PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN AIR DAN PENAMBAHAN
Hydrogen peroxide
(H
2O
2) TERHADAP PRODUKTIVITAS
Stylosanthes hamata
DAN
Stylosanthes seabrana
NUR HERATI AKHADIA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Cekaman Kekeringan Air dan Penambahan Hydrogen peroxide (H2O2) Terhadap
Produktivitas Stylosanthes hamata dan Stylosanthes seabrana adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
ABSTRAK
NUR HERATI AKHADIA. Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Tanaman Stylosanthes hamata dan Stylosanthes seabrana dengan Penambahan Hydrogen peroxide (H2O2). Dibimbing oleh PANCA DEWI M.H.K dan SUMIATI.
Pakan merupakan faktor utama dalam usaha peternakan yang mempengaruhi produksi peternakan. Salah satu pakan yang sangat dibutuhkan oleh ternak ruminansia adalah hijauan yang terdiri dari rumput dan legum. Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan hasil produksi tanaman. Beberapa tanaman dapat hidup dalam keadaan cekaman kekeringan, salah satu tanaman tersebut adalah leguminosa Stylosanthes. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahanan leguminosa Stylosanthes hamata dan Stylosanthes seabrana terhadap perlakuan cekaman kekeringan tunggal (yang disebabkan karena berkurangnya air) atau cekaman ganda (kekeringan yang disebabkan karena berkurangnya air dan pengaruh penambahan H2O2). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan M0 memiliki hasil yang paling baik
dari segi pertumbuhan maupun produksi dan leguminosa S. hamata kurang tahan terhadap kekeringan air namun S. seabrana lebih tahan terhadap kekeringan air. Kata kunci: cekaman kekeringan, Hydrogen peroxide, Stylosanthes hamata,
Stylosanthes seabrana
ABSTRACT
NUR HERATI AKHADIA. Influence of Drought Stress Toward Stylosanthes hamata dan Stylosanthes seabrana with Hydrogen peroxide (H2O2) spraying .
Supervised by PANCA DEWI M.H.K and SUMIATI.
Feed is the major factor that greatly affects the livestock production animals. One most needed in the ruminant livestock feed is forage, that consists of grass and legume. However, according to Indonesian climate, it’s need to have the drought resistant legumes especially for dry season feed. This research was conducted to examine whether the Stylosanthes hamata and Stylosanthes seabrana were drought resistant from water deficiency and from H2O2 exposure.
The results showed that M0 treatment produced the best products and growth
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN AIR DAN
PENAMBAHAN
Hydrogen peroxide
(H
2O
2) TERHADAP
PRODUKTIVITAS
Stylosanthes hamata
DAN
Stylosanthes ceabrana
NUR HERATI AKHADIA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pengaruh Cekaman Kekeringan Air dan Penambahan Hydrogen peroxide (H2O2) Terhadap Produktivitas Stylosanthes hamata dan
Stylosanthes seabrana Nama : Nur Herati Akhadia NIM : D24080372
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Pembimbing I
Dr Ir Sumiati, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua Departemen
PRAKATA
Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat iman, islam, kesehatan serta karunia-Nya kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam Penulis curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa istiqomah menjalankan sunnahnya.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Cekaman Kekeringan Air dan Penambahan Hydrogen peroxide (H2O2) Terhadap Produktivitas Stylosanthes hamata dan
Stylosanthes seabrana” merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana peternakan di Fakulas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan tambahan ilmu bagi para pembaca khususnya yang bergerak dibidang peternakan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui tentang hal yang terkait dengan judul skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 11
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Peubah yang Diamati 2
Prosedur Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
SIMPULAN DAN SARAN 8
Simpulan 8
Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 9
LAMPIRAN 11
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati pada legum S.
seabrana dan S hamata pada hari ke-24 ... 5
2 Pengaruh perlakuan terhadap produksi bobot kering legum S. seabrana dan S. hamata ... 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sidik ragam kadar air tanah S. Seabrana ... 112 Uji lanjut duncan kadar air tanah S. seabrana ... 11
3 Sidik ragam pertambahan jumlah daun trifoliate S. seabrana ... 11
4 Uji lanjut duncan pertambahan jumlah daun trifoliate S. seabrana ... 11
5 Sidik ragam pertambahan tinggi S. seabrana ... 11
6 Uji lanjut duncan pertambahan tinggi S. seabrana ... 12
7 Sidik ragam RWC daun S.seabrana ... 12
8 Uji lanjut duncan RWC daun S. seabrana .. ... 12
9 Sidik ragam kadar air tanah S. hamata ... 12
10 Uji lanjut duncan kadar air tanah S. hamata ... 12
11 Sidik ragam pertambahan jumlah daun trifoliate S.hamata ... 13
12 Uji lanjut duncan pertambahan jumlah daun trifoliate S. hamata ... 12
13 Sidik ragam pertambahan tinggi S. hamata ... 13
14 Uji lanjut duncan pertambahan tinggi S. hamata ... 13
15 Sidik ragam RWC daun S.hamata ... 13
16 Uji lanjut duncan RWC daun S. hamata ... 14
17 Sidik ragam produksi bobot kering daun S. seabrana ... 14
18 Uji lanjut duncan produksi bobot kering daun S. seabrana ... 14
19 Sidik ragam produksi bobot kering batang S. seabrana ... 14
20 Uji lanjut duncan produksi bobot kering batang S. seabrana ... 14
21 Sidik ragam produksi bobot kering akar S. seabrana ... 15
22 Uji lanjut duncan produksi bobot kering akar S. seabrana ... 15
23 Sidik ragam produksi bobot kering daun S. hamata ... 15
24 Uji lanjut duncan produksi bobot kering daun S. hamata ... 15
25 Sidik ragam produksi bobot kering batang S. hamata ... 15
26 Uji lanjut duncan produksi bobot kering batang S. hamata ... 16
PENDAHULUAN
Pakan berupa hijauan baik rumput maupun leguminosa merupakan faktor utama yang akan mempengaruhi produksi usaha peternakan ruminansia. Permasalahan yang sering kali terjadi pada daerah tropis, khususnya Indonesia adalah ketersediaan hijauan pakan yang sering kali menurun pada saat musim kemarau.
Tjondronegoro et al. (1989) menyatakan bahwa produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air yang diantaranya berasal dari curah hujan. Berkurangnya ketersediaaan air dalam media tanam dapat menyebabkan cekaman kekeringan pada tanaman. Salah satu gejala yang disebabkan oleh berkurangnya ketersediaan air adalah mengalami pelayuan, akibat laju transpirasi oleh daun yang lebih besar dibandingkan dengan laju penyerapan air oleh akar. Stomata daun (ukuran dan densitas stomata) dan kelembaban udara merupakan faktor yang dapat menggendalikan laju transpirasi daun (Blum et al. 1997). Cekaman kering pada tanaman yang berbeda juga dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada organel fotosintesis yang mengalami stress oksidatif (Smimoff 1993; Sgherri; Navari-Izzo 1995). Menurut Passarakli (2002), kerusakan oksidatif umum terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman karena potensial air tanaman yang sangat rendah. Cekaman kering dapat mempengaruhi aktivitas fotosintesis akibat penurunan suplai CO2 karena penutupan stomata (Liang et al.
1997).
Peningkatan konsumsi oksigen pada jaringan akan menghasilkan reactive oxygen species (ROS) pada mitokondria, demikan juga dengan peningkatan suhu akan menghasilkan ROS yang akan menyebabkan kerusakan oksidatif (Abele et al. 1998). Hydrogen peroxide juga merupakan salah satu senyawa reactive oxygen species (ROS) yang apabila terakumulasi pada tanaman dapat menyebabkan cekaman kekeringan (Prochazkova et al. 2001). Penelitian ini menggunakan Hydrogen peroxide yang merupakan salah satu cara untuk membuat tanaman menjadi cekaman kekeringan ganda selain cekaman kekeringan air. Stylosanthes hamata dapat tumbuh secara optimal di daerah kering dengan curah hujan 600 sampai 1700 mm per tahun. Hasil panen S. hamata setiap tahunnya dapat mencapai 700 kgha-1 (FAO 2013), sedangkan S. seabrana dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1.050 m di daerah dengan curah hujan tahunan 400-1.190 mm dan musim kering 2-7 bulan. Produksi S. seabrana sekitar 3250 kgha-1 (Mannetje 2012). Stylosanthes seabrana dan Stylosanthes hamata merupakan legum yang tahan panas (Karti 2012; FAO 2013) dan merupakan legume yang mudah di dapatkan bibitnya melalui stek pucuk, sehingga kedua tanaman ini dapat digunakan pada penelitian ini.
2
METODE
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai bulan Maret 2012, bertempat di Laboratorium Lapang Rumah Kaca Agrostologi, Laboratorium Agrostologi, dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah stek pucuk tanaman leguminosa S. hamata dan S. seabrana, tanah latosol Dramaga, pupuk NPK mutiara, Hydrogen peroxide 30%, air bersih dan aquadest.
Alat
Peralatan yang digunakan untuk penelitian adalah sekop, timbangan kapasitas 5 kg, plastik, polybag 2 kg, gunting, timbangan digital, penggaris, sprayer, oven, kertas amplop, pipet, gelas plastik, kertas label, wadah plastik, plastik, spidol, dan gelas ukur.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu jumlah daun trifoliate, tinggi vertikal, kadar air tanah, kadar air relatif daun, bobot kering akar, daun, dan batang.
Jumlah daun trifoliate
Jumlah daun trifoliate dilakukan dengan menghitung jumlah daun trifoliate yang masih utuh. Penghitungan jumlah daun trifoliate dimulai sejak perlakuan dan diamati setiap delapan hari sekali selama penanaman hingga pemanenan.
Tinggi vertikal (cm)
Tinggi vertikal diukur dari permukaan tanah hingga pucuk daun tertinggi. Penghitungan dimulai sejak perlakuan dan diamati setiap delapan hari sekali selama penanaman hingga pemanenan.
Kadar air tanah
Sampel tanah diambil pada masing-masing tanaman yang diambil dari tengah tanah dengan menggunakan spatula kecil kemudian sampel tanah ditimbang beratnya. Sampel tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 24 jam. Setelah itu ditimbang berat sampel. Kadar air didapat dari berat sampel sebelum dikeringkan di dalam oven dikurangi berat sampel setelah dikeringkan dalam oven kemudian dibagi berat sampel sebelum dikeringkan dan dikalikan 100%. Pengukuran dilakukan setiap 8 hari sekali (0, 8, 16, 24 dan 30).
Perhitungan kadar air tanah adalah sebagai berikut : KA tanah (%) = W0 – Wt x 100%
3 W0 = berat sampel tanah basah (g)
Wt = berat sampel tanah kering oven (g)
Kadar air relatif daun
Daun untuk sampel diambil lalu ditimbang sebagai berat segar, kemudian sampel dijenuhkan dengan air selama sehari dan keesokan harinya sampel ditiriskan dan ditimbang kembali sebagai berat turgit, kemudian daun dimasukkan ke dalam oven 60 oC selama tiga hari, kemudian ditimbang kembali sebagai berat kering.
Perhitungan adalah sebagai berikut :
RWC = (FW-DW) x 100% yang menempel dengan cara dibilas dengan air bersih, setelah itu dijemur hingga tidak ada air yang menetes, kemudian akar ditimbang sehingga didapat berat segar akar. Setelah itu akar dikering udarakan selama satu hari kemudian di oven 60 °C selama 3x24 jam setelah itu ditimbang beratnya sebagai bobot kering.
Bobot kering daun (g)
Daun diambil sampelnya lalu ditimbang sebagai berat segar selanjutnya daun dikeringudarakan selama satu hari kemudian dioven 60 °C selama 3x24 jam lalu ditimbang beratnya sebagai bobot kering.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan dengan 4 kali ulangan.
Perlakuan
M0 : kontrol
M1 : cekaman kekeringan tunggal (cekaman kekeringan karena
berkurangnya air)
M2 : cekaman kekeringan ganda (cekaman kekeringan karena berkurangnya
air dan penambahan H2O2)
4
Keterangan :
Xij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Nilai rataan umum dari pengamatan
τi : Pengaruh perlakuan ke-i
εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data yang terkumpul di analisis dengan sidik ragam ANOVA (Steel dan Torrie, 1995) dan dilanjutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Awal masa pembibitan pertumbuhan, mulai hari ke-14 kedua tanaman legum Stylosanthes hamata dan Stylosanthes seabrana tumbuh dengan baik sebelum diberikan perlakuan cekaman kekeringan karena pada awal pertumbuhan semua tanaman mendapat perlakuan yang sama yaitu disiram setiap hari. Setelah tanaman memasuki masa perlakuan pada hari ke- 35, tanaman yang mendapatkan perlakuan kekeringan baik cekaman tunggal maupun cekaman ganda mulai menampakan efek cekaman kekeringan. Salah satu respon tanaman yang terkena cekaman kekeringan yang terlihat pada penelitian ini adalah tanaman menjadi layu dan kering, pengguguran daun, serta pelayuan permanen (tanaman mati).
Menurut Karti (2012), S. seabrana mengeluarkan mekanisme toleransi kekeringan melalui akumulasi prolin dan gula terlarut yang dapat menurunkan potensial air tanaman, sehingga tanaman dapat menyerap air. Menurut Chaves et al (2002), respon tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat berbeda hasilnya tergantung pada tingkatan tergantung pada intensitas dan durasi dari cekaman itu sendiri, dan juga spesies tanaman dan tingkat pertumbuhannya.
Pengaruh cekaman kekeringan mengakibatkan terjadinya banyak perubahan morfologi pada kedua tanaman legum S. hamata dan S. seabrana. Jika dilihat dari lama tanaman bertahan saat dimulai cekaman kering terdapat perbedaan hari pelayuan permanen. Tanaman S. hamata, legum ini lebih rentan terhadap cekaman kering dibandingkan dengan legum S. seabrana jika dilihat dari hari kematian. Leguminosa S. hamata mati pada hari ke-24 dan S. seabrana mati pada hari 30. Perbedaaan lama tanaman dapat bertahan saat cekaman kekeringan menunjukkan tanaman S. seabrana lebih tahan terhadap cekaman ganda dibandingkan S. hamata. Perbedaan lama tanaman bertahan pada cekaman kekeringan dijelaskan menurut Salisbury (1995) setiap tanaman memiliki respon dan ketahanan yang berbeda terhadap cekaman kekeringan.
Data hasil pengamatan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1 untuk tanaman S. seabrana dan S. hamata. Berdasarkan Tabel 1, hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0.01) terhadap kadar air tanah kedua tanaman S. seabrana dan S. hamata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada kedua tanaman Stylosanthes perlakuan M0 berbeda nyata dengan perlakuan M1 dan M2.
Tanaman S. seabrana terjadi penurunan kadar air tanah pada perlakuan M1 (42%)
dan perlakuan M2 (41%) jika dibandingkan dengan kontrol (M0), pada tanaman S.
hamata penurunan kadar air tanah pada perlakuan M1 sebesar 12% dan M2 14%.
Hasil penelititan menunjukkan bahwa kedua tanaman tersebut pada perlakuan kontrol (M0) mengalami peningkatan kadar air tanah karena tanaman
5 Hydrogen peroxidemaupun dengan Hydrogen peroxide (M1 dan M2) mengalami
penurunan kadar air tanah karena tanaman tersebut tidak disiram. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan penyiraman dapat meningkatkan kadar air tanah, sedangkan perlakuan dengan cekaman kekeringan dapat menurunkan kadar air tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karti (2012), bahwa cekaman kekeringan dapat menurunkan kadar air tanah.
Tabel 1 Pengaruh Perlakuan terhadap Peubah yang diamati pada Legum S. seabrana dan S. hamata pada hari ke-24
Peubah yang diamati Perlakuan paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Djazuli 2010). Air yang dapat diserap langsung oleh tanaman atau disebut air tersedia adalah air yang ditahan pada kondisi kapasitas lapang hingga koefisien layu (Hanafiah 2005). Kadar air tanah (KAT) adalah presentase air yang dikandung oleh tanah terhadap tanah kering mutlak (pemanasan dalam oven pada suhu 100° - 110°C selama beberapa hari sampai berat tidak berubah), yang dinyatakan dalam persentase berat atau volume (Arsyad 2010). Cekaman kekeringan terjadi ketika ketersediaan air tanah menurun dan kondisi atmosfir menyebabkan kehilangan air terus menerus melalui transpirasi atau evaporasi (Jaleel et al. 2009).
6
(Karti 2004). Titik layu adalah kandungan air tanah pada saat tanaman yang tumbuh diatasnya mulai layu dan tidak mengalami pertumbuhan. Tegangan air pada titik layu sekitar 15 atm (Arsyad 2010). Menurut Hanafiah (2005) untuk menjamin tercukupinya kebutuhan tanaman, suplai air harus diberikan apabila 50-85% air tersedia telah habis terpakai. Faktor- faktor yang memengaruhi tersediaan air tanah diantaranya adalah tekstur tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi, kedalaman lapisan tanah faktor iklim dan tanaman.
Daun dan batang merupakan salah satu aspek penting dalam pertumbuhan tanaman, selain itu daun dan batang juga dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan untuk menjelaskan pertumbuhan vegetatif yang terjadi pada tanaman. Pengaruh Hydrogen peroxide terhadap laju pertumbuhan tinggi vertikal tanaman dan laju pertambahan jumlah daun trifoliate leguminosa S. hamata dan S. seabrana dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap laju pertambahan jumlah daun trifoliate dan laju pertumbuhan tinggi vertikal kedua tanaman Stylosanthes.
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, pengaruh perlakuan terhadap laju pertumbuhan jumlah daun pada tanaman S. seabrana perlakuan M0 berbeda
sangat nyata dengan perlakuan M1 dan M2. Pada S. seabrana terjadi penurunan
jumlah daun pada perlakuan M1 (90.48%) dan M2 (85.19%). Tanaman S. hamata
hasil uji lanjut Duncan yang di peroleh perlakuan M0 (8.392) berbeda nyata
dengan perlakuan M1(2.309) dan M2 (0.988). Nilai penurunan jumlah daun pada
tanaman S. hamata pada perlakuan M1 sebesar 72% dan perlakuan M2 88% , jika
dibandingkan dengan kontrol (M0). Perlakuan M0 berbeda nyata dengan perlakuan
M1 dan M2 yang mengalami kekeringan sesuai dengan pernyataan Sitompul
(1995) yaitu volume tanaman atau organ tanaman tertentu berubah dengan waktu akibat dari perubahan kandungan air sesuai dengan siklus perubahan lingkungan harian. Pada tanaman S. hamata dan S. seabrana perlakuan M1 dan M2 tidak
berbeda nyata menunjukkan bahwa tanaman yang diberikan perlakuan Hydrogen peroxide dapat meningkatkan tingkat toleransi terhadap cekaman kekeringan sehingga dapat menyamakan laju pertumbuhan dengan tanaman yang hanya di berikan satu tingkat cekaman saja, ini sesuai dengan pernyataan dari Uchida et al. (2002) bahwa beberapa spesies tanaman yang diberikan perlakuan Hydrogen peroxide dapat meningkatkan toleransi terhadap cekaman panas, dingin dan garam.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh perlakuan terhadap laju pertumbuhan tinggi pada tanaman S. seabrana memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata pada perlakuan M0 dengan perlakuan M1 dan M2. Pada tanaman S.
seabrana terjadi penurunan tinggi vertikal pada M1 sebesar 71% dan M2 sebesar
52% jika dibandingkan dengan M0. Pada tanaman S. hamata hasil uji lanjut
Duncan yang di peroleh perlakuan M0 berbeda sangat nyata dengan perlakuan M1
dan M2. Nilai penurunan tinggi vertikal tanaman S. hamata pada perlakuan M1
sebesar 76% dan M2 sebesar 74%. Nilai berbeda nyata pada kedua tanaman
tersebut terdapat pada perlakuan M0 dengan M1 dan M2, hal ini menunjukkan
7 S. hamata dengan S. seabrana sesuai dengan peryataan Salisbury (1995), dimana setiap tanaman memiliki respon dan ketahanan yang berbeda terhadap cekaman kekeringan.
Nilai kadar air relatif daun tanaman S. hamata menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata antara perlakuan M0 dengan M1 dan M2. Perlakuan M0
memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan M1 dan M2. Hasil yang berbeda
nyata pada perlakuan M0 dengan M1 dan M2 menunjukkan bahwa tanaman yang
mendapatkan perlakuan cekaman kekeringan, baik ganda maupun tunggal ini tidak dapat menyerap banyak air pada saat terjadi cekaman kekeringan, sehingga nilai RWC yang diperoleh kecil. Hasil yang sama didapat pada tanaman Stylosanthes seabrana dimana perlakuan M0 (52.242) berbeda nyata dengan
perlakuan M1 (15.367) dan M2 (15.457), sedangkan perlakuan M1 tidak berbeda
nyata dengan perlakuan M2. Perlakuan M2 pada tanaman ini memiliki nilai kadar
air relatif yang sama dengan M1. Menurut Jiang dan Huang (1999), cekaman
kekeringan dapat menurunkan nilai kadar air relatif, hal inilah yang menyebabkan S. hamata dan S. seabrana mengalami penurunan pada perlakuan M1 dan M2.
Data hasil pengamatan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 2 untuk tanaman S. seabrana dan S. hamata.
Tabel 2 Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Bobot Kering Legum S. seabrana dan S. hamata
Pemberian Hydrogen peroxide menunjukkan hasil yang sangat signifikan pada parameter bobot kering daun pada tanaman S. seabrana dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perlakuan M0. Perbedaan nilai yang sangat signifikan ini
menyatakan bahwa adanya pengaruh dari pemberian Hydrogen peroxide terhadap bobot kering daun pada tanaman yang mengalami stress kekeringan. Nilai yang berbeda didapat pada tanaman S. hamata dimana perlakuan M0 berbeda nyata
dengan perlakuan M1 dan M2, namun perlakuan M2 tidak berbeda nyata dengan
M1. Perbedaan nilai M0 dengan M1 dan M2 pada kedua tanaman Stylosanthes
8
air pada tanaman dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan sel, sehingga dapat menurunkan hasil produksi tanaman. Pada kedua tanaman baik tanaman S. hamata maupun S. seabrana efek pemberian Hydrogen peroxide tidak memberikan pengaruh yang signifikan untuk parameter bobot kering daun.
Rataan bobot kering batang pada tanaman S. hamata menunjukkan nilai yang berbeda nyata antara perlakuan M0 dengan M1 dan M2 (Tabel 2). Perlakuan
M0 memiliki rataan bobot kering yang lebih tinggi diantara perlakuan lainnya,
dan nilai yang paling sedikit didapatkan dari perlakuan M2. Dari nilai yang didapat memperlihatkan bahwa pemberian Hydrogen peroxide tidak memengaruhi bobot kering dari batang tanaman S. hamata. Nilai yang berbeda didapat dari tanaman S. seabrana, hasil yang diperoleh adalah perlakuan M0 berbeda nyata
dengan perlakuan M1 dan M2, namun nilai M2 lebih tinggi dibandingkan dengan
M1. Nilai dari perlakuan M2 yang lebih tinggi dari perlakuan M1 ini membuktikan
bahwa adanya pengaruh dari Hydrogen peroxide pada tanaman terhadap cekaman kekeringan.
Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering akar yang dapat dilihat pada Tabel 2 . Bobot kering akar tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap semua perlakuan pada tanaman S. hamata, tidak adanya perbedaan yang nyata pada semua perlakuan antara M1 dan M2 pun tidak terjadi kenaikan. Tanaman S.
seabrana terdapat hasil berbeda nyata antara nilai M0 dengan M1 dan M2,
perbedaan nilai yang berbeda nyata ini memberikan arti bahwa adanya pengaruh cekaman kekeringan dengan pertumbuhan akar tanaman. Nilai M1 tidak berbeda
nyata dengan M2, menunjukkan penyemprotan H2O2 tidak memiliki pengaruh
terhadap bobot kering akar pada tanaman yang diberikan cekaman kekeringan. Menurut Ishibashi et al. (2011), pada tanaman yang tahan terhadap cekaman kekeringan, apabila disemprotkan Hydrogen peroxide akan mengeluarkan mekanisme untuk meningkatkan ketahanannya terhadap cekaman kekeringan dengan cara meningkatkan mRNA sehingga dapat mensintesis lebih banyak enzim d-myo-inositol 3-fosfat dan enzim galactinol. Kedua enzim tersebut nantinya akan membantu dalam biosintesis gula oligosakarida yang dikenal untuk membantu tanaman mentolerir cekaman kekeringan. Karti (2012), menyatakan bahwa tanaman S. seabrana termasuk ke dalam tanaman yang tahan terhadap cekaman kekeringan, mekanisme yang dikeluarkan untuk meningkatkan ketahanan terhadap cekaman kekeringan melalui akumulasi prolin dan gula terlarut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
9
Saran
Diperlukan pengujian terhadap leguminosa lokal Indonesia yang tahan kekeringan saja ataupun cekaman kekeringan ganda. Tanaman ini dapat di tempatkan di daerah kering sebagai tanaman pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abele D, Burlando B, Viarengo A, Portner HO. 1998. Exposure to elevated temperatures and hydrogen peroxide elicits oxidative stress and antioxidant renponse in the Antarctic intertidal limpet Nucella concinna. Comp Biochem Physiol Part B 120:425-435.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Blum ACY, Sullivan HT, Nguyen. 1997. The effect of plant size on wheat response to agents of drought stress II. Water deficit, heat and ABA. Aust J Plant Physiol 24:43-48.
Chaves MM, Pereira JS, Maroco J, Rodrigues ML, Ricardo CP,Osorio ML, Carvalho I, Faria F, Pinheiro C. 2002. How plants cope with water stress in field. Photosynthesis and growth. Annals Bot. 89:907-916.
Djazuli M. 2010. Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan Dan Beberapa Karakter Morfo- fisiologis Tanaman Nilam. Bul. Littro 21(1):8-17. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2013. Stylosanthes hamata (L.) Taub
[Internet]. [diacu 2013 Feb 10]. Tersedia dari:
http://www.fao.org/ag/agp/AGPC/doc/Gbase/data/pf00065.html.
Hanafiah KA. 2005. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada
Hapsoh, Sudirman Y, Teuku MHO, Bambang SP. 2006. Respon fisiologi beberapa genotipe kedelai yang bersimbiosis dengan MVA terhadap berbagai tingkat cekaman kekeringan. Hayati 13:43-48.
Husni A, Kosmiatin M, Mariska I. 2006. Peningkatan Toleransi Kedelai Sindoro terhadap Kekeringan Melalui Seleksi In Vitro. Bul. Agron 34(1):25-31.
Ishibashi Y, Yamaguchi H, Yuasa T, Iwaya-Inoue M. 2011. Hydrogen peroxide spraying alleviates drought stress in soybean plants. J Plants Physiol 168:1562-1567.
Jaleel CA, Manivannan P, Wahid, Farooq A, Al-Juburi A, Somasundaram HJ, Pannerselvam R. 2009. Drought stress in plant: A review on morphological characteristics and pigments composition. Int J Agri Biol 11: 100-105.
Jiang Y, Huang B. 2001. Drought and heat stress injury to two cool-season turfgrasses in relation to antioxidant metabolism and lipid peroxidation. Crop Sci. 41:436-442.
Karti PDMH. 2004. Effect of arbuscular mycorhizal fungi on growth and production of Setaria splendida stapf in drought stress. Med. Pet. 27(2):63-68. Karti PDMH, Astuti DA, Nofryangtri S. 2012. The role of arbuscular mycorrhizal
10
Liang J, Zhang J,Wong MH. 1997. Can stomatal closure caused by xylem ABA explain in the inhibition of leaf photosynthesis under soil drying?. Photosyn Res 51:149-159.
Mannetje LT. 2012. Stylosanthes seabrana Maass & 't Mannetje [Internet]. [diacu 2013 Feb 10]. Tersedia dari: http://www.fao.org/doc/Gbase/data/pf0496.html. Passarakli M. 2002. Handbook of plant and crop stress. New York (US): Marcel
Dekker.
Prochazkova D, Sairam RK, Srivastava GC, Singh DV. 2001. Oxidative stress and antioxidant activity as the basis of senescence in maize leaves. Plant Sci. 161:765-771
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan: Diah R Lukman dan Sumaryono. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
Sgherri CLM, Navari- Izzo F. 1995. Sunflower seedlings subjected to increasing water deficit stress: oxidative stress and defense mechanisms. Plant Physiol 93:25-30
Sitompul SM, Bambang G. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID):Gadjah Mada University Pr.
Smirnoff N. 1993. The role of active oxygen in the response of plants to water deficit and desiccation. New Phytol 125:25-58.
Tjondronegoro P, Said H, Prawiranata W. 1989. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor (ID) IPB Pr.
11
LAMPIRAN
Lampiran 1 Sidik ragam kadar air tanah S. seabrana hari ke-24
SK Db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 580.464 290.232 2.829** 4.256 8.021 0.000
Galat 9 0.923 0.103
Total 11 581.387
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
nilai F pada taraf kesalahan 1 % , ** = Sangat berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 2 Uji lanjut duncan kadar air tanah S. seabrana hari ke-24
Perlakuan Ulangan Subset
Lampiran 3 Sidik ragam pertambahan jumlah daun trifoliate S. seabrana sampai hari ke-24
SK Db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 137.692 68.846 24.211** 4.256 8.021 0.000 Galat 9 25.592 2.844
Total 11 163.284
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
Lampiran 5 Sidik ragam pertambahan tinggi S. seabrana sampai hari ke-24
SK Db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 1.143 0.571 10.285* 4.256 8.021 0.005 Galat 9 0.500 0.056
Total 11 1.643
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
12
Lampiran 6 Uji lanjut duncan pertambahan tinggi S. seabrana sampai hari ke-24
Perlakuan Ulangan Subset
Lampiran 7 Sidik ragam RWC daun S. seabrana sampai hari ke-24
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 3617.213 1808.606 436.292** 4.256 8.021 0.000 Galat 9 37.309 4.145
Total 11 3654.521
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
nilai F pada taraf kesalahan 1 % , ** = Sangat berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 8 Uji lanjut duncan RWC daun S. seabrana sampai hari ke-24
Perlakuan N Subset
Lampiran 9 Sidik ragam kadar air tanah S. hamata hari ke-24
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 580.464 280.232 2829.000** 4.256 8.021 0.000
Galat 9 0.923 0.103
Total 11 581.387
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
nilai F pada taraf kesalahan 1 %, ** = Sangat berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 10 Uji lanjut duncan kadar air tanah S. hamata hari ke-24
13
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
Lampiran 13 Sidik ragam pertambahan tinggi S. hamata sampai hari ke-24
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 0.606 0.303 22.060** 4.256 8.021 0.000
Galat 9 0.124 0.014
Total 11 0.730
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
nilai F pada taraf kesalahan 1 %, ** = Sangat berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 14 Uji lanjut duncan pertambahan tinggi S.hamata sampai hari ke-24
Perlakuan N Subset
Lampiran 15 Sidik ragam RWC daun S. hamata sampai hari ke-24
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 2056.439 1028.219 253.996** 4.256 8.021 0.000 Galat 9 36.434 4.048
Total 11 2092.872
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
14
Lampiran 16 Uji lanjut duncan RWC daun S. hamata sampai hari ke-24
Perlakuan N Subset
Lampiran 17 Sidik ragam produksi bobot kering daun S. seabrana
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 126.094 63.047 11.668** 4.256 8.021 0.000 Galat 9 48.631 5.403
Total 11 174.725
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
nilai F pada taraf kesalahan 1 %, ** = Sangat berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 18 Uji lanjut duncan produksi bobot kering daun S. seabrana
Perlakuan N Subset
Lampiran 19 Sidik ragam produksi bobot kering batang S. seabrana
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 12.887 6.444 55.752** 4.256 8.021 0.000 Galat 9 1.040 0.116
Total 11 13.927
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
nilai F pada taraf kesalahan 1 %, ** = Sangat berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 20 Uji lanjut duncan produksi bobot kering batang S. seabrana
Perlakuan N Subset
15 Lampiran 21 Sidik ragam produksi bobot kering akar S seabrana
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 0.279 0.140 9.386** 4.256 8.021 0.006
Galat 9 0.134 0.015
Total 11 0.413
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
nilai F pada taraf kesalahan 1 %, ** = Sangat berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 22 Uji lanjut duncan ragam produksi bobot kering akar S. seabrana
Perlakuan N Subset
M0 : kontrol ; M1 : stress kekeringan; M2 : stress kekeringan dan dengan H2O2
Lampiran 23 Sidik ragam produksi bobot kering daun S. hamata
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 120.124 60.062 24.677 4.256 8.021 0.000 Galat 9 21.905 2.434
Total 11 142.030
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
nilai F pada taraf kesalahan 1 %, ** = Sangat berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 24 Uji Lanjut duncan produksi bobot kering daun S. hamata
Perlakuan N Subset
M0 : kontrol ; M1 : stress kekeringan; M2 : stress kekeringan dan dengan H2O2
Lampiran 25 Sidik ragam produksi bobot kering batang S. hamata
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 6.324 3.162 8.181** 4.256 8.021 0.009 Galat 9 3.479 0.387
Total 11 9.803
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
16
Lampiran 26 Uji lanjut duncan produksi bobot kering batang S. hamata
Perlakuan N Subset
1 2
M1 4 2.115
M2 4 1.907
M0 4 3.540
Sig. 0.648 1.000
M0 : kontrol ; M1 : stress kekeringan; M2 : stress kekeringan dan dengan H2O2
Lampiran 27 Sidik ragam produksi bobot kering akar S. hamata
SK db JK KT F F 0.05 F 0.01 Sig.
Perlakuan 2 0.040 0.020 1.498 4.256 8.021 0.275
Galat 9 0.121 0.013
Total 11 0.162
SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01:
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 12 Agustus 1990 di Bekasi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Wagimun dan Ibu Sujiati.
Studi pertama Penulis di SDN Perwira VI Bekasi Utara. Setelah lulus, Penulis melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bekasi Utara dari tahun 2002 sampai 2005. Penulis melanjutkan sekolahnya di Sekolah Menengah Atas Islam An-Nur selama 1 tahun kemudian meneruskannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tarumajaya Bekasi hingga lulus SMA. Penulis diterima di IPB pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama selama satu tahun, Penulis masuk di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan pada tahun 2009.
Selama menjalankan studinya di IPB, Penulis mengikuti perkumpulan Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER). Penulis juga mengikuti Ekstrakurikuler Teater Kandang, Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Penulis juga sering mengikuti acara-acara yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan sebagai panitia.