• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Time Series Konsumsi Dan Produksi Susu Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Time Series Konsumsi Dan Produksi Susu Sumatera Utara"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TIME SERIES KONSUMSI DAN PRODUKSI

SUSU SUMATERA UTARA

SKRIPSI

SRI WAHYUNI 110304045 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

SRI WAHYUNI (110304045/AGB) dengan judul skripsi “ANALISIS TIME SERIES KONSUMSI DAN PRODUKSI SUSU SUMATERA UTARA”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir.Kelin Tarigan,MS serta Bapak Dr.Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis konsumsi dan produksi susu di Sumatera Utara (1999-2013), meramalkan konsumsi dan produksi susu di Sumatera Utara (2016-2026), menentukan alternative kebijakan pangan dalam upaya meningkatkan produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa wilayah penelitian ini termasuk sebagai sentra produksi pangan yang diteliti serta memiliki populasi penduduk yang cukup besar.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Kondisi konsumsi dan produksi susu Sumatera Utara (1999-2013) mengalami trend yang menurun setiap tahunnya walaupun ada kenaikan namu tidak sigifikan.

2. Berdasarkan hasil peramalan, maka tahun 2016-2026 mendatang, produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara diperkirakan terus menurun,

3. Untuk meningkatkan produksi susu sapi perah alternative yang dapat dilakukan pemeritah salah satuya yaitu dengan menambah jumlah sapi perah secara cepat baik dari inseminasi buatan ataupun dengan membeli sapi perah impor yang diharapkan nantinya akan meningkatkan produksi susu, selain itu juga harus meningkatkan pemeliharaan sapi perah secara intensif agar menghasilkan produksi susu yang tinggi, serta memanfaatkan areal lahan Sumatera Utara yang potensial untuk dijadikan peternakan sapi perah Perlu diadakan kerjasama antara Kelompok tani seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota Medan dengan Dinas Peternakan Sumut untuk program ke depan agar produksi susu sapi perah di Sumut dapat meningkat. Jika produksi susu kita terpenuhi tanpa harus mengimpor tentu harga susu yang selama ini menurut masyarakat mahal akan menjadi lebih murah karena produksi susu yang surplus sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk mengkonsumsi susu. Dengan begitu konsumsi susu akan meningkat dan gizi masyarakat akan terpenuhi serta menjadikan anak-anak Indonesia yang sehat dan cerdas.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, nikmat serta limpahan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dalam bentuk dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan, serta kritikan yang membangun yang disampaikan kepada penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan setulus hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Ir.Kelin Tarigan, MS Selaku ketua komisi pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Dr.Ir Satia Negara Lubis, M.Ec Selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(4)

5. Ayahanda tercinta H. Sumadi Edy Hartono dan Ibunda tercinta Hj. Asmarida Lubis serta abang-abang tercinta Muhammad .Ikhsan, Amd, Ahmad Irfan Amd, Muhammad Fahmi, ST serta kakak-kakak tersayang Kak Lia dan Kak Melly serta keponakan tercinta Nabilla dan Daffa yang telah memberikan bantuan, doa dan begitu banyak perhatian,semangat cinta dan kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di waktu yang tepat.

6. Teman-teman seperjuangan yang luar biasa, Meinia Singgar Niari, Nelfita Rizka, Futri Medwina, Latifah Khairani, Yuli Hariati, Novita Susilawaty Sinaga, Ade Rezkika, Ridho Islami, M.Fadhil Arrahman, Fitrah Aulia, Zulfadli Adha dan semua yang telah mendukung dan mendoakan selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan Program Studi Agribisnis stambuk 2011 serta abang dan kakak stambuk yang telah banyak memberikan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung.

8. Bapak dan Ibu Staf Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara sebagai tempat penulis memperoleh data penelitian skripsi.

(5)

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal’alamin.

Medan, Maret 2015

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tanjung Gading pada tanggal 07 Mei 1993, sebagai anak kelima dari lima bersaudara, seorang putri dari Ayahanda H. Sumadi Edy Hartono dan Ibunda Hj Asmarida Lubis.

Jenjang Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Negeri 016396 Batu Bara, masuk tahun 1999 dan lulus pada tahun 2005.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Kota Tebing Tinggi, masuk tahun 2005 dan lulus tahun 2008.

3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kota Tebing Tinggi masuk tahun 2008 dan lulus tahun 2011.

4. Tahun 2011 masuk di program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli-Agustus 2014 di Kelurahan Bukit Kubu,Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

(7)

Pengalaman Organisasi :

1. Pengurus Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) Universitas Sumatera Utara Tahun 2011 - 2014.

2. Pengurus Badan Kenaziran Musola (BKM) Al Mukhlisin Fakultas Pertanian USU 2014-2015

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK . ... ... i

KATA PENGANTAR. ... ii

RIWAYAT HIDUP . ... v

1.2 Identifikasi Masalah. ... 4

1.3 Tujuan Penelitian. ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka. ... 6

2.2 Landasan Teori. ... 10

2.3 Penelitian Terdahulu. ... 17

2.4 Kerangka Pemikiran . ... 18

2.5 Hipotesis Penelitian . ... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian. ... 20

3.2 Metode Pengumpulan Data. ... 22

3.3 Metode Analisis Data. ... 22

3.4 Defenisi dan Batasan Operasional . ... 24

3.4.1 Defenisi. ... 24

3.4.2 Batasan Operasional. ... 25

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaaan Geografi Sumatera Utara. ... 26

4.2 Kondisi Iklim dan Topografi . ... 27

4.3 Kondisi Demografi . ... 27

4.4 Deskripsi Variabel yang diteliti. ... 31

4.4.1 Perkembangan Populasi Sapi Perah. ... 31

4.4.2 Produksi Susu Sumatera Utara. ... 33

4.4.3 Konsumsi Susu Sumatera Utara. ... 36

(9)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Peramalan Konsumsi dan Produksi Susu Sumatera Utara

(2016-2026) . ... 42 5.2 Alternatif Kebijakan Pemerintah dalam Menaikkan

Produksi dan Konsumsi Susu. ... 46

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan . ... 58 6.2 Saran. ... 59

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

1 Produksi dan Konsumsi Susu di Sumatera Utara tahun 2010-2013

3 2 Produksi susu berdasarkan Provinsi di Indonesia tahun

2013

21 3 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan

Penduduk Menurut Kabupaten/Kota tahun 2013

29 4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis

Kelamin dan Kabupaten/Kota (jiwa) Tahun 2013

30 5 Populasi Sapi Perah Sumatera Utara (1999-2013) 31 6 Produksi Susu Sumatera Utara tahun (1999-2013) 34 7 Konsumsi Susu Sumatera Utara tahun (1999-2013) 35 8 Perkembangan Impor susu tahun (1999-2013) 36 9 Produksi dan Konsumsi Susu tahun (1999-2013) 42 9 Angka Ramalan Produksi dan Konsumsi Susu

(2016-2026)

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

1 Skema Kerangka Pemikiran 18

2 Grafik Populasi Sapi Perah tahun (1999-2013) 32 3 Grafik Impor Susu Sumatera Utara tahun (1999-2013) 37 4 Grafik Produksi dan Konsumsi Susu Sumatera Utara

(1999-2013)

43 5 Grafik Peramalan Produksi dan Konsumsi Susu

(2016-2026)

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Judul

1 Jumlah Penduduk Sumatera Utara (1999-2013)

2 Total Konsumsi Susu Penduduk Sumatera Utara (1999-2013) 3 Produksi Susu Sumatera Utara tahun (1999-2013)

4 Populasi Sapi Perah Sumatera Utara (1999-2013) 5 Produktivitas Susu Sumatera Utara

6 Peramalan Produksi dan Konsumsi Susu Sumatera Utara (2016-2026)

(13)

ABSTRAK

SRI WAHYUNI (110304045/AGB) dengan judul skripsi “ANALISIS TIME SERIES KONSUMSI DAN PRODUKSI SUSU SUMATERA UTARA”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir.Kelin Tarigan,MS serta Bapak Dr.Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis konsumsi dan produksi susu di Sumatera Utara (1999-2013), meramalkan konsumsi dan produksi susu di Sumatera Utara (2016-2026), menentukan alternative kebijakan pangan dalam upaya meningkatkan produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa wilayah penelitian ini termasuk sebagai sentra produksi pangan yang diteliti serta memiliki populasi penduduk yang cukup besar.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Kondisi konsumsi dan produksi susu Sumatera Utara (1999-2013) mengalami trend yang menurun setiap tahunnya walaupun ada kenaikan namu tidak sigifikan.

2. Berdasarkan hasil peramalan, maka tahun 2016-2026 mendatang, produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara diperkirakan terus menurun,

3. Untuk meningkatkan produksi susu sapi perah alternative yang dapat dilakukan pemeritah salah satuya yaitu dengan menambah jumlah sapi perah secara cepat baik dari inseminasi buatan ataupun dengan membeli sapi perah impor yang diharapkan nantinya akan meningkatkan produksi susu, selain itu juga harus meningkatkan pemeliharaan sapi perah secara intensif agar menghasilkan produksi susu yang tinggi, serta memanfaatkan areal lahan Sumatera Utara yang potensial untuk dijadikan peternakan sapi perah Perlu diadakan kerjasama antara Kelompok tani seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota Medan dengan Dinas Peternakan Sumut untuk program ke depan agar produksi susu sapi perah di Sumut dapat meningkat. Jika produksi susu kita terpenuhi tanpa harus mengimpor tentu harga susu yang selama ini menurut masyarakat mahal akan menjadi lebih murah karena produksi susu yang surplus sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk mengkonsumsi susu. Dengan begitu konsumsi susu akan meningkat dan gizi masyarakat akan terpenuhi serta menjadikan anak-anak Indonesia yang sehat dan cerdas.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka mempertinggi taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai dan terjangkau oleh seluruh rakyat memegang peranan yang sangat penting. Hal ini erat kaitannya dengan pemecahan masalah peningkatan produksi pangan, perbaikan sarana distribusi dan pemasaran pangan, perbaikan pengolahan dan penyimpanan hasil produksi pangan, kependudukan, tingkat kesadaran dan keadaan gizi serta peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal,dalam rangka meningkatkan mutu hidup bangsa Indonesia. Kita menyadari bahwa penyediaan pangan untuk pemenuhan gizi merupakan salah satu masalah nasional yang amat penting. Pemenuhan gizi ini menyangkut kesejahteraan masyarakat dan juga menentukan kelangsungan hidup bangsa.

(15)

bahan pangan mahal, sehingga hanya mampu dijangkau oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas.

Menurut Khomsan (2006), di negara-negara Barat, kebiasaan minum susu telah mendarah daging sejak anak masih kecil hingga dewasa, sedangkan di negara-negara berkembang upaya penggalakan minum susu masih menghadapi kendala status ekonomi penduduk yang umumnya rendah.

Di Indonesia, pada moto gizi empat sehat lima sempurna, susu terletak pada urutan paling terakhir yaitu pada kelompok lima sempurna. Hal ini karena susu masih dianggap barang mahal dan masih sulit dijangkau oleh masyarakat banyak. Kondisi ini dapat dilihat dari konsumsi susu yang masih rendah, yaitu hanya 5,10 kg/orang/tahun (Khomsan 2004).

Konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan negara – negara ASEAN. Berdasarkan data statistik nasional konsumsi susu negara pada tahun 2012, konsumsi susu Indonesia hanya 14,6 liter/kapita/tahun. Jika dibandingkan dengan Malaysia dan Filipina yang mencapai 22,1 liter, Thailand 33,7liter, Vietnam 12,1 liter, dan India yang mencapai 42,08 liter/kapita/tahun (Usman, 2014).

(16)

Sedangkan menurut Syafiq (2012), penyebab rendahnya konsumsi susu di Indonesia saat ini adalah kedudukan susu bukan merupakan “pemenang” semenjak diambilnya program Empat Sehat Lima Sempurna menjadi Pedoman Umum Gizi Seimbang oleh Kemenkes. Minum susu belum menjadi kebudayaan yang khas bagi penduduk Indonesia.

Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Susu di Sumatera Utara tahun 2010-2013 No Tahun Produksi (ton) Konsumsi (Kg/kap/thn)

1 2010 1.849,94 0,14

2 2011 684,48 0,05

3 2012 761,04 0,05

4 2013 1.368,72 0,10

Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui produksi susu di Sumatera Utara pada tahun 2010 sebesar 1.849,94 ton, tahun 2011 turun menjadi 684,48 ton, tahun 2012 naik sebesar 761,04 ton, tahun 2013 naik menjadi 1.368,72 ton. Sedangkan untuk tingkat konsumsi susu dapat diketahui pada tahun 2010 sebesar 0,14 kg/kap/tahun, tahun 2011 dan 2012 turun menjadi 0,05 kg/kap/tahun dan tahun 2013 naik menjadi 0,10 kg/kap/tahun.

(17)

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang analisis time series konsumsi dan produksi susu di daerah penelitian.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana konsumsi dan produksi susu Sumatera Utara (1999-2013)? 2. Bagaimana proyeksi konsumsi dan produksi susu Sumatera Utara

(2016-2026)?

3. Apakah alternatif kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis konsumsi dan produksi susu di Sumatera Utara (1999-2013)

2. Untuk meramalkan konsumsi dan produksi susu di Sumatera Utara (2016-2026)

3. Untuk mengetahui alternatif kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang melakukan penelitian. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi lembaga pemerintahan

terkait membuat kebijakan yang berhubungan dengan susu.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan pangan merupakan penjumlahan dari kebutuhan pangan untuk konsumsi langsung, kebutuhan industri dan permintaan lainnya. Konsumsi langsung adalah jumlah pangan yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat (Respati, dkk., 2013).

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau. Pembangunan pangan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Konsumsi pangan penduduk Indonesia masih belum memenuhi kecukupan gizi. Kuantitas, kualitas, dan keragaman pangan belum memenuhi kaedah berimbang, karena masih didominasi oleh serealia khususnya beras, sebaliknya kontribusi jagung, umbi-umbian, kacangan-kacangan, pangan hewani, sayur-sayuran dan buah-buahan masih sangat kurang (Balitbang, 2008).

(19)

berbeda pada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya pangan yang tersedia. Secara nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai berikut :

a. Padi-padian : beras, jagung, sorghum dan terigu

b. Umbi-umbian : ubi kayu, ubi jalar, kentang talas dan sagu. c. Pangan hewani : ikan, daging, susu dan telur.

d. Minyak dan lemak : minyak kelapa, minyak sawit. e. Buah/biji berminyak : kelapa, daging.

f. Kacang-kacangan : kedelai, kacang tanah, kacang hijau. g. Gula : gula pasir, gula merah.

h. Sayur dan buah : semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa dikonsumsi. i. Lain-lain : teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman

jadi (Balitbang, 2008).

Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Susu berperan sebagai asupan penting untuk kesehatan, kecerdasan, dan pertumbuhan, khususnya anak-anak.

Susu

Menurut Beck (2011), susu adalah salah satu dari beberapa makanan yang paling bergizi. Konstituen yang diberikan:

1. Protein, terutama kasein dan laktalbumin; protein susu memberikan asam-asam amino esensial dengan perbandingan yang sangat tepat bagi pembangunan jaringan tubuh.

2. Hidratarang, dalam bentuk laktosa atau gula susu. 3. Lemak dalam bentuk teremulsi halus

(20)

5. Vitamin A dalam jumlah yang paling banyak kalau sapi perahnya memakan pakan ternak hijau yang kaya akan karoten

6. Vitamin B kompleks, khususnya riboflavin Berikut ini dijelaskan beberapa hasil olahan susu : Susu Bubuk

Susu bubuk dibuat dengan cara mengalirkan susu segar pada suatu membrane antara beberapa batang penggiling (roller) panas atau menyemprotkan susu segar lewat corot yang halus ke dalam kamar pengeringan yang panas.

Susu bubuk mempunyai nilai gizi yang serupa dengan susu segar. Memang sejumlah vitamin B1 dan asam askorbat akan hilang dalam pemrosesan. Akan tetapi, kehilangan ini makna gizinya tidak begitu penting.

Susu kental manis

Dalam pembuatan susu kental manis dilakukan pasteurisasi susu segar, kemudian ke dalamnya ditambahkan gula, dan akhirnya kandungan air dalam susu tersebut dikisatkan hingga suatu proporsi tertentu. Produk susu kental manis ini memiliki derajat keawetan yang tinggi dari proses kondensasi dan tingginya gula yang menghambat pertumbuhan bakteri.

Seperti halnya susu bubuk, susu kental manis memperlihatkan kehilangan thiamin dan asam askorbat dalam jumlah tertentu. Akan tetapi, kehilangan ini tidak mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap nilai gizi susu tersebut.

Susu asam (Yoghurt)

(21)

umumnya nilai gizi yoghurt serupa dengan nilai gizi susu segar yang merupakan konstituen dasar.

Manfaat Susu

Menurut Melviza (2013) , susu memiliki manfaat yang tidak sedikit diantaranya: 1. Mencegah osteoporosis dan menjaga tulang tetap kuat. Bagi anak-anak, susu

berfungsi untuk pertumbuhan tulang yang membuat anak menjadi bertambah tinggi.

2. Menurunkan tekanan darah.

3. Mencegah kerusakan gigi dan menjaga kesehatan mulut. Susu mampu mengurangi keasaman mulut, merangsang air liur, mengurangi plak dan mencegah gigi berlubang.

4. Menetralisir racun seperti logam atau timah yang mungkin terkandung dalam makanan.

5. Mencegah terjadinya kanker kolon atau kanker usus. 6. Mencegah diabetes tipe 2.

7. Mempercantik kulit, membuatnya lebih bersinar.

8. Membantu agar lebih cepat tidur. Hal ini karena kandungan susu akan merangsang hormon melatonin yang akan membuat tubuh mengantuk.

Jenis Susu

Jenis-jenis susu yang tersedia di pasaran juga bermacam-macam. Ada istilah-istilah yang dikatakan sebagai zat yang terkandung dalam susu yang mungkin belum anda ketahui. Beberapa istilah tersebut yaitu:

(22)

Mengandung 4% lemak dan umumnya banyak mengandung vitamin A dan vitamin D

b. Low fat

Susu rendah lemak, karena kandungan lemaknya hanya setengah dari susu full cream.

b. Skim

Susu yang kandungan lemaknya lebih sedikit lagi, kurang dari 1%. c. Susu evaporasi

Yaitu susu yang telah diupkan sebagian airnya sehingga menjadi kental. Mirip dengan susu kental manis, tetepi susu jenis ini rasanya tawar.

d. Susu pasteur

Susu yang melalui proses pasteurisasi (dipanaskan) 65° sampai 80° C selama 15 detik untuk membunuh bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit.

f. Flavoured

Sebenarnya susu full cream atau low fat yang ditambahkan rasa tertentu untuk variasi. Misalnya susu coklat, strawberry, pisang, dan rasa lainnya. Umumnya memiliki kandungan gula yang lebih banyak karena penambahan rasa ini.

g. Calcium enriched

Susu yang ditambah dengan kandungan kalsium dan kandungan lemaknya telah dikurangi.

h. UHT

(23)

i. CLA

Susu ini bermanfaat bagi orang yang ingin merampingkan tubuh. Kepanjangan dari CLA adalah Conjugated Linoleic Acid yang akan membantu dalam pembentukan otot dan mempercepat pembakaran lemak.

2.2 Landasan Teori

Konsep konsumsi merupakan konsep yang di Indonesiakan dari bahasa inggris ”Consumtion”. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 1996).

Seorang ahli ekonomi yang bernama Christian Lorent Ersnt Engel mengemukakan sebuah ”Hukum Konsumsi”. Hukum ini berdasarkan pada hasil penelitiannya yang dilakukan pada abad ke 19 di Eropa. Menuru Engel, semakin miskin suatu keluarga atau bangsa, akan semakin besar pula persentase pengeluaran yang digunakan untuk barang pangan (Sudarman, 2004).

Teori Konsumsi Keynes di dasarkan pada 3 postulat :

(24)

Propensity to consume) adalah antara nol dan satu, dan pula besarnya perubahan konsumsi selalu di atas 50% akan tetapi tetap tidak sampai 100% (0,5>MPC<1).

2. Rata-rata kecenderungan mengkonsumsi =APC= C / Y (Average Propensity to consume) akan turun apabila pendapatan naik, alasannya sederhana saja, karena peningkatan pendapatan selalu lebih besar dari peningkatan konsumsi, sehingga pada setiap naiknya pendapatan pastilah akan memperbesar tabungan. Dengan demikian dapat dibuatkan satu pernyataan lagi bahwa setiap terjadi peningkatan pendapatan maka pastilah rata-rata kecenderungan menabung akan semakin tinggi

3. Bahwa pendapatan adalah merupakan factor determinan (factor penentu utama) dari konsumsi. Factor-faktor lain dianggap tidak penting (Putong,2002)

Putong (2002) mengatakan produksi atau memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatau barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input

untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum.

Fungsi produksi menurut Soekartawi (2003) adalah hubungan fisik antara variable yang dijelaskan (Y) dan variable yang menjelaskan (X). variable yang dijelaskan biasanya berupa output dan variable yang menjelaskan biasanya berupa input.

(25)

1. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara factor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

2. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara variable yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variable yang menjelaskan (independent variable) X, serta sekaligus mengetahui hubungan antarvariabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Y = f(X1,X2,…Xn)

Dengan fungsi tersebut di atas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1,.. Xn juga dapat diketahui.

Menurut Heizer dan Render (2006), peramalan adalah seni, ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Hal ini dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa mendatang dengan suatu bentuk model matematik atau prediksi intuisi bersifat subyektif, atau menggunakan kombinasi model matematik yang disesuaikan dengan pertimbangan yang baik dari seorang manajer. Forecasting berkaitan dengan upaya memperkirakan apa yang terjadi di masa depan, berbasis pada metode ilmiah (ilmu dan teknologi) serta dilakukan secara matematis. Walaupun demikian, kegiatan forecasting tidaklah semata-mata berdasarkan prosedur ilmiah atau terorganisir, karena ada kegiatan forecasting yang menggunakan intuisi (perasaan) atau lewat diskusi informal dalam sebuah grup (Santoso,2009).

(26)

dunia bisnis, hasil peramalan mampu memberikan gambaran tentang masa depan perusahaan yang memungkinkan manajemen membuat perencanaan, menciptakan peluang bisnis maupun mengatur pola investasi. Ketepatan hasil peramalan bisnis akan meningkatkan peluang tercapainya investasi yang menguntungkan. Semakin tinggi akurasi yang dicapai peramalan, maka semakin meningkat pula peran peramalan dalam perusahaan, karena hasil dari suatu peramalan dapat memberikan arah bagi perencanaan perusahaan, perencanaan produk dan pasar, perencanaan penjualan, perencanaan produksi dan keuangan.

Menurut Heizer dan Render (2006), peramalan biasanya berdasarkan horizon waktu masa depan yang dicakupnya. Horizon waktu terbagi atas beberapa kategori :

1. Peramalan jangka pendek. Peramalan ini mencakup jangka waktu hingga satu (1) tahun tetapi umumnya kurang dari tiga (3) bulan. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan keja dan tingkat populasi.

2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah, atau intermediate

umumnya mencakup hitungan bulanan hingga tiga (3) tahun. Peramalan ini berguna untuk merencanakan penjualan, perencanaan dan anggaran produksi, anggaran kas dan menganalisis bermacam-macam rencana operasi.

(27)

Peramalan adalah upaya memperkirakan nilai-nilai respon yang menjadi perhatian di masa depan. Secara garis besarnya, peramalan dibedakan menjadi peramalan kuantitatif dan kualitatif. Hasil peramalan kualitatif didasarkan pada pengamatan kejadian-kejadian di masa sebelumnya yang digabungkan dengan intuisi maupun ketajaman perasaan si peramal dalam menghasilkan suatu informasi yang diperkirakan bakal terjadi di masa mendatang. Pada umumnya hasil peramalan kualitatif berbentuk informasi kualitatif, walaupun tidak selalu demikian. Sebaliknya, peramalan kuantitatif mempergunakan data kuantitatif yang diperoleh dari pengamatan nilai-nilai sebelumnya dengan ditunjang beberapa informasi kuantitatif maupun kualitatif. Hasil peramalan kuantitatif secara relatif lebih disukai, karena memberikan pandangan yang lebih nyata dan lebih obyektif dalam besaran nilai hasil peramalannya.

Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), hampir semua metode peramalan formal dilakukan dengan cara mengekstrapolasi kondisi masa lalu untuk kondisi masa mendatang. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kondisi masa lalu sama dengan kondisi masa mendatang. Atas dasar logic ini, maka langkah-langkah dalam metode peramalan adalah :

Langkah 1 : Mengumpulkan data

Langkah 2 : Menyeleksi dan memilih data Langkah 3 : Memilih model peramalan

Langkah 4 : Menggunakan metode terpilih untuk peramalan

(28)

masa lampau ke masa depan. Ramalan permintaan (demand forecasting) menyangkut peramalan permintaan mendatang berdasarkan permintaan yang lalu atau berdasarkan perhitungan tertentu.

Time series didasarkan pada waktu berurutan atau berjarak sama (mingguan, bulanan, kuartalan, dan lainnya). Meramalkan data time series berarti nilai masa depan diperkirakan hanya dari nilai masa lalu dan bahwa peubah lain diabaikan, walaupun peubah-peubah tersebut mungkin sangat bermanfaat.

Menganalisis Time Series berarti membagi data masa lalu menjadi komponen-komponen dan kemudian memproyeksikannya ke masa depan. Time series

mempunyai empat (4) komponen : tren, musim, siklus dan variasi acak (random variation). Rinciannya sebagai berikut :

a. Tren merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat atau menurun. Perubahan pendapatan, populasi, penyebaran umur, atau pandangan budaya dapat mempengaruhi pergerakan tren.

b. Musim adalah pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau kuartal.

c. Siklus adalah pola dalam data yang terjadi setiap beberapa tahun. Siklus ini biasanya terkait pada siklus bisnis dan merupakan satu hal penting dalam analisis dan perencanaan bisnis jangka pendek. Memprediksi siklus bisnis sulit, karena dapat dipengaruhi oleh kejadian politik ataupun kerusuhan internasional.

(29)

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berjudul Peramalan Permintaan Susu Pasteurisasi Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan dan Time Series di Koperasi Susu SAE Pujon, Malang oleh Nasapi, dkk (2014).

Pada peramalan metode time series, menghasilkan metode terbaik yaitu metode

Simple Seasonal. Perbandingan akurasi hasil peramalan dari kedua metode, sebagai berikut: nilai Mean Square Error (MSE) pada metode time series sebelum dan sesudah peramalan sama sebesar 52364211.36. Nilai MSE metode jaringan syaraf tiruan pada saat pelatihan (pemodelan) sebesar 21516.71 dan pada saat testing sebesar 489321.2676. Sedangkan nilai MAPE pada metode jaringan syaraf tiruan dan time series berturut-turut adalah 1.1721% dan 14.793%. Rata-rata persentase kesalahan hasil simulasi peramalan permintaan menggunakan JST pada periode April – Juni 2014 adalah sebesar 2.29%, sedangkan untuk time series

adalah sebesar 28.91%.

2.4 Kerangka Pemikiran

(30)

Oleh karena itu, perlu adanya langkah-langkah strategis atau alternatif kebijakan yang disusun dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi susugi di wilayah penelitian.

: menyatakan hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Susu

Produksi Susu (1999-2013)

Konsumsi Susu (1999-2013)

Proyeksi Produksi Susu tahun 2016-2026

Proyeksi Konsumsi Susu tahun 2016-2026

Gambaran Kondisi kebutuhan Pangan hewani (susu) Pada

Masa Mendatang

(31)

2.5 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Konsumsi dan produksi susu Sumatera Utara (1999-2013) memiliki trend menurun setiap tahunnya.

2. Proyeksi produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara (2016-2026) akan mengalami trend yang menurun.

3. Terdapat alternatif kebijakan pangan dalam rangka meningkatkan produksi dan

(32)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian

(33)

Tabel 2 Produksi susu berdasarkan Provinsi di Indonesia tahun 2013

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

No Provinsi Produksi (ton)

1 Aceh 38

8 Kepulauan Bangka Belitung 600

9 Bengkulu 265

22 Kalimantan Selatan 135

23 Kalimantan Timur 41

24 Sulawesi Utara -

25 Gorontalo 16

26 Sulawesi Tengah -

27 Sulawesi Selatan 1.671

(34)

3.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi-instani yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dalam berbagai bentuk. Biasanya sumber data ini lebih banyak sebagai data statistik atau data yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga siap digunakan. Data dalam bentuk statistik biasanya tersedia pada kantor-kantor pemerintahan, biro jasa data, perusahaan swasta, atau badan lain yang berhubungan dengan penggunaan data.(Daniel, 2002).

Adapun data yang digunakan adalah data time series 15 tahun, mulai dari tahun 1999 – 2013, yang diperoleh dari Dinas Peternakan Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber-sumber lain seperti jurnal dan hasil penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk hipotesis 1dan 3, digunakan analisis deskriptif yakni berupa penyajian data time series dengan grafik/gambar dan penjelasan terhadap data yang diperoleh sesuai dengan kondisi sebenarnya.

(35)

Untuk hipotesis 2, menurut Pasaribu (1967), akan digunakan analisa Time Series, yakni Trend (Gerak Jangka Panjang) dengan menggunakan cara Least Squares yang menggunakan persamaan garis trend yang linier, yaitu ;

y’ = a + bx

Dimana, nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan rumus rumus Berikut

b = � ∑ ��−(∑ � ) (∑ � )

�∑ 2 −(∑)2

dan

a = ��– ��̅

Dimana : y’ = Produksi susu , konsumsi susu a = Koefisien Intercept

b = Koefisien Regresi dari x

x = Tahun (Dinotasikan dengan angka) n = Jumlah data time series

Dimana : Σx = 0 (x = -7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,0,1,2,3,4,5,6,7 sehingga Σx = 0) Maka, rumus untuk mencari a dan b dapat dirubah menjadi :

b = ∑ ��

∑ 2

dan

a = ��

(36)

y* = a + bx*

Dimana : y* = Produksi dan konsumsi susu untuk tahun yang diramalkan a = Koefisien Intercept

b = Koefien regresi dari x

x* = Tahun yang diramalkan (Dinotasikan dengan angka)

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Defenisi

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran penelitian ini maka digunakan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut: Defenisi

1. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia

2.

Pangan, adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dari atau pembuatan makanan dan

minuman.

3. Konsumsi adalah proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh

(37)

5. Proyeksi Produksi/Konsumsi adalah suatu peramalan terhadap kondisi atau jumlah dari baik produksi dan konsumsi suatu barang .

6. Alternatif Kebijakan adalah langkah-langkah yang dapat disusun untuk meningkatkan produksi dan konsumsi susu suatu wilayah

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian merupakan pengamatan, analisis serta peramalan terhadap data time series produksi dan konsumsi susu di Sumatera Utara.

(38)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

4.1. Letak dan Keadaaan Geografi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian Barat Indonesia, terletak pada garis 1º - 4º LU dan 98º - 100º BT. Adapun batasan wilayah Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. - Sebelah Timur berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat. - Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

(39)

4.2. Kondisi Iklim dan Topografi

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 30,1°C, sebagian daerah berbukit dengan

kemirigan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 21,4°C. Sebagaimana provinsi

lainnya di Indonesia,Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasaya terjadi pada bulan November sampai denga Maret dan musim peghujan biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan September, diantara kedua musim itu terdapat musim pancaroba.

4.3. Kondisi Demografi

Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah . Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk keadaan tanggal 11 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,26 juta jiwa, kemudian dari hasil SP 2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Selajutnya dari hasil Sensus Penduduk pada bulan Mei 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982,204 jiwa.

(40)
(41)

Tabel 3. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut

15 Humbang Hasundutan 2.297,20 176.429 77

16 Pakpak Barat 1.218,30 42.144 35

22 Labuhanbatu Selatan 3.116,00 289.655 93

23 Labuhanbatu Utara 3.545,80 337.404 95

Sumatera Utara 71.680,68 13.326.307 186

(42)

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota (jiwa) Tahun 2013

Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

01 Nias 64.999 68.389 133.388 95,04

02 Mandailing Natal 203.017 210.458 413.475 96,46 03 Tapanuli Selatan 133.531 135.293 268.824 98,70 04 Tapanuli Tengah 162.605 161.401 324.006 100,75

05 Tapanuli Utara 141.418 144.700 286.118 97,73

06 Toba Samosir 86.924 88.145 175.069 98,61

07 Labuhanbatu 217.581 213.137 430.718 102,09

08 Asahan 342.337 339.457 681.794 100,85

15 Humbang Hasundutan 87.588 88.641 176.429 98,59

16 Pakpak Barat 21.242 20.902 42.144 101,63

17 Samosir 60.588 61.336 121.924 98,78

18 Serdang Bedagai 303.963 301.620 605.583 100,78

19 Batu Bara 192.710 190.250 382.960 101,29

20 Padang Lawas Utara 116.830 115.910 232.746 100,80

21 Padang Lawas 118.889 118.370 237.259 100,44

22 Labuhanbatu Selatan 147.688 141.967 289.655 104,03 23 Labuhanbatu Utara 170.316 167.088 337.404 101,93

24 Nias Utara 63.865 65.188 129.053 97,97

25 Nias Barat 39.628 43.226 82.854 91,68

71 Sibolga 43.100 42.881 85.981 100,51

72 Tanjung Balai 79.913 78.686 158.599 101,56

73 Pematang Siantar 115.787 121.647 237.434 95,18

74 Tebing Tinggi 73.680 75.385 149,065 97,74

75 Medan 1.048.451 1.074.759 2.123.210 97,55

76 Binjai 125.917 125.346 252.263 99,66

77 Padang Sidempuan 99.725 104.890 204.615 95,08

78 Gunungsitoli 53.298 56.105 129.403 95,75

(43)

4.4 Deskripsi Variabel yang Diteliti

Pada bagian ini akan membahas perkembangan produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara. Perkembangan yang diamati dalam jangka waktu sekitar lima belas tahun, mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2013.

4.4.1 Perkembangan Populasi Sapi Perah Sumatera Utara

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memproduksi susu. Untuk melihat perkembangan populasi sapi perah di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Populasi Sapi Perah Sumatera Utara (1999-2013)

No Tahun Populasi Sapi Perah (ekor)

1 1999 6.411

Sumber : Dinas Peternakan Sumatera Utara Tahun 2000, 2005,2010,dan 2014

(44)

sapi perah di sepanjang tahun 1999-2013 adalah sebesar 65.389 ekor dengan rataan populasi sebesar 4.359,86 ekor.

Kondisi populasi sapi perah Sumatera Utara diatas untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Grafik Populasi Sapi Perah Sumatera Utara (1999-2013)

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa populasi sapi perah mengalami grafik yang fluktuatif, tahun 1999-2004 grafik terlihat stabil dan cenderung menaik di tahun 2004 merupakan jumlah populasi terbesar disepanjang tahun 1999-2013. Namun pada tahun 2007 grafik terlihat turun drastis kemudian naik lagi pada tahun 2008-2010, dan turun lagi pada tahun 2011 dan pada tahun ini merupakan jumlah populasi sapi yang terendah disepanjang tahun 1999-2013.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumut, Nurdin Lubis mengatakan bahwa para peternak sapi perah di Sumut masih lebih tertarik mengembangkan sapi

0

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

populasi sapi perah

(45)

pedaging ketimbang sapi perah. Peternak di Sumut menganggap sapi pedaging lebih menguntungkan disamping juga lebih mudah perawatannya yaitu hanya diangon saja sudah bisa Sedangkan sapi perah, butuh perlakuan yang ekstra, terutama soal pakan serta kepengurusannya. Artinya, untuk sapi perah itu perlakuannya harus fokus. Berbeda dengan sapi pedaging yang bisa dikerjakan secara sambilan (anonymous, 2015). Hal inilah yang menyebabkan jumlah populasi sapi perah di Sumatera Utara mengalami naik turun.

4.4.2 Produksi Susu Sumatera Utara

(46)

Tabel 6. Produksi Susu Sumatera Utara tahun (1999-2013)

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000, 2005,2010,dan 2014

Dari Tabel 6 diatas, terlihat bahwa jumlah produksi susu Sumatera Utara terbesar di sepanjang tahun 1999-2013 terjadi pada tahun 2006 sebesar 4639 ton. dengan jumlah produksi terendah di tahun 2011 sebesar 684 ton.

4.4.3 Konsumsi Susu Sumatera Utara

(47)

Tabel 7. Konsumsi Susu Sumatera Utara tahun (1999-2013)

No Tahun Konsumsi (ton)

1 1999 4,184,39

2 2000 4.605,58

3 2001 4.689,01

4 2002 4.620,35

5 2003 4.399,44

6 2004 4.606,87

7 2005 4.560,87

8 2006 4.804,52

9 2007 9.112,4

10 2008 1.565,07

11 2009 1.722,29

12 2010 1.817,5

13 2011 655,17

14 2012 660,77

15 2013 1.332,6

Sumber : Lampiran 2

Dari Tabel 5 diatas, terlihat bahwa jumlah konsumsi susu Sumatera Utara terbesar di sepanjang tahun 1999-2013 terjadi pada tahun 2007 sebesar 9.112,4 ton. dengan jumlah konsumsi terendah di tahun 2011 sebesar 655,17 ton.

4.4.4 Impor Susu

(48)

Tabel 8. Perkembangan Impor Susu tahun 1999 – 2013 Sumatera Utara

Total 724.272 2.382.213

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari Tabel 8 diatas, terlihat bahwa jumlah impor susu Sumatera Utara terbesar di sepanjang tahun 1999-2013 terjadi pada tahun 2012 sebesar 192.400 ton dengan jumlah impor terendah atau tidak terjadi impor di tahun 2004 dan 2010. Total impor susu di sepanjang tahun 1999-2013 adalah sebesar 724.272 ton .

Menurut Badan Pusat Statistik, Sumatera Utara megimpor susu, serta produk olahan susu selama lima tahun terakhir berasal dari beberapa negara seperti Jepang, Malaysia, New Zealand, Thailand, Philipina, dan Perancis. Hal ini dikarenakan produksi susu Sumatera Utara belum mencukupi kebutuhan masyarakat Sumatera Utara sehingga harus mengimpor dari negara lain.

(49)

Gambar 3. Grafik impor susu (1999-2013) Provinsi Sumatera Utara

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa grafik volume impor sepanjang tahun 1999-2013 mengalami keadaan yang fluktuatif, tahun 1999-2006 cenderung stabil walaupun ada kenaikan atau penurunan namun tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2007 terjadi kenaikan volume impor susu dan di tahun berikutnya terjadi penurunan, sepanjang tahun 2008-2010 volume impor cenderung stabil. Dan lonjakan impor terjadi lagi di tahun 2011-2012, dan tahun 2012 merupakan volume impor terbesar di sepanjang tahun 1999-2013.

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Volume impor (kg)

(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Produksi dan Konsumsi Susu Sumatera Utara Tahun (1999-2013)

Keadaan produksi susu di Sumatera Utara tidak stabil. Dapat dilihat bahwa data produksi naik turun setiap tahunnya. Produksi susu yang diharapkan adalah produksi yang selalu meningkat agar dapat memenuhi kebutuhan susu daerah Sumatera Utara, namun kenyataannya malah semakin menurun. Sama halnya dengan konsumsi susu di Sumatera Utara yang naik turun. Konsumsi yang diharapkan adalah semakin meningkat setiap tahunnya namun yang terjadi adalah sebaliknya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 9. Produksi dan Konsumsi Susu Sumatera Utara Tahun (1999-2013) Tahun Produksi susu (ton) % Konsumsi (ton) %

(51)

Dari tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa produksi susu Sumatera Utara memiliki pertumbuhan yang negative yaitu dengan total -5,34% dengan rataan sebesar -0,38%. Total produksi susu di sepanjang tahun 1999-2013 adalah sebesar 45.944,5 ton. dengan rataan produksi sebesar 3.062,965 ton. Konsumsi susu memiliki pertumbuhan dengan total sebesar 75,68% dengan rataan sebesar 5,4 %. Total konsumsi susu di sepanjang tahun 1999-2013 adalah sebesar 53.336,83 ton dengan Rataan konsumsi sebesar 3.555,789 ton.

Kondisi produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara diatas untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 4. Grafik Produksi dan Konsumsi Susu Sumatera Utara (1999-2013)

Pada Gambar di atas dapat dilihat bahwa perkembangan produksi susu Sumatera Utara (1999-2013) mengalami keadaan yang fluktuatif, dimana terjadi lonjakan produksi susu pada tahun 2006 dan mengalami penurunan yang drastis pada tahun

(52)

2007. Sejak tahun 2007, produksi susu Sumatera Utara pun mengalami kondisi yang menurun, meskipun ada kenaikan yang tidak signifikan namun jika dibandingkan kondisi tahun (1999-2006) produksi susu megalami penurunan. Kondisi produksi susu pada tahun 2007 menurun drastis yaitu dari 4.698 menjadi 1.506 ton. Hal ini diakibatkan karena pada tahun yang sama terjadi penurunan populasi sapi perah dan sangat mempengaruhi jumlah produksi susu yang dihasilkan.

Produksi susu di Sumut masih tergolong rendah hal ini karena jumlah ternak sapi perah di Sumut juga minim, peternak sapi perah cenderung lebih suka mengembangkan sapi pedaging karena lebih mudah dirawat. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumut belum bisa menargetkan berapa banyak jumlah produksi susu sapi yang dapat dihasilkan dari Sumut. Sapi perah belum menjadi prioritas, dengan jumlah yang dianggap terlalu sedikit untuk tingkat provinsi, keberadaan sapi perah beserta susunya belum bisa diandalkan dan tidak bisa diberikan berapa target untuk produksi susunya. (anonymous,2015).

Oleh karena itu jumlah produksi susu di Sumut terus mengalami penurunan secara fluktuatif karena tidak ada keseriusan dari pemerintah daerah untuk meningkatkan produksi susu secara sigifikan.

(53)

mengalami kondisi yang menurun, meskipun ada kenaikan yang tidak signifikan namun jika dibandingkan kondisi tahun (1999-2007) konsumsi susu megalami penurunan.

Konsumsi susu di Sumatera Utara yang terus menurun ini karena masyarakat sendiri belum sadar akan pentingnya minum susu. Masyarakat pada umumnya masih menganggap susu adalah bahan pangan mahal yang belum termasuk penting untuk dimasukkan kedalam daftar belanjaan rumah tangga. Masyarakat masih mengutamakan bahan pangan pokok yang saat ini harganya juga semakin tinggi di pasaran sehingga mereka masih mengutamakan membeli bahan pangan pokok seperti beras, minyak goreng, ikan, daging, dll.

Dari pemaparan diatas maka hipotesis 1 dapat diterima bahwa produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara mengalami tren yang menurun.

5.2 Peramalan Konsumsi dan Produksi Susu Sumatera Utara (2016-2026)

Dari data-data Total Produksi dan Konsumsi Susu Di Sumatera Utara sepanjang tahun 1999-2013 yang telah tersaji sebelumnya, maka dapat diperoleh model trend linier untuk produksi dan konsumsi susu.

Persamaannya yaitu sebagai berikut (Lampiran 7). Y = a + bX

Y1 = 3.166,626 – 362.286X Y2 = 3.555,789- 302,054X Dimana :

(54)

Y2 = Peramalan Kosumsi Susu a = konstanta

b = koefisien regresi X = notasi tahun ke

Y1 = 3.166,626 – 362.286X

Untuk Produksi susu di Sumatera Utara. Persamaan tersebut berarti bahwa setiap tahun produksi susu akan menurun sebesar 362.286 Ton.

Y2 = 3.555,789- 302,054X

Untuk Konsumsi susu di Sumatera Utara. Persamaan tersebut berarti bahwa setiap tahun konsumsi susu akan menurun sebesar 302,054 Ton.

Tabel 10. Angka Ramalan Produksi dan Konsumsi Susu (2016-2026)

Tahun Produksi (ton) Konsumsi (ton)

2016 -456.234 535,249

2017 -818.52 233,195

2018 -1.180,806 -68,859

2019 -1.543,092 -370,913

2020 -1.905,378 -672,367

2021 -2.267,664 -975,021

2022 -2.629,95 -1.277,075

2023 -2.992,236 -1.579,129

2024 -3.354,522 -1.881,183

2025 -3.716,808 -2.183,237

(55)

Sumber : olahan lampiran 7

Dari Tabel 10 diatas, dapat dilihat bahwa untuk tahun 2016-2026 baik produksi juga konsumsi atas susu di Sumatera Utara dapat diramalkan tetap menurun setiap tahunnya. Menurunnya produksi susu karena masih rendahya produktivitas susu dan masih sedikitnya jumlah populasi sapi perah yang ada di Sumatera Utara. Penambahan jumlah bibit sapi perah diharapkan terjadi di Sumatera Utara sehingga produksi susu dapat mengimbangi produksi susu dari Jawa yang selalu menjadi urutan pertama produksinya. Sedangkan untuk konsumsi susu sendiri masih tetap mengalami penurunan.

Kondisi produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara untuk tahun 2016-2026 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 5. Grafik Ramalan Produksi dan Kosumsi Susu Sumatera Utara (2016-2026)

-5000 -4000 -3000 -2000 -1000 0 1000

2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026

produksi

(56)

Pada Gambar diatas, dapat diramalkan bahwa hingga tahun 2026 produksi susu Sumatera Utara tetap tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam Sumatera Utara. Hal ini terlihat karena garis produksi susu yang nilainya jauh dibawah dari nilai konsumsi susu. Sementara itu, garis konsumsi susu juga terus mengalami penurunan.

Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2010), kemandirian pangan ditunjukkan oleh perimbangan atau neraca ketersediaan dan kebutuhan komoditas pangan penting. Nilai positif pada neraca perimbangan menunjukkan bahwa peningkatan ketersediaan pangan lebih besar dari peningkatan kebutuhan penduduk akan pangan. Sedangkan neraca perimbangan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa peningkatan kebutuhan penduduk yang belum dapat dipenuhi seluruhya sehingga terjadi defisit. Adapun pertumbuhan peningkatan ketersediaan pangan khususnya untuk komoditas susu neracanya negatif.

Dari sisi internal, sebagaian besar (90%) produsen Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) merupakan peternak rakyat. Kemampuan produksi mereka masih rendah, harganya relative lebih mahal, sehingga tidak bisa bersaing dengan susu bubuk impor. Untuk meningkatkan produksinya, peternak sapi perah rakyat menghadapi berbagai permasalahan, seperti skala usaha ternak yang relatif kecil, kemampuan induk untuk memproduksi susu belum optimal, serta kemampuan penanganan ternak dan produk susu segar yang relatif rendah (Boediyana, 2008)

(57)

Indonesia. Sementara pengembangannya di Sumatra Utara belum optimal. Potensi besar Sumatera Utara untuk pengembangan sapi perah belum dimanfaatkan secara optimal. Populasi sapi perah di Sumut tahun 2014 diperkirakan sekitar 1.000 ekor termasuk sapi di industri peternakan di Kabupaten Karo. Namun, peternak di Sumatera Utara cenderung lebih tertarik dengan sapi potong daripada sapi perah. Kini, Kementerian Pertanian tengah mengkaji penggeseran pola tata ruang peternakan sapi yang selama ini terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hal itu sebagai upaya untuk mengurangi impor susu yang tiap tahun terus meningkat. Menurut data yang ada, produksi susu nasional tahun 2013 mencapai 980.624 ton. Sedangkan kebutuhan nasional mencapai 2,84 juta ton (Anonimousa, 2014).

(58)

pemeliharaan sapi perah secara serius maka produksi susu yang dihasilkan akan terus rendah.

Dari pemaparan diatas, maka hipotesis 2 dapat diterima karena peramalan produksi dan konsumsi susu (2016-2026) mengalami trend yang menurun setiap tahunnya.

5.2 Alternatif Kebijakan Pemerintah dalam Menaikkan Produksi dan Konsumsi Susu

(59)

Jika produksi susu kita terpenuhi tanpa harus mengimpor tentu harga susu yang selama ini menurut masyarakat mahal akan menjadi lebih murah karena produksi susu yang surplus sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk mengkonsumsi susu. Dengan begitu konsumsi susu akan meningkat dan gizi masyarakat akan terpenuhi serta menjadikan anak-anak Indonesia yang sehat dan cerdas.

Pada beberapa negara, seperti Argentina, India, perkembangan persusuan nasionalnya sudah baik. Negara-negara tersebut membentuk badan khusus yang mengurusi produksi, distribusi, hingga konsumsi susu nasionalnya dengan memperhatikan kualitas dan memberdayakan peternak susu negaranya. Menurut Abdullah (2012) dari hasil pemantauan lapangan, terdapat lima pilar penting utuk membangkitkan persusuan nasional, yakni ketangguhan bibit, ketersediaan pakan, kedisiplian manajemen, ekstensifikasi pengolahan, dan ekstensifikasi bisnis.

(60)

Menurut (Farid dan Sukesi, 2011), beberapa kebijakan yang terkait dengan pengembangan persusuan nasional dan implementasinya masih perlu dioptimalkan antara lain adalah:

a.Undang-undang N0.18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dalam pasal-pasal antara lain menyebutkan :

1) Pasal 35, mengamanatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar memfasilitasi pengembangan unit pasca panen produk hewan berskala kecil dan menengah.

2) Pasal 37, menyatakan pemerintah membina terselenggaranya kemitraan yang sehat antara industri pengolahan dan peternak dan/atau koperasi yang menghasilkan produk hewan yang digunakan sebagai bahan baku industri.

3)Pasal 59, menyatakan bahwa untuk memasukkan produk hewan ke Indonesia wajib memperoleh izin pemasukan dari menteri terkait di bidang perdagangan setelah memperoleh rekomendasi: untuk produk hewan segar dari menteri dan produk hewan olahan dari pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang pengawasan obat dan makanan dan/atau menteri.

4) Pasal 60, pemerintah daerah memberikan nomor control veteriner dan melakukan pembinaan, sedangkan pada pasal 62. pemerintah daerah wajib memiliki rumah potong hewan yang memenuhi persyaratan teknis.

(61)

Industri dan usaha yang mendapat fasilitas pajak penghasilan dalam penenaman modal, antara lain:

1) Kelompok industri susu dan makanan dari susu (susu bubuk, susu kental manis, susu UHT, susu pasteurisasi)

2) Usaha peternakan besar/kecil (sapi potong, sapi perah)

c.Peraturan Presiden RI N0 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Industri Nasional Pada pasal 2 disebutkan bahwa menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian menyusun dan menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industry prioritas antara lain industry berbasis agro (industri susu), Lampiran PP No. 28 tersebut, menyebutkan dalam strategi pembangunan industry nasional : penguatan, pendalaman dan penumbuhan enam klaster industri prioritas yang kelompok industri agro adalah industry pengolahan susu.

d.Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.05/2009 Tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi dan Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/PD-400/9/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan kredit Usaha Pembibitan Sapi

(62)

Beberapa kesulitan yang dihadapi antara lain: (1) Usaha pembibitan memerlukan grace periode dan turn over yang cukup lama (nimimal satu tahun), sehingga dengan suku bunga modal 5%/tahun masih belum bisa tertutupi oleh nilai IRR (internal rate of return); (2) Salah satu syarat perusahaan peternakan yang akan memanfaatkan skim kredit KUPS, adalah harus bermitra dan membina peternak rakyat melalui sistem gaduh; (3) Peternak rakyat yang ingin memanfaatkan skim kredit KUPS, seringkali terbentur pada masalah persyaratan yang diminta pihak Bank peserta KUPS seperti syarat agunan (anvalis), laporan usaha dan sebagainya.

e.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal

Berdasarkan kebijakan di atas, investasi di industry pengolahan susu bubuk dan susu kental manis bersifat terbuka dengan syarat kemitraan. Dengan kebijakan tersebut diharapkan dapat mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia melalui peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil yang disertai dengan kemitraan.

f. Kebijakan Tarif Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai

(63)

Dengan melihat data yang telah diperoleh produksi susu di Sumatera Utara masih sangat rendah hal ini berkaitan dengan jumlah sapi perah sebagai penghasil susu. Secara konseptual dan atas dasar perkembangan peternakan sapi perah akhir-akhir ini, maka perlu pengembangan peternakan sapi perah berkelanjutan yang memenuhi unsur/faktor-faktor keberlanjutan yang dapat diterapkan di Peternakan Sumatera Utara sebagai berikut :

1) Ketersediaan bibit berkualitas: Di Indonesia, Frisien Holstein sudah beradaptasi dengan kondisi lokal dan sudah lama digunakan sebagai sumber bibit untuk pengembangan sapi perah di Indonesia. Walaupun performa FH tidak sebaik di daerah asalnya, namun sapi FH sudah menunjukkan ketahanan terhadap kondisi lokal dibandingkan dengan bangsa sapi perah unggul lainnya. Karena itu, bangsa FH sudah dipilih sebagai bibit untuk banyak proyek pengembangan sapi perah di Indonesia. Selama 20 tahun terakhir, kualitas bibit FH di Indonesia belum banyak menunjukkan perbaikan meski IB dengan bibit unggul sudah diterapkan.

(64)

juga diperlukan untuk kandang dan gudang. Karena itu, kebutuhan lahan harus juga mendapat perhatian yang lebih seksama.

3) Ketersediaan Sumber air: Berbeda dengan ternak lainnya, usaha sapi perah membutuhkan lebih banyak air bersih. Untuk memproduksi 1 liter susu diperlukan setidaknya 40 l air untuk minum dan 300 – 400 liter untuk membersihkan kandang per satuan ternak. Air juga diperlukan untuk membersihkan peralatan kandang dan makanan. Pada kondisi yang panas, air juga diperlukan untuk melembabkan ruangan kandang agar ternak merasa lebih nyaman. Saat ini terdapat sentra-sentra sapi perah yang mengalami kesulitan dalam pengadaan air bersih.

4) Sumberdaya manusia: Idealnya, peternakan sapi perah membutuhkan tenaga kerja yang berpengalaman dalam menangani ternak, karena kesalahan pada penanganan baik pada masa pedet, dara maupun pada awal laktasi akan berpengaruh pada tahapan produksi berikutnya. Karena itu, pelatihan dan training perlu dilakukan untuk menjamin suatu produksi sapi perah yang berkelanjutan.

(65)

meningkatnya angka kuman. Karena itu, pembangunan cooling unit sangat penting sedekat mungkin dengan peternak. Program penyebaran/bantuan cooling unit merupakan program yang strategis bagi pengemabangan sapi perah. 7) Pelayanan kesehatan ternak: Pelayanan kesehatan ternak adalah bagian dari rantai produksi sapi perah yang akan menentukan tingkat keberhasilan sapi perah tersebut. Disamping untuk pencegahan penyakit, pelayanan kesehatan ternak juga menyediakan pelayanan inseminasi buatan, pemeriksaan kebuntingan dan bantuan melahirkan ternak. Untuk kecepatan dan ketepatan pelayanan kesehatan, sebaiknya pusat pelayanan kesehatan berada sedekat mungkin dengan peternak. 8) Jalur transportasi: Jalan merupakan syarat lainnya yang harus dipenuhi dari pengembangan sapi perah. Jarak tempuh dan kualitas jalan dari peternakan ke IPS (dalam artian waktu) harus diperhitungkan sebelum membuka suatu area pengembangan sapi perah yang baru. Jarak tempuh yang panjang dan jalan bergelombang memperbesar kemungkinan rusaknya atau penurunan mutu susu. 9) Skala ekonomis sapi perah: Sebuah usaha sapi perah skala kecil harus berproduksi pada skala ekonomis dimana penerimaannya harus lebih besar dari pada biaya variable. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa skala usaha yang ekonomis untuk suatu usaha sapi perah adalah 10 ekor dengan persentase ternak laktasi >70%. Di bawah skala tersebut, inefisiensi penggunaan input akan terjadi, sedangkan diatas skala tersebut, input teknologi diperlukan yang kadangkadang juga tidak efisien jika diterapkan pada peternak skala kecil.

(66)

biaya pelestarian lingkungan masuk pada input produksi. Pada sistem peternakan sapi perah, melestarikan lingkungan dapat menjadi benefit dan sekaligus biaya. Pengelolaan limbah yang baik akan meningkatkan manfaat limbah baik untuk kesuburan tanah maupun pendapatan peternak, menurunkan komplain masyarakat sekitar terhadap cemaran air dan udara. Namun pada pengelolaan padang rumput, hal ini menjadi biaya yang sangat mahal. Banyak peternak yang terpaksa menanam rumput dilahan berkemiringan tinggi atau pada daerah-daerah konservasi, menanam pada atau memanen rumput covering tanaman perkebunan, menanam rumput pada lahan bera yang sengaja dibiarkan untuk menumbuhkan humus. Hal tersebut berdampak kurang baik terhadap kelestarian lingkungan, namun menghilangkan sumber hijauan dari tempat-tempat tersebut membutuhkan biaya yang besar.

Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumut, Parmohonan Lubis Beberapa kelompok peternak sapi perah yang sudah di cek, ditemukan bahwa hasil untuk perkembangan susu sapi perah tidak begitu menggembirakan. Karena sesuai perkembangannya, di Jawa sendiri juga produksinya masih rendah dan masih tinggi nilai impor daripada produksi. Tahun 2012, populasi sapi perah di Sumut hanya sebanyak 1.000 ekor, sedangkankan di Jawa sapi perah mencapai 612.000 ekor dan mengalami penurunan hingga menjadi 444.000 ekor di tahun 2013. Untuk tahun 2014, populasi sapi perah tahun ini diperkirakan hanya 483.000 ekor.

(67)

Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2015 didapat, maka Dinas Peternakan Sumut akan menyurati kelompok tani kabupaten/ kota terkait susu sapi perah ini. Dan, jika ada wilayah yang diajukan, maka akan diverifikasi lebih lanjut. Kewenangan Dinas Peternakan Sumatera Utara tidak bisa langsung turun ke kelompok-kelompok kabupaten/kota. Oleh karena itu, HKTI Medan diharapkan agar bisa menggiring peternak masuk ke susu sapi perah. Dan diharapkan juga agar ada pendekatan persuasif kepada peternak dan petani, agar dapat menyampaikan permasalahan-permasalahan yang ada, terutama untuk peternak sapi (Anonymous, 2015).

(68)

mengisi kebutuhan susu nasional. Usaha sapi perah merupakan jenis usaha padat karya sehingga penyerapan tenaga kerja dan adopsi teknologi baru juga ikut meningkat, serta dapat membangkitkan perekonomian masyarakat di pedesaan (Anonymousa , 2012).

Menurut Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana, jika diasumsikan bahwa pada tahun 2020 tercapai swasembada susu, yakni mampu memenuhi 90% dari kebutuhan susu nasional atau sekitar 5,4 Milyar liter. Pada tahun 2012 tersebut harus ada sekitar 1,44 juta ekor sapi perah laktasi. Jika yang menjadi kekhawatiran selama ini adalah ketersediaan lahan dan hijauan untuk ternak, sebenarnya lahan masih cukup luas dan terdapat daerah yang sesuai untuk pengembangan sapi perah. Hanya saja, selama ini peternakan sapi perah masih berpusat di daerah tertentu di Pulau Jawa, sehingga wajar jika terjadi kesulitan tersendiri untuk memenuhi dua hal tersebut. Perlu dilakukan pengembangan usaha peternakan sapi perah di luar Jawa yang pada dasarnya juga memiliki potensi yang sangat bagus untuk pengembangan usaha ini (Anonymousb , 2012).

(69)
(70)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis yang telah dilakukan yakni sebagai berikut :

1. Kondisi konsumsi dan produksi susu Sumatera Utara (1999-2013) memiliki trend yang menurun setiap tahunnya.

2. Berdasarkan hasil peramalan, maka tahun 2016-2026 mendatang, produksi dan konsumsi susu Sumatera Utara diperkirakan terus menurun,

3. Untuk meningkatkan produksi susu sapi perah alternatif yang dapat dilakukan pemeritah salah satunya yaitu sebagai berikut:

a. Menambah jumlah sapi perah secara cepat baik dari inseminasi buatan ataupun dengan membeli sapi perah impor yang diharapkan nantinya akan meningkatkan produksi susu, selain itu juga harus meningkatkan

(71)

b. Perlu diadakan kerjasama antara Kelompok tani seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota Medan dengan Dinas Peternakan Sumut untuk program ke depan agar produksi susu sapi perah di Sumut dapat meningkat. Jika produksi susu kita terpenuhi tanpa harus mengimpor tentu harga susu yang selama ini menurut masyarakat mahal akan menjadi lebih murah karena produksi susu yang surplus sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk mengkonsumsi susu. Dengan begitu konsumsi susu akan meningkat dan gizi masyarakat akan terpenuhi serta menjadikan anak-anak Indonesia yang sehat dan cerdas.

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini yaitu :

1. Diharapkan agar pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkait agar serius dalam meningkatkan produksi susu Sumatera Utara yakni ada pencapaian target

produksi susu yang selama ini tidak ada., serta dapat mebuat suatu strategi produksi untuk menjaga produksi susu, yakni dengan menjaga dan

mengembangkan produktivitas peternakan sapi perah dari setiap daerah di

Sumatera Utara yang memiliki potensi besar untuk meghasilkan susu yang tinggi.

(72)

dan mensosialisasikan kebijakan persusuan nasional kepada peternak sapi perah demi meningkatkan produksi susu secara berkesinambungan.

4. Diharapkan kepada masyarakat dapat sadar akan pentingnya mengkonsumsi susu demi terpenuhinya gizi yang berkualitas untuk masa depan anak-anak Indonesia yang cerdas.

(73)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L. 2012. Tantangan dan Peluang Pengembangan Persusuan Nasional dalam Menyongsong Revolusi Putih. Abstrak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Anonimousa. 2014. Pulau Jawa Lumbung Susu Sapi. Tubasmedia.com diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 20.00 WIB.

Anonymousb .2014. Pasokan Susu Nasional Masih Andalkan Impor. Neraca.co.id diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 21.00 WIB.

Anonimous. 2015. Produksi Susu Sapi di Sumut Masih Rendah.mdn.biz.id diakses pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 9.00 WIB

Anonimous. 2012. Diskusi Nasional Menuju Swasembada Susu.Foodreview Indonesia Edisi Juli 2012.

Badan Pusat Statistik. Produksi Susu Sapi Perah tahun 2013. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2014.Sumatera Utara dalam Angka tahun 2014.

Gambar

Tabel Judul
Gambar Judul
Tabel Judul
Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Susu di Sumatera Utara tahun 2010-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengurai, perombak, atau “decomposer”, yaitu organisme heterotrofik yang menguraikan bahan organic yang berasal dari organisme mati (bahan organisme kompleks),

Program Studi Baru Doktor Ilmu Farmasi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki

Keunggulan daya saing dapat dipahami dengan memandang perusahaan sebagai keseluruhan, berasal dari banyak aktivitas yang berlainan yang dilakukan oleh perusahaan dalam

sehingga dapat disimpulkan bahwa Jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam lebih bagus literasi keuangannya dibandingkan Jenis kelamin (perempuan

Interaksi minyak atsiri daun serai wangi, daun kayu manis dan daun sarasah cengkeh dengan tingkat konsentrasi terhadap pertumbuhan diameter koloni jamur uji.. Pada

Besar energi selama satu bulan dari ketidak- harmonisan modul fotovoltaik Solar World dengan modul fotovoltaik Sun Earth adalah 41.744,49 Watt Hour, dari nilai

Jika pengguna memilih pengunggahan secara otomatis maka pengguna tidak perlu melakukan persetujuan dan setiap foto yang diambil akan langsung terunggah ke dalam Facebook..

Hasil penelitian ini dilihat dari besarnya nilai LQ terdapat variasi tiap sektor yang dapat dijadikan prioritas pengembangan, hasil perhitungan indeks komposit