• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Konversi Perkebunan Karet ke Kelapa Sawit pada Masyarakat Desa Batang Kumu Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Dampak Konversi Perkebunan Karet ke Kelapa Sawit pada Masyarakat Desa Batang Kumu Tahun 2014"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAMPAK KONVERSI PERKEBUNAN KARET KE KELAPA SAWIT PADA MASYARAKAT DESA BATANG KUMU TAHUN 2014

OLEH :

M.ILYAS FERNANDO 110501046

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Konversi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.

Untuk mengetahui bagaimana dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit pada masyarakat Desa Batang Kumu telah dilakukan penelitian deskriptif kualitatif dengan jumlah populasinya 5.448 orang sampel yang dibutuhkan 40 orang yang di ambil secara purposive, yaitu masyarakat Desa Batang Kumu yang pernah melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit.

Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa masyarakat yang melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit pada umumnya melakukan konversi dengan menebang perkebunan karet yang mereka miliki kemudian menggantinya kelapa sawit yaitu 22 orang (55%), jika berdasarkan pengukuran tingkat kesejahteraan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maka masyarakat Desa Batang Kumu yang melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit masuk dalam kategori sejahtera III dan sejahtera III plus, kemudian dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit terhadap sosial masyarakat Desa Batang Kumu dalam kategori yang cukup baik , hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata kualitatif yang berjumlah 62,2%, untuk ekonominya berdasarkan persentase rata-rata kualitatif yang berjumlah 77,5% atau berdampak baik bagi masyarakat Desa Batang Kumu.

Bagi masyarakat yang ingin dan sudah memiliki perkebunan kelapa sawit agar lebih memperhatikan lingkungan sekitar agar lingkungan tetap terjaga kelestariannya dan perekonomian akan terus meningkat.

Kata kunci : Konversi, sosial, ekonomi, kesejahteraan

(3)

ABSTRACT

Convert the farm can be interpreted as changing by some function from entire or all area from its function from the beginning like planned to become the other is dissimilar function and which is negative for the environment and that potency of farm itself.

To knowing how impact about converting the rubber plantation to crude palm oilat society of the BatangKumucountryside have been conductedof the descriptivequalitative research with the amount population of 5.448 people sampel was required by 40 who is taking by purposive, that is society of theBatang Kumu countryside which have done conducted the conversion of rubber plantation to crude palm oil

From result of research have done to conducted by that society to conducting the conversion of the rubber plantation to crude palm oilby generally to conducting the conversion by cutting away the rubber plantation which they own later; then change it tococonut palm that is about 22 people ( 55%), if pursuant to measurement mount of the Nasional Family and Body prosperity Co-Ordinate ( BKKBN) hence society of the Batang Kumu Countryside to conducting the conversion of rubber plantation to incoming crude palm in secure and prosperous of III category and secure and the III plus prosperous, later then affect the conversion of rubber plantation to crude palm to social of society of the Batang Kumu Countryside in good enough category , this matter was visible from mean percentage of qualitative amounting to 62,2%, for the economics of its pursuant to mean percentage of qualitative amounting to 77,5% or both affect for society of the country side of Batang Kumu

For society which wish and have owned the plantation of crude palm to be more the environmental liver and that environment remain to be awaked by its continuity and economics will increasingly

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyesaikan skripsi ini yang berjudul : “Analisi Dampak Konversi Perkebunan Karet ke Kelapa Sawit pada Masyarakat Desa Batang Kumu Tahun 2014”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun secara materil, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar kepada :

1. Bapak Prof, Dr, dr, Syahril Pasaribu, DTM&H, Msc, (CTM), Sp, A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof, Dr, Azhar Maksum, M,Ec, Ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE, MEc, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyelesaian Skripsi ini.

4. Bapak Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya HSB, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

(5)

6. Seluruh dosen pengajar dan staf pegawai di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu selama penulis mengikuti proses perkuliahan.

7. Bapak H. Zahrial Lutfi, Sos, M.Si, selaku camat Tambusai Desa Batang Kumu.

8. Bapak Afnan Pulungan SH, selaku kepala desa, Desa Batang Kumu yang telah memberikan kemudahan dalam pengambilan data-data yang penulis butuhkan.

9. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih dan hormat kepada keluarga yang penulis sayangi dan banggakan khususnya Ayahanda Leman yang selalu mendukung penulis menjadi Sarjana Ekonomi dan Ibunda penulis Romaida dan Abang, Kakak serta adinda Kurnia Khoirunnisa S.Ked yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, terima kasih atas kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis.

10.Untuk teman-teman sejawat Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara angkatan 2011 dan semua pihak yang telah membantu terima kasih atas dukungan, doa dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

(6)

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, semoga tuhan selalu melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita. Amin…

Medan, juni 2015

M.ilyas Fernando

(7)

DAFTAR ISI

2.2 Peranan Kelapa Sawit Dalam Perekonomian Indonesia ... 8

2.3 Prospek Perkembangan Kelapa Sawit Di Indonesia ... 13

2.4 Sejarah Perkebunan Karet Di Indonesia ... 16

2.5 Luas dan Produksi Karet Di Indonesia ... 17

2.6 Potensi dan Perkembangan Karet Di Indonesia ... 17

2.7 Perkembangan luasperkebunan Di Provinsi Riau dan Kabupaten Rokan Hulu ………. 19

2.8 Konversi Lahan ... 22

2.9 Penelitian Terdahulu ... 23

2.10Pengertian kesejahteraan ……… 24

2.10.1Tahap kesejahteraan ……….. 24

2.10.2Indikator kesejahteraan ………. 26

2.11 Kerangka Konseptual ………. 29

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 34

4.2 Gambaran Umum Responden ... 4.2.1 Responden berdasarkan jenis kelamin ... 34

(8)

4.2.4 Responden berdasarkan tingkat kesejahteraan ... 37

4.2.5 Responden berdasarkan Jenis konversi ... 39

4.3 Hasil Penelitian ... 40

4.4 Pembahasan ... 47

4.4.1 Analisi dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit terhadap aspek sosial masyarakat Desa Batang Kumu ... 47

4.4.2 Analisi dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit terhadap aspek ekonomi masyarakat Desa Batang Kumu ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

LAMPIRAN ... 59

(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Luas Perkebunan Karet dan Kelapa Sawit Desa Batang

Kumu Tahun 2000-2014 ……….... 2

2.1 Volume dan Nilai Ekspor CPO Tahun 2003-2013 ... 13

2.2 Sebaran Kelapa Sawit Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2014 ... 15

4.6 Tanggapan respoden terhadap pernyataanmelakukan koversi perkebunan karet ke kelapa sawit buruk bagi lingkungan seperti pencemaran tanah, perubahaniklim dan ketersediaan air di Desa Batang Kumu ... 40

4.7 Tanggapan responden terhadap pernyataan bahwa dengan melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawitberdampak baik bagi peningkatatan infrastruktur seperti jembatan dan jalan, di Desa Batang Kumu ……… 41

4.8 Tanggapan responden terhadap pernyataan bahwa melakukan konversi perkebunan karet ke kelapasawit berdampak pada terjadinya konflik antar msyaraka Desa Batang Kumu ……….. 42

4.9 Tanggapan responden terhadap pernyataan bahwa dengan melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit dapat meningkatkan pendapatan ……… 43

(10)

4.11 Tanggapan responden terhadap pernyataan bahwa melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit berdampak pada bertambahnya kesempatan

membuka lapangan usaha baru ... 44

4.12 Rekapitulasi Jawaban Responden dari Aspek Sosial …………. 45

4.13 Rekapitulasi Jawaban Responden dari Aspek Ekonom ……..….. 46

4.14 Analisis Aspek Sosial ……… 47

4.15 Analisis Aspek Ekonomi ………... 49

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR GRAFIK

No. Grafik Judul Halaman 2.1 Luas lahan dan produksi kelapa sawi Provinsi Riau ... 20

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No.LAMPIRAN Judul Halaman 1. Kuisioner ... 59 2. Kepemilikan Aset Responden ... 62 3. Responden Berdasarkan Nama, Jenis Kelamin,

(14)

ABSTRAK

Konversi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.

Untuk mengetahui bagaimana dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit pada masyarakat Desa Batang Kumu telah dilakukan penelitian deskriptif kualitatif dengan jumlah populasinya 5.448 orang sampel yang dibutuhkan 40 orang yang di ambil secara purposive, yaitu masyarakat Desa Batang Kumu yang pernah melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit.

Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa masyarakat yang melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit pada umumnya melakukan konversi dengan menebang perkebunan karet yang mereka miliki kemudian menggantinya kelapa sawit yaitu 22 orang (55%), jika berdasarkan pengukuran tingkat kesejahteraan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maka masyarakat Desa Batang Kumu yang melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit masuk dalam kategori sejahtera III dan sejahtera III plus, kemudian dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit terhadap sosial masyarakat Desa Batang Kumu dalam kategori yang cukup baik , hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata kualitatif yang berjumlah 62,2%, untuk ekonominya berdasarkan persentase rata-rata kualitatif yang berjumlah 77,5% atau berdampak baik bagi masyarakat Desa Batang Kumu.

Bagi masyarakat yang ingin dan sudah memiliki perkebunan kelapa sawit agar lebih memperhatikan lingkungan sekitar agar lingkungan tetap terjaga kelestariannya dan perekonomian akan terus meningkat.

Kata kunci : Konversi, sosial, ekonomi, kesejahteraan

(15)

ABSTRACT

Convert the farm can be interpreted as changing by some function from entire or all area from its function from the beginning like planned to become the other is dissimilar function and which is negative for the environment and that potency of farm itself.

To knowing how impact about converting the rubber plantation to crude palm oilat society of the BatangKumucountryside have been conductedof the descriptivequalitative research with the amount population of 5.448 people sampel was required by 40 who is taking by purposive, that is society of theBatang Kumu countryside which have done conducted the conversion of rubber plantation to crude palm oil

From result of research have done to conducted by that society to conducting the conversion of the rubber plantation to crude palm oilby generally to conducting the conversion by cutting away the rubber plantation which they own later; then change it tococonut palm that is about 22 people ( 55%), if pursuant to measurement mount of the Nasional Family and Body prosperity Co-Ordinate ( BKKBN) hence society of the Batang Kumu Countryside to conducting the conversion of rubber plantation to incoming crude palm in secure and prosperous of III category and secure and the III plus prosperous, later then affect the conversion of rubber plantation to crude palm to social of society of the Batang Kumu Countryside in good enough category , this matter was visible from mean percentage of qualitative amounting to 62,2%, for the economics of its pursuant to mean percentage of qualitative amounting to 77,5% or both affect for society of the country side of Batang Kumu

For society which wish and have owned the plantation of crude palm to be more the environmental liver and that environment remain to be awaked by its continuity and economics will increasingly

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konversi lahan menurut Tiodora (dalam mustopa 2011) merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri, alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor – faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Desa Batang Kumu adalah desa yang berada Di Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, yang memiliki dua jenis tanaman terbesar atau terbanyak pada desa ini yaitu perkebunan Karet dan Kelapa Sawit, seiring dengan banyaknya kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga mendorong untuk memunculkan ide atau gagasan baru untuk dapat menciptakan pendapatan yang lebih banyak antara lain dengan mengkonversi perkebunan karet atau lahan karet yang mereka miliki ke perkebunan kelapa sawit baik itu dengan cara langsung menjual perkebunan karet yang mereka miliki atau dengan menembang perkebunan karet dan menggantinya dengan kelapa kawit.

(17)

Tabel 1.1

Luas Pekebunan Karet dan Kelapa Sawit Desa Batang Kumu Tahun 2000-2014.

Tahun Karet Kelapa Sawit Lahan Kosong Total Luas

2000 8250 Ha 5320 Ha 4253 Ha 17823 Ha

Sumber : Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, Kecamatan Tambusai, Desa Batang Kumu.

(18)

Di sisi lain masyarakat tidak menyadari bahwa adanya berbagai dampak yang ditimbulkan akibat konversi yang mereka lakukan, misalnya dampak perkebunan kelapa sawit yaitu adapun dampak negatif dari tanaman kelapa sawit tersebut antara lain : untuk lahan yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu menyerap dan menyimpan air, penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah demikian juga dengan pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan keasaman tanah.

(19)

antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit (ekonomi.kompasiana)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka masalah penelitian ini adalah bagaimana dampak konversi kebun karet ke kelapa sawit terhadap Sosial dan Ekonomi masyarakat Desa Batang Kumu ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dampak konversi kebun karet ke kelapa sawit terhadap Sosial dan Ekonomi masyarakat Desa Batang Kumu.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai suatu kesempatan bagi penulis menambah wawasan ilmiah yang berkaitan dengan program studi yang sedang penulis tekuni khususnya mengenai dampak konversi tanaman karet ke tanaman kelapa sawit.

2. Sebagai bahan studi tambahan literatur dan informasi bagi mahasiswa/I Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan dan juga masyarakat yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Aleais Guineensis Jack) berasal dari Negeria, Afrika Barat, namun ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit dihutan brazil dibandingkan dengan di Afrika, pada kenyataannya kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, Papua Nugini bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848 ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di kebun raya bogor, tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911, perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Haller, seorang yang berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika, budidaya yang dilakukan diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia, sejak itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh, luas areal perkebunan saat itu sebesar 5.123Ha, Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

(21)

Afrika pada waktu itu, namun kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia termasuk Belanda.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran, secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti, lahan perkebunan mengalami penyusutan sebasar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948-1949, padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Setelah Belanda danJepang meninggalkan Indonesia pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan, Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer disetiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannnya produksi, pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan wadah kerja sama antara buruh perkebunan dengan militer, perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik dan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan, pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar mulai tergeser oleh Malaysia.

(22)

luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton, sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat, hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program Perkebunan Inti Rakyat (PIR-bun).

Dalam pelaksanaannya perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat disekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengambangkan program lanjutan yaitu PIR-transmigrasi sejak tahun 1986, program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit pada tahun 1990-an luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta Ha yang tersebar diberbagai sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan.

Bagi Indonesia tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat juga sebagai sumber perolehan devisa Negara, Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit bahkan saat ini sudah menempati posisi kedua di dunia.

(23)

2.2 Peranan Kelapa Sawit Dalam Perekonomian Indonesia

Dipandang dari segi sejarah pada masa lalu peranan (share) sektor pertanian dalam sebagian indikator ekonomi Indonesia digambarkan dengan peranannya dalam perolehan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja dan perolehan hasil ekspor dan lain-lain adalah sebagai berikut:

Pertama, peranannya dalam PDB pada awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) cukup besar (>50%), namun dengan adanya upaya pembangunan sektor-sektor yang lebih maju (misalnya industri dan jasa) menyebabkan kecenderungan terjadinya penurunan peranan pertanian pada tahun 1960, 1973, 1980, 1990, 2004 berturut-turut adalah 54%, 41%, 24,8% 19,6% dan 14,3%. Dalam kurun waktu lebih dari empat dasawarsa terlihat bahwa peranan sektor pertanian pada tahap awal relatif besar mulai lebih dari 50% menjadi hanya tinggal sekitar 14%.[1]

(24)

atas harga berlaku, pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 6.436,3 trilyun, dan PDB 2011 naik menjadi Rp 7.427,1 trilyun. Selama tahun 2011 semua sektor (lapangan usaha) pendukung bidang ekonomi mengalami pertumbuhan,. pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 10,7%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 9,2%, sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan 6,8%, sektor jasa-jasa dan sektor konstruksi masing-masing 6,7%, sektor industri pengolahan 6,2%, sektor listrik, gas, dan air bersih 4,8%, sektor pertanian 3,0%, dan sektor pertambangan dan penggalian 1,4%.[2]

Pada tahun 2011 (sampai dengan Triwulan III), PDB sektor pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) tumbuh sebesar 3,07%, di mana tingkat pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 yang hanya 2,86%. Pertumbuhan tersebut berasal dari sub sektor perkebunan (6,06%), disusul dengan sub sektor peternakan (4,23%), dan subsektor tanaman pangan (1,93%), kontribusi PDB sektor pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) terhadap PDB nasional pada tahun 2011 tersebut mencapai 11,88%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yang mencapai 11,49%. Data terkait menunjukkan pula bahwa kontribusi subsektor perkebunan terhadap PDB nasional nonmigas adalah 2,9%, selanjutnya data BPS juga menunjukkan, nilai PDB sektor perkebunan terus mengalami peningkatan dengan laju antara 9,42% hingga 11,68% per tahun.

(25)

(Penanaman Modal Dalam Negeri) sebanyak 274 proyek, dengan nilai Rp 8,23 triliyun PMA (Penanaman Modal Asing) 246 proyek, dengan nilai US$ 1,03 milyar (Angka s/d 30 September 2011).

Kedua, peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, pada tahun 1961, sektor pertanian mampu menampung 73,3% tenaga kerja kemudian pada tahun 1971 dan 1980 berturut-turut dapat menyerap 64,2% dan 54,8%, selanjutnya selama periode 1988-1993 dan 1994-2005 sektor ini berturut-turut mampu menyerap rata-rata 54,4% dan 44,2%, maka dari itu dapat dikatakan bahwa peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja sangat besar karena sekitar 50% dari tenaga kerja yang tersedia dapat dipekerjakannya untuk informasi jumlah secara absolut, bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2011 mencapai 39,3 juta orang (Angka s/d Agustus 2011). Selanjutnya, penyerapan tenaga kerja di subsektor perkebunan kelapa sawit juga cukup besar; dengan asumsi setiap sepuluh Ha luas lahan perkebunan diperlukan rata-rata 4 orang tenaga kerja lapangan, maka perkebunan kelapa sawit yang pada tahun 2011 seluas sekitar 8,9 juta Ha akan dapat menyerap sekitar 3,5 juta orang, dan ditambah lagi di bagian pengangkutan, pengolahan dan laboratorium akan menyerap 500 ribu orang jika dihitung juga tenaga kerja administrasi kebun, panen, angkutan, pengolahan dan laboratorium secara total kebutuhan tenaga kerja pada subsektor perkebunan kelapa sawit dapat mencapai 4,5 juta orang.[3]

(26)

absolut nilai ekspor pertanian tetap meningkat, sebagai contoh perkembangan ekspor hasil pertanian pada tahun 2009, meskipun peranannya hanya tinggal sekitar 24% tetapi nilai ekspornya mencapai US$ 23,04 milyar.

Ekspor hasil pertanian ini pada 2009-2010 juga mengalami peningkatan, yaitu pada 2009 nilainya sebesar US$ 23,04 milyar, meningkat menjadi US$ 32,52 milyar pada 2010, selanjutnya peranan ekspor pertanian terhadap ekspor non migas pada kurun waktu 2009 dan 2010 berturut-turut adalah adalah 23,6% dan 25,1%, kemudian peranan ekspor pertanian terhadap ekspor keseluruhan pada 2009 dan 2010 berturut-turut adalah adalah 19,8% dan 20,6% untuk komoditas minyak sawit yang merupakan komponen sektor pertanian, pada 2009 nilai ekspor CPO dan PKO (Palm Karnel Oil) beserta produk turunannya mencapai US$ 11,6 milyar sementara itu nilai ekspor non migas dan ekspor keseluruhan berturut-turut adalah US$ 97,5 milyar dan US$ 116,5 milyar hal ini berarti kontribusi minyak sawit (khususnya CPO dan PKO serta produk turunannya) terhadap nilai ekspor non migas dan ekspor secara keseluruhan adalah sekitar 11,9% dan 10%.

Selanjutnya pada 2011, volume ekspor produk CPO tercatat meningkat sebesar 5,7% dibanding pada 2010, volume ekspor CPO juga meningkat dari 15,656 juta ton pada 2010 menjadi 16,5 juta ton jika diasumsikan rata-rata harga ekspor CPO selama 2011 yang dihitung berdasar asumsi bahwa harga CPO adalah US$ 1.000 per ton, maka perkiraan nilai ekspor CPO mencapai US$16,5 milyar, menurut GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), perkiraan target produksi CPO Indonesia pada tahun 2011 mencapai 23,5 juta ton CPO.

(27)

US$19,717 milyar, meningkat dari periode yang sama tahun 2010 yaitu sebesar US$14,164 milyar. Informasi catatan neraca perdagangan juga mengalami surplus, yaitu sebesar US$17,02 milyar (Angka s/d September 2011).

Data pada Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Kementerian Pertanian juga menunjukkan bahwa nilai ekspor hasil subsektor perkebunan mengalami peningkatan dari US$21,58 milyar pada tahun 2009 menjadi US$30,7 milyar, atau dengan laju 42,26% per tahun sedangkan penerimaan negara yang dihasilkan dari industri sawit dalam bentuk lain, misalnya bea keluar, pajak penghasilan badan, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai dan lain-lainnya, yang jumlahnya cukup besar.[4].

[1] Kontribusi Kelapa Sawit sebagai Pilar Perekonomian Bangsa.

http://sawitindonesia.com/artikel/kontribusi-kelapa-sawit-sebagai-pilar-perekonomian-bangsa

[2] IbidKontribusi Kelapa Sawit [3] Ibid

[4] Ibid

2.3Prospek Perkembang Kelapa Sawit Di Indonesia

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan, pengembangan kelapa sawit antara lain memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri, ekspor CPO yang menghasilkan devisa dan menyediakan kesempatan kerja.[5]

(28)

menghasilkan CPO sebesar 2,16 juta ton, dan swasta menyumbang produksi CPO sebesar 16,5 juta ton ( bps, 2013 )

Tabel 2.1

Volume dan Nilai Ekspor CPO Tahun 2003-2013

Tahun

2003 6.386.409 2.454.626

2004 8.661.647 35,63 3.441.776 40,22

Laju pertumbuhan rata-rata volume ekspor kelapa sawit khususnya CPO selama 2003-2014 sebesar 12,94% per tahun dengan peningkatan nilai ekspor rata-rata 25,76% per tahun, realisasi ekspor komoditas kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai volume 20,58 juta ton (minyak sawit/CPO dan minyak sawit lainnya) dengan nilai US $15,84 milyar, volume ekspor komoditas kelapa sawit sampai dengan bulan September 2014 mencapai 15,96 juta ton dengan nilai sebesar US$ 12,75 juta hal ini mengalami kenaikan sebesar 7,59% jika dibandingkan dengan volume ekspor sampai dengan september 2013 sebesar 14,831 juta ton neraca perdagangan untuk komoditas kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai US$ 19,43 miliyar.[6]

(29)

sawit terbesar di dunia, hal ini disebakan antara lain : perkebunan kelapa sawit dapat memberikan manfaat positif pertumbuhan ekonomi yang dirasakan masyarakat dan pelaku usaha kelapa sawit, harga CPO dunia yang cukup baik dan stabil, sebagai minyak biofuel pengganti minyak fosil dan juga sangat dimungkinkan berkat prakarsa pemerintah yang diawali dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit melalui proyek-proyek Pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat)/NES (Nucleus Estate Smallholders) pada awal tahun ’80 an

Tabel 2.2

Sebaran Kelapa Sawit Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2014

Provinsi Luas (Ha) Produksi (Ton)

Riau 2.296.849 7.037.636

Sumatera Utara 1.392.532 4.753.488

Kalimantan Tengah 1.156.653 3.312.408

Sumatera Selatan 1.111.050 2.852.988

Kalimantan Barat 959.226 1.898.871

Kalimantan Timur 856.091 1.599.895

Jambi 688.810 1.857.260

Kalimantan Selatan 499.873 1.316.224

Aceh 413.873 853.855

Sumatera Barat 381.754 1.082.823

Bengkulu 304.339 833.410

Kep. Bangka Belitung 211.237 538.724

Lampung 165.251 447.978

Sulawesi Tengah 147.757 259.361

Sulawesi Barat 101.001 300.396

Jumlah 10.956.231 29.344.479

Sumber : ditjenbun.pertanian,2014

(30)

1,16 juta Ha dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha serta provinsi-provinsi lainnya.[7]

[5] Kementrian Pertanian, 2014. Pertumbuhan Aareal Kelapa

Sawit.http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-362-pertumbuhan-areal-kelapa-sawit-meningkat.html. [6] Ibid Kementrian pertanian

[7] Ibid

2.4Sejarah Perkebunan Karet Di Indonesia

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang penting baik dalam konteks ekonomi masyarakat maupun sumber penghasil devisa non migas bagi Negara, tanaman karet berasal dari daerah tropika lembah Amazon Brazilia dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun dan hari hujan antara 120- 170 hari/tahun (Sutardi, 1981), pengembangan karet berkonsentrasi pada daerah 10 LU dan 10 LS (Moraes, 1977) sebagian besar areal perkebunan karet Indonesia terletak di Sumatera(70%) , Kalimantan (24%) dan Jawa (4%) dengan curah hujan 1500- 4000 mm/tahun dengan rata-rata bulan kering 0-4 bulan pertahun dan terletak pada elevasi dibawah 500 m diatas permukaan laut. Perkembangan terahir di Thailand, India, dan China sedang meneliti pengembangan karet di daerah semiarid, elevasi tinggi dan daerah subtropis (Vijayakumar dalam Sabarman, 2012)

2.5Luas dan Produksi Karet Di Indonesia

(31)

Nilai ekspor tahun 2008, sebesar US$ 6.023.295.600 dengan volume ekspor 2.283.153,8 ton, produksi dunia diperkirakan laju pertumbuhannya 2,5% pertahun dan perdagangan dunia tumbuh 2,6% (BPS, 2009).

2.6 Potensi dan Perkebangan Karet Di Indonesia

Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi produsen utama karet dunia walaupun saat ini masih kedua setelah Thailand, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan karet dapat diatasi dan agribisnisnya dikembangkan serta dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan karet terutama di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timurdan Papua. Berdasarkan hasil penelitian karet ditanami pada elevasi > 500 meter di atas permukaan laut, dan daerah beriklim kering dengan curah hujan kurang dari 1500 mm/tahun. (Thomas (dalam Damanik, 2012))

(32)

akan tercapai dengan areal perkebunan karet Indonesia mencapai 4,5 juta Ha dan mampu menghasilkan 3,3 juta ton.

Perkembangan karet alam masih mempunyai harapan untuk tetap bertahan dipasar internasional, industri pabrik ban mobil tidak selamanya memihak pada karet sintetis,karena sebagian sifat karet alam tidak dimiliki oleh karet sintetis.

Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan semakin banyaknya industri ban radial yang harus memakai karet alam sebagai bahan bakunya, sejak dekade 1980 hingga saat ini permasalahan karet Indonesia adalah rendahnya produktivitas dan kualitas karet yang dihasilkan khususnya karet rakyat sebagai gambaran produksi karet rakyat hanya 600-650 KG/KK/Ha/Tahun, walaupun demikian, peranan Indonesia sebagai produsen karet alam dunia masih dapat diraih kembali dengan memperbaiki teknik budidaya dan pasca panen pengolahan, sehingga produktivitas dan mutu hasil akan dapat ditingkatkan secara optimal. Perkembangan cara penyajian karet alam ternyata sangat menarik timbulnya industri karet dengan spesifikasi teknis merupakan perkembangan yang sangat positif sebagai jawaban yang sangat nyata, demikian pula adanya cara pengepakan yang baik akan membuka era baru penyajian karet alam, kondisi kemajuan seperti ini menyebabkan para konsumen mulai berpaling lagi ke karet alam, selain hal tersebut di atas, kemajuan lainyang terjadi pada industri karet alam diantaranya sebagai berikut :

1. Pembuatan karet secara kimia yang menghasilkan karet tahan minyak pelumas.

(33)

3. Perluasan penggunaan karet alam untuk pembuatan barang bukan ban. 4. Penemuan teknik pencangkokan dari lateks.

5. Perbaikan teknik eksploitasi seperti penggunaan stimulan dan penyempurnaan alat sadap.

Melalui inovasi teknologi seperti di atas secara sungguh-sungguh, bukan tidak mungkin usaha ini akan memberikan dampak pada kenaikan harga jual dan menurunkan biaya produksi, oleh karena terdapat kecenderungan konsumen akan kembali pada karet alam maka diperkirakan akan terjadi kekurangan penawaran karet alam, jika berpijak pada asumsi ini maka dapat disimpulkan masa depan karet alam memiliki prospek yang cukup baik.

2.7 Perkembangan dan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Di Provinsi Riau dan Kabupaten Rokan Hulu

(34)

pada tahun 1993, 2003 dan 2009 masing-masing sebesar 5,73%, 16,89% dan 16,71% kontribusi sub sektor perkebunan terhadap nilai tambah sektor pertanian pada tahun 1993, 2003 dan 2009 masing-masing sebesar 27,71%, 45,03% dan 49,35%. Sub sektor perkebunan merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa.

Grafik 2.1

Luas lahan dan produksi kelapa sawit Provinsi Riau

Terlihat dari grafik bahwa luas dan produksi terus berfluktuasi disetiap tahunnya keadaan ini timbul karena kelapa sawit bagi masyarakat dianggap sebagai komoditas yang memiliki nilai profibilitas yang tinggi dan keuntungan yang tinggi ini memicu masyarakat untuk beralih dari sub sektor pertanian lain atau usaha lainnya untuk berinvestasi di sub sektor perkebunan kelapa sawit, tidak hanya masyarakat yang berusaha mengembangkan komoditas ini melainkan perkebunan negara dan perkebunan swasta pun turut berperan.(Academia.edu)

(35)

Tabel 2.3

Data Luas Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012

Kecamatan Karet (Ha) Kelapa Sawit (Ha)

Rambah 4,569 2,305

Rambah Hilir 10,819 6,946

Rambah Samo 4,351 18,739

Bangun Purba 2,452 9,245

Tambusai 3,114 31,196

Tambusai Utara 11,391 66,198

Kepenuhan 2,805 6,695

Tandun 542 6,299

Rokan IV Koto 7,080 6,801

Kunto Darusalam 47 22,129

Ujung Batu 336 2,168

Kabun 2,447 3,524

Pagaran Tapah Darusalam 102 4,794

Bonai Darusalam 53 8,738

Pendalian IV Koto 3,576 1,666

Kepenuhan Hulu 1,742 10,312

Total 55,426 208,475

Sumber : Dishutbun Kab. Rohul, 2013

Tabel 2 di atas menunjukkan luas perkebunan karet dan kelapa sawit perkecamatan Di Kabupaten Rokan Hulu tahun 2012, dimana luas perkebunan kelapa sawit Di Kecamatan Tambusai 31,196 Ha atau terluas ke 2 dari seluruh kecamatan Di Kabupaten Rokan Hulu.

2.8PengertianKonversi Lahan

Konversi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau selur uh kawasan dari fungsinya semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Misalnya, b erubahnya peruntukan fungsi lahan persawahan beririgasi menjadi lahan industri.

Konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangku t transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan kepen ggunaan lainnya.

(36)

eh bukan petani lewat proses penjualan. Berdasarkan faktor-faktor penggerak uta ma konversi lahan, pelaku, pemanfaatan dan proses konversi, maka tipologi konve rsi terbagi menjadi tujuh tipologi, yaitu:

1) Konversi gradual-berpola sporadik, pola konversi yang diakibatkan oleh dua faktor penggerak utama yaitu lahan yang tidak/kurang produktif/ber manfaat secara ekonomi dan keterdesakan pelaku konversi.

2) Konversi sisitematik berpola enclave, pola konversi yang mencakup wila yah dalam bentuk sehamparan tanah secara serentak dalam waktu yang re latif sama.

3) Konversi adaptif demografi, pola konversi yang terjadi karena kebutuhan tempat tinggal/pemukiman akibat adanya pertumbuhan pendudukan. 4) Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial, pola konversi yang terjadi

karena motivasi untuk berubah dari kondisi lama untuk keluar dari sektor pertanian utama.

5) Konversi tanpa beban, pola konversi yang dilakukan oleh pelaku untuk m elakukan aktivitas menjual tanah kepada pihak pemanfaat yang selanjutny a dimanfaatkan untuk peruntukan lain.

6) Konversi adaptasi agraris, pola konversi yang terjadi karena keinginan un tuk meningkatkan hasil pertanian dan membeli tanah baru ditempat terten tu.

7) Konversi multi bentuk atau tanpa pola, konversi yang diakibatkan berbag ai faktor peruntukan seperti pembangunan perkantoran, sekolah, koperas i, perdagangan, dan sebagainya.

(37)

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan skripsi ini adalah sebagai berikut 1. Penelitian yang dilakukan oleh Paruhuman Daulay (2003) yang berjudul

“Konversi Lahan Komoditi Karet menjadi Komoditi Sawit” di lakukan di

Desa Batu Tunggal Kecamatan Na IX-X Kabupaten Labuhan Batu, dengan hasil penelitian bahwa usaha tani kelapa sawit lebih menguntungkan di bandingkan usaha tani karet dan faktor – faktor yang mempengaruhi atau memotivasi petani mengkonversi lahan karet ke sawit adalah 70% di dominasi oleh faktor coba – coba mengikuti orang lain dan selebihnya di sebabkan oleh faktor lain.

2. Menurut Purba (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun”. Dengan menggunakan metode Ordinary Least Square

(OLS) untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan bantuan komputer dan mendapatkan fakta-fakta yaitu: Tenaga kerja perkebunan teh akibat alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit menurun selama periode tahun 2000-2005. Produktivitas tenaga kerja diperkebunan teh menurun selama periode 2000-2005. Produktivitas teh menurun selama periode 2000-2005.

(38)

Menurut Sudarman Danim manusia yang sejahtera adalah manusia yang memiliki tata kehidupan dan penghidupan, baik material maupun spiritual yang disertai dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosialnya. (Sudarman Danim, 1995)

Dari pengertian diatas, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan tingkat kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan seseorang baik sosial material maupun spiritual yang disertai dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin sehingga dapat memenuhi kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosialnya.

2.10.1 Tahap kesejahteraan

Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, berdasarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang telah mengadakan program yang disebut dengan Pendataan Keluarga. Yang mana pendataan ini bertujuan untuk memperoleh data tentang dasar kependudukan dan keluarga dalam rangka program pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Adapun pentahapan keluarga sejahtera tersebut ialah sebagai berikut:

A.Keluarga Pra Sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) secara minimal, seperti: kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu indikator-indikator keluarga sejahtera I.

(39)

keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, seperti: kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan sekitar dan transportasi.

C.Keluarga Sejahtera II yaitu keluarga-keluarga yang disamping dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti: menabung dan memperoleh informasi.

D.Keluarga Sejahtera III yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologisnya dan kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal dan teratur bagi masyarakat dalam bentuk material, seperti: sumbangan materi untuk kepentingan sosial kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dan lain sebagainnya.

E.Keluarga Sejahtera III Plus yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun pengembangan serta telah memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.(www.bkkbn.go.id) 2.10.2 Indikator kesejahteraan

(40)

digunakan beberapa indikator yang telah digunakan oleh BKKBN, adapun beberapa indikator tersebut adalah sebagai berikut :

A. Keluarga Pra Sejahtera :

Keluarga yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat sebagai keluarga sejahtera :

Keluarga Sejahtera I :

1. Melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing-masing. 2. Makan dua kali sehari atau lebih.

3. Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan. 4. Lantai rumah bukan dari tanah.

5. Jika anak sakit dibawa ke sarana/ petugas kesehatan. B. Keluarga Sejahtera II :

1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing.

2. Minimal seminggu sekali keluarga tersebut menyediakan daging/ ikan/ telursebagai lauk pauk.

3. Memperoleh pakaian baru dalam setahun terakhir. 4. Luas lantai tiap penghuni rumah satu 8 m².

5. Anggota keluarga sehat dalam keadaan tiga bulan terakhir, sehingga dapat menjalankan fungsi masing-masing.

(41)

7. Bisa baca tulis latin bagi anggota keluarga dewasa yang berumur 10-60 tahun.

8. Seluruh anak yang berumur 7-15 tahun bersekolah pada saat ini. 9. Anak hidup dua atau lebih dan saat ini masih memakai alat

kontrasepsi. C. Keluarga Sejahtera III :

1. Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

2. Keluarga mempunyai tabungan.

3. Keluarga biasanya makan bersama minimal sekali dalam sehari. 4. Turut serta dalam kegiatan masyarakat.

5. Keluarga mengadakan rekreasi bersama minimal sekali dalam 6 bulan.

6. Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/televisi/majalah.

7. Anggota keluarga dapat menggunakan sarana transportasi. D. Keluarga Sejahtera III Plus :

1. Memberikan sumbangan secara teratur dan sukarela untuk kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi.

2. Memenuhi kriteria A dan D.[10]

(42)

dan pembangunan keluarga sejahtera, maka penulis dapat mengetahui mana yang termasuk keluarga pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II dan sejahtera III serta sejahtera III plus. (www.bkkbn.go.id)

2.11Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual ini menjelaskan gambaran indikator – indikator yang akan di teliti seperti dampak konversi perkebunan ke kelapa sawit terhadap sosial dan ekonomi dalam penelitian ini aspek sosialnya yaitu tentang bagaimana dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit terhadap lingkungan dan infrastruktur, sedangkan untuk aspek ekonominya adalah tentang bagaimana tingkat pendapatan masyarakat dan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia,sehingga nantinya dapat menjelaskan berbagai dampak yang terjadi akibat konversi karet ke kelapa sawit Di Desa Batang Kumu.

Gambar 2.1Kerangka Konseptual Dampak Konversi Karet

Ke Kelapa Sawit

Ekonomi Sosial

Pendapatan Lingkungan

Lapangan kerja

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.5Jenis Penelitian

Menurut Sugiono (2003)jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang digunakan untuk mengetahui ini variabel mandiri baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya. Suatu penelitian yang berusaha menjawab dan menganalisa Dampak Konversi Perkebunan Karet ke Kelapa Sawit pada masyarakat Desa Batang Kumu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan DiDesa Batang Kumu, Kabupaten Rokan, Provinsi Riau, di mulai dari April2015 sampai selesai.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1Populasi

Populasi merupakan kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri -ciri yang telah ditetapkan (Nazir, 2003:271). Populasi dari penelitian ini adal ah masyarakat Desa Batang Kumu yang pernah melakukan konversi perkebu nan karet ke kelapa sawit.

3.3.2Sampel

(44)

mbil sampel sebanyak 40 orang masyarak yang melakukan konversi. 3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

3.4.1Jenis data

1. Data Primer merupakan data yang dikumpulkan dan diolah langsung send iri oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari objeknya (Muham ad, 2008: 101), yaitu diberikan kepada masyarakat yang melakukan konv ersi perkebunan karet ke kelapa sawit.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, biasanya sudah dalam ben tuk publikasi yaitu data dari pemerintah kabupaten Rokan Hulu, serta bah an bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4.2Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut : 1. Studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi melal

ui literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, yang da pat diperoleh dari buku-buku, jurnal, internet dan lain-lain.

2. Observasi, meliputi melakukan pencatatan terhadap data yang diperlukan seperti data luas lahan yang di konversi masyarakat Desa Batang Kumu. 3. Kuesioner, peneliti membuat daftar pertanyaan atau pernyataan kepada m

asyarakat yang pernah melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sa wit Di Desa Batang Kumu dimana pertanyaan atau pernyataan yang dibua t relevan dengan penelitian yang dilakukan.

(45)

Untuk mengetahui bagaimana Dampak Konversi Karet ke Kelapa Sawit Terh adap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Batang Kumu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu,Provinsi Riau, penulis menggunakan metode analisa kuali tatif, yaitu suatu analisa yang berusaha memberikan gambaran terperinci mengena i Dampak Konversi Karet ke Kelapa Sawit terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Batang Kumu, berdasarkan kenyataan dilapangan dan hasilnya akan disaj ikan dalam bentuk tabel yang dilengkapi dengan menguraikan dan memberikan ke terangan yang mendukung untuk menjawab masing-masing masalah, serta membe rikan interpretasi terhadap hasil yang relevan dan diambil kesimpulan serta saran. Selanjutnya data yang terkumpul diolah dengan memakai teknik skala likert Sugiono (2005). Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atausekelompok orang tentang fenomena sosial.

Dengan skala likert, variabel yang akan diukurdijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai tolak ukuruntuk menyusun item-item intstrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan, jawabansetiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari positif sampaidengan sangat negatif. Berdasarkan metode penelitian yang telah dikemukakan diatas maka data informasi yang diperoleh akan dikelompokkan dan dipisahkan sesuai dengan jenisnya dan diberi nilai persentase, disajikan dalam bentuk tabel dan uraian dengan rumus persentasenya menggunakan rumus sebagai berikut :

(46)

P = Persentase F = Frekuensi n = Sample

Kemudian untuk mendapatkan kesimpulan Dampak Konversi Karet ke Kelapa Sawit, keseluruhan jawaban dari responden akan di rekapitulasi kemudian diberi pembobotan masing – masing jawaban responden dan di ukur dengan menggunakan teknik pengukuran sebagai berikut:

Sangat Baik : 76 – 100 %

Baik : 56 -75 %

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Deskripsi Lokasi Penelitian

Desa Batang Kumu adalah desa yang berada Di Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, dengan jumlah kepala keluarga 1.296 KK dan jumlah penduduk laki-laki 2.781 jiwa, perempuan 2.667 jiwa, total jumlah penduduk desa batang kumu 5.448 jiwa.

Desa batang kumu memiliki luas 20,0 Km2 yang berbatasan dengan beberapa wilayah di Kabupaten Rokaan Hulu berikut batas wilayah Desa Batang Kumu :

Batas Utara : Tambusai Utara, Desa Rantau Kasai Batas Barat : Padang Lawas, Desa Sungai Korang Batas Timur : Tambusai Utara, Desa Rantau Kasai

(48)

4.2Gambaran Umum Responden

Seperti yang diutarakan pada Bab sebelumnya, bahwa responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 orang masyarakat Desa Batang Kumu yang melakukan konversi perkebunan karet ke perkebunan kelapa sawit, dengan jumlah responden tersebut penulis ingin mengetahui Dampak Konversi Perkebunan Karet ke Perkebunan Kelapa Sawit.

4.2.1 Responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan identifikasi menurut jenis kelamin akan dilihat jumlah distribusi masyarakatDesa Batang Kumu berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, yang hasilnya dapatdilihat padatabel berikut:

Tabel 4.1

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Responden Persentase (%)

Laki-laki 30 75

Perempuan 10 25

Jumlah 40 100

Sumber : data olahan, 2015

Masyarakat Desa Batang Kumu yang menjadi responden dalam penelitian ini lebih banyak laki-laki 30 orang (75%), bila dibandingkan dengan jumlah responden perempuan 10 orang (25%), hal ini dikarenakan dari populasi sampel yang di ambil kebanyakan adalah kepala keluarga.

4.2.2 Responden berdasarkan pendidikan

(49)

Tabel 4.2

Jenjang pendidikan Responden Persentase (%)

SD 11 27,5

SMP Sederajat 18 45

SMA Sederajat 8 20

Sarjana 3 7,5

Jumlah 40 100

Responden Berdasarkan Pendidikan

Responden yang mempunyai pendidikan SMP Sederajat lebih mendominasi dalam penelitian ini yaitu 18 orang (45%), hal ini menunjukkan tingkat pendidikan masih rendah di Desa Batang Kumu dikarenakan oleh kurangnya kemauan untuk meraih pendidikan yang lebih baik.

4.2.3Responden berdasarkan umur

Berdasarkan identifikasi menurut umur akan dilihat distribusi responden menurut umurnya, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3

Responden Berdasarkan Umur

Umur Responden Persentase (%)

20 – 29 14 35

30 – 39 11 27,5

40 – 49 11 27,5

≥50 4 10

Jumlah 40 100

Sumber : data olahan, 2015

(50)

4.2.4 Berdasarkan tingkat kesejahteraan

Berdasarkan identifikasi menurut kesejahteraan akan dilihat distribusi responden menurut kepemilikan aset, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4

Berdasarkan Kepemilikan Aset

Aset Responden Persentase (%)

Memiliki kulkas 21 52,5

Memiliki telepon

Memiliki kipas angin 30 75

Memiliki penyejuk udara/AC

Memiliki antena parabola 40 100

Memiliki DVD/VCD player 9 22,5

Memiliki TV berwarna 40 100

Memiliki radio 2 5

Memiliki tape recorder 4 10

Memiliki computer 15 37,5

Memiliki telepon genggam 40 100

Memiliki alat elektronik lain 40 100

Memiliki sepeda motor 40 100

Memiliki mobil 18 45

Memiliki rumah bukan lantai tanah 40 100

Sumber : data olahan, 2015

(51)

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maka masyarakat Desa Batang Kumu yang melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit masuk dalam kategori sejahtera sebagai berikut :

1. Keluarga Sejahtera III yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologisnya dan kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal dan teratur bagi masyarakat dalam bentuk material, seperti: sumbangan materi untuk kepentingan sosial kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dan lain sebagainnya.

2. Keluarga Sejahtera III Plus yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun pengembangan serta telah memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

4.2.5 Berdasarkan jenis konversi

(52)

Tabel 4.5

Berdasarkan jenis konversi perkebunan

Jenis konversi Responden Persentase (%)

1. Konversi perkebunan karet ke

kelapa sawit dengan menjual

lahan karet dan membeli

lahan kelapa sawit.

10 25

2. Konversi perkebunan karet ke

kelapa sawit dengan

menebang perkebunan karet

dan menggantinya dengan

kelapa sawit.

22 55

3. Konversi perkebunan karet ke

kelapa sawit dengan menjual

perkebunan karet kemudian

membeli lahan kosong untuk

perkebunan kelapa sawit.

8 20

Jumlah 40 100

Sumber : data olahan, 2015

(53)

4.3 Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan Di Desa Batang Kumu terdiri dari dua aspek yang diteliti yaitu :

1. Aspek Sosial

Pada aspek sosial ini diteliti berbagai fenomena yang terjdi di Desa Batang Kumu akibat adanya konversi perkebunan karet ke kelapa sawit seperti fenomena yang terjdi padalingkungan, kemudian konflik antar masyarakat dan bagaimana peningkatan infrastruktur pada Desa Batang Kumu, dengan hasil penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.6

Tanggapan responden terhadap pernyataan bahwa dengan melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit buruk bagi lingkungan seperti pencemaran tanah, perubahan iklim dan ketersediaan air di Desa Batang

Kumu.

Jawaban Responden Responden Persentase (%)

Sangat Setuju 8 20

Setuju 13 32,5

Ragu – Ragu 15 37,5

Tidak Setuju 4 10

Jumlah 40 100

Sumber : data olahan, 2015

(54)

setuju, 15 orang (37%) menjawab ragu – ragu, dan 4 orang (10%) menjawab tidak setuju

Tabel 4.7

Tanggapan responden terhadap pernyataan bahwa dengan melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawitberdampak baik bagi peningkatatan

infrastrukturseperti jembatan dan jalan, di Desa Batang Kumu Jawaban Responden Responden Persentase (%)

Sangat Setuju 4 10

Setuju 25 62,5

Ragu – Ragu 10 25

Tidak Setuju 1 2,5

Jumlah 40 100

Sumber : data olahan, 2015

(55)

Tabel 4.8

Tanggapan responden terhadap pernyataan bahwa melakukan konversi nperkebunan karet ke kelapa sawit berdampak pada terjadinya konflik

antar masyarakat Desa Batang Kumu.

Jawaban Responden Respoden Persentase (%)

Sangat Setuju 3 7,5

Setuju 10 25

Ragu – Ragu 13 32,5

Tidak Setuju 14 35

Jumlah 40 100

Sumber : data olahan, 2015

Dari tabel di atas menunjukkan jawaban responden tentang dampak konversi perkebunan karet ke perkebunan kelapa sawit yang dapat menimbulkan terjadinya konflik antar masyarakat Desa Batang Kumu yaitu : 3 orang (7,5%) menjawab sangat setuju, 10 orang (25%) menjawab setuju, 13 orang (32,5%) menjawab ragu – ragu dan 14 orang (35%) menjawab tidak setuju, jawaban responden didominasi tidak setuju karena biasanya konflik yang terjadi hanya pada masyarakat yang melakukan konversi dengan menjual perkebunan karet kemudian membeli perkebuan kelapa sawit, dalam hasil penelitian ini kebanyakan masyarakat melakukan konversi dengan menebang perkebunan karet kemudian menggantinya dengan perkebunan kelapa sawit.

2. Aspek Ekonomi

(56)

Tabel 4.9

Tanggapan responden terhadap pernyataan bahwa dengan melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit dapat meningkatkan pendapatan. Jawaban Responden Responden Persentase (%)

Sangat Setuju 8 20

Dari tabel di atas menunjukkan jawaban responden tentang dampak konversi perkebunan karet ke perkebunan kelapa sawit terhadap peningkatan pendapatan masyarakat Desa Batang Kumu yaitu : 8 orang (20%) masyarakat menjawab sangat setuju, 26 orang (65%) menjawab setuju, 6 (15%) orang ragu – ragu dan tidak ada yang menjawab tidak setuju.

Tabel 4.10

Tanggapan responden terhadap peryataan bahwa deengan melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa dapat menambah lapangan pekerjaan bagi

masyarakat Desa Batang Kumu.

Jawaban Responden Responden Persentase (%)

Sangat Setuju 10 25

(57)

maupun sebagai pekerja diperkebunan kelapa sawit masyarakat, dengan hasil 10 orang (25%) menjawab sangat setuju, 27 orang (67,5%) menjawab setuju, 3 orang (7,5%) menjawab ragu – ragu dan tidak ada yang menjawab tidak setuju.

Tabel 4.11

Tanggapan responden terhadap pernyataan bahwa melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit berdampak pada bertambahnya

kesempatan membuka lapangan usaha baru.

Jawaban Responden Responden Persentase (%)

Sangat Setuju 10 25

Setuju 21 52,5

Ragu – Ragu 9 22,5

Tidak Setuju

Jumlah 40 100

Sumber : data olahan,2015

(58)

Tabel 4.12

Rekapitulasi jawaban responden dari Aspek Sosial

Pernyataan Frekuensi/persentase Responden SS S RR TS

1 Dengan melakukan konversi perkebunan

karet ke kelapa sawit

buruk bagi lingkungan

seperti pencemaran tanah,

3 Melakukan konversi perkebunan karet ke

kelapa sawit berdampak

pada terjadinya konflik

antar msyarakat desa

batang kumu.

(59)

Tabel 4.13

Rekapitulasi jawaban responden dari Aspek Ekonomi Pernyataan Frekuensi/persentase Respo

nden SS S RR TS

1. Dengan melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit

2. Dengan melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa dapat

menambah lapangan pekerjaan

bagi masyarakat Desa Batang

Kumu.

3. Melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa sawit berdampak

pada bertambahnya kesempatan

membuka lapangan usaha baru

10

(60)

4.4 Pembahasan

4.4.1Analisis dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit terhadap aspek sosial masyarakat Desa Batang Kumu

Tabel 4.14

Dari tabel aspek sosial di atas dapat diketahui Frekuensi option sebagai berikut:

A = 15 B = 48 C = 38 D = 19

Untuk mencari persentase rata-rata rekapitulasi di atas dapat digunakan rumus sebagai berikut :

n = FA + FB + FC + FD = 15 + 48 + 38 + 19 = 120

Selanjutnya adalah mencari F terlebih dahulu dengan cara memberikan bobot untuk masing-masing pilihan (option) yaitu :

Option A dengan bobot 4 Option B dengan bobot 3 Option C dengan bobot 2 Option D dengan bobot 1

(61)

Frekuensi option A = 15 × 4 = 60 Frekuensi option B = 48 × 3 = 144 Frekuensi option C = 38 × 2 = 76 Frekuensi option D = 19 × 1 = 19 Jumlah F = 299

Berdasarkan jumlah yang telah diperoleh di atas maka dapat dicari persentase rata-rata kualitatifnya sebagai berikut :

P =

x 100

=

=

=

=

= 62,2

Dari persentase rata-rata kualitatif yang diperoleh di atas adalah dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit terhadap sosial masyarakat Desa Batang Kumu sebagai berikut :

Baik : 76-100%

Cukup Baik : 56-75% Kurang BaiK : 40-55% Tidak Baik : 0-39%

(62)

cukup baik , hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata kualitatif yang berjumlah 62,2% atau dapat di artikan bahwa dampak konversi ini terhadap sosial masyarakat Desa Batang Kumu tidak memiliki dampak yang sangat ril terhadap lingkungan,infrastruktur dan minimbulkan konflik antar masyarakat. 4.4.2 Analisis dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit

terhadap aspek ekonomi masyarakat Desa Batang Kumu Tabel 4.15

Untuk mencari persentase rata-rata rekapitulasi di atas dapat digunakan rumus sebagai berikut :

n = FA + FB + FC + FD = 28 + 74 + 18 + 0 = 120

Selanjutnya adalah mencari F terlebih dahulu dengan cara memberikan bobot untuk masing-masing pilihan (option) yaitu :

(63)

Option D dengan bobot 1

Dari bobot yang telah diberi nilai di atas, maka dapatlah diperoleh F sebagai berikut :

Frekuensi option A = 28 × 4 = 112 Frekuensi option B = 74 × 3 = 224 Frekuensi option C = 18 × 2 = 36 Frekuensi option D = o × 1 = 0 Jumlah F = 372

Berdasarkan jumlah yang telah diperoleh di atas maka dapat dicari persentase rata-rata kualitatifnya sebagai berikut :

P =

x 100

=

=

=

=

= 77,5

Dari persentase rata-rata kualitatif yang diperoleh di atas adalah dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit terhadap ekonomi masyarakat Desa Batang Kumu sebagai berikut :

Baik : 76-100%

(64)

Tidak Baik : 0-39%

(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini lebih banyak laki-laki 30 orang (75%), bila dibandingkan dengan jumlah responden perempuan 10 orang (25%),

2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan, SMP Sederajat lebih mendominasi dalam penelitian ini yaitu 18 orang (45%).

3. Distribusi Responden berdasarkan usia bahwa responden berusia 20– 29 tahun lebih mendominasi dalam penelitian ini yaitu 14 orang (35%)

4. Distribusi responden berdasarkan jenis konversi didominasi oleh konversi dengan menebang perkebunan karet yang mereka miliki kemudian menggantinya kelapa sawit yaitu sebanyak 22 orang (55%).

5. Berdasarkan pengukuran tingkat kesejahteraan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maka masyarakat Desa

Batang Kumu yang melakukan konversi perkebunan karet ke kelapa

sawit masuk dalam kategori sejahtera III dan sejahtera III plus.

(66)

7. Dampak konversi perkebunan karet ke kelapa sawit terhadap Ekonomi Masyarakat Desa Batang Kumu dalam kategori yang baik , hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata kualitatif yang berjumlah 77,5%.

5.2 Saran

1. Bagi masyarakat yang ingin dan sudah memiliki perkebunan kelapa sawit agar lebih memperhati lingkungan sekitar mengingat buruknya efek perkebunan kelapa sawit yang dapat mengurangi ketersediaan air, merusak kesuburan tanah dan dapat mempercepat pemanasan global.

Gambar

Tabel 1.1 Luas Pekebunan Karet dan Kelapa Sawit Desa Batang Kumu
Tabel 2.1 Volume dan Nilai Ekspor CPO Tahun 2003-2013
Tabel 2.2 Sebaran Kelapa Sawit Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2014
Grafik 2.1 Luas lahan dan produksi kelapa sawit Provinsi Riau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis usahatani yang bersumber dari data skunder/penelitian menunjukkan bahwa usahatani kelapa sawit lebih menguntungkan dibandingkan usahatani karet, dimana total

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat adalah biaya usahatani sebelum konversi lahan, harga karet ditingkat

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat adalah biaya usahatani sebelum konversi lahan, harga karet ditingkat

DAMPAK KONVERSI KOMODITAS TEH MENJADI KELAPA SAWIT TERHADAP PENDAPATAN.. BURUH TANI DAN LINGKUNGAN Studi Kasus

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai gulma ( weeds assessment ) yang tumbuh di perkebunan kelapa sawit lahan gambut. Penelitian dilaksanakan

Peningkatan kesejahteraan keluarga petani padi dan keluarga yang melakukan konversi lahan sawah ke perkebunan kelapa sawit pada lokasi penelitian dilihat dari indikator kesejahteraan

Kabupaten Asahan memiliki luasan perkebunan kelapa sawit sebesar 157.857 hektar, hal ini mengukuhkan Kabupaten Asahan sebagai daerah yang memiliki luasan kebun

Hasil penelitian ini dalam alih komoditi tanam dari karet ke sawit adalah 1 Alih komoditi terjadi karena perkebunan karet yang sudah mulai tua serta hasil dari karet sudah mulai