FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA
PRODUKSI PADA PDAM KABUPATEN SUKABUMI
Oleh
CINDY NOVIANTI H14062579
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
CINDY NOVIANTI, H 14062579, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN).
Menurut perkiraan UNESCO volume total air yang dapat diakses secara global adalah kurang dari 0,3 persen. Kurangnya akses tersebut disebabkan oleh berkurangnya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Mengatasi masalah krisis air tersebut, maka pemerintah melakukan kebijakan yang sesuai dengan UUD pasal 33 tahun 1945 yaitu menguasai segala pengelolaan air yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Sehingga dalam mengimplementasikan kebijakannya pemerintah membentuk PAM. Sementara itu, perusahaan air minum yang berada di daerah dinamakan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Jumlah penduduk yang terus meningkat dan ketersediaan air yang terus menipis terutama di daerah pantai selatan Sukabumi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya konsumsi air. Sejak berdirinya hingga sekarang yaitu selama 32 tahun, PDAM Kabupaten Sukabumi belum dapat memenuhi kebutuhan air secara keseluruhan. Cakupan pelayanan yang masih rendah 16, 99 persen pada tahun 2007 dan tingkat kebocoran yang tinggi menyebabkan PDAM Kabupaten Sukabumi masih memiliki kendala teknis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) Mengidentifikasi struktur produksi PDAM Kabupaten Sukabumi periode 2000-2009 dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi. Pada penelitian ini, metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menduga parameter dari peubah-peubah biaya produksi (meliputi biaya ekspansi dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi, tingkat kebocoran. Dalam hal ini model disajikan dalam bentuk persamaan regresi berganda. Uji yang dilakukan meliputi uji F, Uji t, Uji R2, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Data yang digunakan adalah data sekunder dari mulai tahun 2000-2009.
Hasil analisis model biaya produksi PDAM Kabupaten Sukabumi dari tahun 2000-2009 menunjukkan bahwa variabel yang nyata mempengaruhi biaya total pengelolaan adalah Biaya ekspansi. Biaya variabel berhubungan positif terhadap biaya total, sedangkan tingkat kebocoran berhubungan negatif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan yang dilakukan tidak memberi peningkatan efisiensi terhadap pengelolaan PDAM Kabupaten Sukabumi.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA
PRODUKSI PADA PDAM KABUPATEN SUKABUMI
Oleh
CINDY NOVIANTI H14062579
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi
Nama :Cindy Novianti
NIM :H14062579
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Fifi Diana Thamrin, M.Si. NIP. 19730424 200604 2 006
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Cindy Novianti lahir pada tanggal 26 November 1988 di Rumah Sakit Pelabuhan Ratu, Sukabumi, sebuah kabupaten besar dan luas di Provinsi Jawa Barat. Penulis anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Zulyadi Rajab dan Reni Marlina. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis lulus sekolah dasar pada SD Negeri 1 Mangkalaya, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Cisaat dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Cisaat dan lulus pada tahun 2006.
Pada tahun 2006, penulis meninggalkan Kabupaten Sukabumi untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Kabupaten Sukabumi yang sedang berkembang. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang merupakan salah satu jurusan terfavorit di IPB pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi”. Air merupakan barang yang penting bagi makhluk hidup. Tanpa air makhluk hidup termasuk manusia, hewan dan tumbuhan akan mati. Air yang keberadaannya semakin menipis harus dikelola dengan baik oleh suatu Negara maupun masyarakat. Salah satu perusahaan yang mengelola air di Indonesia yaitu PDAM. Penulis membahas tentang PDAM Kabupaten Sukabumi dari sisi pengelolaan produksi air. Seperti halnya perusahaan pemerintah yang lain PDAM Kabupaten Sukabumi mengalami kerugian. Secara alami, jumlah air di Kabupaten Sukabumi cukup melimpah. Tetapi berbagai biaya yang harus ditanggung menyebabkan perusahaan tersebut mengalami kerugian. Inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian. Di samping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya Ibu Fifi Diana Thamrin, Ibu Tanti Novianti, Pak Dedi Budiman Hakim, Pak Toni Irawan yang memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih Ibu dan Bapak yang telah banyak meluangkan waktu Ibu yang sangat berharga. Terima kasih Kepada Direktur Utama, Direktur Umum, dan Direktur Teknik serta staf PDAM Kabupaten Sukabumi yang telah mempermudah dalam memperoleh data penelitian. Kepada kedua orang tua penulis yaitu Ibu Reni Marlina dan Bapak Zulyadi Rajab serta adik-adik sekalian, Nenek dan Kakek Penulis, terima kasih banyak atas segala kesabaran, doa, dan kasih sayang yang selama ini telah tercurahkan.
Penulis berdarap penelitian ini akan dilanjutkan oleh generasi mendatang untuk menambah wawasan dan perkembangan PDAM di Indonesia.
Bogor, Mei 2011
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 8
2.1. Air Bersih... 8
2.2. Ketersediaan Air ... 10
2.3. Karakteristik Sumberdaya Air ... 12
2.4. Konsep Ekonomi Sumberdaya Air ... 14
2.5. Konsep Fungsi Produksi PDAM ... 15
2.6. Analisis Fungsi Biaya Pengelolaan Air ... 17
2.7. Analisis Penerimaan PDAM... 19
2.8. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 19
2.9. Kerangka Pemikiran ... 23
III. METODE PENELITIAN... 26
3.1. Jenis dan Sumber Data... 26
3.2. Metode Analisis ... 26
3.2.1. Analisis Fungsi Biaya ... 27
3.2.2. Analisis Penerimaan PDAM... 28
3.3. Pengujian Hipotesis dan Ekonometrika ... 30
ii
3.3.2. Uji Kesesuaian Model... 31
3.3.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 31
3.3.2.2. Uji Hipotesis... 31
3.3.2.3. Uji Multikolinearitas ... 32
3.3.2.4. Uji Autokorelasi ... 32
3.3.2.5. Uji Heteroskedastisitas... 32
IV. GAMBARAN UMUM... 34
4.1. Gambaran Umum PDAM Kabupaten Sukabumi ... 34
4.2. Stuktur Organisasi PDAM Kabupaten Sukabumi ... 41
4.3. Pelayanan PDAM Kabupaten Sukabumi ... 41
4.4. Stuktur Penerimaan dan Pengelolaan PDAM Kabupaten Sukabumi 42 4.5. Kriteria Pelanggan PDAM Kabupaten Sukabumi ... 44
4.6 Tarif Pemakaian Air... 45
V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 48
5.1. Analisis Struktur Produksi PDAM Kabupaten Sukabumi... 48
5.2. Analisis Fungsi Biaya PDAM Kabupaten Sukabumi ... 51
5.2.1. Jumlah Air yang Diproduksi (Qt) ... 54
5.2.2. Biaya Ekspansi(ECt)... 54
5.2.3. Biaya Variabel(VCt) ... 55
5.2.4. Tingkat Kebocoran(LCt) ... 56
VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 57
6.1 Kesimpulan ... 57
6.2 Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA... 59
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah Penduduk dan Cakupan Pelayanan... 3
2. Perbedaan antara Barang Swasta dan Barang Publik ... 8
3. Distribusi Air di Biosfer dan Waktu Daurnya ... 11
4. Struktur Penerimaan dan Pengelolaan Air Bersih PDAM Kabupaten Sukabumi Tahun 2000-2009... 43
5. Tarif Pemakaian Air... 47
6. Struktur Produksi PDAM Kabupaten Sukabumi Tahun 2000-2009... 49
7. Struktur Biaya PDAM Kabupaten Sukabumi Tahun 2000-2009 ... 51
8. Hasil Estimasi Variabel Independen Biaya Total Pengelolaan Air PDAM Kabupaten Sukabumi Tahun 2000-2009 ... 52
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Lampiran 1. Data Produksi, Biaya Produksi, Pendapatan dan Jumlah
Pelanggan PDAM ... 61
Lampiran 2. Laba/Rugi PDAM Kabupaten Sukabumi ... 61
Lampiran 3. Hasil Uji Multikolinearitas ... 62
Lampiran 4. Uji Kenormalan ... 62
Lampiran 5. Uji Heterokedastisitas... 63
Lampiran 6. Uraian Golongan Pelanggan PDAM Kabupaten Sukabumi Menurut Kelompok ... 64
vi
DEFINISI OPERASIONAL
1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan PDAM dilihat dari peningkatan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan.
2. Air bersih adalah air dengan karakteristik bersih, jernih, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa tertentu (tawar) (UU RI No. 11 Tahun 1974).
3. Air bersih PDAM adalah air yang telah diproses menjadi air jernih sebelum dialirkan kepada konsumen melalui instalasi berupa saluran air.
4. Air baku adalah air yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan air PDAM, diperoleh dari air permukaan maupun air sungai.
5. Air produksi PDAM adalah air yang telah diproses menjadi air bersih dan siap untuk didistribusikan kepada pelanggan.
6. Air bersih terjual adalah air bersih yang didistribusikan kepada pelanggan dan termasuk ke dalam rekening air yang dibayarkan.
7. Perusahaan air minum adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengadaan, pengolahan, distribusi (penjualan) air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.
8. Kapasitas produksi air minum adalah keluaran maksimum, kemampuan berproduksi suatu perusahaan air minum dalam waktu tertentu.
9. Biaya pengolahan air PDAM DKI Jakarta terdiri dari biaya tetap (fixed cost), biaya ekspansi (expansion cost) dan biaya variabel (variable cost).
vii
berubah-ubah dalam waktu pendek terlepas dari volume air yang disalurkan. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap antara lain adalah beban operasi sumber air, beban air baku, gaji pegawai bagian pengolahan air, beban operasi tenaga listrik, beban operasi kimia, gaji pegawai bagian transmisi dan distribusi, beban operasi bagian transmisi dan distribusi, beban pegawai dan direksi, beban hubungan langganan, beban penelitian dan pengembangan, beban penyisihan piutang, dan biaya perjalanan dinas.
11. Biaya ekspansi adalah biaya yang digunakan untuk memperluas dan menambah jumlah produksi air yang meliputi biaya penelitian dan pengembangan dan hubungan langganan.
12. Biaya variabel adalah biaya-biaya yang berubah ketika perusahaan mengubah kuantitas output produksinya (Mankiw, 2000). Biaya variabel adalah biaya-biaya yang berubah-ubah atau bervariasi sesuai dengan jumlah (volume) air yang disalurkan kepada pelanggan dan yang terbuang dalam waktu yang pendek. Contoh biaya variabel adalah beban pemeliharaan, beban penyusutan, beban operasi pengolahan, beban kantor, beban penagihan rekening, beban keuangan dan beban rupa-rupa.
13. Laba adalah pendapatan dikurangi biaya total, laba = TR – TC (Mankiw,2000).
viii
berdasarkan keputusan Kepala Daerah atas usul Direksi setelah disetujui oleh
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara global, menurut UNESCO, volume total air yang dapat diakses
adalah kurang dari 0,3 persen. Kurangnya akses tersebut disebabkan oleh
berkurangnya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan pengujian
komprehensif sumberdaya perairan tawar di dunia, perilaku manusia merupakan
kontributor dan ini menambah sulitnya aksesibilitas air. Keadaan ini didasarkan
pada kenyataan bahwa kebanyakan negara, baik negara maju maupun sedang
berkembang rute air dalam daur hidrologi sudah tidak berkelanjutan (Lee, 2001).
Keterbatasan air telah mengubah air dari barang publik menjadi barang
ekonomi. Sifat-sifat public good yang ada pada sumberdaya air seperti non excludable dan non rivality berubah menjadi sifat barang ekonomi yaitu rivalry, excludable dan substractable menurut tempat dan waktu. Hal itu menyebabkan penawaran air terhadap suatu wilayah menjadi penting (Ansofino, 2005 dalam
Kusuma, 2006). Oleh karena itu, PDAM ditunjuk sebagai perusahaan yang
mengelola air bersih yang bernilai harganya. Selain itu, pemerintah juga
melaksanakan amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah salah satu bentuk
perusahaan milik pemerintah yang merupakan bagian dari perekonomian nasional
yang dikendalikan oleh pemerintah, berkaitan dengan pemberian atau penyerahan
jasa-jasa pemerintah kepada publik. Saat ini, jumlah PDAM mencapai 290
perusahaan milik daerah dan 9 lainnya merupakan milik swasta dan kerjasama
Sukabumi merupakan salah satu perusahaan daerah yang memiliki wewenang
dalam penyediaan kebutuhan konsumsi air bersih bagi masyarakat di Kabupaten
Sukabumi. Kebutuhan air bersih utama untuk rumah tangga dan industri di
Kabupaten Sukabumi dipasok oleh PDAM Kabupaten sukabumi.
Sejak berdirinya hingga sekarang yaitu selama 32 tahun, PDAM
Kabupaten Sukabumi belum dapat memenuhi kebutuhan air secara keseluruhan.
Cakupan pelayanan yang masih rendah 16, 99 persen pada tahun 2007 dan tingkat
kebocoran yang tinggi menyebabkan PDAM Kabupaten Sukabumi masih
memiliki kendala teknis. Sedangkan dari segi keuangan, dari tahun 2000 sampai
dengan 2008, PDAM Kabupaten Sukabumi selalu mengalami kerugian
disebabkan masalah-masalah teknis seperti tingkat kebocoran yang masih tinggi,
belum efisiennya jumlah karyawan dengan jumlah pelanggan, dan tingkat kinerja
karyawan yang kurang produktif. Kerugian dari tahun 2000 sampai dengan 2008
dialami akibat biaya secara keseluruhan yang lebih tinggi daripada pendapatan.
Sedangkan pada tahun 2009, keuntungan mulai diperoleh karena perbaikan
kinerja baik secara teknis maupun secara non-teknis.
Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi yang termasuk daerah pelayanan
PDAM Kabupaten Sukabumi tahun 2009 sekitar 1.343.645 jiwa. Sedangkan
jumlah penduduk yang terlayani sekitar 134.664. Jumlah ini terus meningkat
setiap tahun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2009. Cakupan pelayanan juga
meningkat seiring kenaikan jumlah penduduk terlayani dan jumlah penduduk
daerah pelayanan.
Cakupan pelayanan air bersih tahun 2000 hanya sebesar 7,89 persen,
menjadi 17,50 persen. Hal ini disebabkan karena perluasan wilayah PDAM
Kabupaten Sukabumi seiring dengan perluasan cabang-cabang di
kecamatan-kecamatan yang belum mendapatkan layanan pemasangan sambungan langganan.
Selain itu juga agar keuntungan PDAM semakin bertambah sejalan dengan
penambahan penerimaan. Jika perusahaan bisa memperluas perusahaan dan
mengefisienkannya maka perusahaan akan memperoleh keuntungan. Penjelasan
ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Cakupan Pelayanan
Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Cakupan
Daerah Pelayanan Terlayani Pelayanan (%)
Sumber : Laporan Kinerja PDAM Kabupaten Sukabumi, 2000-2009 (data diolah) Berdasarkan Tabel 1, jumlah penduduk daerah pelayanan menurun pada
tahun 2004 dan kembali meningkat sampai pada tahun 2009. Penurunan tersebut
dikarenakan ada penurunan target jumlah daerah pelayanan karena biaya total
yang meningkat dan tingkat kebocoran yang masih tinggi. Jumlah penduduk yang
terlayani cenderung stabil dan mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2009.
Cakupan Pelayanan PDAM Kabupaten Sukabumi pada tahun 2004 adalah
yang paling tinggi yaitu sebesar 21,92 persen. Tetapi jumlah penduduk daerah
Sedangkan pada tahun 2005 dan 2006 kembali menurun dan meningkat kembali
pada tahun 2007. Fluktuasi cakupan pelayanan PDAM ini disebabkan oleh banyak
faktor salah satunya mengenai biaya produksi yang fluktuatif.
1.2. Permasalahan
Dalam UUD No.7 tahun 2004, bahwa dalam mengatasi
ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan
kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan
memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras.
Undang-Undang pasal 11 ayat 1 tentang SDA dibuat untuk menjamin
terselenggaranya pengelolaan SDA sehingga dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi masyarakat. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Kementerian Pekerjaan Umum (2011) berpendapat bahwa dari segi kuantitas tidak
mengkhawatirkan, tetapi dari segi kualitas memerlukan perhatian khusus. Hal ini
dimaksudkan untuk menunjang upaya pencapaian MDGs (Millenium Developnment Goals) perihal ketersediaan air baku.
Di sejumlah negara, termasuk Indonesia, masalah terbesar mengenai
persediaan air berkembang bukan hanya dari masalah kelangkaan air dibanding
dengan jumlah penduduk, melainkan dari kekeliruan menentukan kebijakan
tentang air. Menurut Sihite (2011), total potensi air permukaan dan air tanah di
seluruh Indonesia diperkirakan 2.749 ×10 triliun M3 atau 27.490 M3 per tahun
sedangkan kebutuhan hingga tahun 2015 mencapai 55.758 miliar M3 per tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah persediaan jauh di atas kebutuhan. Tetapi
secara per wilayah, terjadi perbedaan yang mencolok. Bila kebutuhan di
ketersediaannya, di Jawa dan Bali sudah memerlukan kewaspadaan.
Lee (2001) berpendapat bahwa krisis air saat ini bukan karena jumlah air
yang terlalu sedikit untuk memenuhi keperluan manusia. Krisis air lebih
disebabkan cara mengelola air yang buruk sehingga akibatnya banyak manusia
dan lingkungan sangat menderita. Di dalam skala global, pengelolaan sumberdaya
air dan meningkatnya kesenjangan kondisi ekonomi dan sosial antar wilayah yang
merupakan akar permasalahan konflik global. Ada tiga grup utama skala global
konflik berdasarkan isu : 1) Kurangnya air yang dapat diakses; 2) Meningkatnya
kepedulian lingkungan dan 3) Nilai ekonomi air.
Salah satu perusahaan daerah yang mengelola air yang cenderung terbatas
yaitu PDAM Kabupaten Sukabumi. PDAM ini didirikan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih bagi penduduk Kabupaten Sukabumi. Pendirian perusahaan
milik pemerintah ini berdasar atas kekhawatiran air yang tidak layak dikonsumsi
karena menimbulkan wabah penyakit khususnya di bagian pantai yaitu Pelabuhan
Ratu (Ibukota Kabupaten Sukabumi sekarang).
Jumlah penduduk yang terus meningkat dan ketersediaan air yang terus
menipis terutama di daerah pantai selatan Sukabumi menjadi salah satu penyebab
tingginya konsumsi air. Ketersediaan air yang menipis disebabkan tercemarnya air
tanah, sungai dan penebangan hutan untuk tujuan pembangunan dan perumahan.
Akses penduduk terhadap air bersih juga masih minim. Hal ini karena pendapatan
penduduk yang masih rendah sehingga untuk air mereka lebih memilih
mengambil dari sungai, sumur atau pompa air daripada harus membayar air
dengan tarif tertentu dan juga biaya sambungan ke rumah-rumah mereka. Hal itu
yang berkurang meski musim hujan, membuat masyarakat tidak bisa lagi
menikmati air bersih.
Seperti perusahaan lain, PDAM Kabupaten Sukabumi memiliki struktur
produksi yang terdiri dari biaya ekspansi, biaya tetap, biaya variabel dan tingkat
kebocoran yang mempengaruhinya. Besarnya biaya-biaya tersebut semestinya
diimbangi dengan laba yang diterima perusahaan. Semakin besar laba dan
semakin kecil biaya maka keuntungan akan semakin besar. Namun,
permasalahannya adalah PDAM Kabupaten Sukabumi memiliki kendala dalam
mengelola biaya-biaya tersebut sehingga cenderung merugi. Perbaikan-perbaikan
seperti ekspansi perusahaan, efisiensi karyawan, dan menambah sumber air baru
serta mengurangi tingkat kebocoran dilakukan untuk meraih laba.
Namun di sisi lain menurut Sunara (2011), PDAM sebagai salah satu
BUMD hanya mengandalkan dana APBD dan pinjaman bank yang sebenarnya
birokrasi pendanaannya begitu rumit. Padahal PDAM memerlukan modal untuk
mengembangkan diri sehingga dapat memainkan peranan besar sebagai penggerak
ekonomi daerah. Selain itu juga agar penduduk Kabupaten Sukabumi dapat
menikmati air bersih dan kepuasan dalam konsumsi air tersebut. Jadi, bukan
hanya tergantung dari penerimaan laba saja, tetapi juga dari sumber pendanaan
lain untuk menekan biaya atau menambah dana untuk mengembangkan
perusahaan daerah itu sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur produksi PDAM Kabupaten Sukabumi periode
2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi PDAM
periode 2000-2009?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi struktur produksi PDAM Kabupaten Sukabumi
periode 2000-2009.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi pada
PDAM Kabupaten Sukabumi.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana
pembelajaran dan pengetahuan serta wawasan tentang sumberdaya air
dan perusahaan yang mengelolanya yaitu PDAM
2. Bagi PDAM. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian dan
pertimbangan atas pengelolaan air agar kebijakan yang diambil tidak
merugikan PDAM sendiri dan masyarakat.
1.5. Ruang Lingkup
Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi biaya
produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi di Kabupaten Sukabumi.
Variabel-variabel yang mempengaruhi biaya produksi yang dibahas yaitu biaya ekspansi,
biaya tetap, biaya variabel dan tingkat kebocoran. Pembahasan hanya terbatas di
lingkup Kabupaten Sukabumi terutama area cakupan pelayanan PDAM
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Air Bersih
Public goods umumnya didefinisikan dalam dua karakteristik, yaitu non rivalry dan non excludability. Dalam karakteristik joint consumption, barang-barang yang disediakan dapat dinikmati lebih dari satu orang tanpa mengurangi
kesempatan yang sama bagi orang lain, sedangkan karakteristik non excludability adalah seseorang tanpa kecuali dapat mengkonsumsi public goods tanpa memandang peran sertanya dalam penyediaan barang tersebut.
Tabel 2. Perbedaan antara Barang Swasta dan Barang Publik
Dapat Dikecualikan Tidak Dapat Dikecualikan
Contoh : pensil, sepatu, tas, dll
Barang Campuran (Quasi Public)
9
Private goods (barang privat) dalam prinsip joint consumption adalah barang yang apabila dikonsumsi seseorang, dapat menghilangkan kesempatan
orang lain mengkonsumsinya dan diperlukan pengorbanan untuk memperolehnya,
sehingga orang-orang yang mempunyai kesempatan untuk menikmatinya adalah
orang-orang yang sanggup membayarnya. Hal ini merupakan suatu pengecualian
dan ini merupakan karakteristik kedua dariprivate goods.
Dalam konteks UUD 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa,
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”,
maka air yang diproduksi oleh PDAM merupakan barang publik (public goods), dimana merupakan tugas dan kewajiban pemerintah untuk menyediakan agar
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hal-hal yang menjadi kunci sukses utama bagi penyediaan air bersih
(Bakara, 2001) dalam Fitriani (2009) adalah :
1. Ketersediaan Sumber Air. Hal ini merupakan bahan baku bagi perusahaan
untuk diolah dalam proses produksi. Secara umum terdapat tiga macam
sumber air, yaitu mata air, air permukaan, dan air tanah.
2. Kualitas Air. Kualitas air ditentukan oleh kualitas air bakunya yang berasal
dari berbagai sumber air. Umumnya, air yang berasal dari mata air dan air
tanah kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan air permukaan. Kualitas air
ini kemudian akan menentukan perlakuan terhadap biaya produksi, yang
berarti biaya untuk memproduksi air bersih yang bersumber dari air
10
3. Instalasi Pengolahan Air. Instalasi pengolahan air berfungsi sebagai fasilitas
produksi air baku menjadi air bersih siap pakai. Instalasi yang baik tentunya
akan menghasilkan produksi air yang berkualitas.
4. Sumber Daya Manusia. Sumber Daya Manusia yang berkualitas dibutuhkan
untuk menjalankan sistem produksi, terutama bagian teknologi dan
manajemen. Selain itu juga diperlukan manajemen SDM berupa pelatihan dan
training agar dapat beradaptasi dengan tuntunan perubahan lingkungan yang
semakin cepat.
5. Jaringan Distribusi. Pipa-pipa instalasi jaringan yang akan mengalirkan air
bersih olahan kepada konsumen harus layak pakai dan tidak mengalami
kebocoran. Semakin besar nilai Uncounted For Water (UFW) maka semakin banyak air yang terbuang dan berdampak pada kerugian perusahaan.
6. Harga. Harga merupakan faktor yang penting karena air sebagai consumer goods dan bukan sebagai experience goods sehingga perlu adanya consumer valueyang sesuai agar konsumen tertarik untuk membeli air bersih.
2.2 Ketersediaan Air
Seperti yang kita tahu, sebagian besar lapisan permukaan bumi tertutup
oleh air. Tabel 3 memperlihatkan bahwa volume air yang paling besar terdapat di
lautan yaitu sebesar 97, 61 persen dengan waktu daur selama 3100 tahun. Air laut
merupakan air asin yang tidak bisa dikonsumsi manusia secara langsung karena
mengandung kadar garam yang sangat tinggi. Sebanyak 1 persen merupakan
11
Suplai potensial air tawar adalah sangat sedikit, hal ini karena beberapa
faktor (Wetzel, 1983). Pertama, curah hujan terdistribusi tidak merata di
permukaan lahan (terestrial) dan penggunaan air oleh manusia juga tidak
terdistribusi merata. Perbedaan ini menghasilkan biaya energi tinggi dalam sistem
distribusi.
Tabel 3. Distribusi Air di Biosfer dan Waktu Daurnya
Sumber Volume
Es Kutub 29.000 2,08 16000 tahun
Groundwater 4.000 0,29 300 tahun
Sungai 1,2 0,00009 12 – 20 hari
Kelembaban udara
14 0,00009 0,9 hari
Sumber : Wetzel, 1983
Kedua, konsumsi total meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk.
Ekspansi sistem distribusi ke daerah dengan curah hujan rendah, misalnya irigasi
di kawasan semiarid (kering menengah) menghasilkan penggunaan air yang
banyak, karena air hilang melalui proses penguapan (evapotranspirasi) sangat
tinggi. Air bersih yang bisa diakses 0,25 persen, seperlima populasi (1,2 milyar)
12
menghadapi kekurangan serius (kelangkaan atau krisis absolut pada 2025). Akses
populasi urban atas air bersih sebanyak 33 persen dan sanitasi 82 persen, populasi
rural 55 persen dan 38 persen (WHO, 1999).
Ketiga, faktor potensial hasil dari pertumbuhan penduduk adalah
penurunan (degradasi) kualitas air karena pencemaran badan air dan pencemaran
perairan ini meningkat terus. Degradasi sistem akuatik karena pencemaran telah
menyebar ke groundwater. Pemulihan keadaan ini membutuhkan waktu yang lama, karena memang proses alami yang lambat untuk mengembalikannya
sebagaigroundwater.
2.3. Karakteristik Sumberdaya Air
Sumber daya air merupakan sumber daya yang vital bagi kehidupan
manusia. Di beberapa wilayah, air masih dianggap free goods sehingga dapat digunakan siapa saja. Air sebagai free goods diperoleh tanpa harus membayar untuk mendapatkannya. Sumber daya air mudah mengalami perubahan dalam
kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidakjelasan hak-hak atas
pengelolaan dan pemanfaatannya karena memiliki sifat terbuka dan menjadi milik
umum (Kusuma, 2006).
Karakteristik-karakteristik khusus yang dimiliki oleh sumberdaya air
menurut Anwar (1992) adalah sebagai berikut :
1. Mobilitas air. Sifat air yang merupakan zat cair istimewa dicirikan dengan
karakteristik mudah mengalir, menguap, meresap, dan keluar melalui suatu
media tertentu. Adanya sifat-sifat tersebut mengakibatkan sulitnya upaya
13
sumberdaya air tersebut secara ekslusif agar dapat menjadi komoditas
ekonomi yang dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar.
2. Skala ekonomi yang melekat. Dalam penyimpanan, penyampaian dan
distribusi air terjadi skala ekonomi yang melekat pada komoditas air. Ada
kalanya sifat yang demikian menyebabkan penawaran air bersifat monopoli
alami (natural monopoly), sehingga semakin besar jumlah air yang ditawarkan maka semakin rendah biaya per satuan yang ditanggung oleh produsen.
3. Penawaran air berubah-ubah. Sifat penawaran air berubah-ubah menurut
waktu, ruang dan kualitasnya. Dalam keadaan kekeringan dan banjir,
sumberdaya air ini dapat ditangani oleh pemerintah untuk kepentingan umum.
4. Kapasitas dan daya asimilasi dari badan air. Zat cair memiliki daya larut untuk
mengasimilasikan berbagai zat-zat padat atau pencemar tertentu selama daya
asimilasinya tidak terlampaui. Akibatnya komoditas air mengarah pada
komoditas yang bersifat umum dimana setiap orang dapat menganggapnya
sebagai tempat pembuangan sampah.
5. Penggunaannya dapat dilakukan secara beruntun (sequintal use). Penggunaan secara beruntun ini terjadi ketika air mengalir dari hulu ke hilir sampai ke laut
dan dengan beruntunnya penggunaan air selama perjalanan alirannya akan
merubah kualitas dan kuantitasnya sehingga sering menimbulkan
eksternalitas.
6. Penggunaannya yang serbaguna (multiple use). Dengan kegunaannya yang banyak tersebut, maka pihak individu atau swasta dapat memanfaatkannya dan
14
7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness). Apabila ditambah dengan biaya yang tinggi untuk mewujudkan hak-hak kepemilikannya, akan
menjadikan sumberdaya air bersifatopen access(akses terbuka).
8. Nilai kultural yang melekat pada sumberdaya air bersih. Sebagian besar
masyarakat masih mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebagai barang
bebas anugerah Tuhan yang tidak patut dikomersilkan sehingga menjadi
kendala dalam alokasinya pada sistem pasar.
2.4. Konsep Ekonomi Sumberdaya Air
Secara ekonomi sumberdaya air tergolong ke dalam sumberdaya milik
bersama (common property resources). Sumberdaya semacam ini biasanya akan menghadapi masalah eksploitasi yang dilakukan melebihi daya regenerasinya.
Dengan semakin banyak permasalahan yang timbul, maka akan lebih sulit dalam
menegaskan hak-hak kepemilikan terhadap sumberdaya yang bersangkutan.
Tietenberg (1984) menyatakan bahwa sumberdaya dapat dikelola secara
efisien jika sistem kepemilikan terhadap sumberdaya tersebut dibangun atas
sistemproperty right yang efisien pula, antara lain :
1. Universality, yang berarti bahwa semua sumberdaya dimiliki secara pribadi (private owned) dan seluruh hak-haknya dirinci dengan jelas dan lengkap. 2. Exclusivity, berarti bahwa semua keuntungan dan biaya yang dibutuhkan
sebagai akibat dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi atau penjualan ke
pihak lain.
15
4. Enforceability, yang berarti bahwa hak kepemilikan tersebut harus aman dari perampasan atau pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain.
Menurut Anwar (1992), sumberdaya air sering mengarah kepada
sumberdaya yang bersifat akses terbuka (open access) pada beberapa wilayah karena sering menghadapi permasalahan seperti yang disebutkan di atas.
Selanjutnya, keadaan ini akan menimbulkan gejala eksternalitas yang meluas. Hal
tersebut terjadi jika ada pihak yang menanggung manfaat atau biaya dari proses
penggunaan sumberdaya oleh pemiliknya. Dengan kata lain, eksternalitas
menimbulkan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh pihak swasta
(private) dengan manfaat dan biaya yang dinilai oleh masyarakat (social). 2.5. Konsep Fungsi Produksi PDAM
Output perusahaan berupa barang-barang produksi tergantung pada jumlah
input yang digunakan dalam produksi. Fungsi produksi adalah suatu hubungan
matematis yang menggambarkan suatu cara dimana jumlah dari hasil produksi
tertentu tergantung pada jumlah input tertentu yang digunakan (Bishop dan
Toussaint, 1979 dalam Triastuti, 2006). Menurut Lipsey (1995), fungsi produksi
merupakan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan
kuantitas output yang dihasilkan.
Secara matematis hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Y = f(X1,X2,X3,...,Xn) (2.1)
Keterangan :
Y = Hasil produksi fisik
16
Menurut Sukirno (2005), fungsi produksi adalah hubungan diantara
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Faktor-faktor-faktor produksi
dikenal dengan istilah input dan jumlah produksi juga disebut output. Fungsi
produksi dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut :
Q = f(K,L,R,T) (2.2)
Keterangan :
Q = Jumlah produksi yang dihasilkan
K = Jumlah stok modal
L = Jumlah tenaga kerja
R = Kekayaan alam
T = Tingkat teknologi yang digunakan
Gambar 1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marjinal
17
Berdasarkan Gambar 1, Tahap pertama dari sebuah produksi yaitu
produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat. Kemudian pada tahap
kedua, Produksi total pertambahannya semakin lambat. Akhirnya tahap ketiga,
produksi total semakin lama semakin berkurang.
Dalam teori produksi dikenal dengan Hukum Hasil Lebih yang Semakin
Berkurang (The Law of Diminishing Return) yang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus-menerus ditambah sebanyak
satu unit. Pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertumbuhannya,
tetapi sudah mencapai suatu tingkat tertentu, produksi tambahan akan semakin
berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Hubungan ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
MP = Δ TP dan AP =TP (2.3)
Δ X X
Keterangan :
TP = Total Product(Produksi total) AP = Average Product(Produksi rata-rata)
MP = Marginal Product(produksi marjinal, tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu unit input yang digunakan).
X = Input (faktor produksi)
2.6. Analisis Fungsi Biaya Pengelolaan Air PDAM
Sukirno (2005) mendefinisikan biaya produksi sebagai semua pengeluaran
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan
bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang
yang diproduksikan perusahaan tersebut. Menganalisis biaya produksi perlu
18
sebagian faktor produksi tetap atau tidak dapat ditambah jumlahnya, dan (ii)
jangka panjang, yaitu jangka waktu dimana semua faktor produksi dapat
mengalami perubahan.
Biaya produksi jangka pendek adalah keseluruhan jumlah biaya yang
dikeluarkan produsen yang terdiri dari biaya variabel (biaya yang selalu berubah)
dan biaya tetap. Hal ini dapat dirumuskan (Mankiw, 2000) :
TC = TFC + TVC (2.4)
Keterangan :
TC =Total cost(biaya total)
TFC =Total fixed cost(biaya tetap total) TVC =Total variable cost(biaya variabel total)
Sedangkan dalam produksi jangka panjang seluruh biaya yang digunakan
merupakan biaya yang dapat berubah (variable cost). Analisis mengenai biaya produksi akan memperhatikan juga tentang: (1) biaya produksi rata-rata yang
meliputi biaya produksi total rata-rata, biaya produksi tetap rata-rata, dan biaya
produksi variabel rata-rata, dan (2) biaya produksi marjinal, yaitu tambahan biaya
produksi yang harus dikeluarkan untuk menambah satu unit produksi.
AC = AFC + AVC (2.5)
dimana,
AC =TC; AFC = TFC; AVC = TVC ; Q Q Q Keterangan:
AC =Average Cost(total biaya rata-rata)
19
2.7. Analisis Laba/Keuntungan PDAM
Tujuan dari suatu perusahaan untuk berproduksi adalah agar mendapatkan
keuntungan dari hasil produksinya dengan memperhitungkan besar biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk dengan pendapatan yang diperoleh
dari hasil penjualan produk tersebut. Agar perusahaan dapat terus beroperasi maka
jumlah penerimaan yang diperoleh harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan,
atau paling tidak seimbang agar tidak mengalami kerugian.
Penerimaan bersih perusahaan dapat dilihat dari selisih antara hasil
penjualan air dengan total biaya yang dikeluarkan. Penerimaan bersih atau
keuntungan perusahaan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Mankiw,
2000):
π = TR – TC (2.6)
Keterangan :
Π = Keuntungan / laba (Rp)
TR =Total Revenue(total penerimaan) dalam rupiah TC =Total Cost(total biaya) dalam rupiah
2.8. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Ristiani (2005)dalam skripsinya membahas tentang Analisis Harga Pokok Air Bersih PDAM dan Respon Konsumen Terhadap Kebijakan Tarif Air Minum
(Studi Kasus di PDAM Kabupaten Bogor). Permasalahan yang dibahas, yaitu : (1)
Cara penghitungan harga pokok produksi di PDAM dan berapa harga pokok air
minum yang dikelola oleh PDAM; (2) Kebijakan tarif yang diberlakukan oleh
20
PDAM; serta (4) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (konsumsi) air
PDAM oleh golongan rumah tangga.
Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer adalah dengan
melakukan wawancara para pelanggan dan pengisian kuesioner, dengan kelompok
responden hanyalah golongan rumah tangga di Kabupaten Bogor. Pengambilan
contoh secara stratified proportional random samplingyaitu pengambilan contoh secara proporsional menurut golongan tarif pelanggan rumah tangga PDAM
Kabupaten Bogor.
Analisis biaya produksi dilakukan untuk menghitung harga pokok dengan
metode pembagian, yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan banyaknya air
PDAM yang dijual. Hasilnya yaitu besarnya harga pokok air PDAM pada tahun
1999 adalah Rp 1034,16 sedangkan pada tahun 2003 mencapai Rp 1914,55, yang
hal ini berarti bahwa harga pokok air PDAM terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya dan mencapai dua kali lipat pada lima tahun terakhir.
Sedangkan respon pelanggan rumah tangga sebagai konsumen air PDAM
menunjukkan bahwa air PDAM memiliki nilai yang tinggi di mata konsumen atau
disebut overestimate. PDAM Kabupaten Bogor melakukan diskriminasi harga terhadap konsumen dengan menerapkan konsep increasing block tariff. Pendugaan terhadap permintaan air menggunakan analisis regresi yang
menunjukkan bahwa konsumsi air PDAM oleh pelanggan golongan rumah tangga
di Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh harga riil air PDAM, jumlah anggota
keluarga, pendapatan rumah tangga, lama berlangganan air PDAM, penilaian
terhadap kualitas air PDAM, golongan pelanggan, dan kepemilikan sumber air
21
PDAM, jumlah anggota keluarga, dan lama berlangganan air PDAM mempunyai
pengaruh yang positif terhadap konsumsi air PDAM oleh golongan rumah tangga
di Kabupaten Bogor.
Kusuma (2006) dalam skripsinya membahas tentang analisis ekonomi pengelolaan sumberdaya air dan kebijakan tarif air PDAM Kota Madiun. Latar
belakang Kusuma dalam analisis ini yaitu berdasarkan program yang masuk ke
dalam susunan skala prioritas pemerintah daerah Kota Madiun dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kebutuhan air bersih dinilai belum
terlayani secara optimal dikarenakan mahalnya biaya investasi untuk penyediaan
sarana produksi dan distribusi. Masalah yang pernah dikeluhkan masyarakat yaitu
kualitas air yang diproduksi yaitu sesudah dimasak menghasilkan endapan kapur
dan jika diminum terkadang menimbulkan rasa.
Masalah yang terjadi pada PDAM Kota Madiun yaitu dilema kebijakan
penyesuaian tarif dan biaya produksi yang tinggi untuk meningkatkan kualitas air.
Metode yang digunakan yaitu analisis regresi linear berganda, dengan variabel
tarif air, harga beli listrik, harga bahan bakar minyak dan tingkat inflasi.
Sementara itu, pengujian dilakukan dengan uji t dan uji F. Untuk menganalisis
penetapan tarif dilakukan perhitunganMarginal Cost(MC).
Hasil penelitiannya adalah analisis regresi parameter dugaan harga beli
listrik, harga bahan bakar minyak dan tingkat inflasi berpengaruh nyata terhadap
tarif air. Artinya, kebijkan kenaikan tarif dipengaruhi oleh harga beli listrik per
kwh (Kilo Watt Hour), harga bahan bakar minyak dan tingkat inflasi. Berdasarkan perhitungan share variabel-variabel yang membentuk fungsi tarif terhadap total
22
Selama tahun 1995 sampai dengan 2005, komponen biaya-biaya
pengelolaan, produksi air maupun jumlah pelanggan mengalami pertumbuhan
yang positif. Biaya pengelolaan secara keseluruhan menunjukkan kondisi yang
relatif meningkat tiap tahunnya dilihat dari laju pertumbuhan yang positif. Hal ini
menunjukkan kondisi pengelolaan yang semakin membaik dari tahun ke tahun.
Hasil analisis model biaya pengelolaan air PDAM Kota Madiun dari tahun 1995
sampai dengan tahun 2005 menunjukkan bahwa baik biaya variabel, biaya
investasi maupun jumlah produksi air berpengaruh nyata dengan arah yang positif
terhadap total biaya pengelolaan air PDAM. Kenaikan tarif memberikan dampak
positif yaitu meningkatkan penerimaan dan keuntungan perusahaan.
Fitriani (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisa Kinerja Privatisasi pada PD PAM Jaya”. Tujuan penelitian ini adalah sebagai gambaran
kinerja PD PAM Jaya sebelum dan sesudah privatisasi dari sudut pandang
masyarakat dan ekonomi dan terkait pelaksanaan kerjasama dengan swasta di PD
PAM Jaya. Fitriani menggambarkan tentang dampak kenaikan tarif yang menjadi
keluhan atas kepuasan pelanggan PD PAM Jaya. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuisioner dan data sekunder. Kuisioner yang ditujukan
terhadap pelanggan cukup efektif untuk mengetahui preferensi kepuasan
pelanggan yang sebenarnya. Sedangkan data sekunder yang sudah diolah oleh PD
PAM Jaya dan Fitriani menunjukkan target pencapaian hasil yang diharapkan
mengenai keuntungan dan tarif perusahaan.
Penelitian ini diharapkan mampu menjawab persoalan kelemahan dan
keuntungan privatisasi pada PD PAM Jaya. Dari hasil penelitian dapat diperoleh
23
diharapkan atau kurang menguntungkan bagi perusahaan monopoli ini. Hal ini
terlihat dari perspektif ekonomi dan perspektif masyarakat. Dalam sudut pandang
ekonomi diharapkan privatisasi akan menciptakan efisiensi pada perusahaan.
Tetapi hasil penelitian menunjukkan kebalikannya yaitu inefisiensi perusahaan.
Dalam sudut pandang konsumen atau pelanggan diharapkan kepuasan pelanggan
akan bertambah meskipun tarifnya terus menerus dinaikkan. Tetapi kinerja
perusahaan yang inefisiensi atau belum mencapai target yang diinginkan membuat
kepuasan pelanggan terus menurun.
2.9. Kerangka Pemikiran
Fakta bahwa air yang dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup hanya satu
persen dari jumlah total air di bumi membuat air menjadi langka. Sumberdaya air
sebenarnya tidak berkurang tetapi hanya berubah bentuknya. Tetapi, pengelolaan
air masih buruk sehingga membuat jumlah air seolah-olah menjadi langka.
Air banyak yang tercemar limbah manusia dan pabrik bahkan menjadi
bencana seperti banjir. Karena air bersih menjadi sulit untuk diakses, maka air
menjadi barang ekonomi dan bukan barang publik lagi. Saat ini air menjadi
barang yang bernilai dan banyak dikomersilkan oleh pihak swasta. Namun,
apabila harga air menjadi lebih mahal daripada yang seharusnya maka hajat hidup
yang menguasai orang banyak tersebut dikuasai dan dikelola oleh pemerintah. Hal
itu dimaksudkan agar semua kalangan masyarakat dapat menjangkaunya.
Indonesia memiliki UUD 1945 yang mengatur sumberdaya air yang menguasai
hajat hidup orang banyak seperti air. Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan bahwa
pemerintah yang mengelola sumberdaya air tersebut agar masyarakat sejahtera
24
sehingga air menjadi mahal.
Tetapi pada kenyataannya, pengelolaan air oleh pemerintah dalam hal ini
PDAM, belum maksimal. Pengelolaan air yang penting dapat dilihat dari struktur
produksinya. Struktur produksi salah satunya adalah biaya produksi. Belum
maksimalnya pengelolaan air salah satunya ditandai dengan kurangnya
pengelolaan biaya produksi. Biaya produksi seharusnya ditekan demi
mendapatkan keuntungan. Semakin besar biaya produksi dan semakin kecil
penerimaan maka perusahaan akan merugi. Dalam biaya produksi pun ada
bermacam-macam faktor yang mempengaruhinya seperti biaya ekspansi, jumlah
air yang diproduksi, tingkat kebocoran, dan biaya variabel. Faktor-faktor tersebut
diestimasi dalam uji regresi linear berganda untuk mengetahui sejauh mana
pengaruhnya terhadap biaya produksi. Hasil uji akan menentukan kebijakan apa
yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan air terutama biaya
produksi oleh PDAM Kabupaten Sukabumi. Gambar 2 memperlihatkan alur
25
Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Analisis regresi linear
Kebijakan efisiensi biaya produksi dan pengelolaan PDAM Kabupaten Sukabumi
Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi biaya produksi Mengidentifikasi
struktur
produksi PDAM Kabupaten
Sukabumi
Sulitnya akses air bersih dan keterbatasan air mengubah air menjadi barang ekonomi
PDAM
Pengelolaan Air Bersih
Estimasi
variabel yang mempengaruhi fungsi biaya pengelolaan
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan terdiri dari data sekunder diperoleh dari PDAM
Kabupaten Sukabumi, internet dan literatur seperti jurnal, majalah air minum serta
buku-buku terkait.
3.2. Metode Analisis
Metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menduga parameter dari peubah-peubah biaya produksi (meliputi biaya ekspansi
dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi dan tingkat kebocoran yang
dilihat dari besar jumlah air yang hilang. Langkah selanjutnya adalah pembuatan
model ekonometrika. Model merupakan penyederhanaan suatu realita yang
menggambarkan pola hubungan dari faktor-faktor atau variabel-variabel yang
berperan dalam pembentukan model. Dalam hal ini model disajikan dalam bentuk
persamaan regresi.
Suatu model yang baik harus memenuhi kriteria ekonomi, statistika dan
ekonometrika. Dalam kriteria ekonomi, suatu model dikatakan baik apabila dapat
memperlihatkan pengaruh positif atau negatif dari variabel-variabel independen
terhadap variabel dependennya. Uji statistika dapat dilakukan secara individu
variabel independen dengan uji statistik t atau secara serentak
variabel-variabel independen dengan uji statistik F. Hasil dari uji statistik t dan uji statistik
F dapat dilihat dari P-value yang memperlihatkan besar pengaruh nyata variabel-variabel independen terhadap variabel-variabel dependen. Sedangkan uji ekonometrika
27
dengan menguji heterokedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas. Jika
salah satu asumsi di atas dilanggar maka model tidak efisien untuk digunakan.
3.2.1. Analisis Fungsi Biaya
Ariestis (2004) menjelaskan bahwa analisis fungsi biaya pengelolaan
adalah analisis mengenai hubungan antara jumlah biaya pengelolaan air dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biaya pengelolaan tersebut.
Faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisis fungsi biaya pengelolaan ini
adalah jumlah air bersih yang diproduksi, biaya ekspansi, dan biaya variabel. Pada
penelitian ini juga akan ditambahkan satu faktor yang diduga turut mempengaruhi
biaya pengeloalaan air, yaitu faktor tingkat kebocoran.
Model fungsi biaya pengelolaan air berdasarkan fungsi Cobb-Douglass
adalah:
TC = a0 + ECt a1 + VCt a2 + Qt a3 + LVt a4 + e (3.1)
Model tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural
menjadi persamaan linear sebagai berikut :
Ln TC = ln a0 + a1 ln ECt + a2 ln VCt + a3 ln Qt + a4 ln LVt + e (3.2)
Dimana:
TC = biaya total pengelolaan air PDAM (Rp)
ECt = biaya ekspansi (puluhan juta Rp)
VCt = biaya variabel (puluhan juta Rp)
Qt = jumlah air bersih yang diproduksi PDAM (puluhan ribu M3
)
LVt = tingkat kebocoran (loss water) (puluhan ribu M3) t = tahun ke-t
28
Hipotesa-hipotesa :
1. Biaya ekspansi berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya
jika biaya ekspansi mengalami peningkatan maka biaya total juga akan
mengalami peningkatan,ceteris paribus.
2. Biaya variabel berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya
jika biaya variabel meningkat maka biaya total juga akan meningkat, ceteris paribus.
3. Jumlah air yang diproduksi berpengaruh positif terhadap biaya total
pengelolaan, artinya semakin banyak jumlah air yang diproduksi akan
semakin meningkatkan biaya total pengelolaan, ceteris paribus.
4. Tingkat kebocoran juga berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan,
artinya semakin tinggi tingkat kebocoran maka akan menambah biaya total
pengeloaan,ceteris paribus. 3.2.2. Analisis Penerimaan PDAM
Penerimaan PDAM didapat dari perkalian antara jumlah air yang
disalurkan dengan harga pokok air bersih ditambah dengan penerimaan dari jasa
non-industri. Setelah penerimaan total didapat maka dapat dicari besar
keuntungan yang diperoleh PDAM yaitu sebesar selisih dari jumlah penerimaan
yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi air bersih
:
TR = Pt.Qt + Rn (3.3)
Keterangan:
TR = Total penerimaan PDAM (Rp)
29
Qt = Jumlah air bersih yang diproduksi (m3)
Rn = Penerimaan lain dari jasa non industri
PDAM Kabupaten Sukabumi hanya memproduksi satu jenis barang yaitu
jumlah air bersih yang disalurkan kepada pelanggan, sehingga diasumsikan bahwa
tidak ada penerimaan lain dari jasa non-industri maka fungsi penerimaannya
menjadi :
TR = Pt.Qt (3.4)
Penetapan harga air dilakukan dengan cara diskriminasi harga (price discrimination). Diskriminasi harga tingkat tiga dilakukan kepada konsumen yang berbeda dengan memperhitungkan perbedaan elastisitas permintaan dari tiap-tiap
konsumen. Diskriminasi ini dilakukan dengan tujuan agar tercipta subsidi silang
(cross subsidies) antara konsumen yang dapat membayar lebih mahal dikarenakan memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dengan konsumen yang memiliki
pendapatan di bawah rata-rata. Diskriminasi harga juga dapat diterapkan dengan
menggunakan konsep increasing block tariff, di mana perbedaan harga air dapat dipengaruhi dari tingkat pemakaian, jarak konsumen terhadap instalasi air dan
biaya pengelolaan air yang dikeluarkan PDAM.
Setelah didapat total penerimaan kemudian dihitung keuntungan yang
diperoleh :
π = TR–TC (3.5)
Keterangan:
π = Keuntungan perusahaan (Rp)
TR = Total penerimaan PDAM (Rp)
30
3.3. Pengujian Hipotesis dan Ekonometrika 3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda
Dalam regresi linear berganda terdapat lebih dari satu variabel yang
menjelaskan. Oleh karena itu, analisis mengenai ketergantungan satu variabel
pada lebih dari satu variabel yang menjelaskan dikenal sebagai analisis regresi
berganda (multiple regression analysis). Model regresi populasi k-variabel meliputi variabel tak bebas Y dan k-1 variabel yang menjelaskan X2, X3, …, Xk.
Tujuan analisis ini adalah menaksir parameter regresi berganda untuk
persamaan yang diduga dan menarik kesimpulan mengenai parameter tersebut
dari data yang dimiliki. Untuk maksud penaksiran, maka dapat digunakan metode
kuadrat terkecil (OLS) yang dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang ahli
Matematika Jerman. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam metode OLS adalah
(Juanda, 2009) :
1. Asumsi bahwa nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value) dari ui, tergantung pada Xi tertentu adalah nol (E(ui,Xi) = 0).
2. Asumsi bahwa gangguan ui dan uj tidak berkorelasi, yang dikenal sebagai
asumsi tidak adanya korelasi berurutan atau tidak ada autokorelasi (cov(ui.uj)
= 0,i≠j).
3. Asumsi homoskedastisitas (var(ui,Xi) =σ 2, dimana var berartivarians).
4. Asumsi bahwa gangguan u dan variabel yang menjelaskan X tidak berkorelasi
(cov(ui,Xi) = 0).
5. Asumsi bahwa tidak terdapat bias dalam spesifikasi model. Model yang diuji
31
6. Asumsi bahwa tidak terdapat collinearity antar variabel-variabel bebas. Variabel-variabel bebas tidak mengandung hubungan linear tertentu antara
sesamanya.
Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah
melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebut,
seperti pengujian statistik (uji R2, uji F, dan uji t); pengujian ekonometrik (uji
multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas) dan pengujian
ekonomi (untuk menguji kesesuaian tanda masing-masing koefisien regresi yang
diperoleh dengan menggunakan perangkat teori ekonomi).
3.3.2. Uji Kesesuaian Model
3.3.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji kesesuaian model menggunakan ukuran koefisien determinasi (R2)
yang bertujuan untuk mengukur kemampuan dari peubah penjelas (independen variable). Jika nilai R2dalam suatu persamaan semakin besar maka semakin layak persamaan tersebut digunakan sebagai alat peramalan (forecasting).
3.3.2.2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan uji statistik t dan uji statistik F. Uji
statistik t digunakan untuk melihat pengaruh dari tiap-tiap variabel independen
terhadap variabel dependennya. Sedangkan uji statistik F adalah uji secara
serentak variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Tujuan dari uji
statistik adalah mengetahui seberapa besar variabel independen mempengaruhi
32
3.3.2.3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat apakah dalam persamaan
yang diduga terdapat hubungan linier antar peubah bebasnya (variabel
independen).
3.3.2.4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah error pada suatu persamaan bersifat dependen atau independen. Artinya, apakah errormempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel-variabel independen dan
dependennya. Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan uji LM-Test, dengan kriteria :
H0 : tidak ada autokorelasi
H1 : Ada autokorelasi
Jika hasilnya terima H0, maka pada persamaan yang diuji tidak terjadi
autokorelasi. Sebaliknya jika hasilnya tolak H0 maka persamaan yang diuji masih
mengalami masalah autokorelasi.
3.3.2.5 Uji Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang
diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya (Hanke&Reitsch, 1998 dalam Ristiana, 2006). Artinya, setiap observasi
maupun realibilitas yang berbeda akibat perubahan dalam kondisi yang
melatarbelakangi tidak terangkum dalam spesifikasi model. Pada penelitian ini, uji
heterokedastisitas dilakukan dengan uji Breusch-Pagan-Godfrey yang dapat
dilihat di lampiran 6. Asumsi yang melandasi homokedastisitas adalah :
33
2. Spesifikasi linier atas model sudah benar.
PadaE-views, uji heterokedastisitas melalui White-Heteroskedasticity Test dapat diketahui dengan melihat nilai probability obs*r-squared. Apabila nilai probability obs*R-squared lebih besar dari derajat kepercayaan yang digunakan, maka menunjukkan bahwa tidak ada masalah heterokedastisitas. Demikian
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Gambaran Umum PDAM Kabupaten Sukabumi
Keberadaan PDAM merupakan cerminan pelaksanaan pasal 5 ayat 4 UU
No. 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yang berbunyi,
"Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak di daerah yang bersangkutan diusahakan oleh
perusahaan daerah yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan".
Pada tahun 1973 di daerah Pelabuhan Ratu terjadi adanya wabah
muntaber yang banyak memakan korban jiwa. Setelah peristiwa wabah tersebut
diadakan berbagai penelitian. Penelitian yang dilakukan menemukan penyebab
wabah muntaber tersebut. Pemakaian air yang tidak layak konsumsi menjadi
penyebabnya (Praja, 1999).
Pemerintah Kabupaten Sukabumi menerima bantuan dana dari UNICEF
untuk membangun jaringan air minum yang bersumber dari mata air Cisarakan
dengan debit air pertama sebanyak 4 liter per detik. Adanya jaringan tersebut
dapat melayani kebutuhan air bersih di sekitar kota Pelabuhan Ratu termasuk
kebutuhan air bersih untuk rumah sakit dan bangunan pemerintah lainnya.
Meskipun begitu, kualitas air yang disalurkan kurang memenuhi persyaratan atau
jauh dari standar air minum yang diharuskan. Hal ini disebabkan oleh kadar kapur
yang terlalu tinggi.
Pada tahun 1976 terjadi kemarau panjang sehingga masyarakat sekitar
35
disebabkan debit air dari mata air Cisarakan menurun secara drastis dan
sumur-sumur masyarakat terabrasi air laut. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah
Kabupaten Sukabumi membangun instalasi pengolahan air bersih di Pelabuhan
Ratu khususnya di Kampung Gunung Butak. Kapasitas terpasang intake 40 liter per detik dan instalasi pengolahan air sebesar 20 liter per detik.
Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi
diawali dengan pembangunan sarana air bersih untuk melayani kota Pelabuhan
Ratu pada tahun 1978/1979 dengan kapasitas terpasang 2 X 20 liter per detik,
kemudian berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum No. 019/KPTS/CK/III/1981, dibentuklah Badan
Pengelola Air Minum (BPAM) Propinsi Jawa Barat. Pedoman pelaksanaan
pengelolaan BPAM Kabupaten Sukabumi disesuaikan dengan Surat Keputusan
bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/KPTS/1983
dan No. 03/KPTS/1984.Dengan diawalinya pembangunan sarana air bersih untuk
melayani Kota Pelabuhan Ratu pada tahun 1981, dibentuklah Badan Pengelola Air
Minum (BPAM) Kabupaten Sukabumi yang dalam perkembangannya sampai
pada akhir tahun 1989 telah bertambah wilayah pelayanannya dengan kota-kota
Kecamatan Parung Kuda, Cibadak, Jampang Tengah, Cicurug dan Kalapa
Nunggal. BPAM ini di bawah tanggung jawab dan pengawasan Proyek
Penyediaan Sarana Air Bersih (PPSAB) Propinsi Jawa Barat termasuk salah satu
kegiatan Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Atas dasar penilaian perkembangan yang baik dan banyaknya rencana
pengembangan proyek air bersih terutama di Kota Cibadak dan Cicurug, maka
36
Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Sukabumi. Untuk itu disahkannnya
Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor : 2 tahun 1990 tanggal 29 Januari
1990. Selanjutnya pada tanggal 9 September 1990 dilaksanakan serah terima
pengelolaan sarana air minum dari Departemen Pekerjaan Umum kepada
Departemen Dalam Negeri dan selanjutnya dilimpahkan kepada Pemerintah
Kabupaten Sukabumi untuk dioperasikan oleh Pemerintah Daerah yang
dilanjutkan dengan pelantikan Direksi PDAM dengan Surat Keputusan Bupati
Nomor : 820/SK-1156-Peg/1990 tanggal 20 September 1990.
Pada awal pengelolaannya Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten
Sukabumi hanya mempunyai 3 cabang dan 2 unit IKK dengan jumlah sambungan
hanya 3.667 sambungan langganan dan 35 Kran Umum. Menurut data akhir tahun
1999 telah berkembang menjadi 4 cabang dan 6 unit IKK dengan jumlah
langganan sebanyak 11.967 Sambungan Langgganan dan 134 Kran Umum.
Dengan demikian dalam perkembangannya selama 9 tahun jumlah Sambungan
Langganan meningkat sekitar 453,48 persen dan pelayanan Kran Umum sekitar
382,85 persen.
Menurut data yang diperoleh sampai tahun 2010, luas pelayanan
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi bertambah menjadi 10 kota
pelayanan di kecamatan-kecamatan antara lain :
1. Cabang Cikembar/Warungkiara
Sistem Cikembar / Warungkiara memanfaatkan air baku dari IPA Ubrug
dengan kapasitas pengambilan air baku sebesar 50 liter per detik. Cabang
37
2. Cabang Pelabuhan Ratu
Cabang Pelabuhanratu melayani kota Pelabuhan Ratu yang meliputi satu
kelurahan dan tiga desa, yaitu kelurahan Pelabuhan Ratu, Desa Citepus, Desa
Citarik dan Desa Cidadap dengan jumlah sambungan langganan sebanyak
2.965 unit. Sumber air baku yang digunakan untuk system penyediaan air
bersih berasal dari sungai Citepus, dengan kapasitas pengambilan berdasarkan
SIPA sebanyak 200 liter per detik. Tetapi pada saat musim kemarau harus
berbagi dengan petani sekitar sehingga terjadi kekurangan air baku yang
antara lain mengakibatkan tidak beroperasinya IPA (Instalasi Pengolahan Air).
Untuk mengantisipasi hal tersebut, PDAM rencananya akan membangun
sumuran/saluran dari sungai menuju intake (penampungan air baku) yang selanjutnya dipompakan ke IPA dengan dilaksanakannya pekerjaan tersebut
diharapkan pada saat musim kemarau pelayanan kepada masyarakat tidak
terganggu.
3. Cabang Cibadak
Sistem penyediaan air minum Cibadak memiliki sumber air baku dari :
a. Mata air Cipalasari kapasitas 15 liter per detik
b. Mata air Cipanas kapasitas 35 liter per detik
c. Mata air Cirosa kapasitas 10 liter per detik
Sistem pengaliran secara gravitasi dan jumlah sambungan langganan 2.300
unit. Pada pipa transmisi sistem ini banyak di tapping, antara lain untuk Parungkuda dan Cicurug. Kapasitas debit air Cipalasari saat ini belum banyak
38
4. Cabang Tenjolaut-Cisolok
Cabang Tenjolaut-Cisolok merupakan cabang pelayanan untuk Kecamatan
Cisolok dan Tenjolaut. Untuk sistem Tenjolaut mengambil sumber air baku
dari sungai Parakan Gedeg Sukawayana dengan kapasitas 10 liter per detik.
Pelayanan Kecamatan Cisolok mengambil sumber air baku dari mata air
Cikahuripan dengan kapasitas 5 liter per detik. Sistem ini melayani jumlah
sambungan 718 unit.
5. Unit Sagaranten
Wilayah pelayanan unit Sagaranten meliputi Kecamatan Sagaranten, dengan
sumber air baku berasal dari mata air Cipongok dengan kapasitas terpasang
2,5 liter per detik. Kapasitas saat ini 0,5 liter per detik. Sistem ini mempunyai
jumlah sambungan langganan terpasang sebanyak 252 unit dan yang aktif
hanya 67 unit.
6. Unit Jampang Tengah
Sistem ini memiliki kapasitas air baku sebesar 5 liter per detik dan kapasitas
produksi 2 liter per detik. Jumlah sambungan langganan 129 unit.
7. Unit Bojong Genteng
Sistem ini emiliki kapasitas design 2 liter per detik, jumlah sambungan yang dilayani oleh sistem ini adalah 115 unit.
8. Cabang Kalapanunggal
Sistem cabang Kalapanunggal memiliki sumber air baku yang berasal dari
mata air Kiara Rugrug Desa Pulosari dengan kapasitas 10 liter per detik dan
kapasitas operasi 5 liter per detik. Sistem pengaliran secara gravitasi dengan
39
mm-50 mm, dan pipa PE 50 mm - 40 mm. Sistem ini memiliki pelanggan
sambungan rumah 574 unit. Design awal sistem pengaliran ke pelanggan
menggunakan sistem FR (Flow Restictor) dengan design aliran dibatasi 50 liter/jam masa operasi 24 jam, namun sehubungan dengan adanya permintaan
pelanggan agar aliran yang diterima tidak adanya pembatasan maka diubah
dari sistem FR ke water meter. Namun perubahan tersebut tidak diimbangi
dengan perubahan jalur perpipaan. Tingkat kehilangan pada sistem ini relatif
tinggi 56,04 persen, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah sumur pipa yang sudah terlalu tua, diameter pipa yang terpasang sudah
tidak sesuai dengan jumlah pelanggan yang dilayani yang mengakibatkan
pipa jenuh. Selain permasalahan kebocoran ada sebagian wilayah yang tidak
mendapat aliran air bersih selama 24 jam (sistem gilir). Upaya mengatasi hal
tersebut adalah dengan membangun bak penampungan air reservoirkapasitas 200 M3. Dengan dilakukannya pekerjaan tersebut di atas diharapkan dapat
menekan tingkat kehilangan air dan peningkatan pelayanan baik kuantitas
maupun kontinuitas yang akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan
perusahaan.
9. Unit Babakan Cisaat
Sistem ini memiliki sumber air baku dari sumur dalam Bojong Nangka
Kecamatan Cisaat dengan kapasitas air baku 10 liter per detik. Sistem ini
dibangun tahun 2007 dan direncanakan untuk melayani Kecamatan Cisaat