan tradisi Haul KH. Abdul Fattah.
Tradisi haul adalah tradisi yang dilaksanakan setiap setahun sekali.Begitu
juga tradisi Haul KH.Abdul Fattah diadakan setiap setahun sekali pada bulan
Muharram pada penanggalan Hijriyah.Seperti yang diungkapkan bapak Nurdi
selaku ketua panitia acara Haul KH.Abdul Fattah yang ke-20.
“acara Haul KH. Abdul Fattah diselengarakan pada tanggal 1 ulansuro
(Muharram).Dibuka dan diawali dengan ziarah ke makam, dihadiri oleh para santri-santri pondok dan masyarakat desa Siman. Lalu kemudian dibuka dengan pembacaan khotmil Qur’an secarabil ghoib (dengan hafalan) selama tujuh hari di Masjid Jami’ desa Siman dan dipesantren. Selama tujuh hari itu Setiap hari dilaksanakan tahlilan dan khataman
38
Lalu kemudian setelah tujuh hari itu acara puncak dan pengajian bertempat dipondok.” (Wawancara pribadi pada tanggal 15 Agustus 2013)
Berdasarkan wawancara dengan bapak Nurdi tersebut acara Haul KH,
Abdul Fattah pada setiap tahun dibuka pada tanggal 1 Muharram bertempat di
pemakaman umum Desa Siman yang di situ juga terdapat makam KH. Abdul
Fattah. kemudian acara dibuka dengan pembacaan al-Qur’an secara bil
ghoib(dengan hafalan) yang dilakukan oleh para santri yang telah ditunjuk oleh
pihak pesantren yang dilaksanakan di Masjid Jami’ Desa Siman.
Dalam pembacaan al-Qur’an ini biasanya dalam satu hari 30 juz selesai
dan dilakukan selama seminggu berturut-turut hingga sampai pada hari acara
puncak haul. Dalam masa pembacaan al-Qur’an ini masyarakat Desa Siman juga
banyak yang mengikuti meskipun hal ini tidak diwajibkan. Adakalanya mereka
hanya mengikuti sebentar saja dengan cara menyimak pembaca al-Qur’annya atau
cuma sekedar datang dan cukup membaca tahlil saja di makam KH. Abdul Fattah.
setelah itu langsung pulang. Jadi pembacaan al-Qur’an di makam ini bagi
masyarakat Desa Siman atau orang lain yang bukan santri tetapi pesantren
al-Fattah sifatnya hanya menghormati. Beda dengan santri yang setiap hari dan
terjadwal atau giliran untuk datang ke makam.
Kemudian setelah pembacaan al-Qur’an bil ghoib selama satu minggu
selesai pada malam sebelum acara puncak dilanjutkan dengan acara kenduri atau
semacam acara selametan yang bertempat di rumah keluarga KH. Abdul Fattah.
Acara ini dihadiri khusus oleh masyarakat Desa Siman dan sekitarnya saja. Dalam
39
doayang pahalanya diberikan kepada semua ahli kubur, kepada warga Desa Siman
yang sudah meninggal, dan khususnya kepada almarhum KH. Abdul Fattah.
Setelah acara kenduri selesai para tamu diberi berkat yaitu bingkisan yang
didalam bingkisan itu berisi nasi dan beberapa lauk pauk.Pemberian berkat ini
sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Desa Siman. Bahwa setiap warga atau
masyarakat Desa Siman yang mempunyai hajat atau sebuah acara ketika acara
selesai pasti akan memberikan berkat kepada para tamu atau undangan yang
datang ke acara tersebut. Bahkan pada kasus tertentu meskipun yang diundang
tidak datang ke acara para sohibul hajat atau yang mempunyai acara itu tetap
mengirimkan bingkisan tersebut kerumahnya.Hal ini menunjukkan bahwa pada
dasarnya masyarakat desa Siman mempunyai tradisi yang cukup membentuk
solidaritas sosial yang cukup tinggi antar warganya.
Pada esok harinya setelah acara kenduren tersebut adalah acara inti atau
puncak dari haul .Adapun acara haul bertempat di pondok pesantren al-Fattah.
Dalam acara haul ini banyak dihadiri oleh para undangan, biasanya yang
menghadiri adalah para tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, para pejabat
pemerintahan, para alumni pesantren, dan khususnya masyarakat Desa Siman dan
40 BAB IV
HASIL PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang keyakinan masyarakat Desa Siman tentang
tradisi Haul KH. Abdul Fattah, terbentuknya solidaritas sosial masyarakat Desa
Siman melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah, serta bentuk-bentuk solidaritas
sosial masyarakat Desa Siman melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah.
A. Norma dan Nilai dalam masyarakat Desa Siman
Setiap individu dalam suatu masyarakat mempunyai pandangan tersendiri
dalam menentukan jalan hidupnya, begitu juga halnya dalam menentukan sebuah
keyakinan yang dalam keyakinan itu mempengaruhi juga pandangan dan tindakan
dalam menilai segala fenomena yang ada dalam masyarakat tersebut.
Tradisi Haul KH. Abdul fattah adalah sebuah fenomena yang ada di
tengah masyarakat Desa Siman.Sebuah fenomena yang mempunyai arti tersendiri
bagi masyarakat Desa Siman.Sebagai sebuah fenomena tradisi yang sudah
berlangsung cukup lama tradisi Haul KH.Abdul Fattah ini mempunyai penilaian
atau pandangan yang positif di mata masyarakat Desa Siman. Karena tradisi haul
ini sifatnya sosio – religius dan meskipun pada sebagian masyarakat berpaham
modern yang dalam hal ini diwakili kelompok keagamaan seperti
Muhammadiyyah, Persatuan Islam (Persis) setidaknya tidak melaksanakan tradisi
haul (seperti perdebatan khilafiyah dalam sejarah terbentuknya organisasi ini),