SKRIPSI
DAMPAK KEBERADAAN OBJEK WISATA “BATU KURSI”
TERHADAP SOSIAL EKONOMI MAYARAKAT DI DESA
SIALLAGAN PINDARAYA KECAMATAN SIMANINDO
KABUPATEN SAMOSIR
OLEH
STEPHANIE M Y S
110902068
PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh: HALAMAN PERSETUJUAN
Nama : Stephanie MYS Nim : 110902068
Judul : Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir
Medan, April 2015
PEMBIMBING
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Sripsi ini telah dipertahankan didepan panitia penguji HALAMAN PENGESAHAN
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Sumatera Utara
Medan
Nama : Stephanie MYS Nim : 110902068
Judul : Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir
Hari/ Tanggal : ,April 2015
Waktu : Wib s/d Wib
Tempat : Ruang Sidang FISIP USU
TIM PENGUJI
1. Ketua Penguji : (
) NIP
2. Penguji I : (
) NIP
3. Penguji II : (
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Stephanie MYS Nim : 110902068
ABSTRAK
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 94 halaman, 14 studi kepustakaan, 15 tabel serta lampiran )
Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.”
Mayoritas warga desa Siallagan Pindaraya berprofesi sebagai buruh tani dan pedagang. Kepala keluarga sebagai buruh tani swasta sedangkan ibu rumah tangga nya mengurusi rumah tangga namun ada juga yang bekerja sebagai buruh swasta. Pekerjaan suami tersebut bukanlah pekerjaan yang tetap dan belum mencukupi kebutuhan keluarga. Untuk itu para istri tidak dapat mengandalkan pendapatan dari suaminya sehingga para istri perlu pekerjaan sampingan. Di daerah tersebut ada sebuah Objek Wisata yang diberi nama Batu Kursi. Objek Wisata Batu Kursi merupakan sarana untuk seluruh lapisan masyarakat mengembangkan kreatifitasnya. Objek Wisata Batu Kursi ini pula berusaha mendidik masyarakatnya menjadi seorang yang mandiri.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan metode pengumpulan data dengan menggunakan metode pengalaman individu dari subyek penelitian yaitu 4 informan kunci dan 2 informan tambahan yang melakukan partisipasi observasi dan wawancara mendalam terhadap ibu-ibu di Desa Siallagan Pindaraya.
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.” Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orangtua yang sangat
penulis cintai yaitu ayahanda Johannes Siallagan dan ibunda M.Debora Silaen
yang telah menjadi semangat penulis dalam keadaan apapun serta seluruh
keluarga yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama
penyusunan skripsi ini :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
3. Bapak Husni Thamrin S.Sos, M.Sp, selaku dosen pembimbing penulis
penyelesaian skripsi ini, serta telah bersedia membagi ilmunya kepada
penulis
4. Bapak Agus Suriadi, S.Sos., M.Si selaku dosen favorite penulis selama
perkuliahan di Kessos yang sudah banyak membantu penulis selama
perkuliahan dan bersedia meluangkan waktu untuk membagikan ilmunya
kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam kehidupan
sehari-hari
5. Seluruh dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah
memberikan ilmu kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam
kehidupan sehari-hari
6. Seluruh staff pendidikan dan administrasi FISIP USU terkhusus buat kak
Zuraidah dan kak Sri
7. Bapak Ridwanto Siallagan selaku Kepala Desa Siallagan Pindaraya yang
telah memberi ijin penulis untuk melakukan penelitian di Kantor Beliau
8. Seluruh staff dan pegawai di Rumah Kreatif Binjai terutama, kak Fera,
bang Rudi, bang Muharam, dan bang Ihsan yang sudah banyak membantu
penulis dalam penyelesaian skripsi ini
9. Seluruh staff dan pegawai di Kantor Kepala Desa Siallagan terutama Pak
Syahrul yang merupakan staff humas di kantor tersebut yang telah
memberikan penulis ijin untuk mengambil data penduduk di Kelurahan
Tanah Seribu Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai
10.Seluruh informan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
melakukan wawancara dengan penulis untuk memberikan informasi yang
11.Kedua orangtua yang selalu mendoakan kesuksesan penulis yaitu
ayahanda Johannes Siallagan dan ibunda M.Debora Silaen yang tak pernah
lelah memberi semangat dan mendukung seluruh kegiatan yang penulis
lakukan demi terselesaikannya skripsi ini serta kedua adik tercinta yaitu
Andrew Siallagan Andi Yudha Pradan Christian Siallagan yang selalu
memberi petuah dan petunjuk serta motivasi kepada penulis, terima kasih
all. Love them forever.
12.Sepupu-sepupu yang selalu bersedia berbagi cerita gilak dengan penulis
awi, fia, dila, rehan, yati, rafli, dea, nona, nanda, agung makasih ya
13.Buat sahabat kesayangan Fattia Ramadhani, Eka Putri, Ade Septiani, yang
gak pernah kehabisan cerita kalau jumpa makasih say2 aku
14.Seluruh kakak angkat Kak Yola, Kak Igun, Kak Ririn yang gak pernah
berhenti memberi petuah dimanapun kapanpun soal apapun makasih ya
kakak2ku. Semoga semua petuah nya bisa dijadikan perbaikan
15. Buat teman terdekat yang dari awal semester selalu bersama-sama, punya
banyak cerita gilak, yang sering main curang bersama, satu visi misi dalam
perkuliahan ini makasihh ya Adisti Lia Pradita atas kebersamaan kita
selama ini
16.Buat teman kompak dan sepermainan di Kessos Siti Mahyardani Nst,
Adelina Puspita Devi, Diella Almira Nst, Dina Rahmiana, Dina Rizki
Trianti, M.Iqbal, Fajar Hasibuan, Amar Yusuf Nst yang siap menghibur
17.Buat teman satu doping Poniman dan Eko Syahputra yang setiap minggu
nya selalu bersama setia menungu untuk mendapatkan bimbingan dari
doping makasih atas kebersamaannya dan semangat untuk kita ya
18.Buat teman satu Binjai yang berjuang di Kessos Anugerah Mubarak
Dalimunthe, Erlia Puji Astuti, dan Sausan Farras yang katanya penulis
sangat jarang untuk berkumpul bersama tapi mungkin waktunya aja yang
kurang tepat makasih y salam anak Binjai
19.Buat teman seperjuangan di Kessos stambuk 2011 Heriana Bangun, Cindy
Carina Sembiring, Elfana Togatorop, Febriani Indah Ningsih, Pipin
Kesuma Wardhani, Indra Fauzi Hsb, T.M.Haikal Chalik, Sandi Ajibah,
Guster Sihombing, Feri Arif, Felix G Zebua, Neysa Rasenta Munthe,
Stephanie Dwiyanti, Renta Uli, Dadan Nst, Chairi Firnanda, Ria Sapta,
Tika Juntak, Nonie Gulo, Mesya Ayuninngsih, Halim, dan masih banyak
lagi yang gak bisa penulis sebutkan satu-persatu makasih atas waktu dan
informasi nya selama di perkuliahan ini
Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh
dari sempurna. Untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun
guna perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi
pembaca.
Medan, April 2015
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN... i
ABSTRAK. ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR BAGAN ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 13
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13
1.3.1. Tujuan Penelitian ... 13
1.3.2. Manfaat Penelitian ... 13
1.4Sistematika Penulisan ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15
2.1. Tinjauan Tentang Dampak ... 15
2.1.1 Pengertian Dampak ... 15
2.2 Objek Wisata ... 16
2.2.1 Pengertian Objek Wisata ... 16
2.2.2 Jenis-jenis objek wisata ... 17
2.3 Teori Sosial Ekonomi ... 18
2.3.1 Defenisi Sosial Ekonomi ... 18
2.5Tinjauan Tentang Dampak Objek Wisata terhadap sosial Ekonomi ... 25
2.5.1 Tinjauan Tentang Dampak Objek Wisata terhadap sosial Ekonomi ... 25
2.6 Defenisi Masyaraka ... t 29 2.7 Kerangka Pemikiran ... 33
2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 35
2.8.1. Defenisi Konsep ... 35
2.8.2 Defenisi Operasional ... 36
BAB III METODE PENELITIAN... 38
3.1. Tipe Penelitian ... 38
3.2. Lokasi Penelitian ... 38
3.3. Unit analisis dan Informan ... 38
3.3.1. Unit Analisis ... 38
3.3.2 Informan ... 39
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.5 Teknik analisis data. ... 40
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. ... 43
4.1 Kondisi Desa. ... 43
4.2 Demografi. ... 45
4.3 Keadaan Ekonomi. ... 53
4.4. Kondisi Pemerintahan Desa. ... 55
4.5 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa (SOPD). ... 56
BAB V ANALISIS DATA. ... 58
5.1 Hasil Temuan I. ... 58
5.3 Hasil Temuan III. ... 69
5.5 Hasil Temuan IV. ... 75
5.5 Hasil Temuan V. ... 78
5.6 Analisis Data. ... 81
5.7 Analisis Dampak Sosial Ekonomi. ... 92
BAB VI PENUTUP. ... 93
6.1 Pengantar. ... 93
DAFTAR TABEL
Table 4.2.1 Luas Wilayah Menurut Penggunaannya ... 34
Table 4.2.2 Daftar Nama kepala Lingkungan ... 35
Table 4.2.3 Jumlah Penduduk ... 36
Table 4.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur ... 37
Table 4.3.1 Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan ... 38
Table 4.3.2 Sub Sektor Perkebunan/ Perladangan dan Peternakan ... 39
Table 4.3.3 Sub Sektor Usaha Ekonomi Kerajinan Masyarakat ... 40
Table 4.3.4 Sub Sektor Usaha Industry Besar/ Sedang ... 41
Table 4.3.5 Sub Sektor Jasa Dan Perdagangan ... 42
Table 4.3.6 Prasarana Pendidikan Formal... 43
Table 4.3.7 Tingkat Pendidikan Penduduk ... 44
Table 4.3.8 Kebudayaan dan Adat Istiadat ... 44
Table 4.3.9 Tingkat Kesejahteraan Keluarga ... 46
Table 4.3.10 Sarana Kesehatan ... 46
DAFTAR BAGAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Stephanie MYS Nim : 110902068
ABSTRAK
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 94 halaman, 14 studi kepustakaan, 15 tabel serta lampiran )
Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.”
Mayoritas warga desa Siallagan Pindaraya berprofesi sebagai buruh tani dan pedagang. Kepala keluarga sebagai buruh tani swasta sedangkan ibu rumah tangga nya mengurusi rumah tangga namun ada juga yang bekerja sebagai buruh swasta. Pekerjaan suami tersebut bukanlah pekerjaan yang tetap dan belum mencukupi kebutuhan keluarga. Untuk itu para istri tidak dapat mengandalkan pendapatan dari suaminya sehingga para istri perlu pekerjaan sampingan. Di daerah tersebut ada sebuah Objek Wisata yang diberi nama Batu Kursi. Objek Wisata Batu Kursi merupakan sarana untuk seluruh lapisan masyarakat mengembangkan kreatifitasnya. Objek Wisata Batu Kursi ini pula berusaha mendidik masyarakatnya menjadi seorang yang mandiri.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan metode pengumpulan data dengan menggunakan metode pengalaman individu dari subyek penelitian yaitu 4 informan kunci dan 2 informan tambahan yang melakukan partisipasi observasi dan wawancara mendalam terhadap ibu-ibu di Desa Siallagan Pindaraya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan bagian dari sektor industri diIndonesia yang
prospeknya cerah, dan mempunyai potensi serta peluang yang sangat besar untuk
dikembangkan. Peluang tersebut didukung oleh kondisi-kondisi alamiah seperti:
letak dan keadaan geografis (lautan dan daratan sekitar khatulistiwa), lapisan
tanah yang subur dan panorama (akibat ekologi geologis), serta berbagai flora dan
fauna yang memperkaya isi daratan dan lautannya.
Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan
melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap
masyarakat setempat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak
yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami
metamorphose dalam berbagai aspeknya. Dampak pariwisata merupakan wilayah
kajian yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam literatur, terutama
dampak terhadap masyarakat lokal. Di lain pihak, dampak pariwisata terhadap
wisatawa dan/atau negara asal wisatawan belum banyak mendapatkan perhatian.
Meskipun pariwisata juga menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat
secara politik, keamanan, dan sebagainya. Dampak pariwisata terhadap
masyarakat dan daerah tujuan wisata yang banyak mendapat ulasan adalah:
Dampak terhadap sosial-ekonomi.
Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal
1. Dampak terhadap penerimaan devisa,
2. Dapat terhadap pendapata masyarakat,
3. Dampak terhadap kesempatan kerja,
4. Dampak terhadap harga-harga,
5. Dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan,
6. Dampak terhadap kepemilikan dan control
7. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan
8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah.
Dampak Sosial Budaya
Secara teoritikal-idealistis, antara dampak sosial dan dampak kebudayaan
dapat dibedakan. Namun demikian, Mathieson and Wall (2004:37) menyebutkan
bahwa there is no clear distinction between social and cultural phenomena,
sehingga sebagian besar ahli menggabungkan dampak sosial dan dampak budaya
di dalam pariwisata ke dalam judul ‘dampak sosial budaya’ (The sosiocultural
impact of tourism in a broad context). Studi tentang dampak sosial budaya
pariwisata selama ini lebih cenderung mengasumsikan bahwa akan terjadi
perubahan sosial-budaya akibat kedatangan wisatawan, dengan tiga asumsi yang
umum yaitu (Martin, 2009:171):
1. Perubahan dibawa sebagai akibat adanya intrusi dari luar, umumnya dari
sistem sosial-budaya yang superordinat terhadap budaya penerima yang
lebih lemah;
2. Perubahan tersebut umumnya destruktif bagi budaya indigenous;
3. Perubahan tersebut akan membawa pada homogenisasi budaya, dimana
dengan teknologi barat, birokrasi nasional dan multinasional, a
consumer-oriented economy, dan jet-age lifestyles.
Asumsi di atas menyiratkan bahwa di dalam melihat dampak
sosial-budaya pariwisata terhadap masyarakat setempat, pariwisata semata-mata
dipandang sebagai faktor luar yang menghantam masyarakat.Asumsi ini
mempunyai banyak kelemahan.Selama ini banyak peneliti yang menganggap
bahwa pengaruh pariwisata dapat dianalogikan dengan ‘bola-bilyard’, di mana
objek yang bergerak (pariwisata) secara langsung menghantam objek yang diam
(kebudayaan daerah), atau melalui objek perantara (broker kebudayaan). Dalam
hal ini tersirat juga asumsi bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang diam, tidur,
atau pasif, dan seolah-olah kebudayaan tersebut adalah sesuatu yang
homogen.Pendekatan seperti ini mengingkari dinamika masyarakat dimana
pariwisata mulai masuk, dan tidak mampu melihat berbagai respons aktif dari
masyarakat terhadap pariwisata.
Di dalam melihat pengaruh pariwisata terhadap masyarakat (kebudayaan)
setempat, harus disadarai bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang secara internal
terdeferensiasi, aktif, dan selalu berubah. Oleh karena itu pendekatan yang kiranya
lebih realistis adalah dengan menganggap bahwa pariwisata adalah pengaruh luar
yang kemudian terintegrasi dengan masyarakat, dimana masyarakat mengalami
proses menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya, atau apa yang
disebut sebagai proses ‘turistifikasi’. Di samping itu perlu juga diingat bahwa
konsekuensi yang dibawa oleh pariwisata bukan saja terbatas pada hubungan
karena mampu menyebabkan restrukturisasi pada berbagai bentuk hubungan di
dalam masyarakat.
Secara teoritis, Cohen (2007) mengelompokkan dampak sosial budaya
pariwisata ke dalam sepuluh kelompok besar, yaitu:
1. Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat
dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau
ketergantungannya;
2. Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat;
3. Dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan sosial;
4. Dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata;
5. Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat;
6. Dampak terhadap pola pembagian kerja;
7. Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial;
8. Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan;
9. Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial; dan
10.Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat.
Dampak pariwisata terhadap bidang kesenian, adat istiadat, dan dampak
keagamaan mungkin paling menarik untuk dibahas, karena aspek budaya ini
merupakan modal dasar pengembangan pariwisata di sebagian besar DTW.
Pengaruh terhadap aspek-aspek ini bisa terjadi secara langsung karena adanya
proses komoditifikasi terhadap berbagai aspek kebudayaan, atau terjadi secara
tidak langsung melalui proses jangka panjang. Sekularisasi berbagai tradisi di
jangka panjang karena masyarakat akan kehilangan collective memory, dan
interpretasi terhadap berbagai tradisi yang akan mengalami dekonstruksi.
Kebudayaan memang selalu beradaptasi, termasuk dalam menghadapi
pariwisata, dan di dalam proses tersebut tidak berarti makna atau otentisitas
otomatis hilang. Akulturasi merupakan proses yang wajar dalam setiap pertemuan
antarbudaya. Namun demikian ia juga mengakui adanya komoditisasi dari
berbagai aspek keagamaan, yang memunculkan konflik, karena pengaruh
pariwisata. Ada kesan terjadinya dampak negatif akibat adanya komoditisasi.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pariwisata telah merusak atau
‘menghancurkan’ kebudayaan lokal.Pariwisata secara tidak langsung ‘memaksa’
ekspresi kebudayaan lokal untuk dimodifikasi, agar sesuai dengan kebutuhan
pariwisata.Ekspresi budaya dikomoditifikasi agar dapat ‘dijual’ kepada
wisatawan.
Untuk pariwisata Indonesia khususnya daerah Samosir banyak yang
mengkhawatirkan akan terjadi pengikisan kebudayaan akibat kebudayaan asing
yang menyerbu masuk yang menyebabkan terjadinya pendangkalan terhadap
kualitas kebudayaan Samosir serta hilangnya bentuk-bentuk sosial yang telah
terbukti mampu menopang integritas masyarakat Samosir.
Namun pada kenyataannya pariwisata telah memberikan kesadaran tentang
nilai seni-budaya yang mendorong orang Samosir untuk melestarikan kebudayaan,
dan bahkan pariwisata telah “mendorong kreativitas dalam berbagai bidang”.
Dengan temuan-temuan lapangan seperti ini maka tidak berlebihan kalau
dikatakan bahwa kebudayaan Batak sampai saat ini masih sangat kuat melekat
telah tercerai-berai tidaklah benar.Bahkan pada beberapa sisi, dapat dikatakan
bahwa kebudayaan Batak mengalami take-off menuju masa pencerahan
enlightenment.Data lapangan seperti ini telah banyak mengubah pandangan orang
yang semula bersikap pesimistis terhadap kelestarian kebudayaan Batak.
Setiap pengembang Pariwisata di suatu kawasan pasti mengharapkan
pariwisatadapat berpengaruh positif terhadap kehidupan sosial-ekonomi
masyarakat lokal,sebaliknya dampak negative terhadap kehidupan sosial-ekonomi
dapat diminimalisir.Salah satu cara adalah dengan perencanaan dan pengelolaan
yang baik. Dampak yangtimbul dari keberadaan industri pariwisata sangat
tergantung pada jenis dan intensitaspembangunan pariwisata, serta karakteristik
sosial budaya masyarakat lokal di kawasanwisata.
Jika ditinjau dari sisi positifnya, pengeluaran para wisatawan, baik
wisatawandomestik maupun internasional di suatu daerah tujuan wisata adalah
suatu bukti nyatabahwa keberadaan pariwisata memberi kontribusi yang cukup
besar kepada tuan rumah.
Pariwisata secara tidak langsung juga merupakan suatu nilai yang sama
kaedahnya dengan model export pada umumnya. Hanya saja ada perbedaan
mendasar mengenaijenis obyek yang di export. Jika export pada umumnya barang
dipindahkan dari negaraasal ke negara tujuan, untuk pariwisata obyek yang
dijadikan export masih tetap beradadi negara asal, dengan kata lain barang yang di
export tidak berpindah ke negara tujuan.
Beberapa dampak positif lain yang mudah dilihat sebagai akibat
perkembanganpariwisata adalah adanya peluang kerja yang sangat banyak karena
Negara dinyatakan membuka peluang untuk pengembangan suatu destinasi
pariwisata, makamuncul berbagai kegiatan-kegiatan atau usaha-usaha yang terkait
dengan keberadaan pariwisata ini. Masyarakat sekitar mencari dan membuka
peluang-peluang kerja yangsangat banyak sehingga tidak seperti suatu industri
barang atau materi yang terbatasmemberi peluang pada usaha yang dikembangkan
saja, kalaupun ada yang lainnya tetapitidak sebesar peluang yang diakibatkan oleh
pariwisata.
Dari sisi negatif, dampak pariwisata secara umum mengakibatkan
masalahekonomi yang cukup merisaukan. Cooper (2009) mencatat beberapa sisi
negatif dariadanya pariwisata diantaranya; terjadinya perpindahan penduduk dari
desa ke perkotaanyang sulit dikendalikan yang membawa implikasi yang tidak
baik bagi ekonomipedesaan maupun perkotaan. Disamping itu berakibat pada
adanya pergeseran minatkerja yang semula masyarakat bekerja pada sektor
agrobisnis, nelayan, pabrik-pabrik,berpindah ke bidang pariwisata yang dianggap
lebih mudah cara kerjanya, lebih halusdan berpenghasilan lebih cepat dengan nilai
hasil yang lebih tinggi. Bahkan tragisnyasecara perlahan bisa menyebabkan
terjadinya penyingkatan keterampilan ataupendidikan karena terlalu cepat
berkeinginan untuk bekerja, sehingga nilai jual daritenaga kerja tersebut menjadi
murah.
Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah, priwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis
untuk mendorong pembangunan pada wilayah – wilayah tertentu yang
Dengan adanya perkembangan industri pariwisata di suatu wilayah, arus
urbanisasi ke kota – kota besar dapat lebih ditekan. Hal ini disebabkan pariwisata
memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomis (sumber devisa,pajak- pajak),
aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya. Keberadaan sektor
pariwisata tersebut seharusnya memperoleh dukungan dari semua pihak seperti
pemerintah daerah sebagai pengelola, masyarakat yang berada di lokasi objek
wisata serta partisipasi pihak swasta sebagai pengembang.
Selain peran yang dimilikinya, pariwisata juga merupakan suatu sektor
yang tidak jauh berbeda dengan sektor ekonomi yang lain yaitu dalam proses
perkembangannya juga mempunyai dampak atau pengaruh dibidang sosial dan
ekonomi. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat berupa pengaruh positif
maupun negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Untuk mencegah
perubahaan itu menuju ke arah negatif maka diperlukan suatu perencanaan yang
mencakup aspek sosial dan ekonomi, sehingga sedapat mungkin masyarakat
setempat ikut terlibat di dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata. Hal ini
perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata
yang bersangkutan. Proses pembangunan dan pengembangan suatu wilayah dapat
ditunjang oleh potensi wisata yang dimilikinya.
Adanya peningkatan kunjungan wisatawan dan aktivitas pariwisata yang
berlangsung di dalam objek wisata, secara tidak langsung telah menimbulkan
pengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.Adanya
kunjungan wisatawan di suatu tempat menyebabkan terjadinya interaksi sosial
antara masyarakat setempat dengan wisatawan yang dapat mengakibatkan
Dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Indonesia khususnya dan
dalam skala yang lebih luas pada umumnya, telah membawa konsekuensi yang
tidak saja positif, tetapi juga negatif salah satunya ialah kerusakan lingkungan dan
pergeseran nilai-nilai kearifan lokal masyarakat. Oleh karenanya sangat
diperlukan adanya upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya yang
menjadi sumber bagi pengembangan sektor pariwisata. Salah satu upaya
tersebutyaitu di dalam konsep kepariwisataan di Indonesia menjadi suatu kegiatan
yang berbasis masyarakat, berwawasan budaya dan berkelanjutan. Meskipun
dalam tahap pelaksanaannya masih banyak menghadapi berbagai macam kendala
namun hal tersebut merupakan bagian dari sebuah proses pembelajaran untuk
mencapai suatu keberhasilan.
Indonesia memiliki banyak pulau yang dapat dijadikan sebagai objek
wisata, salah satunya adalah Pulau Samosir. Pulau Samosir adalah pulau dalam
pulau terbesar di dunia. Terletak di provinsi Sumatera Utara dan keseluruhan
wilayahnya tergabung menjadi Kabupaten Samosir. Dalam sejarah, para Geolog
mengemukakan bahwa 75.000 tahun yang lalu diyakini terdapat letusan gunung
berapi terdahsyat sepanjang sejarah manusia. Proses subduksi tersebutlah yang
membentuk kaldera Danau Toba dan Pulau Samosir di tengahnya.Pulau Samosir
yang dihuni oleh suku Batak memiliki wisata alam yang luar biasa seperti : Batu
Kursi Siallagan, Pantai Pasir Putih Parbaba, Kawasan Tukutuk Siadong, Makam
Raja Sidabutar, Danau Sidihoni dan tempat lainnya. Namun, penulis akan meneliti
kajian pariwisata tepatnya Batu Kursi Siallagan yang terletak di Desa Siallagan
Dari total usia kerja bermatapencaharian di sektor perikanan terutama ikan
mujahir, pedagang perikanan ini terdiri dari suku Batak. Pariwisata telah
mengubah struktur internal dari masyarakat, sehingga terjadi pembedaan antara
mereka yang mempunyai hubungan dengan pariwisata dan mereka yang tidak.
Jadi, keterkaitan pariwisata menjadi salah satu pemisah atau pembeda dalam
masyarakat. Pariwisata mempunyai sifat kolonialistis, sehingga merebut
independensi masyarakat lokal di dalam proses pengambilan keputusan.
Pariwisata memberikan keuntungan sosial-ekonomi pada satu sisi, tetapi di sisi
lain membawa ketergantungan dan ketimpangan sosial, atau memperparah
ketimpangan yang telah ada.
Dulu, desa Siallagan Pindaraya terkenal sebagai desa nelayan yang miskin.
Penduduknya hanya mengandalkan lahan kering sebagai mata
pencaharian.Tanaman jagung, singkong dan kedelai adalah makanan sehari-hari
warga Siallagan Pindaraya. Dulu, kawasan Desa Siallagan Pindaraya tercatat
sebagai wilayah miskin di Samosir.. Kini, kawasan ini telah menjadi salah satu
daerah maju di Samosir dengan income utama masyarakatnya dari jasa pariwisata.
Penghasilan bersih masyarakatanya setelah dipotong untuk kebutuhan sehari-hari
paling rendah Rp 1.000.000/bulan. Dilihat dari komposisi penduduknya, Desa
Siallagan Pindaraya termasuk wilayah yang sangat homogen. Penduduknya hanya
orang Indonesia khususnya suku Batak.
Sisi baik dan buruk, positif dan negatif, memang sangat tipis batasnya
manakala kita berbicara soal kepariwisataan. Ini terlihat juga di Kawasan Batu
kekumuhan di kawasan ini. Masyarakat membangun berbagai fasilitas
kepariwisataan sekendak hati. Mereka tidak lagi mengikuti norma-norma aturan.
Batu Kursi Siallagan merupakan tujuan wisata favorit para turis karena
terdapat banyak peninggalan sisa-sisa dari kerajaan batak dengan patung-patung,
tempat eksekusi dan rumah tradisional Batak. Pembangun Batu Kursi Siallagan
dilakukan secara Gotong royong atas prakarsa raja huta yang pertama yakni Raja
Laga Siallagan dan selanjutnya diwariskan kepada keturunannya Raja Hendrik
Siallagan dan seterusnya kepada keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan.
Pembangunan huta yang menggunakan batu-batu besar disusun bertingkat
menjadi sebuah tembok besar yang kelak menjadi benteng dan diatasnya ditanami
bambu.
Keberadaan Batu Kursi Siallagan membawa perubahan bagi Sosial
Ekonomi masyarakat kawasan tersebut. Adanya peluang masyarakat untuk
membuka usaha informal seperti kios, rumah makan,penginapan, dan lainnya. Hal
ini senada dengan apa yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 18
tahun 1994 tentang kepariwisataan : Selalu mengikutsertakan masyarakat
sekitar di dalam kegiatan kepariwisataan baik dalam bentuk cindera mata dan
mempromosikan, budaya yang harus merupakan khas masyarakat setempat.
Adapun alasan yang mendorong penulis mengangkat tema pariwisata di
kawasan Batu Kursi Siallagan adalah:
Pertama, dampak dari keberadaan objek wisata Batu Kursi Siallagan
menimbulkan perubahan bagi pola kehidupan penduduk sekitar,karena
menciptakan lapangan pekerjaan baru. Perubahan sosial ekonomi yang terjadi
adalah adanya penyerapan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan
pengelolaan Batu Kursi Siallagan.
Kedua, objek wisata Batu Kursi Siallagan merupakan objek wisata yang
terkenal di Kabupaten Samosir khususnya daerah Siallagan yang memberikan
kontribusi devisa terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir Dengan
kekayaan alam dan budaya yang lengkap serta posisi geografisnya, Kabupaten
Samosir memiliki prospek yang cukup potensial dalam perdagangan
pariwisatanya.
Ketiga, penulisan mengenai pariwisata di Kabupaten Samosir masih
sangat kurang, khususnya mengenai perkembangan pariwisata maupun wisata
budaya yang sementara sektor ini menjadi salah satu faktor penentu dalam
usaha meningkatkan perekonomian daerah bahkan peningkatan ekonomi
nasional. Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis mencoba untuk mengkaji dan
merumuskan penelitian ini dengan judul : “ Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Siallagan terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang diteliti
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Bagaimana Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi terhadap Sosial
Ekonomi Masyarakat di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo
Kabupaten Samosir.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka
pengembangan konsep-konsep, teori-teori, terutama model dampak keberadaan
objek wisata batu kursi terhadap social ekonomi masyarakat di desa siallagan
pindaraya kecamatan simanindo kabupaten samosir, serta sebagai bahan
pertimbangan bagi pemerintah dan masyarakat akan pentingnya pengelolaan
pariwisata di suatu daerah yang menyerap tenaga kerja, selain memberikan devisa
bagi pemerintahan.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan dalam penelitian ini secara garis besarnya
dikelompokkan dalam 6(enam) bab, dengan urutan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,
kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi
operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisi data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian
yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian dan analisinya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN TENTANG DAMPAK 2.1.1 Pengertian Dampak
Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.
Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang
ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh
adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab
akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. (KBBI
Online, 2010)
Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat.
Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai
dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga
bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal.
Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak
yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil.
Menurut Scott dan Mitchell dampak merupakan suatu transaksi sosial
dimana seorang atau kelompok orang digerakkan oleh seseorang atau kelompok
orang yang lainnya untuk melakukan kegiatan sesuai dengan harapan.
Sumber-sumber pengaruh untuk perseorangan atau kelompok dalam organisasi terdapat
pada status jabatan, system pengawasan atau balas jasa dan hukuman, pengawasan
Seseorang bersedia menjalankan permintaan orang yang dapat mempengaruhinya
secara efektif karena merasa dirinya puas kalau memang dapat melaksanakan apa
yang diminta oleh orang berpengaruh tersebut. Motivasi seseorang dapat bersifat
dari tercapainya hasil-hasil yang maksimum, diperolehnya imbalan material atau
perasaan disukai atau diterima oleh orang lain. Jadi, seseorang menjadi secara
otomatis menuruti apa yang diminta oleh orang yang berpengaruh tanpa
mengharapkan imbalan atau tanpa pamrih.
2.2 Objek Wisata
2.2.1 Pengertian Objek Wisata
Objek wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan wisatawan
karena mempunyai sumberdaya tarik, baik alamiah, maupun buatan manusia,
seperti keindahan alam atau pegunungan, pantai flora dan fauna, kebun binatang,
bangunan kuno bersejarah, monument-monumen, candi-candi, tari-tarian,
atraksidan kebudayaan khas lainnya (Adisasmita, 2010).
Menurut Fandeli (2000) objek wisata adalah perwujudan daripada ciptaan
manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan
alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Sedangkan objek
wisata alam adalah objek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan
sumber daya alam dan tata lingkungannya.
Suatu objek wisata menurut Yoeti ( 1992) harus memenuhi tiga
persyaratan, yaitu:
a. Daerah itu harus mempunyai apa yang disebut sebagai something to see
atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah lain
(pemandangan alam, upacara adat, kesenian) yang dapat dilihat oleh wisatawan.
b. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah something to
do (sesuatu untuk dikerjakan). Artinya, di tempat tersebut tersedia fasilitas
rekreasi yang membuat mereka betah untuk tinggal lebih lama di tempat itu
(penginapan/hotel yang memadai, kolam renang, sepeda air) sehingga mereka
dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan di rumah ataupun di tempat
wisata lainnya.
c. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah something to
buy(sesuatu untuk dibeli). Artinya, di tempat tersebut harus tersedia fasilitas untuk
berbelanja, terutama souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk
dibawa pulang ke tempat asal masing-masing.
2.2.2 Jenis-jenis objek wisata
Penggolongan jenis objek wisata akan terlihat dari ciri-ciri khas yang
ditonjolkan oleh tiap-tiap objek wisata. Dalam UU No. 9 Tahun 1990 Tentang
Kepariwisataan disebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata terdiri dari :
a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud
keadaan alam, serta flora dan fauna.
b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,
peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan
alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Sujali (1989) mengemukakan bahwa
bahan dasar yang perlu dimiliki oleh industri pariwisata dibedakan menjadi tiga
a.Objek wisata alam (natural resources): Bentuk dari objek ini berupa
pemandangan alam seperti pegunungan, pantai, flora dan fauna atau bentuk yang
lain. Contohnya adalah pantai Parangtritis, Purwahamba Indah, gunung Merbabu
dan lain-lain.
b. Objek wisata budaya atau manusia (human resources): objek ini lebih banyak
dipengaruhi oleh lingkungan/kehidupan manusia seperti museum, candi,
kesenian, upacara keagamaan, upacara adat, upacara pemakaman atau bentuk
yang lain. Contohnya adalah candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, upacara
sedekah bumi.
c.Objek wisata buatan manusia (man made resources): objek ini sangat
dipengaruhi oleh aktivitas manusia sehingga bentuknya tergantung pada
kreativitas manusianya seperti tempat ibadah, alat musik, museum, kawasan
wisata yang seperti Taman Mini Indonesia Indah, Monumen Yogya Kembali.
2.3 Teori Sosial Ekonomi 2.3.1 Defenisi Sosial Ekonomi
Sejarah sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-keadaan dimana
manusia-manusia itu hidup, kemungkinan-kemungkinan perkembangan materi
dan batas-batasnya yang tidak bisa diikuti manusia. Penduduk dan kepadatan
penduduk, konsumsi dan produksi pangan, perumahan, sandang, kesehatan dan
penyakit, sumber-sumber kekuatan dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini
berkembang tidak menentu dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi
Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang
sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah,
manusia terus mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini dapat
dipergunakan dan dibagikan dengan baik.
Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Dalam
hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman
sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini kawan adalah mereka (orang-orang)
yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan
mempunyai sifat yang saling mempengaruhi satu sama lain (Mahadi, 2003).
Kata sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan
masyarakat(Suharso,2005). Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia sering
disebut makhluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup dengan
wajar tanpa orang lain disekitarnya.
Istilah Ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu
“Oikos” yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi secara
harafiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang
paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan
masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering
diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari
(http://www.wikipedia.com).
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur
secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur
sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan
Menurut Melly G. Tan bahwa bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi
tiga faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas
didukung oleh Mahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant
dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kedudukan sosial
ekonomi dititikberatkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan
air yang sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak
(http://www.detikfinance.com)
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah
kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya
sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan
kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil mencukupi
kebutuhan hidupnya.
Melly G. Tan mengatakan untuk melihat kondisi sosial ekonomi keluarga
atau masyarakat itu dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu pekerjaan, pendidikan,
dan penghasilan. Berdasarkan hal ini maka keluarga atau kelompok masyarakat
itu dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Tan
dalam Koentjaraningrat, 2003).
1. Golongan berpenghasilan rendah
Yaitu keluarga yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan
untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup
yang minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain karena
tuntutan kehidupan yang keras, perkembangan anak dari keluarga itupun menjadi
kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan pengawasan
terhadap perilaku anaknya.
2. Golongan berpenghasilan sedang
Yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.
3. Golongan berpenghasilan tinggi
Yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, sebagian dari pendapatan yang
diterima dapat ditabung dan digunakan untuk kebutuhan lain ataupun kebutuhan
di masa mendatang.
2.4 Teori Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai
tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat
yang baik (Adi, 2010). Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan
sosial termuat dalam UU No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut: “Kesejahteraan Sosial
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara
agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya”.
Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai
upaya, program dan kegiatan yang disebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik
yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. UU. No. 11 Tahun 2009
Bagian II pasal 25 juga menjelaskan secara tegas tugas serta tanggung jawab
1.Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
2.Menyediakan akses penyelengaraan kesejahteraan sosial;
3.Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4.Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang
menyelenggarakan kesejahteraan sosial;
5.Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam
melaksanakan tanggung jawab sosialnya;
6.Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang
kesejahteraan sosial;
7.Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan
kesejahteraan sosial;
8.Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas
pembangunan
9.Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial;
10.Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi
terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
11.Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan
kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional;
12.Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional;
13.Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial; dan
14.Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam
Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah
kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja
dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang
industrial. Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi
sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang
industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah sosial
sehingga lembaga-lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan,
gereja, dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai.
Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial,
W.A Friedlander mendefenisikan: “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang
terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk
membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan
kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial
yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuannya
secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan
kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat” (Muhaidin, 2003).
Defenisi di atas menjelaskan:
1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system”
yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.
2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang
sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan,
3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan “kemampuan
individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi
kebutuhannya.
Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula : “Kesejahteraan
Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah
dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau Kesejahteraan sosial adalah
kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan
dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadiannya secara
sempurna” (Suparlan, 2010). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tentang
latar belakang informasi mengenai konsep dan istilah yang digunakan dalam
statistik Kesejahteraan Sosial diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas
lantai, daerah perkotaan atau pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum mencapai
usia satu tahun, keluhan masyarakat terhadap kesehatan, imunisasi, pasien rawat
inap, status gizi, narapidana, aksi dan korban kejahatan, luas lantai, mendengarkan
radio, membaca koran atau surat kabar, serta menonton televisi. Dari kelompok
tersebut BPS melakukan pengelompokan menjadi empat indikator dalam
pengukuran kesejahteraan sosial, yaitu :
1. Pendapatan. 4. Gizi
2. Kesehatan.
3. Perumahan.
Dalam Undang-Undang RI No. 11 tahun 2009, tentang
ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebutkan bahwa usaha kesejahteraan sosial
adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah,
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan
sosial. Semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan,
membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial.
Dalam pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa usaha-usaha
kesejahteraan sosial merupakan upaya ditujukan kepada manusia baik individu,
kelompok maupun masyarakat.
2.5 Tinjauan Tentang Dampak Objek Wisata terhadap sosial Ekonomi 2.5.1 Tinjauan Tentang Dampak Objek Wisata terhadap sosial Ekonomi
Suatu tempat wisata tentu memiliki dampak dampak terhadap lingkungan
sekitarnya. Dampak dampak akibat adanya tempat wisata tentu mempengaruhi ke
lingkungan sekitarnya. Sehingga yang terkena dampak positif dan negatifnya
adalah masyarakat, lingkungan, ekonomi dan sosial.
Masyarakat dalam lingkungan suatu obyek wisata sangatlah penting dalam
kehidupan suatu obyek wisata karena mereka memiliki kultur yang dapat menjadi
daya tarik wisata, dukungan masyarakat terhadap tempat wisata berupa sarana
kebutuhan pokok untuk tempat obyek wisata, tenaga kerja yang memadai dimana
pihak pengelola obyek wisata memerlukannya untuk menunjang keberlangsungan
hidup obyek wisata dan memuaskan masyarakat yang memerlukan pekerjaan
dimana membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Pengembangan suatu obyek wisata yang dilakukan dengan baik akan
menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk komunitas setempat
tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan
keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup komunitas
setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik.
Pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan
rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang
dibawa ke kawasan tersebut”.
Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat
memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan. Penduduk
setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pengembangan
obyek wisata, karena penduduk setempat mau tidak mau terlibat langsung dalam
aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah tersebut,
misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelanggara atraksi wisata
dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain),
produsen cindera mata yang memiliki ke khasan dari obyek tersebut dan turut
menjaga keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan yakin,
tenang, aman selama mereka berada di obyek wisata tersebut. Akan tetapi apabila
suatu obyek wisata tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak
direncanakan dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara
lingkungan maupun dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial.
Menurut Prof Ir Kusudianto Hadinoto (1996) suatu tempat wisata apabila
tidak direncanakan dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan
fisik, barang-barang sejarah, dan menimbulkan ketidaksukaan penduduk sekitar
terhadap wisatawan maupun obyek wisata tersebut dimana pada akhirnya
wisata dan lingkungan dimana bila ditangani dengan baik maka akan terjadi
peningkatan lingkungan ke arah yang lebih baik tetapi apabila tidak ditangani
dengan baik bisa merusak. Berikut adalah dampak-dampak dari keberadaan suatu
obyek wisata terhadap social ekonomi masyarakatyaitu :
a. Dampak ekonomi dapat bersifat positif maupun negatif dalam setiap
pengembangan obyek wisata. Untuk segi positif dampak ekonomi ini ada yang
langsung dan ada juga yang tidak langsung. Dampak positif langsungnya adalah
membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk komunitas lokal, baik itu sebagai
pegawai bagian kebersihan, kemananan, ataupun yang lainnya yang sesuai dengan
kemampuan, atau dengan berjualan, seperti : makanan, minuman atau voucher hp
sehingga masyarakat lokal bisa mendapatkan peningkatan taraf hidup yang layak.
Selain untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga akan berpengaruh bagi
pemerintah daerah yang akan mendapatkan pendapatan dari pajak. Sedangkan
dampak ekonomi yang tidak langsung adalah kemajuan pemikiran akan
pengembangan suatu obyek wisata, adanya emansipasi wanita sehingga wanita
pun bisa bekerja. Suatu pengembangan obyek wisata apabila diatur, ditata dan
dipantau dengan baik tidak akan menghasilkan dampak negatif bagi sektor
ekonominya, tetapi apabila tidak dilakukan, diatur, ditata dengan baik maka akan
menimbulkan kerugian baik bagi pihak pengembang obyek itu sendiri maupun
b. Dampak Positif Sosial
Adanya perlindungan untuk benda-benda kuno, bangunan sejarah, seni
tradisional seperti musik, drama, tarian, pakaian, upacara adat. Adanya bantuan
untuk perawatan museum, gedung theater, dan untuk dukungan acara-acara
festivalbudaya.
Dengan adanya pembaharuan kebanggaan budaya maka masyarakat dapat
memperbaharui kembali rasa bangga mereka terhadap peninggalan-peninggalan
bersejarah ataupun budaya. Pariwisata dapat menciptakan pertukaran budaya dari
wisatawan dengan masyarakat setempat, sehingga membuat para wisatawan
mengerti tentang budaya setempat dan mengerti akan nilai-nilai dari tradisi
masyarakat setempat begitu pula sebaliknya masyarakat lokal pun bisa tahu
tentang budaya dari para wisatawantersebut baik yang domestik maupun
internasional.
c.Dampak negatif sosial
Setiap pengelola obyek wisata selalu menginginkan tempat wisata untuk
menyedot wisatawan baik domestik maupun internasional, tetapi ada hal-hal yang
harus diperhitungkan karena apabila suatu obyek wisata terlalu padat, maka bisa
menyebabkan hilangnya kenyamanan bagi penduduk setempat dan membuat
masyarakat setempat menjadi tidak nyaman dan pada akhirnya akan terbentuk
garis batas antara penduduk lokal setempat dengan wisatawan yang terlalu
banyak.
Karena ingin menyuguhkan sesuatu yang di inginkan wisatawan, tanpa di
sadari mereka sudah terlalu mengkomersialkan budaya mereka sehingga tanpa
atau bahkan mengurangi nilai suatu budaya yang seharusnya bernilai religius.
Contoh : upacaraagama yang seharusnya dilakukan dengan khidmat dan khusyuk,
tetapi untuk menyuguhkan apa yang diingini oleh wisatawan maka mereka
mengkomersialkan upacara tersebut untuk wisatawan sehingga upacara agama
yang dulunya khidmat dan khusyuk makin lama makin berkurang.Adanya
percampuran budaya negatif antara wisatawan dengan masyarakat setempat.
2.6 Defenisi Masyarakat
Community dalam bahasa yunani adalah “persahabatan”. Sebagai refleksi
dari arti kata tersebut, aristoteles mengemukakan bahwa manusia yang hidup
bersama dalam masyarakat karena mereka menikmati ikatan yang saling bekerja
sama, untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan untuk menemukan makna
kehidupan. Masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah
masyarakat atau community dalam bahasa inggris atau juga komunitas.
Secara etimologis “ community” berasal dari kommunitat yang berakar
pada comunete atau comman. Community mempunyai dua arti:
a. Sebagai kelompok social yang bertempat tinggal di lokasi tertentu, memiliki
kebudayaan dan sejarah yang sama
b. Sebagai suatu pemuliman yang terkecil di atasnya ada kota kecil
(town),dan di atas kota kecil ada kota atau kota besar (city).
Banyak literatur dan mengusulkan empat komponen utama untuk
mendefinisikan konsep komunitas. Pertama dan terutama bahwa komunitas
melibatkan manusia. Wilayah dan tempat tinggal juga menjadi elemen
wilayah, tanah, atau batas wilayah dalam definisi komunitas mereka.
Komunitas adalah manusia yang hidup bersama dalam ekologi setempat
dengan batasan wilayah yang bias tetapi beliau menulis kebiasaan batasan adalah
tidak relevan apabila dijadikan salah satu pencaharian karakteristik utama dari
suatu komunitas atau lingkungan.
Thomas Hobber mengemukakan bahwa komunitas adalah sebuah proses
alamiah dimana orang-orang yang hidup bersama untuk memaksimalkan
kepentingan mereka, Hobbes merasa bahwa kepentingan diri sendiri dapat
ditemukan dalam kelompok. Pendapat lain mendengar bahwa komunitas di
identikan sebagai pemukiman kecil penduduk, bersifat mandiri (self contained)
dan yang satu berbeda dengan lainnya :
a. Komunitas memiliki kesadaran kelompok (group consciousness) yang
kuat.
b. Komunitas tidak terlalu besar sehingga dapat saling mengenal pribadi
tetapi tidak terlalu
c. Kecil sehingga dapat berusaha bersama secara efisien.
d. Komunitas bersifat homogeny
e. Komunitas hidup madiri (self sufficient).
f. Menurut ensiklopedi Indonesia, istilah “masyarakat” sekurang
kurangnya mengandung tiga pengertian :
a. Sama dengan gesellschaft, yakni bentuk tertentu kelompok sosial
berdasarkan rasional, yang diterjemahkan sebagai masyarakat patembayan
mendasarkan pada ikatan naluri kekeluargaan disebut gemain-scaft atau
masyarakat paguyuban.
b. Merupakan keseluruhan “masyarakat manusia” meliputi seluruh kehidupan
bersama. Istilah ini dihasilkan dari perkembangan ketergantungan manusia
yang pada masa terakhir ini sangat dirasakan.
c. Menunjukan suatu tata kemasyarakatan tertentu dengan cirri sendiri (identitas)
dan suatu autonomi (relative), seperti masyarakat barat, masyarakat primitive
yang merupakan kelompok suku yang belum banyak berhubungan dengan dunia
sekitarnya.
Bedasarkan pengertian diatas dapatlah disebutkan kelompok
masyarakat yang dicirikan menurut hubungan manusianya serta nilai social yang
berlaku sebagai berikut.
a. Menurut mata pencaharian, seperti masyarakat petani, nelayan, buruh,
pedagang, dan lain-lain
b. Menurut lingkungan tempat tinggalnya seperti masyarakat hutan,
pantai/pesisir.
c. Menurut tingkat kehidupan ekonomi seperti masyarakat miskin yang
dibedakan dengan masyarakat kaya
d. Menurut tingkat pendidikan seperti masyarakat terpelajar, intelek/
berpengetahuan yang dibedakan dengan masyarakat awam
e. Menurut penataan lingkuangan /pemuiiman masyarakat seperti
masyarakat desa, kota, metropolitan.
f. Menurut lingkuangan prgaulan agama seperti ulama, santri, gereja.
masyarakat yang beradab yang didikotomikan dengan masyarakat jahiliah.
h. Menurut tingkat kehidupan social seperti masyarakat maju, tertinggal dan
sebagainya.
i. Menurut jenis kelamin yang dibedakan antara perempuan dengan laki-laki.
Dari contoh pengelompokan masyarakat seperti di atas dalam konteks
pemberdayaan masyarakat maka focus perhatian lebih ditujukan kepada
kelompok masyarakat yang masih perlu diberdayakan mengingat kondisi
masyarakat tidak berdaya. Konsep komunitas masyarakat yang baik (good
community) mengandung Sembilan nilai (the competent community).
1. Setiap anggota masyarakat berinteraksi satu dengan yang lain berdasar
hubungan pribadi.
2. Komunitas memiliki otonomi, kewenangaan,dan kemampuan mengurus
kepentingan sendiri.
3. Memiliki viabilitas, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalahnya
sendiri.
4. Distribusi kekayaan yag merata, setiap orang berkesempatan yang
sama dan bebas nenyatakan kehendaknya.
5. Kesempatan setiap anggota untuk berpatisipasi aktif dalam mengurus
kepentingan bersama.
6. Komunitas member makna kepada anggotanya sejauh manakah pentingnya
komunitas bagi seorang anggota.
7. Di dalam komunitas dimungkinkan adanya heterogenitas dan perbedaan
pendapat.
secepat mungkin pada yang berkepentingan
9. Di dalam komunitas bisa terjadi konflik, namun komunitas memiliki
kemampuan untuk managing conflict.
Dalam pengertian sosiologi, masyarakat tidak dipandang sebagai suatu
kumpulan individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan
hidup, oleh karena manusia hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu
sistem yang terbentuk karena hubungan anggota-anggotanya. Dengan kata
lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama
manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan.
Emile Durkheim (2005) menyatakan bahwa masyarakat merupakan
suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu
yang merupakan anggota-anggotanya. Cara yang baik untuk mengerti tentang
masyarakat adalah dengan menelaah ciri-ciri pokok dari masyarakat itu sendiri.
Sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama
manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu:
1. Manusia yang hidup bersama
Secara teoritis, jumlah manusia yang hidup bersama itu ada dua orang.
Di dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi, tidak ada suatu ukuran yang
mutlak atau angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang
harus ada.
2. Bergaul selama jangka waktu cukup lama
3. Adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari satu
2.7 Kerangka Pemikiran
Setiap penelitian pasti diperlukan adanya kerangka berpikir sebagai
pijakan atau sebagai pedoman dalam menentukan arah dari penelitian, hal ini
diperlukan agar penelitian tetap terfokus pada kajian yang akan diteliti. Alur
kerangka berpikir pada penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:
Objek wisata memiliki dampak terhadap kondisi social ekonomi
mayarakat.Kondisi sosial ekonomi masyarakat itu dapat dilihat dari sistem sosial,
nilai-nilai sosial, sikap, interaksi sosial dan pola perilaku mata pencaharian, pola
perilaku.Keberadaan objek wisata dapat mengakibatkan terbukanya lapangan
pekerjaan, peluang membuka usaha, dan perubahan interaksi social antara
masyarakat.
Begitu juga dengan yang terjadi di Desa Siallagan Pindaraya.Keberadaan
objek wisata Batu Kursi memberi dampak besar terhadap masyarakat seperti
penyerapan tenaga kerja untuk pemeliharaan objek wisata Batu kursi, terbukanya
peluang bagi masyarakat untuk membuka usaha berupa kios dan rumah makan.
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam
Skema Kerangka Pikir
↕
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya
menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang dikaji.Untuk menghindari
salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka
seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang
diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu
penelitian disebut dengan defenisi konsep. Secara sederhana defenisis disini
diartikan sebagai batasan pengertian. Keberdaan Objek Wisata
Batu Kursi
Masyarakat Siallagan Pindaraya
Sosial Ekonomi
Struktur sosial, interaksi sosial dan pola perilaku, sistem mata pencaharian
Tingkat penghasilan
Dalam hal ini, perumusan defenisi konsep dalam suatu penelitian
menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang
diteliti. Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring pembaca hasil penelitian
itu untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan
oleh si peneliti, jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu
konsep yang dianut dalam suatu penelitian.( Siagian, 2011:136-138)
Konsep merupakan suatu unsur yang penting dalam penelitian.Suatu
konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan
berbagai peristiwa objek, kondisi, situasi dan hala-hal lain yang sejenis. Defenisi
konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara
mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta
menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.
(Silalahi, 2009:112)
Untuk lebih memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan
digunakan maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:
1. Dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif
maupun negatif.
2. Objek Wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan wisatawan
karena mempunyai sumberdaya tarik, baik alamiah, maupun buatan
manusia, seperti keindahan alam atau pegunungan, pantai flora dan fauna,
kebun binatang, bangunan kuno bersejarah, monument-monumen,
candi-candi, tari-tarian, atraksi dan kebudayaan khas lainnya (Adisasmita, 2010).
3. Sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan
mata pencaharian, dan lain-lain.
4. Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah system
tertutup, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu
yang berada dalam kelompok tersebut.
2.7.2 Defenisi Operasional
Ditinjau dari proses atau langkah penelitian, dapatdikemukakan bahwa
perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi
konsep. Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman
pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun
fenomena yang diteliti.Maka perumusan defenisi operasional ditujukan dalam
upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian
dapat diobservasi (Siagian,2011:14)
Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau criteria atau
operasi langkah tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya
dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Defenisi operasional bertujuan untuk
memudahkan peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian di lapangan. Maka
perlu operasinalisasi dari konsep-konsep untuk menggambarkan tentang apa yang
harus diamati.(Silalahi,2009:120)
Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam Dampak Keberadaan
Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Siallagan
Pindaraya, Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir, yakni :
1. Sosial ekonomi masyarakat dapat diterjemahkan dalam beberapa indicator,
a. Struktur sosial, hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan
peranan-peranan sosial.
b. Interaksi sosial, merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa
tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan
diterapkan di dalam masyarakat.
c. Pola perilaku, kelakuan seseorang yang sudah tersusun atau tertaa karena
proses kelakuan tersebutdilakukan berulang-ulang.
d. Tingkat penghasilan, merupakan perolehan barang atau jasa yang diterima