IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
DAN KEMANDIRIAN SISWA
TESIS
Oleh:
DIANA ASTRIA GULTOM NIM. 8136172021
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
DIANA ASTRIA GULTOM. Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Dan Kemandirian Siswa. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa disebabkan oleh pembelajaran yang berlangsung belum mengkonstruk pemikiran siswa. Adapun upaya yang dilakukan adalah menerapkan model pembelajaran CTL berbasis konstruktivisme yang bertujuan untuk: (1) meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa (2) meningkatkan kemandirian belajar siswa (3) mengetahui aktivitas aktif siswa (4) mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran (5) menganalisis proses jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan komunikasi matematik siswa.
Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan di SMK Immanuel Medan. Subjek Penelitian kelas X Teknik Sepeda Motor (TSM) Tahun Pelajaran 2014/2015 sebanyak 32 orang. Objek pada penelitian ini adalah pembelajaran yang menerapkan model CTL untuk mengetahui meningkatnya kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian siswa. Penelitian ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II terdiri dari 8 pertemuan.
Adapun hasil penelitian ini adalah (1) meningkatnya kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil perolehan pada siklus I terdapat 25 siswa atau 78,1% nilai terendah siswa yakni 2,33 sedangkan untuk nilai ketuntasan memiliki nilai minimal 2,67. Pada siklus II meningkat menjadi 30 siswa atau 93,75%. Sehingga terjadi peningkatan sebesar 15,65%. Sedangkan pretes komunikasi matematik diperoleh 12,5% atau nilai 2,11 dengan 4 siswa yang dinyatakan tuntas. Pada postes diperoleh 97% atau nilai 3,54. Sehingga terjadi peningkatan 84,5%. (2) meningkatnya kemandirian siswa, hal ini dapat dilihat pada hasil perolehan pada siklus 1 terdapat persentase terendah 33,13% memiliki dan persentase tertinggi 38,73%. Pada siklus II diperoleh persentase terendah sebesar 68,97% dan tertinggi 89,84%. Sehingga terjadi peningkatan untuk kemandirian siswa sebesar 51,11%. (3) Aktifitas aktif siswa pada siklus I terdapat 5 kriteria pengamatan yang memiliki nilai rata – rata 3,42, pada siklus II terdapat 5 kriteria pengamatan yang memiliki nilai rata – rata 4,81. Sehingga terjadi peningkatan sebesar 1,39. (4) Proses penyelesaian jawaban siswa menyelesaikan tes kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian siswa lebih baik.
ii ABSTRACT
DIANA ASTRIA GULTOM. Implementation of Model-Based Contextual Learning Constructivism To Improve Communication Skills Math Students And Independence. Thesis Mathematics Education Graduate Medan State University, 2016.
Lack of communication skills and independent learning mathematics student learning that takes place due to not construct students' thinking. As for the efforts is applying the learning model CTL-based constructivism which aims to: (1) improve the communication skills of mathematics students (2) increase the independence of student learning (3) determine the activities of active students (4) determine the ability of teachers to manage learning (5) analyzes the responses of the students in solving mathematical test communication skills of students.
This research is the Classroom Action Research (PTK) held at SMK Immanuel Medan. Research subjects in class X Motorcycle Engineering (TSM) in the academic year 2014/2015 as many as 32 people. The object of this research is learning that applying the model to determine the rising CTL mathematical communication skills and student independence. The study consisted of two cycles of the first cycle and the second cycle consists of 8 meetings.
The results of this study are (1) improvement of mathematics student communication skills. It can be seen from the result of the acquisition in the first cycle of 25 students or 78.1% of students the lowest value of 2.33 while for the mastery have a minimum value of 2.67. In the second cycle increased to 30 students or 93.75%. Resulting in an increase of 15.65%. While the mathematical communication pretest gained 12.5%, or a value of 2.11 to 4 students who otherwise completed. In postes obtained 97% or value of 3.54. So that an increase of 84.5%. (2) increasing independence of students, it can be seen on the acquisition results in cycle 1 contained 33.13% has the lowest percentage and the highest percentage of 38.73%. In the second cycle obtained the lowest percentage of 68.97% and the highest 89.84%. So as to increase the independence of students at 51.11%. (3) Activities of active students in the first cycle there are five criteria observed as having value - average of 3.42, the second cycle there are five criteria observed as having value - average 4.81. So that an increase of 1.39. (4) The process of settlement of the answers the students completed tests of mathematical communication skills and self-reliance of students better.
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang MahaEsa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran CTL Berbasis Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik
dan Kemandirian Siswa”.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi - tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terimakasih dan penghargaan khususnya penulis sampaikan kepada:
1.Kedua orang tuaku terhebat, Ayahanda Alm. V. P. Gultom dan Ibunda R. M. A. Nainggolan serta Suami tercinta T. Siahaan, ST yang selalu memberikan semangat di setiap hari – hariku tanpa pernah jemu serta abang, kakak dan adik tercinta.
iv
3.Pengurus prodi pendidikan matematika terbaik, Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku ketua prodi, Bapak Dr. Mulyono, M.Si selaku sekretaris prodi, dan Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku staf prodi.
4.Bapak Drs. H.P. Sipahutar, M.Si Kepala Sekolah tempat penelitian SMK Immanuel Medan
Penulis menyadari bahwa pada penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, terdapat kelemahan dan kekurangan oleh sebab itu, penulis mohon saran dan kritikan yang membangun guna perbaikan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan bangsa Indonesia.Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, Juli 2016
v
1.2. Identifikasi Masalah ... 13
1.3. Batasan Masalah... 14
1.4. Rumusan Masalah ... 14
1.5. Tujuan Penelitian ... 15
1.6. Manfaat Penelitian ... 15
1.7. Definisi Operasional... 16
1.8. Keterbatasan Penelitian ... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19
2.1. Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 19
2.2. Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme ... 25
2.2.1. Pengertian Model Pembelajaran ... 25
2.2.2. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 27
2.2.2.1. Asumsi Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 29
2.2.2.2. Prinsip – Prinsip Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL ... 29
2.2.2.3. Perbandingan Model Pembelajaran CTL dengan Tradisional ... 30
2.2.2.4. Strategi Model Pembelajaran CTL ... 30
2.2.2.5. Komponen Pembelajaran CTL ... 31
2.2.2.6. Skenario Pembelajaran CTL ... 34
2.2.2.7. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran CTL ... 35
2.2.3. Konstruktivisme ... 37
2.2.3.1. Model Pembelajaran Berbasis Konstruktuvisme .. 41
2.2.3.2. Visi Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme ... 42
2.2.3.3. Perbandingan Model Konstruktivisme dengan Model Lama ... 44
2.2.3.4. Rancangan Pembelajaran dengan Teori Konstruktivisme ... 45
vi
2.4. Komunikasi Matematik ... 49
2.4.1. Pengertian Komunikasi ... 49
2.4.2. Peran Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika ... 50
2.4.3. Aspek – Aspek Komunikasi ... 52
2.4.4. Komunikasi Matematik dalam KTSP ... 54
2.5. Kemandirian Siswa ... 55
2.5.1. Pengertian Belajar Mandiri ... 55
2.5.2. Tujuan Belajar Mandiri57 2.5.3. Kaitan Kemandirian Belajar dengan Komunikasi Matematik 57 2.6. Materi Program Linier ... 58
2.6.1. Pengertian Program Linier ... 59
2.6.2. Menentukan Daerah Penyelesaian Pertidaksamaan Linier .... 59
2.6.3. Menentukan Daerah Penyelesaian Sistem Pertidaksamaan Linier Dua Peubah ... 60
2.6.4. Menentukan Model Matematika dari Soal Cerita ... 61
2.6.5. Mennetukan Nilai Optimum dari Sistem Pertidaksamaan Linier ... 63
2.6.6. Garis selidik ... 65
2.7. Penelitian yang Relevan ... 66
2.8. Kerangka Berpikir ... 68
2..8.1. Model Pembelajran CTL Berbasis Konstruktivisme Meningkatkan Komunikasi Matematik Siswa ... 68
2.8.2. Model Pembelajaran CTL Berbasis Konstruktivisme Meningkatkan Kemandirian Siswa ... 69
2.9. Hipotesis Tindakan ... 69
BAB III : METODE PENELITIAN ... 70
3.1. Jenis Penelitian ... 70
3.2. Lokasi dan waktu Penelitian ... 71
3.2.1. Lokasi ... 71
3.2.2. Waktu Penelitian ... 71
3.3. Subjek dan objek Penelitian ... 72
3.3.1. Subjek Peneltian ... 72
3.3.2. Objek Penelitian ... 72
3.4. Mekanisme Dan Rancangan Penelitian ... 72
3.4.1. Tahap Perencanaan Tindakan ... 74
3.4.2. Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 75
3.4.3. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi ... 88
3.4.4. Evaluasi ... 89
3.4.5. Refleksi ... 89
3.5. Instrumen dan Pengumpul Data ... 90
3.5.1.Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 91
3.5.2. Lembar Pengamatan Guru Mengelola Pembelajaran ... 102
3.6. Analisis Data ... 102
3.6.1. Analisis Data Tes Kemampuan ... 103
vii
3.6.3. Analisis Data Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran ... 104
3.6.4. Analisis Proses Jawaban Siswa ... 106
3.7. Indikator Keberhasilan ... 107
3.8. Jadwal Kegiatan ... 108
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 110 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 110
4.1.1. Diagnosa Masalah Siklus 1 ... 112
4.1.2. Perencanaan Tindakan Siklus 1 ... 124
4.1.3. Pelaksanaan Tindakan Dan Observasi Siklus 1 ... 125
4.1.4. Perencanaan Tindakan Siklus 2 ... 158
4.2. Diagnosa masalah Siklus 2 ... 183
4.2.1.Perencanaan Tindakan Siklus 2 ... 183
4.2.2.Pelaksanaan Tindakan Dan Observasi Siklus 2 ... 185
4.2.2.1. Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 ... 185
4.2.2.2. Pelaksanaan Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus 2 ... 204
4.2.2.3. Observasi Siklus 2 ... 206
4.2.2.4. Diagnosa Kemandirian Belajar Matematik Siklus 2 235 4.3. Refleksi Siklus 2 ... 243
4.4. Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa (Postes) ... 251
4.5. Pembahasan Hasil Penelitian ... 253
4.6. Peningkatan kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa ... 254
4.7. Temuan Peneliti ... 255
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 258
5.1. Kesimpulan ... 258
5.2. Saran ... 260
viii
Tabel 6. Perbandingan Pembelajaran Tradisional Dan Kontekstual ... 44
Tabel 7. Tabel Pedoman Penskoran Komunikasi Matemat ... 54
Tabel 8. Daftar Nama Lima Validator ... ... 81 Tabel 18. Pedoman Penskoran Angket Kemandirian Belajar Siswa ... 97
Tabel 19. Kategori Lembar Observasi dan Angket Kemandirian ... 97
Tabel 20. Hasil Validasi Angket Kemandirian ... 99
Tabel 21. Kriteria Keaktifan siswa ... 102
Tabel 22. Nilai Ketuntasan Komunikasi Matematik Siswa ... 103
Tabel 23. Kategori NKG ... 106
Tabel 24. Jadwal Kegiatan ... 109
Tabel 25. Tabel Nilai Ketuntasan Siswa Pre Tes Kemampuan Komunikasi ... Matematika Siswa Tiap Butir Soal 112 Tabel 26. Tabel Interval Nilai Pre Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa ... 114
Tabel 27. Hasil Pre Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa 115 Tabel 28. Tabel Data Indikator I Angket Kemandirian Belajar Matematika Siswa Siklus 1 Indikator Memiliki Hasrat Bersaing Untuk Maju Demi Kebaikan Dirinya ... 117
Tabel 29. Tabel Data Indikator II Angket Kemandirian Belajar Matematika Siswa Siklus 1 Indikator Mampu Mengambil Keputusan Dan Inisiatif Untuk Mengatasi Masalah Yang Dihadapi ... 118
ix
Tabel 31. Tabel Data Angket Kemandirian Belajar Matematika Siswa Indikator IV Siklus 1 Bertanggungjawab Terhadap
Apa Yang Dilakukan ... 120 Tabel 32. Tabel Data Angket Kemandirian Belajar Matematika Siswa
Indikator V Siklus 1 Mampu Memutuskan Atau Mengerjakan
Sesuatu Tanpa Bantuan Orang Lain ... 121 Tabel 33. Tabel Data Angket Kemandirian Belajar Matematika Siswa
Indikator VI Siklus 1 Adanya Inisiatif Pada Kegiatan Belajar ... 122 Tabel 34. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Mengelola Pembelajaran
Siklus 1 ... 143 Tabel 35. Tabel Hasil Pengamatan Aktifitas Siswa ... 145 Tabel 36. Hasil Pengamatan Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran
Siklus 1 ... 150 Tabel 37. Tabel Aktifitas Guru oleh Pengamat 1 dan 2 Pertemuan I
sampai IV ... 152 Tabel 38. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa
Siklus 1 ... 178 Tabel 39. Hasil Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus-1 Tiap211`
Indikator ... 182 Tabel 40. Tabel Refleksi Siklus 1 ... 184 Tabel 41. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Mengelola Pembelajaran
Siklus 2 ... 208 Tabel 42. Tabel Hasil Pengamatan Aktifitas Siswa ... 210 Tabel 43. Hasil Pengamatan Kemampuan Guru Mengelola
Pembelajaran Siklus 2 ... 212 Tabel 44. Hasil Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus-2
Tiap Indikator ... 232 Tabel 45. Tabel Data Indikator I Angket Kemandirian Belajar Matematika Siswa
Siklus 2 Indikator Memiliki Hasrat Bersaing Untuk Maju Demi
Kebaikan Dirinya ... 235 Tabel 46. Tabel Data Indikator II Angket Kemandirian Belajar
Matematika Siswa Siklus 2 Indikator Mampu Mengambil Keputusan Dan Inisiatif Untuk Mengatasi Masalah Yang
Dihadapi ... 237 Tabel 47. Tabel Data Indikator III Angket Kemandirian
Belajar Matematika Siswa Siklus 2 Indikator Memiliki
Kepercayaan Diri Dalam Mengerjakan Tugas –Tugasnya ... 238 Tabel 48. Tabel Data Angket Kemandirian Belajar Matematika
Siswa Indikator IV Siklus 2 Bertanggungjawab Terhadap
x
Tabel 49. Tabel Data Angket Kemandirian Belajar Matematika Siswa Indikator V Siklus 2 Mampu Memutuskan Atau Mengerjakan
Sesuatu Tanpa Bantuan Orang Lain ... 240 Tabel 50. Tabel Data Angket Kemandirian Belajar Matematika Siswa
Indikator VI Siklus 2 Adanya Inisiatif Pada Kegiatan Belajar ... 241 Tabel 51. Catatan Lapangan Siklus 2 ... 244 Tabel 52. Refleksi Aktifitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
Siswa Siklus 2 ... 246 Tabel 53. Tabel Observasi Aktifitas Tes Kemampuan Komunikasi
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pola Jawaban Siswa Sebelum dilakukan Penelitian ... 8
Gambar 2. Hasil jawaban komunikasi matematik ... 8
Gambar 3. Hasil jawaban kemandirian siswa ... 9
Gambar 4. Pengaruh Konstruktivisme dalam Proses Belajar Mengajar ... 48
Gambar 5. Contoh Masalah Sebelum Dilakukan Penelitian Nilai Optimum ... 63
Gambar 6. Prosedur Penelitian oleh Kemmis dan Taggart ... 73
Gambar 7. Grafik Nilai Pre tes Komunikasi Matematik Siswa ... 115
Gambar 8. Grafik Indikator Angket Kemandirian Matematika Siswa ... 124
Gambar 9. Pola jawaban siswa menentukan daerah pertidaksamaan linier . 130 Gambar 10. Lembar Penyelesaian LAS 1 Siswa Siklus 1 ... 133
Gambar 32. Grafik Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II ... 234
Gambar 33. Grafik Indikator Angket Kemandirian Matematik Siswa Siklus 2 ... 243
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Perkembangan kurikulum dalam dunia pendidikan sekolah menuntut
adanya perkembangan pembelajaran matematika karena matematika merupakan
ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern yang mempunyai
peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan daya pikir manusia. Oleh karena
itu, matematika perlu diberikan kepada peserta didik mulai sekolah dasar sampai
tingkat lanjutan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif.
Tetapi tidak semua peserta didik menguasainya dengan baik, padahal
matematika merupakan ilmu yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari.
Penguasaanpeserta didik dalam belajar matematika menjadi lemah, bahkan siswa
merasa kesulitan disebabkan oleh dua faktor yakni dari dalam diri siswa dan
faktor dari luar diri siswa itu sendiri. Faktor dari dalam diri siswa diantaranya
yaitu: kemampuan awal, ekonomi, fisik dan psikis. Sedangkan faktor dari luar
siswa menurut Amri (2013: 25–26) diantaranya keluarga, tempat tinggal, kondisi,
sekolah, guru, cuaca dan keamanan. Faktor dari dalam dan luar diri siswa
sedemikian rupa mempengaruhi motivasi yang diperoleh siswa pada akhir
pembelajaran matematika. Abdurrahman menambahkan (2012: 202), tak sedikit
orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit. Hal
ini mengakibatkan timbulnya kecenderungan hanya sedikit siswa yang
memperoleh nilai memuaskan dan kebanyakan siswa memperoleh nilai yang
2
KOMPONEN SMP/MTs SMA/MA SMK
2009 2010 2009 2010 2009 2010
masih rendah yakni di bawah standar ketuntasan belajar minimum. Siswa
cenderung belajar dengan cara dibaca saja dan kurang mengetahui tentang
pentingnya matematika dalam kehidupan sekarang dan yang akan datang, siswa
kurang memahami konsep–konsep matematika, kurangnya motivasi dari orang
tua, atau bahkan cara guru di kelas saat mengajar monoton, dan kurangnya
fasilitas belajar siswa.
Salah satu pemecahan masalah di atas adalah dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan mereka sendiri
dalam memahami konsep matematika dari pengetahuan sebelumnya yang
sudah dipelajari. Sehingga diharapkan pemahaman terhadap matematika
dapat berkembang terus–menerus.
Untuk lebih jelasnya, Tjalla (2015:3) yang menyatakan bahwa: “hasil
rerata nilai UN dari masing-masing satuan pendidikan, dimana masih perlu
dilakukan peningkatan pencapaian nilai rerata peserta ujian”, dengan tabel berikut
ini:
Tabel 1.Perkembangan UN SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK
Peserta 3,437,117 3,605,163 1,517,013 1,522,156 706,832 863,679 % Kelulusan 94.82 90.27 93.74 89,88 93.85 88,82 Rerata Nilai 7.33 7.21 7.25 7,29 7.44 7,02 (Sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010)
Selain itu diperoleh gambaran hasil studi PISA tahun 2006 yang
3
masih berada di bawah skor rata-rata internasional. Pencapaian skor
matematika anak Indonesia 393 (skor rata-rata internasional = 429). Ranking anak
Indonesia dalam bidang matematika berada pada urutan ke-50 dari 57 negara
peserta. Gambaran hasil studi PIRLS memperlihatkan bahwa skor prestasi
membaca rata-rata siswa Indonesia adalah 407, menduduki posisi ke lima dari
urutan bawah, di atas Qatar (353), Kuwait (330), Maroko (323), dan Afrika
Selatan (302). Rata-rata prestasi membaca internasional adalah 500 (Tjalla,
2015: 4).
Berdasarkan uraian-uraian di atas, perlu pemilihan dan penggunaan
model pembelajaran yang tepat sebagai penyelesaian terhadap masalah
pembelajaran matematika siswa tentang nilai matematika yang rendah,
penguasaan materi siswa yang kurang, dan minat siswa terhadap matematika
yang rendah bahkan anggapan siswa bahwa matematika adalah mata
pelajaran yang sulit.
Istilah model pembelajaran dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti
La Iru dan Arihi (dalam Prastowo, 2014 : 63) juga menyebutkan komponen
model pembelajaran yaitu: fokus, sintaks, dan sistem pendukung. Dan model
pembelajaran secara umum juga memiliki 5 ciri yaitu: prosedur yang sistematis,
hasil belajar diterapkan secara khusus, penetapan lingkungan secara khusus,
memiliki ukuran keberhasilan tertentu, menetapkan kemungkinan siswa
melakukan interaksi dan beraksi dengan lingkungan.
Berdasarkan uraian tentang model pembelajaran diatas, maka model
4
pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) berbasis
konstruktivisme dimana menurut Lawson (dalam Dahar, 2006:158) dijelaskan
bahwa model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme lebih menitikberatkan
adanya orientasi: (1) elisitasi gagasan (2) restrukturisasi penyusunan teori, (3)
perkembangan teori, (4) pembentukan teori, (5) aplikasi dan (6) review
(membandingkan dengan gagasan sebelumnya. Demikian halnya menurut
Prastowo (2014:76) menyebutkan ada 12 prinsip pokok pembelajaran berbasis
konstruktivisme: pertama, mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa;
kedua, menggunakan kata dasar; ketiga, menggunakan kognitif; keempat, respon
siswa; kelima, menggali pemahaman siswa; keenam, siswa aktif dalam dialog;
ketujuh, menimbulkan sikap inkuiri; kedelapan, mengelaborasi; kesembilan,
mendorong terjadinya diskusi intens; kesepuluh, member kesempatan siswa
berpikir; kesebelas, menciptakan analogi; keduabelas, mengembangkan sikap
keingintahuan siswa pada siklus belajar.
Sedangkan model pembelajaran CTL merupakan konsep yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Prinsip–prinsip pembelajaran kontekstual adalah saling
ketergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri. Pembelajaran kontekstual
merupakan pembelajaran aktif yang mengembangkan level kognitif siswa.
Untuk mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam
5
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari dengan
melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni: constructivisme, inquiri,
questioning, learning community, modeling, reflection, authenctic assessment.
Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan model pembelajaran berbasis
konstruktivisme mengarah pada kognitif siswa dan bersifat kontekstual. Atau dapat
dikatakan konstruktivisme memiliki hubungan dengan kontekstual karena
pembelajaran konstruktivisme diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia
nyata yakni pembelajaran kontekstual.
Selain itu, dengan adanya model pembelajaran CTL yang berbasis
konstruktivisme ini diharapkan keaktifan siswa baik belajar sendiri maupun
bersama dalam kelompok dapat lebih baik lagi terutamanya pada bergantinya terus
menerus kurikulum oleh pemerintah demi peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia ini. Dan diharapkan kiranya guru-guru mencari cara untuk lebih
mengerti apa yang dipikirkan dan dialami siswa dalam proses belajar,
memikirkan beberapa kegiatan dan aktivitas yang dapat merangsang siswa
berpikir. Interaksi antar siswa di kelas dihidupkan, siswa diberi kebebasan
mengungkapkan gagasan dan pemikiran mereka sendiri.
Interaksi antar siswa agar sesuai dengan diharapkan, dibutuhkan adanya
komunikasi dalam pembelajaran matematika. Seperti yang dikemukakan oleh
Bansu I. Ansari (Pena, 2003:10) bahwa: “komunikasi dalam matematik berkaitan
dengan kemampuan dan keterampilan siswa dalam berkomunikasi”. Hal
6
komunikasi, siswa dapat menyatakan ide matematika melalui ucapan,
tulisan, demonstrasi, dan melukiskan secara visual dalam tipe yang berbeda. Siswa
dapat pula memahami, menafsirkan dan menilai ide yang disajikan serta dapat
mengkonstruksi matematika.
Sedangkan kemampuan komunikasi matematik menurut National Council
of Teachers of Mathematics (dalam Ansari 2003:11) lebih lanjut lagi dapat
bermanfaat dalam hal:
(1) guru dapat menginventarisasi dan konsulidasi pemikiran matematik siswa melalui komunikasi; (2) siswa dapat mengkomunikasikan pemikiran matematik secara terurut dan jelas pada teman, guru dan lainnya; (3) guru dapat menganalisis dan menilai pemikiran matematika siswa serta strategi yang digunakan; (4) siswa dapat menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan ide matematik dengan tepat.
Selain daripada model pembelajaran berbasis konstruktivisme dan
komunikasi matematik, penelitian ini juga berkaitan dengan kemandirian belajar
matematika siswa. Kata mandiri mengandung arti tidak tergantung kepada orang
lain, bebas, dan dapat melakukan sendiri. Seperti halnya menurut Wedemeyer
(dalam Rusman, 2012: 353) menyatakan bahwa:
peserta didik yang belajar secara mandiri memiliki kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru/pendidik di kelas. Peserta didik dapat mempelajari pokok materi tertentu dengan membaca modul atau melihat dan mengakses program mislanya e-learning tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisplinkan dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri. Sikap – sikap tersebut perlu dimiliki peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar.
7
Belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Hal ini ditambahkan lagi oleh
Panen (dalam Rusman 2012 : 355),
bahwa yang terpenting dalam belajar mandiri adalah peningkatan kemampuan dan keterampilan peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga akhirnya peserta didik tidak tergantung pada guru/pendidik, pembimbing, teman atau orang lain dalam belajar. Kalau mendapat kesulitan, barulah peserta didik akan bertanya atau mendiskusikannya kepada teman, guru/pendidik atau oranglain. Peserta didik yang mandiri akan mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkannya. Tugas guru dalam belajar mandiri adalah menjadi fasilitator yaitu menjadi orang yang siap memberikan bantuan kepada peserta didik bila diperlukan seperti menetukan tujuan belajar, memilih bahan dan media belajar, serta memecahkan kesulitan yang tidak dapat dipecahkan peserta didik sendiri.
Selain dari hal di atas, pemilihan bahan ajar juga sangat diperlukan dalam
pembelajaran karena di dalam materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada
standar isi yang harus dipelajari oleh siswa dalam rangka mencapai kompetensi
yang telah ditentukan (Amri, 2013: 82).
Dalam hal ini peneliti memilih materi program linier dengan alasan bahwa
pada materi matematika ini banyak siswa yang masih bingung atau kesulitan
dalam hal menyelesaikan soal, misalnya pada soal cerita dan pemberian simbol
untuk pertidaksamaan untuk kata “lebih dari” atau “kurang dari” serta penentuan
daerah penyelesaian pertidaksamaan linier satu variabel yang masih belum sesuai
dengan diharapkan.
Berikut ini ditampilkan soal materi program linier dalam bentuk soal cerita
8
Gambar 1. Pola jawaban siswa sebelum dilakukan penelitian
Soal cerita tersebut merupakan soal cerita yang mewakili model
matematika dari program linier, dimana peneliti menemukan kesulitan siswa
dalam menyelesaikan soal dalam bentuk komunikasi matematik dan
kemandirian siswa pada pembelajaran matematika. Sebagian besar siswa SMK
tidak memahami soal materi program linier yang diberikan.
Soal di atas diberikan kepada 32 siswa di kelas X SMK Immanuel Medan,
sekitar 30 % saja yang dapat menjawab dengan benar dan sisanya menjawab
dengan salah. Adapun contoh jawaban siswa ditunjukkan pada gambar 1.1. dan
1.2. berikut:
Gambar 2. Hasil Jawaban Komunikasi Matematik Lasma , Timbul , dan Saroha pergi bersama-sama ke salah satu toko buah di Pematangsiantar. Lasma membeli 2 kg apel, 2 kg anggur, dan 1 kg jeruk dengan harga tak kurang dari Rp 67.000,00. Timbul membeli 3 kg apel, 1 kg anggur, dan 1 kg jeruk dengan harga tak lebih dari Rp 61.000,00. Saroha 1 kg apel, 3 kg anggur, dan 2 kg jeruk dengan harga kurang dari Rp. 80.000,00. Maka : tuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan, buatlah model matematika dan tentukan penyelesaian sehingga diperoleh harga 1 kg apel, 1 kg anggur, dan 4 kg jeruk!
9
Gambar 3. Hasil Jawaban Kemandirian Siswa.
Dari jawaban tersebut, sangat jelas penguasaan materi matematika
yang diharapkan dari siswa terlihat rendah tidak seperti yang diharapkan,
yakni dengan adanya jawaban siswa yang belum menunjukkan penyelesaian soal
matematika yang benar. Selain itu pembelajaran yang konstruk, komunikasi
matematik dan kemandirian siswa juga masih sangat jauh seperti yang diharapkan
dalam pembelajaran matematika.
Dari segi model pembelajaran CTL berbasis konstruktivisme terlihat jelas
bahwa jawaban siswa tersebut untuk struktur penyelesaiannya masih asal
dikerjakan. Belum memenuhi teori penyelesaian program linier. Siswa tersebut
menyelesaikannya dengan gagasan yang semudahnya, review akan tahapan
penyelesaian siswa tersebut juga belum mendekati pada sasaran penyelesaian Terdapat coretan pada jawaban siswa, menandakan siswa tidak percaya diri akan ide jawabannya. Siswa tidak
10
yang sebenarnya sudah diajarkan guru dan siswa tidak mampu menemukan ide
dalam jawabannya dari pemahaman materi yang dipelajari.
Dari segi komunikasi matematik atas penyelesaian siswa tersebut masih
terlihat rendah. Siswa belum mampu menentukan simbol matematika
pertidaksamaaan “tak kurang dari”, “ tak lebih dari”, “kurang dari”.
Dari segi kemandirian, siswa tersebut masih belum mampu
menggunakan pemikiran yang terampil sesuai yang diharapkan materi pelajaran
program linier tersebut. Saat siswa menyelesaikan soal mengalami kesulitan
dengan adanya coretan pada jawaban, siswa tidak bertanya ke guru supaya
penyelesaian yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan benar.
Sehingga penyelesaian yang diharapkan adalah sebaiknya siswa lebih
dahulu membuat “apa yang diketahui, ditanya” seperti berikut ini:
Pembahasan :
Diketahui : misalkan :
apel = x
anggur = y
jeruk = z
Ditanya: tuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan, buatlah model
matematika dan tentukan penyelesaian sehingga diperoleh harga 1 kg
apel, 1 kg anggur, dan 4 kg jeruk
Jawab:
Dimisalkan :
11
anggur = y
jeruk = z
Dari soal, dapat disusun model matematika dari sistem pertidaksamaan linear
sebagai berikut :
Lasma : 2x + 2y + z ≤ 67.000 ………(1)
Timbul : 3x + y + z ≥ 61.000 ………(2)
Saroha: x + 3y + 2z ≤ 80.000 ………(3)
Ditanya : x + y + 4z = ....?
Untuk menjawab pertanyaan seperti ini umumnya yang harus kita cari terlebih
dahulu adalah harga satuan masing-masing barang. Adapun penyelesaian yang
diharpakan dari soal adalah sebagai berikut:
Dari persamaan no 1 dan 2 diperoleh persamaan 4 :
Dari persamaan no 2 dan 3 diperoleh persamaan 5 :
12
Dari persamaan no 4 dan 5 diperoleh :
Jadi, harga untuk 1 kg apel, 1 kg anggur, dan 4 kg jeruk adalah :
x + y + 4z = 12.000 + 18.000 + 4(7000) = Rp 58.000,00.
Berdasarkan uraian – uraian di atas, dapat disimpulkan kemampuan
siswa rendah berdasarkan jawaban yang diperoleh, siswa tidak dapat membuat
model matematika, menjelaskan ide secara lisan maupun tulisan menyatakan
peristiwa sehari – hari dalam bahasa atau simbol matematika. Dan kemandirian
siswa juga masih rendah terlihat pada penyelesaian siswa tersebut yang tampak
banyak coretan (keraguan), yang menandakan penguasaan materi kurang.
Jika siswa mampu menyelesaikan soal seperti di atas, maka model
pembelajaran kontekstual berbasis konstruktivisme dan komunikasi matematik
13
mampu memberikan ide atau gagasan yang dapat dituliskan maupun
digambarkan yang menjadikan kemandirian siswa tercapai.
Selain itu, salah satu penyebab rendahnya komunikasi matematik dan
kemandirian siswa dalam pembelajaran matematika yakni dipengaruhi oleh model
pembelajaran yang digunakan guru masih banyaknya menggunakan pembelajaran
tradisional. Sedangkan, pembelajaran konsep matematika pada masa ini lebih sering
berhubungan dengan dunia nyata (kontekstual).
Jadi, berdasarkan uraian – uraian tersebut, penulis tertarik untuk membuat
penelitian ini dengan judul: “Implementasi Model Pembelajaran CTL Berbasis
Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Dan
Kemandirian Siswa Kelas X Teknik Sepeda Motor SMK Immanuel Medan Tahun
Ajaran 2014/2015.”
1.2. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka identifikasi permasalahannya
adalah sebagai berikut:
1. Pengusaan materi matematika siswa masih rendah.
2. Siswa kurang mampu menyelesaikan soal yang diberikan.
3. Siswa kurang mampu membuat model matematika dari masalah yang
diberikan.
4. Komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran masih kurang.
5. Kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran matematika masih
14
6. Guru kurang kreatif dalam memilih metode, model, pendekatan atau
strategi yang sesuai dengan pembelajaran matematika.
7. Guru belum mampu menguasai teori-teori kontrukstivisme.
8. Model pembelajaran yang digunakan guru tidak tepat.
I.3. Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas banyak permasalahan yang muncul dan
membutuhkan penelitian tersendiri untuk memperjelas dan mengarahkan yang
akan diteliti, oleh karena itu batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Upaya meningkatkan komunikasi matematik siswa melalui implementasi
model pembelajaran CTL berbasis konstruktivisme.
2. Upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran
matematika siswa melalui implementasi model pembelajaran CTL berbasis
konstruksi.
I.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa
melalui implementasi model pembelajaran CTL berbasis
konstruktivisme ?
2. Bagaimana meningkatkan kemandirian siswa dalam pembelajaran
matematika melalui implementasi model pembelajaran CTL berbasis
15
1.5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peningkatan implementasi model pembelajaran CTL
berbasis konstruktivisme dalam pembelajaran matematika.
2. Untuk menganalisis peningkatan kemandirian siswa dalam
pembelajaran matematika.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa, yaitu:
a. Meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa melalui
implementasi model pembelajaran CTL berbasis konstruktivisme pada materi pelajaran program linier.
b. Meningkatkan kemandirian siswa dalam pembelajaran matematika
melalui implementasi implementasi model pembelajaran CTL berbasis konstruktivisme pada materi pelajaran program linier.
2. Bagi peneliti, yaitu: dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai
pembelajaran matematika dengan implementasi model pembelajaran CTL berbasis konstruktivisme pada materi pelajaran program linier dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian siswa,
khususnya siswa kelas X Teknik Sepeda Motor (TSM) SMK Immanuel Medan.
16
a. Dapat menambah wawasan dan pengalaman sebagai solusi terhadap
masalah komunikasi matematik yang dialami siswa tentang pelajaran program linier dengan mengimplementasikan model pembelajaran CTL berbasis konstruktivisme dalam pembelajaran matematika.
b. Dapat meningkatkan keterampilan dalam memunculkan kemandirian siswa selama berlangsungnya pembelajaran tentang pelajaran program linier dengan mengimplementasikan model pembelajaran
CTL berbasis konstruktivisme.
c. Sebagai bahan perbaikan untuk mata pelajaran yang lainnya. 4. Bagi sekolah, yaitu:
a. Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai model
pembelajaran CTL berbasis konstruktivisme dalam meningkatkan
kualitas pendidkan di sekolah khususnya di kelas X Teknik Sepeda
Motor (TSM) SMK Immanuel Medan pada mata pelajaran
matematika.
b. Memotivasi para guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas
(PTK) guna meningkatkan profesionalisme sebagai pendidik.
I.7. Definisi Operasional
Berikut ini adalah beberapa istilah yang perlu didefinisikan secara
operasional dengan tujuan agar tidak terjadi salah paham terhadap beberapa istilah
yang digunakan di dalam penelitian. Beberapa istilah yang digunakan dalam
17
1. Model pembelajaran CTL berbasis konstruktivisme
Model pembelajaran berbasis konstruktivisme adalah model
pembelajaran CTL dengan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran
yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali
dengan terjadinya konflik kognitif. Hal tersebut hanya dapat diatasi melalui
pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil
interaksi dengan lingkungannya
2. Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Model Pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang mendorong guru
untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa oleh tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan,
masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian autentik dan tahapan
pembelajaran diawali dengan relating, kemudian pada inti cooperating,
experimenting, applying, dan diakhiri transfering.
3. Komunikasi matematik
Komunikasi matematik adalah kemampuan siswa menyampaikan sesuatu
yang diketahui melalui peristiwa dialog di lingkungan kelas dengan pengalihan
pesan, berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa
konsep, rumus, strategi penyelesaian masalah oleh guru dan siswa secara lisan
maupun tertulis.
4. Kemandirian
Kemandirian adalah kemampuan untuk menentukan tujuan dan
18
belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memilih dan menggunakan
sumber yang tersedia, bekerjasama dengan individu lain, membangun makna,
memahami pencapaian keberhasilan disertai dengan kontrol diri. Dalam hal ini,
tugas guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai fasilitator peserta didik.
1.8. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan - keterbatasan dalam pelaksanaannya,
sangat diharapkan kepada peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis dapat
berguna bagi pengembangan keilmuan dimasa yang akan datang. Adapun
keterbatasan-keterbatasan tersebut adalah:
1. Hasil penelitian belumlah maksimal. Hal ini dikarenakan waktu
penelitian yang terbatas yaitu hanya 8(delapan) dalam waktu 1 bulan.
2. Jam pelajaran yang dialokasikan setiap pertemuan dalam RPP adalah 2
x 45 menit waktu ini tidak cukup dalam menerapkan model CTL
berbasis konstruktivisme. Sehinga penambahan waktu tidak dapat
dilakukan pada saat berlangsungnya penelitian.
3. Penelitian ini dilakukan pada subjek kelas X Teknik Sepeda Motor
(TSM) SMK Immanuel Medan, sehingga penelitian ini belum tentu
sesuai dengan tingkat sekolah lain atau daerah lain yang memiliki
karakteristik yang berbeda.
4. Data komunikasi matematik dan kemandirian pada materi program
linier berbentuk uraian dengan jumlah tes yang terbatas sehingga
262
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 2012. Anak berkesulitan Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Afiati. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Dengan Strategi
Think Talk Write (Ttw) Berbasis Konstruktivisme Materi Bangun Ruang Sisi
Datar Kelas VIII. (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujrme).ISSN
2252 - 6455.
Amri. 2013. Pengembangan Dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. PT
Prestasi Pustakaraya. Jakarta.
Ansari, B. 2003. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Pena.
Ansari, B. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian
Belajar Siswa SMP dengan Menggunakan Model Investigasi Kelompok.
JurnalDidaktik Matematika ISSN: 2355 – 4185.
Arikunto, Suharsimi. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. PT Bumi Aksara. Jakarta
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta
Aqib,dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Yrama Widya. Bandung.
Bistari. 2010. Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai Untuk
Meningkatkan komunikasi Matematika. Journal Pendidikan Matematika dan
IPA Volume 1 Nomor :11 – 23. Universitas Tanjung Pura.
Dahar, R.W. 2006. Teori – Teori Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Erlangga.
Bandung.
Darkasyi,dkk,. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Motivasi
Siswa Dengan Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning Pada Siswa
SMP Negeri 5 Lhokseumawe. Journal Didaktik Matematika. Volume 1 Nomor
1. ISSN: 2355 – 4185. Syiah Kuala Banda Aceh.
Douglas. 2009. Constructivist Learning and Teaching. Journal Of The NCTM.
Gemar. 2010. Modul Matematika SMK Kelas X Teknologi. Anggota IKAPI. Klaten.
263
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad
21.Ghalia Indonesia, IKAPI. Jakarta.
Jones, M,G. 2002. American Communication Journal. Vol. 5 Issue 3. University of
North Carolina at Chapel Hill.
Mahmudi,Ali. 2009. Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Jurna MIPMIPA
UNHALU. Volume 8, Nomor 1. Yogyakarta.
Matthews. 2003. Constructivism in the Classroom . Teacher Education, Summer.
Nasution,Noehi. 2004. Materi Pokok Tes, Pengukuran dan Penilaian. Universitas
Terbuka. Jakarta
Prastowo,Andi. 2014. Pembelajaran Konstruktivistik – Scientific Untuk Penddikan
Agama di Sekolah /Madrasah Teori, Aplikasi, dan Riset Terkait. PT.
Rajagrafindo Persada. Cetakan I. Jakarta.
Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. PT Remaja Rosdakarya.IKAPI.
Bandung.
Rusly, M. 2011. Matematika UNTUK SMK/MAK Kelas X Program/Bidang
Teknologi, Kesehatan, dan Pertanian. Penerbit Arya Duta. Cetakan Kedua.
Jakarta.
Rusman. 2012. Seri Manajemen Sekolah Bermutu Model – Model Pembelajaran.
Edisi kedua. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Penerbit Kencana Prenada Media. Cetakan ke-5 Jakarta
Simon. 1995. Reconstructing Mathematics Pedagogy from A Consructivist
Perspective. Journal for Research in Mathematics Education. Vol.26. No. 2. 114 - 145.
Sopamena. Juni 2009. Konstruktivisme Dalam Pendidikan Matematika. Horizon
Pendidikan, Vol.4 Nomor 1, hal. 91 – 100. IAIN Ambon.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R & D. Penerbit
264
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Penelitian. Kanisius.
Yogyakarta.
Supranto. 2012. Petunjuk Praktis Penelitian Ilmiah Untuk Menyusun Skripsi,Tesis,
dan Disertasi. Mitra Wacana Media. Jakarta.
Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka
Pelajar. Surabaya.
Tandililing, Edy. 2011. Peningkatan Komunikasi Matematis Serta Kemandirian
Belajar Siswa SMA Melalui Strategi PQ4R Disertai Bacaan Refutation Text. Journal Pendidikan Matematika dan IPA Vol. 2. No. 1: 11 – 22. FKIP Universitas Tanjungpura.
Tjalla. Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau Dari Hasil–Hasil Studi
Internasional www. pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/TIG601.pdf. Diakses 17 februari 2015.
Trianto. 2007. Model Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Prestasi Pustaka. Surabaya.
Patrick, Thompson. May 2013. Journal Constructivism in Mathematics Education In Lerman, S. (Ed) Encyclopedia of Mathematics Education. Springer – Verlag Berlin Heidelberg. DOI: 10. 1007/ SpringerRefrence_ 3132102013-05-10 00:00:07 UTC. (diakses dari www.springerrefrence.com)
Umar. 2012. Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam
Pembelajaran Matematika. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP
Siliwangi Bandung Volume 1 Nomor 1 Februari 2012.
Wayan. 2014. Model Model Pembelajaran Sain Konstruktivistik. Graha Ilmu.
Jogjakarta.
Yunus. 2013. Pembelajaran TSTS Berbasis Konstruktivisme Berbantuan CD