DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Taufik Ismail
NIM : 51909064
TTL : Padalarang, 3 Juli 1990 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Fakultas : Desain dan Seni
Program Studi :Desain Komunikasi Visual Jenjang : S-1
Alamat : Komp Padasuka Indah Blok E29 Cimahi RT/RW 06/09 Kelurahan Gadobangkong, Kecamatan Ngamprah
Telepon : 08980134695
Email : taufikismail03@gmail.com Facebook : -
Laporan Pengantar Tugas Akhir
PERANCANGAN KAMPANYE PENYULUHAN DAMPAK POLA ASUH OVERPROTECTIVE PADA ANAK
DK 38315 / Tugas Akhir Semester II 2015-2016
oleh:
Taufik Ismail NIM. 51909064
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamiin Dengan mengucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya yang telah memberikan
penulis kesempatan, kekuatan dan kesabaran, dalam menyelesaikan laporan
penelitian ini. Bersama dengan shalawat dan salam yang teriring atas jungjungan
Nabi besar baginda Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Penyusunan laporan penelitian ini, penulis mengambi judul “PERANCANGAN KAMPANYE PENYULUHAN DAMPAK POLA ASUH OVERPROTECTIVE
PADA ANAK” dimana diajukan penulis, untuk memenuhi salah satu syarat wajib mengikuti Tugas Akhir yang dilaksanakan oleh seluruh mahasiswa jurusan Desain
Komunikasi Visual di Universitas Komputer Indonesia.
Penulis menyadari bahwa selesainya laporan penelitian ini bukan semata-mata
hasil penulis semata namun dibantu oleh berbagai pihak baik melalui bimbingan
ataupun kontribusi positif yang telah diberikan baik moril maupun materil.
Bandung, 8 Agustus 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan... 3
BAB II. POLA ASUH II.1 Pengertian Pola Asuh ... 5
II.1.2 Macam-macam Pola Asuh ... 5
II.1.3 Ciri-ciri Pola Asuh Orang Tua ... 7
II.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 8
II.2 Keluarga ... 8
II.2.1 Faktor-faktor Timbulnya Sikap Overprotective Pada Anak ... 11
II.2.2 Dampak Negatif dari Pola Asuh Overprotective ... 12
II.2.3 Hak dan Kewajiban Anak ... 13
II.3 Analisa ... 14
II.4 Kondisi Khalayak ... 16
BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN
III.1 Strategi Perancangan ... 18
III.1.1 Tujuan Komunikasi ... 18
III.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 19
III.1.3 Materi Pesan ... 20
III.1.4 Gaya Bahasa ... 20
III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan... 20
III.1.6 Strategi Kreatif ... 21
III.1.7 Strategi Media ... 21
III.1.7.1 Pemilihan Media ... 22
III.1.8 Strategi Distribusi ... 24
III.2 Konsep Visual ... 24
III.2.1 Format Desain ... 25
III.2.2 Layout ... 26
III.2.3 Huruf ... 26
III.2.4 Ilustrasi ... 27
III.2.5 Warna ... 30
BAB IV. TEKNIS PRODUKSI MEDIA IV.1 Proses Perancangan ... 32
IV.1.1 Pra Produksi ... 32
IV.1.2 Produksi ... 32
IV.2 Teknis Media ... 33
IV.2.1 Media Utama ... 33
IV.2.2 Media Pendukung ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 41
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Elizabeth B. Hurlock. (1999). Perkembangan Anak. Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Kusrianto, adi. (2009). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Surabaya: C.V
ANDI OFFSET
Safanayong, Yongky. (2006). Desain komunikasi visual Terpadu. Jakarta:
ARTE INTERMEDIA.
Sugiyono, Prof. dr. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Yusuf LN Syamsu (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya
Sumber Jurnal
Tim Penggerak PKK Pusat. 1995. Pola Asuh Anak dalam Keluarga : Pedoman
bagi Orang Tua, Jakarta
Sumber Jurnal Internet
Theresia S. Indira. (2008). Pola Asuh Penuh Cinta
http://www.polaasuhpenuhcinta.com
Sumber Majalah dan Surat Kabar
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang ditemui anak ketika anak di
izinkan untuk melihat dan menikmati dunia. Pertemuan dengan ibu, ayah dan
lingkungan dalam keluarga itu sendiri menjadi subjek sosial yang nantinya akan
membentuk dasar anak dengan orang lain. Hubungan anak dengan keluarga
merupakan hubungan yang pertama yang ditemui anak. Hubungan anak dengan
orang tua dan anggota keluarga lainnya dapat dianggap sebagai suatu sistem
keluarga yang saling berinteraksi. Sistem keluarga tersebut berpengaruh pada
anak baik secara langsung maupun tidak, melalui sikap dan cara pengasuhan
anak-anak oleh orang tua.
Manusia pada umumnya senantiasa membutuhkan penghargaan dari manusia
yang lain. Seandainya seorang anak itu disayangi maka dia akan merasa sangat
dibutuhkan oleh keluarganya. Dalam situasi yang demikian anak akan merasa
aman, dihargai, dan disayangi. Maka seorang anak tidak akan merasa takut untuk
menyatakan dirinya, sebab merasa keluarga sebagai sumber kekuatan yang
membangunnya. Dalam lingkungan keluarga harga diri berkembang karena
dihargai, diterima, dicintai, dan dihormati sebagai manusia. Itulah pentingnya
mengapa kita menjadi orang yang terdidik di lingkungan keluarga. Orang tua
mengajarkan kepada kita mulai sejak kecil untuk menghargai orang lain, hal ini
akan menimbulkan kenyamanan dan ketentraman hidup sehingga akan
mempererat kerukunan hidup. Setiap anak membutuhkan pendidikan yang baik
didalam keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti
bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk
selalu berkembang didalamnya, karena sebuah pendidikan tidak akan ada
habisnya. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam
mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan
kehidupan, sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat penting. Kita
dididik menjadi orang yang berguna baik bagi Negara, Nusa dan Bangsa.
Informal), lingkungan sekolah (Pendidikan Formal), dan lingkungan masyarakat
(Pendidikan Nonformal).
Di zaman Era Globalisasi saat ini diharapkan setiap generasi bisa
mengaplikasikan ilmu yang didapat, sehingga tidak terpengaruh dalam
perkembangan zaman. Itulah mengapa pentingnya menjadi seorang yang terdidik
baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Peranan pola asuh orang
tua yang baik akan mempengaruhi perkembangan anak. Setiap orang tua selalu
menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Perasaan ini kemudian
mendorong orang tua untuk memiliki perilaku tertentu dalam mengasuh
anak-anak mereka. Pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak-anak bersifat relatif
konsisten dari waktu ke waktu dan sangat berpengaruh besar dalam pembentukan
karakteristik anak yang dampaknya akan dirasakan oleh anak baik dari segi positif
atau negatif.
Pada dasarnya orang tua dengan pola asuh overprotective, cenderung menjadi
lebih bersikap terlalu melindungi dan mengawasi. Karena orang tua menginginkan
anaknya tumbuh sesuai dengan keinginan mereka. Sebagian besar orang tua sadar
bahwa pola asuh yang terlalu melindungi anak kurang baik untuk perkembangan
kepribadian anak, tetapi walaupun demikian masih kita dapati orang tua yang
menerapkan pola asuh terlalu berlebihan dengan alasan misalnya jarang bertemu
dengan anak, adanya rasa bersalah orang tua sehingga ingin ditutupi dengan cara
sewaktu-waktu menunjukkan pemanjaan, kasih sayang berlebihan.
Pola asuh overprotective akan menghasilkan karakteristik anak yang agresif dan
dengki, mudah meras gugup, sangat tergantung, bersikap menyerah, kurang
mampu mengendalikan emosi, menolak tanggung jawab, kurang percaya diri dan
mudah terpengaruh.
1.2 Identifikasi Masalah
Setelah latar belakang dipaparkan, terdapat beberapa masalah yang teridentifikasi
sebagai berikut :
Faktor lingkungan masyarakat menjadi alasan orang tua bersikap
overprotective
Orang tua menginginkan anaknya tumbuh sesuai dengan keinginan
mereka
Orang tua tidak peduli akan dampak dari pola asuh overprotective bagi perkembangan anak
1.3 Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, bahwa orang tua harus memahami dampak dari
pola asuh overprotective terhadap perkembangan anak, dapat dirumuskan
permasalahan tersebut dalam pernyataan sebagai berikut :
Bagaimana mengkomunikasikan kembali hubungan antara anak dan orang tua
berkaitan dengan pola asuh yang dikategorikan dengan pola asuh overprotective?
1.4 Batasan Masalah
Penerapan pola asuh overprotective bisa terjadi pada keluarga dimanapun, oleh
karena itu masalah ini difokuskan pada keluarga dengan pola asuh yang
diterapkan para orang tua di Bandung. Penelitian ini ditujukan kepada beberapa
orang tua terutama orang tua yang berada di daerah Cicadas, yang nantinya hasil
dari proses survey dapat terfokus terhadap target penelitian.
1.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan
Tujuan dari perancangan ini adalah diharapkan orang tua mengetahui akan
dampak dari pola asuh overprotective terhadap anaknya dan tercapai hubungan
yang harmonis antara anak dan orang tua. Serta manfaat dari perancangan ini
diharapkan dapat dijadikan media untuk memberikan informasi yang menarik
BAB II. POLA ASUH
II.1 Pengertian Pola Asuh
Pengertian pola asuh adalah sistem, cara kerja atau bentuk dalam upaya menjaga,
merawat, mendidik dan membimbing anak kecil supaya dapat berdiri sendiri. Pola
asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan
kegiatan pengasuhan (Tarsis Tarmudji, 2005). Pola asuh orang tua adalah pola
perilaku yang digunakan orang tua untuk berhubungan dengan anak-anak
(Hidayat, 2003). Kohn menyatakan bahwa pola asuh merupakan sikap orangtua
dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang
tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta
tanggapan terhadap anaknya (dalam Taty Krisnawaty, 1986). Sedangkan menurut
Darajat mengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak itu,
mengurus makan, minum, pakaiannya, dan keberhasilannya dalam periode yang
pertama sampai dewasa (dalam Shochib, 2010).
Pola asuh merupakan suatu sistem atau cara pendidikan, pembinaan yang
diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Dalam hal ini adalah pola asuh yang
diberikan orangtua/pendidik terhadap anak adalah mengasuh dan mendidiknya
penuh pengertian. Dan yang mempengaruhi pola asuh yang diberikan
orangtua/pendidik adalah lingkungan sosial internal dan eksternal.
II.1.2 Macam-macam Pola Asuh
Pola asuh adalah suatu proses interaksi total orang tua dan anak, yang meliputi
kegiatan seperti memelihara, memberi makan, melindungi, dan mengarahkan
tingkah laku anak selama masa perkembangan serta memberi pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak dan terkait dengan kondisi psikologis bagaimana
cara orang tua mengkomunikasikan afeksi (perasaan) dan norma-norma yang
berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan. Berikut
adalah macam-macam pola asuh, yaitu :
1. Pola Asuh Overprotective
Overprotective atau sikap terlalu melindungi. Biasanya orang tua yang
anaknya, seperti kontak yang berlebihan dengan anak, perawatan/pemberian
bantuan kepada anak yang terus-menerus meskipun anak sudah mampu
merawat dirinya sendiri, mengawasi kegiatan anak secara berlebihan bahkan
memecahkan masalah anak. Namun ternyata sikap overprotective dari orang
tua bisa berdampak buruk pada anak. Dimana anak akan memiliki sikap atau
tingkah laku seperti memiliki perasaan tidak aman, agresif dan dengki, mudah
merasa gugup, melarikan diri dari kenyataan, sangat tergantung, ingin menjadi
pusat perhatian, bersikap menyerah, kurang mampu mengendalikan emosi,
menolak tanggung jawab dan kurang percaya diri.
2. Pola Asuh Demokratis
Demokratis ini merupakan pola asuh yang paling baik. Dimana orang tua
bersikap friendly dan anak bebas mengemukakan pendapatnya. Disini orang
tua lebih mau mendengar keluhan dari anaknya, mau memberikan masukan.
Ketika anaknya diberi hukuman, orang tua menjelaskan kenapa dia harus
dihukum. Pola asuh ini menurut saya tidak banyak dimiliki oleh orang tua
zaman sekarang. Contoh dari pola asuh ini, dimana orang tua mau
mendengarkan curhat dari anaknya, mau memberikan solusi dari masalah yang
dihadapi anaknya. Orang tua lebih mengajarkan anak untuk lebih baik,
misalnya mengetuk pintu sebelum masuk rumah dan menjelaskan kenapa harus
melakukan hal itu.
3. Pola Asuh Temporizer
Temporizer ini merupakan pola asuh yang sangat tidak konsisten. Dimana
orang tua tidak memiliki pendirian. Contoh dari pola asuh ini seperti, anak
yang diberikan batas waktu pulang malam sekitar jam 10. Terkadang orang
tuanya tidak memarahi anaknya, jika anaknya pulang lebih lama dari itu, tapi
terkadan juga orang tua marah besar kepada anaknya jika lewat pada
waktunya. Ini membuat anak bingung. Sebenarnya yang bolehnya seperti apa?
Akan muncul macam tanya dalam diri anak.
Terlalu memberikan kebebasan pada anak sangat tidak baik, karena anak bisa
jadi salah bergaul, tapi terlalu khawatir akan anak juga tidak baik, anak akan
sulit untuk bergaul. Jadi, intinya orang tua harus bisa bersikap demokratis
terbaik dalam mengasuh anak. Diana percaya bahwa orangtua tidak boleh
menghukum atau menjauh. Sebaliknya,orangtua menetapkan aturan bagi anak
dan menyayangi mereka. Diana Baumrind juga mengatakan bahwa ada 4
bentuk pola asuh orangtua, yaitu : pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi, pola
asuh mengabaikan dan pola asuh yang menuruti (dalam Santrock, 2007). Akan
tetapi banyak orangtua menggunakan kombinasi beberapa teknik, dari pada
satu teknik tertentu walaupun salah satu teknik bisa dominan. Pengasuhan yang
konsisten biasanya disarankan, orang tua bijak dapat merasakan pentingnya
bersikap lebih permisif dalam situasi tertentu dan bersifat otoriter pada situasi
yang lain, namun autoritatif di situasi yang lain
4. Pola Asuh Permisif
Tipe orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu
memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali.
Anak sedikit sekali dituntut untuk suatu tangung jawab, tetapi mempunyai hak
yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur
dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Menurut Spock
orang tua permisif memberikan kepada anak untuk berbuat sekehendaknya dan
lemah sekali dalam melaksanakan disiplin pada anak, (Aisyah, 2010). Hurlock
mengatakan bahwa pola asuhan permisif bercirikan adanya kontrol yang
kurang, orang tua bersikap longgar atau bebas, bimbingan terhadap anak
kurang, (Aisyah, 2010). Ciri pola asuh ini adalah semua keputusan lebih
banyak dibuat oleh anak daripada orang tuanya. Contoh, anak tidak diberi batas
jam malam, artinya mau anaknya pulang pagi, orang tua tidak
mempedulikannya dan tidak menanyakan.
Terlalu memberikan kebebasan sama anak sangat tidak baik untuk anak, karena
anak bisa jadi salah bergaul, tapi terlalu khawatir akan anak juga tidak baik,
anak akan sulit untuk bergaul. Jadi, intinya orang tua harus bisa bersikap
demokratis kepada anaknya.
II.1.3 Ciri-ciri Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh Overprotective memiliki ciri adalah kontak yang berlebihan
dengan anak, pemberian bantuan terus menerus, selalu mengawasi,
Pola Asuh Demokratis memiliki ciri yaitu, suka berdiskusi dengan
anak, mendengarkan keluhan anak, memberi tanggapan, komunikasi
yang baik, tidak kaku / luwes. (Yatim dan Irwanto, 1991: 101)
Pola Asuh Permisif memiliki ciri adalah kurang membimbing, kurang
kontrol terhadap anak, tidak pernah menghukum ataupun memberi
ganjaran pada anak, anak lebih berperan daripada orang tua, memberi
kebebasan terhadap anak. (Yatim dan Irwanto, 1991: 102)
II.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Darling (1999) mengatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu :
1. Jenis kelamin anak
Jenis kelamin anak mempengaruhi bagaimana orang tua mengambil tindakan
pada anak dalam pengasuhannya. Umumnya orang tua akan bersikap lebih ketat
pada anak perempuan dan memberi kebebasan lebih pada anak laki-laki. Namun
tanggung jawab yang besar diberikan pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan.
permissive dibanding dengan orang tua dari kelas sosial ekonomi bawah yang
cenderung autoritarian.
II.2 Keluarga
Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang di ikat oleh hubungan
darah, perkawinan atau adopsi dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi
satu sama lain (Mubarak 2009). Pengertian keluarga dapat di tinjau dari dimensi
hubungan darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah
merupakan kesatuan sosial yang di ikat oleh hubungan darah antara yang satu
dengan yang lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat di
bedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi
adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu
dengan yang lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah.
Keluarga berdasarkan hubungan sosial ini dinamakan keluarga psikologis dan
keluarga pedagosis (Shochib, 2010).
Keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang ditemui anak ketika anak di
izinkan untuk melihat dan menikmati dunia. Pertemuan dengan ibu, ayah dan
lingkungan dalam keluarga itu sendiri menjadi subjek sosial yang nantinya akan
membentuk dasar anak dengan orang lain. Hubungan anak dengan keluarga
merupakan hubungan yang pertama yang ditemui anak. Hubungan anak dengan
orang tua dan anggota keluarga lainnya dapat dianggap sebagai suatu sistem yang
saling berinteraksi. Sistem-sistem tersebut berpengaruh pada anak baik secara
langsung maupun tidak, melalui sikap dan cara pengasuhan anak anak oleh orang
tua.
Banyak yang dipelajari anak dalam keluarga, terutama hubungannya dengan
orang tua. Kasih sayang dan cinta kasih yang anak kembangkan dalam hubungan
sosialnya, erat hubungannya dengan apa yang anak terima dan rasakan dalam
keluarganya. Ketika anak merasa disayangi, anak belajar juga untuk dalam
keluarganya. Ketika anak merasa disayangi, anak belajar juga untuk berbagi kasih
sayang dengan temannya. Sebaiknya jika pengasuhan yang anak terima selalu
menyalahkan anak, anak akan belajar mengembangkan perilaku yang sama ketika
ia bermain dengan teman-temannya.
Berdasarkan pendekatan budaya dan sosiologis, fungsi keluarga adalah sebagai
berikut :
Fungsi Biologis
Bagi pasangan suami istri, fungsi ini untuk memenuhi kebutuhan seksual
dan mendapatkan keturunan. Fungsi ini memberi kesempatan hidup bagi
setiap anggotanya. Keluarga disini menjadi tempat untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan dengan syarat-syarat
tertentu.
Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan mengharuskan setiap orang tua untuk mengkondisikan
saling belajar di antara anggota keluarga. Dalam situasi ini orang tua
menjadi pemegang peran utama dalam proses pembelajaran anak-anaknya,
terutama di kala mereka belum dewasa. Kegiatannya antara lain melalui
asuhan, bimbingan, dan teladan.
Fungsi Beragama
Fungsi beragama berkaitan dengan kewajiban orang tua untuk
mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan melibatkan anak serta
anggota keluarga lainnya mengenai kaidah-kaidah agama dan perilaku
keagamaan. Fungsi ini mengharuskan orang tua, sebagai seorang tokoh inti
dan panutan dalam keluarga, untuk menciptakan iklim keagamaan dalam
kehidupan keluarganya. Fungsi Perlindungan
Fungsi perlindungan dalam keluarga ialah untuk menjaga dan memelihara
anak dan anggota keluarga lainnya dari tindakan negatif yang mungkin
timbul. Baik dari dalam maupun dari luar kehidupan keluarga.
Fungsi Sosialisasi Anak
Fungsi sosialisasi berkaitan dengan mempersiapkan anak untuk menjadi
anggota masyarakat yang baik. Dalam melaksanakan fungsi ini, keluarga
berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan
sosial dan norma-norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat
dimengerti oleh anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir dan berbuat
positif di dalam dan terhadap lingkungannya. Fungsi Kasih Sayang
Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi
dalam ikatan batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status dan
peranan sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin
yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap anggota
keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Dalam suasana yang penuh
kerukunan, keakraban, kerjasama dalam menghadapi berbagai masalah
Fungsi Ekonomis
Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis.
Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah,
pembinaan usaha, dan perencanaan anggaran biaya, baik penerimaan
maupun pengeluaran biaya keluarga.
Fungsi Rekreatif
Suasana Rekreatif akan dialami oleh anak dan anggota keluarga lainnya
apabila dalam kehidupan keluarga itu terdapat perasaan damai, jauh dari
ketegangan batin, dan pada saat-saat tertentu merasakan kehidupan bebas
dari kesibukan sehari-hari. Fungsi Status Keluarga
Fungsi ini dapat dicapai apabila keluarga telah menjalankan fungsinya
yang lain. Fungsi keluarga ini menunjuk pada kadar kedudukan (status)
keluarga dibandingkan dengan keluarga lainnya.
II.2.1 Faktor-faktor Timbulnya Sikap Overprotective pada Orang Tua
Situasi pergaulan antara orang tua dengan anak tidak bisa kita lepaskan dari
situasi pendidikan. Dari situasi pergaulan secara sengaja bisa tercipta situasi
pendidikan. Dalam pendidkan terdapat suatu hubungan pergaulan antara dua
pihak. Pihak orang tua sebagai pendidik, dan pihak anak yang dididik. Orang tua
berusaha menanamkan pengaruh yang baik kepada anak. Dan pengaruh yang jahat
bukanlah pendidik, karena pendidkan berarti membimbing kearah kedewasaan.
Kadang-kadang tujuan pendidikan tidak tercapai karena kesalahan-kesalahan
dalam tindakan orang tua menghadapi anak, ataupun salah menghadapi anak,
ataupun salah memperlakukan kepada anak.
Beberapa kesalahan tersebut dapat di kemukakan sebagai berikut:
Anak dipandang sebagai orang dewasa kecil
Banyak orang beranggapan bahwqa anak itu sama dengan orang dewasa dalam
ukuran kecil. Meskipun tidak dikatakan terang-terangan, tetapi dalam praktek
mendidiknya ternyata anggapan ini diterapkan.
Anak dipandang sebagai makhluk yang tidak berdaya (tak punya
Kebaikan dari sikap yang diatas yaitu memperlakukan dan menganggap anak
sebagai makhluk yang tidak berdaya. Sikap ini menyebabkan beberapa tindakan
yang kelirudalam mendidik anak.
Dari sikap kesalah pemahaman terhadap orang tua ini bisa memacu timbulnya
sikap yang salah dalam pendidikan terhadap anak, karena timbulnya rasa yang
terlalu khawatir terhadap pendidikan anaknya dan menganggap bahwa segala
pilihan yang ditentukan orang tua adalah yang terbaik pula bagi anaknya, yang
akhirnya dapat menimbulkan rasa saling tidak menghargai antara kedua belah
pihak (antara anak dan orang tua). Jika, antara kedua belah tidak sependapat
walaupun memiliki satu tujuan yang sama, maka akibtanya bisa menimbulkan
kesalah pahaman antara keduanya.
Sikap dan tingkah laku anak dalam hubungan dengan orang tua sering merupakan
reaksi atas sikap dan tingkah laku orang tua. jika orang tua membuka kesempatan
kepada anak untuk bereaksi atau bertingkah laku tertentu, maka anak
menanggapinya. Kesempatan ini dibuka oleh orang tua, baik secara sengaja.
Dengan kata lain, sifat dan bentuk hubungan antara orang tua-anak ditentukan
kedua belah pihak.
II.2.2 Dampak Negatif dari Pola Asuh Overprotective
Pola asuh orangtua memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan moral
anak ketika dewasa. Sayangnya, banyak sekali orangtua yang tidak sadar dengan
tindakan yang mereka lakukan kepada si kecil. Banyak dari para orangtua yang
menerapkan pola asuh salah karena berpatokan pada pengalaman masa lalu yang
pernah mereka rasakan.
Dampak pola asuh yang salah pada anak adalah sebagai berikut:
Harga diri
Kemungkinan besar yang terjadi pada anak adalah gagal mengakui
individualitas mereka. Akhirnya anak-anak menderita rendah harga diri
karena menganggap dirinya tidak berperan penting dan tidak cukup valid
menentukan keberadaan mereka di tengah masyarakat.
Kepercayaan diri
Anak-anak dengan orangtua otoriter selalu mengambil keputusan sepihak
karena naluri mereka selalu dikendalikan. Mereka juga tidak percaya akan
kemampuan diri mengambil keputusan penting.
Kepatuhan
Karena cenderung dibatasi individualitasnya, anak-anak akan selalu
mengikuti perintah orangtua tanpa keraguan. Mereka tidak berani
bereksperimen dalam menangani situasi. Bahkan tidak mampu berhadapan
dengan situasi stres dan tidak bisa mengekspresikan diri.
Menang sendiri
Orang tua otoriter selalu menetapkan aturan dan panduan agar anak
mengikutinya tanpa mempertanyakan baik dan buruknya. Bila mereka
gagal melakukan sesuatu biasanya dikenakan hukuman. Anak-anak pun
terbiasa untuk harus unggul dalam kegiatan di luar sekolah atau di
lingkungan masyarakat.
Kesepian
Sementara orangtua sibuk merumuskan pedoman, anak-anak mulai merasa
kesepian dan menarik diri. Kemudian menjadi pendiam dan menutup diri.
Banyak kasus anak menjadi depresi karena mereka tidak mendapatkan
perhatian yang layak untuk didengar dan dilihat sebagai individu.
II.2.3 Hak dan Kewajiban Anak
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak. Sudah seharusnya orang tua sebagai yang
mendidik pertama di lingkungan keluarga patut memberikan yang terbaik bagi
Tabel II.1
Lembar Observasi Terhadap Aktivitas Orang Tua
No Aktivitas Anak Skala
terpengaruhi oleh anak yang
nakal
2. Ketertekanan batin Memarahi dan melarang anak
3. Kemauan untuk
5. Cara menumpahkan emosi Melarang anak dalam melakukan
hal apapun
Rentangan setiap aspek yang diobservasi berskala 1- 10. Artinya:
9 - 10 nilainya 4, berarti alternatifnya sangat tinggi
7 - 8 nilainya 3, berarti alternatifnya tinggi
4,5,6 nilainya 2, berarti altenatifnya cukup
1,2,3 nilainya 1, berarti alternatifnya rendah
Sangat Tinggi : (9,00 – 10,00) Tinggi : (7,00 – 0,899) Cukup : (4,00 – 6,99) Rendah : (0,00 – 3,99) II.3 Analisa
Setelah keseluruhan jawaban kuisioner didapat dari para responden dan
maka secara garis besar, penulis menyimpulkan hasil dari data lapangan yang
didapat menunjukan setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya,
baik dalam segi pendidikan, ekonomi, sosial dan masa depan. Namun kadangkala
para orang tua hanya mengikuti kemauannya sendiri dan menganggap dirinya
paling benar sehingga pendapat dan kemauan anak kurang didengarkan. Hal itu
menyebabkan tekanan pada anak dan menjadikan anak mengalami perkembangan
mental yang buruk. Berdasarkan analisis 5W+1H, maka penulis mencoba
menganalisis rumusan masalah dari berbagai aspek.
What
Pentingnya orang tua menerapkan pola asuh yang baik kepada anak.
Why
Pemahaman orang tua pada umumnya mengenai pola asuh yang sebaiknya
diterapkan kepada anak masih sangat kurang sehingga anak berkembang
dengan kurang baik.
Where
Dari kasus yang merujuk pada pola asuh yang salah sering terjadi pada
beberapa keluarga khususnya di daerah Cicadas. Masih ada sebagian orang
tua yang menerapkan pola asuh overprotective kepada anaknya.
When
Merujuk dari data yang ada, pada umumnya orang tua akan begitu
overprotective kepada sang anak, ketika anak berusia 5-12 tahun. Dimana
pada saat itu si anak berada pada masa pertumbuhan yang masih rentan
dengan pengaruh lingkungan.
Who
Rata-rata orang tua yang terlalu takut anaknya tumbuh berkembang
dengan tidak baik karena faktor lingkungan dan orang tua yang sibuk
dengan pekerjaannya.
How
Merujuk pada sebuah solusi permasalahan, maka langkah yang diambil
Berdasarkan hasil analisis 5W+1H, maka penulis berupaya untuk memberi
pengetahuan dan informasi kepada seluruh orang tua mengenai pentingnya
menerapkan pola asuh yang baik kepada anak melalui media iklan layanan
masyarakat. Hal yang ingin disampaikan adalah adanya manfaat bagi orang tua
menerapkan pola asuh yang baik, agar si anak dapat tumbuh dan berkembang
dengan pribadi yang terdidik dan masa depan yang baik
II.4 Kondisi Khalayak
Segmentasi dari kondisi masyarakat yang dituju dalam perancangan media
informasi ini meliputi beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut :
Demografis
Masyarakat Daerah Cicadas, Bandung khususnya orang tua berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Dengan kelompok usia 25-40 tahun
pada usia tersebut masa dimana seseorang menikah, dan memiliki seorang
anak sampai anak tersebut masuk sekolah.
Geografis
Kawasan penduduk daerah perkotaan, yaitu daerah Cicadas. Dan terdapat
berbagai media informasi komersial ataupun non komersial yang dapat
menjadi sumber informasi baik berbentuk tulisan ataupun gambar.
Psikografis
Secara psikografis, target audience yang dituju adalah orang tua yang
kurang memperhatikan anaknya, karena pekerjaan membuat waktu
bersama anaknya kurang, kurang bergaul, dan mempunyai tingkat
melindungi anak yang rendah.
II.5 Solusi Perancangan
Berdasarkan dari data-data dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan lebih kepada orang tua salah satu cara pemberian informasi mengenai
pola asuh overprotective kepada anak, tepatnya orang tua yang berada di daerah
Cicadas. Pemberian informasi melalui media kampanye sosial ini diharapkan
menjadi salah satu solusi agar orang tua tetap menerapkan pola asuh yang baik
untuk perkembangan dan pertumbuhan anak, sehingga anak kelak menjadi pribadi
BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN
III.1 Strategi Perancangan
Untuk membujuk, mempengaruhi, mengubah prilaku serta pola pikir para ibu
mengenai pentingnya mengetahui informasi secara detil tentang dampak pola asuh
overprotective pada anak, dibutuhkan suatu perancangan yang mampu membujuk
serta mengajak para ibu agar lebih aktif mencari info yang telah banyak beredar
melalui media persuasi dengan pesan yang mudah dimengerti oleh komunikan.
Strategi perancangan yang akan dilakukan yaitu membuat suatu kegiatan
kampanye penyuluhan yang bersifat memperkenalkan, melaksanakan (mengajak),
serta mengingatkan para ibu untuk lebih aktif dalam mencari informasi tentang
dampak pola asuh overprotective pada anak yang dilengkapi dengan perancangan
suatu media persuasi yang bersifat ambient media serta didukung dengan
mediamedia pendukung lainnya.
Strategi perancangan yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut :
Tujuan Komunikasi
Strategi Distribusi dan Waktu Penyebaran Media Untuk itu langkah-langkah strategi perancangannya meliputi :
III.1.1 Tujuan Komunikasi
Strategi perancangan yang akan dibuat mengenai media informasi untuk
Kampanye Penyuluhan Dampak Pola Asuh Overprotective Pada Anak, melalui
media informasi yang relevant mengenai orang tua yang terlalu berlebihan dalam
pengasuhan.
Media visual berupa Standing Board bertujuan dengan memberikan informasi
(Orang tua) untuk lebih dekat pada anaknya dan lebih sadar akan nikmatnya
menjadi keluarga yang bijak.
III.1.2 Pendekatan Komunikasi
Keberhasilan suatu komunikasi ditentukan oleh bagaimana caranya agar dapat
diterima dengan baik oleh penerima pesan (komunikan). Untuk itu maka “Kampanye Penyuluhan Dampak Pola Asuh Overprotective Pada Anak” menggunakan dua pendekatan komunikasi yaitu pendekatan komunikasi visual
dan pendekatan komunikasi verbal.
Pendekatan Komunikasi Visual
Komunikasi visual menurut Ana Yuliastanti adalah ilmu yang
mengembangkan bentuk bahasa komunikasi visual berupa pengolahan
pesan-pesan untuk tujuan sosial atau komersial dari individu atau
kelompok ditujukan kepada individu atau kelompok lainnya. Pada
prinsipnya komunikasi visual adalah perancangan untuk menyampaikan
pola pikir dari penyampaian pesan kepada penerima pesan, berupa bentuk
visual yang komunikatif, efektif, efisien, dan tepat.
Maka dari itu komunikasi visual dapat diartikan sebagai sebuah rangkaian
proses penyampaian informasi atau maksud tertentu kepada pihak lain
(komunikan) dengan menggunakan media penggambaran yang hanya
terbaca oleh indera penglihatan berupa bentuk visual yang komunikatif,
efektif, efisien, dan tepat. Elemen dalam komunikasi visual adalah gambar
atau foto, huruf, warna, dan tata letak (layout) dalam berbagai media.
Teknik yang digunakan dalam hal pendekatan secara visual adalah
mengutamakan huruf dan gambar. Dengan kata lain, penggabungan
gambar dan huruf dapat meminimalisir persepsi komunikan yang
berbeda-beda, sehingga target khalayak dapat melakukan aksi yang tepat seperti
yang diharapkan. Pendekatan visual dalam media persuasi ini dengan
menggunakan gaya ilustrasi kartun yang menggambarkan ibu anak dan
ayah dengan teknik vektor dilengkapi tipografi sebagai penjelas slogan
Pendekatan Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan berupa
tulisan yang memiliki peranan penting dalam sebuah media komunikasi,
agar informasi yang disampaikan dapat dipahami dengan baik. Pendekatan
komunikasi verbal dalam perancangan ini menggunakan bahasa yang
bersifat persuasif atau ajakan. Dimana strategi komunikasi bertujuan
memberikan pesan yang baik. Agar para ibu lebih aktif dalam mencari
informasi mengenai dampak pola asuh overprotective pada anak. Gaya
bahasa yang akan digunakan dalam penyampaian informasi ini,
merupakan gaya bahasa yang disesuaikan dengan karakter para ibu
ditempat studi kasus yaitu masyarakat Kecamatan Cibeunying Kidul
Kelurahan Cikutra RW 02, bahasa yang digunakan adalah bahasa
Indonesia yang tidak terlalu formal dengan menyisipkan bahasa-bahasa
keseharian agar pesan dapat lebih mudah dipahami oleh para target
khalayak.
Tagline pada kampanye ini adalah : “Yuk Jadi Keluarga yang Bijak”, Headline: “Tahukah Ibu, Dampak Pola Asuh Overprotektif pada Anak??”. III.1.3 Materi Pesan
Materi pesan dalam perancangan ini yang akan disampaikan kepada khalayak
khususnya Orang tua diantaranya yaitu mengenai dampak pola asuh
overprotective pada anak.
III.1.4 Gaya Bahasa
Bahasa atau komunikasi pada media Standing Board ini menggunakan kalimat
ajakan dan teks berbahasa Indonesia.
III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan Costumer Insight
Sebagai segmentasi berdasarkan gaya hidup, status sosial, kepribadian
yang pada prinsipnya bagaimana seseorang bertahan hidup atau kata lain
mencari nafkah untuk keluarganya. Orang tua dalam hal ini orang tua yang
mempunyai masalah dengan lingkungan, mudah terpengaruhi orang lain,
dan gaya hidup yang cenderung berlebihan (mewah) sehingga selalu
Consumer Journey
Target bangun tidur, merapikan tempat tidur, mandi, menyiapkan sarapan
(memasak), mengantarkan anak ke sekolah, menunggu anaknya hingga
selesai sekolah, makan siang, mandi, menyiapkan makan malam, tidur.
III.1.6 Strategi Kreatif
Terdapat banyak media informasi yang menjelaskan tentang dampak pola asuh
overprotective pada anak, namun masyarakat khususnya ibu-ibu kurang aktif
dalam mencari informasi tersebut sehingga para ibu kurang mengetahui informasi
apa saja yang harus diserap serta apa saja yang harus dilakukan. Oleh karena itu,
dibutuhkan strategi kreatif untuk mengajak ibu-ibu agar lebih aktif mencari info
mengenai dampak pola asuh overprotective pada anak tersebut sehingga informasi
yang disampaikan dapat dipahami dengan baik. Strategi kreatif sangat penting
dalam menerjemahkan pesan yang ingin disampaikan kedalam bahasa visual
karena pesan yang disampaikan jelas menggunakan elemen grafis sebagai dasar
pada media yang dirancang. Strategi kreatif yang akan dibuat adalah dengan
membuat ambient media.
Ambient media itu sendiri merupakan salah satu bentuk media baru dalam
beriklan. Ambient media berusaha melibatkan target khalayak menjadi satu layar
dengan media, sehingga target khalayak dapat langsung merasakan kebenaran
pesan yang disampaikan, dan karena unik ambient media juga dapat menimbulkan
word of mouth dan publisitas yang luas. Ambient media yang akan dibuat yaitu “Standing Board” yang sifatnya memberi himbauan atau ajakan kepada para ibu, standing board dibuat dengan menggunakan teknik ilustrasi vektor seorang ibu,
anak dan ayah, dan sebuah Ribon text yang berisikan Tagline, dilayout sederhana
namun semenarik mungkin agar para target khalayak tertarik untuk melihat dan
membacanya serta target audiens akan lebih mudah untuk memahami isi pesan
tersebut.
III.1.7 Strategi Media
Strategi media yang digunakan dalam studi kasus perancangan kampanye
penyuluhan aktif mencari informasi mengenai dampak pola asuh overprotective
pada anak akan dikemas dalam sebuah ambient media, karena melalui ambient
mudah untuk dijangkau oleh para target khalayak, selain itu untuk menciptakan
serta membangkitkan perasaan konsumen agar merasa nyaman dan suka ketika
berinteraksi dengan media tersebut.
III.1.7.1 Pemilihan Media
Berdasarkan pada permasalahan yang ada, pemilihan suatu media diharapkan
dapat menjadi solusi dan menjawab permasalahan, berikut ini pemilihan
medianya:
1. Media Utama
Strategi media yang digunakan sebagai media utama yaitu berupa media persuasi
berbasis ambient media. Karena dengan media ini akan lebih mudah dijangkau
atau diperoleh oleh para target khalayak.
Adapun media utama yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
Standing Board
Berangkat dari fokus permasalahan yang sebelumnya dibahas adalah
mengenai ambient media sebagai media kampanye penyuluhan dampak pola
asuh overprotective pada anak. Untuk mencapai tujuan ambient media ini
nantinya akan ditempatkan di sekolah khususnya Taman Kanak-kanak di
kecamatan Cibeunying Kidul kota bandung.
2. Media Pendukung
Agar penyampaian media utama kepada target khalayak berjalan dengan baik,
maka dibutuhkan media pendukung, baik media pendukung bersifat persuasi
maupun media pendukung yang bersifat mengingatkan, yang diantaranya, yaitu:
Poster
Poster merupakan media pendukung untuk menginformasikan pesan yang
akan disampaikan karena poster adalah media konvensional yang sering
dijumpai dan merupakan media yang bersinggungan langsung dengan
masyarakat. Poster akan ditempel di taman kanak-kanak, sekolah dasar,
kecamatan, atau tempat-tempat lainnya yang sering dikunjungi oleh para
target khalayak. Poster akan dibuat dalam dua jenis yaitu poster teaser (poster
gebrakan agar membuat target khalayak penasaran) dan poster jadwal acara
Stiker
Stiker sangat praktis dan efektif, dapat ditempelkan dimana saja sehingga
memperluas jangkauan dari pesan kampanye yang ingin disampaikan. Media
ini bisa diaplikasikan pada rumah-rumah warga dan taman kanak-kanak.
Kalender
Kalender merupakan media yang sering dilihat sehingga media ini sangat
cocok untuk media pengingat. Selain itu dengan penggunaan kalender jangka
waktu penyampaian pesan kampanye dapat bertahan hingga satu tahun.
Kalender akan dibagikan secara Cuma-cuma sebagai merchandise pada saat
penyuluhan berlangsung.
Gantungan Kunci
Gantungan kunci merupakan benda yang di gemari para ibu-ibu untuk
menghiasi kunci rumahnya agar terlihat menarik.
Jam Dinding
Selain digunakan sebagai alat untuk pengingat waktu oleh target khalayak,
jam juga bisa dijadikan sebagai aksesoris di ruangan, sehingga dapat dilihat
setiap saat oleh target khalayak. Jam dinding akan diberikan sebagai door
prize kepada pengujung yang memberikan pertanyaan.
T-Shirt
Media ini merupakan benda yang termasuk sering digunakan. T-shirt ini
bertujuan sebagai alat untuk pengingat pesan kampanye. T-shirt akan dibuat
dalam satu ukuran (all size). T-shirt akan dibagikan kepada setiap pengunjung
pada saat akhir acara.
Mug
Mug merupakan media yang paling sering digunakan, sehingga media ini
sangat cocok untuk media pengingat. Mug akan dibagikan sebagai door prize
pada saat penyuluhan berlangsung.
Kipas
Kipas dibuat sebagai merchandise, Tujuan pembuatannya sebagai alat
pengingat dan untuk menarik minat target khalayak. Kipas akan dibagikan
Panggung dan Latar
Panggung dan latar dibuat untuk tempat berlangsungnya penyuluhan.
Panggung berukuran kecil dan terdapat dua buah kursi dan satu meja untuk
pembicara.
III.1.8 Strategi Distribusi
Pendistribusian dilakukan melalui kerjasama dengan ibu-ibu PKK,
sekolah-sekolah, taman kanak-kanak, Kecamatan Cibeunying Kidul, Cicadas RW 02 Kota
Bandung dengan kategori yang dimaksud dalam target khalayak. Media utama
akan dipajang ditempat acara penyuluhan. Sedangkan media pendukung akan
disebarkan kepada setiap ibu-ibu yang memiliki anak (tempat diselenggarakan
penyuluhan), rumah-rumah target khalayak yang ada di Cicadas dengan kategori
yang memang perlu untuk dilakukan proses kampanye. Hal ini bertujuan agar
lebih teorganisir dalam penempatan media dan pemerataan. Adapun tabel tahapan
strategi distribusinya sebagai berikut:
Tabel III.1
Tabel Tahapan Strategi Distribusi Media
III.2 Konsep Visual
Konsep visual yang ditampilkan dalam kampanye sosial ini bersifat persuasi
dengan menggunakan tekhnik ilustrasi vektor sebagai visual utama, selain
keluarga yang diharapkan. Dengan menggunakan pemilihan bahasa verbal untuk
memperkuat visual yang ditampilkan. Dalam konsep visual kampanye ini
disesuaikan dengan segmentasi target sasaran yakni ibu-ibu yang berusia 25-40
tahun, terutama ibu-ibu yang memiliki anak yang berumur di atas 5 tahun. Visual
yang akan di angkat dan ditonjolkan disini adalah sebuah gambar ilustrasi seorang
anak, ibu dan ayah yang sedang berjalan mengantarkan ke sekolah. Dalam visual
tersebut menggambarkan sebuah keluarga yang ceria yang dimana seorang ibu
terlihat memandang anaknya dengan begitu senang, dan seoang ayah yang sedang
menggendong anaknya dengan raut wajah yang ceria. Warna yang di pakai
menggunakan warna yang terkesan lembut, dan terlihat ceria, karena kampanye
ini bertujuan untuk memperlihatkan kebahagiaan pada keluarga dan mengajak
target untuk memeluangkan waktu bersama anaknya.
III.2.1 Format Desain
Gambar III.1 Format desain Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Untuk media utama yaitu standing board format desain yang akan digunakan
bersifat simetri dimana letak unsur-unsur visual hampir semua sama, hanya diolah
sedemikian rupa dan disesuaikan dengan media yang akan digunakan sehingga
tidak terkesan monoton. Peletakan gambar, tagline, logo atau pun teks letaknya
disesuaikan dengan media yang akan digunakan pada kampanye sosial ini, serta
standing board) sedangkan untuk media lainnya mengikuti format media itu
sendiri.
III.2.2 Layout
Gambar III.2 Layout
Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Layout merupakan usaha untuk menyusun berbagai unsur grafis (gambar, teks,
tabel, dan lain-lain) menjadi satu kesatuan yang mempunyai nilai komunikatif
tanpa meninggalkan nilai estetis dari kesan yang ingin ditampilkan. Dalam hal ini
layout yang digunakan pada media kampanye ini yaitu portrait. Dengan
menggunakan jenis layout ini sangat efektif untuk tingkat keterbacaan yang
mudah dan tidak terkesan membosankan. Unsur-unsur pendukung kampanye
seperti logo lembaga ditempatkan sesuai berdasarkan media yang digunakan.
III.2.3 Huruf
Huruf merupakan bagian dari pesan yang ingin disampaikan, huruf juga berfungsi
sebagai penjelasan dari visual yang dapat mudah dipahami oleh target khalayak,
maka pemilihan huruf harus memperhatikan aspek keterbacaan, keindahan dan
kesesuaian agar dapat menarik perhatian target khalayak. Huruf yang dibaca akan
mempercepat keterbacaan dan penangkapan pesan dari perancang. Adapun jenis
Olympic Branding
Olimpic Branding digunakan untuk logo karena mempunyai kesan
romantis dan cantik, huruf ini juga memiliki ukuran yang besar sehingga
target dapat melihat jelas.
Gambar III.3 Huruf Olimpic Branding Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Coolvetica
Coolvetica digunakan untuk tagline karena memiliki kesan tegas dan
mudah di baca.
Gambar III.4 Huruf Coolvetica Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
III.2.4 Ilustrasi
Ilustrasi menekankan hubungan subjek dengan tulisan yang bertujuan
menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan atau informasi tertulis lainnya
sehingga tulisan tersebut lebih mudah dipahami. Berikut ini adalah beberapa
Ilustrasi Media Utama
Dalam perancangan media utama ini yaitu standing board, ilustrasi yang
akan ditampilkan berupa visualisasi vektor seorang ibu dan ayah yang
sedang berjalan mengantarkan anaknya ke sekolah dengan menggendong
anaknya, lalu disisipkan sebuah pita yang berisikan tagline yang
ditempatkan pada posisi atas kepala agar dapat terbaca jelas. Lalu pada bagian baju seorang ibu terdapat gambar hati dan bertuliskan “SON” yang artinya setia menyayangi anaknya.
Gambar III.5 ilustrasi vector ibu, ayah dan anak Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Ilustrasi Logo Kampanye
Logo merupakan sebuah simbol yang dirancang untuk mewakili karakter
dan menjadi identitas dari sebuah perusahaan, lembaga atau produk. Agar
kampanye sosial ini dapat dikenal dan diingat oleh masyarakat, maka
perancangan logo sangatlah penting dalam membangun citra baik dan
positif terhadap kampanye sosial ini, oleh sebab itu logo ini dirancang
sebagai ciri identitas visual untuk Kampanye Penyuluhan Dampak Pola
Asuh Overprotective Pada Anak. Konsep awal dari logo kampanye ini
yaitu menggunakan gambaran umum yang mengambarkan sebuah
keluarga ceria, yang pada akhirnya dilakukan penyederhanaan bentuk
(stilasi) agar memperoleh gambar yang lebih sederhana. Stilasi gambar
khusus, sehingga logo yang dirancang bertujuan sebagai visual pengingat.
Konsep desain logo kampanye yang dirancang meliputi: Bentuk
Bentuk yang digunakan yaitu menggambarkan sebuah keluarga yang
harmonis agar mudah diingat dan dimengerti oleh para target khalayak.
Dilengkapi dengan ilustrasi matahari berwarna kuning dan gambar
siluet keluarga yang sedang berjalan agar memberi kesan harmonis dan
romantis.
Gambar III.6 Bentuk logo
Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Huruf
Jenis huruf yang digunakan untuk logotype adalah huruf Olimpic
Branding, yang bertuliskan “ Family Time” yang artinya waktu bersama keluarga. Tujuan menggunakan bahasa inggris pada logo
dikarenakan agar terlihat sederhana dan mudah di ingat
Gambar III.7 Logotype
Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Warna
Warna yang digunakan untuk logo yaitu warna kuning yang memiliki
makna kehangat dalam keluarga , dan warna hitam yang memiliki
Gambar III.8 Warna logo
Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Dari proses perancangan logo yaitu mendesain logogram dan logotype,
jadilah sebuah logo kampanye yang memiliki arti dan keterkaitanya
dengan menjadikan keluarga yang bijak
Gambar III.9 Logo Kampanye Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
III.2.5 Warna
Warna merupakan pelengkap gambar serta dapat mewakili suasana kejiwaan
pelukisnya dalam berkomunikasi, Warna memiliki daya tarik yang kuat dan
menciptakan makna tersendiri. Warna juga dapat mengurangi rasa bosan, ataupun
tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang
munculnya mood.
Gambar III.10 Warna
Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Warna-warna di atas dipilih berdasarkan latar belakang psikologis warnanya
dimana warna pink (merah muda) dapat memberikan kesan feminin
(melambangkan warna untuk wanita), serta memberikan arti kasih sayang dan
juga kehangatan. Warna kuning memberi arti kehangatan dan rasa bahagia dan
seolah ingin menimbulkan hasrat untuk bermain. Dengan kata lain warna ini juga
BAB IV. TEKNIS PRODUKSI MEDIA
IV.1 Proses Perancangan
Untuk Media utama menggunakan kekuatan teks dan visual, penekanan pada
standing board ini adalah sebagai maskot acara yang bertujuan untuk memberikan
gambaran keluarga yang harmonis dengan visual ilustrasi vector ibu, ayah dan
anak yang sedang berjalan mengantarkan anaknya pergi sekolah, lalu disisipkan
sebuah pita yang berisikan tagline yang ditempatkan pada posisi atas kepala agar
dapat terbaca jelas. Lalu pada bagian baju seorang ibu terdapat gambar hati dan bertuliskan “SON” yang artinya setia menyayangi anaknya.
IV.1.1 Pra Produksi
Dalam pembuatan media utama Perancangan Kampanye Penyuluhan Dampak
Pola Asuh Overprotective Pada Anak melalui beberapa tahap dalam
pengerjaannya, dimulai dari tahap sketsa visual, sketsa dilakukan untuk
menentukan ilustrasi pada media utama dan media pendukung.
Gambar IV.1 Sketsa media utama Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
IV.1.2 Produksi
Setelah melakukan proses sketsa visual, sketsa tersebut diolah kembali menjadi
visual dalam bentuk digital menggunakan apilkasi software desain yaitu Adobe
Gambar IV.2 Perancangan visual digital Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
IV.2 Teknis Media
Dalam pembuatan media Kampanye Penyuluhan Dampak Pola Asuh
Overprotective Pada Anak melalui beberapa tahap dalam pengerjaannya, mulai
dari sketsa visual dan visual digital. Dalam teknis produksi media dilakukan
beberapa tahap dan menggunakan media-media untuk mengoptimalkan
perancangan media Kampanye Penyuluhan Dampak Pola Asuh Overprotective
Pada Anak agar pesan kampanye terlihat menarik dan dapat tersampaikan dengan
baik dan jelas, berikut merupakan tahap-tahap perancangan dan media-medianya.
IV.2.1 Media Utama
Strategi media yang digunakan sebagai media utama yaitu berupa media persuasi
berbasis ambient media, yang diberi nama Standing Board. Media ini diharapkan
lebih mudah dijangkau atau diperoleh oleh para target khalayak dan bermanfaat
bagi target khalayaknya.
Material : Baner glossy, Papan triplek 3 ml
Ukuran : baner 171cm x 90cm, papan triplek 3 ml
Gambar IV.3 Hasil akhir media utama Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
IV.2.2 Media Pendukung Poster
Konsep poster satu yaitu berupa poster teaser yang bertujuan untuk
membuat target audien penasaran dengan acara yang akan diadakan.
Menggunakan kekuatan teks dan visual, penekanan pada poster ini adalah
hanya memunculkan logo beserta kalimat ajakan “Mah 16 Agustus Jangan Lupa Ya…!!” Pada poster teaser logo ditempatkan pada posisi atas samping kiri agar dapat terlihat jelas dan di bawahnya terdapat ilustrasi
vector seorang anak Tk (icon mascot) sambil memandang kedepan dan
tersenyum agar para target khalayak bisa menerima dengan ajakannya,
serta kalimat ajakan yang berfungsi sebagai isi pesan dalam poster yang
dapat menimbulkan respon oleh para khalayaknya.
Material : Art Paper 260gram
Ukuran : A3 (27cm x 42cm)
Gambar IV.4 Poster teaser Sumber: Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Konsep poster kedua yaitu poster jadwal acara Penyuluhan tidak terlalu
berbeda dengan poster pertama yaitu menggunakan kekuatan teks dan
visual, penekanan pada poster ini adalah menyisipkan logo serta visual
acara penyuluhan tersebut. lalu ada body text yang berfungsi sebagai
penjelas yang lebih rinci yang diberikan kepada target primer dan
sekunder.
Material : Art Paper 260 gram
Ukuran : A3 (27cm x 42cm)
Teknis : cetak offset sparasi dengan laminasi glossy
Stiker
Media ini bersifat selalu mengingatkan pesan yang terdapat dalam
Kampanye Penyuluhan Dampak Pola Asuh Overprotective Pada Anak
yang dapat diaplikasikan pada beberapa media.
Material : ketas stiker Ukuran : 8cm x 8cm
Teknis : cetak offset sparasi
Gambar IV.6 Sticker
Sumber:Dokumen pribadi (28 Juli 2016) Kalender
Media ini juga bersifat sebagai media pengingat pesan dan berguna untuk
para ibu-ibu yang memiliki kesibukannya yang terdapat dalam Kampanye
Penyuluhan Dampak Pola Asuh Overprotective Pada Anak.
Material : Art paper 260 gram
Ukuran : (22cm x 18.3cm)
Teknis : cetak offset sparasi dengan laminasi glossy
Gambar IV.7 Kalendar
Gantungan Kunci
Media ini juga bersifat sebagai media pengingat pesan yang terdapat
dalam Kampanye Penyuluhan Dampak Pola Asuh Overprotektif Pada
Anak. Material : Gantungan plastik
Ukuran : diameter 24cm
Teknis : cetak offset sparasi
Gambar IV.8 Gantungan Kunci Sumber:Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Jam Dinding
Media ini juga bersifat sebagai media pengingat pesan yang terdapat
dalam Kampanye Penyuluhan Dampak Pola Asuh Overprotektif Pada
Anak. Material : jam dinding plastic
Art paper 210 gram
Ukuran : diameter 28cm
Teknis : cetak offset sparasi
T-Shirt
Pada media ini visual terlihat berbeda dari media sebelumnya yang telah di
sisipkan sebuah vektor kilatan listrik yang tidak memiliki arti apapun,
dikarnakan visual tersebut hanya variasi pada desain media ini. Media ini
bersifat mengingatkan kembari pesan yang telah disampaikan dalam
Kampanye Penyuluhan Dampak Pola Asuh Overprotektif Pada Anak.
Material : kain katun
Ukuran : all size (semua ukuran)
Teknis : cetak printing DTG
Gambar IV.10 T-shirt
Sumber:Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Mug
Pada media ini visual terlihat berbeda yang telah di sisipkan sebuah vektor
kilatan listrik yang tidak memiliki arti apapun, dikarnakan visual tersebut
hanya variasi pada desain media ini. Media ini juga bersifat sebagai media
pengingat pesan yang terdapat dalam Kampanye Penyuluhan Dampak
Pola Asuh Overprotektif Pada Anak.
Material : keramik
Gambar IV.11 Mug
Sumber:Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Kipas
Pada media ini visual terlihat berbeda yang telah di sisipkan sebuah vektor
kilatan listrik yang tidak memiliki arti apapun, dikarnakan visual tersebut
hanya variasi pada desain media ini. Media ini bersifat selalu
mengingatkan kembali pesan yang terdapat dalam Kampanye Penyuluhan
Dampak Pola Asuh Overprotektif Pada Anak. Material : plastik, dan
stiker vinil
Ukuran : 19.7cm x 16.4cm
Teknis : cetak offset sparasi dengan laminasi dove
Gambar IV.12 Kipas
Sumber:Dokumen pribadi (28 Juli 2016)
Panggung dan Latar
Media ini bersifat sebagai media pembantu agar pembawa materi terlihat
jelas dan membawa acara berlangsung dengan sempurna, panggung dan
latar dibuat untuk tempat berlangsungnya penyuluhan.
Panggung dan latar berukuran 300cm x 250cm.
Material : Besi dengan ketinggian ½ meter, dan papan triplek sebagai
background yang di beri banner untuk menampilkan visual