• Tidak ada hasil yang ditemukan

Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit Di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit Di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK

Elaeidobius kamerunicus

Faust. PADA BUNGA BETINA

TANAMAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PTPN VIII

CIKASUNGKA, BOGOR

AMINAH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

AMINAH. Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.

Elaeidobius kamerunicus adalah kumbang polinator efektif pada tanaman kelapa sawit. Keberadaan kumbang penyerbuk kelapa sawit di perkebunan sangat diperlukan dalam meningkatkan pembentukan buah untuk menjamin kelangsungan penyerbukan pada kelapa sawit, diperlukan kumbang dengan jumlah optimum. Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus menentukan penyerbukan pada kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur tujuh tahun. Pengamatan frekuensi kunjungan kumbang dilakukan dengan fix method selama 10 menit, dengan menggunakan blok waktu, yaitu pagi (09.00-10.00), siang (13.00-14.00), dan sore (16.00-17.00). Parameter lingkungan juga di ukur selama pengamatan kumbang. Frekuensi kunjungan kumbang ke bunga betina tertinggi (121 kumbang/10 menit) terjadi pada pagi hari. Kunjungan pada siang hari (23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17 kumbang/10 menit) lebih rendah dibandingkan pagi hari. Frekuensi kunjungan kumbang berkaitan secara signifikan dengan suhu dan kecepatan angin

Kata kunci: Frekuensi kunjungan, Elaeidobius kamerunicus, kelapa sawit, penyerbukan, parameter lingkungan.

ABSTRACT

AMINAH. Visiting Frequency of Weevil Pollinator Elaeidobius kamerunicus Faust. on Oil Palm’s Female Flowers in PTPN VII Cikasungka, Bogor. Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.

Elaeidobius kamerunicus is the effective pollinators of oil palm plants. Weevil pollinator, E. kamerunicus in the plantation is useful to increase fruit set. Continuity of the oil palm pollination require minimal induvidual of the weevil. This study aimed to study visiting frequency of E. kamerunicus on oil palm’s female flowers age seven years. Visiting frequency of E. kamerunicus were observed by fixed sample method in 10 minutes using time blocks, which were in the morning (09:00-10:00 am), afternoon (13:00-14:00 pm), and evening (16:00-17:00 pm). Environmental parameters also were measured. The results showed that the highest weevil visiting frequency to female flowers was occured in the morning (121 weevils/10 minutes). Visiting frequency of the weevils in the afternoon (23 weevils/10 minutes) and evening (17 weevil/10 minutes) were lower than that in the morning. The weevil’s visiting frequency related significantly to temperature and wind speed.

(3)

iii

FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK

Elaeidobius kamerunicus

Faust. PADA BUNGA BETINA

TANAMAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PTPN VIII

CIKASUNGKA, BOGOR

AMINAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk

Elaeidobius kamerunicus

Faust. Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit Di Perkebunan PTPN

VIII Cikasungka, Bogor

Nama : Aminah

NIM : G34070014

Menyetujui,

Dr. Tri Atmowidi, M.Si. Yana Kurniawan, M.Si.

Pembimbing I

Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

Ketua Departemen Biologi

(5)

v

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini berjudul Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit Di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juli bertempat di PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tri Atmowidi, M.Si. dan Yana Kurniawan M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingannya selama melaksanakan penelitian serta kepada Dr. Triadiati, M.Si. selaku penguji atas saran yang telah diberikan. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Pak Dodi, Pak Heri, Pak Awang, Pak Adang, Pak Firman, dan Pak Jaya selaku pihak PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka, Bogor yang telah banyak membantu dalam penelitian di lapang.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibuku Hopsah yang selalu sabar mendidikku, Bapakku Arju yang selalu menasihatiku, kedua kakakku Solihin dan Istiharoh yang selalu memberikan banyak dukungan serta kedua adikku Aisyah dan Abi yang selalu memberikan keceriaan dalam hidupku. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada sahabatku Yakub, Aya, dan Raisa yang selalu mengerti akan diriku, karibku Niken, Rani, dan Vita sebagai tempatku belajar dan selalu memberikan motivasi terbaik sehingga aku bisa survive di Biologi, teman-temanku yang selalu berbagi suka Rina, Gesti, Karin, Nisful, Afticha, Nia, Adian, Aidatun, Heni, Ivan, Made, dan Bisri, teman perjuangan penelitian Komal, Gisa, Alin, Nabil, dan Kak Nikki yang selalu memberi semangat dan teman-teman Biologi angkatan 44, 43, dan 45 yang lain atas kebersamaan selama penelitian.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memberi informasi kepada pembaca.

Bogor, September 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok, Jawa Barat pada tanggal 25 September 1989 dari Ayah yang bernama Arju dan Ibunda yang bernama Hopsah. Penulis merupakan putri ke tiga dari lima bersaudara. Penulis memulai pendidikan formalnya sejak tahun 1995 di Madrasah Ibtidaiyah (MI) YASMA Depok Timur, kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya pada tahun 2001 di MTS Alkautsar Depok Timur dan tahun 2004 di SMA PLUS PGRI Cibinong. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK sebagai mahasiswi Mayor di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 1

Bahan dan Alat ... 1

Metode ... 1

Pengamatan Frekuensi Kunjungan ... 1

Pengukuran Parameter ... 2

Analisis Data ... 2

HASIL ... Morfologi Kumbang ... 2

Frekuensi Kunjungan ... 2

Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus dengan Parameter Lingkungan ... 2

PEMBAHASAN ... 4

SIMPULAN DAN SARAN ... 5

DAFTAR PUSTAKA ... 5

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit ... 2

2 Parameter lingkungan di perkebunan PTPN VIII cikasungka selama

10 hari pengamatan ... 3

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tandan bunga betina kelapa sawit sedang anthesis (a) dan bunga betina

anthesis (b)

... 2

2 Kumbang E. kamerunicus jantan (a) dan betina (b) ... 2

3 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan suhu udara (a),

kecepatan angin (b), kelembapan (c), dan intensitas cahaya (d) ... 3

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Palmae. Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dan bersifat monoecious, yaitu bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon (Sastrosayono 2003). Waktu anthesis kedua jenis bunga tersebut, jarang bersamaan dalam satu pohon, sehingga dalam penyerbukan memerlukan serbuk sari (polen) dari tanaman lainnya. Proses penyerbukan pada kelapa sawit dapat terjadi apabila ada perantara yang mampu memindahkan serbuk sari dari bunga jantan ke bunga betina yang sedang anthesis. Proses penyerbukan pada kelapa sawit sebagian besar berlangsung dengan bantuan serangga dan sebagian kecil oleh angin (Siregar 2006). Kehadiran serangga pada tanaman kelapa sawit dapat membantu proses penyerbukan silang yang dapat meningkatkan hasil buah dan biji.

Serangga penyerbuk yang penting dan efektif dalam penyerbukan kelapa sawit adalah Elaeidobius kamerunicus Faust. (Syed et al. 1982). Ponnamma et al. (1986) melaporkan bahwa E. kamerunicus merupakan serangga polinator alami kelapa sawit yang didatangkan dari Afrika Barat tahun 1984. Kumbang ini termasuk dalam ordo Coleoptera yang memiliki tubuh dengan panjang sekitar 4 mm, lebar sekitar 1,5 mm, dan warna coklat kehitam-hitaman (Syed et al. 1982; Setyawibawa & Widyastuti 1992). Pada tubuh kumbang ini terdapat bulu-bulu. Pada saat pencarian pakan di bunga jantan, banyak serbuk sari menempel pada permukaan tubuh kumbang ini dan akan terbawa ke bunga betina saat kumbang ini mencari nektar (Kurniawan 2010).

Kumbang E. kamerunicus merupakan serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif. Kumbang ini berkembang biak dengan baik pada bunga jantan, sehingga tidak memerlukan penyebaran ulang di perkebunan. Kumbang ini dapat mencapai bunga betina yang terletak pada tandan sebelah dalam, sehingga penyerbukannya lebih sempurna (Mangoensoekarjo & Semangun 2003). Kumbang E. kamerunicus dapat memberikan keuntungan bagi kelapa sawit, diantaranya dapat meningkatkan produksi minyak dan nilai fruit set (Harun & Noor 2002).

Bunga betina pada saat anthesis akan memproduksi senyawa volatil. Senyawa volatil dapat berfungsi sebagai zat penolak atau penarik serangga. Senyawa volatil yang

berfungsi sebagai zat penolak disebut sebagai repellent, sedangkan senyawa volatil yang berfungsi sebagai penarik disebut sebagai atraktan (Dadang & Prijono 2008). Agus et al. (2007) melaporkan bahwa bunga betina kelapa sawit yang anthesis menghasilkan senyawa volatil, yaitu estragole (p-metoksialilbenzena). Senyawa volatil tersebut menyebabkan E. kamerunicus tertarik untuk mengunjungi bunga betina (Susanto et al. 2007).

Labarca et al. (2007) melaporkan bahwa faktor lain yang menyebabkan kumbang E. kamerunicus sebagai polinator paling efektif pada kelapa sawit, adalah frekuensi kunjungan ke bunga betina yang tinggi (71,86 %) dibandingkan serangga polinator lainnya. Frekuensi kunjungan kumbang E.kamerunicus sangat menentukan penyerbukan kelapa sawit. Oleh karena itu, penelitian mengenai frekuensi kunjungan serangga penyerbuk E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit, perlu dilakuan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur tujuh tahun di perkebunan PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2011 di perkebunan PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor (Lampiran 1).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bunga betina tanaman kelapa sawit dan kumbang E. kamerunicus. Peralatan yang digunakan adalah stopwatch, counter, kamera digital, handycam, thermo-hygrometer, anemometer, dan luxmeter.

Metode

Pengamatan Frekuensi Kunjungan.

(10)

(Dafni 1992), yang dilakukan selama 10 menit pada blok waktu pengamatan, yaitu pagi (pukul 09.00-10.00), siang (pukul 13.00-14.00), dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Setiap jam dilakukan pengamatan sebanyak 4 kali sehingga total pengamatan adalah 120 kali. Pengamatan dilakukan selama 10 hari. Setiap hari digunakan pohon yang berbeda. Selain itu digunakan pula handycam dan kamera digital untuk merekam aktivitas kumbang.

Gambar 1 Tandan bunga betina kelapa sawit sedang anthesis (a) dan bunga betina anthesis (b).

Pengukuran Parameter Lingkungan. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan di setiap pengamatan frekuensi kunjungan pada setiap blok waktu. Kelembapan dan suhu udara diukur dengan thermo-hygrometer, kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan intensitas cahaya diukur dengan luxmeter.

Analisis Data. Data frekuensi kunjungan disajikan dalam tabel. Frekuensi kunjungan dikaitkan dengan parameter lingkungan yang dianalisis dengan scatter plot, regresi, dan nilai probabilitas (p), dengan software Sigmaplot 11.0, yang dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson.

HASIL

Morfologi E. kamerunicus. Ciri-ciri

kumbang kelapa sawit yaituberwarna cokelat kehitaman, tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang memiliki moncong di bagian mulutnya. Pada bagian toraks terdapat satu pasang sayap depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membraneus). Tungkai tiga pasang yang terletak pada bagian toraks. Kumbang jantan (Gambar 2a) dan betina (Gambar 2b) memiliki beberapa perbedaan. Kumbang jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih ramping dari kumbang betina, moncong jantan lebih pendek dari kumbang betina, permukaan tubuh jantan memiliki bulu-bulu halus lebih banyak dari betina, pada bagian pangkal elytra kumbang jantan terdapat tonjolan, sedangkan betina tidak terdapat tonjolan.

Gambar 2 Kumbang E. kamerunicus jantan (a) dan betina (b).

Frekuensi Kunjungan. Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus di lokasi perkebunan bervariasi. Kunjungan tertinggi (121 kumbang/10 menit) didapatkan pada pagi hari. Frekuensi kunjungan kumbang siang hari (23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17 kumbang/10 menit) lebih rendah (Tabel 1).

Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit

Keterangan: Nilai di dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum.

Hari Jumlah Kunjungan (10 menit) Rata-rata

Pagi Siang Sore

1 164 (53-448) 32 (11-42) 22 (14-28) 73

2 152 (88-182) 25 (17-42) 19 (9-31) 65

3 76 (48-135) 21 (12-33) 20 (15-28) 39

4 164 (82-228) 24 (14-32) 18 (12-26) 68

5 168 (94-287) 22 (18-26) 18 (6-32) 69

6 228 (94-427) 24 (15-30) 19 (11-27) 90

7 61 (38-89) 19 (13-31) 15 (9-23) 32

8 50 (21-75) 12 (7-18) 7 (3-12) 23

9 69 (12-123) 28 (14-38) 14 (10-23) 37

10 75 (53-107) 23 (15-31) 22 (12-39) 40

Rata-rata 121 23 17 54

a

b

a

(11)

3

Suhu (°C)

26 28 30 32 34 36 38

J u m la h K u m b a n g 0 100 200 300 400 500

y= 433,19 - 12,02x r = - 0,39 r2

= 0,15 p = 0, 03

Kecepatan Angin (m/s)

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

J u m la h K u m b a n g -100 0 100 200 300 400 500

y= 69,96 - 268,23x r = -0,40 r2

= 0,16 p= 0,03

Kelembapan (%)

30 40 50 60 70 80 90

J u m la h K u m b a n g 0 100 200 300 400 500

y = -54,29 + 1,59 x r = 0,29 r2

= 0,08 p = 0,11

Intensitas Cahaya (Lux)

0 2000 4000 6000 8000 10000

J u m la h K u m b a n g 0 100 200 300 400 500

y = 76,52 - 0,01x r = - 0,21

r2 = 0,04

p = 0,27

Hubungan Kunjungan E. kamerunicus

dengan Parameter Lingkungan.

Berdasarkan hasil pengamatan, suhu udara di perkebunan berkisar 27,3 °C dan 36,5°C, kelembapan udara berkisar 45% dan 84,2%, kecepatan angin berkisar 0,0 m/s dan 0,6 m/s, dan intensitas cahaya berkisar 684 lux dan 9.150 lux (Tabel 2).

Suhu udara dan kecepatan angin berpengaruh signifikan (p= 0,03 dan p= 0,03) terhadap kunjungan frekuensi E.kamerunicus, namun dengan korelasi lemah (r= -0,369) (r=-0,209). Kelembapan udara dan intensitas cahaya tidak signifikan terhadap jumlah kunjungan E. kamerunicus (p= 0,114 dan p= 0,286 dan memiliki korelasi yang lemah juga (r=0,29 dan r=-0,21 (Gambar 3).

Tabel 2 Parameter lingkungan di perkebunan PTPN VIII Cikasungka selama 10 hari pengamatan

Keterangan: Nilai di dalam tabel merupakan nilai rata-rata setiap unsur cuaca dan angka di dalam kurung

..merupakan nilai minimum dan maksimum.

Gambar 3 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan suhu udara (a), kecepatan angin (b), kelembapan (c), dan intensitas cahaya (d).

Parameter Waktu

Pagi Siang Sore

Suhu (°C) 30,9 (27,3-34,5) 32,5 (28,0-36,5) 31,23 (27,5-33,8)

Kelembapan (%) 69,7 (50-84,2) 62,27 (45-74,8) 71,24 (48-84,1)

Kecepatan angin (m/s) 0,0 (0,0-0,0) 0,1 (0,0-0,6) 0,1 (0,0-0,5)

Intensitas cahaya (lux) 2108.2 (1088-6690) 3598.53 (1890-9150) 1995.7 (684-7230)

a b

(12)

PEMBAHASAN

Penyerbukan merupakan bertemunya serbuk sari dengan kepala putik (stigma). Lebih dari 80% spesies tanaman bergantung pada serangga untuk membawa serbuk sari dari satu bunga ke bunga lain (Raju & Ezradanam 2002; Fahem et al. 2004). Tanaman kelapa sawit memerlukan serangga penyerbuk yang efektif, seperti Elaeidobius kamerunicus. Hal ini dikarenakan proses mekarnya bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit jarang bersamaan, sehingga memerlukan perantara untuk memindahkan serbuk sari ke kepala putik. Dafni (1992) melaporkan bahwa efektivitas serangga penyerbuk dapat diukur dari frekuensi kunjungan pada bunga.

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan bahwa rata-rata frekuensi kunjungan adalah 54 kumbang/10 menit. Dengan asumsi bahwa E. kamerunicus aktif dalam penyerbukan selama 8 jam/hari, maka frekuensi kunjungan kumbang ke bunga betina sebanyak 2.592 individu kumbang/hari. Syed & Salleh (1987) melaporkan bahwa di perkebunan sawit di Malaysia dibutuhkan 1500 individu E. kamerunicus dewasa per hektar untuk dapat menyerbuki bunga betina. Oleh karena itu, proses penyerbukan yang dilakukan oleh 2.592 E. kamerunicus di perkebunan Cikasungka sudah cukup mencapai tingkat polinasi minimum yang dibutuhkan.

Hasil pengamatan kunjungan kumbang pada tiga blok waktu pengamatan, didapatkan bahwa jumlah kunjungan tertinggi (121 kumbang/10 menit) terjadi pada waktu pagi hari. Anggraini (2010) melaporkan bahwa aktivitas terbang E. kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit yang mekar dimulai pada pukul 08.00 pagi. Labarca et al. (2007) juga melaporkan bahwa E. kamerunicus memiliki aktivitas tertinggi pada pukul 08.30-14.00, tergantung pada ketersediaan dari bunga jantan matang. Pada sore hari, kumbang ini tidak banyak melakukan aktivitas, sehingga banyak individu berkumpul pada bunga jantan kelapa sawit (Ponnamma 1999).

Serangga penyerbuk secara umum mengunjungi bunga karena adanya faktor penarik, yaitu bentuk dan warna bunga, serbuk sari, nektar, dan aroma. Selain faktor bunga, kunjungan serangga juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi diantaranya adalah

suhu, kelembapan udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin (Dafni 1992).

Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu udara dan kecepatan angin mempengaruhi jumlah kunjungan kumbang. Dari data yang diperoleh dapat di ketahui bahwa semakin tinggi suhu udara dan kecepatan angin maka kunjungan kumbang E. kamerunicus semakin rendah. Dalam pengamatan ini, jumlah kunjungan kumbang tertinggi terjadi pada suhu 27-32°C. Barth (2010) melaporkan bahwa rentang suhu ini juga merupakan kondisi untuk koloni lebah dapat beraktivitas dan berkembang dengan baik. Amano et al. (2000) juga melaporkan bahwa lebah madu melakukan aktivitas mencari pakan pada kisaran suhu 26–34°C. Pergerakan angin yang terlalu tinggi dapat menggangu aktivitas terbang E. kamerunicus untuk hinggap di bunga betina.

Kelembapan dan intensitas cahaya kurang mempengaruhi kunjungan kumbang E. kamerunicus untuk berkunjung ke bunga betina. Hal ini dikarenakan kelembapan dan intensitas cahaya mempunyai dampak tidak langsung terhadap jumlah kunjungan kumbang. Ratnasari (2010) melaporkan bahwa kelembapan yang tinggi hanya akan merangsang perkembangan penyakit tanaman dan intensitas cahaya yang rendah akan menyebabkan karangan bunga gugur. Pada pengamatan ini, jumlah kunjungan kumbang yang tertinggi berada pada kisaran kelembapan relatif 70-85%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Mandiri (2010) yang melaporkan bahwa populasi kumbang ditemukan tinggi pada kisaran kelembapan 70-80%. Berdasarkan pengukuran intensitas cahaya, jumlah kunjungan kumbang tinggi terjadi pada kisaran 1500-3600 lux.

(13)

5

SIMPULAN

Frekuensi kunjungan tertinggi E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit anthesis terjadi pada waktu pagi hari, yaitu 121 kumbang/10 menit. Frekuensi kunjungan kumbang yang tinggi terjadi pada kisaran suhu 27-32°C, kelembapan 70-80%, intensitas cahaya 1500-3600 lux, dan pada kecepatan angin yang rendah.

SARAN

Perlu dilakukan pengamatan tentang perilaku kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit, sehingga dapat mendukung keefektifan kumbang dalam penyerbukan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus S, Roletha YP, Agus EP. 2007. Elaeidobius kamerunicus, Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (RISPA).

Amano K, Nemoto T, Heard TA. 2000. What are stingless bees and why and how to use them as crop pollinator?. A review JARQ 34: 183-190.

Anggraini A. 2010. Estimasi populasi Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) menggunakan perangkap dan aktivitasnya pada bunga kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) [skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.

Barth FG. 1991. Insect and Flowers : The Biology of Partnership. New Jersey: Princetin Univ Pr.

Dafni A. 1992. Pollination Ecology: A Practical Approach. USA: Oxford University Press. Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati:

Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, IPB.

Faheem M, Aslam M, Razaq M. 2004. Pollination ecology with special reference to insects a review. J Res. Sci 4: 395-409.

Harun MH, Noor MRM. 2002. Fruit set and oil palm bunch component. Oil Palm Research 14: 24-33.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Labarca MV, Potillo E, Narvaez YZ. 2007. Relationship Between Inflorescences, Climate and the Pollinating in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacquin) Plantation Located in South Lake of Maracaibo, Zulia State. Rev Fac Agron (LUZ). 24:303-320.

Mandiri TL. 2010. Populasi Kumbang Penyerbuk Elaeidobius kaerunicus Faust pada Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) Umur Enam Tahun. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Mangoensoekarjo S, Semangun H. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: UGM Press.

Ponnama KN, Dhileepan K, Sasidharan VG. 1986. Record of the pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleptera: Curculionidae) in oil palm plantations of Kerala. Cur Science 55: 19.

Ponnamma KN. 1999. Diurnal variation in the population of Elaeidobius kamerunicus on the anthesising male inflorescences of oil palm. AGRIS record 75:405-410.

Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Pollination ecology and fruiting behavior in a monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Cur Science 83: 1395-1398.

Ratnasari D. 2009. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Belum Menghasilkan dengan Menggunakan Metode Sekat Pertumbuhan Terbaik [skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian.

Sastrosayono S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Setyawibawa I, Widyastuti YE. 1992. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

(14)

Susanto S, Rolettha YP, Agus EP. 2007. Elaeidobius kamerunicus: Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Syed R, Law JH, Corley RHW. 1982. Insect pollination of oil palm: introduction, establishment and pollinating efficiency of Elaeidobius kamerunicus. Malaysia Planter 58: 547-561.

(15)

7

(16)

Lampiran 1 Lokasi penelitian frekuensi kunjungan kumbang di kebun Cikasungka PTPN VIII Bogor

Keterangan: Bagian yang berwarna merah merupakan lokasi pengamatan frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit umur tanaman tujuh tahun (2004).

(17)

ii

ABSTRAK

AMINAH. Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.

Elaeidobius kamerunicus adalah kumbang polinator efektif pada tanaman kelapa sawit. Keberadaan kumbang penyerbuk kelapa sawit di perkebunan sangat diperlukan dalam meningkatkan pembentukan buah untuk menjamin kelangsungan penyerbukan pada kelapa sawit, diperlukan kumbang dengan jumlah optimum. Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus menentukan penyerbukan pada kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur tujuh tahun. Pengamatan frekuensi kunjungan kumbang dilakukan dengan fix method selama 10 menit, dengan menggunakan blok waktu, yaitu pagi (09.00-10.00), siang (13.00-14.00), dan sore (16.00-17.00). Parameter lingkungan juga di ukur selama pengamatan kumbang. Frekuensi kunjungan kumbang ke bunga betina tertinggi (121 kumbang/10 menit) terjadi pada pagi hari. Kunjungan pada siang hari (23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17 kumbang/10 menit) lebih rendah dibandingkan pagi hari. Frekuensi kunjungan kumbang berkaitan secara signifikan dengan suhu dan kecepatan angin

Kata kunci: Frekuensi kunjungan, Elaeidobius kamerunicus, kelapa sawit, penyerbukan, parameter lingkungan.

ABSTRACT

AMINAH. Visiting Frequency of Weevil Pollinator Elaeidobius kamerunicus Faust. on Oil Palm’s Female Flowers in PTPN VII Cikasungka, Bogor. Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.

Elaeidobius kamerunicus is the effective pollinators of oil palm plants. Weevil pollinator, E. kamerunicus in the plantation is useful to increase fruit set. Continuity of the oil palm pollination require minimal induvidual of the weevil. This study aimed to study visiting frequency of E. kamerunicus on oil palm’s female flowers age seven years. Visiting frequency of E. kamerunicus were observed by fixed sample method in 10 minutes using time blocks, which were in the morning (09:00-10:00 am), afternoon (13:00-14:00 pm), and evening (16:00-17:00 pm). Environmental parameters also were measured. The results showed that the highest weevil visiting frequency to female flowers was occured in the morning (121 weevils/10 minutes). Visiting frequency of the weevils in the afternoon (23 weevils/10 minutes) and evening (17 weevil/10 minutes) were lower than that in the morning. The weevil’s visiting frequency related significantly to temperature and wind speed.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Palmae. Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dan bersifat monoecious, yaitu bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon (Sastrosayono 2003). Waktu anthesis kedua jenis bunga tersebut, jarang bersamaan dalam satu pohon, sehingga dalam penyerbukan memerlukan serbuk sari (polen) dari tanaman lainnya. Proses penyerbukan pada kelapa sawit dapat terjadi apabila ada perantara yang mampu memindahkan serbuk sari dari bunga jantan ke bunga betina yang sedang anthesis. Proses penyerbukan pada kelapa sawit sebagian besar berlangsung dengan bantuan serangga dan sebagian kecil oleh angin (Siregar 2006). Kehadiran serangga pada tanaman kelapa sawit dapat membantu proses penyerbukan silang yang dapat meningkatkan hasil buah dan biji.

Serangga penyerbuk yang penting dan efektif dalam penyerbukan kelapa sawit adalah Elaeidobius kamerunicus Faust. (Syed et al. 1982). Ponnamma et al. (1986) melaporkan bahwa E. kamerunicus merupakan serangga polinator alami kelapa sawit yang didatangkan dari Afrika Barat tahun 1984. Kumbang ini termasuk dalam ordo Coleoptera yang memiliki tubuh dengan panjang sekitar 4 mm, lebar sekitar 1,5 mm, dan warna coklat kehitam-hitaman (Syed et al. 1982; Setyawibawa & Widyastuti 1992). Pada tubuh kumbang ini terdapat bulu-bulu. Pada saat pencarian pakan di bunga jantan, banyak serbuk sari menempel pada permukaan tubuh kumbang ini dan akan terbawa ke bunga betina saat kumbang ini mencari nektar (Kurniawan 2010).

Kumbang E. kamerunicus merupakan serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif. Kumbang ini berkembang biak dengan baik pada bunga jantan, sehingga tidak memerlukan penyebaran ulang di perkebunan. Kumbang ini dapat mencapai bunga betina yang terletak pada tandan sebelah dalam, sehingga penyerbukannya lebih sempurna (Mangoensoekarjo & Semangun 2003). Kumbang E. kamerunicus dapat memberikan keuntungan bagi kelapa sawit, diantaranya dapat meningkatkan produksi minyak dan nilai fruit set (Harun & Noor 2002).

Bunga betina pada saat anthesis akan memproduksi senyawa volatil. Senyawa volatil dapat berfungsi sebagai zat penolak atau penarik serangga. Senyawa volatil yang

berfungsi sebagai zat penolak disebut sebagai repellent, sedangkan senyawa volatil yang berfungsi sebagai penarik disebut sebagai atraktan (Dadang & Prijono 2008). Agus et al. (2007) melaporkan bahwa bunga betina kelapa sawit yang anthesis menghasilkan senyawa volatil, yaitu estragole (p-metoksialilbenzena). Senyawa volatil tersebut menyebabkan E. kamerunicus tertarik untuk mengunjungi bunga betina (Susanto et al. 2007).

Labarca et al. (2007) melaporkan bahwa faktor lain yang menyebabkan kumbang E. kamerunicus sebagai polinator paling efektif pada kelapa sawit, adalah frekuensi kunjungan ke bunga betina yang tinggi (71,86 %) dibandingkan serangga polinator lainnya. Frekuensi kunjungan kumbang E.kamerunicus sangat menentukan penyerbukan kelapa sawit. Oleh karena itu, penelitian mengenai frekuensi kunjungan serangga penyerbuk E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit, perlu dilakuan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur tujuh tahun di perkebunan PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2011 di perkebunan PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor (Lampiran 1).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bunga betina tanaman kelapa sawit dan kumbang E. kamerunicus. Peralatan yang digunakan adalah stopwatch, counter, kamera digital, handycam, thermo-hygrometer, anemometer, dan luxmeter.

Metode

Pengamatan Frekuensi Kunjungan.

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Palmae. Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dan bersifat monoecious, yaitu bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon (Sastrosayono 2003). Waktu anthesis kedua jenis bunga tersebut, jarang bersamaan dalam satu pohon, sehingga dalam penyerbukan memerlukan serbuk sari (polen) dari tanaman lainnya. Proses penyerbukan pada kelapa sawit dapat terjadi apabila ada perantara yang mampu memindahkan serbuk sari dari bunga jantan ke bunga betina yang sedang anthesis. Proses penyerbukan pada kelapa sawit sebagian besar berlangsung dengan bantuan serangga dan sebagian kecil oleh angin (Siregar 2006). Kehadiran serangga pada tanaman kelapa sawit dapat membantu proses penyerbukan silang yang dapat meningkatkan hasil buah dan biji.

Serangga penyerbuk yang penting dan efektif dalam penyerbukan kelapa sawit adalah Elaeidobius kamerunicus Faust. (Syed et al. 1982). Ponnamma et al. (1986) melaporkan bahwa E. kamerunicus merupakan serangga polinator alami kelapa sawit yang didatangkan dari Afrika Barat tahun 1984. Kumbang ini termasuk dalam ordo Coleoptera yang memiliki tubuh dengan panjang sekitar 4 mm, lebar sekitar 1,5 mm, dan warna coklat kehitam-hitaman (Syed et al. 1982; Setyawibawa & Widyastuti 1992). Pada tubuh kumbang ini terdapat bulu-bulu. Pada saat pencarian pakan di bunga jantan, banyak serbuk sari menempel pada permukaan tubuh kumbang ini dan akan terbawa ke bunga betina saat kumbang ini mencari nektar (Kurniawan 2010).

Kumbang E. kamerunicus merupakan serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif. Kumbang ini berkembang biak dengan baik pada bunga jantan, sehingga tidak memerlukan penyebaran ulang di perkebunan. Kumbang ini dapat mencapai bunga betina yang terletak pada tandan sebelah dalam, sehingga penyerbukannya lebih sempurna (Mangoensoekarjo & Semangun 2003). Kumbang E. kamerunicus dapat memberikan keuntungan bagi kelapa sawit, diantaranya dapat meningkatkan produksi minyak dan nilai fruit set (Harun & Noor 2002).

Bunga betina pada saat anthesis akan memproduksi senyawa volatil. Senyawa volatil dapat berfungsi sebagai zat penolak atau penarik serangga. Senyawa volatil yang

berfungsi sebagai zat penolak disebut sebagai repellent, sedangkan senyawa volatil yang berfungsi sebagai penarik disebut sebagai atraktan (Dadang & Prijono 2008). Agus et al. (2007) melaporkan bahwa bunga betina kelapa sawit yang anthesis menghasilkan senyawa volatil, yaitu estragole (p-metoksialilbenzena). Senyawa volatil tersebut menyebabkan E. kamerunicus tertarik untuk mengunjungi bunga betina (Susanto et al. 2007).

Labarca et al. (2007) melaporkan bahwa faktor lain yang menyebabkan kumbang E. kamerunicus sebagai polinator paling efektif pada kelapa sawit, adalah frekuensi kunjungan ke bunga betina yang tinggi (71,86 %) dibandingkan serangga polinator lainnya. Frekuensi kunjungan kumbang E.kamerunicus sangat menentukan penyerbukan kelapa sawit. Oleh karena itu, penelitian mengenai frekuensi kunjungan serangga penyerbuk E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit, perlu dilakuan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur tujuh tahun di perkebunan PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2011 di perkebunan PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor (Lampiran 1).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bunga betina tanaman kelapa sawit dan kumbang E. kamerunicus. Peralatan yang digunakan adalah stopwatch, counter, kamera digital, handycam, thermo-hygrometer, anemometer, dan luxmeter.

Metode

Pengamatan Frekuensi Kunjungan.

(20)

(Dafni 1992), yang dilakukan selama 10 menit pada blok waktu pengamatan, yaitu pagi (pukul 09.00-10.00), siang (pukul 13.00-14.00), dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Setiap jam dilakukan pengamatan sebanyak 4 kali sehingga total pengamatan adalah 120 kali. Pengamatan dilakukan selama 10 hari. Setiap hari digunakan pohon yang berbeda. Selain itu digunakan pula handycam dan kamera digital untuk merekam aktivitas kumbang.

Gambar 1 Tandan bunga betina kelapa sawit sedang anthesis (a) dan bunga betina anthesis (b).

Pengukuran Parameter Lingkungan. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan di setiap pengamatan frekuensi kunjungan pada setiap blok waktu. Kelembapan dan suhu udara diukur dengan thermo-hygrometer, kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan intensitas cahaya diukur dengan luxmeter.

Analisis Data. Data frekuensi kunjungan disajikan dalam tabel. Frekuensi kunjungan dikaitkan dengan parameter lingkungan yang dianalisis dengan scatter plot, regresi, dan nilai probabilitas (p), dengan software Sigmaplot 11.0, yang dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson.

HASIL

Morfologi E. kamerunicus. Ciri-ciri

kumbang kelapa sawit yaituberwarna cokelat kehitaman, tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang memiliki moncong di bagian mulutnya. Pada bagian toraks terdapat satu pasang sayap depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membraneus). Tungkai tiga pasang yang terletak pada bagian toraks. Kumbang jantan (Gambar 2a) dan betina (Gambar 2b) memiliki beberapa perbedaan. Kumbang jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih ramping dari kumbang betina, moncong jantan lebih pendek dari kumbang betina, permukaan tubuh jantan memiliki bulu-bulu halus lebih banyak dari betina, pada bagian pangkal elytra kumbang jantan terdapat tonjolan, sedangkan betina tidak terdapat tonjolan.

Gambar 2 Kumbang E. kamerunicus jantan (a) dan betina (b).

Frekuensi Kunjungan. Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus di lokasi perkebunan bervariasi. Kunjungan tertinggi (121 kumbang/10 menit) didapatkan pada pagi hari. Frekuensi kunjungan kumbang siang hari (23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17 kumbang/10 menit) lebih rendah (Tabel 1).

Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit

Keterangan: Nilai di dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum.

Hari Jumlah Kunjungan (10 menit) Rata-rata

Pagi Siang Sore

1 164 (53-448) 32 (11-42) 22 (14-28) 73

2 152 (88-182) 25 (17-42) 19 (9-31) 65

3 76 (48-135) 21 (12-33) 20 (15-28) 39

4 164 (82-228) 24 (14-32) 18 (12-26) 68

5 168 (94-287) 22 (18-26) 18 (6-32) 69

6 228 (94-427) 24 (15-30) 19 (11-27) 90

7 61 (38-89) 19 (13-31) 15 (9-23) 32

8 50 (21-75) 12 (7-18) 7 (3-12) 23

9 69 (12-123) 28 (14-38) 14 (10-23) 37

10 75 (53-107) 23 (15-31) 22 (12-39) 40

Rata-rata 121 23 17 54

a

b

a

(21)

2

(Dafni 1992), yang dilakukan selama 10 menit pada blok waktu pengamatan, yaitu pagi (pukul 09.00-10.00), siang (pukul 13.00-14.00), dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Setiap jam dilakukan pengamatan sebanyak 4 kali sehingga total pengamatan adalah 120 kali. Pengamatan dilakukan selama 10 hari. Setiap hari digunakan pohon yang berbeda. Selain itu digunakan pula handycam dan kamera digital untuk merekam aktivitas kumbang.

Gambar 1 Tandan bunga betina kelapa sawit sedang anthesis (a) dan bunga betina anthesis (b).

Pengukuran Parameter Lingkungan. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan di setiap pengamatan frekuensi kunjungan pada setiap blok waktu. Kelembapan dan suhu udara diukur dengan thermo-hygrometer, kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan intensitas cahaya diukur dengan luxmeter.

Analisis Data. Data frekuensi kunjungan disajikan dalam tabel. Frekuensi kunjungan dikaitkan dengan parameter lingkungan yang dianalisis dengan scatter plot, regresi, dan nilai probabilitas (p), dengan software Sigmaplot 11.0, yang dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson.

HASIL

Morfologi E. kamerunicus. Ciri-ciri

kumbang kelapa sawit yaituberwarna cokelat kehitaman, tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang memiliki moncong di bagian mulutnya. Pada bagian toraks terdapat satu pasang sayap depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membraneus). Tungkai tiga pasang yang terletak pada bagian toraks. Kumbang jantan (Gambar 2a) dan betina (Gambar 2b) memiliki beberapa perbedaan. Kumbang jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih ramping dari kumbang betina, moncong jantan lebih pendek dari kumbang betina, permukaan tubuh jantan memiliki bulu-bulu halus lebih banyak dari betina, pada bagian pangkal elytra kumbang jantan terdapat tonjolan, sedangkan betina tidak terdapat tonjolan.

Gambar 2 Kumbang E. kamerunicus jantan (a) dan betina (b).

Frekuensi Kunjungan. Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus di lokasi perkebunan bervariasi. Kunjungan tertinggi (121 kumbang/10 menit) didapatkan pada pagi hari. Frekuensi kunjungan kumbang siang hari (23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17 kumbang/10 menit) lebih rendah (Tabel 1).

Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit

Keterangan: Nilai di dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum.

Hari Jumlah Kunjungan (10 menit) Rata-rata

Pagi Siang Sore

1 164 (53-448) 32 (11-42) 22 (14-28) 73

2 152 (88-182) 25 (17-42) 19 (9-31) 65

3 76 (48-135) 21 (12-33) 20 (15-28) 39

4 164 (82-228) 24 (14-32) 18 (12-26) 68

5 168 (94-287) 22 (18-26) 18 (6-32) 69

6 228 (94-427) 24 (15-30) 19 (11-27) 90

7 61 (38-89) 19 (13-31) 15 (9-23) 32

8 50 (21-75) 12 (7-18) 7 (3-12) 23

9 69 (12-123) 28 (14-38) 14 (10-23) 37

10 75 (53-107) 23 (15-31) 22 (12-39) 40

Rata-rata 121 23 17 54

a

b

a

(22)

Suhu (°C)

26 28 30 32 34 36 38

J u m la h K u m b a n g 0 100 200 300 400 500

y= 433,19 - 12,02x r = - 0,39 r2

= 0,15 p = 0, 03

Kecepatan Angin (m/s)

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

J u m la h K u m b a n g -100 0 100 200 300 400 500

y= 69,96 - 268,23x r = -0,40 r2

= 0,16 p= 0,03

Kelembapan (%)

30 40 50 60 70 80 90

J u m la h K u m b a n g 0 100 200 300 400 500

y = -54,29 + 1,59 x r = 0,29 r2

= 0,08 p = 0,11

Intensitas Cahaya (Lux)

0 2000 4000 6000 8000 10000

J u m la h K u m b a n g 0 100 200 300 400 500

y = 76,52 - 0,01x r = - 0,21

r2 = 0,04

p = 0,27

Hubungan Kunjungan E. kamerunicus

dengan Parameter Lingkungan.

Berdasarkan hasil pengamatan, suhu udara di perkebunan berkisar 27,3 °C dan 36,5°C, kelembapan udara berkisar 45% dan 84,2%, kecepatan angin berkisar 0,0 m/s dan 0,6 m/s, dan intensitas cahaya berkisar 684 lux dan 9.150 lux (Tabel 2).

Suhu udara dan kecepatan angin berpengaruh signifikan (p= 0,03 dan p= 0,03) terhadap kunjungan frekuensi E.kamerunicus, namun dengan korelasi lemah (r= -0,369) (r=-0,209). Kelembapan udara dan intensitas cahaya tidak signifikan terhadap jumlah kunjungan E. kamerunicus (p= 0,114 dan p= 0,286 dan memiliki korelasi yang lemah juga (r=0,29 dan r=-0,21 (Gambar 3).

Tabel 2 Parameter lingkungan di perkebunan PTPN VIII Cikasungka selama 10 hari pengamatan

Keterangan: Nilai di dalam tabel merupakan nilai rata-rata setiap unsur cuaca dan angka di dalam kurung

..merupakan nilai minimum dan maksimum.

Gambar 3 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan suhu udara (a), kecepatan angin (b), kelembapan (c), dan intensitas cahaya (d).

Parameter Waktu

Pagi Siang Sore

Suhu (°C) 30,9 (27,3-34,5) 32,5 (28,0-36,5) 31,23 (27,5-33,8)

Kelembapan (%) 69,7 (50-84,2) 62,27 (45-74,8) 71,24 (48-84,1)

Kecepatan angin (m/s) 0,0 (0,0-0,0) 0,1 (0,0-0,6) 0,1 (0,0-0,5)

Intensitas cahaya (lux) 2108.2 (1088-6690) 3598.53 (1890-9150) 1995.7 (684-7230)

a b

(23)

4

PEMBAHASAN

Penyerbukan merupakan bertemunya serbuk sari dengan kepala putik (stigma). Lebih dari 80% spesies tanaman bergantung pada serangga untuk membawa serbuk sari dari satu bunga ke bunga lain (Raju & Ezradanam 2002; Fahem et al. 2004). Tanaman kelapa sawit memerlukan serangga penyerbuk yang efektif, seperti Elaeidobius kamerunicus. Hal ini dikarenakan proses mekarnya bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit jarang bersamaan, sehingga memerlukan perantara untuk memindahkan serbuk sari ke kepala putik. Dafni (1992) melaporkan bahwa efektivitas serangga penyerbuk dapat diukur dari frekuensi kunjungan pada bunga.

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan bahwa rata-rata frekuensi kunjungan adalah 54 kumbang/10 menit. Dengan asumsi bahwa E. kamerunicus aktif dalam penyerbukan selama 8 jam/hari, maka frekuensi kunjungan kumbang ke bunga betina sebanyak 2.592 individu kumbang/hari. Syed & Salleh (1987) melaporkan bahwa di perkebunan sawit di Malaysia dibutuhkan 1500 individu E. kamerunicus dewasa per hektar untuk dapat menyerbuki bunga betina. Oleh karena itu, proses penyerbukan yang dilakukan oleh 2.592 E. kamerunicus di perkebunan Cikasungka sudah cukup mencapai tingkat polinasi minimum yang dibutuhkan.

Hasil pengamatan kunjungan kumbang pada tiga blok waktu pengamatan, didapatkan bahwa jumlah kunjungan tertinggi (121 kumbang/10 menit) terjadi pada waktu pagi hari. Anggraini (2010) melaporkan bahwa aktivitas terbang E. kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit yang mekar dimulai pada pukul 08.00 pagi. Labarca et al. (2007) juga melaporkan bahwa E. kamerunicus memiliki aktivitas tertinggi pada pukul 08.30-14.00, tergantung pada ketersediaan dari bunga jantan matang. Pada sore hari, kumbang ini tidak banyak melakukan aktivitas, sehingga banyak individu berkumpul pada bunga jantan kelapa sawit (Ponnamma 1999).

Serangga penyerbuk secara umum mengunjungi bunga karena adanya faktor penarik, yaitu bentuk dan warna bunga, serbuk sari, nektar, dan aroma. Selain faktor bunga, kunjungan serangga juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi diantaranya adalah

suhu, kelembapan udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin (Dafni 1992).

Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu udara dan kecepatan angin mempengaruhi jumlah kunjungan kumbang. Dari data yang diperoleh dapat di ketahui bahwa semakin tinggi suhu udara dan kecepatan angin maka kunjungan kumbang E. kamerunicus semakin rendah. Dalam pengamatan ini, jumlah kunjungan kumbang tertinggi terjadi pada suhu 27-32°C. Barth (2010) melaporkan bahwa rentang suhu ini juga merupakan kondisi untuk koloni lebah dapat beraktivitas dan berkembang dengan baik. Amano et al. (2000) juga melaporkan bahwa lebah madu melakukan aktivitas mencari pakan pada kisaran suhu 26–34°C. Pergerakan angin yang terlalu tinggi dapat menggangu aktivitas terbang E. kamerunicus untuk hinggap di bunga betina.

Kelembapan dan intensitas cahaya kurang mempengaruhi kunjungan kumbang E. kamerunicus untuk berkunjung ke bunga betina. Hal ini dikarenakan kelembapan dan intensitas cahaya mempunyai dampak tidak langsung terhadap jumlah kunjungan kumbang. Ratnasari (2010) melaporkan bahwa kelembapan yang tinggi hanya akan merangsang perkembangan penyakit tanaman dan intensitas cahaya yang rendah akan menyebabkan karangan bunga gugur. Pada pengamatan ini, jumlah kunjungan kumbang yang tertinggi berada pada kisaran kelembapan relatif 70-85%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Mandiri (2010) yang melaporkan bahwa populasi kumbang ditemukan tinggi pada kisaran kelembapan 70-80%. Berdasarkan pengukuran intensitas cahaya, jumlah kunjungan kumbang tinggi terjadi pada kisaran 1500-3600 lux.

(24)

SIMPULAN

Frekuensi kunjungan tertinggi E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit anthesis terjadi pada waktu pagi hari, yaitu 121 kumbang/10 menit. Frekuensi kunjungan kumbang yang tinggi terjadi pada kisaran suhu 27-32°C, kelembapan 70-80%, intensitas cahaya 1500-3600 lux, dan pada kecepatan angin yang rendah.

SARAN

Perlu dilakukan pengamatan tentang perilaku kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit, sehingga dapat mendukung keefektifan kumbang dalam penyerbukan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus S, Roletha YP, Agus EP. 2007. Elaeidobius kamerunicus, Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (RISPA).

Amano K, Nemoto T, Heard TA. 2000. What are stingless bees and why and how to use them as crop pollinator?. A review JARQ 34: 183-190.

Anggraini A. 2010. Estimasi populasi Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) menggunakan perangkap dan aktivitasnya pada bunga kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) [skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.

Barth FG. 1991. Insect and Flowers : The Biology of Partnership. New Jersey: Princetin Univ Pr.

Dafni A. 1992. Pollination Ecology: A Practical Approach. USA: Oxford University Press. Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati:

Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, IPB.

Faheem M, Aslam M, Razaq M. 2004. Pollination ecology with special reference to insects a review. J Res. Sci 4: 395-409.

Harun MH, Noor MRM. 2002. Fruit set and oil palm bunch component. Oil Palm Research 14: 24-33.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Labarca MV, Potillo E, Narvaez YZ. 2007. Relationship Between Inflorescences, Climate and the Pollinating in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacquin) Plantation Located in South Lake of Maracaibo, Zulia State. Rev Fac Agron (LUZ). 24:303-320.

Mandiri TL. 2010. Populasi Kumbang Penyerbuk Elaeidobius kaerunicus Faust pada Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) Umur Enam Tahun. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Mangoensoekarjo S, Semangun H. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: UGM Press.

Ponnama KN, Dhileepan K, Sasidharan VG. 1986. Record of the pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleptera: Curculionidae) in oil palm plantations of Kerala. Cur Science 55: 19.

Ponnamma KN. 1999. Diurnal variation in the population of Elaeidobius kamerunicus on the anthesising male inflorescences of oil palm. AGRIS record 75:405-410.

Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Pollination ecology and fruiting behavior in a monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Cur Science 83: 1395-1398.

Ratnasari D. 2009. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Belum Menghasilkan dengan Menggunakan Metode Sekat Pertumbuhan Terbaik [skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian.

Sastrosayono S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Setyawibawa I, Widyastuti YE. 1992. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

(25)

FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK

Elaeidobius kamerunicus

Faust. PADA BUNGA BETINA

TANAMAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PTPN VIII

CIKASUNGKA, BOGOR

AMINAH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(26)

SIMPULAN

Frekuensi kunjungan tertinggi E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit anthesis terjadi pada waktu pagi hari, yaitu 121 kumbang/10 menit. Frekuensi kunjungan kumbang yang tinggi terjadi pada kisaran suhu 27-32°C, kelembapan 70-80%, intensitas cahaya 1500-3600 lux, dan pada kecepatan angin yang rendah.

SARAN

Perlu dilakukan pengamatan tentang perilaku kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit, sehingga dapat mendukung keefektifan kumbang dalam penyerbukan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus S, Roletha YP, Agus EP. 2007. Elaeidobius kamerunicus, Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (RISPA).

Amano K, Nemoto T, Heard TA. 2000. What are stingless bees and why and how to use them as crop pollinator?. A review JARQ 34: 183-190.

Anggraini A. 2010. Estimasi populasi Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) menggunakan perangkap dan aktivitasnya pada bunga kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) [skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.

Barth FG. 1991. Insect and Flowers : The Biology of Partnership. New Jersey: Princetin Univ Pr.

Dafni A. 1992. Pollination Ecology: A Practical Approach. USA: Oxford University Press. Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati:

Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, IPB.

Faheem M, Aslam M, Razaq M. 2004. Pollination ecology with special reference to insects a review. J Res. Sci 4: 395-409.

Harun MH, Noor MRM. 2002. Fruit set and oil palm bunch component. Oil Palm Research 14: 24-33.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Labarca MV, Potillo E, Narvaez YZ. 2007. Relationship Between Inflorescences, Climate and the Pollinating in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacquin) Plantation Located in South Lake of Maracaibo, Zulia State. Rev Fac Agron (LUZ). 24:303-320.

Mandiri TL. 2010. Populasi Kumbang Penyerbuk Elaeidobius kaerunicus Faust pada Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) Umur Enam Tahun. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Mangoensoekarjo S, Semangun H. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: UGM Press.

Ponnama KN, Dhileepan K, Sasidharan VG. 1986. Record of the pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleptera: Curculionidae) in oil palm plantations of Kerala. Cur Science 55: 19.

Ponnamma KN. 1999. Diurnal variation in the population of Elaeidobius kamerunicus on the anthesising male inflorescences of oil palm. AGRIS record 75:405-410.

Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Pollination ecology and fruiting behavior in a monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Cur Science 83: 1395-1398.

Ratnasari D. 2009. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Belum Menghasilkan dengan Menggunakan Metode Sekat Pertumbuhan Terbaik [skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian.

Sastrosayono S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Setyawibawa I, Widyastuti YE. 1992. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

(27)

6

Susanto S, Rolettha YP, Agus EP. 2007. Elaeidobius kamerunicus: Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Syed R, Law JH, Corley RHW. 1982. Insect pollination of oil palm: introduction, establishment and pollinating efficiency of Elaeidobius kamerunicus. Malaysia Planter 58: 547-561.

(28)
(29)

8

Lampiran 1 Lokasi penelitian frekuensi kunjungan kumbang di kebun Cikasungka PTPN VIII Bogor

Keterangan: Bagian yang berwarna merah merupakan lokasi pengamatan frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit umur tanaman tujuh tahun (2004).

Gambar

Tabel 1  Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa  sawit
Tabel 2  Parameter lingkungan di perkebunan PTPN VIII Cikasungka selama 10 hari pengamatan
Tabel 1  Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa  sawit
Tabel 1  Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa  sawit
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terlihat pada lebar koridor yang lebih lebar dibandingkan dengan area hunian, cahaya pada bukaan jendela yang lebar lebih banyak masuk ke area podium, ruang

Faktor yang mempengaruh lokasi pengelolaan sampah rumah tangga, antara lain: a. Lokasi shaft sampah berada di sisi kanan dan kiri bangunan seperti pada gambar 3.8, Renkonbang

Hasil dari pengujian notifikasi untuk pengisian air dapat dilihat pada

Dari kajian dan analisis teori terkait kondisi lapangan dengan kajian teori mengenai Tatanan Massa Bangunan, Pencahayaan dan Sirkulasi Udara Alami Unit Rusun Cingised

Dikarenakan hal tersebut, maka diperlukannya suatu penelitian yang dapat melihat tingat kesadaran dan pemahaman para pengguna teknologi khususnya kalangan Mahasiswa FTK UIN

2( Untuk mengetahui besar efektifitas pembelajaran Make a Match terhadap hasil belajar matematika materi garis dan sudut siswa kelas VII MTs Al- Ma’arif

Manfaat daripada analisis jalur (path analysis) adalah untuk memberikan penjelasan atau explanation terhadap fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang

Adanya indikasi bahwa partisipasi anggaran pada kondisi ketidakpastian tugas rendah justru akan mengurangi kinerja karena dianggap merupakan pemborosan (Govindarajan