PERBANDINGAN PENINGKATAN KADAR PROLAKTIN ANTARA PASIEN SKIZOFRENIK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
YANG DITERAPI DENGAN RISPERIDON
TESIS
OLEH
SUPERIDA BR GINTING SUKA
Nomor Registrasi CHS : 19267
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERBANDINGAN PENINGKATAN KADAR PROLAKTIN ANTARA PASIEN SKIZOFRENIK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
YANG DITERAPI DENGAN RISPERIDON
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian Dalam Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
OLEH
SUPERIDA BR GINTING SUKA
087106006
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul Tesis : Perbandingan Peningkatan Kadar Prolaktin Antara Pasien Skizofrenik Laki-laki dan Perempuan yang Diterapi dengan Risperidon.
Nama Mahasiswa : Superida Br Ginting Suka Nomor Registrasi CHS : 19267
Program : Spesialisasi
Konsentrasi : Ilmu Kedokteran Jiwa
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. dr. Bahagia Loebis,Sp.KJ (K) dr.Mustafa .M.Amin, M.Ked.KJ,MSc,Sp.KJ
An Ketua Departemen Ketua Program Studi Sekretaris Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Ilmu Kedokteran Jiwa
PERNYATAAN
Perbandingan Peningkatan Kadar Prolaktin Antara
Pasien Skizofrenik Laki-laki dan Perempuan
yang Diterapi dengan Risperidon.
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
secara tertulis mengacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar
rujukan.
Medan, Januari 2015
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang karena limpahan berkat dan kasih sayangNya tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas yang ada sebelumnya dan memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi keahlian dalam bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.
Sebagai manusia, saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaaan khususnya tentang:
PERBANDINGAN PENINGKATAN KADAR PROLAKTIN ANTARA PASIEN
SKIZOFRENIK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN YANG DITERAPI DENGAN
RISPERIDON
Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
kesabaran dan ketelitian membimbing, mengoreksi dan memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Prof.dr. Bahagia Loebis, Sp.K.J(K), selaku pembimbing serta guru penulis yang penuh kesabaran membimbing, memberikan pengarahan, masukan-masukan dan memberikan literatur-literatur yang sangat berharga bagi penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
4. dr.H.Harun Thaher Parinduri Sp.K.J(K), selaku guru dan pembimbing penulis, yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Prof.dr.H.M. Joesoef Simbolon Sp.K.J(K), selaku guru penulis, yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Alm. dr.H. Syamsir BS, Sp.K.J(K), selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis. 7. dr.Raharjo Suparto, Sp. K.J, selaku guru penulis yang banyak
memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
8. dr. Vita Camellia,M.Ked.K.J.Sp.K.J, selaku Sekertaris departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU dan guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
9. dr. M. Surya Husada,M.Ked.K.J.Sp.K.J, selaku Sekertaris Program Studi Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK-USU dan guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
11. dr. Dapot P.Gultom, Sp.K.J, M.Kes selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
12. dr. Vera Marpaung, Sp.K.J, M.Kes selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
13. Alm.dr.Herlina Ginting Sp.K.J, selaku guru peneulis yang banyak memberikan masukan- masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
14. dr.Mawar Gloria Tarigan, Sp.K.J, selaku guru yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
15. dr.Juskitar, Sp. K.J, selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
16. dr. Freddy S. Nainggolan, Sp.K.J, selaku guru penulis yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
bimbingan, dorongan dan semangat kepada penulis dalam mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
18. Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan, direktur RSU dr. Pirngadi Medan, Direktur RS Tembakau Deli Medan atas izin , kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
19. KA.Biddokes Polda Sumut dan KA.Rumkit Bhayangkara Polda Sumut Medan yang telah memberikan izin, kesempatan, fasilitas dan masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
20. Prof.dr. Hj. Habibah Hanum Nasution, Sp.PD,K-Psi, selaku Kepala Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah menerima dan membimbing penulis selama belajar di stase Divisi Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
21. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Syaraf dan dr. Yuneldi Anwar, SpS(K), selaku Ketua Program Studi Departemen Ilmu Penyakit Syaraf serta dr. Khairul Surbakti, SpS, dr.Dina Listyanigrum, SpS, Msi, selaku pembimbing penulis selama belajar di Departemen Ilmu Penyakit Syaraf FK USU.
22. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, selaku Kepala Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU dan dr. Pirma Siburian, Sp.PD-K.Ger, yang telah menerima dan membimbing saya selama belajar di stase Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
Saulina D. Simanjuntak, M.Ked.K.J, dr. Lenni C. Sihite, M.Ked.K.J, dr. Andreas Xaverio Bangun, M.Ked.K.J, dr. Dian Budianti Amalina, M.Ked.K.J, dr.Duma M. Ratnawati M.Ked.K.J, dr. Tiodoris Siregar, M.Ked.K.J, dr. Endang Sutry Rahayu,M.Ked.K.J, dr. Nauli Aulia Lubis, M.Ked.K.J, dr. Nanda Sari Nuralita, M.Ked.K.J, dr. Agussyah Putra, M.Ked.K.J, dr. Wijaya Taupik Tiji, M.Ked.K.J, dr. Alfi Syahri Rangkuti, M.Ked.K.J, dr. Rini Gusya Liza, M.Ked.K.J, dr. Gusri Girsang, M.Ked.K.J, dr. Dessy Mawar Zalia, M.Ked.K.J, dr. Dessy Wahyuni,M.Ked.K.J, dr. Susiati,M.Ked.K.J, dr. Annisa Fransiska,M.Ked.K.J, dr. Ritha Mariati,M.Ked.K.J, dr. Reni Fransiska Barus,M.Ked.K.J, dr. Nining Gilang Sari, M.Ked.K.J, dr. Nazli Mahdinasari Nasution,M.Ked.K.J, dr. Rosa Yunilda,M.Ked.K.J, dr. Arsusi, dr. Andi Syahputra Siregar, dr. Poltak Jeremias Sirait,M.Ked.K.J, dr. Muhammad Affandy, dr. Manahap Pardosi, dr. Novi Prasanti, dr. Endah Tri Lestari,M.Ked.K.J, dr. Deasy Hendriati,M.Ked.K.J, dr. Rona Hanani Simamora, dr.Novita Linda Akbar, dr.Trisna Marni, dr.Catherine Chong, dr.Cindy yang memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis baik dalam pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan master referat ini dan selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
24. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas selama mengikuti pendidikan spesialis.
26. Buat kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan cintai, bapak Simon Ginting dan Ibu Rehmalem Br Tarigan, yang telah dengan susah payah membesarkan, mendidik, memberi rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis selama ini. Demikian juga kepada abang, kakak dan adik : Alm.Drs. Riswan Ginting, Sukaria br Ginting, AKBP.dr. Anthonius Ginting, SpOG, MARS, Maspelita br Ginting, KOMPOL.dr. Martinus Ginting, Sp.P, Alm. IPTU.Eddy Ginting, atas dorongan semangat dan doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialis.
27. Buat kedua mertua saya yang sangat penulis hormati dan cintai: Bapak Adma Tarigan dan Ibu Dem Br Ginting, Spd, buat abang, kakak dan adik ipar yang penulis hormati dan sayangi, Ruth br Sitepu, Alm. Udin Sembiring, Roswitha Bukit, SE.Ak, Rasidin Tarigan, dr. Solie Foes, Gelora Adil Ginting, SH, MH, dr. Juliyanti Tarigan, Nora Novita Tarigan,ST, MM, Mayor (CPN) Armanta Ginting, Ssi dan kepada seluruh keponakan-keponakan saya yang telah banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialis.
28. Buat suamiku tercinta: Dael Tarigan Sibero, SE.Ak, tiada kata yang terindah yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah memberikan saya seorang suami yang baik dan sangat pengertian, terimakasih atas segala doa, dukungan, dorongan semangat, kesabaran dan pengorbanan atas waktu dan material yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
dukungan, kesabaran dan kesempatan yang tidak dapat dihabiskan bersama-sama kalian dalam suka cita dan keriangan selama penulis menjalani pendidikan spesialisasi.
Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan bermohon semoga Tuhan yang memberikan rahmat-Nya kepada seluruh keluarga, sahabat dan handaitolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terimakasih.
Medan, Januari 2015
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Pembimbing i
Ucapan Terimakasih ii
Daftar Isi iii
2.5. Kerangka konsep 20
BAB 3. METODE PENELITIAN 21
3.1. Desain Penelitian 21
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 21
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 21
3.4. Subjek dan Cara Pemilihan Sampel 21
3.5. Estimasi Besar Sampel 22
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 23
3.7. Persetujuan/ informed Consent 23
3.8. Etika Penelitian 23
3.9. Alur Penelitian 24
3.11. Identifikasi variable 25
3.12. Definisi Operasional 26
3.11. Kerangka Operasional 27
3.12. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 27
BAB 4. HASIL 28
BAB 5. PEMBAHASAN 35
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 42
6.1. Kesimpulan 42
6.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN
1. Lembaran Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian 2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ( Informed Consent) 3. Data Subjek Peneletian
4. Riwayat Hidup Peneliti
5. Surat Persetetujuan Ikut Dalam Penelitian 6. Surat Persetujuan Komite Etik
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 4.2 Perbandingan Kadar Prolaktin Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.3 Perbandingan Kadar Prolaktin Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Dosis Obat
Tabel 4.4 Perbandingan Kadar Prolaktin Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Kelompok Umur
Tabel 4.5 Perbandingan Peningkatan Kadar Prolaktin Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel 4.6 Perbandingan Peningkatan Kadar Prolaktin Berdasarkan Kelompok
Umur
Tabel 4.7 Perbandingan Peningkatan Kadar Prolaktin Berdasarkan Dosis
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
BLUD : Badan Layanan Umum Daerah
FDA : Food and Drug Association
GH : Growth Hormon
H1 : Histamin
PPDGJ-III : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa – III
ABSTRAK
Objektif : Untuk mengetahuiperbandingan peningkatan kadar
prolaktin antara pasien skizofrenik laki-laki dan
perempuan yang diterapi dengan risperidon setelah 4 minggu pengobatan.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional
yang bersifat analitik untuk melihat perbandingan peningkatan kadar prolaktin antara pasien skizofrenik laki-laki dan perempuan yang diterapi dengan risperidon yang datang berobat ke BLUD RSJ PROVSU Medan, selama periode Juni 2014 sampai dengan Agustus 2014, pengambilan sampel darah dilakukan oleh teknisi dari laboratorium yang ditunjuk.
HASIL : Dari 116 subjek penelitian didapati bahwa Perbedaan
peningkatan kadar prolaktin pasien skizofrenik laki-laki 2,3 kali dari nilai normal, sedangkan kadar prolaktin pada pasien skizofrenik perempuan 5, 49 kali dari nilai normal. Peningkatan kadar prolaktin berdasarkan kelompok umur dijumpai perbedaan bermagna pada perempuan yakni kelompok umur 18-38 tahun sekitar 5,53 kali dari nilai normal dengan dosis 4 mg didapati peningkatan 5,51 kali dari nilai normal (SD ± 2,93) dan nilai p<0,001.
KESIMPULAN : Didapati peningkatan kadar prolaktin lebih tinggi pada perempuan berdasarkan kelompok umur juga dosis obat.
ABSTRAK
Objektif : Untuk mengetahuiperbandingan peningkatan kadar
prolaktin antara pasien skizofrenik laki-laki dan
perempuan yang diterapi dengan risperidon setelah 4 minggu pengobatan.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional
yang bersifat analitik untuk melihat perbandingan peningkatan kadar prolaktin antara pasien skizofrenik laki-laki dan perempuan yang diterapi dengan risperidon yang datang berobat ke BLUD RSJ PROVSU Medan, selama periode Juni 2014 sampai dengan Agustus 2014, pengambilan sampel darah dilakukan oleh teknisi dari laboratorium yang ditunjuk.
HASIL : Dari 116 subjek penelitian didapati bahwa Perbedaan
peningkatan kadar prolaktin pasien skizofrenik laki-laki 2,3 kali dari nilai normal, sedangkan kadar prolaktin pada pasien skizofrenik perempuan 5, 49 kali dari nilai normal. Peningkatan kadar prolaktin berdasarkan kelompok umur dijumpai perbedaan bermagna pada perempuan yakni kelompok umur 18-38 tahun sekitar 5,53 kali dari nilai normal dengan dosis 4 mg didapati peningkatan 5,51 kali dari nilai normal (SD ± 2,93) dan nilai p<0,001.
KESIMPULAN : Didapati peningkatan kadar prolaktin lebih tinggi pada perempuan berdasarkan kelompok umur juga dosis obat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Skizofrenia adalah gangguan yang paling penting dan paling lazim
dalam kelompok gangguan psikotik. Gangguan skizofrenik umumnya ditandai
oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh afek
yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran jernih dan
kemampuan intelektual tetap dipertahankan, walaupun defisit kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.1
Skizofrenia mencapai sekitar 0,85% dari populasi dunia. Hal ini
ditemukan dalam semua masyarakat dan geografis daerah. Skizofrenia telah
lama diakui sebagai gangguan kejiwaan yang paling parah dan melemahkan.
Biaya keuangan dari penyakit ini di Amerika Serikat tinggi, diperkirakan untuk
biaya lebih dari 40 miliar pertahun, tetapi tidak langsung biaya yang dibayar
oleh pasien dan keluarga mereka yang tak ternilai. Skizofrenia jelas
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dari setiap negara.2
Skizofrenia merupakan suatu bentuk gangguan psikotik yang berat,
dan cenderung menjadi kronis. Walaupun skizofrenia merupakan penyakit
tunggal, tetapi mungkin saja merupakan sekumpulan kelainan yang terdiri
dari berbagai etiologi, dan meliputi gambaran klinis, respons pengobatan dan
rangkaian penyakit yang bervariasi. Prevalensi skizofrenia antara laki-laki dan
Laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 tahun sampai 35
tahun. Awitan skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun
adalah sangat jarang.1,3
Selama lebih dari 50 tahun obat antipsikotik telah menjadi pilar dalam
pengobatan skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Semua obat
antipsikotik saat ini memiliki kekuatan untuk memodulasi dopamin. Efek
antipsikotik diasumsikan diberikan melalui gangguan pada neuron
dopaminergik dari sistem mesolimbik. Reseptor-reseptor D2 dopamin tidak
terbatas pada struktur mesolimbik, namun struktur dan reseptor populasi
secara eksklusif terkait dengan gejala dan masalah fungsional yang menjadi
ciri gangguan psikotik. 4
Risperidon memasuki uji klinis pada awal 1990-an dan sekarang
menjadi umum digunakan. Senyawa antipsikotik atipikal dengan afinitas
tinggi untuk D2 dopamin dan serotonin reseptor 5-HT2. Banyak studi
menunjukkan bahwa risperidon efektif dalam pengobatan baik gejala positif,
negatif dan gejala afektif pada skizofrenia, dan bahwa frekuensi efek samping
ekstrapiramidal lebih rendah dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Namun risperidon sebagai antipsikotik atipikal dapat menimbulkan
peningkatan substansial prolaktin serum selama pengobatan, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.4
Prolaktin ditemukan lebih dari 60 tahun yang lalu sebagai hormon
yang merangsang pertumbuhan biasanya terkait dengan menyusui. Namun
reproduksi, metabolisme glukosa dan dalam pengaturan sistem kekebalan
tubuh. O’Hman dan Axelsson telah mengeksplorasi secara rinci tentang
faktor-faktor yang mengatur sekresi prolaktin. Sekresi prolaktin dari lobus
anterior hipofisis berada di bawah stimulasi tonik oleh hipotalamus. Dopamin,
dilepaskan dari neuron yang merupakan faktor penghambatan pada sekresi
prolaktin. Setelah antipsikotik memblokir reseptor dopamin, maka ada
peningkatan kadar-prolaktin. Respons prolaktin mungkin mencerminkan
kemanjuran blokade respons dopamin dalam sistem tuberoinfundibular dan
karena itu berpotensi juga mencerminkan efek antipsikotik yang diberikan
struktur otak yang lain. Antipsikotik konvensional, khususnya dosis tinggi, dan
risperidon yang merupakan antipsikotik atipikal, dapat menyebabkan
peningkatan prolaktin yang signifikan. Telah dikemukakan bahwa adalah
9-OH-metabolit, yang dominan berperan dalam efek risperidon pada pelepasan
prolaktin.
Pengaruh skizofrenik terhadap sekresi prolaktin tidak sepenuhnya
jelas. Batas-batas yang luas saat ini definisi klinis skizofrenia, bersama-sama
dengan bebagai proses di SSP yang terlibat dalam patobiologi dari gangguan
psikotik yang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar prolaktin,
membuat koherensi penjelasan yang sulit. Sebagai keragaman keefektifan
klinis antipsikotik atipikal dan studi pencitraan fungsional telah menunjukkan,
bahwa pasien skizofrenia akan menampilkan berbagai kelainan reseptor.
4
serotonin, α1 dan α2 adrenoseptor, muscarinic cholinergic receptors,
histamin, GABA, sigma reseptor opioid, dan sistem glutamat.5
Sementara hampir sebahagian besar antipsikotik menimbulkan
hiperprolaktinemia, antipsikotik atipikal yang paling tidak menyebabkan
elevasi berkelanjutan dalam kadar prolaktin. Menurut penelitian Goldstein
pada tahun 1999 bahwa, risperidon menginduksi hiperprolaktinemia
setidaknya ke tingkat yang sama dengan yang ada pada neuroleptik
konvensional.5
1.2. Perumusan masalah
Hal inilah yang membuat penulis ingin melakukan penelitian
tentang peningkatan kadar prolaktin pada pasien skizofrenik yang diobati
dengan risperidon walaupun telah kita ketahui bahwa kadar prolaktin
memang lebih tinggi pada perempuan. Namun dalam hal ini penulis
bermaksud untuk mengetahui berapa kali peningkatan kadar prolaktin pada
laki-laki dan perempuan pasien skzofrenik yang diterapi dengan risperidon.
Apakah terdapat perbedaan peningkatan kadar prolaktin antara pasien
skizofrenik laki-laki dan perempuan yang diterapi dengan risperidon?
1.3. Hipotesis
Terdapat perbedaan peningkatan kadar prolaktin antara pasien
skizofrenik laki-laki dengan pasien skizofrenik perempuan.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbandingan peningkatan kadar prolaktin pada
pasien skizofrenik laki-laki dan perempuan yang diterapi dengan risperidon.
1.4.2. Tujuan Khusus Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik demografik subjek penelitian
2. Untuk mengetahui kadar prolaktin pada pasien skizofrenia laki-laki
yang diterapi dengan risperidon
3. Untuk mengetahui kadar prolaktin pada pasien skizofrenia
perempuan yang diterapi dengan risperidon
4. Untuk mengetahui peningkatan kadar prolaktin pada pasien
skizofrenik laki-laki yang diterapi dengan risperidon
5. Untuk mengetahui peningkatan kadar prolaktin pada pasien
skizofrenik perempuan yang diterapi dengan risperidon
6. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kadar prolaktin pada
pasien skizofrenik laki-laki dan perempuan yang diterapi dengan
risperidon.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai peningkatan kadar prolaktin pada pasien skizofrenik.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian
selanjutnya atau penelitian serupa atau peneliti lain yang
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Skizofrenia
Gejala khas dari skizofrenia melibatkan berbagai disfungsi kognitif,
perilaku, dan emosional tetapi tidak ada gejala tunggal yang patognomonik
dari gangguan. Diagnosis melibatkan adanya pengakuan sekumpulan tanda
dan gejala yang berhubungan dengan gangguan pada fungsi pekerjaan atau
sosial. Individu dengan gangguan tersebut akan beragam secara substansial
pada kebanyakan gambaran, seperti skizofrenia adalah sindrom klinis yang
heterogen.
Individu yang menderita skizofrenia mungkin menampilkan afek yang
tidak sesuai, mood yang disforik yang dapat berbentuk depresi, ansietas,
atau kemarahan, pola tidur yang terganggu, dan kurangnya minat untuk
makan atau penolakan terhadap makanan. Depersonalisasi, derealisasi dan
kekuatiran somatik dapat terjadi dan kadang-kadang sampai mencapai
proporsi waham, ansietas dan fobia umum dijumpai.
6
Pedoman diagnosis berdasarkan Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa –III (PPDGJ-III):
6
a. Pikiran bergema (thought echo), penarikan pikiran atau penyisipan
(thought broadcasting). Waham dikendalikan (delusion of being
control), waham dipengaruhi (delusion of being influenced), atau
passivity, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau
pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan
(sensation) khusus, waham persepsi.
b. Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang perilaku pasien
atau sekelompok orang yang sedang mendiskusikan pasien, atau
halusinasi suara lainnya yang datang beberapa bagian tubuh.
c. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya
dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya
identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan manusia super
(tidak sesuai dengan budaya dan sangat tidak atau tidak masuk
akal, misalnya mampu berkomunikasi dengan makhluk asing yang
datang dari planet lain).
d. Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang / melayang maupun yang
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide
berlebihan yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
e. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan
(interpolasi) yang berakibat inkoheren atau pembicaraan yang tidak
f. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),
sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativism,
mutisme, dan stupor.
g. Gejala-gejala negative, seperti sikap masa bodoh (apatis),
pembicaraan yang terhenti,dan respons emosional yang menumpul
atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi hsrus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika,
h. Perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self
absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Pedoman diagnostik
Persyaratan yang normal untuk diagnostik skizofrenia adalah harus
ada sedikitnya satu gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)
dari gejala yang termasuk salah satu kelompok gejala (a) sampai (d) tersebut
diatas, atau paling sedikit dua gejala dari kelompok (e) sampai (h) yang harus
selalu ada secara jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih.
Ada bukti kuat bahwa jenis kelamin memodulasi gambaran klinis dan
skizofrenia. Jalannya penyakit ini lebih ringan pada perempuan dibandingkan
pada laki-laki; perempuan rata-rata memiliki usia lebih lanjut pada awitan,
episode psikotik akut lebih singkat dan lebih jarang, gejala negatif lebih
ringan, fungsi pramorbid yang lebih baik, dan respons pengobatan yang lebih
baik terhadap obat antipsikotik dibandingkan dengan laki-laki. Namun, bukti
masih samar-samar mengenai perbedaan jenis kelamin dalam hal defisit
neurokognitif dan dalam respons terhadap pengobatan antipsikotik. Beberapa
studi neuropsikologi menemukan laki-laki menjadi lebih terganggu
dibandingkan perempuan.
Untuk meminimalkan efek samping yang dihasilkan, harus ada lagi
interval antara dosis pada perempuan dibandingkan laki-laki. Perempuan
mengalami siklus menstruasi dan banyak mengkonsumsi pil kontrasepsi
selama masa dewasa. Apa yang diketahui tentang interaksi antar hormon
dan antipsikotik? Dosis pada perempuan harus diubah selama siklus
menstruasi, kehamilan, pasca persalinan, dan menopause. Perempuan
dalam pengobatan skizofrenia, lebih banyak dari laki-laki, mengkonsumsi
berbagai obat tambahan selain antipsikotik. Dengan kata lain, ada lebih
banyak kesempatan interaksi obat, yang berpuncak pada kemungkinan
diturunkan atau menaikkan serum level antipsikotik.
7
8
Pada pasien skizofrenik, perbedaan jenis kelamin mempengaruhi
respons obat
Gejala defisit yang lebih umum pada laki-laki
•
.
• Perempuan memiliki masalah komorbiditas (masalah mood, gangguan
tidur, kondisi nyeri, alergi, gangguan endokrin, gangguan makan,
gangguan kepribadian, gangguan psikofisiologis), mereka memerlukan
obat yang lebih secara bersamaan.8
Laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan dalam semua
variabel, baik sebagai hasilnya dari aksi hormon seks-spesifik atau berbeda
peran jenis kelamin. Hasil beberapa percobaan mengkonfirmasi bahwa
perempuan lebih rentan terhadap hiperprolaktinemia dibandingkan laki-laki.
Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa konsentrasi prolaktin bisa naik
10 kali tingkat normal selama pengobatan antipsikotik, dan sebagai
akibatnya, dalam beberapa penelitian, hingga 78% dari pasien perempuan
telah dilaporkan menderita amenore dengan atau tanpa galaktorea.8
Obat antipsikotik adalah penyebab paling umum dari
hiperprolaktinemia pada pasien dengan gangguan mental yang berat; tingkat
elevasi prolaktin bervariasi antara agen. Pasien harus ditanya tentang gejala
kemungkinan berhubungan dengan peningkatan prolaktin. Jangka pendek
efek elevasi prolaktin mungkin termasuk ketidakteraturan menstruasi,
galaktorea pada perempuan, disfungsi seksual, dan depresi. Risiko jangka
panjang termasuk kepadatan mineral tulang menurun ke tingkat yang lebih
besar daripada yang diharapkan dengan penuaan normal dan mungkin
termasuk osteoporosis.9
2.2. Prolaktin
Prolaktin adalah hormon polipeptida yang disekresi oleh kelenjar
hipofisis anterior. Prolaktin memiliki beberapa fungsi, termasuk laktasi dan
ikatan ibu-bayi, pada mamalia. Hal terbaru telah ditemukan sehubungan
dengan orangtua dan perilaku seksual pada manusia. Berbagai faktor,
termasuk jenis kelamin, aktivitas seksual, melahirkan,stres, merokok, dan
obat-obatan, dapat mempengaruhi pelepasan prolaktin. Produksi prolaktin
dihambat oleh dopamin di sirkuit hipotalamus-hipofisis dan dapat meningkat
dengan memblokir tipe 2 (D2) reseptor dopamin.10,11
Sebagian besar obat antipsikotik yang tersedia dapat menyebabkan
peningkatan sekresi prolaktin.
Peningkatan ini terkait dengan berbagai efek
samping: kurangnya libido dan disfungsi ereksi pada laki-laki, dan amenorea
galaktorea pada perempuan, percepatan osteoporosis pada perempuan,
berat badan, dan berpotensi meningkatkan risiko kanker, terutama kanker
payudara pada perempuan.10
Hubungan prolaktin dengan disfungsi seksual laki-laki adalah
kompleks dan ditentang oleh beberapa penulis tetapi didukung oleh
penelitian yang menunjukkan bahwa antipsikotik yang menyebabkan
peningkatan yang lebih besar pada prolaktin juga sering ditandai dengan efek
samping seksual.
Selain itu, berbagai penelitian selama empat dekade terakhir telah
meneliti aspek lain dari hubungan antara prolaktin dan skizofrenia. Dalam
tulisan ini, penulis menyoroti pentingnya temuan yang berkaitan dengan
prolaktin dan skizofrenia, termasuk literatur tentang hiperprolaktinemia akibat
obat.10
Prolaktin merupakan hormon yang diproduksi oleh lactotrophs dari
anterior hipofisis dan terdiri dari protein rantai tunggal. Prolaktin memainkan
peranan penting dalam proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.
Juga mempengaruhi keseimbangan air dan keseimbangan elektrolit,
pertumbuhan dan perkembangan, metabolisme, immunoregulasi, dan
perilaku. Tingkat prolaktin sangat tinggi pada bayi baru lahir dan penurunan
selama beberapa bulan pertama kehidupan. Diantara orang dewasa, tingkat
prolaktin lebih tinggi pada perempuan, khususnya selama kehamilan, dan
mencapai tingkat puncak pada malam hari. Thyrotropinreleasing hormon,
usus vasoaktif neuropeptida, opioid, dan serotonin [5-hidroksitriptamin (5 HT)]
dapat meningkatkan kadar prolaktin sementara dopamin dapat mengurangi
kadar prolaktin.
Prolaktin (PRL) adalah hormon peptida rantai tunggal, struktural dan
evolusi homolog dengan hormon pertumbuhan (GH), sebagai gen PRL pada
kromosom 6 memiliki 40% kesamaan dengan gen GH hipofisis terletak pada
kromosom 17. Ia diidentifikasi sebagai hormon yang terpisah pada awal
tahun 1970-an. Reseptor PRL (PRL-R), adalah protein transmembran, yang
tidak hanya terletak di jaringan payudara dan ovarium tetapi juga di jaringan
perifer.
12
Pelepasan prolaktin hipofisis adalah berfluktuasi dan mengikuti suatu
ritme diurnal. Konsentrasi plasma tertinggi terjadi selama tidur malam dan
menurun selama periode bangun, mencapai titik nadir sekitar siang hari
(tengah hari). Circadian rhythm ini tidak tergantung pada tidur tapi pada
circadian pacemaker di suprachiasmatic nucleus dari hipotalamus dimana
sekresi prolaktin diatur.13
Prolaktin merangsang pembesaran payudara selama kehamilan dan
produksi susu selama menyusui, sekaligus mengurangi libido dan kesuburan,
yang mungkin memiliki evolusi / survival yang signifikan. Gangguan jiwa
dapat dikaitkan dengan peningkatan sederhana dalam konsentrasi serum
prolaktin sebagai suatu fenomena stres. Peningkatan prolaktin lebih lanjut
dapat diukur dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah dimulainya
pengobatan dengan obat antipsikotik, dengan kenaikan hingga 10 kali lipat
setelah beberapa minggu pada dosis terapi. Prolaktin biasanya dapat kembali
normal dalam 2 sampai 4 hari setelah menghentikan obat-obatan namun ada
juga yang sampai 3 minggu untuk kembali normal.14
Hiperprolaktinemia secara klinis didefinisikan sebagai tingkat prolaktin
plasma dari > 20 ng/mL untuk laki-laki dan > 25 ng/mL untuk perempuan.
Peningkatan prolaktin pada laki-laki dapat menyebabkan disfungsi ereksi,
disfungsi ejakulasi, ginekomastia, dan penurunan libido. Pada perempuan
peningkatan prolaktin yang tinggi dapat menyebabkan gangguan menstruasi,
meningkatkan risiko untuk osteoporosis, penyakit kardiovaskular, dan kanker
payudara.12
Peran prolaktin baik pada laki-laki dan perempuan beragam.
Tingkatan mungkin merupakan hasil dari tenaga fisik, obat-obatan yang
digunakan, adenoma hipofisis, dan / atau gagal ginjal. Pada perempuan
hormonlah yang bertanggung jawab untuk menyiapkan jaringan payudara
untuk menyusui setelah kehamilan. Hal ini dapat dideteksi pada laki-laki di
tingkat yang jauh lebih rendah dibandingkan terlihat pada wanita. Tingkat
PRL normal untuk wanita tidak hamil adalah 2-29 ng/mL dan untuk wanita
hamil adalah 10-209 ng/mL. Untuk laki-laki tingkat normal adalah 2-18
ng/mL. Hal yang merugikan akibat kadar PRL tinggi termasuk amenorea,
galaktorea, penurunan libido, dan disfungsi ereksi. Seorang yang diduga
berhubungan dengan hiperprolaktinemia sekunder penggunaan antipsikotik
adalah osteoporosis yang mengarah ke fraktur. Hubungan ini didukung oleh
tinjauan studi sebuah korelasi positif antara peningkatan tingkat PRL dan
kepadatan mineral tulang menurun yang telah ditemukan pada laki-laki dan
perempuam.
Meskipun kadar serum prolaktin bervariasi, ada konsensus mengenai
batas atas kisaran normal. Beberapa pihak telah menyarankan bahwa batas
atas adalah 25 ng/ml baik pada laki-laki maupun perempuan.
15
Lainnya
digunakan > 10 ng/ml pada laki-laki dan > 20 pada perempuan dan yang lain
lebih konservatif menyarankan bahwa > 18-20 ng/ml pada laki-laki dan > 24
ng/ml dalam keadaan tidak hamil, perempuan tidak menyusui harus
dipertimbangkan batas atas untuk konsentrasi prolaktin serum.16
Secara fisiologis peran utama dari prolaktin adalah induksi laktasi.
Namun, prolaktin berinteraksi dengan Sistem saraf pusat (SSP) dan proses
perifer dan sekresi yang dipengaruhi oleh kedua zat endogen stimulasi dan
inhibisi. Sekresi prolaktin diatur melalui sekresi tonik dopamin di saluran
tuberoinfundibular dan pembuluh darah hipotalamus-hypophyseal. Dopamin
bertindak sebagai faktor penghambat prolaktin pada reseptor D2 yang
terletak pada permukaan sel lactotroph hipofisis, sedangkan serotonin
merangsang sekresi prolaktin. Prolaktin juga dilepaskan untuk menanggapi
efek stimulasi yang kuat pada puting susu, seperti menyusui, dan dalam
respons terhadap stres. Dalam konteks mekanisme SSP dan gangguan,
penting untuk dicatat bahwa estrogen, opioid, substansi P, dan banyak zat
endogen lainnya meningkatkan sekresi prolaktin sedangkan neurotransmitter
utama seperti Gamma Aminobutyric Acid (GABA) dan asetilkolin
menghambat sekresi prolaktin.5
Sekresi prolaktin pada pasien skizofrenik adalah penting, meskipun
skizofrenia mempengaruhi hanya 1% dari total populasi dunia. Hal ini karena
kronisitas skizofrenia yang terkait kecacatan jangka panjang yang merupakan
salah satu dari 10 gangguan yang paling umum yang didokumentasikan oleh
Bank Dunia dan World Health Organization (WHO) menyebabkan kecacatan
RISPERIDON
Risperidon merupakan antagonis potensial reseptor D2 dan 5HT2
dengan rasio serotonin-dopamin yang tinggi. Risperidon adalah obat yang
sangat efektif untuk gejala positif skizofrenia dan juga memperbaiki gejala
negatif skizofrenia lebih baik dari antipsikotik konvensional. Risperidon dapat
meningkatkan kadar prolaktin. Risperidon memiliki afinitas yang besar untuk
reseptor alfa satu tapi lebih sedikit untuk kolinergik dan reseptor D1.17
Obat antipsikotik berbeda kecenderungannya sebagai penyebab
terjadinya hiperprolaktinemia. Antipsikotik generasi kedua cenderung
menginduksi hiperprolaktinemia yang berkelanjutan dengan pengecualian
risperidon dan amisulpride. Beberapa mekanisme telah diusulkan untuk
menjelaskan kecenderungan antipsikotik yang berbeda dalam menginduksi
hiperprolaktinemia:
(1) D2 receptor- binding affinity,
(2) dapat menembus sawar darah otak (Blood Brain Barrier)
(3) mekanisme utama dimodulasi oleh monoamina selain dopamin.18
Risperidon adalah suatu antagonis reseptor serotonin 5HT2 reseptor
dopamine D2, reseptor adrenergik α1 dan α2, dan reseptor histamin H1.
Risperidon mempunyai afinitas rendah untuk reseptor adrenergik beta dan
reseptor D2 seperti haloperidol, risperidon kemungkinan sangat sedikit
(kecuali dosis besar) menyebabkan simtom ekstrapiramidal dibanding
haloperidol.17
Risperidon diserap baik dengan pemberian oral. Puncak level plasma
terjadi pada 1 sampai 2 jam, tetapi efek terapeutik terjadi selama 1 sampai 2
minggu. Risperidon dimetabolisme terutama dalam hati oleh enzim P450 2D6
dan menghasilkan metabolit aktif. Efek yang dikaitkan sama untuk
risperidon dan metabolit. Sebagian besar (70%) obat diekskresikan melalui urin dan beberapa (14%) dalam tinja. Efek samping termasuk agitasi, gelisah,
sakit kepala, insomnia, pusing, dan hipotensi. Risperidon juga dapat
menyebabkan parkinsonism dan gangguan gerakan lainnya, terutama pada
dosis yang lebih tinggi, tetapi kurang daripada pengobatan antipsikotik tipikal
lainnya.19
Risperidon, adalah suatu derivat benzisoxazole17 yang memiliki
karakteristik affinitas yang sangat tinggi terhadap 5-HT2 dan affinitas tinggi
yang sedang terhadap D2, histamin (H1), dan terhadap reseptor alfa satu dan
alfa dua. Risperidon direkomendasikan oleh FDA sebagai pengobatan
gangguan psikotik. Seperti antipsikotik atipikal yang lain, risperidon dapat
meningkatkan kadar prolaktin. Hubungan antara kadar prolaktin dan efek
samping secara klinis tidaklah jelas, bagaimana. Kleinberg dan kawan-kawan
pada tahun 1999, hasil dari kombinasi analisis Amerika utara dan multicenter
simtom-simtom klinis yang dihubungkan dengan hiperprolaktinemia dari 1884
pasien. Rerata kadar prolaktin berhubungan secara signifikan dengan dosis
risperidon (6mg/hari) menimbulkan peningkatan dibandingkan dengan
haloperidol 20 mg/ hari dan signifikan tinggi dibandingkan dengan haloperidol
10 mg/hari.20
Risperidon secara oral tersedia dalm bentuk tablet atau sirup, dosis
awal dimulai dengan 2 mg, dengan peningkatan dosis 2 mg/hari untuk 2 hari
pertama. Sebahagian besar pasien di evaluasi pada dosis 4-6 mg setelah 2-3
minggu. Beberapa pasien kemungkinan mencapai pengobatan optimal
dengan dosis 4 mg/hari. Jika tidak respons peningkatan sampai 8 mg dapat
diindikasikan. Risperidon dapat diberikan sekali sehari, walaupun dosis yang
efektif adalah dua kali sehari. Risperidon secara konsisten dapat
meningkatkan serum prolaktin dalam seluruh studi.17 Pasien yang diobati
dengan risperidon 6–10 mg/hari dalam 44 minggu dapat meningkatkan
prolaktin sebesar 26 ng/ml, dan pada pemberian 4-8 mg/hari rata-rata
meningkat dari 11,7 ng/ml setelah 24 minggu sampai 22,7 ng/ml setelah 12
minggu, dan dosis rata-rata 3,9 mg/hari, serum prolaktin meningkat 26,7
KERANGKA TEORI
Stres - skizofrenia Circadian rythm
Umur
Jenis kelamin
Hipopisis anterior
Prolaktin HPA Axis Nutrisi
KERANGKA KONSEP
Kontrasepsi dan kehamilan pada perempuan
Malignancy
Pasien skizofrenik(laki-laki dan perempuan) yang didiagnosis dengan PPDGJ III dengan pemakaian antipsikotik Risperidon 4 minggu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional yang bersifat analitik
untuk melihat perbandingan prolaktin pada pasien skizofrenik laki-laki dan
perempuan yang diterapi dengan risperidon yang datang berobat ke BLUD
RSJ PROVSU Medan.
3.2. Tempat dan Waktu
Tempat penelitian : BLUD RSJ PROVSU MEDAN
Waktu penelitian : Juni 2014 s/d Agustus 2014
3.3. Populasi
1. Populasi target adalah pasien skizofrenik
2. Populasi terjangkau adalah pasien skizofrenik yang datang berobat
ke poliklinik psikiatri dan rawat inap di bangsal BLUD RSJ
PROVSU Medan Juni 2014 s/d Agustus 2014
3.4. Subjek dan Cara Pemilihan Sampel
Subjek penelitian adalah pasien skizofrenik. Pemilihan subjek dengan
cara non probability sampling jenis consecutive sampling yaitu semua subjek
yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian
3.5. Besar Sampel
Rumus besar sampel penelitian analitis numerik tidak berpasangan adalah sebagai berikut: 22
n
= Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna
Sg = simpang baku gabungan
= simpang baku kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
1
S
= besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
2
n
= simpang baku kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
dari rumus diatas maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Jadi jumlah sampel yang didapatkan adalah masing-masing sebanyak 55 orang.
= 54,94 = 55
3. 6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi
23
1. Pasien skizofrenik yang ditegakkan berdasarkan PPDGJ III 2. Usia 18 – 57 tahun
3. Sudah mendapatkan terapi risperidon 4 minggu 4. Bersedia mengikuti penelitian
Kriteria Eksklusi
1. Penderita gangguan mental lainnya dan penyakit medis umum. 2. Wanita hamil dan menyusui
3.7. Persetujuan / Informed Consent
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan pasien, orang tua atau keluarga terdekat setelah terlebih dahulu diberi penjelasan.
3.8. Etika Penelitian
Penelitian ini sudah disetujui oleh Komite Etik Penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (terlampir)
3.9. Alur Penelitian
1. Pasien yang datang ke poliklinik BLUD RS. Jiwa Propinsi Sumatera Utara, akan diperiksa oleh dokter yang bertugas pada poliklinik, bila pasien memenuhi kriteria diagnosis untuk skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III, akan diberikan penjelasan untuk mendapatkan persetujuan baik pasien ataupun keluarga yang mendampinginya. Bila setuju untuk ikut dalam penelitian maka dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar prolaktin pasien dengan cara pengambilan darah pasien dilaboratorium klinik Prodia.
3.10. Cara Kerja
Pasien skizofrenik yang datang kepoliklinik dan ruang rawat inap BLUD RS.Jiwa Propinsi Sumatera Utara yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diberikan penjelasan dan diminta untuk menandatangani persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan jelas dari peneliti.Subjek penelitian datang kembali RSJ keesokan harinya untuk dilakukan pemeriksaan darah. Pengambilan sampel darah dilakukan pada saat subjek belum sarapan pagi ( subjek sudah puasa ± 10 jam, serta konsumsi obat terakhir juga 10 jam). Pengambilan darah dilakukan oleh personil laboratorium di dampingi perawat dan peneliti. Jumlah sampel darah diambil sebanyak 2 ml, dan dimasukkan kedalam tabung yang berisi ETA, dan akan dilakukan pemeriksaaan kadar prolaktin dalam serum. Hasil penelitian akan dikumpulkan dan diinterpretasikan serta diolah lebih lanjut.
3.11. Identifikasi Variabel
Variabel bebas : Pasien skizofrenik laki-laki dan perempuan.
3.12. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur dan Cara Ukur
2. Prolaktin merupakan hormon yang
diproduksi oleh lactotrophs
dari anterior
hipofisis dan terdiri dari
protein rantai tunggal.
Prolaktin memainkan
peranan penting dalam
proses reproduksi pada
laki-laki dan perempuan.12 Batas atas normal adalah
20 ng / ml pada laki-laki 25
bila kadar prolaktin dalam
darah > 25 ng/ml dalam
darah.
wawancara 18-38 tahun
39-57 tahun
Ordinal
5. Jenis
kelamin
laki-laki dan perempuan wawancara Laki-laki
Perempuan
Nominal
6. Pendidikan proses pengubahan sikap
dan tatalaku seseorang atau
pengajaran dan pelatihan;
proses, cara, perbuatan
mendidik, dibedakan atas
Perguruan
tinggi
7. Pekerjaan pencaharian, yang dijadikan
pokok penghidupan,
sesuatu yang dilakukan
untuk mendapatkan nafkah
Wawancara Bekerja Tidak bekerja
Nominal
KERANGKA OPERASIONAL
Pasien skizofrenik berdasarkan PPDGJ-III
Inklusi eksklusi
Informed conset
Laki-laki Perempuan
Prolaktin
3.13. Rencana pengolahan dan Analisis Data
Untuk melihat perbedaan kadar prolaktin berdasarkan jenis kelamin
pada pasien skizofrenik dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium. Dan
hasil yang akan diperoleh akan dilakukan pengolahan dan analisis statistik
program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) dengan uji hipotesis
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Seratus enam belas pasien skizofrenik yang terdiri dari 58 pasien
skizofrenia laki-laki dan 58 pasien skizofrenia perempuan yang datang
kepoliklinik rawat jalan ataupun pada ruang rawat inap Badan Layanan
Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara yang
diikutsertakan dalam penelitian ini. Pemilihan subjek penelitian dilakukan
secara consecutive sampling pada periode Juni 2014 hingga Agustus 2014.
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah subjek untuk tiap kelompok jenis
kelamin masing-masing kelompok berjumlah 58 subjek sehingga total
berjumlah 116 orang. Dari tabel dibawah ini juga terlihat bahwa lebih banyak
memakai dosis obat 4 mg yaitu sebanyak 101 subjek yang mana jenis
kelamin laki-laki sebanyak 56 subjek (96,6%), yang tidak bekerja sebanyak
82 subjek dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 42 subjek (72,4%),
tempat tinggal diluar kota Medan sebanyak 77 subjek dengan jenis kelamin
perempuan yang lebih banyak yaitu sebanyak 40 subjek (69,0%), latar
belakang pendidikan terbanyak adalah SMP dengan jumlah subjek penelitian
sebanyak 51 subjek yang lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki, dan
berusia diantara 18-38 tahun yaitu sebanyak 38 subjek (65,5%) dimana jenis
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Total Laki-laki Perempuan
Nilai p
n % n % n %
Jenis kelamin Laki-laki 58 50,0 - - - -
Perempuan 58 50,0 - - - -
Umur 18-38 tahun 72 62,1 38 65,5 34 58,6 0,444
39-57 tahun 44 37,9 20 34,5 24 41,4
Pekerjaan Bekerja 34 29,3 18 31,0 16 27,6 0,683
Tidak bekerja 82 70,7 40 69,0 42 72,4
Tempat tinggal Medan 39 33,6 21 36,2 18 31,0 0,555
Luar Medan 77 66,4 37 63,8 40 69,0
Pendidikan SD 18 15,5 11 19,0 7 12,1 0,153
SMP 51 44,0 27 46,6 24 41,4
SMA 43 37,1 20 34,5 23 39,7
PT 4 3,4 4 6,9
Dosis obat 4 101 87,1 56 96,6 45 77,6 0,002
Tabel 4.2 Perbandingan Kadar Prolaktin Berdasarkan Jenis Kelamin
Variabel Kategori n Mean Standar p Deviasi
Jenis Kelamin Laki-laki 58 47,76 30,46 <0,001 Perempuan 58 136,99 69,51
Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa kadar prolaktin pada jenis kelamin
perempuan berbeda secara bermakna dibandingkan kadar prolaktin pada
laki-laki. Dari uji statistik Mann-Whitney U didapatkan rata-rata kadar prolaktin
pada perempuan lebih tinggi yaitu 136,99 ng/ml, (SD± 69,51) dengan nilai
p<0,001.
Tabel 4.3 Perbandingan Kadar Prolaktin Berdasarkan Jenis Kelamin dan Dosis Obat
Dosis Obat n Mean Standard p Deviasi
Laki-laki 4 mg 56 45,81 29,15 0,001 6 mg 2 102,16 5,08
Perempuan 4 mg 45 137,66 73,16 6 mg 13 134,66 57,64
Pada tabel 4.3 menunjukkan perbandingan kadar prolaktin berdasarkan jenis
kelamin dan dosis obat, dengan uji Kruskal-Wallis U; Uji Post Hoc
Mann-Whitney U didapati bahwa kadar prolaktin pada jenis kelamin perempuan
memperlihatkan nilai mean yang berbeda secara bermakna, pada dosis 4 mg
yaitu sebesar 137.66 (SD + 73,16), dengan nilai p<0,001. Dengan dosis
risperidon 6 mg, menunjukkan nilai mean yang berbeda secara bermakna,
pada dosis 6 mg yaitu sebesar 134.66 (SD + 57,64), dengan nilai p<0,001.
Tabel 4.4 Perbandingan Peningkatan Kadar Prolaktin Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur.
Pada tabel 4.4 dengan uji Mann-Whitney U didapat gambaran bahwa jenis
kelamin perempuan pada kelompok umur 18-38 tahun, didapatkan
perbedaan yang bermakna dengan nilai mean 5,53 (SD + 2,24) dengan nilai
p<0,001. Pada kelompok umur 39-57 tahun juga didapati perbedaan yang
bermakna dengan nilai mean 5,43 (SD + 3,44) dengan nilai p<0,001.
Tabel 4.5 Perbandingan Peningkatan Prolaktin Berdasarkan Jenis Kelamin
n Mean Standar Deviasi p
Prolaktin (x nilai normal)
Pada tabel 4.5 hasil uji statistik menunjukan bahwa perbedaan peningkatan
kadar prolaktin jenis kelamin laki-laki 2,3 kali dari nilai normal, sedangkan
Tabel 4.6 Perbandingan Peningkatan Kadar Prolaktin Berdasarkan Kelompok Umur
Jenis
kelamin Umur n Mean Standar p Deviasi
Peningkatan kadar
prolaktin Laki-laki 18-38 38 2,36 1,50 <0,001
(x nilai normal) 39-57 20 2,45 1,60
Perempuan 18-38 34 5,53 2,24
39-57 24 5,43 3,44
Pada tabel 4.6 dari hasil uji statistik menunjukkan perbandingan peningkatan
kadar prolaktin berdasarkan kelompok umur pada jenis kelamin laki-laki di
kelompok umur 18-38 tahun didapati perbedaan bermakna peningkatan
kadar prolaktin 2,36 kali dari nilai normal dengan (SD ± 1,50) dan nilai
p<0,001, sedangkan pada kelompok usia 39-57 tahun didapati perbedaan
bermakna peningkatan kadar prolaktin 2,45 kali dari nilai normal dengan (SD
± 1,60) dan nilai p<0,001
Pada jenis kelamin perempuan di kelompok umur 18-38 tahun didapati
perbedaan bermakna peningkatan kadar prolaktin 5,53 kali dari nilai normal
dengan (SD ± 2,24) dan nilai p<0,001, sedangkan pada kelompok usia 39-57
tahun didapati perbedaan bermakna peningkatan kadar prolaktin 5,43 kali
Tabel 4.7 Perbandingan Peningkatan Kadar Prolaktin Berdasarkan Dosis Risperidon
Jenis kelamin Dosis n Mean Standar p
Deviasi
Peningkatan kadar Laki-laki 4 56 2,29 1,46 <0,001
Prolaktin (x nilai normal) 6 2 5,11 1,25
Perempuan 4 45 5,51 2,93
6 13 5,43 2,25
Pada tabel 4.7 diatas dari hasil uji statistik menunjukkan perbedaan
bermakna dari peningkatan kadar prolaktin berdasarkan dosis risperidon,
bahwa peningkatan kadar prolaktin pada jenis kelamin laki-laki pada dosis 4
mg didapati peningkatan 2,29 kali dari nilai normal dengan (SD ± 1,46) dan
nilai p<0,001 dan pada dosis 6 mg didapati peningkatan 5,11 kali dari nilai
normal dengan (SD ± 1,25) dan nilai p<0,001.
Pada jenis kelamin perempuan dosis 4 mg didapati peningkatan 5,51
kali dari nilai normal dengan (SD ± 2,93) dan nilai p<0,001 dan pada dosis 6
mg didapati peningkatan 5,43 kali dari nilai normal dengan (SD ± 2,25) dan
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian Perbandingan kadar prolaktin pasien skizofrenik laki-laki
dan perempuan yang diterapi dengan risperidon merupakan penelitian
analitik dengan studi cross sectional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
perbandingan peningkatan kadar prolaktin pada laki-laki dan perempuan
setelah pengobatan 4 minggu dengan risperidon.
Penelitian ini memilih kelompok skizofrenik yang berumur 18-57 tahun
sebagai subjek penelitian karena menurut kepustakaan yang ada
menyatakan bahwa 90% pasien yang mendapat pengobatan skizofrenik
berumur antara umur 15-55 tahun. Puncak serangan pada laki-laki antara
umur 10-25 tahun dan 25- 35 tahun pada perempuan. Serangan dibawah 10
tahun atau diatas 60 tahun dilaporkan jarang. Secara umum, perempuan
dengan skizofrenia mempunyai hasil (outcome) yang lebih baik dibanding
laki-laki.3
Dari seratus enam belas pasien skizofrenik yang datang berobat ke
Klinik Psikiatri Rawat Jalan dan Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa
Propinsi Sumatera Utara selama periode Juni 2014 s/d Agustus 2014
berdasarkan karakteristik demografik ditemukan paling banyak adalah
kelompok umur 18-38 tahun pada jenis kelamin laki-laki yaitu 38 orang
(65,5%), tidak bekerja pada jenis kelamin perempuan yaitu 42 orang (72,4%),
orang (69,0%), dan latar belakang pendidikan SMP pada jenis kelamin
laki-laki yaitu 27 orang (46,6%).
Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa kadar prolaktin pada jenis kelamin
perempuan berbeda secara bermakna dibandingkan kadar prolaktin pada
laki-laki. Dari uji statistik Mann-Whitney U didapatkan rata-rata kadar prolaktin
pada perempuan lebih tinggi yaitu 136,99 ng/ml, (SD ± 69,51) dengan nilai
p<0,001. Hal ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar
prolaktin pada laki-laki dan perempuan. Zhang dan kawan-kawan pada tahun
2004 meneliti tentang kadar prolaktin pada laki-laki dan perempuan pada
pasien skizofrenia, mereka menemukan bahwa kadar prolaktin didapati lebih
tinggi pada pada perempuan. Penyebab dari hal ini tidak lah begitu jelas
namun salah satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah pengaruh dari D2
resptor pada pengobatan dengan risperidon. Artinya, risperidon mungkin
memiliki beberapa perbedaan dalam D2 reseptor dan selanjutnya dalam
induksi peningkatan kadar prolaktin relatif lebih tinggi daripada antipsikotik
atipikal lainnya.
Tabel 4.3 menunjukkan perbandingan kadar prolaktin berdasarkan
jenis kelamin dan dosis obat, dengan uji Kruskal-Wallis ; Uji Post Hoc
Mann-Whitney U didapati bahwa kadar prolaktin pada jenis kelamin perempuan
memperlihatkan nilai mean yang berbeda secara bermakna, pada dosis 4 mg
yaitu sebesar 137.66 (SD + 73,16), dengan nilai p<0,001. Dengan dosis
risperidon 6 mg, memperlihatkan nilai mean yang berbeda secara bermakna,
pada dosis 6 mg yaitu sebesar 134.66 (SD + 57,64), dengan nilai p<0,001.
Respons prolaktin terhadap pengobatan antipsikotik, dijumpai lebih tinggi
pada perempuan dibandingkan laki-laki. Perbedaan ini dijelaskan oleh
adanya ability dari estrogen terhadap peningkatan prolaktin. Risperidon
memiliki konsistensi potensi tinggi untuk peningkatan prolaktin. Hal ini
menyebabkan peningkatan prolaktin yang lebih jelas dibandingkan dengan
obat generasi kedua lainnya. Sejumlah data kompetitip yang berbeda tentang
prolaktin secara konsisten menemukan bahwa risperidon meningkatkan
prolaktin lebih umum atau sama bahkan lebih besar daripada haloperidol.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan pada
kelompok umur 18-38 tahun, didapatkan perbedaan yang bermakna dengan
nilai mean 5,53 (SD + 2,24) dengan nilai p<0,001. Pada kelompok umur
39-57 tahun juga didapati perbedaan yang bermakna dengan nilai mean 5,43
(SD + 3,44) dengan nilai p<0,001. Dengan mengacu pada penggunaan obat
antipsikotik pada remaja (12-18 tahun), satu review menunjukkan bahwa,
secara umum, semua obat antipsikotik, kecuali clozapine, ziprasidone dan
quetiapine, meningkatkan tingkat PRL rata-rata dari nilai baseline 8,0 ng / ml
untuk 25-28 ng / ml setelah 4-8 minggu pengobatan (rentang referensi 0-15
ng / ml). I
24
nsidensi hiperprolaktemia selama pengobatan dengan risperidon
sebesar 62 %.24 Menurut Montgomery dan kawan-kawan pada tahun 2004 bahwa kadar prolaktin plasma telah dilaporkan meningkat tergantung dari
jumlah dosis.
Suatu penelitian di Italia oleh Daria La Torre, yang membandingkan
efek risperidon dan olanzapin pada 42 remaja, mereka menemukan bahwa
dosis dan besarnya potensi dari risperidon dalam meningkatkan kadar
prolaktin selama pengobatan dengan risperidon 10,7 kali lebih besar dari
pada olanzapine. Penelitian yang serupa yang dilakukan pada remaja usia 18
tahun menemukan bahwa peningkatan prolaktin terjadi 91% pada remaja
yang diterapi dengan risperidon.
Hal ini berhubungan dengan interaksi obat pada perempuan dan
metabolisme obat yang meningkat dengan adanya pertambahan umur (umur
yang lebih tua) pada kedua jenis kelamin.
14
Tabel 4.5 terlihat bahwa perbedaan peningkatan kadar prolaktin jenis
kelamin laki-laki 2,3 kali dari nilai normal, sedangkan kadar prolaktin pada
jenis kelamin perempuan 5, 49 kali dari nilai normal. Hal ini menggambarkan
bahwa peningkatan kadar prolaktin pada jenis kelamin perempuan lebih
bermakna dari pada jenis kelamin laki-laki. Peningkatan kadar prolaktin
dijumpai sebesar 5,49 kali dari nilai normal pada perempuan.
14
Ditafsirkan hasil
ini berhubungan dengan hal peningkatan dopaminergik pada pasien dengan
gejala paranoid, yang konsisten dengan hipotesis dopamin skizofrenia.
Mengingat hasil yang tidak konsisten pengukuran basal prolaktin plasma,
basis penelitian lain akan menilai respon prolaktin terhadap berbagai
rangsangan eksternal pasien dengan skizofrenia, karena ini akan memberi
kita implikasi yang lebih jelas tentang proses fisiologis yang terlibat dalam
perubahan peningkatan kadar prolaktin. Berbagai obat, hormon, adrenergik
agonis, serotonergik agonis, dan dopamin antagonis-telah digunakan untuk
Tabel 4.6 perbandingan peningkatan kadar prolaktin berdasarkan
kelompok umur pada jenis kelamin laki-laki di kelompok umur 18-38 tahun
didapati perbedaan bermakna peningkatan kadar prolaktin 2,36 dari nilai
normal dengan (SD ± 1,50) dan nilai p<0,001, sedangkan pada kelompok
usia 39-57 tahun didapati perbedaan bermakna peningkatan kadar prolaktin
2,45 dari nilai normal dengan (SD ± 1,60) dan nilai p<0,001.
Pada jenis kelamin perempuan di kelompok umur 18-38 tahun didapati
perbedaan bermakna peningkatan kadar prolaktin 5,53 dari nilai normal
dengan (SD ± 2,24) dan nilai p<0,001, sedangkan pada kelompok usia 39-57
tahun didapati perbedaan bermakna peningkatan kadar prolaktin 5,43 dari
nilai normal dengan (SD ± 3,44) dan nilai p<0,001. Di antara pasien laki-laki,
usia tidak ditemukan pengaruh konsentrasi prolaktin, sedangkan pada wanita
usia lebih muda adalah terkait dengan kadar prolaktin tinggi, seperti yang
diharapkan untuk status reproduksi mereka.
Tabel 4.7 menunjukkan perbedaan bermakna dari peningkatan kadar
prolaktin berdasarkan dosis risperidon, bahwa peningkatan kadar prolaktin
pada jenis kelamin laki-laki pada dosis 4 mg didapati peningkatan 2,29 kali
dari nilai normal dengan (SD ± 1,46) dan nilai p<0,001 dan pada dosis 6 mg
didapati peningkatan 5,11 kali dari nilai normal dengan (SD ± 1,25) dan nilai
p<0,001. Pada jenis kelamin perempuan dosis 4 mg didapati peningkatan
5,51 kali dari nilai normal dengan (SD ± 2,93) dan nilai p<0,001 dan pada
dosis 6 mg didapati peningkatan 5,43 kali dari nilai normal dengan (SD ±
2,25) dan nilai p<0,001.
Pada dosis yang sama, perempuan tampaknya lebih mungkin untuk
mengembangkan hiperprolaktinemia dari pada laki-laki, dan mereka
mencapai tingkat kemaknaan prolaktin tinggi selama perawatan.Kenaikan
dimulai setelah beberapa jam dan tetap selama sisa pengobatan, efek total
tergantung pada terapi. Durasi: pengobatan jangka menengah (3-9 minggu)
telah ditemukan dapat meningkatkan hingga 10 kali lipat dari nilai dasar
menurut penelitian oleh Meltzer dan Fang tahun 1976, sedangkan selama
perawatan kronis, meskipun setelah terapi jangka panjang prolaktin tetap di
atas normal di sebagian besar kasus dalam penelitian Rivera dan
kawan-kawan tahun 1976.25
Berhubungan dengan dosis lazim dalam hal terjadinya
hiperprolaktinemia antara laki-laki dan perempuan yang diobati dengan
risperidon,pentinguntuk mempertimbangkankorelasiklinis hiperprolaktinemia
secara lebih rinci ketika memilih pengobatan. Beberapa efek sering
diasumsikan terkait dengan peningkatan prolaktin, mungkin dihubungkan
dengan aspek penyakit lainnya, bukan obat dalam penelitian terbaru oleh
Hummer dan kawan-kawan.Sementara Zhang dan kawan-kawan
mengeksplorasi pengaruh risperidon terhadap kadar prolaktin dan hubungan
antara perubahan tingkat prolaktin dan terapi. Hasil pada 30 pasien rawat
inap laki-laki,pengobatan dengan risperidon dengan dosis tetap 6 mg / hari.
Mereka menemukan bahwa pengobatan risperidon signifikan meningkatkan
kadar prolaktin, dan ada hubungan yang positif dan signifikan antara
Antipsikotik menimbulkan hiperprolaktinemia juga lebih umum di
antara perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Beberapa penelitian lain
yang menemukan bahwa 46% dari perempuan, dan hanya 14% dari laki-laki,
memiliki tingkat PRL yang meningkat cukup tinggi, bahkan meskipun
perempuan menerima dosis antipsikotik yang rendah.
Dalam studi ini ada kekurangan termasuk pengukuran kadar prolaktin
awal sebelum diberikan risperidon, tidak dilakukan sehingga perbandingan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Seratus enam belas subjek yang ikut serta dalam penelitian ini adalah
pasien skizofrenik yang datang ke instalasi rawat jalan dan rawat inap
Rumah Sakit Jiwa BLUD Provinsi Sumatera Utara periode Juni 2014 s/d
Agustus 2014, dan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1 .Kadar prolaktin pada jenis kelamin perempuan berbeda secara
bermakna dibandingkan kadar prolaktin pada laki-laki, dengan
rata-rata kadar prolaktin pada perempuan lebih tinggi yaitu 136,99
ng/ml, (SD ± 69,51) dengan nilai p<0,001.
1. Perbandingan kadar prolaktin berdasarkan jenis kelamin dan dosis
obat, didapati bahwa kadar prolaktin pada jenis kelamin
perempuan memperlihatkan nilai mean yang berbeda secara
bermakna, pada dosis 4 mg yaitu sebesar 137.66 (SD + 73,16),
dengan nilai p<0,001. Dengan dosis risperidon 6 mg,
memperlihatkan nilai mean yang berbeda secara bermakna, yaitu
sebesar 134.66 (SD + 57,64), dengan nilai p<0,001.
2. Didapatkan bahwa pasien skizofrenik perempuan pada kelompok
umur 18-38 tahun, terdapat perbedaan yang bermakna dengan
umur 39-57 tahun juga didapati perbedaan yang bermakna dengan
nilai mean 5,43 (SD + 3,44) dengan nilai p<0,001.
3. Perbedaan peningkatan kadar prolaktin pasien skizofrenik laki-laki
2,3 kali dari nilai normal, sedangkan kadar prolaktin pada pasien
skizofrenik perempuan 5, 49 kali dari nilai normal.
4. Peningkatan kadar prolaktin berdasarkan kelompok umur pada
laki-laki, dimana pada kelompok umur 18-38 tahun didapati
perbedaan bermakna peningkatan kadar prolaktin 2,36 kali dari
nilai normal dengan (SD ± 1,50) dan nilai p<0,001, sedangkan
pada kelompok umur 39-57 tahun didapati perbedaan bermakna
peningkatan kadar prolaktin 2,45 kali dari nilai normal dengan (SD
± 1,60) dan nilai p<0,001. Pada jenis kelamin perempuan di
kelompok umur 18-38 tahun didapati perbedaan bermakna
peningkatan kadar prolaktin 5,53 kali dari nilai normal dengan (SD
± 2,24) dan nilai p<0,001, sedangkan pada kelompok usia 39-57
tahun didapati perbedaan bermakna peningkatan kadar prolaktin
5,43 kali dari nilai normal dengan (SD ± 3,44) dan nilai p<0,001.
5. Diperoleh perbedaan bermakna dari peningkatan kadar prolaktin
berdasarkan dosis risperidon, bahwa peningkatan kadar prolaktin
pada pasien skizofrenik laki-laki pada dosis 4 mg didapati
peningkatan 2,29 kali dari nilai normal dengan (SD ± 1,46) dan nilai
p<0,001 dan pada dosis 6 mg didapati peningkatan 5,11 kali dari
skizofrenik perempuan dosis 4 mg didapati peningkatan 5,51 kali
dari nilai normal dengan (SD ± 2,93) dan nilai p<0,001 dan pada
dosis 6 mg didapati peningkatan 5,43 kali dari nilai normal dengan
(SD ± 2,25) dan nilai p<0,001.
6.2 SARAN
1. Peningkatan kadar prolaktin pada pasien skizofrenik dapat
mempengaruhi prognosis dan juga kualitas hidup pasien
skizofrenik sehingga pemantauan atau pemeriksaan lanjutan dan
bertahap terhadap kadar prolaktin yang harus dipertimbangkan
oleh klinisi.
2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut atau yang lebih besar
dengan melibatkan berbagai pusat pendidikan ataupun perawatan
skizofrenik tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
peningkatan prolaktin pada pasien skizofrenik, yang belum diteliti
dalam penelitian ini, seperti berat badan dan efek jangka panjang