• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran United Nations Melalui Conventions on The Rights of The Child (CRC) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Terhadap Pemberlakuan Mandatory Minimum Sentencing Law di Northern Territory, Australia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran United Nations Melalui Conventions on The Rights of The Child (CRC) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Terhadap Pemberlakuan Mandatory Minimum Sentencing Law di Northern Territory, Australia"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Peran United Nations Melalui Conventions on The Rights of The Child (CRC) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Terhadap Pemberlakuan Mandatory Minimum Sentencing Law di Northern Territory,

Australia

Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Strata 1

Jurusan Hubungan Internasional

OLEH: YUYUN ARIANI

NIM. 09260075

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Yuyun Ariani

NIM : 09260075

Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : Peran United Nations Melalui Conventions on The Rights of The Child (CRC) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Terhadap Pemberlakuan

Mandatory Minimum Sentencing Law di Northern Territory, Australia

Disetujui Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Dyah Estu Kurniawati, M.Si

Pembimbing II

Cekli Setya Pratiwi, S.H., LL.M

Mengetahui, Dekan

FISIP UMM

Dr. Asep Nurjaman, M. Si.

Ketua Jurusan Hubungan Internasional

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Yuyun Ariani

NIM : 09260094

Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : Peran United Nations Melalui Conventions on The Rights of The Child (CRC) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Terhadap Pemberlakuan

Mandatory Minimum Sentencing Law di Northern Territory, Australia

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Hubungan Internasional dan dinyatakan LULUS

Pada hari : Jum’at

Tanggal : 11 Oktober 2013 Tempat : Laboratorium HI

Mengesahkan, Dekan FISIP UMM

Dr. Asep Nurjaman, M. Si. Dewan Penguji :

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Allah akan meninggikan orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang beri ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.S Al Mujadalah:11)

Hakekat Pendidikan bukan hanya mendapatkan ijazah dan gelar, namun

melejitkan potensi diri agar lebih bermakna bagi sumbangsih peradaban!

Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya menang!

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Allah SWT

Atas limpahan rahmat dan karuniaNya yang tak

henti-hentinya kepada hambaNya

Kedua orangtuaku tercinta

H.M.Zaini, MH.,M.Kn dan Rusliani

Atas dukungan moril dan materil yang tak terhingga kepada

putrinya

Keluarga Besar

Atas dukungan dan motivasinya yang selalu menyemangati

penulis untuk segera menyelesaikan skripsinya

Teman-teman atas senyum dan tawanya, all of you are part of

(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji syukur kepada Allah tuhan semesta alam yang mengatur dan menjadikan segala sesuatu di dunia ini secara sempurna, dengan izinNya jua lah penulis dapat menyelesaikan karya ini. Karya yang mulanya berangkat dari tugas paper mata kuliah democracy and civil society

ini mempunyai tema yaitu hak asasi manusia atau HAM di Australia. Banyaknya kasus pelangggaran HAM di Australia berkenaan dengan orang pribumi asli Australia atau lebih dikenal Aborigin membuat penulis tertarik menjadikan sebuah tulisan yang mengupas lebih dalam yaitu dalam bentuk skripsi.

Skripsi ini menjelaskan dan mendeskripsikan mengenai dampak ratifikasi konvensi HAM internasional dari United Nationsyaitu Conventions on the Rights of the Child (CRC) dan International Covenant on Civil and Political Rights

(ICCPR) oleh Australia terhadap undang-undang yang dibuatnya di Northern Territory yaitu Mandatory minimum sentencing law. Beberapa pasal dari CRC dan ICCPR telah dilanggar oleh Australia melalui Mandatory minimum sentencing law.

Adapun skripsi ini dibagi dalam lima bab, yang setiap bab nya memiliki bagian penjelasan yang berbeda namun saling terikat satu sama lain. Pada Bab I merupakan bagian pendahuluan yang berisi latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, serta tujuan dan manfaat penelitian ini. Penulis juga menyajikan penelitian terdahulu untuk menjelaskan posisi penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Landasan konsep mengenai

(6)

vi

akan dibuktikan melalui penelitian ini serta terdapat sistematika penelitian sebagai gambaran dari alur penelitian.

Bab II penulis menguraikan mengenai Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory dan relevansi kehadiran United Nations. Penulis membagi bab ini ke dalam tiga bagian kemudian menjadi sub-sub bab. Tinjauan

Mandatory minimum sentencing law dijelaskan mengenai dampak MSL terhadap peningkatan jumlah narapidana di Northern Territory serta studi kasus MSL nya. Kedua, sejarah United Nations dalam standar HAM. Ketiga, dijelaskan mengenai sistem United Nations dalam kaitan HAM.

Bab III memaparkan mengenai analisa peran United Nations melalui CRC dan ICCPR dalam MSL di Northern Territory. Ini adalah bab inti atau pokok dari skripsi penulis karena di dalam bab ini dijelaskan mengenai masing-masing kewajiban Australia setelah meratifikasi CRC dan ICCPR dan juga dijelaskan bagaimana prosedur pelaporan yang dilakukan Australia ke United Nations dan juga sebaliknya.

Pada Bab IV penulis fokus kepada bagaimana tanggapan atau langkah Australia dalam menanggapi United Nations mengenai MSL di Northern Territory. Ada gejolak politik di dalam domestik Australia yang menarik untuk dibahas, karena setelah ada penyelidikan yang dilakukan oleh United Nations atas pelanggaran CRC dan ICCPR, pemerintah Australia mengkaji ulang undang-undangnya tersebut. Pada akhirnya terjadilah penghapusan atau pencabutan

Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory pada tahun 2001. Selanjutnya Bab V atau bagian penutup pada skripsi ini penulis menguraikan kesimpulan yang diambil setelah menguji hipotesis dengan menggunakan teori rezim internasional. Saran untuk penulis selanjutnya juga dijelaskan pada bab ini disertai rekomendasi fokus penelitian yang dapat dipakai oleh penulis selanjutnya berkaitan dengan Mandatory minimum sentencing law di Australia

(7)

vii

Skripsi ini tentunya tidak selesai hanya dalam sekejap, banyak hal halangan dan rintangan yang terjadi di dalamnya. Ketekunan, kesabaran, dan keyakinanlah yang menjadi obat dan penawarnya. Namun seberapa besar rasa tersebut ada, dirasa tidaklah cukup tanpa ada dukungan orang-orang di sekitarnya. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada, yaitu:

1. Kedua orang tua penulis, H.M.Zaini, MH.,M.Kn dan Rusliani yang telah memberikan kasih sayang, nasehat, dukungan materil, dan doa yang selalu menyertai penulis dalam setiap langkahnya.

2. Ketua Jurusan Hubungan Internasional UMM Bapak Ruli Inayah Ramadhoan, M. Si atas kontribusi dan dukungannya selama penulis menjadi mahasiswa. Ibu Dyah Estu, M.Si dan Ibu Cekli Setya Pratiwi, SH., LL.M selaku Pembimbing atas bimbingan, arahan, masukan, dan motivasi beliau sehingga karya ini dapat selesai. Kepada Bapak Syaprin Zahidi, MA dan Ibu Demeiati Nurksuma Ningrum, MA selaku Penguji yang telah memberikan masukan dan pujian atas karya ini. Selain itu, juga kepada seluruh dosen HI UMM yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas ilmu dan pengetahuannya selama empat tahun.

3. Seluruh keluarga besar terutama kakak perempuan penulis Desy Ariani, SH., M.Kn yang selalu mengingatkan untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Dukungan, saran, dan motivasi beliau mempunyai dampak besar atas terselesaikan skripsi ini.

4. Keluarga besar AIESEC di seluruh dunia. AIESEC International, Indonesia, dan UMM yang telah banyak memberikan pengalaman dan pembelajaran kepada penulis. Semangat para AIESECer untuk mengubah dunia lebih baik dan berperan aktif di dalamnya membuat penulis kian semangat untuk menyelesaikan skripsi ini agar bisa berkontribusi lebih ke negeri tercinta Indonesia.

(8)

viii

Lebih dari itu skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap nantinya akan ada karya yang serupa yang menyempurnakan skripsi ini, semoga penulis sendiri atau penulis lainnya yang tertarik untuk menulis dalam tema yang sama.

Malang, 11 Oktober 2013

(9)

ix DAFTAR ISI

COVER ... i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GRAFIK... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Penelitian Terdahulu ... 5

1.6 Landasan Konsep dan Teori ... 9

1.6.1 Teori Rezim Internasional... 9

1.7 Metodologi Penelitian ... 14

1.7.1 Tipe Penelitian ... 14

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data ... 14

1.7.3 Teknik Analisis Data ... 14

(10)

x

1.8.1 Batasan Materi... 15

1.8.2 Batasan Waktu... 15

1.9 Hipotesis ... 16

1.10 Sistematika Penulisan ... 16

BAB II MANDATORY MINIMUM SENTENCING LAW DI NORTHERN TERRITORY DAN KEHADIRAN UNITED NATIONS ... 19

2.1 Tinjauan Mandatory Minimum Sentencing Law di Northern Territory ... 19

2.1.1 Dampak Mandatory Minimum Sentencing Law terhadap Peningkatan Jumlah Narapidana di Northern Territory ... 20

2.1.2 Studi Kasus Mandatory Minimum Sentencing Law di Northern Territory ... 22

2.2 Sejarah United Nations dalam Standar Hak Asasi Manusia ... 24

2.2.1 Piagam PBB ... 24

2.2.2 Traktat-Traktat Hak Asasi Manusia ... 26

2.2.3 Reservasi padaTraktat-Traktat Hak Asasi Manusia ... 27

2.3 The United Nations System dan Hak Asasi Manusia ... 30

2.3.1 Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) ... 30

2.3.2 Komisi Hak Asasi Manusia ... 31

2.3.2 Badan Pemantau Traktat ... 31

2.3.4 Resolusi ECOSOC 728F, 1235, dan 1503 mengenai pengaduan perorangan ... 35

BAB III ANALISA PERAN UNITED NATIONS MELALUI CRC DAN ICCPR DALAM MANDATORY MINIMUM SENTENCING LAW DI NORTHERN TERRITORY ... 38

3.1 Convention on the Rights of the Child (CRC) ... 38

3.1.1 Kewajiban Australia dalam Meratifikasi Convention on the Rights of the Child (CRC) ... 39

(11)

xi

3.2 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) ... 48

3.2.1 Kewajiban Australia dalam Meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) ... 51

3.2.2 Prosedur Pelaporan Mengenai International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) ... 58

3.3 Penyelidikan dan Laporan United Nations ... 61

BAB IV TANGGAPAN AUSTRALIA DALAM MENYIKAPI UNITED NATIONS MENGENAI MANDATORY MINIMUM SENTENCING LAW DI NORTHERN TERRITORY... 63

4.1 Pengadaan Penyelidikan oleh United Nations ... 63

4.2 Diversionary Program for Exceptional Circumstances ... 68

4.3 Penghapusan/ Pencabutan Mandatory Minimum Sentencing Law di Northern Territory ... 72

4.4 Setelah Pencabutan/Penghapusan Mandatory Minimum Sentencing Law pada 22 Oktober 2001 ... 76

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Organisasi United Nations Human Rights ... 34 Gambar 2 Prosedur komunikasi perorangan yang diterima oleh sekretaris

jenderal PBB berdasarkan Resolusi ECOSOC 728F (XXVIII) 30 Juli 1959 dan sesuai dengan Resolusi 1235 (XLII) 6 Juni

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan Masing-Masing Penelitian ... 9 Tabel 2 Daftar Hukuman Minimum Mandatory minimum sentencing law

(14)

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Data Pelanggar Aborigin dan Non Aborigin berdasarkan

Kategori Umur ... 21 Grafik 2 Data Pelanggar Aborigin dan Non Aborigin untuk Setiap

Pelanggaran ... 22 Grafik 3 Data Sebelum Mandatory minimum sentencing law 1996 –

Diversionary Program 2000 ... 70 Grafik 4 Narapidana Diversionary Program Tahun 2000 – Penghapusan

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 HUMAN RIGHTS (MANDATORY SENTENCING FOR

PROPERTY OFFENCES) BILL 2000 ... 83 LAMPIRAN 2 UN CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD... 85 LAMPIRAN 3 UN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL

RIGHTS (ICCPR) ... 102 LAMPIRAN 4 OPTIONAL PROTOCOL TO THE INTERNATIONAL

COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS ... 120 LAMPIRAN 5 SECOND OPTIONAL PROTOCOL TO THE INTERNATIONAL

COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS, AIMING AT

(16)

xvi

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Budiardjo, Miriam . Dasar-dasar ilmu politik,. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama De, Rover. 1998. To serve & to protect acuan universal penegakan HAM. Jakarta:

PT. RajaGrafindo Persada

Hamid, Zulkifli. 1999. Sistem Politik Australia. Bandung: Remaja Rosdakarya Hardjono, Ratih. 1992. Suku Putihnya Asia Perjalanan Australia Mencari Jati

Dirinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hartono, Sunaryati. Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Jakarta: Depdiknas

Hasenclever Andreas et.al, 1997, Theories of International Regime, UK: Cambridge University Pers

Hidayat, Komaruddin . 2009, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dan Masayrakat Madani, Jakarta: Kencana Prenade Media Group

Hutauruk, Muhammad. 1989. Kenallah PBB. Jakarta: Erlangga

Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia. 1997. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

Mauna, Boer. 2003. Hukum internasiona pengertian, peranan dan fungsi dalam era dinamika global. Bandung: PT. Alumni

Oberletneir, Gerd.2007, Global Human Rights Intitutions, Cambridge: Polity Pers Syam, Firdaus . 2006,. Pemikiran Politik Barat,.Jakarta: Bumi aksara

Tunggal, Setia. 2000. Tanya jawab perserikatan bangsa-bangsa dan hak-hak asasi manusia. Jakarta: Harvarindo

Goff, Honn. 2000. United Nations Handbook 2000. New Zealand: Ministry of Foreign Affeirs and Trade

(17)

xvii INTERNET:

Adam Graycar. Australian Institute of criminology trends&issues in crime and

criminal justice.

http://www.aic.gov.au/documents/C/1/E/%7BC1EFCBE4-7FCE-4B22-8BB9-AFD965E2E536%7Dti138.pdf

Another refugee suicide: mandatory sentencing must end. http://lee-

rhiannon.greensmps.org.au/content/blog/another-refugee-suicide-mandatory-sentencing-must-end

Australia Human Rights Commission, Mandatory Detention laws in Australia.

http://www.hreoc.gov.au/human_rights/children/mandatory_briefing.ht

ml

Australian News Commentary, Mandatory sentencing and aboriginal crime.

http://www.australian-news.com.au/abocrime.htm

Australian News Commentary, Mandatory sentencing in Australia,The elite versus the majority. http://www.australian-news.com.au/mandsentletter.htm

Australian news Commentary, Mandatory sentencing of Criminals.

http://www.australian-news.com.au/mandsentencing.html

Australian news Commentary,Aboriginal crime in Australia.

http://www.australian-news.com.au/aborepresent.htm

Australian news Commentary, Judges soft on aboriginal criminals. http://www.australian-news.com.au/abosentence.htm

Brett Le Plastrier. Western Australia's Sentencing Laws and Australia's

International Legal Obligations.

http://www.polsis.uq.edu.au/dialogue/3-2-1.pdf

Charlotte Baker. Mandatory sentencing.

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=mandatory%20sentencing

%20law%20kevin%20rudd&source=web&cd=3&ved=0CFMQFjAC&u

(18)

xviii

Mandatory%2BSentencing%2Bcharlotte.ppt&ei=OtnST--UC4K4rAer78z8Dw&usg=AFQjCNE-6defetHpvnbdk3aHf3AqttaWOA

Creative Spirits, Mandatory sentencing.

http://www.creativespirits.info/aboriginalculture/law/mandatory-sentencing.html

Debates, this house supports mandatory sentencing.

http://idebate.org/debatabase/debates/law-crime/house-supports-mandatory-sentencing

DUHAM. http://www.kontras.org/baru/Deklarasi%20Universal%20HAM.pdf

E notes,Mandatory sentencing. http://www.enotes.com/mandatory-sentencing-reference/mandatory-sentencing

Fitriani, Amalia. Kebijakan Asimilasi Terhadap Anak-Anak Aborigin “Half Caste” di Australia (1936-1967).

http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20161083-RB04A261p-Penerapan%20kebijakan.pdf

Hughes ,Robert The Fatalshore.

http://www.middlemiss.org/lit/australian/fatalshore.html

Law Council of Australia, The Mandatory sentencing Debate.

http://www.lawcouncil.asn.au/shadomx/apps/fms/fmsdownload.cfm?file_

uuid=91B75434-1E4F-17FA-D2BA-B6D5A60592A7&siteName=lca

Mandatory minimum sentencing laws, Information Brief, Research Department

Minnesota House of Representatives

http://www.house.leg.state.mn.us/hrd/pubs/mandsent.pdf

Mandatory minimum sentencing laws in The Northern territory and western Australia.

http://www.hreoc.gov.au/pdf/social_justice/submissions_un_hr_committ

ee/5_mandatory_sentencing.pdf

Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Pelanggaran Ham.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30935/4/Chapter%20I.p

(19)

xix

Rudi.M Rizki. Pokok-pokok hukum hak asasi manusia internasional.

http://www.elsam.or.id/pdf/kursusham/Pokok_pokok_HAM_Intl.pdf

Radio Australia,Bid to end Australian mandatory sentencing for people smugglers.

http://www.radioaustralia.net.au/international/radio/onairhighlights/bid

-to-end-australian-mandatory-sentencing-for-people-smugglers

UN Convention on the Rights of the Child (CRC) melalui

http://fata.gov.pk/index.php?option=com_content&view=article&id=15

9&Itemid=144

Smart Justice Mandatory Sentencing

http://www.smartjustice.org.au/resources/SMART_Mandatory.pdf

Western Australia takes steps to end mandatory one third reductions in crimial sentences.

http://sentencing.typepad.com/sentencing_law_and_policy/2008/08/west

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Semenjak berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan runtuhnya salah satu Negara adi kuasa Uni Soviet, isu global berubah arah dari masalah pertentangan antar blok dan ideologi menjadi masalah-masalah baru seperti masalah lingkungan, liberalisme ekonomi dan masalah hak asasi manusia (HAM). Meskipun demikian, masalah HAM sebenarnya bukanlah merupakan masalah yang baru bagi masyarakat dunia, karena isu HAM udah mulai dilontarkan semenjak lahirnya Magna Charta di Inggris pada tahun 1215 sampai lahirnya piagam perserikatan bangsa-bangsa (PBB) Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948.1

Dalam hal ini masyarakat internasional terus-menerus merancang traktat-traktat yang difokuskan pada bidang-bidang atau topik-topik khusus di dalam bidang hak asasi manusia. Traktat-traktat hak asasi manusia merupakan traktat yang menimbulkan kewajiban yang mengikat menurut hukum bagi Negara yang menjadi pihak atau telah meratifikasi traktat tersebut. Traktat-traktat tersebut menyatakan lagi asas-asas hukum internasional; umum atau hukum kebiasaaan internasional yang mengikat Negara-negara menurut hukum.

Traktat-traktat khusus yang terpenting diantaranya yaitu Convention on the Rights of the Child (CRC) dan International Covenant on Civil and Political

1

(21)

Rights (ICCPR). Convention on the Rights of the Child (CRC) yang dibuat pada 20 November 1989 dan telah diratifikasi oleh 193 negara.2 Sedangkan

International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang dibuat pada 16 Desember 1966 telah diratifikasi 193 negara.3 Diantara Negara-negara yang telah meratifikasi tersebut adalah Australia, dimana Australia mempunyai kewajiban untuk menjalankan dan mematuhi segala aturan dalam kedua traktat tersebut.

Telah diketahui bahwa Australia adalah sebuah negara yang berbentuk federal di dunia seperti United States, Kanada, Venezuela, South Frica. Australia termasuk negara yang banyak mendapatkan invansi dari orang-orang Eropa. Permasalahan sosial dan ekonomi dalam membentuk kehidupan masyarakat Australia membuat adanya perbedaan yang sangat besar antara masyarakat Australia keturunan Eropa dengan masyarakat asli Australia yaitu Aborigin. Masyarakat Aborigin memiliki harapan hidup rata-rata di bawah masyarakat keturunan Eropa, memiliki angka kematian bayi yang tertinggi, dan tingkat kesehatan rendah.

Northern Territory yang merupakan bagian dari Australia merupakan salah satu wilayah yang mayoritas penduduknya adalah aborigin. Maraknya kejahatan lokal yang terjadi di daerah tersebut membuat pemerintah lokal berinisiatif membuat undang-undang baru yaitu Mandatory minimum sentencing

2

Status ratified convention on the rights of the child, melalui

http://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=IV-11&chapter=4&lang=en , diakses tgl 02 Maret 2013 3

Status ratified international covenant on civil and political rights melalui

(22)

law. Mandatory minimum sentencing law pada dasarnya merupakan hukum penalti yang telah diberlakukan di berbagai Negara seperti, Amerika serikat, Afrika selatan, Inggris, dan Malaysia. Namun bentuk undang-undang dan objek hukum nya berbeda di setiap Negara. Efek jera dan penurunan angka kejahatan di Negara-negara tersebut, menjadikan alasan pemerintah Northern Territory untuk memberlakukan undang-undang ini.

Pada tahun 1997 di Northern Territory (NT) pemerintah Northern Territory memberlakukan Mandatory minimum sentencing law, undang-undang ini berlaku untuk orang-orang dewasa dan anak dimana mereka akan menghadapi 28 hari wajib kurungan penjara terhadap suatu pelanggaran kejahatan untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya pelanggar akan menerima hukuman wajib 12 bulan. Di Northern Territory Mandatory minimum sentencing law berlaku untuk kejahatan properti.4

Sejak diberlakukannya Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory muncul kasus-kasus yang dinilai oleh para pakar hukum melanggar 2 perjanjian internasional yang sudah diratifikasi oleh Australia sebelumnya, yaitu

Convention on the Rights of the Child (CRC) dan Internaional Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

Berdasarkan kasus yang terjadi di Northern Territory, Australia, penulis tertarik untuk meneliti dan mencari bagaimana peran United Nations melalui

4

(23)

Convention on the Rights of the Child (CRC) dan Internaional Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dimana telah diratifikasi oleh Australia sebagai suatu bentuk rezim internasional sehingga mampu mendesak pemerintah Australia khususnya pemerintah lokal Northern Territory untuk segera mengkaji ulang UU ini.

1.2Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana peran United Nations melalui Convention on the Rights of the Child

(CRC) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) terhadap pemberlakuan Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory?5

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagaimana dalam penelitian deskriptif adalah berupaya mengidentifikasi alasan terjadinya suatu hal. Oleh karena itu yang menjadi tujuan penelitian ini antara lain:

1. Memahami dasar dari latar belakangnya United Nations melalui CRC dan ICCPR yang berhasil mempengaruhi Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory

2. Memahami besarnya peran CRC dan ICCPR terhadap Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory, Australia

5

(24)

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah: 1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai latar belakang CRC dan ICCPR di Australia yang telah berhasil berpengaruh terhadap Mandatory minimum sentencing law dalam terjadinya peningkatan niai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia di Australia. Selain itu juga peneitian ini dapat menambah kajian tentang rezim internasional yang mampu mendukung perkembangan ilmu Hubungan Internasional.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para civitas akademis lainnya dan penulis selanjutnya yang akan memperkaya kerangka pemikiran untuk penelitian sejenisnya.

1.5Penelitian Terdahulu

(25)

kebijakan Mandatory minimum sentencing law yang berkaitan dengan nilai-nilai hak asasi manusia di Australia.6

Dalam penelitian tesisnya, Nunun Qomarul tertarik untuk menjelaskan kebijakan John Howard dengan menggunakan teori sistem David Easton. Pengertian kebijakan menurut David Easton ialah kebijakan negara oleh orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik dan oleh sebagian besar warga sistem politik itu sebagai pihak yang bertanggungjawab atas urusan-urusan politik dan berhak untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu sepanjang tindakan masih berada dalam batas-batas peran dan kewenangan mereka.

Tercatat dalam penelitian Nunun Qomarul, meskipun di Australia terdapat UU yang mengatur dengan jelas masalah mengenai Hak Asasi Manusia tapi masih terdapat pelanggaran-pelanggaran yang sangat merugikan kaum Aborigin. Sehingga biarpun suatu kebijakan telah dibuat dan disahkan sedemikian rupa, jika orang-orang yang berada dalam kebijakan tersebut (masyarakat Australia) tidak mentaati dan menghormati sepenuhnya, kebijakan tersebut tidak terlihat kegunaannya.

Perbandingan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah adanya perbedaan subjek dan objek penelitian. Penulis menggunakan CRC dan ICCPR dari United Nations sebagai subjek dan Mandatory minimum sentencing law

sebagai objek penelitian sedangkan Nunun menggunakan kebijakan John Howard sebagai subjek dan HAM kaum Aborigin di Australia sebagai objek penelitian.

6

(26)

Penelitian kedua selanjutnya adalah skripsi dari Amalia Fitriani yang

berjudul “Penerapan Kebijakan Asimilasi Terhadap Anak-Anak Aborigin “Half

Caste” di Australia. Dalam penelitian ini membahas bagaimana kebijakan

domestik yaitu kebijakan asimilasi yang dikeluarkan oleh Australia yang pada akhirnya dihapus. Kebijakan asimilasi yaitu sebuah istilah kebijakan yang digunakan untuk menggambarkan menyatunya masyarakat minoritas ke dalam masyarakat yang lebih luas. Istilah tersebut digunakan sejak tahun 1940-an dalam kaitannya dengan imigran non-Inggris yang ketika itu diasumsikan akan membaur ke dalam masyarakat mayoritas kulit putih Australia.

Tekanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi salah satu indikator penting dalam penghapusan kebijakan asimilasi di Australia. PBB menyoroti perlakuan Australia terhadap penduduk aslinya melalui Deklarasi Universalnya (Universal Declaration). Deklarasi yang berisikan sebuah katalog mengenai hak-hak asasi manusia yang berhak-hak didapatkan siapapun tanpa adanya perbedaan yang didasarkan pada ras.7

Penelitian yang dilakukan oleh Amalia pada skripsi ini dijadikan rujukan oleh penulis, perkembangan kebijakan domestik dan diabaikannya selama bertahun-tahun larangan diskrimatif rasial membuktikan bahwa Australia memang mengalami kemunduran dalam pengakuan nenek moyang Australia yaitu Aborigin.

7

(27)

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis ialah pada objek dan subjek penelitiannya. Objek penelitiannya adalah Kebijakan asimilasi sedangkan penulis adalah Kebijakan Mandatory minimum sentencing law.

Penelitian ketiga adalah Mandatory sentencing and the Role of The Academic dari Kate Warner. Kate menulis dalam jurnal penelitiannya dengan sudut pandang para akademisi. Para narapidana yang dihukum oleh Mandatory minimum sentencing law kebanyakan adalah aborigin. Banyak dari mereka merupakan korban dari penghakiman pengadilan yang tidak adil. Kate menilai

Mandatory minimum sentencing law adalah salah satu bentuk produk kebijakan politik yang dikemas melalui undang-undang Mandatory minimum sentencing law

untuk membunuh dan memusnahkan aborigin di Northern Territory.8

Perbedaaan penelitian ketiga ini dengan penelitian penulis adalah fokus arah penelitiannya. Kate Warner meneliti Mandatory minimum sentencing law

menurut sudut pandang para akademisi yang bersumber dari beberapa kasus yang terjadi pada saat itu, sedangkan penulis meneliti fokusnya pada mandatory Mandatory minimum sentencing law yang memiliki kaitan pelanggaran terhadap

Convention on the Rights of the Child (CRC) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Australia.

Nama Penulis

Perbandingan Tipe

Penelitian Subjek/Aktor Objek Asumsi

8

Mandatory sentencing and t e ole of t e A ademi melalui

(28)

Nunun Qomarul Deskriptif Kebijakan John Howard HAM Aborigin di Australia Terjadi pelanggaran HAM di Australia pada masa John Howard

Amalia Fitriani Deskriptif Kebijakan Asimilasi Aborigin di Australia Terjadi asimilasi terhadap Aborgin

Kate Warner Deskriptif

Mandatory minimum sentencing

law

Role of the Academic Efektivitas perdebatan akademisi dalam menantang kebijakan peradilan pidana seperti Mandatory minimum sentencing law

Yuyun Ariani Deskriptif CRC dan ICCPR

Mandatory minimum sentencing

law di Northern Territory Terjadi pencabutan Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory Tabel 1 Perbandingan Masing-Masing Penelitian

1.6Landasan Konsep dan Teori 1.6.1 Kerangka Teoritis

1.6.1.1Teori Rezim Internasional

(29)

Rezim lahir guna menciptakan solusi tersebut untuk menyelesaikan masalah di dalam kompleksitas perilaku anggotanya secara spesifik. Sebuah rezim diorganisasikan dengan perjanjian antarnegara, sehingga dapat menjadi sumber utama hukum internasional. Lebih jauh lagi rezim dapat membentuk perilaku dari negara-negara penyusunnya.9

Rezim menjalankan fungsi penting yang dibutuhkan dalam hubungan antarnegara. Rezim ketika dilembagakan akan dijaga keutuhannya sehingga kehadirannya dapat memberikan pengaruh politik melebihi indepedensi negara-negara yang menciptakannya. Teori rezim juga berbicara bagaimana ketaatan negara anggota terhadap suatu rezim internasional dalam mewujudkan kepentingan mereka.

Rezim menurut Krashner didefinisikan sebagai seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur pembuatan keputusan yang implisit maupun eksplisit sesuai dengan ekspektasi konvergen para aktor, mengenai masalah dalam suatu ranah hubungan internasional.10

1. Principles, yaitu kepercayaan atas Fact, Causation, dan rectitude

2. Norms, yaitu standar perilaku yang dituangkan dalam hak dan kewajiban

3. Rules, yaitu bentuk ketentuan dan larangan yang spesifik berkenaan dengan perilaku tadi

9

Andreas Hasenclever et.al, 1997, Theories of International Regime, UK: Cambridge University Pers, hal 2

10

(30)

4. Decision Making Procedures, adalah praktek umum untuk membuat dan mengimplementasikan keputusan bersama (Collective Choices) Tentunya di dalam CRC dan ICCPR memiliki principles/prinsip-prinsip,

norms/norma-norma, rules/aturan-aturan, dan decision making procedures/proses pembuatan keputusannya masing-masing.

CRC memiliki 4 prinsip, yaitu:

1. Non-discrimination, pihak Negara yang meratifikasi harus menghormati dan menjamin hak-hak yang ditetapkan dalam konvensi ini pada setiap anak dalam wilayah hokum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, terlepas dari ras anak atau orang tuanya, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, nasional, etnis, harta kekayaan, cacat, kelahiran atau status lainnya. Pasal 2 (1)

2. The best interests of the child, dalam semua tindakan yang menyangkut anak, baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga publik atau swasta, pengadilan hokum, penguasa administratif atau badan legislatif, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Pasal 3 (1)

3. The right to life, survival and development, pihak Negara mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat untuk hidup dan harus menjain semaksimal mungkin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang. Pasal 6

(31)

pandangan mereka secara bebas dalam segala hal yang mempengaruhi anak, pandangan anak yang diberikan sesuai dengan usia dan kematangan anak. Pasal 12 (1)11

ICCPR memiliki 5 prinsip, yaitu:

1. Rights to physical integrity meliputi hak untuk hidup, terbebas dari penyiksaan dan perbudakan,

2. Liberty and security of personmeliputi kebebasan dan

perlindungan terhadap tindakan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang,

3. Procedural fairness and rights of the accused meliputi hak-hak atas peradilan yang adil,

4. Individual liberties meliputi kebebasan atas pergerakan, kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berorganisasi,

5. Political Rights meliputi prinsip pelengkap atas perlakuan non diskriminatif. Prinsip terakhir ini akan berdampak kepada perluasan nilai-nilai non diskriminatif.12

Prinsip, norma, dan aturan memiliki keterikatan yang sangat kuat, karena ketika Negara sudah meratifikasi CRC dan ICCPR ada konsekuensi yang harus

11

UN Convention on the Rights of the Child (CRC) melalui http://fata.gov.pk/index.php?option=com_content&view=article&id=159&Itemid=144, diakses pada 19/11/2013

12

UN treaties collection, melalui

(32)

diterima oleh pihak Negara akibat prinsip, norma, dan aturan yang ada di dalam konvensi tersebut.

Berdasarkan perilaku dalam membuat prosedur pengambilan keputusan dan perilaku dalam merumuskan serta mengimplementasikan peraturan, ada dua bentuk norma:

1. Substantive Norms

Menyediakan standarisasi yang spesifik mengenai aturan perilaku

2. Procedural Norms

Memberikan panduan bagaimana negara harus meranang dan mempergunakan mekanisme pembuatan keputusan

Dalam hal ini, United Nations sebagai badan organisasi internasional yang memfasilitasi pembuatan kesepakatan substantive norms dengan mengeluarkan CRC dan ICCPR yang diratifikasi oleh Australia sebagai bentuk rezim internasional yang telah mengikat Australia untuk tunduk atau mematuhi terhadap segala aturan di dalamnya.

Teori ini digunakan oleh penulis untuk menganalisa mengenai rezim internasional berkaitan tentang Hak Asasi Manusia. Dalam hal ini rezim internasional yaitu rezim yang dimiliki oleh badan organisasi internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui prinsip, norma, rules, dan proses pembuatan keputusannya. Dengan berbagai konvensi dan deklarasi berarti menandakan rezim HAM semakin menguat.

(33)

sentencing law. Pelanggaran beberapa pasal di dalamnya membuat Australia harus segera meninjau kembali Mandatory minimum sentencing law yang pada akhirnya harus ada perubahan.

1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1. Tipe Penelitian

Dilihat dari tujuannya, penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif analitik. Sehingga penelitian ini menekankan pengumpulan fakta dan identifikasi data. Komponen dalam metode penelitian ini ialah mendeskripsi, menganalisis, dan menafsirkan temuan dalam istilah yang jelas dan tepat. Penulis mengumpulkan segala fakta kemudian mengidentifikasnya yang terkait dengan peran CRC dan ICCPR dalam Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory .

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan jenis data sekunder. Data sekunder merupakan data-data yang diperoleh secara tidak langsung di lapangan. Data ini diperoleh dengan mempelajari dan memahami literatur-literatur, majalah, pasal, internet, dan karya ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis.

1.7.3 Teknik Analisis Data

(34)

memilah data-data yang yang hanya dibutuhkan atau sesuai dengan permintaan teori. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan segala hal berkaitan CRC dan ICCPR terhadap kebijakan Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory . Sehingga, data yang tidak sesuai dengan permintaan teori akan direduksi. Langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis dengan menggunakan teori sebagai analisa. Sehingga, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan yang tepat.

1.8. Ruang Lingkup Penelitian 1.8.1. Batasan Materi

Agar penelitian yang dilakukan dapat fokus maka materi yang digunakan dalam penelitian difokuskan pada faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya

Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory , proses berlangsungnya CRC dan ICCPR atas pelanggaran yang dilakukan Mandatory minimum sentencing law, respon dan pengaruhnya hingga terjadinya pencabutan

Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory. Selanjutnya, untuk menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penghormatan nilai-nilai hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi di Australia pada umumnya dan Northern Territory khususnya.

1.8.2. Batasan Waktu

(35)

sentencing law di NT tahun 1997 sampai terjadi pencabutan/penghapusan di Northern Territory pada tahun 2001.

1.9. Hipotesis

Menggunakan Teori Rezim Internasional penulis menjelaskan bagaimana peran suatu institusi internasional mampu mempengaruhi kebijakan suatu Negara. Dalam kasus ini United Nations melalui CRC dan ICCPR yang telah diratifikasi Australia yang mengikatnya untuk mematuhi segala aturan di dalam kedua traktat ini. Besarnya peran suatu rezim internasional yang mengikat suatu Negara di dalamnya melalui perjanjian yang diratifikasi menjadikan Negara tersebut tidak dapat berbuat semaunya yang hanya mempertimbangkan kepentingan domestik saja.

1.10 Sistematika Penelitian

(36)

materi dan batasan waktu agar penelitian dapat fokus pada masalah yang dibahas. Hipotesis sebagai jawaban sementara hasil penelitian yang selanjutnya akan dibuktikan melalui penelitian ini serta terdapat sistematika penelitian sebagai gambaran dari alur penelitian.

Bab II penulis menguraikan mengenai Mandatory minimum sentencing law di Northern Territory dan relevansi kehadiran United Nations. Penulis membagi bab ini ke dalam tiga bagian kemudian menjadi sub-sub bab. Tinjauan

Mandatory minimum sentencing law dijelaskan mengenai dampak MSL terhadap peningkatan jumlah narapidana di Northern Territory serta studi kasus MSL nya. Kedua, sejarah United Nations dalam standar HAM dipaparkan melalui piagam PBB dan traktat HAM beserta reservasi yang bisa dilakukan pada traktat-traktat HAM tersebut. Ketiga, dijelaskan mengenai sistem United Nations dalam kaitan HAM. pencegahan dan perlindungan terhadap HAM, badan pemantau traktat , beserta resolusi ECOSOC 728F, 1235 dan 1503 mengenai pengaduan perorangan juga dijelaskan pada bagian ini.

Bab III memaparkan mengenai analisa peran United Nations melalui CRC dan ICCPR dalam MSL di Northern Territory. Ini adalah bab inti atau pokok dari skripsi penulis karena di dalam bab ini dijelaskan mengenai masing-masing kewajiban Australia setelah meratifikasi CRC dan ICCPR dan juga dijelaskan bagaimana prosedur pelaporan yang dilakukan Australia ke United Nations dan juga sebaliknya.

(37)

Territory. Ada gejolak politik di dalam domestik Australia yang menarik untuk dibahas, karena setelah ada penyelidikan yang dilakukan oleh United Nations atas pelanggaran CRC dan ICCPR, pemerintah Australia mengkaji ulang undang-undang nya tersebut. Pada akhirnya terjadilah penghapusan atau pencabutan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan, manfaat bagi penulis adalah penulis dapat mengetahui dan memahami dengan mendalam bagaimana proses pembuatan media promosi yang efektif dan menarik seperti

Dari berbagai pengertian tentang Good Governance dapat disimpulkan bahwa suatu konsep tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan penggunaan otoritas politik

Dampaknya adalah banyak warisan seni budaya khususnya seni rupa yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan dan dilecehkan keberadaannya; Kedua, keanekaragaman

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi penstabil memberi pengaruh terhadap viskositas, kadar air, kadar protein dan kadar lemak, tetapi tidak berpengaruh

Sehubungan dengan pelelangan yang dilakukan oleh Pokja IV Pengadaan Barang/Jasa Tahun Anggaran 2016 pada Kantor Layangan Pengadaan Kabupaten Musi Banyuasin untuk kegiatan :. Sekayu,

Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal7 dan Pasal 8 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2052 K/40/MEM/2001 tentang Standardisasi Kornpetensi

Konsep yang digunakan adalah pengambilan region of interest (ROI) dari video, dilakukan background subtraction untuk mendapatkan latar depan, deteksi kendaraan