• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PRODUKSI PADA PDAM KABUPATEN SUKABUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PRODUKSI PADA PDAM KABUPATEN SUKABUMI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA

PRODUKSI PADA PDAM KABUPATEN SUKABUMI

Oleh

CINDY NOVIANTI H14062579

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

CINDY NOVIANTI, H 14062579, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN).

Menurut perkiraan UNESCO volume total air yang dapat diakses secara global adalah kurang dari 0,3 persen. Kurangnya akses tersebut disebabkan oleh berkurangnya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Mengatasi masalah krisis air tersebut, maka pemerintah melakukan kebijakan yang sesuai dengan UUD pasal 33 tahun 1945 yaitu menguasai segala pengelolaan air yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Sehingga dalam mengimplementasikan kebijakannya pemerintah membentuk PAM. Sementara itu, perusahaan air minum yang berada di daerah dinamakan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Jumlah penduduk yang terus meningkat dan ketersediaan air yang terus menipis terutama di daerah pantai selatan Sukabumi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya konsumsi air. Sejak berdirinya hingga sekarang yaitu selama 32 tahun, PDAM Kabupaten Sukabumi belum dapat memenuhi kebutuhan air secara keseluruhan. Cakupan pelayanan yang masih rendah 16, 99 persen pada tahun 2007 dan tingkat kebocoran yang tinggi menyebabkan PDAM Kabupaten Sukabumi masih memiliki kendala teknis.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) Mengidentifikasi struktur produksi PDAM Kabupaten Sukabumi periode 2000-2009 dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi. Pada penelitian ini, metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menduga parameter dari peubah-peubah biaya produksi (meliputi biaya ekspansi dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi, tingkat kebocoran. Dalam hal ini model disajikan dalam bentuk persamaan regresi berganda. Uji yang dilakukan meliputi uji F, Uji t, Uji R2, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Data yang digunakan adalah data sekunder dari mulai tahun 2000-2009.

Hasil analisis model biaya produksi PDAM Kabupaten Sukabumi dari tahun 2000-2009 menunjukkan bahwa variabel yang nyata mempengaruhi biaya total pengelolaan adalah Biaya ekspansi. Biaya variabel berhubungan positif terhadap biaya total, sedangkan tingkat kebocoran berhubungan negatif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan yang dilakukan tidak memberi peningkatan efisiensi terhadap pengelolaan PDAM Kabupaten Sukabumi.

Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan adalah: (1) PDAM Kabupaten Sukabumi diharapkan terus meningkatkan efisiensi biaya pengelolaaan khususnya mengefisienkan biaya ekspansi dan mengurangi tingkat kebocoran sehingga keuntungan yang didapat bisa meningkatkan kinerja dari sisi keuangan, (2) PDAM Kabupaten Sukabumi sebagaimana PDAM yang lainnya sebaiknya lebih efektif mengandalkan peran ekonomi dan sosial BUMD daripada hanya mengandalkan dana APBD yang terbatas dengan birokrasi yang rumit.

(3)

Sebagaimana perusahaan lainnya, untuk menambah modal dan mencari keuntungan agar dapat membiayai produksi, perusahaan sebaiknya mencari sumber pembiayaan untuk investasi. Pembiayaan investasi bisa berupa pinjaman bank atau memasuki pasar modal dengan IPO (menjual saham). Pembiayaan dimaksudkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja PDAM khususnya biaya-biaya yang berkaitan dengan produksi sehingga daya saing PDAM Kabupaten Sukabumi dapat ditingkatkan.

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA

PRODUKSI PADA PDAM KABUPATEN SUKABUMI

Oleh

CINDY NOVIANTI H14062579

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi

Nama : Cindy Novianti

NIM : H14062579

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Fifi Diana Thamrin, M.Si. NIP. 19730424 200604 2 006

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2011

Cindy Novianti H14062579

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Cindy Novianti lahir pada tanggal 26 November 1988 di Rumah Sakit Pelabuhan Ratu, Sukabumi, sebuah kabupaten besar dan luas di Provinsi Jawa Barat. Penulis anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Zulyadi Rajab dan Reni Marlina. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis lulus sekolah dasar pada SD Negeri 1 Mangkalaya, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Cisaat dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Cisaat dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis meninggalkan Kabupaten Sukabumi untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Kabupaten Sukabumi yang sedang berkembang. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang merupakan salah satu jurusan terfavorit di IPB pada tahun 2007.

Sebelumnya, yaitu tahun 2006, penulis menempuh matrikulasi berbasis mayor/minor di Tingkat Persiapan Bersama selama satu tahun dan belum memiliki jurusan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi keagamaan seperti SES-C (Syariah Economic Study Club), FORMASI (Forum Mahasiswa dan Stusi Islam) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat FEM.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi”. Air merupakan barang yang penting bagi makhluk hidup. Tanpa air makhluk hidup termasuk manusia, hewan dan tumbuhan akan mati. Air yang keberadaannya semakin menipis harus dikelola dengan baik oleh suatu Negara maupun masyarakat. Salah satu perusahaan yang mengelola air di Indonesia yaitu PDAM. Penulis membahas tentang PDAM Kabupaten Sukabumi dari sisi pengelolaan produksi air. Seperti halnya perusahaan pemerintah yang lain PDAM Kabupaten Sukabumi mengalami kerugian. Secara alami, jumlah air di Kabupaten Sukabumi cukup melimpah. Tetapi berbagai biaya yang harus ditanggung menyebabkan perusahaan tersebut mengalami kerugian. Inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian. Di samping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya Ibu Fifi Diana Thamrin, Ibu Tanti Novianti, Pak Dedi Budiman Hakim, Pak Toni Irawan yang memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih Ibu dan Bapak yang telah banyak meluangkan waktu Ibu yang sangat berharga. Terima kasih Kepada Direktur Utama, Direktur Umum, dan Direktur Teknik serta staf PDAM Kabupaten Sukabumi yang telah mempermudah dalam memperoleh data penelitian. Kepada kedua orang tua penulis yaitu Ibu Reni Marlina dan Bapak Zulyadi Rajab serta adik-adik sekalian, Nenek dan Kakek Penulis, terima kasih banyak atas segala kesabaran, doa, dan kasih sayang yang selama ini telah tercurahkan.

Penulis yakin bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran guna perbaikan skripsi ini sangatlah penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

(9)

Penulis berdarap penelitian ini akan dilanjutkan oleh generasi mendatang untuk menambah wawasan dan perkembangan PDAM di Indonesia.

Bogor, Mei 2011

(10)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v DEFINISI OPERASIONAL ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Permasalahan ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 7 1.4. Manfaat Penelitian ... 7 1.5. Ruang Lingkup ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 8

2.1. Air Bersih... 8

2.2. Ketersediaan Air ... 10

2.3. Karakteristik Sumberdaya Air ... 12

2.4. Konsep Ekonomi Sumberdaya Air ... 14

2.5. Konsep Fungsi Produksi PDAM ... 15

2.6. Analisis Fungsi Biaya Pengelolaan Air ... 17

2.7. Analisis Penerimaan PDAM... 19

2.8. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 19

2.9. Kerangka Pemikiran ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 26

3.1. Jenis dan Sumber Data... 26

3.2. Metode Analisis ... 26

3.2.1. Analisis Fungsi Biaya ... 27

3.2.2. Analisis Penerimaan PDAM... 28

3.3. Pengujian Hipotesis dan Ekonometrika ... 30

(11)

ii

3.3.2. Uji Kesesuaian Model... 31

3.3.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 31

3.3.2.2. Uji Hipotesis... 31

3.3.2.3. Uji Multikolinearitas ... 32

3.3.2.4. Uji Autokorelasi ... 32

3.3.2.5. Uji Heteroskedastisitas... 32

IV. GAMBARAN UMUM ... 34

4.1. Gambaran Umum PDAM Kabupaten Sukabumi ... 34

4.2. Stuktur Organisasi PDAM Kabupaten Sukabumi ... 41

4.3. Pelayanan PDAM Kabupaten Sukabumi ... 41

4.4. Stuktur Penerimaan dan Pengelolaan PDAM Kabupaten Sukabumi 42 4.5. Kriteria Pelanggan PDAM Kabupaten Sukabumi ... 44

4.6 Tarif Pemakaian Air... 45

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 48

5.1. Analisis Struktur Produksi PDAM Kabupaten Sukabumi... 48

5.2. Analisis Fungsi Biaya PDAM Kabupaten Sukabumi ... 51

5.2.1. Jumlah Air yang Diproduksi (Qt) ... 54

5.2.2. Biaya Ekspansi(ECt)... 54

5.2.3. Biaya Variabel(VCt) ... 55

5.2.4. Tingkat Kebocoran(LCt) ... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59

(12)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Penduduk dan Cakupan Pelayanan... 3

2. Perbedaan antara Barang Swasta dan Barang Publik ... 8

3. Distribusi Air di Biosfer dan Waktu Daurnya ... 11

4. Struktur Penerimaan dan Pengelolaan Air Bersih PDAM Kabupaten Sukabumi Tahun 2000-2009... 43

5. Tarif Pemakaian Air... 47

6. Struktur Produksi PDAM Kabupaten Sukabumi Tahun 2000-2009... 49

7. Struktur Biaya PDAM Kabupaten Sukabumi Tahun 2000-2009 ... 51

8. Hasil Estimasi Variabel Independen Biaya Total Pengelolaan Air PDAM Kabupaten Sukabumi Tahun 2000-2009 ... 52

9. Biaya Ekspansi yang Terdiri dari Beban Hubungan Langganan dan Biaya Litbang (Penelitian dan Pengembangan) ... 55

(13)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marjinal... 16 2. Alur Kerangka Pemikiran ... 25

(14)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1. Data Produksi, Biaya Produksi, Pendapatan dan Jumlah

Pelanggan PDAM ... 61

Lampiran 2. Laba/Rugi PDAM Kabupaten Sukabumi ... 61

Lampiran 3. Hasil Uji Multikolinearitas ... 62

Lampiran 4. Uji Kenormalan ... 62

Lampiran 5. Uji Heterokedastisitas... 63

Lampiran 6. Uraian Golongan Pelanggan PDAM Kabupaten Sukabumi Menurut Kelompok ... 64

Lampiran 7. Struktur Organisasi Dan Tata Kerja PDAM Kabupaten Daerah Tingkat II Sukabumi...65

(15)

vi

DEFINISI OPERASIONAL

1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan PDAM dilihat dari peningkatan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan.

2. Air bersih adalah air dengan karakteristik bersih, jernih, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa tertentu (tawar) (UU RI No. 11 Tahun 1974).

3. Air bersih PDAM adalah air yang telah diproses menjadi air jernih sebelum dialirkan kepada konsumen melalui instalasi berupa saluran air.

4. Air baku adalah air yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan air PDAM, diperoleh dari air permukaan maupun air sungai.

5. Air produksi PDAM adalah air yang telah diproses menjadi air bersih dan siap untuk didistribusikan kepada pelanggan.

6. Air bersih terjual adalah air bersih yang didistribusikan kepada pelanggan dan termasuk ke dalam rekening air yang dibayarkan.

7. Perusahaan air minum adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengadaan, pengolahan, distribusi (penjualan) air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.

8. Kapasitas produksi air minum adalah keluaran maksimum, kemampuan berproduksi suatu perusahaan air minum dalam waktu tertentu.

9. Biaya pengolahan air PDAM DKI Jakarta terdiri dari biaya tetap (fixed cost), biaya ekspansi (expansion cost) dan biaya variabel (variable cost).

10. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah ketika perusahaan mengubah kuantitas output produksinya (Mankiw, 2000). Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan air PDAM yang tidak

(16)

vii

berubah-ubah dalam waktu pendek terlepas dari volume air yang disalurkan. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap antara lain adalah beban operasi sumber air, beban air baku, gaji pegawai bagian pengolahan air, beban operasi tenaga listrik, beban operasi kimia, gaji pegawai bagian transmisi dan distribusi, beban operasi bagian transmisi dan distribusi, beban pegawai dan direksi, beban hubungan langganan, beban penelitian dan pengembangan, beban penyisihan piutang, dan biaya perjalanan dinas.

11. Biaya ekspansi adalah biaya yang digunakan untuk memperluas dan menambah jumlah produksi air yang meliputi biaya penelitian dan pengembangan dan hubungan langganan.

12. Biaya variabel adalah biaya-biaya yang berubah ketika perusahaan mengubah kuantitas output produksinya (Mankiw, 2000). Biaya variabel adalah biaya-biaya yang berubah-ubah atau bervariasi sesuai dengan jumlah (volume) air yang disalurkan kepada pelanggan dan yang terbuang dalam waktu yang pendek. Contoh biaya variabel adalah beban pemeliharaan, beban penyusutan, beban operasi pengolahan, beban kantor, beban penagihan rekening, beban keuangan dan beban rupa-rupa.

13. Laba adalah pendapatan dikurangi biaya total, laba = TR – TC (Mankiw,2000).

14. Tarif air adalah harga air yang ditetapkan oleh pihak PDAM bersama pemerintah daerah yang bersangkutan dengan jumlah dan tingkatan yang berbeda-beda untuk setiap golongan pelanggan. Tarif air minum merupakan biaya jasa pelayanan air minum yang wajib dibayarakan oleh pelanggan setiap pemakaian air minum yang diberikan oleh penyelenggara (dalam hal ini

(17)

viii

berdasarkan keputusan Kepala Daerah atas usul Direksi setelah disetujui oleh Dewan Pengawas dengan terlebih dahulu dikonsultasikan ke DPRD).

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara global, menurut UNESCO, volume total air yang dapat diakses adalah kurang dari 0,3 persen. Kurangnya akses tersebut disebabkan oleh berkurangnya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan pengujian komprehensif sumberdaya perairan tawar di dunia, perilaku manusia merupakan kontributor dan ini menambah sulitnya aksesibilitas air. Keadaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa kebanyakan negara, baik negara maju maupun sedang berkembang rute air dalam daur hidrologi sudah tidak berkelanjutan (Lee, 2001).

Keterbatasan air telah mengubah air dari barang publik menjadi barang ekonomi. Sifat-sifat public good yang ada pada sumberdaya air seperti non

excludable dan non rivality berubah menjadi sifat barang ekonomi yaitu rivalry,

excludable dan substractable menurut tempat dan waktu. Hal itu menyebabkan penawaran air terhadap suatu wilayah menjadi penting (Ansofino, 2005 dalam Kusuma, 2006). Oleh karena itu, PDAM ditunjuk sebagai perusahaan yang mengelola air bersih yang bernilai harganya. Selain itu, pemerintah juga melaksanakan amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah salah satu bentuk perusahaan milik pemerintah yang merupakan bagian dari perekonomian nasional yang dikendalikan oleh pemerintah, berkaitan dengan pemberian atau penyerahan jasa-jasa pemerintah kepada publik. Saat ini, jumlah PDAM mencapai 290 perusahaan milik daerah dan 9 lainnya merupakan milik swasta dan kerjasama pemerintah dan swasta. Perusahaan Daerah Air minum (PDAM) Kabupaten

(19)

Sukabumi merupakan salah satu perusahaan daerah yang memiliki wewenang dalam penyediaan kebutuhan konsumsi air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Sukabumi. Kebutuhan air bersih utama untuk rumah tangga dan industri di Kabupaten Sukabumi dipasok oleh PDAM Kabupaten sukabumi.

Sejak berdirinya hingga sekarang yaitu selama 32 tahun, PDAM Kabupaten Sukabumi belum dapat memenuhi kebutuhan air secara keseluruhan. Cakupan pelayanan yang masih rendah 16, 99 persen pada tahun 2007 dan tingkat kebocoran yang tinggi menyebabkan PDAM Kabupaten Sukabumi masih memiliki kendala teknis. Sedangkan dari segi keuangan, dari tahun 2000 sampai dengan 2008, PDAM Kabupaten Sukabumi selalu mengalami kerugian disebabkan masalah-masalah teknis seperti tingkat kebocoran yang masih tinggi, belum efisiennya jumlah karyawan dengan jumlah pelanggan, dan tingkat kinerja karyawan yang kurang produktif. Kerugian dari tahun 2000 sampai dengan 2008 dialami akibat biaya secara keseluruhan yang lebih tinggi daripada pendapatan. Sedangkan pada tahun 2009, keuntungan mulai diperoleh karena perbaikan kinerja baik secara teknis maupun secara non-teknis.

Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi yang termasuk daerah pelayanan PDAM Kabupaten Sukabumi tahun 2009 sekitar 1.343.645 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang terlayani sekitar 134.664. Jumlah ini terus meningkat setiap tahun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2009. Cakupan pelayanan juga meningkat seiring kenaikan jumlah penduduk terlayani dan jumlah penduduk daerah pelayanan.

Cakupan pelayanan air bersih tahun 2000 hanya sebesar 7,89 persen, sedangkan 10 tahun kemudian yaitu pada tahun 2010 meningkat 10 persen

(20)

menjadi 17,50 persen. Hal ini disebabkan karena perluasan wilayah PDAM Kabupaten Sukabumi seiring dengan perluasan cabang-cabang di kecamatan-kecamatan yang belum mendapatkan layanan pemasangan sambungan langganan. Selain itu juga agar keuntungan PDAM semakin bertambah sejalan dengan penambahan penerimaan. Jika perusahaan bisa memperluas perusahaan dan mengefisienkannya maka perusahaan akan memperoleh keuntungan. Penjelasan ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Cakupan Pelayanan

Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Cakupan Daerah Pelayanan Terlayani Pelayanan (%)

2001 1.006.229 79.416 7,89 2002 762.084 64.65 8,48 2003 713.84 69.115 12,91 2004 412.138 67.76 21,92 2005 831.38 71.35 11,44 2006 831.38 71.35 11,44 2007 937.468 119.472 16,99 2008 1.342.303 122.914 12,21 2009 1.343.645 134.664 17,50

Sumber : Laporan Kinerja PDAM Kabupaten Sukabumi, 2000-2009 (data diolah) Berdasarkan Tabel 1, jumlah penduduk daerah pelayanan menurun pada tahun 2004 dan kembali meningkat sampai pada tahun 2009. Penurunan tersebut dikarenakan ada penurunan target jumlah daerah pelayanan karena biaya total yang meningkat dan tingkat kebocoran yang masih tinggi. Jumlah penduduk yang terlayani cenderung stabil dan mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2009.

Cakupan Pelayanan PDAM Kabupaten Sukabumi pada tahun 2004 adalah yang paling tinggi yaitu sebesar 21,92 persen. Tetapi jumlah penduduk daerah pelayanannya adalah yang paling rendah di antara tahun 2001 hingga tahun 2009.

(21)

Sedangkan pada tahun 2005 dan 2006 kembali menurun dan meningkat kembali pada tahun 2007. Fluktuasi cakupan pelayanan PDAM ini disebabkan oleh banyak faktor salah satunya mengenai biaya produksi yang fluktuatif.

1.2. Permasalahan

Dalam UUD No.7 tahun 2004, bahwa dalam mengatasi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras. Undang-Undang pasal 11 ayat 1 tentang SDA dibuat untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan SDA sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum (2011) berpendapat bahwa dari segi kuantitas tidak mengkhawatirkan, tetapi dari segi kualitas memerlukan perhatian khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang upaya pencapaian MDGs (Millenium

Developnment Goals) perihal ketersediaan air baku.

Di sejumlah negara, termasuk Indonesia, masalah terbesar mengenai persediaan air berkembang bukan hanya dari masalah kelangkaan air dibanding dengan jumlah penduduk, melainkan dari kekeliruan menentukan kebijakan tentang air. Menurut Sihite (2011), total potensi air permukaan dan air tanah di seluruh Indonesia diperkirakan 2.749 ×10 triliun M3 atau 27.490 M3 per tahun sedangkan kebutuhan hingga tahun 2015 mencapai 55.758 miliar M3 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah persediaan jauh di atas kebutuhan. Tetapi secara per wilayah, terjadi perbedaan yang mencolok. Bila kebutuhan di Kalimantan, Sumatera dan Papua hampir tak berarti dibandingkan dengan

(22)

ketersediaannya, di Jawa dan Bali sudah memerlukan kewaspadaan.

Lee (2001) berpendapat bahwa krisis air saat ini bukan karena jumlah air yang terlalu sedikit untuk memenuhi keperluan manusia. Krisis air lebih disebabkan cara mengelola air yang buruk sehingga akibatnya banyak manusia dan lingkungan sangat menderita. Di dalam skala global, pengelolaan sumberdaya air dan meningkatnya kesenjangan kondisi ekonomi dan sosial antar wilayah yang merupakan akar permasalahan konflik global. Ada tiga grup utama skala global konflik berdasarkan isu : 1) Kurangnya air yang dapat diakses; 2) Meningkatnya kepedulian lingkungan dan 3) Nilai ekonomi air.

Salah satu perusahaan daerah yang mengelola air yang cenderung terbatas yaitu PDAM Kabupaten Sukabumi. PDAM ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk Kabupaten Sukabumi. Pendirian perusahaan milik pemerintah ini berdasar atas kekhawatiran air yang tidak layak dikonsumsi karena menimbulkan wabah penyakit khususnya di bagian pantai yaitu Pelabuhan Ratu (Ibukota Kabupaten Sukabumi sekarang).

Jumlah penduduk yang terus meningkat dan ketersediaan air yang terus menipis terutama di daerah pantai selatan Sukabumi menjadi salah satu penyebab tingginya konsumsi air. Ketersediaan air yang menipis disebabkan tercemarnya air tanah, sungai dan penebangan hutan untuk tujuan pembangunan dan perumahan. Akses penduduk terhadap air bersih juga masih minim. Hal ini karena pendapatan penduduk yang masih rendah sehingga untuk air mereka lebih memilih mengambil dari sungai, sumur atau pompa air daripada harus membayar air dengan tarif tertentu dan juga biaya sambungan ke rumah-rumah mereka. Hal itu disebabkan sebagian tercemar oleh limbah manusia dan pabrik, serta volume air

(23)

yang berkurang meski musim hujan, membuat masyarakat tidak bisa lagi menikmati air bersih.

Seperti perusahaan lain, PDAM Kabupaten Sukabumi memiliki struktur produksi yang terdiri dari biaya ekspansi, biaya tetap, biaya variabel dan tingkat kebocoran yang mempengaruhinya. Besarnya biaya-biaya tersebut semestinya diimbangi dengan laba yang diterima perusahaan. Semakin besar laba dan semakin kecil biaya maka keuntungan akan semakin besar. Namun, permasalahannya adalah PDAM Kabupaten Sukabumi memiliki kendala dalam mengelola biaya-biaya tersebut sehingga cenderung merugi. Perbaikan-perbaikan seperti ekspansi perusahaan, efisiensi karyawan, dan menambah sumber air baru serta mengurangi tingkat kebocoran dilakukan untuk meraih laba.

Namun di sisi lain menurut Sunara (2011), PDAM sebagai salah satu BUMD hanya mengandalkan dana APBD dan pinjaman bank yang sebenarnya birokrasi pendanaannya begitu rumit. Padahal PDAM memerlukan modal untuk mengembangkan diri sehingga dapat memainkan peranan besar sebagai penggerak ekonomi daerah. Selain itu juga agar penduduk Kabupaten Sukabumi dapat menikmati air bersih dan kepuasan dalam konsumsi air tersebut. Jadi, bukan hanya tergantung dari penerimaan laba saja, tetapi juga dari sumber pendanaan lain untuk menekan biaya atau menambah dana untuk mengembangkan perusahaan daerah itu sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur produksi PDAM Kabupaten Sukabumi periode 2000-2009?

(24)

2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi PDAM periode 2000-2009?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi struktur produksi PDAM Kabupaten Sukabumi periode 2000-2009.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran dan pengetahuan serta wawasan tentang sumberdaya air dan perusahaan yang mengelolanya yaitu PDAM

2. Bagi PDAM. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian dan pertimbangan atas pengelolaan air agar kebijakan yang diambil tidak merugikan PDAM sendiri dan masyarakat.

1.5. Ruang Lingkup

Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi di Kabupaten Sukabumi. Variabel-variabel yang mempengaruhi biaya produksi yang dibahas yaitu biaya ekspansi, biaya tetap, biaya variabel dan tingkat kebocoran. Pembahasan hanya terbatas di lingkup Kabupaten Sukabumi terutama area cakupan pelayanan PDAM Kabupaten Sukabumi.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Air Bersih

Public goods umumnya didefinisikan dalam dua karakteristik, yaitu non

rivalry dan non excludability. Dalam karakteristik joint consumption, barang-barang yang disediakan dapat dinikmati lebih dari satu orang tanpa mengurangi kesempatan yang sama bagi orang lain, sedangkan karakteristik non excludability adalah seseorang tanpa kecuali dapat mengkonsumsi public goods tanpa memandang peran sertanya dalam penyediaan barang tersebut.

Tabel 2. Perbedaan antara Barang Swasta dan Barang Publik

Dapat Dikecualikan Tidak Dapat Dikecualikan

Rival Barang Swasta Murni : -Biaya pengecualian rendah -Dihasilkan oleh swasta -Dijual melalui pasar

-Dibiayai dari hasil penjualan -Dihasilkan oleh swasta atau

pemerintah

Contoh : pensil, sepatu, tas, dll

Barang Campuran (Quasi Public)

- Barang yang manfaatnya dirasakan bersama dan

dikonsumsikan bersama tetapi dapat terjadi kepadatan

- Dijual melalui pasar atau langsung oleh pemerintah Contoh : Taman

Nonrival Barang Campuran (Quasi Private)

-Barang swasta yang

menimbulkan eksternalitas -Dibiayai dari hasil penjualan

atau dibiayai dengan APBN Contoh : rumah sakit, transportasi umum, pemancar TV

Barang Publik Murni -Biaya pengecualian besar -Dihasilkan oleh pemerintah -Disalurkan oleh pemerintah -Dijual melalui pasar atau

langsung oleh pemerintah Contoh : Pertahanan, Peradilan, Air Minum

(26)

9

Private goods (barang privat) dalam prinsip joint consumption adalah barang yang apabila dikonsumsi seseorang, dapat menghilangkan kesempatan orang lain mengkonsumsinya dan diperlukan pengorbanan untuk memperolehnya, sehingga orang-orang yang mempunyai kesempatan untuk menikmatinya adalah orang-orang yang sanggup membayarnya. Hal ini merupakan suatu pengecualian dan ini merupakan karakteristik kedua dari private goods.

Dalam konteks UUD 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa,

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”, maka air yang diproduksi oleh PDAM merupakan barang publik (public goods), dimana merupakan tugas dan kewajiban pemerintah untuk menyediakan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Hal-hal yang menjadi kunci sukses utama bagi penyediaan air bersih (Bakara, 2001) dalam Fitriani (2009) adalah :

1. Ketersediaan Sumber Air. Hal ini merupakan bahan baku bagi perusahaan untuk diolah dalam proses produksi. Secara umum terdapat tiga macam sumber air, yaitu mata air, air permukaan, dan air tanah.

2. Kualitas Air. Kualitas air ditentukan oleh kualitas air bakunya yang berasal dari berbagai sumber air. Umumnya, air yang berasal dari mata air dan air tanah kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan air permukaan. Kualitas air ini kemudian akan menentukan perlakuan terhadap biaya produksi, yang berarti biaya untuk memproduksi air bersih yang bersumber dari air permukaan lebih mahal.

(27)

10

3. Instalasi Pengolahan Air. Instalasi pengolahan air berfungsi sebagai fasilitas produksi air baku menjadi air bersih siap pakai. Instalasi yang baik tentunya akan menghasilkan produksi air yang berkualitas.

4. Sumber Daya Manusia. Sumber Daya Manusia yang berkualitas dibutuhkan untuk menjalankan sistem produksi, terutama bagian teknologi dan manajemen. Selain itu juga diperlukan manajemen SDM berupa pelatihan dan training agar dapat beradaptasi dengan tuntunan perubahan lingkungan yang semakin cepat.

5. Jaringan Distribusi. Pipa-pipa instalasi jaringan yang akan mengalirkan air bersih olahan kepada konsumen harus layak pakai dan tidak mengalami kebocoran. Semakin besar nilai Uncounted For Water (UFW) maka semakin banyak air yang terbuang dan berdampak pada kerugian perusahaan.

6. Harga. Harga merupakan faktor yang penting karena air sebagai consumer

goods dan bukan sebagai experience goods sehingga perlu adanya consumer

valueyang sesuai agar konsumen tertarik untuk membeli air bersih. 2.2 Ketersediaan Air

Seperti yang kita tahu, sebagian besar lapisan permukaan bumi tertutup oleh air. Tabel 3 memperlihatkan bahwa volume air yang paling besar terdapat di lautan yaitu sebesar 97, 61 persen dengan waktu daur selama 3100 tahun. Air laut merupakan air asin yang tidak bisa dikonsumsi manusia secara langsung karena mengandung kadar garam yang sangat tinggi. Sebanyak 1 persen merupakan penjumlahan dari volume groundwater, danau perairan tawar, sungai dan air tanah (soil water). Sebanyak 1 persen itulah yang berupa air tawar yang dapat dikonsumsi manusia.

(28)

11

Suplai potensial air tawar adalah sangat sedikit, hal ini karena beberapa faktor (Wetzel, 1983). Pertama, curah hujan terdistribusi tidak merata di permukaan lahan (terestrial) dan penggunaan air oleh manusia juga tidak terdistribusi merata. Perbedaan ini menghasilkan biaya energi tinggi dalam sistem distribusi.

Tabel 3. Distribusi Air di Biosfer dan Waktu Daurnya

Sumber Volume (Ribuan Km2) Total (%) Waktu Daur Lautan 1.370.000 97,61 3100 tahun Es Kutub 29.000 2,08 16000 tahun Groundwater 4.000 0,29 300 tahun Danau Perairan tawar 125 0,009 1 – 100 tahun Danau perairan asin 104 0,008 10 -1000 tahun Kelembaban tanah 67 0,005 280 hari Sungai 1,2 0,00009 12 – 20 hari Kelembaban udara 14 0,00009 0,9 hari Sumber : Wetzel, 1983

Kedua, konsumsi total meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Ekspansi sistem distribusi ke daerah dengan curah hujan rendah, misalnya irigasi di kawasan semiarid (kering menengah) menghasilkan penggunaan air yang banyak, karena air hilang melalui proses penguapan (evapotranspirasi) sangat tinggi. Air bersih yang bisa diakses 0,25 persen, seperlima populasi (1,2 milyar) kekurangan akses air minum bermutu dan dua pertiga pertumbuhannya

(29)

12

menghadapi kekurangan serius (kelangkaan atau krisis absolut pada 2025). Akses populasi urban atas air bersih sebanyak 33 persen dan sanitasi 82 persen, populasi rural 55 persen dan 38 persen (WHO, 1999).

Ketiga, faktor potensial hasil dari pertumbuhan penduduk adalah penurunan (degradasi) kualitas air karena pencemaran badan air dan pencemaran perairan ini meningkat terus. Degradasi sistem akuatik karena pencemaran telah menyebar ke groundwater. Pemulihan keadaan ini membutuhkan waktu yang lama, karena memang proses alami yang lambat untuk mengembalikannya sebagai groundwater.

2.3. Karakteristik Sumberdaya Air

Sumber daya air merupakan sumber daya yang vital bagi kehidupan manusia. Di beberapa wilayah, air masih dianggap free goods sehingga dapat digunakan siapa saja. Air sebagai free goods diperoleh tanpa harus membayar untuk mendapatkannya. Sumber daya air mudah mengalami perubahan dalam kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidakjelasan hak-hak atas pengelolaan dan pemanfaatannya karena memiliki sifat terbuka dan menjadi milik umum (Kusuma, 2006).

Karakteristik-karakteristik khusus yang dimiliki oleh sumberdaya air menurut Anwar (1992) adalah sebagai berikut :

1. Mobilitas air. Sifat air yang merupakan zat cair istimewa dicirikan dengan karakteristik mudah mengalir, menguap, meresap, dan keluar melalui suatu media tertentu. Adanya sifat-sifat tersebut mengakibatkan sulitnya upaya untuk mewujudkan dan melaksanakan penegasan hak-hak (property right) atas

(30)

13

sumberdaya air tersebut secara ekslusif agar dapat menjadi komoditas ekonomi yang dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar.

2. Skala ekonomi yang melekat. Dalam penyimpanan, penyampaian dan distribusi air terjadi skala ekonomi yang melekat pada komoditas air. Ada kalanya sifat yang demikian menyebabkan penawaran air bersifat monopoli alami (natural monopoly), sehingga semakin besar jumlah air yang ditawarkan maka semakin rendah biaya per satuan yang ditanggung oleh produsen.

3. Penawaran air berubah-ubah. Sifat penawaran air berubah-ubah menurut waktu, ruang dan kualitasnya. Dalam keadaan kekeringan dan banjir, sumberdaya air ini dapat ditangani oleh pemerintah untuk kepentingan umum. 4. Kapasitas dan daya asimilasi dari badan air. Zat cair memiliki daya larut untuk

mengasimilasikan berbagai zat-zat padat atau pencemar tertentu selama daya asimilasinya tidak terlampaui. Akibatnya komoditas air mengarah pada komoditas yang bersifat umum dimana setiap orang dapat menganggapnya sebagai tempat pembuangan sampah.

5. Penggunaannya dapat dilakukan secara beruntun (sequintal use). Penggunaan secara beruntun ini terjadi ketika air mengalir dari hulu ke hilir sampai ke laut dan dengan beruntunnya penggunaan air selama perjalanan alirannya akan merubah kualitas dan kuantitasnya sehingga sering menimbulkan eksternalitas.

6. Penggunaannya yang serbaguna (multiple use). Dengan kegunaannya yang banyak tersebut, maka pihak individu atau swasta dapat memanfaatkannya dan sisanya menjadi barang umum yang dapat menimbulkan eksternalitas.

(31)

14

7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness). Apabila ditambah dengan biaya yang tinggi untuk mewujudkan hak-hak kepemilikannya, akan menjadikan sumberdaya air bersifat open access (akses terbuka).

8. Nilai kultural yang melekat pada sumberdaya air bersih. Sebagian besar masyarakat masih mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebagai barang bebas anugerah Tuhan yang tidak patut dikomersilkan sehingga menjadi kendala dalam alokasinya pada sistem pasar.

2.4. Konsep Ekonomi Sumberdaya Air

Secara ekonomi sumberdaya air tergolong ke dalam sumberdaya milik bersama (common property resources). Sumberdaya semacam ini biasanya akan menghadapi masalah eksploitasi yang dilakukan melebihi daya regenerasinya. Dengan semakin banyak permasalahan yang timbul, maka akan lebih sulit dalam menegaskan hak-hak kepemilikan terhadap sumberdaya yang bersangkutan.

Tietenberg (1984) menyatakan bahwa sumberdaya dapat dikelola secara efisien jika sistem kepemilikan terhadap sumberdaya tersebut dibangun atas sistem property right yang efisien pula, antara lain :

1. Universality, yang berarti bahwa semua sumberdaya dimiliki secara pribadi (private owned) dan seluruh hak-haknya dirinci dengan jelas dan lengkap. 2. Exclusivity, berarti bahwa semua keuntungan dan biaya yang dibutuhkan

sebagai akibat dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi atau penjualan ke pihak lain.

3. Transferability, berarti seluruh hak kepemilikan dapat dipindahtangankan dari satu pemilik ke pihak lainnya dengan transaksi yang bebas dan jelas.

(32)

15

4. Enforceability, yang berarti bahwa hak kepemilikan tersebut harus aman dari perampasan atau pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain.

Menurut Anwar (1992), sumberdaya air sering mengarah kepada sumberdaya yang bersifat akses terbuka (open access) pada beberapa wilayah karena sering menghadapi permasalahan seperti yang disebutkan di atas. Selanjutnya, keadaan ini akan menimbulkan gejala eksternalitas yang meluas. Hal tersebut terjadi jika ada pihak yang menanggung manfaat atau biaya dari proses penggunaan sumberdaya oleh pemiliknya. Dengan kata lain, eksternalitas menimbulkan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh pihak swasta (private) dengan manfaat dan biaya yang dinilai oleh masyarakat (social).

2.5. Konsep Fungsi Produksi PDAM

Output perusahaan berupa barang-barang produksi tergantung pada jumlah input yang digunakan dalam produksi. Fungsi produksi adalah suatu hubungan matematis yang menggambarkan suatu cara dimana jumlah dari hasil produksi tertentu tergantung pada jumlah input tertentu yang digunakan (Bishop dan Toussaint, 1979 dalam Triastuti, 2006). Menurut Lipsey (1995), fungsi produksi merupakan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan.

Secara matematis hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Y = f(X1,X2,X3,...,Xn) (2.1)

Keterangan :

Y = Hasil produksi fisik

(33)

16

Menurut Sukirno (2005), fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Faktor-faktor-faktor produksi dikenal dengan istilah input dan jumlah produksi juga disebut output. Fungsi produksi dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut :

Q = f(K,L,R,T) (2.2)

Keterangan :

Q = Jumlah produksi yang dihasilkan K = Jumlah stok modal

L = Jumlah tenaga kerja R = Kekayaan alam

T = Tingkat teknologi yang digunakan

Gambar 1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marjinal

(34)

17

Berdasarkan Gambar 1, Tahap pertama dari sebuah produksi yaitu produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat. Kemudian pada tahap kedua, Produksi total pertambahannya semakin lambat. Akhirnya tahap ketiga, produksi total semakin lama semakin berkurang.

Dalam teori produksi dikenal dengan Hukum Hasil Lebih yang Semakin Berkurang (The Law of Diminishing Return) yang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus-menerus ditambah sebanyak satu unit. Pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertumbuhannya, tetapi sudah mencapai suatu tingkat tertentu, produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 1.

MP = Δ TP dan AP = TP (2.3)

Δ X X

Keterangan :

TP = Total Product (Produksi total) AP = Average Product (Produksi rata-rata)

MP = Marginal Product (produksi marjinal, tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu unit input yang digunakan). X = Input (faktor produksi)

2.6. Analisis Fungsi Biaya Pengelolaan Air PDAM

Sukirno (2005) mendefinisikan biaya produksi sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut. Menganalisis biaya produksi perlu dibedakan jangka waktu, yaitu: (i) jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana

(35)

18

sebagian faktor produksi tetap atau tidak dapat ditambah jumlahnya, dan (ii) jangka panjang, yaitu jangka waktu dimana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan.

Biaya produksi jangka pendek adalah keseluruhan jumlah biaya yang dikeluarkan produsen yang terdiri dari biaya variabel (biaya yang selalu berubah) dan biaya tetap. Hal ini dapat dirumuskan (Mankiw, 2000) :

TC = TFC + TVC (2.4)

Keterangan :

TC = Total cost (biaya total)

TFC = Total fixed cost (biaya tetap total) TVC = Total variable cost (biaya variabel total)

Sedangkan dalam produksi jangka panjang seluruh biaya yang digunakan merupakan biaya yang dapat berubah (variable cost). Analisis mengenai biaya produksi akan memperhatikan juga tentang: (1) biaya produksi rata-rata yang meliputi biaya produksi total rata-rata, biaya produksi tetap rata-rata, dan biaya produksi variabel rata-rata, dan (2) biaya produksi marjinal, yaitu tambahan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menambah satu unit produksi.

AC = AFC + AVC (2.5) dimana,

AC = TC; AFC = TFC; AVC = TVC ;

Q Q Q

Keterangan:

AC = Average Cost (total biaya rata-rata)

AFC = Average Fixed Cost (biaya tetap rata-rata) AVC = Average Variable Cost (biaya variabel rata-rata)

(36)

19

2.7. Analisis Laba/Keuntungan PDAM

Tujuan dari suatu perusahaan untuk berproduksi adalah agar mendapatkan keuntungan dari hasil produksinya dengan memperhitungkan besar biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk dengan pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan produk tersebut. Agar perusahaan dapat terus beroperasi maka jumlah penerimaan yang diperoleh harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, atau paling tidak seimbang agar tidak mengalami kerugian.

Penerimaan bersih perusahaan dapat dilihat dari selisih antara hasil penjualan air dengan total biaya yang dikeluarkan. Penerimaan bersih atau keuntungan perusahaan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2000):

π = TR – TC (2.6) Keterangan :

Π = Keuntungan / laba (Rp)

TR = Total Revenue (total penerimaan) dalam rupiah TC = Total Cost (total biaya) dalam rupiah

2.8. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Ristiani (2005) dalam skripsinya membahas tentang Analisis Harga Pokok Air Bersih PDAM dan Respon Konsumen Terhadap Kebijakan Tarif Air Minum (Studi Kasus di PDAM Kabupaten Bogor). Permasalahan yang dibahas, yaitu : (1) Cara penghitungan harga pokok produksi di PDAM dan berapa harga pokok air minum yang dikelola oleh PDAM; (2) Kebijakan tarif yang diberlakukan oleh PDAM; (3) Respon pelanggan terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan oleh

(37)

20

PDAM; serta (4) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (konsumsi) air PDAM oleh golongan rumah tangga.

Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer adalah dengan melakukan wawancara para pelanggan dan pengisian kuesioner, dengan kelompok responden hanyalah golongan rumah tangga di Kabupaten Bogor. Pengambilan contoh secara stratified proportional random sampling yaitu pengambilan contoh secara proporsional menurut golongan tarif pelanggan rumah tangga PDAM Kabupaten Bogor.

Analisis biaya produksi dilakukan untuk menghitung harga pokok dengan metode pembagian, yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan banyaknya air PDAM yang dijual. Hasilnya yaitu besarnya harga pokok air PDAM pada tahun 1999 adalah Rp 1034,16 sedangkan pada tahun 2003 mencapai Rp 1914,55, yang hal ini berarti bahwa harga pokok air PDAM terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan mencapai dua kali lipat pada lima tahun terakhir.

Sedangkan respon pelanggan rumah tangga sebagai konsumen air PDAM menunjukkan bahwa air PDAM memiliki nilai yang tinggi di mata konsumen atau disebut overestimate. PDAM Kabupaten Bogor melakukan diskriminasi harga terhadap konsumen dengan menerapkan konsep increasing block tariff. Pendugaan terhadap permintaan air menggunakan analisis regresi yang menunjukkan bahwa konsumsi air PDAM oleh pelanggan golongan rumah tangga di Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh harga riil air PDAM, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumah tangga, lama berlangganan air PDAM, penilaian terhadap kualitas air PDAM, golongan pelanggan, dan kepemilikan sumber air lain sebagai alternatif. Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel harga riil air

(38)

21

PDAM, jumlah anggota keluarga, dan lama berlangganan air PDAM mempunyai pengaruh yang positif terhadap konsumsi air PDAM oleh golongan rumah tangga di Kabupaten Bogor.

Kusuma (2006) dalam skripsinya membahas tentang analisis ekonomi pengelolaan sumberdaya air dan kebijakan tarif air PDAM Kota Madiun. Latar belakang Kusuma dalam analisis ini yaitu berdasarkan program yang masuk ke dalam susunan skala prioritas pemerintah daerah Kota Madiun dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kebutuhan air bersih dinilai belum terlayani secara optimal dikarenakan mahalnya biaya investasi untuk penyediaan sarana produksi dan distribusi. Masalah yang pernah dikeluhkan masyarakat yaitu kualitas air yang diproduksi yaitu sesudah dimasak menghasilkan endapan kapur dan jika diminum terkadang menimbulkan rasa.

Masalah yang terjadi pada PDAM Kota Madiun yaitu dilema kebijakan penyesuaian tarif dan biaya produksi yang tinggi untuk meningkatkan kualitas air. Metode yang digunakan yaitu analisis regresi linear berganda, dengan variabel tarif air, harga beli listrik, harga bahan bakar minyak dan tingkat inflasi. Sementara itu, pengujian dilakukan dengan uji t dan uji F. Untuk menganalisis penetapan tarif dilakukan perhitungan Marginal Cost (MC).

Hasil penelitiannya adalah analisis regresi parameter dugaan harga beli listrik, harga bahan bakar minyak dan tingkat inflasi berpengaruh nyata terhadap tarif air. Artinya, kebijkan kenaikan tarif dipengaruhi oleh harga beli listrik per kwh (Kilo Watt Hour), harga bahan bakar minyak dan tingkat inflasi. Berdasarkan perhitungan share variabel-variabel yang membentuk fungsi tarif terhadap total biaya, variabel yang berpengaruh paling besar terhadap kenaikan harga beli listrik.

(39)

22

Selama tahun 1995 sampai dengan 2005, komponen biaya-biaya pengelolaan, produksi air maupun jumlah pelanggan mengalami pertumbuhan yang positif. Biaya pengelolaan secara keseluruhan menunjukkan kondisi yang relatif meningkat tiap tahunnya dilihat dari laju pertumbuhan yang positif. Hal ini menunjukkan kondisi pengelolaan yang semakin membaik dari tahun ke tahun. Hasil analisis model biaya pengelolaan air PDAM Kota Madiun dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2005 menunjukkan bahwa baik biaya variabel, biaya investasi maupun jumlah produksi air berpengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap total biaya pengelolaan air PDAM. Kenaikan tarif memberikan dampak positif yaitu meningkatkan penerimaan dan keuntungan perusahaan.

Fitriani (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisa Kinerja Privatisasi pada PD PAM Jaya”. Tujuan penelitian ini adalah sebagai gambaran kinerja PD PAM Jaya sebelum dan sesudah privatisasi dari sudut pandang masyarakat dan ekonomi dan terkait pelaksanaan kerjasama dengan swasta di PD PAM Jaya. Fitriani menggambarkan tentang dampak kenaikan tarif yang menjadi keluhan atas kepuasan pelanggan PD PAM Jaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner dan data sekunder. Kuisioner yang ditujukan terhadap pelanggan cukup efektif untuk mengetahui preferensi kepuasan pelanggan yang sebenarnya. Sedangkan data sekunder yang sudah diolah oleh PD PAM Jaya dan Fitriani menunjukkan target pencapaian hasil yang diharapkan mengenai keuntungan dan tarif perusahaan.

Penelitian ini diharapkan mampu menjawab persoalan kelemahan dan keuntungan privatisasi pada PD PAM Jaya. Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan bahwa privatisasi di PD PAM Jaya belum mencapai hasil yang

(40)

23

diharapkan atau kurang menguntungkan bagi perusahaan monopoli ini. Hal ini terlihat dari perspektif ekonomi dan perspektif masyarakat. Dalam sudut pandang ekonomi diharapkan privatisasi akan menciptakan efisiensi pada perusahaan. Tetapi hasil penelitian menunjukkan kebalikannya yaitu inefisiensi perusahaan. Dalam sudut pandang konsumen atau pelanggan diharapkan kepuasan pelanggan akan bertambah meskipun tarifnya terus menerus dinaikkan. Tetapi kinerja perusahaan yang inefisiensi atau belum mencapai target yang diinginkan membuat kepuasan pelanggan terus menurun.

2.9. Kerangka Pemikiran

Fakta bahwa air yang dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup hanya satu persen dari jumlah total air di bumi membuat air menjadi langka. Sumberdaya air sebenarnya tidak berkurang tetapi hanya berubah bentuknya. Tetapi, pengelolaan air masih buruk sehingga membuat jumlah air seolah-olah menjadi langka.

Air banyak yang tercemar limbah manusia dan pabrik bahkan menjadi bencana seperti banjir. Karena air bersih menjadi sulit untuk diakses, maka air menjadi barang ekonomi dan bukan barang publik lagi. Saat ini air menjadi barang yang bernilai dan banyak dikomersilkan oleh pihak swasta. Namun, apabila harga air menjadi lebih mahal daripada yang seharusnya maka hajat hidup yang menguasai orang banyak tersebut dikuasai dan dikelola oleh pemerintah. Hal itu dimaksudkan agar semua kalangan masyarakat dapat menjangkaunya. Indonesia memiliki UUD 1945 yang mengatur sumberdaya air yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti air. Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah yang mengelola sumberdaya air tersebut agar masyarakat sejahtera dan pengelolaan air tersebut tidak jatuh pada pihak swasta yang bersifat komersil

(41)

24

sehingga air menjadi mahal.

Tetapi pada kenyataannya, pengelolaan air oleh pemerintah dalam hal ini PDAM, belum maksimal. Pengelolaan air yang penting dapat dilihat dari struktur produksinya. Struktur produksi salah satunya adalah biaya produksi. Belum maksimalnya pengelolaan air salah satunya ditandai dengan kurangnya pengelolaan biaya produksi. Biaya produksi seharusnya ditekan demi mendapatkan keuntungan. Semakin besar biaya produksi dan semakin kecil penerimaan maka perusahaan akan merugi. Dalam biaya produksi pun ada bermacam-macam faktor yang mempengaruhinya seperti biaya ekspansi, jumlah air yang diproduksi, tingkat kebocoran, dan biaya variabel. Faktor-faktor tersebut diestimasi dalam uji regresi linear berganda untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya terhadap biaya produksi. Hasil uji akan menentukan kebijakan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan air terutama biaya produksi oleh PDAM Kabupaten Sukabumi. Gambar 2 memperlihatkan alur pemikiran dari penelitian terhadap biaya produksi PDAM Kabupaten Sukabumi.

(42)

25

Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Analisis regresi linear

berganda

Kebijakan efisiensi biaya produksi dan pengelolaan PDAM Kabupaten Sukabumi

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi Mengidentifikasi struktur produksi PDAM Kabupaten Sukabumi

Sulitnya akses air bersih dan keterbatasan air mengubah air menjadi barang ekonomi

PDAM

Pengelolaan Air Bersih

Estimasi variabel yang mempengaruhi fungsi biaya pengelolaan bersih

(43)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan terdiri dari data sekunder diperoleh dari PDAM Kabupaten Sukabumi, internet dan literatur seperti jurnal, majalah air minum serta buku-buku terkait.

3.2. Metode Analisis

Metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menduga parameter dari peubah-peubah biaya produksi (meliputi biaya ekspansi dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi dan tingkat kebocoran yang dilihat dari besar jumlah air yang hilang. Langkah selanjutnya adalah pembuatan model ekonometrika. Model merupakan penyederhanaan suatu realita yang menggambarkan pola hubungan dari faktor-faktor atau variabel-variabel yang berperan dalam pembentukan model. Dalam hal ini model disajikan dalam bentuk persamaan regresi.

Suatu model yang baik harus memenuhi kriteria ekonomi, statistika dan ekonometrika. Dalam kriteria ekonomi, suatu model dikatakan baik apabila dapat memperlihatkan pengaruh positif atau negatif dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya. Uji statistika dapat dilakukan secara individu variabel independen dengan uji statistik t atau secara serentak variabel-variabel independen dengan uji statistik F. Hasil dari uji statistik t dan uji statistik F dapat dilihat dari P-value yang memperlihatkan besar pengaruh nyata variabel-variabel independen terhadap variabel-variabel dependen. Sedangkan uji ekonometrika dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya asumsi yang dilanggar yaitu

(44)

27

dengan menguji heterokedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas. Jika salah satu asumsi di atas dilanggar maka model tidak efisien untuk digunakan. 3.2.1. Analisis Fungsi Biaya

Ariestis (2004) menjelaskan bahwa analisis fungsi biaya pengelolaan adalah analisis mengenai hubungan antara jumlah biaya pengelolaan air dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biaya pengelolaan tersebut. Faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisis fungsi biaya pengelolaan ini adalah jumlah air bersih yang diproduksi, biaya ekspansi, dan biaya variabel. Pada penelitian ini juga akan ditambahkan satu faktor yang diduga turut mempengaruhi biaya pengeloalaan air, yaitu faktor tingkat kebocoran.

Model fungsi biaya pengelolaan air berdasarkan fungsi Cobb-Douglass adalah:

TC = a0 + ECt a1 + VCt a2 + Qt a3 + LVt a4 + e (3.1)

Model tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural menjadi persamaan linear sebagai berikut :

Ln TC = ln a0 + a1 ln ECt + a2 ln VCt + a3 ln Qt + a4 ln LVt + e (3.2) Dimana:

TC = biaya total pengelolaan air PDAM (Rp) ECt = biaya ekspansi (puluhan juta Rp) VCt = biaya variabel (puluhan juta Rp)

Qt = jumlah air bersih yang diproduksi PDAM (puluhan ribu M3

) LVt = tingkat kebocoran (loss water) (puluhan ribu M3)

t = tahun ke-t

(45)

28

Hipotesa-hipotesa :

1. Biaya ekspansi berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya jika biaya ekspansi mengalami peningkatan maka biaya total juga akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.

2. Biaya variabel berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya jika biaya variabel meningkat maka biaya total juga akan meningkat, ceteris

paribus.

3. Jumlah air yang diproduksi berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya semakin banyak jumlah air yang diproduksi akan semakin meningkatkan biaya total pengelolaan, ceteris paribus.

4. Tingkat kebocoran juga berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya semakin tinggi tingkat kebocoran maka akan menambah biaya total pengeloaan, ceteris paribus.

3.2.2. Analisis Penerimaan PDAM

Penerimaan PDAM didapat dari perkalian antara jumlah air yang disalurkan dengan harga pokok air bersih ditambah dengan penerimaan dari jasa non-industri. Setelah penerimaan total didapat maka dapat dicari besar keuntungan yang diperoleh PDAM yaitu sebesar selisih dari jumlah penerimaan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi air bersih :

TR = Pt.Qt + Rn (3.3)

Keterangan:

TR = Total penerimaan PDAM (Rp) Pt = Harga pokok air bersih (Rp)

(46)

29

Qt = Jumlah air bersih yang diproduksi (m3) Rn = Penerimaan lain dari jasa non industri

PDAM Kabupaten Sukabumi hanya memproduksi satu jenis barang yaitu jumlah air bersih yang disalurkan kepada pelanggan, sehingga diasumsikan bahwa tidak ada penerimaan lain dari jasa non-industri maka fungsi penerimaannya menjadi :

TR = Pt.Qt (3.4)

Penetapan harga air dilakukan dengan cara diskriminasi harga (price

discrimination). Diskriminasi harga tingkat tiga dilakukan kepada konsumen yang berbeda dengan memperhitungkan perbedaan elastisitas permintaan dari tiap-tiap konsumen. Diskriminasi ini dilakukan dengan tujuan agar tercipta subsidi silang (cross subsidies) antara konsumen yang dapat membayar lebih mahal dikarenakan memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dengan konsumen yang memiliki pendapatan di bawah rata-rata. Diskriminasi harga juga dapat diterapkan dengan menggunakan konsep increasing block tariff, di mana perbedaan harga air dapat dipengaruhi dari tingkat pemakaian, jarak konsumen terhadap instalasi air dan biaya pengelolaan air yang dikeluarkan PDAM.

Setelah didapat total penerimaan kemudian dihitung keuntungan yang diperoleh :

π = TR – TC (3.5) Keterangan:

π = Keuntungan perusahaan (Rp) TR = Total penerimaan PDAM (Rp)

(47)

30

3.3. Pengujian Hipotesis dan Ekonometrika 3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda

Dalam regresi linear berganda terdapat lebih dari satu variabel yang menjelaskan. Oleh karena itu, analisis mengenai ketergantungan satu variabel pada lebih dari satu variabel yang menjelaskan dikenal sebagai analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Model regresi populasi k-variabel meliputi variabel tak bebas Y dan k-1 variabel yang menjelaskan X2, X3, …, Xk.

Tujuan analisis ini adalah menaksir parameter regresi berganda untuk persamaan yang diduga dan menarik kesimpulan mengenai parameter tersebut dari data yang dimiliki. Untuk maksud penaksiran, maka dapat digunakan metode kuadrat terkecil (OLS) yang dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang ahli Matematika Jerman. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam metode OLS adalah (Juanda, 2009) :

1. Asumsi bahwa nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value) dari ui, tergantung pada Xi tertentu adalah nol (E(ui,Xi) = 0).

2. Asumsi bahwa gangguan ui dan uj tidak berkorelasi, yang dikenal sebagai asumsi tidak adanya korelasi berurutan atau tidak ada autokorelasi (cov(ui.uj) = 0,i≠j).

3. Asumsi homoskedastisitas (var(ui,Xi) = σ 2, dimana var berarti varians). 4. Asumsi bahwa gangguan u dan variabel yang menjelaskan X tidak berkorelasi

(cov(ui,Xi) = 0).

5. Asumsi bahwa tidak terdapat bias dalam spesifikasi model. Model yang diuji secara tepat telah dispesifikasikan atau diformulasikan.

(48)

31

6. Asumsi bahwa tidak terdapat collinearity antar variabel-variabel bebas. Variabel-variabel bebas tidak mengandung hubungan linear tertentu antara sesamanya.

Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebut, seperti pengujian statistik (uji R2, uji F, dan uji t); pengujian ekonometrik (uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas) dan pengujian ekonomi (untuk menguji kesesuaian tanda masing-masing koefisien regresi yang diperoleh dengan menggunakan perangkat teori ekonomi).

3.3.2. Uji Kesesuaian Model

3.3.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji kesesuaian model menggunakan ukuran koefisien determinasi (R2) yang bertujuan untuk mengukur kemampuan dari peubah penjelas (independen

variable). Jika nilai R2dalam suatu persamaan semakin besar maka semakin layak persamaan tersebut digunakan sebagai alat peramalan (forecasting).

3.3.2.2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan uji statistik t dan uji statistik F. Uji statistik t digunakan untuk melihat pengaruh dari tiap-tiap variabel independen terhadap variabel dependennya. Sedangkan uji statistik F adalah uji secara serentak variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Tujuan dari uji statistik adalah mengetahui seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara nyata dalam suatu sistem persamaan.

(49)

32

3.3.2.3. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat apakah dalam persamaan yang diduga terdapat hubungan linier antar peubah bebasnya (variabel independen).

3.3.2.4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah error pada suatu persamaan bersifat dependen atau independen. Artinya, apakah error mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel-variabel independen dan dependennya. Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan uji LM-Test, dengan kriteria :

H0 : tidak ada autokorelasi H1 : Ada autokorelasi

Jika hasilnya terima H0, maka pada persamaan yang diuji tidak terjadi autokorelasi. Sebaliknya jika hasilnya tolak H0 maka persamaan yang diuji masih mengalami masalah autokorelasi.

3.3.2.5 Uji Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya (Hanke&Reitsch, 1998 dalam Ristiana, 2006). Artinya, setiap observasi maupun realibilitas yang berbeda akibat perubahan dalam kondisi yang melatarbelakangi tidak terangkum dalam spesifikasi model. Pada penelitian ini, uji heterokedastisitas dilakukan dengan uji Breusch-Pagan-Godfrey yang dapat dilihat di lampiran 6. Asumsi yang melandasi homokedastisitas adalah :

(50)

33

2. Spesifikasi linier atas model sudah benar.

Pada E-views, uji heterokedastisitas melalui White-Heteroskedasticity Test dapat diketahui dengan melihat nilai probability obs*r-squared. Apabila nilai

probability obs*R-squared lebih besar dari derajat kepercayaan yang digunakan, maka menunjukkan bahwa tidak ada masalah heterokedastisitas. Demikian sebaliknya.

(51)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Gambaran Umum PDAM Kabupaten Sukabumi

Keberadaan PDAM merupakan cerminan pelaksanaan pasal 5 ayat 4 UU No. 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yang berbunyi,

"Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di daerah yang bersangkutan diusahakan oleh perusahaan daerah yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan".

Pada tahun 1973 di daerah Pelabuhan Ratu terjadi adanya wabah muntaber yang banyak memakan korban jiwa. Setelah peristiwa wabah tersebut diadakan berbagai penelitian. Penelitian yang dilakukan menemukan penyebab wabah muntaber tersebut. Pemakaian air yang tidak layak konsumsi menjadi penyebabnya (Praja, 1999).

Pemerintah Kabupaten Sukabumi menerima bantuan dana dari UNICEF untuk membangun jaringan air minum yang bersumber dari mata air Cisarakan dengan debit air pertama sebanyak 4 liter per detik. Adanya jaringan tersebut dapat melayani kebutuhan air bersih di sekitar kota Pelabuhan Ratu termasuk kebutuhan air bersih untuk rumah sakit dan bangunan pemerintah lainnya. Meskipun begitu, kualitas air yang disalurkan kurang memenuhi persyaratan atau jauh dari standar air minum yang diharuskan. Hal ini disebabkan oleh kadar kapur yang terlalu tinggi.

Pada tahun 1976 terjadi kemarau panjang sehingga masyarakat sekitar merasa kesulitan mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Hal ini

(52)

35

disebabkan debit air dari mata air Cisarakan menurun secara drastis dan sumur-sumur masyarakat terabrasi air laut. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah Kabupaten Sukabumi membangun instalasi pengolahan air bersih di Pelabuhan Ratu khususnya di Kampung Gunung Butak. Kapasitas terpasang intake 40 liter per detik dan instalasi pengolahan air sebesar 20 liter per detik.

Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi diawali dengan pembangunan sarana air bersih untuk melayani kota Pelabuhan Ratu pada tahun 1978/1979 dengan kapasitas terpasang 2 X 20 liter per detik, kemudian berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum No. 019/KPTS/CK/III/1981, dibentuklah Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Propinsi Jawa Barat. Pedoman pelaksanaan pengelolaan BPAM Kabupaten Sukabumi disesuaikan dengan Surat Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/KPTS/1983 dan No. 03/KPTS/1984.Dengan diawalinya pembangunan sarana air bersih untuk melayani Kota Pelabuhan Ratu pada tahun 1981, dibentuklah Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kabupaten Sukabumi yang dalam perkembangannya sampai pada akhir tahun 1989 telah bertambah wilayah pelayanannya dengan kota-kota Kecamatan Parung Kuda, Cibadak, Jampang Tengah, Cicurug dan Kalapa Nunggal. BPAM ini di bawah tanggung jawab dan pengawasan Proyek Penyediaan Sarana Air Bersih (PPSAB) Propinsi Jawa Barat termasuk salah satu kegiatan Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.

Atas dasar penilaian perkembangan yang baik dan banyaknya rencana pengembangan proyek air bersih terutama di Kota Cibadak dan Cicurug, maka BPAM Kabupaten Sukabumi disiapkan untuk dialihstatuskan menjadi Perusahaan

(53)

36

Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Sukabumi. Untuk itu disahkannnya Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor : 2 tahun 1990 tanggal 29 Januari 1990. Selanjutnya pada tanggal 9 September 1990 dilaksanakan serah terima pengelolaan sarana air minum dari Departemen Pekerjaan Umum kepada Departemen Dalam Negeri dan selanjutnya dilimpahkan kepada Pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk dioperasikan oleh Pemerintah Daerah yang dilanjutkan dengan pelantikan Direksi PDAM dengan Surat Keputusan Bupati Nomor : 820/SK-1156-Peg/1990 tanggal 20 September 1990.

Pada awal pengelolaannya Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi hanya mempunyai 3 cabang dan 2 unit IKK dengan jumlah sambungan hanya 3.667 sambungan langganan dan 35 Kran Umum. Menurut data akhir tahun 1999 telah berkembang menjadi 4 cabang dan 6 unit IKK dengan jumlah langganan sebanyak 11.967 Sambungan Langgganan dan 134 Kran Umum. Dengan demikian dalam perkembangannya selama 9 tahun jumlah Sambungan Langganan meningkat sekitar 453,48 persen dan pelayanan Kran Umum sekitar 382,85 persen.

Menurut data yang diperoleh sampai tahun 2010, luas pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi bertambah menjadi 10 kota pelayanan di kecamatan-kecamatan antara lain :

1. Cabang Cikembar/Warungkiara

Sistem Cikembar / Warungkiara memanfaatkan air baku dari IPA Ubrug dengan kapasitas pengambilan air baku sebesar 50 liter per detik. Cabang Cikembar / Warungkiara melayani 2585 sambungan langganan.

(54)

37

2. Cabang Pelabuhan Ratu

Cabang Pelabuhanratu melayani kota Pelabuhan Ratu yang meliputi satu kelurahan dan tiga desa, yaitu kelurahan Pelabuhan Ratu, Desa Citepus, Desa Citarik dan Desa Cidadap dengan jumlah sambungan langganan sebanyak 2.965 unit. Sumber air baku yang digunakan untuk system penyediaan air bersih berasal dari sungai Citepus, dengan kapasitas pengambilan berdasarkan SIPA sebanyak 200 liter per detik. Tetapi pada saat musim kemarau harus berbagi dengan petani sekitar sehingga terjadi kekurangan air baku yang antara lain mengakibatkan tidak beroperasinya IPA (Instalasi Pengolahan Air). Untuk mengantisipasi hal tersebut, PDAM rencananya akan membangun sumuran/saluran dari sungai menuju intake (penampungan air baku) yang selanjutnya dipompakan ke IPA dengan dilaksanakannya pekerjaan tersebut diharapkan pada saat musim kemarau pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu.

3. Cabang Cibadak

Sistem penyediaan air minum Cibadak memiliki sumber air baku dari : a. Mata air Cipalasari kapasitas 15 liter per detik

b. Mata air Cipanas kapasitas 35 liter per detik c. Mata air Cirosa kapasitas 10 liter per detik

Sistem pengaliran secara gravitasi dan jumlah sambungan langganan 2.300 unit. Pada pipa transmisi sistem ini banyak di tapping, antara lain untuk Parungkuda dan Cicurug. Kapasitas debit air Cipalasari saat ini belum banyak dimanfaatkan terutama setelah terjadi longsor pada jembatan pipa Ciheulang.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Cakupan Pelayanan
Tabel 2. Perbedaan antara Barang Swasta dan Barang Publik
Tabel 3. Distribusi Air di Biosfer dan Waktu Daurnya
Gambar 1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marjinal
+4

Referensi

Dokumen terkait

Untuk merubah modal dasar tersebut diperlukan perubahan terhadap ketentuan modal dasar yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2006, hal ini

AFTA yang dimulai pada tahun 2015 akan semakin mempermudah akses bagi para investor asing untuk melakukan investasi di negara-negara ASEAN, tidak terkecuali Timor

Alasan peneliti melakukan studi pada mahasiswa, karena sesuai dengan data dari Katadata.co.id bahwa pengguna internet terbanyak digunakan oleh generasi Millenials,

hukum bahs\ul masa<il yang digunakan oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren se Jawa Madura mengenai Piagam Madinah sebagai konstitusi negara untuk masyarakat plural

Terkait dengan adanya konsep Basel II yang diterapkan di Indonesia, maka hal ini mendukung argumentasi bahwa struktur modal merupakan elemen penting yang

Pada tahun 2019 capaian sasaran kinerja Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kepulauan Riau dapat dicapai dengan capaian target 100% pada capaian periode rencana

Total anggaran biaya untuk perencanaan sistem instalasi plambing air buangan dari lantai semi basement hingga lantai 4 serta biaya seluruh alat plambing yang digunakan pada gedung

Kerusakan sel pasca induksi Cyclosporine-A dikonfirmasi dengan pengamatan histologi organ ginjal melalui metode pewarnaan Hematoxylen-Eosin (HE).Pewarnaan HE dilakukan