• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica)."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

(Musca domestica). Superfised by DWI JAYANTI GUNANDINI.

The objective of this research was to measure the coconut shell liquid smoke effect for house fly (Musca domestica). Grade 2 of liquid smoke, resulted from pirolisis process of coconut shell was mixed with alcohol 50% until the concentrat of liquid smoke solution reached 100%, 75%, 50%, 25%, and 0% (50% alcohol without liquid smoke used as a control). Evaporizer used to turn the liquid into vapor. Each treatment was used 50 house flies, age 7-10 days. The treatment was repeated three times. The result of data analyzed with ANOVA and Duncan method. This research conclude the liquid smoke solution at 50% concentration had a highly knockdown effect and 100% concentration had a highly repellent effect for house fly (Musca domestica).

(2)

Rumah (Musca domestica). Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asap cair tempurung kelapa terhadap lalat rumah (Musca domestica). Asap cair grade 2 hasil pembakaran dari tempurung kelapa dicampur dengan pengencer alkohol 50% hingga mencapai larutan asap cair masing-masing konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25%, dan 0% (alkohol 50% tanpa dicampur dengan asap cair sebagai kontrol). Digunakan alat evaporizer sebagai alat penguap.

Setiap perlakuan digunakan 50 ekor lalat dewasa dengan umur 7-10 hari sebanyak 3 kali ulangan. Data yang diperoleh secara statistik menggunakan ANOVA dan uji lanjut Duncan. Hasil pengujian diperoleh, bahwa pada larutan asap cair konsentrasi 50% memiliki efek jatuh (knock down) yang paling tinggi terhadap lalat rumah (Musca domestica) dan pada larutan asap cair konsentrasi 100% memiliki daya kerja yang tinggi dan paling efektif sebagai repelan (pengusir) lalat rumah (Musca domestica).

(3)

TERHADAP LALAT RUMAH (

Musca domestica

)

RIO ASYARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Efek Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

(5)

(Musca domestica). Superfised by DWI JAYANTI GUNANDINI.

The objective of this research was to measure the coconut shell liquid smoke effect for house fly (Musca domestica). Grade 2 of liquid smoke, resulted from pirolisis process of coconut shell was mixed with alcohol 50% until the concentrat of liquid smoke solution reached 100%, 75%, 50%, 25%, and 0% (50% alcohol without liquid smoke used as a control). Evaporizer used to turn the liquid into vapor. Each treatment was used 50 house flies, age 7-10 days. The treatment was repeated three times. The result of data analyzed with ANOVA and Duncan method. This research conclude the liquid smoke solution at 50% concentration had a highly knockdown effect and 100% concentration had a highly repellent effect for house fly (Musca domestica).

(6)

Rumah (Musca domestica). Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asap cair tempurung kelapa terhadap lalat rumah (Musca domestica). Asap cair grade 2 hasil pembakaran dari tempurung kelapa dicampur dengan pengencer alkohol 50% hingga mencapai larutan asap cair masing-masing konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25%, dan 0% (alkohol 50% tanpa dicampur dengan asap cair sebagai kontrol). Digunakan alat evaporizer sebagai alat penguap.

Setiap perlakuan digunakan 50 ekor lalat dewasa dengan umur 7-10 hari sebanyak 3 kali ulangan. Data yang diperoleh secara statistik menggunakan ANOVA dan uji lanjut Duncan. Hasil pengujian diperoleh, bahwa pada larutan asap cair konsentrasi 50% memiliki efek jatuh (knock down) yang paling tinggi terhadap lalat rumah (Musca domestica) dan pada larutan asap cair konsentrasi 100% memiliki daya kerja yang tinggi dan paling efektif sebagai repelan (pengusir) lalat rumah (Musca domestica).

(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

TERHADAP LALAT RUMAH (

Musca domestica

)

RIO ASYARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

NRP : B04070174

Disetujui

Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi. Dosen Pembimbing

Diketahui,

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APvet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(10)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada

Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Efek Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica)”. Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah SAW dan para sahabat serta orang-orang yang berjuang di

jalan-Nya.

Skripsi ini merupakan karya kecil yang disusun sebagai tugas akhir dan

sumbangsih penulis untuk ilmu pengetahuan serta penulis persembahkan kepada

orang-orang tercinta. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi selaku dosen pembimbing

skripsi atas ilmu, bimbingan, arahan dan kesabaran beliau yang telah diberikan

kepada penulis selama pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan

baik. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Dr. drh. Hj. Sri Murtini,

MSi sebagai pembimbing akademik. Disamping itu penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada seluruh staf Laboratorium Entomologi Bagian Parasitologi

dan Entomologi FKH IPB atas segala bantuan selama penelitian dilaksanakan.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang paling

dalam kepada ayah, ibu, kak ine, kak ica, kak ham, kak resi, alden, raqy, asha, dan

seluruh keluarga, teman-teman Gianuzzi 44, sahabat Zusuran (Ridwan, Qiqi,

Cholil, Adit, Antok, Daud, dan Rissar) dan Polar Bear, serta Tita, Nova, dan

Kenyo yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa kepada

teman seperjuangan Sigi (Vully, Putri, Ayu, Nurul, Astri, Ardha, Yunita, dan

Windi) serta kakak kelas dan adik kelas yang telah memberikan dorongan dan

semangat. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya

dan pihak lain yang membutuhkan pada umumnya serta perkembangan ilmu

pengetahuan di masa yang akan datang.

Bogor, September 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendari pada tanggal 17 Juli 1989 dari pasangan Dr.

drh. Kisman A. Rasyid, MM dan Silvia Hayati. Penulis merupakan anak ketiga

dari tiga bersaudara.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SDN Inpres Toddopuli Makassar

pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Sidoarjo dan lulus

pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 8 Bogor dan lulus pada

tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas

Kedokteran Hewan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Lalat Rumah (Musca Domestica) ... 4

Klasifikasi ... 4

Morfologi ... 4

Siklus Hidup ... 6

Lalat Musca domestica sebagai Vektor Penyakit ... 8

Pengendalian ... 9

Asap Cair (Liquid Smoke) ... 10

METODE PENELITIAN ... 14

Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Alat dan Bahan ... 14

Ternak Lalat Musca domestica ... 15

Pengujian Asap Cair Terhadap Hewan Coba ... 15

Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

SIMPULAN DAN SARAN ... 23

Simpulan ... 23

Saran ... 23

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah volume asap cair dan alkohol yang digunakan.. ... 16

2. Jumlah lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair.. ... 18

3. Persentase rata-rata lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair.. ... 18

4. Jumlah lalat Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair.. ... 20

5. Persentase rata-rata lalat Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair.. ... 20

6. Jumlah lalat Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair.. ... 21

7. Persentase rata-rata lalat Musca domestica yang pingsan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Musca domestica dewasa ... 5 2. Siklus hidup Musca domestica. ... 7 3. Produk asap cair : (A) grade 1, (B) grade 2, (C) grade 3. ... 11 4. Proses pembuatan asap cair : (A) proses pembakaran (pirolisis),

(B) proses destilasi. ... 12

5. Alat- alat : (A) Kandang lalat, (B) Asap cair, (C) Botol evaporizer, (D) Evaporizer elektrik. ... 14 6. Proses ternak lalat Musca domestica : (A) Kandang uji yang berisi

lalat Musca domestica, (B) Wadah yang diberi ambangan, (C) Sekam yang diberikan di sekitar wadah. ... 15

7. Kandang uji : (A) Bagian A, (B) Bagian B. ... 16

8. Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang tetap

di kandang A setelah berkontak dengan asap cair.. ... 19

9. Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang terusir

setelah berkontak dengan asap cair ………...…...……….20

10. Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang pingsan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir

dan Pingsan Setelah Berkontak 15 Menit Dengan Asap Cair ... 27

2. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir

dan Pingsan Setelah Berkontak 30 Menit Dengan Asap Cair ... 30

3. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir

dan Pingsan Setelah Berkontak 45 Menit Dengan Asap Cair ... 33

4. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir

dan Pingsan Setelah Berkontak 60 Menit Dengan Asap Cair ... 36

5. Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah

Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair

Konsentrasi 100% ... 39

6. Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah

Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair

Konsentrasi 75% ... 39

7. Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah

Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair

Konsentrasi 50% ... 39

8. Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah

Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair

Konsentrasi 25% ... 39

9.Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah

Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lalat rumah (Musca domestica) merupakan jenis lalat yang sering dijumpai di seluruh negara di dunia, tetapi lebih banyak terdapat di negara dengan iklim tropis

(Albarrak 2009). Lalat rumah adalah salah satu hama yang dapat menyebabkan

gangguan kesehatan manusia maupun lingkungan, hal ini dikarenakan tingkah

lakunya yang dapat menyebarkan virus maupun bakteri patogen ke manusia dan

hewan ternak. Hama ini tinggal di lingkungan yang kotor dan berbau, karena

merupakan tempat yang cocok untuk perkembangan dan pertumbuhannya. Lalat ini

dapat menjadi vektor dari berbagai penyakit patogen seperti virus, bakteri, protozoa,

dan cacing. Musca domestica memiliki pulvili atau fleshy-pad like di tiap ujung kaki yang berfungsi untuk menempel di permukaan yg licin (Service 1996). Bakteri

maupun kotoran akan menempel pada pulvili sehingga lalat dapat menyebarkan

berbagai macam penyakit dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi untuk peternak.

Produksi susu sapi dapat menurun karena sapi harus mengeluarkan energi tambahan

untuk mengusir lalat, dan susu hasil produksi dapat terkontaminasi oleh lalat sehingga

dapat memperluas transmisi penyakit, meningkatkan biaya pengobatan, dan

meningkatkan penyebaran penyakit ke manusia (Douglass dan Jesse 2002). Di Turki

dilaporkan adanya miasis yang disebabkan oleh larva Musca domestica yang menyerang anak-anak (Ucan et al. 2011). Diketahui larva Musca domestica keluar dari dalam mulut anak berusia 8 tahun. Kasus ini terjadi karena buruknya higienitas

mulut, neoplasia, periodontal disease dan bentuk bibir yang tidak sempurna.

Untuk menanggulangi pertumbuhan maupun penyebaran Musca domestica, harus dilakukan usaha pengendalian. Di Saudi Arabia telah dilakukan pengendalian

Musca domestica dengan cara sticky traps, sticky substance, attractants, dan smooth calcium oxide (Albarrak 2009). Pengendalian lainnya yaitu dengan memakai insektisida. Insektisida adalah salah satu dari pestisida (pembunuh hama) yang lebih

spesifik membunuh serangga. Telah banyak dilakukan pengendalian serangga dengan

(17)

insektisida nabati (Matsumura 1975). Insektisida kimia terbuat dari bahan-bahan

kimia yang dapat membunuh maupun mengusir serangga, tetapi mempunyai efek

samping dalam hal residu maupun racun yang dapat merugikan lingkungan maupun

makhluk hidup lainnya. Sedangkan insektisida nabati adalah insektisida yang

mempunyai kandungan bahan-bahan dari tumbuhan yang dapat membunuh maupun

mengusir serangga. Insektisida nabati tidak mencemari lingkungan, sehingga

pemakaiannya lebih aman. Tetapi penelitian tentang tanaman yang dapat dijadikan

insektisida masih tergolong sedikit. Penggunaan insektisida nabati dapat mengurangi

dampak negatif tersebut. Insektisida nabati dapat diartikan sebagai suatu insektisida

yang bahan dasarnya dari bahan alami atau nabati (Sukorini 2003). Jenis insektisida

ini dapat terurai di alam (biodegradable) sehingga aman bagi manusia dan tidak meninggalkan residu pada alam.

Produksi buah kelapa Indonesia rata-rata 15,5 milyar butir/tahun atau setara

dengan 3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton tempurung kelapa, 1,8 juta

ton serat sabut dan 3,3 juta ton debu sabut (Agustian et al. 2003). Tempurung kelapa biasanya hanya dianggap sebagai limbah, tetapi pada saat ini telah ditemukan bahwa

tempurung kelapa dapat diproses menjadi asap cair. Asap cair atau liquid smoke adalah insektisida nabati yang terbuat dari asap hasil pembakaran tempurung kelapa

dalam suhu tinggi (proses pirolisis) dan pengurangan kadar tar (proses destilasi).

Dalam produk asap cair terdapat senyawa fenol, hidrokarbon, dan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon dalam jumlah yang sangat sedikit (Girard 1992). Asap cair

hasil pirolisis dan destilasi terbagi ke dalam 3 jenis, yaitu grade 1, grade 2, dan grade 3. Perbedaan ketiga jenis asap cair ini berdasarkan kadar tar, warna, aroma, tujuan

pemanfaatan dan harga. Harga asap cair grade 1 dan grade 2 berkisar dari Rp.20.000 hingga Rp.35.000 tiap liter. Pada saat ini asap cair banyak digunakan dalam industri

makanan sebagai pengawet, pupuk tanaman, pestisida desinfektan, herbisida dan

bioinsektisida (Soldera et al. 2008). Insektisida nabati atau bioinsektisida mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan

(18)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asap cair tempurung kelapa

terhadap lalat rumah (Musca domestica).

Manfaat Penelitian

Bila hasil penelitian ini baik, maka diharapkan asap cair dapat digunakan

sebagai insektisida nabati yang lebih ramah dan aman terhadap lingkungan pengganti

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Lalat Rumah (Musca Domestica)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Hexapoda

Ordo : Diptera

Subordo : Cyclorrhapha

Family : Muscidae

Genus : Musca

Species : Musca domestica (West 1951)

Morfologi

Terdapat lebih dari 60 spesies lalat dalam genus Musca, yang paling dikenal yaitu Musca domestica atau lalat rumah, yang tersebar di seluruh dunia dan terbagi dua dalam subspesies (Musca domestica curviforceps dan Musca domestica calleva). Lalat rumah memiliki ukuran tubuh yang panjangnya 6-9 mm dan memiliki berbagai

macam warna dari yang hitam hingga abu-abu gelap. Mereka memiliki empat

broadish dorsal yaitu garis gelap pada toraks. Antenanya terdiri dari tiga segmen, segmen terakhir mempunyai ukuran yang lebih besar yang berbentuk silinder dan

memiliki rambut prominent, yang biasa disebut arista, arista ini memiliki rambut di kedua sisinya. Antena ini tersembunyi di bagian depan kepala yang sangat sulit

terlihat. Mulut dari lalat atau probosis memiliki fungsi dalam menghisap cairan

makanan. Tetapi ketika probosis ini tidak digunakan, maka akan dimasukkan

kedalam kapsul kepala. Pada ujung dari probosis terdapat pseudotrachea yang dapat menghisap cairan makanan. Sayap dari lalat rumah memiliki pembuluh darah yang

(20)

Musca lainnya (Service 1996). Pada setiap tiga pasang kaki lalat terdapat sepasang cakar dan sepasang fleshy pad-like di tiap ujungnya yang disebut pulvili. Pada pulvili terdapat rambut perekat sehingga lalat dapat hinggap di permukaan yang licin, dan

juga dapat membawa kotoran maupun bakteri yang patogen.

Gambar 1 Musca domestica dewasa (Sigit et al. 2006)

Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain dibanding

dengan mata lalat betina (Sigit et al. 2006). Lalat Musca domestica tidak menggigit, karena mempunyai tipe mulut menjilat, lalat ini dominan ditemukan di timbunan

sampah dan kandang ternak. Jarak terbang lalat Musca domestica sangat bergantung

pada ketersediaan makanan yang ada dilingkungannya, rata-rata memiliki jarak

terbang 6-9 km dan dapat mencapai 19-20 km dari tempat berkembang biak. Lalat

dewasa sangat aktif sepanjang hari untuk mencari makan. Lalat sangat tertarik pada

makanan yang dimakan oleh manusia seperti gula, susu dan makanan lainnya. Protein

pada makanan sangat diperlukan untuk berkembang biak. Berdasarkan bentuk

mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makanan yang basah, sedangkan

makanan yang kering maupun makanan yang berbentuk padat dengan diameter lebih

besar dari 0,045 mm, dibasahi atau dicairkan terlebih dahulu oleh ludah dan

kemudian dihisap. Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai

cahaya. Pada malam hari lalat tidak aktif, namun dapat aktif apabila ada cahaya

(21)

meningkat pada temperatur 20-25 oC dan akan berkurang pada temperatur < 10 oC

atau > 49 oC serta kelembaban yang optimum yaitu 90 % (Ghofar et al. 2011).

Siklus Hidup

Setiap Musca domestica betina dapat menghasilkan 75-120 butir telur dalam satu kali bertelur. Telur diletakkan pada bahan-bahan organik yang lembab (sampah,

kotoran binatang dan lain-lain) atau pada tempat yang tidak langsung terkena sinar

matahari. Telur lalat berwarna putih dan berukuran 1-1,2 mm, telur dapat menetas

menjadi larva setelah 6-12 jam. Larva lalat memiliki 11 segmen tubuh dengan kepala

yang kecil. Diujung kepala terdapat sepasang mulut yang terlihat seperti garis hitam

diantara integumen kepala dan segmen pertama dari thoraks. Larva lalat memakan

cairan dari pembusukan bahan organik. Larva lalat memiliki 3 tahap instar. Larva

yang baru menetas, disebut larva instar 1 berukuran panjang 2 mm, berwarna putih,

tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan rakus terhadap makanan, setelah 1-4 hari

melepas kulit menjadi instar 2. Pada tahap instar 2, larva memiliki ukuran dua kali

dari instar 1, setelah 1-2 hari maka kulit akan mengelupas dan berubah menjadi larva

instar 3. Larva instar 3 memiliki ukuran 12 mm atau lebih, tahapan ini berlangsung

selama 3 sampai 9 hari hingga menjadi lalat dewasa. Pertumbuhan larva bergantung

pada tingkat ketersediaan makanan maupun suhu lingkungan. Temperatur yang ideal

untuk pertumbuhan larva pada kisaran suhu 30-35 oC (Ghofar et al. 2011). Stadium larva dapat terjadi sekitar 3-5 hari. Pada kondisi lingkungan yang buruk dapat

mencapai 7-10 hari, sedangkan pada cuaca yang dingin dapat mencapai 24 hari. Jika

habitat larva terlalu kering maka mereka akan mati, tapi jika terlalu basah maka larva

(22)

Gambar 2 Siklus hidup Musca domestica. (Sigit et al. 2006)

Untuk berubah ke tahap pupa, larva instar 3 akan bermigrasi ke daerah yang

lebih kering. Pupa atau kepompong lalat berbentuk lonjong dan umumnya berwarna

merah atau coklat. Jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa.

Stadium ini berlangsung 3-9 hari dan temperatur yang disukai ± 35 oC. Tahap pupa

terjadi ketika kulit larva berkontraksi, mengeras dan berubah menjadi warna coklat.

Pupa berbentuk seperti tabung yang berukuran 6 mm, bentuk ini disebut puparium.

Lalat dewasa akan menetas dari pupa setelah 7 hari, bergantung pada suhu

lingkungan. Lalat dewasa keluar dari pupa dengan cara mendorong menggunakan

ptilinum dan keluar melalui celah lingkaran pada bagian anterior, lalat akan bergerak

keluar dan akhirnya terbang. Ptilinum adalah kantung udara yang menutup bagian

dorsal kepala dan akan melepas sempurna setelah keluar dari pupa (West 1951). Lalat

dewasa sangat menghindari cahaya matahari langsung, sehingga mereka mencari

tempat untuk dijadikan sarang yang terlindung dari sinar matahari.

Lalat Musca domestica sebagai Vektor Penyakit

Diantara ordo-ordo dalam kelas Hexapoda, maka ordo Diptera mempunyai

(23)

veteriner. Ordo Diptera terutama lalat mempunyai banyak jenis yang dapat

menganggu kenyamanan hidup manusia, menyerang dan bahkan melukai hospesnya

(manusia atau hewan) serta menularkan penyakit. Jenis lalat yang paling banyak

merugikan kesehatan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica) dan lalat biru (Calliphora vomitura). Lalat rumah dapat menyebarkan berbagai penyakit ke manusia maupun hewan dalam jumlah besar

melalui tempat yang di hinggapi, feses, benda yang tidak higienis, dan juga pada

makanan manusia. Lalat Musca domestica merupakan hama utama pada peternakan unggas (Axtell 1999). Cara transmisi penyebaran penyakit terdiri dari tiga

kemungkinan yaitu melalui kaki lalat yang terkontaminasi, muntahan lalat pada

makanan yang dihinggapinya dan melalui defekasi pada makanan (Service 1996).

Lebih dari 100 patogen penyakit bakterial, virus dan protozoa yang dibawa oleh

Musca domestica. Salah satunya yaitu bakteri penyebab disentri yang disebabkan oleh Shigella dysenteriae dan S. paradysentriae. Penyakit ini ditandai dengan adanya sakit pada intestinal dan diare berdarah. Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui

kontaminasi dari makanan dan minuman. Di dalam tubuh larva lalat juga terdapat

beberapa bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yang bersifat patogen maupun

nonpatogen (Banjo et al. 2005). Bakteri yang telah diisolasi dari tubuh larva Musca domestica yaitu Streptococcus aureus, S. pyogenes, S. faecalis, dan Bacilius cereus.

Tidak hanya bakteri, tetapi ditemukan juga jenis jamur yaitu Fusarium oxysporum dan Cladosporium sp. Di dalam tubuh lalat Musca domestica juga pernah dilaporkan ditemukannya spora Bacillus anthracis, penyebab penyakit antraks (Fasanella et al. 2010).

Dari 629 sampel lalat Musca domestica di wilayah Ahvaz Iran, 230 ekor diantaranya ditemukan mengandung bakteri Eschericia coli sebanyak 36,5% dan Staphylococcus aureus sebanyak 12,8% (Vazirianzadeh et al. 2008). Bakteri tersebut adalah bakteri yang paling banyak terdapat dalam tubuh lalat Musca domestica. Selain menjadi vektor berbagai penyakit, lalat juga sebagai pengganggu kenyamanan

(24)

yang sedang bekerja dan istirahat. Lalat dapat memberikan efek psikologis negatif,

karena keberadaanya sebagai tanda kondisi lingkungan yang kurang sehat.

Pengendalian

Pengendalian Musca domestica dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu pengendalian fisik dan mekanik, sanitasi lingkungan dan pengendalian menggunakan

insektisida (Service 1996). Pengendalian fisik pada dasarnya adalah pengendalian

yang berorientasi pada pengelolaan lingkungan, yaitu mencakup segala upaya untuk

membuat keadaan lingkungan menjadi tidak sesuai bagi perkembangan serangga.

Pengendalian fisik dan mekanik dapat dilakukan dengan cara menggunakan

pelindung ventilasi udara yang terbuat dari kain kasa, dan juga dengan menggunakan

ultraviolet light trap pada dinding. Sanitasi lingkungan dapat dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan tempat berkembang biak lalat. Membuang sampah

pada tempat sampah yang tertutup dan berada diluar pemukiman maupun kandang.

Untuk mencegah terjadi perkembangbiakan, maka sampah tersebut dapat dikubur

atau dibakar. Penggunaan insektisida juga dapat mengendalikan populasi lalat dengan

efektif (Service 1996). Insektisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk

mengendalikan populasi serangga yang merugikan manusia, ternak, tanaman dan

sebagainya. Insektisida kimiawi telah dikenal sejak kurang lebih 3000 tahun yang lalu

oleh orang Yunani, Romawi dan Cina (Hadi dan Soviana 2010).

Menurut macam bahan kimia insektisida dibagi menjadi tiga jenis yaitu

insektisida anorganik, insektisida organik dan insektisida organik sintetik (Zulkarnain

2010). Insektisida anorganik terdiri dari sulfur, merkuri, golongan arsenikum,

golongan fluor. Insektisida organik terdiri dari peritrum, piretrin, rotenon, nikotin,

sabadila, dan golongan insektisida berasal dari bumi (minyak tanah, minyak solar,

minyak pelumas). Sedangkan Insektisida organik sintetik terdiri dari golongan

organoklorin, golongan organofosfor, golongan organonitrogen, golongan karbamat,

dan golongan tiosianat. Di peternakan unggas New York, dilakukan pengendalian

(25)

repelan bagi serangga. Zat ini dapat ditemukan pada bunga Chrysantemum dan piretrin ini juga sebagai zat organik yang aman bagi lingkungan (Schleier dan

Peterson 2011). Kelemahan insektisida anorganik adalah sifatnya yang tidak spesifik

dan tidak terlalu beracun terhadap serangga. Kelemahan ini menyebabkan

penggunaan insektisida anorganik diganti dengan insektisida organik maupun

sintetik. Senyawa organoklorin adalah salah satu senyawa pada insektisida sintetik.

Senyawa ini bekerja sebagai racun syaraf dan sangat mematikan terhadap serangga

(Hadi dan Soviana 2010). Tetapi organoklorin mempunyai daya resisten yang tinggi

dan dapat meracuni lingkungan disekitar, termasuk manusia. Senyawa fosfat dan

karbamat dianggap sebagai insektisida yang lebih aman dan kurang mencemari

lingkungan, tetapi senyawa-senyawa ini juga membahayakan manusia karena

mempunyai sifat racun pada syaraf. Selain untuk membunuh serangga, insektisida

ada juga yang mempunyai fungsi sebagai pengusir (repelan). Repelan adalah

bahan-bahan yang memiliki kemampuan untuk melindungi manusia, hewan dan tumbuhan

dari serangga dengan cara menyamarkan bau sekitar dan memberi efek penolakan.

Banyak produk repelan yang telah beredar dipasaran, tetapi masih banyak

mengandung zat kimia berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan kulit dan

pernafasan (Thavara et al. 2001). Produk repelan dapat diaplikasikan dengan cara dioles ke kulit maupun dengan media asap.

Asap Cair (Liquid Smoke)

Asap cair merupakan salah satu hasil pirolisis tanaman atau kayu pada suhu

sekitar 400 oC (Soldera et al.2008). Pirolisis tanaman atau kayu dapat menghasilkan senyawa kimia yang kompleks. Komponen yang terkandung dalam proses

pembakaran itu antara lain terdiri dari selulosa hemiselosa dan lignin yang mengalami

pirolisa sehingga menghasilkan asap dengan komposisi yang sangat kompleks. Proses

pirolisis berjalan secara bertahap diawali dari tahap pertama penghilangan air

biomasa pada suhu 120-150 oC, diikuti tahap kedua proses pirolisis hemiselulosa

pada suhu 150-200 oC, kemudian tahap ketiga proses pirolisis selulosa pada suhu

(26)

Pada tahap lebih lanjut proses pirolisis akan menghasilkan senyawa-senyawa baru

hasil pirolisis produk kondensasi seperti fenol, tar dan senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang terjadi pada suhu > 500 oC (Young et al. 2008). Menurut (Mappiratu 2009) model peralatan destilator-pirolisis yang digunakan tidak

berpengaruh terhadap kandungan kimia (fenol, karbonil dan asam asetat) dan

keasaman (pH) asap cair yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu pirolisis cenderung

kadar total fenolnya meningkat dan mencapai optimum pada suhu 505 oC (Gani et al. 2007). Senyawa kimia yang kompleks tersebut mengandung berbagai kelompok

senyawa dan beberapa metode pemisahan berdasarkan polaritas, tingkat keasaman,

dan volatilitas (Putnam et al. 1999).

Gambar 3 Produk asap cair : (A) grade 1, (B) grade 2, (C) grade 3.

Proses pirolisis ini menghasilkan asap cair grade 3. Asap cair grade 3 masih memiliki kandungan tar yang sangat tinggi. Untuk mendapatkan asap cair yang

memiliki kandungan tar yang lebih sedikit, maka dilakukan proses destilasi dari asap

cair grade 3. Proses destilasi adalah proses pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan atas

komponennya dengan proses penguapan dan pengembunan sehingga dihasilkan

destilat dengan komponen-komponen yang hampir murni. Dari hasil destilasi asap

cair grade 3, maka akan dihasilkan asap cair grade 2 dan grade 1 dengan kandungan

(27)

tar yang lebih sedikit dan tingkat kejernihan yang lebih tinggi. Pembentukan berbagai

senyawa HPA atau tar selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti

suhu dan waktu pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu (Fatimah dan

Gugule 2009).

Asap cair mempunyai fungsi dalam bidang industri dan pangan. Di bidang

industri, asap cair yang digunakan adalah asap cair grade 3. Asap cair grade 3 digunakan untuk pengawetan kayu, penghilang bau pada pengolahan karet dan juga

sebagai desinfektan kandang. Asap cair grade 3 tidak dapat digunakan dalam bidang pangan karena masih memiliki kandungan tar yang sangat tinggi. Dalam bidang

pangan, asap cair yang digunakan adalah asap cair grade 2 dan grade 1. Karena asap cair grade ini tidak mengandung tar dalam jumlah banyak. Asap cair ini dimanfaatkan sebagai pengawet makanan pengganti formalin. Dengan penggunaan

asap cair grade 2 (redestilasi), dapat mempertahankan mutu makanan lebih lama dibanding asap cair grade 3 (destilasi) dan juga makanan lebih disukai konsumen (Himawati 2010).

Gambar 4 Proses pembuatan asap cair : (A) proses pembakaran (pirolisis), (B) proses

destilasi.

Warna dari asap cair adalah kuning cerah dan akan berubah menjadi gelap

apabila asap cair itu disimpan. Senyawa hasil pirolisis adalah kelompok fenol,

karbonil dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat antioksidasi dan

antimikroba. Kelompok-kelompok senyawa ini mampu mencegah pembentukan

(28)

spora, pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat

tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan.

Beberapa jenis senyawa yang telah diidentifikasi pada asap cair, yaitu 85

fenolik, 45 karbonil, 35 asam, 11 furan, 15 alkohol dan ester, 13 lakton, dan 21

hidrokarbon alifatik (Girard 1992). Dalam produk asap cair terdapat senyawa fenol,

hidrokarbon, dan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon dalam jumlah yang sangat sedikit. Senyawa fenolik berperan sebagai antioksidan dan antifeedant beberapa serangga. Senyawa karbonil berperan sebagai pembentuk cita rasa dan pewarnaan.

Asap cair sangat adaptif dan dapat diproduksi secara komersial. Adapun keuntungan

yang dapat diperoleh antara lain untuk mengurangi kandungan senyawa karsinogenik

yaitu PAH yang tidak diperlukan seperti benzo(a)pirena atau lebih dikenal dengan

nama tar. Konsentrasi benzo(a)pirena dapat diturunkan dengan cara redestilasi dan

(29)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan

Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai Agustus 2012 dan dilaksanakan

dalam dua tahap, yaitu ternak lalat Musca domestica dan pengujian asap cair tempurung kelapa terhadap lalat Musca domestica.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : kandang uji, kandang

ternak lalat, gelas plastik, stopwatch, aspirator, evaporizer elektrik (penguap elektrik), botol evaporizer, nampan plastik, kapas dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Musca domestica dewasa, asap cair grade 2, alkohol 50%, air gula,

pakan ayam dan dedak.

Produk asap cair grade 2 diperoleh dari Pabrik Percontohan Industri Arang dan Asap Cair di Desa Cihideungudik Ciampea. Pabrik percontohan ini dimiliki oleh

Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Gambar 5 Alat- alat : (A) Kandang lalat, (B) Asap cair, (C) Botol evaporizer, (D) Evaporizer elektrik.

(30)

Ternak Lalat Musca domestica

Telur lalat Musca domestica diperoleh dari kandang indukan Laboratorium Entomologi FKH IPB dengan memberi pakan basah yang diletakkan di dalam wadah.

Pakan basah ini sebagai media tempat diletakkannya telur oleh lalat dewasa. Pakan

basah terdiri dari pelet ikan dan dedak yang dicampur air dengan perbandingan 2:1,5.

Setelah satu hari di dalam kandang indukan, wadah pakan yang telah berisi telur lalat

dipindahkan keatas wadah kering dan diberikan ambangan (wadah berisi air) agar

telur lalat tidak dimakan semut. Setelah 4 hingga 5 hari, telur lalat akan menetas

menjadi larva dan larva dipisahkan ke dalam wadah terpisah. Wadah berisi larva di

pindahkan kedalam kandang uji. Diberikan air gula yang tempatkan dalam wadah

gelas plastik dan kapas. Air gula dan kapas di ganti setiap 2-3 hari sekali agar air gula

tidak basi. Perkembangan larva lalat hingga menetas menjadi lalat dewasa diamati.

Perubahan dari pupa menjadi lalat sekitar 4-5 hari. Kemudian setelah 7-10 hari dari

penetasan, lalat dewasa siap diuji. Lalat dewasa yang diuji adalah 50 ekor untuk

setiap perlakuan dan pengulangan.

Gambar 6 Proses ternak lalat Musca domestica : (A) Kandang uji yang berisi lalat Musca domestica, (B) Wadah yang diberi ambangan, (C) Sekam yang

diberikan di sekitar wadah.

Pengujian Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Hewan Coba

Asap cair yang digunakan sebanyak 5 ml untuk tiap perlakuan dan

pengulangan. Penelitian ini dibagi dalam 5 perlakuan, yaitu asap cair konsentrasi

100%, 75%, 50%, 25% dan 0% sebagai kontrol dengan waktu kontak 15, 30, 45 dan

[image:30.612.110.526.405.524.2]
(31)

60 menit. Alkohol 50% digunakan sebagai pelarut dalam campuran konsentrasi asap

cair (Juanda 2006). Cara membuat konsentrasi larutan tersebut menggunakan rumus

V1.C1 = V2.C2.

Keterangan : V1 : Volume yang dicari

V2 : Volume yang diinginkan

C1 : Konsentrasi awal

C2 : Konsesntrasi yang diinginkan

Volume yang diinginkan untuk setiap penguap elektrik adalah 5 ml dengan

konsentrasi awal dianggap 100%.

Tabel 1 Jumlah volume asap cair dan alkohol yang digunakan.

No Konsentrasi (%) Rumus V1.C1 = V2.C2 Alkohol yang digunakan

1. 25 V1.100 = 5 ml . 25

V1 = 1,25 ml

5 ml – 1,25 ml = 3,75 ml

2. 50 V1.100 = 5 ml . 50

V1 = 2,5 ml

5 ml – 2,5 ml = 2,5 ml

3. 75 V1.100 = 5 ml . 75

V1 = 3,75 ml

5 ml – 3,75 ml = 1,25 ml

4. 100 V1.100 = 5 ml . 100

V1 = 5 ml

5 ml – 5 ml = 0 ml

5. Kontrol V1.100 = 5 ml . 0

V1 = 0 ml

[image:31.612.98.524.145.685.2]

5 ml – 0 ml = 5 ml

Gambar 7 Kandang uji : (A) Bagian A, (B) Bagian B. A

(32)

Larutan konsentrasi asap cair dimasukkan kedalam botol evaporizer, kemudian alat tersebut dimasukkan ke dalam kandang uji A. Kandang uji terdiri dari dua

bagian, yaitu bagian A dan bagian B yang terhubung oleh kain kasa sepanjang 1

meter. Ukuran kandang A sama dengan kandang B yaitu 40 x40 x40 cm3. Mula-mula

kandang A di isi dengan lalat Musca domestica dewasa sebanyak 50 ekor. Pengambilan lalat dewasa dari kandang ternak lalat menggunakan aspirator. Setelah

50 ekor lalat Musca domestica dewasa terkumpul dan alat evaporizer telah berada di dalam kandang A, maka evaporizer tersebut dinyalakan dan waktu perhitungan dimulai. Pengamatan terhadap lalat dewasa dilakukan berdasarkan tiga kategori, yaitu

jumlah lalat yang tetap pada kandang A, pindah ke kandang B dan pingsan dalam

kandang setiap 15, 30, 45 dan 60 menit. Tiap perlakuan dilakukan tiga kali

pengulangan.

Proses pengujian dilakukan diruangan terbuka dan setiap kali melakukan

perhitungan jumlah lalat, alat penguap elektrik dan alat penghitung waktu dimatikan

dan dinyalakan kembali setelah akan melakukan perlakuan untuk menit selanjutnya.

Peubah yang diamati pada penilitian ini adalah :

1. Jumlah Musca domestica yang tetap di kandang A (tidak pingsan maupun tidak pindah ke kandang B) setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan

asap cair konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol.

2. Jumlah Musca domestica yang terusir dari kandang A setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan

kontrol.

3. Jumlah Musca domestica yang pingsan di kandang A maupun kandang B setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair konsentrasi 100%,

75%, 50%, 25% dan kontrol.

Analisis Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk Tabel dan Grafik. Data yang diperoleh

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan bentuknya asap cair ini termasuk insektisida nabati berbentuk cair,

cara penggunaannya dapat menggunakan tambahan pengencer maupun tanpa

pengencer. Berdasarkan sifat dan cara kerjanya, insektisida dapat memberikan efek

pingsan/mati, pengusir (repelan), dan penarik (atraktan). Asap cair ini merupakan

senyawa yang dapat menguap apabila dipanaskan, sehingga cara kerjanya pun

melalui sistem pernafasan atau langsung melalui sistem saraf pusat. Asap cair grade 2 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa dan proses pirolisis berwarna

bening kekuningan dan berbau khas seperti asap.

Tabel 2 Jumlah lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair.

Konsentrasi (%)

Menit

15 30 45 60

100 39.33 ± 3.21b 17.67 ± 1.52c 13.00 ± 2.00c 0.67 ± 1.15a 75 35.00 ± 6.08b 6.67 ± 1.15ab 4.33 ± 0.58b 3.33 ± 1.15b 50 8.67 ± 1.15a 5.00 ± 2.00a 1.00 ± 1.00a 0.67 ± 0.58a 25 33.67 ± 2.30b 8.67 ± 0.58b 6.33 ± 2.30b 5.00 ± 2.00b Kontrol 50.00 ± 0.00c 50.00 ± 0.00d 50.00 ± 0.00d 50.00 ± 0.00c

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0,05

Tabel 3 Persentase rata- rata jumlah lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair.

Konsentrasi (%)

Menit

15 30 45 60

100 78.6b 35.2c 26c 1.2a

75 70b 13.2ab 8.6b 6.6b

50 17.2a 10a 2a 1.2a

25 67.2b 17.2b 12.6b 10b

Kontrol 100c 100d 100d 100c

(34)

0 20 40 60 80 100 120

15 30 45 60

[image:34.612.140.496.86.240.2]

P er sent a se Ra ta -ra ta L a la t M us ca d o m esti ca Menit 100% 75% 50% 25% Kontrol

Gambar 8 Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair.

Tabel 2 menunjukkan persentase jumlah lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair konsentrasi

100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol. Secara statistik terlihat pada menit ke-15

konsentrasi 100%, 75% dan 25% berbeda nyata dengan konsentrasi 50%. Pada menit

ke-30 konsentrasi 75% terlihat tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 50% dan 25%.

Konsentrasi 100% terlihat berbeda nyata dengan konsentrasi 75%, 50% dan 25%.

Pada menit ke-45 konsentrasi 50% dan 100% terlihat berbeda nyata dengan

konsentrasi lainnya, tetapi konsentrasi 75% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi

25%. Pada menit ke-60 konsentrasi 100% dan 50% terlihat berbeda nyata dengan

konsentrasi 75% dan 25%. Dari keseluruhan hasil rata-rata, dapat dilihat untuk

jumlah lalat yang tetap bertahan di kandang A paling banyak pada konsentrasi 100%

pada menit ke-15. Hal ini diduga karena kepekatan asap cair konsentrasi 100% belum

memberikan efek untuk lalat. Tetapi pada menit berikutnya, semua konsentrasi dari

asap cair menunjukkan jumlah lalat yang tetap di kandang A yang menurun drastis.

Semua konsentrasi di setiap waktu terlihat berbeda nyata dengan kontrol, hal ini

disebabkan karena kontrol tidak memiliki efek apapun terhadap lalat. Sehingga lalat

tidak pingsan maupun tidak pindah ke kandang lain. Pada tahap ini konsentrasi 50%

adalah konsentrasi yang terbaik karena lalat yang tetap berada di kandang paling

(35)

Tabel 4 Jumlah lalat Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair.

Konsentrasi (%)

Menit

15 30 45 60

100 2.67 ± 1.52b 3.67 ± 0.58d 4.00 ± 0.00c 14.33 ± 6.02b 75 2.00 ± 0.00b 2.67 ± 0.58c 4.00 ± 0.00c 4.33 ± 0.58a 50 1.33 ± 0.58ab 1.67 ± 0.58b 2.00 ± 0.00b 2.00 ± 0.00a 25 1.33 ± 0.58ab 1.67 ± 0.58b 1.67 ± 0.58b 1.67 ± 0.58a Kontrol 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0,05

Tabel 5 Persentase rata-rata jumlah lalat Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair.

Konsentrasi (%)

Menit

15 30 45 60

100 5.2b 7.2d 8c 28.6b

75 4b 5.2c 8c 8.6a

50 2.6ab 3.2b 4b 4a

25 2.6ab 3.2b 3.2b 3.2a

Kontrol 0a 0a 0a 0a

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0,05

0 5 10 15 20 25 30 35

15 30 45 60

Per sen tase R ata -r ata Lal at M u s ca do m es tic a Menit 100% 75% 50% 25% Kontrol

Gambar 9 Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang terusir setelah

berkontak dengan asap cair.

[image:35.612.88.523.28.770.2]
(36)

konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol. Secara statistik terlihat pada menit

ke-15 konsentrasi 100% dan 75%, persentase jumlah lalat yang terusir dari kandang

A tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 50% dan 25%. Pada menit ke-30

konsentrasi 50% dan 25% berbeda nyata dengan konsentrasi 75% dan konsentrasi

100%. Pada menit ke-45 konsentrasi 50% dan 25% berbeda nyata dengan konsentrasi

75% dan konsentrasi 100%. Pada menit ke-60 konsentrasi 100% berbeda nyata

dengan konsentrasi 75%, 50% dan 25%. Dapat dilihat jumlah lalat yang terusir paling

banyak terdapat pada konsentrasi 100% dalam waktu 60 menit. Pada penelitian

Juanda 2006, uji repelansi menggunakan ekstrak rosemary, didapatkan juga hasil

daya repelensi yang paling tinggi pada konsentrasi 20% menit ke-60. Semakin tinggi

konsentrasi maka daya repelan akan semakin meningkat (Juanda 2006).

Tabel 6 Jumlah lalat Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair.

Konsentrasi (%)

Menit

15 30 45 60

100 8.00 ± 1.73b 28.67 ± 1.52b 33.00 ± 2.00b 35.00 ± 7.00b 75 9.67 ± 0.58b 40.67 ± 1.52c 41.67 ± 0.58c 42.33 ± 0.58c 50 39.33 ± 0.58d 43.33 ± 1.52d 47.00 ± 1.00d 47.33 ± 0.58c 25 15.00 ± 2.64c 39.67 ± 0.58c 42.00 ± 1.73c 43.33 ± 1.52c Kontrol 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0,05

Tabel 7 Persentase rata-rata lalat Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair.

Konsentrasi (%)

Menit

15 30 45 60

100 16b 57.2b 66b 70b

75 19.2b 81.2c 83.2c 84.6c

50 78.6d 86.6d 94d 94.6c

25 30c 79.2c 84c 86.6c

Kontrol 0a 0a 0a 0a

(37)

0 20 40 60 80 100

15 30 45 60

Per se n ta se Ra ta -r a ta La la t M u sc a d o m estica Menit 100% 75% 50% 25% Kontrol

Gambar 10 Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair.

Tabel 6 menunjukkan persentase rata-rata Musca domestica yang pingsan di

seluruh kandang setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair

konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol. Secara statistik terlihat pada menit

ke-15 konsentrasi 100% dan 75%, persentase rata-rata lalat yang pingsan berbeda

nyata dengan konsentrasi 50% dan konsentrasi 25%. Pada menit ke-30 konsentrasi

75% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 25%, tetapi berbeda nyata dengan

konsentrasi 100% dan 50%. Pada menit ke-45 masih terlihat hasil yang sama seperti

menit ke-30. Pada menit ke-60 konsentrasi 100% berbeda nyata dengan konsentrasi

lainnya. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa konsentrasi 50% dimenit ke-60 tidak

berbeda nyata dengan konsentrasi 75% dan konsentrasi 25%, tetapi pada konsentrasi

[image:37.612.145.462.88.239.2]
(38)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Asap cair (liquid smoke) memiliki daya kerja sebagai pemingsan dan dapat memberi efek pingsan (knock down) pada lalat Musca domestica. Pada konsentrasi 50% asap cair sangat efektif untuk memberikan efek pingsan (knock down). Tetapi untuk efek repelan, konsentrasi yang terbaik adalah konsentrasi asap cair 100%.

Saran

1. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut penggunaan asap cair termpurung kelapa terhadap lalat rumah (Musca domestica) dengan konsentrasi dan parameter yang lebih beragam.

2. Perlu dilakukan pengujian efek asap cair terhadap lalat Musca domestica menggunakan ruang tertutup (chamber).

3. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut efek asap cair terhadap serangga lain, misanya nyamuk.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian A, Friyatno S, Supadi, Askin A. 2003. Analisis Pengembangan Agroindustri Komoditas Perkebunan Rakyat (Kopi dan Kelapa) Dalam Mendukung Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.

Albarrak AS. 2009. Comparative Studies On House Fly, Musca Domestica L., Population In Different Animal Farms In Relation To Attractants And Control At Hail Province, Saudi Arabia . Pak. Entomol. 2 : 31.

Axtell RC. 1999. Poultry Intergrated Pest Management Status and Future. Integrated Pest Manage. Rev. 4 : 53-73.

Banjo AD, Lawal OA, Adeduji OO. 2005. Bacteria and Fungi Isolated From Housefly (Musca domestica L.) Larvae. African J. Biotech. 8(4) : 780-784.

Douglass ES, C Jesse. 2002. Integrated pest management for fly control in Maine dairy farms. Texas. Agricultural Extension Service.

Fasanella A, S Scasciamcchia, G Gorafolo, A Giangaspero, E Tarsitano, R Adone. 2010. Evaluation of the House Fly Musca domestica as a Mechanical Vector for an Anthrax.Plos One. 5(8): e12219

Fatimah F, S Gugule. 2009. Penurunan Kandungan Benzo(a)pirena Asap Cair Hasil Pembakaran. Chem. Prog. 1(2).

Gani A, ZA Mas’ud, BW Lay, SH Sutjahjo, G, Pari. 2007. Karakterisasi Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat. J. Tek. Ind. Pert. 3(16) : 111-118.

Ghofar A, W Meikawati, Mifbakhuddin. 2011. Hubungan Pengetahuan Tentang Higiene Sanitasi dan Kondisi Higiene Sanitasi Dengan Kepadatan Lalat Pada Industri Terasi (Studi di Kelurahan Tanjungsari Kecamatan Rembang). Semarang. UNM Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Girard JP. 1992. Smoking In Technology of Meat Products. New York. Clermont Ferrand. Ellis Horwood.

Hadi UK, S Soviana. 2010. Ektoparasit : Pengenalan, Diagnosis dan Pengendaliannya. Bogor. IPB press.

(40)

Kaufman PE, Reasor C, Rutz DA, Ketzis JK, Arends JJ. 2005. Evaluation of Beauveria bassiana applications against adult house fly, Musca domestica, in commercial caged-layer pultry facilities in New York state. Biological Control. 33 : 360-367.

Juanda U. 2006. Uji Repelensi Rosemary (Rosmarinus officinalis L,) Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica L.) [Skripsi]. Bogor. FKH IPB.

Mappiratu. 2009. Kajian Teknologi Produksi Asap Cair Dari Sabut Kelapa. Media Litbang Sulteng. 2(2) : 104-109.

Matsumura F. 1975. Toxicology of Insecticides. New York. Plenum Press.

Putnam KP, Bombick DW, Avalos JT, Doolittle DJ. 1999. Comparison of The Cytotoxic and Mutagenic Potential of Liquid Smoke Food Flavourings, Cigarette Smoke Condensate and Wood Smoke Condensate. Food Chem Toxicol. 37 : 1113-1118.

Schleier III JJ, Peterson RKD. 2011. Pyrethrins and Pyrethroid Insecticides. J Environ Toxicol Chem Chapter 3 : 95-129.

Sigit SH, FX Koesharto, Upik KH, Dwi JG, Susi S, Indrosancoyo AW, Musphyanto C, Mohammad R, Swastiko P, Sulaeman Y, Sanoto U. 2006. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman.

Sukorini H. 2003. Pengaruh Pestisida Organik dan Interval Penyemprotan Terhadap Hama Plutella Xylostella. Malang. Universitas Muhammadiyah Malang.

Service MW. 1996. Medical Entomology for Student. Liverpool. Chapman & Hall.

Soldera S, Sebastianutto N, Bortolomeazzi R. 2008. Composition of Phenolic Compounds and Antioxidant Activity of Commercial Aqueous Smoke Flavourings. J Agric Food Chem 56 : 2727-2734.

Thavara U, A Tawatsin, J Chompoosri, W Suwankerd, U Chansang, P Asavadachanukorn. 2001. Laboratory and field evaluation of the insect repellent 3535 (Ethyl butylacethylaminoproprionate) and deet against mosquito vectors in Thailand. J. Am. Mosq. Control Assoc. 17 : 190-195.

Ucan MC, B Erol, F Balacan, S Atilgan, F Yaman, Z Arslanoglu, SK Agacayak, S Guven, A Gunay. 2011. Myiasis Caused by Musca domestica Larvae in a Child: A Case Study. Journal of Animal and Veterinary Advances. 10(16) : 2149-2152.

(41)

(Diptera: Muscidae) in the region of Ahvaz, SW Iran. Jundishapur Journal of Microbiology. 1(1) : 28-31

West LS. 1951. The Housefly. Itacha. New York. Comstock Publishing Company.

Young-H P, Jinsoo K, Seung-S K, Young-K P. 2008. Pyrolisis Characteristic and Kinetics of Oak Trees using Thermogravimetric Analyzer and Micro-tubing reactor. Journal of Bioresource Technology. 100 : 400-405.

(42)
(43)

1. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan

Pingsan Setelah Berkontak 15 Menit Dengan Asap Cair

ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

TETAP Between

Groups 2775.333 4 693.833 64.244 .000

Within Groups 108.000 10 10.800

Total 2883.333 14

TERUSIR Between

Groups 11.733 4 2.933 4.889 .019

Within Groups 6.000 10 .600

Total 17.733 14

PINGSAN Between

Groups 2678.267 4 669.567 313.859 .000

Within Groups 21.333 10 2.133

Total 2699.600 14

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

TETAP

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3

50% 3 8.6667

25% 3 33.6667

75% 3 35.0000

100% 3 39.3333

kontrol 3 50.0000

Sig. 1.000 .071 1.000

(44)

TERUSIR

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2

kontrol 3 .0000

50% 3 1.3333 1.3333

25% 3 1.3333 1.3333

75% 3 2.0000

100% 3 2.6667

Sig. .071 .078

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

PINGSAN

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4

kontrol 3 .0000

100% 3 8.0000

75% 3 9.6667

25% 3 15.0000

50% 3 39.3333

Sig. 1.000 .192 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

MEANS Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

TETAP * PERLAKUAN 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

PINDAH * PERLAKUAN 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

TERUSIR *

(45)

Report

PERLAKUAN TETAP TERUSIR PINGSAN

100% Mean 39.3333 2.6667 8.0000

N 3 3 3

Std. Deviation 3.21455 1.52753 1.73205

75% Mean 35.0000 2.0000 9.6667

N 3 3 3

Std. Deviation 6.08276 .00000 .57735

50% Mean 8.6667 1.3333 39.3333

N 3 3 3

Std. Deviation 1.15470 .57735 .57735

25% Mean 33.6667 1.3333 15.0000

N 3 3 3

Std. Deviation 2.30940 .57735 2.64575

kontrol Mean 50.0000 .0000 .0000

N 3 3 3

Std. Deviation .00000 .00000 .00000

Total Mean 33.3333 1.4667 14.4000

N 15 15 15

(46)

2. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan

Pingsan Setelah Berkontak 30 Menit Dengan Asap Cair

ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

TETAP Between

Groups 4223.600 4 1055.900 659.937 .000

Within Groups 16.000 10 1.600

Total 4239.600 14

TERUSIR Between

Groups 22.267 4 5.567 20.875 .000

Within Groups 2.667 10 .267

Total 24.933 14

PINGSAN Between

Groups 3857.067 4 964.267 657.455 .000

Within Groups 14.667 10 1.467

Total 3871.733 14

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

TETAP

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4

50% 3 5.0000

75% 3 6.6667 6.6667

25% 3 8.6667

100% 3 17.6667

kontrol 3 50.0000

Sig. .138 .082 1.000 1.000

(47)

TERUSIR

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4

kontrol 3 .0000

50% 3 1.6667

25% 3 1.6667

75% 3 2.6667

100% 3 3.6667

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

PINGSAN

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4

kontrol 3 .0000

100% 3 28.6667

25% 3 39.6667

75% 3 40.6667

50% 3 43.3333

Sig. 1.000 1.000 .336 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

MEANS Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

TETAP * PERLAKUAN 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

TERUSIR *

PERLAKUAN 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

PINGSAN *

(48)

Report

PERLAKUAN TETAP TERUSIR PINGSAN

100% Mean 17.6667 3.6667 28.6667

N 3 3 3

Std. Deviation 1.52753 .57735 1.52753

75% Mean 6.6667 2.6667 40.6667

N 3 3 3

Std. Deviation 1.15470 .57735 1.52753

50% Mean 5.0000 1.6667 43.3333

N 3 3 3

Std. Deviation 2.00000 .57735 1.52753

25% Mean 8.6667 1.6667 39.6667

N 3 3 3

Std. Deviation .57735 .57735 .57735

kontrol Mean 50.0000 .0000 .0000

N 3 3 3

Std. Deviation .00000 .00000 .00000

Total Mean 17.6000 1.9333 30.4667

N 15 15 15

(49)

3. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan

Pingsan Setelah Berkontak 45 Menit Dengan Asap Cair

ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

TETAP Between

Groups 4841.600 4 1210.400 567.375 .000

Within Groups 21.333 10 2.133

Total 4862.933 14

TERUSIR Between

Groups 34.667 4 8.667 130.000 .000

Within Groups .667 10 .067

Total 35.333 14

PINGSAN Between

Groups 4322.267 4 1080.567 648.340 .000

Within Groups 16.667 10 1.667

Total 4338.933 14

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

TETAP

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4

50% 3 1.0000

75% 3 4.3333

25% 3 6.3333

100% 3 13.0000

kontrol 3 50.0000

Sig. 1.000 .124 1.000 1.000

(50)

TERUSIR

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3

kontrol 3 .0000

25% 3 1.6667

50% 3 2.0000

100% 3 4.0000

75% 3 4.0000

Sig. 1.000 .145 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

PINGSAN

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4

kontrol 3 .0000

100% 3 33.0000

75% 3 41.6667

25% 3 42.0000

50% 3 47.0000

Sig. 1.000 1.000 .758 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

MEANS Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

TETAP * PERLAKUAN 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

TERUSIR *

PERLAKUAN 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

PINGSAN *

(51)

Report

PERLAKUAN TETAP TERUSIR PINGSAN

100% Mean 13.0000 4.0000 33.0000

N 3 3 3

Std. Deviation 2.00000 .00000 2.00000

75% Mean 4.3333 4.0000 41.6667

N 3 3 3

Std. Deviation .57735 .00000 .57735

50% Mean 1.0000 2.0000 47.0000

N 3 3 3

Std. Deviation 1.00000 .00000 1.00000

25% Mean 6.3333 1.6667 42.0000

N 3 3 3

Std. Deviation 2.30940 .57735 1.73205

kontrol Mean 50.0000 .0000 .0000

N 3 3 3

Std. Deviation .00000 .00000 .00000

Total Mean 14.9333 2.3333 32.7333

N 15 15 15

(52)

4. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan

Pingsan Setelah Berkontak 60 Menit Dengan Asap Cair

ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

TETAP Between

Groups 5474.933 4 1368.733 977.667 .000

Within Groups 14.000 10 1.400

Total 5488.933 14

TERUSIR Between

Groups 393.733 4 98.433 13.302 .001

Within Groups 74.000 10 7.400

Total 467.733 14

PINGSAN Between

Groups 4471.600 4 1117.900 107.490 .000

Within Groups 104.000 10 10.400

Total 4575.600 14

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

TETAP

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3

100% 3 .6667

50% 3 .6667

75% 3 3.3333

25% 3 5.0000

kontrol 3 50.0000

Sig. 1.000 .115 1.000

(53)

TERUSIR

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2

kontrol 3 .0000

25% 3 1.6667

50% 3 2.0000

75% 3 4.3333

100% 3 14.3333

Sig. .099 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

PINGSAN

Duncan

PERLAKUA

N N

Subset for alpha = .05

1 2 3

kontrol 3 .0000

100% 3 35.0000

75% 3 42.3333

25% 3 43.3333

50% 3 47.3333

Sig. 1.000 1.000 .100

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Means

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

TETAP * PERLAKUAN 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

TERUSIR *

PERLAKUAN 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

PINGSAN *

(54)

Report

PERLAKUAN TETAP TERUSIR PINGSAN

100% Mean .6667 14.3333 35.0000

N 3 3 3

Std. Deviation 1.15470 6.02771

Gambar

Gambar 2 Siklus hidup Musca domestica.
Gambar 4 Proses pembuatan asap cair : (A) proses pembakaran (pirolisis), (B) proses
Gambar 5 Alat- alat : (A) Kandang lalat, (B) Asap cair, (C) Botol evaporizer, (D)
Gambar 6 Proses ternak lalat Musca domestica : (A) Kandang uji yang berisi lalat
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Fungsi gudang (merupakan fungsi penyimpanan): mengajukan permintaan pembelian dan menyimpan barang yang telah diterima oleh fungsi penerimaan. b) Fungsi pembelian

Atau bisa dikatakan ketika pemerintah daerah memiliki respon Belanja Daerah (BD) yang lebih banyak dari dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada

Pada umumnya buku-buku yang ada diletakkan di rak tanpa diatur sesuai aturan perpustakaan, belum dibuatkan nomor inventaris/registrasi buku sesuai aturan perpustakaan,

--- Bahwa mereka terdakwa I FERY WANDI MARPAUNG Alias CHIES, terdakwa II ROLES SIMANJUNTAK Alias ROLES, terdakwa III ROCKY IRAWAN ARITONANG, terdakwa IV HENDRA

 Guru membimbing siswa dengan cara scaffolding, hingga siswa menemukan keterhubungan antara kedua matriks jika hasil kali kedua matriks merupakan matriks Identitas.. 

Karena pelanggan di pasar tradisional menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang memiliki struktur yang berbeda dengan bahasa Inggris ketika mereka

(5) Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perseorangan dan badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dapat dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang

(4) pengaruh sumber daya manusia terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini dilaksanakan pada SKPD Pemerintah kabupaten Wonosobo dengan