• Tidak ada hasil yang ditemukan

LATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL PADA PASIEN SKIZOFRENIA RESIDUAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL PADA PASIEN SKIZOFRENIA RESIDUAL"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN INTERPERSONAL PADA PASIEN

SKIZOFRENIA RESIDUAL

SKRIPSI

Oleh :

M. Nurun Nadhif

06810273

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

ii

LATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL PADA PASIEN

SKIZOFRENIA RESIDUAL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi (S-1)

Disusun Oleh :

M. Nurun Nadhif

06810273

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrokhmaanirrokhiim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“ Latihan Ketrampilan Sosial Untuk Meningkatkan Ketrampilan Interpersonal Pada

Pasien Skizofrenia Residual ”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan

dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. Tulus Winarsunu, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang.

2. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si dan Diana Savitri Hidayati, S.Psi, M.Psi

selaku Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Tri Muji Ingarianti,S.Psi, M.Psi selaku Dosen Wali yang telah mendukung dan

memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Abah dan ummi serta seluruh keluarga besar mbah masrur dan mbah sukemi

yang selalu dan tiada henti memberikan doa dan dorongan kepada peneliti.

5. Keluarga besar Laboratorium Fakultas Psikologi yang telah menjadi rumah ke

dua bagiku, Ibu Yuni Nurhamida S.Psi,M.Si, mb’ Santi dan Mb’ Ifa atas

bimbingannya selama ini di lab,teman – teman parttime (Mas Sandi, Putri,Dika dan Clara) atas kerjasamanya selama kita menjadi partner. Teman – teman tutor laboratorium ( Ute, Sabrina, Merlyn, Trisnar budi dll).

6. Bapak Surjoadi selaku kepala Yayasan Dian Atma Jaya Lawang yang telah

(7)

vii

7. Orang – orang yang luar biasa yang selalu berjuang untuk jiwanya Pak KA, Mas MH, Mas AK dan Bu SW yang telah bersedia menjadi subyek penelitian.

8. “Similikithi Lovers” yang telah memberikan support dan inspirasinya bagi

peneliti untuk terus maju.

9. Orchidbel yang telah memberikan inspirasi serta kebersamaannya melukis dengan cahaya sehingga banyak karya yang telah dihasilkan “ ana ukhibbatuki jayyidan ”.

10. Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas E , yang selalu memberikan

semangat, persahabatan dan keramahan yang tidak terlupakan.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak

memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik

dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian,

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan

pembaca pada umumnya.

Malang, 20 Mei 2011

Penulis,

(8)
(9)

ix BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian ... 21

B. Batasan Istilah ... 21

C. Subyek Penelitian ... 22

D. Metode Pengumpulan Data ... 22

E. Prosedur Penelitian ... 23

F. Prosedur Terapi ... 24

G. Analisa Data ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Subyek ... 27

B. Gambaran Kasus ... 27

C. Hasil Penelitian ... 30

D. Analisa Data ... 39

E. Rangkuman Hasil Analisi ... 43

F. Pembahasan ... 45

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Identitas subjek penelitian ... 27

Tabel 4.2 : Tabel analisis subyek KA ... 39

Tabel 4.3 : Tabel analisis subyek MH ... 40

Tabel 4.4 : Tabel analisis subyek SW ... 41

Tabel 4.5 : Tabel analisis subyek AK ... 42

Tabel 4.5 : Rangkuman analisis ... 43

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Modul ... 52

Lampiran 2 : Lembar diagnosis ... 57

Lampiran 3 : Asesmen pra latihan ... 62

Lampiran 4 : Asesmen selama proses latihan ... 67

Lampiran 5 : Asesmen pasca latihan ... 72

Lampiran 6 : Follow up ... 77

(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA

American psychiatric association (2000). Diagnostic and statical manual of mental disorder – fourth adition. Washington DC : APA.

Arif, I.S.(2006). SKIZOFRENIA memahami dinamika keluarga pasien. Bandung : PT. Refika Aditama.

Barker, C., Pistrang, N., & Elliot, R. 2001. Research methods in clinical and counselling psychology. England : Wiley.

Bellack, A.S & Harsen, M (1979). Behavior modification : an introductory textbook. New York : oxford University press.

Davison, G.C., Neale, J. & Kring, A.M.(2006). Psikologi abnormal. Jakarta : PT. Rajawali Grafindo Persada.

Chaplin, J.P., (2005). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Craighead, L.W., Craighead W.E., Kazdin, A.E., Mahoney, M. J. (1993). Cognitive and

behavioral intervention. United State Of America

Hikmah, E. (2000). Perbedaan keterampilan interpersonal antara mahasiswa yang aktif dalam organisasi BEM (badan eksekutif mahasiswa) dengan mahasiswa yang aktif dalam organisasi KSR (Korps sukarela) (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur)

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., & Grebb, J.A. (1997). Sinopsis psikiatri edisi ketujuh Jilid 1. Jakarta : Binapura Aksara.

Kazdin, Allan E. (1998). Research design in clinical psychology second edition. United States of America : General Psychology Series.

Meutia, S. (2008). Penerapan modifikasi perilaku dengan penguatan positif untuk meningkatkan keterampilan sosial bagi penderita skizofrenia residual (Tesis, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur).

Roan, W.M. (1980). Terapi untuk mengubah tingkah laku. Jakarta.

Ramdhani, N. (1992). Pelatiahan ketrampilan sosial untuk terapi kesulitan bergaul. Laporan penelitian. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Semium, Y. (2001). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

(13)

xiii

Sundberg, D. Norman. 2007. Psikologi klinis. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Sugiyono. 2008. Memahami penelitian kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta

Wiramiharja (2007). Pengantar psikologi abnormal. Bandung : PT. Refika Aditama. Yanti, D. (2005). Ketrampilan sosial pada anak menengah akhir yang mengalami

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Strauss et al (2006) skizofrenia merupakan gangguan mental yang berat,

gangguan ini ditandai dengan gejala – gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi. Gejala – gejala negatif seperti avolition ( menurunnya minat dan dorongan ), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, afek yang datar serta terganggunya relasi personal

(dalam Gabbard, 1994). Tampak bahwa gejala – gejala skizofrenia menimbulkan hendaya berat dalam kemampuan individu berpikir dan memecahkan masalah,

kehidupan afek yang mengganggu relasi sosial. Kesemuanya itu mengakibatkan

pasien skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam

menjalani hidupnya, sangat terhambat produkvitasnya dan nyaris terputus relasinya

dengan orang lain (Setiadi, 2006). Gangguan skizofrenia terkadang berkembang

secara pelan – pelan dan tidak nampak dengan jelas. Dalam kasus tertentu gambaran secara psikologis ditandai dengan perasaan seclusiveness (kurang hangat), minatnya makin lama makin melemah terhadap dunia serta lingkungannya, dan melamun yang

berlebihan serta blunting of affect (tidak adanya responsivitas emosional). Akhirnya, respon – respon yang tidak selaras atau ringan saja yang akan tampil misalnya tidak begitu peduli terhadap lingkungan sosial di masyarakat.

Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 persen dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 – 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 – 12 tahun sudah menderita sizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia. Skizofenia

adalah gangguan mental yang cukup luas dialami di Indonesia. Skizofenia tidak

hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitaanya, tapi juga bagi orang – orang yang terdekat kepadanya. Biasanya keluargalah yang paling tertekan dengan

hadirnya skizofrenia di keluarga mereka. dr. Darmadi dari klinik jiwa Dharma Mulia

(15)

2

terutama dari keluarganya. Selain perawatan tinggi, hampir 70% penderita adalah

pasien di RSJ yang dirawat secara bertahun - tahun. Akhirnya, kehadiran penderita

cenderung dirasakan sebagai beban keluarganya (kompas, 30 Agustus 2000).

Hawari (2006) mangatakan bahwasannya skizofrenia merupakan gangguan

jiwa kronis yang memiliki kecenderungan untuk kambuh (dalam Kanzul, 2006).

Klien gangguan jiwa memerlukan pengobatan yang relatif lama berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun. Hal tersebut dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin

terjadinya kekambuhan (relapse). Pengobatan yang dilakukan dapat berupa tindakan secara medis ataupun secara psikologis. Pada dasarnya pengobatan untuk pasien

skizofrenia yang utama adalah dengan obat, terutama obat – obatan antipsikotik untuk memperbaiki keadaan pasien secara medis terlebih dahulu. Namun penelitian

telah menemukan bahwa latihan keterampilan sosial dapat memperkuat perbaikan

secara psikologis pasien dengan gangguan skizofrenia. Latihan keterampilan sosial

ini merupakan suatu modal bagi pasien skizofrenia di lingkungan sosialnya yang

harus diimbangi pula dengan aturan penggunaan obat. Sebagian besar pasien

skizofrenia akan mendapatkan manfaat dari penggunaan kombinasi pengobatan

antipsikotik dan psikososial. Kekurangan skizofrenia untuk menjalani hari – harinya adalah keterampilan sosial. Sehingga tidak mengherankan apabila pasien skizofrenia

sulit membangun interaksi sosial yang normal dengan orang lain. Orang – orang dengan skizofrenia ini menunjukkan kesulitan yang sangat besar sekali dalam

ketarampilan sosial, termasuk diantaranya adalah mendapatkan pekerjaan serta

mengembangkan kehidupan sosialnya (Wiramihardja, 2007).

Bentuk dari keterampilan sosial ini meliputi segala sesuatu kemampuan yang

digunakan dalam melakukan hubungan dengan lingkungan sosial meliputi

ketrampilan berkomunikasi, ketrampilan persepsi sosial dan ketrampilan menghadapi

situasi sosial. Tingkat kesulitan dalam bergaul pada pasien skizofrenia sangat

bervariasi, mulai dari kesulitan bergaul situasional, dimana penderita mengalami

kesulitan untuk bergaul di situasi-situasi tertentu saja, sampai ke tingkat kesulitan

bergaul yang disebabkan oleh gangguan mental kronik. Oleh karena itu teknik yang

digunakan dalam membantu penderita kesulitan bergaul ini juga berbeda-beda

(16)

3

makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain disampingnya. Untuk membangun

interaksi sosial, telebih dahulu pasien harus menguasai kemampuan dan ketrampilan

dalam mengenal diri sendiri, kemudian baru ketrampilan dalam mengenal orang lain.

Bellack, Harsen dan Turner (dalam Davison dkk, 2006) mendemonstrasikan

pelatihan keterampilan sosial dimana mereka merekayasa berbagai situasi sosial bagi

tiga pasien skizofrenia kronis dan kemudian mengamati apakah mereka akan

menunjukkan respon yang pantas atau sesuai dengan situasi yang ada. Contohnya

seorang pasien diminta untuk mengumpamakan bahwa dia baru saja sampai rumah

dari suatu liburan akhir minggu dan melihat bahwa rumput di halaman rumahnya

telah dipotong. Ketika dia turun dari mobil, tetangga sebelah rumahnya

mendekatinya dan berkata bahwa dia telah memotong rumput di halaman rumah

pasien karena pada saat itu dia sedang memotong rumput dirumahnya sendiri. Pasien

kemudian harus merespon situasi tersebut. Sesuai dengan perkiraan, pada awalnya

pasien tidak terlalu begitu baik dalam memberikan respon yang pantas secara sosial

yang dalam kasus ini dapat berupa ucapan terima kasih. Pelatihan berlanjut

kemudian terapis mendorong pasien untuk memberikan respon yang sesuai serta

memberikan komentar yang dapat membantu upaya mereka. Jika perlu terapis juga

memberikan contoh perilaku yang pantas sehingga pasien dapat mengamati

kemudian mencoba untuk menirunya.

Latihan keterampilan sosial ini akan memberikan pelajaran bagi pasien

Skizofrenia mengenai kemampuan beradaptasi secara sosial termasuk di dalamnya

adalah tingkah laku non verbal seperti membuka sebuah pembicaraan, tersenyum dan

kontak mata, kemampuan paralinguistik seperti tinggi rendahnya suara dan nada

ketika mereka berbicara dengan orang lain, kemampuan untuk berkomunikasi,

kemampuan asertif, kemampuan untuk mandiri, kemampuan dalam interview

pekerjaan dan kemampuan mengatur pekerjaan. Fokus latihan ketrampilan dalam

penelitian ini adalah interpersonal skill.

Keterampilan interpersonal merupakan sebuah tujuan yang dihubungkan

dengan pola tingkah laku pasien dalam kehidupan sehari - harinya. Karena pasien

akan bertatap muka secara langsung dengan orang lain setiap harinya. Kekurang

mampuan pasien skizofrenia dalam hubungan interpersonal dapat menyebabkan

(17)

4

menarik diri, memisahkan diri dari orang lain atau putus hubungan dengan kata lain

tidak menerima dirinya. Dalam berbagai studi mengungkapkan bahwa peningkatan

hubungan interpersonal sangat membantu dalam peningkatan kesehatan mental. Jika

terjadi hambatan – hambatan dalam hubungan sosial maka seseorang dapat mengalami masalah. Keterampilan interpersonal akan mengurangi keterasingan pada

pasien skizofrenia sehingga akan meningkatkan hubungan interpersonal pasien

dengan lingkungan sosialnya. Faris dan Dunhan (dalam Semium, Y., 2001)

mengemukakan bahwa keterasingan dari kehidupan interpersonal diyakini dapat

meningkatkan penderitaan pada pasien skizofrenia.

Keterampilan interpersonal adalah salah satu hal yang sangat penting untuk

membantu pasien skizofrenia membangun kehidupan sosialnya. Tidak mudah bagi

individu dengan gangguan seperti ini, oleh karena itu penting adanya sebuah bentuk

pelatihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketrampilan tersebut.

Keterampilan interpersonal merupakan sebuah kecakapan dalam bergaul yang harus

dimiliki oleh setiap individu. Karena Keterampilan interpersonal merupakan salah

satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan seseorang dalam pergaulannya

dengan orang lain. Selain itu keterampilan interpersonal juga merupakan syarat

tercapainya penyesuaian yang baik dalam kehidupan. Keterampilan interpersonal

pada pasien skizofrenia ini meliputi ketrampilan berkomunikasi seperti membuka

sebuah pembicaraan dengan orang lain, kontak mata, tersenyum serta serta mengatur

tinggi rendahnya suara ketika mereka sedang berbicara. Kemampuan tersebut sangat

penting sekali bagi pasien skizofrenia dimana hal tersebut akan membantu pasien

dalam membangun hubungan interpersonal dengan orang lain.

Pada survey awal dapat diketahui bahwa keterampilan sosial para pasien

skizofrenia residual ini kurang bagus dimana para pasien masih kurang bisa

mengembangkan keterampilan interpersonalnya. Subyek KA pada saat survey awal

sudah bisa membuka sebuah pembicaraan namun belum bisa menjaga kontak

matanya. Subyek KA juga sudah bisa memberikan sebuah senyuman yang berarti

untuk orang lain. Namun subyek mempunyai kekurangan keterampailan

interpersonalnya yang lain yaitu subyek belum bisa untuk mengatur tinggi rendahnya

(18)

5

Pada subyek MH ketrampilan interpersonal MH untuk membuka sebuah

pembicaraan, tersenyum cukup baik karena subyek MH mampu untuk

melakukannya dengan lawan bicaranya. Namun subyek MH kurang bisa menjaga

kontak matanya. Subyek juga belum bisa untuk mengatur tinggi rendahnya suara ,

tiba – tiba suaranya akan meninggi tanpa sebab yang pasti.

Ketrampilan interpersonal subyek SW dalam membuka sebuah pembicaraan,

menjaga kontak mata dan tersenyum sudah cukup baik. Karena subyek SW sudah

mampu melakukannya ketika sedang berbicara dengan orang lain. Namun SW belum

bisa mengatur tinggi rendahnya suara ketika sedang berbicara dengan lawan

bicaranya. Bicaranya seperti orang bergumam sehingga kurang jelas dan cenderung

kecil.

Ketrampilan interpersonal AK untuk membuka sebuah pembicaraan, menjaga

kontak mata dan mengatur tinggi rendahnya suara sudah cukup baik. Namun subyek

AK belum bisa mengatur senyumnya. Karena selama pembicaraan berlangsung

subyek selalu tersenyum dan senyumnya tidak sesuai dengan kondisi yang ada.

Seorang dengan gangguan skizofenia cenderung untuk menarik diri berinteraksi

dengan orang lain. Sehingga mereka akan terkucilkan ditengah masyarakat. Oleh

sebab itu pasien skizofrenia residual yang nantinya akan kembali lagi di tengah

masyarakat hendaknya diberikan sebuah latihan ketrerampilan sosial agar mereka

dapat menjalin sebuah hubungan yang baik dengan orang – orang di sekitarnya. Latihan keterampilan sosial mungkin sangat sederhana bagi pasien skizofrenia

namun akan cukup memberikan sebuah rujukan bagi para pasien untuk

mengembangkan keterampilan interpersonalnya ditengah masyarakat kelak. Dengan

latihan keterampilan sosial ini pasien akan lebih mudah untuk membangun hubungan

interpersonal dengan orang lain dan mereka tidak hidup terkucilkan lagi ketika

mereka kembali di lingkungan sosialnya. Oleh karena itu peniliti ingin mengangkat

judul “Latihan Keterampilan Sosial Untuk Meningkatkan Keterampilan Interpersonal

(19)

6

B. Rumusan Masalah

Dari penjelasan di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu bagaimana

peran latihan keterampilan sosial terhadap keterampilan interpersonal pasien

skizofrenia residual?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran keterampilan sosial

terhadap keterampilan interpersonal pada pasien skizofrenia residual.

D. Manfaat Penelitian

Dengan latihan keterampilan sosial ini diharapkan menjadi sebuah bekal bagi

pasien skizofrenia residual untuk membantu mereka kembali lagi di tengah – tengah masyarakat dan diterima sepenuhnya oleh masyarakat.

1. Secara teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran untuk mengatasi gangguan skizofrenia

dengan latihan keterampilan sosial sebagai rujukan terapi secara psikologi.

2. Secara praktis

Memberikan masukan tentang peran latihan keterampilan sosial terhadap

Gambar

Tabel 4.5      :  Rangkuman analisis ...........................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Manusia disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial.Ia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dan ini tampaak terasa dalam kehidupan

Dalam kehidupan manusia , kita sebagai makhluk sosial merupakan makhluk yang tidak bisa hidup secara sendiri- sendiri, kita dikelilingi oleh banyak sekali orang- orang , oleh

Pada dasarnya, manusia -- karena sebagai makhluk sosial - selalu membutuhkan sesamanya dan tidak dapat lepas dari hubungan dengan orang lain dalam berbagai macam kegiatan

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari kehidupan berorganisasi, karena pada kodratnya manusia merupakan makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup

Hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat

Masyarakat Jawa adalah kumpulan manusia yang hidup bersama-sama yang bermayoritas penduduknya bersuku Jawa yang dalam kehidupan sehari-harinya menggunakan bahasa Jawa dan memegang

Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-harinya tidak bisa terlepas dari bantuan orang lain, karena manusia itu tidak dapat memenuhi kebutuhannya

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berbentuk studi kasus tunggal bertujuan untuk mengetahui strategi koping pada istri pasien skizofrenia yang menjadi