• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan bagian dari sektor industri diIndonesia yang

prospeknya cerah, dan mempunyai potensi serta peluang yang sangat besar untuk

dikembangkan. Peluang tersebut didukung oleh kondisi-kondisi alamiah seperti:

letak dan keadaan geografis (lautan dan daratan sekitar khatulistiwa), lapisan

tanah yang subur dan panorama (akibat ekologi geologis), serta berbagai flora dan

fauna yang memperkaya isi daratan dan lautannya.

Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan

melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap

masyarakat setempat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak

yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami

metamorphose dalam berbagai aspeknya. Dampak pariwisata merupakan wilayah

kajian yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam literatur, terutama

dampak terhadap masyarakat lokal. Di lain pihak, dampak pariwisata terhadap

wisatawa dan/atau negara asal wisatawan belum banyak mendapatkan perhatian.

Meskipun pariwisata juga menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat

secara politik, keamanan, dan sebagainya. Dampak pariwisata terhadap

masyarakat dan daerah tujuan wisata yang banyak mendapat ulasan adalah:

Dampak terhadap sosial-ekonomi.

Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal

(2)

1. Dampak terhadap penerimaan devisa,

2. Dapat terhadap pendapata masyarakat,

3. Dampak terhadap kesempatan kerja,

4. Dampak terhadap harga-harga,

5. Dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan,

6. Dampak terhadap kepemilikan dan control

7. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan

8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah.

Dampak Sosial Budaya

Secara teoritikal-idealistis, antara dampak sosial dan dampak kebudayaan

dapat dibedakan. Namun demikian, Mathieson and Wall (2004:37) menyebutkan

bahwa there is no clear distinction between social and cultural phenomena,

sehingga sebagian besar ahli menggabungkan dampak sosial dan dampak budaya

di dalam pariwisata ke dalam judul ‘dampak sosial budaya’ (The sosiocultural

impact of tourism in a broad context). Studi tentang dampak sosial budaya

pariwisata selama ini lebih cenderung mengasumsikan bahwa akan terjadi

perubahan sosial-budaya akibat kedatangan wisatawan, dengan tiga asumsi yang

umum yaitu (Martin, 2009:171):

1. Perubahan dibawa sebagai akibat adanya intrusi dari luar, umumnya dari

sistem sosial-budaya yang superordinat terhadap budaya penerima yang

lebih lemah;

2. Perubahan tersebut umumnya destruktif bagi budaya indigenous;

3. Perubahan tersebut akan membawa pada homogenisasi budaya, dimana

(3)

dengan teknologi barat, birokrasi nasional dan multinasional, a

consumer-oriented economy, dan jet-age lifestyles.

Asumsi di atas menyiratkan bahwa di dalam melihat dampak

sosial-budaya pariwisata terhadap masyarakat setempat, pariwisata semata-mata

dipandang sebagai faktor luar yang menghantam masyarakat.Asumsi ini

mempunyai banyak kelemahan.Selama ini banyak peneliti yang menganggap

bahwa pengaruh pariwisata dapat dianalogikan dengan ‘bola-bilyard’, di mana

objek yang bergerak (pariwisata) secara langsung menghantam objek yang diam

(kebudayaan daerah), atau melalui objek perantara (broker kebudayaan). Dalam

hal ini tersirat juga asumsi bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang diam, tidur,

atau pasif, dan seolah-olah kebudayaan tersebut adalah sesuatu yang

homogen.Pendekatan seperti ini mengingkari dinamika masyarakat dimana

pariwisata mulai masuk, dan tidak mampu melihat berbagai respons aktif dari

masyarakat terhadap pariwisata.

Di dalam melihat pengaruh pariwisata terhadap masyarakat (kebudayaan)

setempat, harus disadarai bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang secara internal

terdeferensiasi, aktif, dan selalu berubah. Oleh karena itu pendekatan yang kiranya

lebih realistis adalah dengan menganggap bahwa pariwisata adalah pengaruh luar

yang kemudian terintegrasi dengan masyarakat, dimana masyarakat mengalami

proses menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya, atau apa yang

disebut sebagai proses ‘turistifikasi’. Di samping itu perlu juga diingat bahwa

konsekuensi yang dibawa oleh pariwisata bukan saja terbatas pada hubungan

(4)

karena mampu menyebabkan restrukturisasi pada berbagai bentuk hubungan di

dalam masyarakat.

Secara teoritis, Cohen (2007) mengelompokkan dampak sosial budaya

pariwisata ke dalam sepuluh kelompok besar, yaitu:

1. Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat

dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau

ketergantungannya;

2. Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat;

3. Dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan sosial;

4. Dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata;

5. Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat;

6. Dampak terhadap pola pembagian kerja;

7. Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial;

8. Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan;

9. Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial; dan

10.Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat.

Dampak pariwisata terhadap bidang kesenian, adat istiadat, dan dampak

keagamaan mungkin paling menarik untuk dibahas, karena aspek budaya ini

merupakan modal dasar pengembangan pariwisata di sebagian besar DTW.

Pengaruh terhadap aspek-aspek ini bisa terjadi secara langsung karena adanya

proses komoditifikasi terhadap berbagai aspek kebudayaan, atau terjadi secara

tidak langsung melalui proses jangka panjang. Sekularisasi berbagai tradisi di

(5)

jangka panjang karena masyarakat akan kehilangan collective memory, dan

interpretasi terhadap berbagai tradisi yang akan mengalami dekonstruksi.

Kebudayaan memang selalu beradaptasi, termasuk dalam menghadapi

pariwisata, dan di dalam proses tersebut tidak berarti makna atau otentisitas

otomatis hilang. Akulturasi merupakan proses yang wajar dalam setiap pertemuan

antarbudaya. Namun demikian ia juga mengakui adanya komoditisasi dari

berbagai aspek keagamaan, yang memunculkan konflik, karena pengaruh

pariwisata. Ada kesan terjadinya dampak negatif akibat adanya komoditisasi.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pariwisata telah merusak atau

‘menghancurkan’ kebudayaan lokal.Pariwisata secara tidak langsung ‘memaksa’

ekspresi kebudayaan lokal untuk dimodifikasi, agar sesuai dengan kebutuhan

pariwisata.Ekspresi budaya dikomoditifikasi agar dapat ‘dijual’ kepada

wisatawan.

Untuk pariwisata Indonesia khususnya daerah Samosir banyak yang

mengkhawatirkan akan terjadi pengikisan kebudayaan akibat kebudayaan asing

yang menyerbu masuk yang menyebabkan terjadinya pendangkalan terhadap

kualitas kebudayaan Samosir serta hilangnya bentuk-bentuk sosial yang telah

terbukti mampu menopang integritas masyarakat Samosir.

Namun pada kenyataannya pariwisata telah memberikan kesadaran tentang

nilai seni-budaya yang mendorong orang Samosir untuk melestarikan kebudayaan,

dan bahkan pariwisata telah “mendorong kreativitas dalam berbagai bidang”.

Dengan temuan-temuan lapangan seperti ini maka tidak berlebihan kalau

dikatakan bahwa kebudayaan Batak sampai saat ini masih sangat kuat melekat

(6)

telah tercerai-berai tidaklah benar.Bahkan pada beberapa sisi, dapat dikatakan

bahwa kebudayaan Batak mengalami take-off menuju masa pencerahan

enlightenment.Data lapangan seperti ini telah banyak mengubah pandangan orang

yang semula bersikap pesimistis terhadap kelestarian kebudayaan Batak.

Setiap pengembang Pariwisata di suatu kawasan pasti mengharapkan

pariwisatadapat berpengaruh positif terhadap kehidupan sosial-ekonomi

masyarakat lokal,sebaliknya dampak negative terhadap kehidupan sosial-ekonomi

dapat diminimalisir.Salah satu cara adalah dengan perencanaan dan pengelolaan

yang baik. Dampak yangtimbul dari keberadaan industri pariwisata sangat

tergantung pada jenis dan intensitaspembangunan pariwisata, serta karakteristik

sosial budaya masyarakat lokal di kawasanwisata.

Jika ditinjau dari sisi positifnya, pengeluaran para wisatawan, baik

wisatawandomestik maupun internasional di suatu daerah tujuan wisata adalah

suatu bukti nyatabahwa keberadaan pariwisata memberi kontribusi yang cukup

besar kepada tuan rumah.

Pariwisata secara tidak langsung juga merupakan suatu nilai yang sama

kaedahnya dengan model export pada umumnya. Hanya saja ada perbedaan

mendasar mengenaijenis obyek yang di export. Jika export pada umumnya barang

dipindahkan dari negaraasal ke negara tujuan, untuk pariwisata obyek yang

dijadikan export masih tetap beradadi negara asal, dengan kata lain barang yang di

export tidak berpindah ke negara tujuan.

Beberapa dampak positif lain yang mudah dilihat sebagai akibat

perkembanganpariwisata adalah adanya peluang kerja yang sangat banyak karena

(7)

Negara dinyatakan membuka peluang untuk pengembangan suatu destinasi

pariwisata, makamuncul berbagai kegiatan-kegiatan atau usaha-usaha yang terkait

dengan keberadaan pariwisata ini. Masyarakat sekitar mencari dan membuka

peluang-peluang kerja yangsangat banyak sehingga tidak seperti suatu industri

barang atau materi yang terbatasmemberi peluang pada usaha yang dikembangkan

saja, kalaupun ada yang lainnya tetapitidak sebesar peluang yang diakibatkan oleh

pariwisata.

Dari sisi negatif, dampak pariwisata secara umum mengakibatkan

masalahekonomi yang cukup merisaukan. Cooper (2009) mencatat beberapa sisi

negatif dariadanya pariwisata diantaranya; terjadinya perpindahan penduduk dari

desa ke perkotaanyang sulit dikendalikan yang membawa implikasi yang tidak

baik bagi ekonomipedesaan maupun perkotaan. Disamping itu berakibat pada

adanya pergeseran minatkerja yang semula masyarakat bekerja pada sektor

agrobisnis, nelayan, pabrik-pabrik,berpindah ke bidang pariwisata yang dianggap

lebih mudah cara kerjanya, lebih halusdan berpenghasilan lebih cepat dengan nilai

hasil yang lebih tinggi. Bahkan tragisnyasecara perlahan bisa menyebabkan

terjadinya penyingkatan keterampilan ataupendidikan karena terlalu cepat

berkeinginan untuk bekerja, sehingga nilai jual daritenaga kerja tersebut menjadi

murah.

Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan

ekonomi suatu wilayah, priwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis

untuk mendorong pembangunan pada wilayah – wilayah tertentu yang

(8)

Dengan adanya perkembangan industri pariwisata di suatu wilayah, arus

urbanisasi ke kota – kota besar dapat lebih ditekan. Hal ini disebabkan pariwisata

memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomis (sumber devisa,pajak- pajak),

aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya. Keberadaan sektor

pariwisata tersebut seharusnya memperoleh dukungan dari semua pihak seperti

pemerintah daerah sebagai pengelola, masyarakat yang berada di lokasi objek

wisata serta partisipasi pihak swasta sebagai pengembang.

Selain peran yang dimilikinya, pariwisata juga merupakan suatu sektor

yang tidak jauh berbeda dengan sektor ekonomi yang lain yaitu dalam proses

perkembangannya juga mempunyai dampak atau pengaruh dibidang sosial dan

ekonomi. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat berupa pengaruh positif

maupun negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Untuk mencegah

perubahaan itu menuju ke arah negatif maka diperlukan suatu perencanaan yang

mencakup aspek sosial dan ekonomi, sehingga sedapat mungkin masyarakat

setempat ikut terlibat di dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata. Hal ini

perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata

yang bersangkutan. Proses pembangunan dan pengembangan suatu wilayah dapat

ditunjang oleh potensi wisata yang dimilikinya.

Adanya peningkatan kunjungan wisatawan dan aktivitas pariwisata yang

berlangsung di dalam objek wisata, secara tidak langsung telah menimbulkan

pengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.Adanya

kunjungan wisatawan di suatu tempat menyebabkan terjadinya interaksi sosial

antara masyarakat setempat dengan wisatawan yang dapat mengakibatkan

(9)

Dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Indonesia khususnya dan

dalam skala yang lebih luas pada umumnya, telah membawa konsekuensi yang

tidak saja positif, tetapi juga negatif salah satunya ialah kerusakan lingkungan dan

pergeseran nilai-nilai kearifan lokal masyarakat. Oleh karenanya sangat

diperlukan adanya upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya yang

menjadi sumber bagi pengembangan sektor pariwisata. Salah satu upaya

tersebutyaitu di dalam konsep kepariwisataan di Indonesia menjadi suatu kegiatan

yang berbasis masyarakat, berwawasan budaya dan berkelanjutan. Meskipun

dalam tahap pelaksanaannya masih banyak menghadapi berbagai macam kendala

namun hal tersebut merupakan bagian dari sebuah proses pembelajaran untuk

mencapai suatu keberhasilan.

Indonesia memiliki banyak pulau yang dapat dijadikan sebagai objek

wisata, salah satunya adalah Pulau Samosir. Pulau Samosir adalah pulau dalam

pulau terbesar di dunia. Terletak di provinsi Sumatera Utara dan keseluruhan

wilayahnya tergabung menjadi Kabupaten Samosir. Dalam sejarah, para Geolog

mengemukakan bahwa 75.000 tahun yang lalu diyakini terdapat letusan gunung

berapi terdahsyat sepanjang sejarah manusia. Proses subduksi tersebutlah yang

membentuk kaldera Danau Toba dan Pulau Samosir di tengahnya.Pulau Samosir

yang dihuni oleh suku Batak memiliki wisata alam yang luar biasa seperti : Batu

Kursi Siallagan, Pantai Pasir Putih Parbaba, Kawasan Tukutuk Siadong, Makam

Raja Sidabutar, Danau Sidihoni dan tempat lainnya. Namun, penulis akan meneliti

kajian pariwisata tepatnya Batu Kursi Siallagan yang terletak di Desa Siallagan

(10)

Dari total usia kerja bermatapencaharian di sektor perikanan terutama ikan

mujahir, pedagang perikanan ini terdiri dari suku Batak. Pariwisata telah

mengubah struktur internal dari masyarakat, sehingga terjadi pembedaan antara

mereka yang mempunyai hubungan dengan pariwisata dan mereka yang tidak.

Jadi, keterkaitan pariwisata menjadi salah satu pemisah atau pembeda dalam

masyarakat. Pariwisata mempunyai sifat kolonialistis, sehingga merebut

independensi masyarakat lokal di dalam proses pengambilan keputusan.

Pariwisata memberikan keuntungan sosial-ekonomi pada satu sisi, tetapi di sisi

lain membawa ketergantungan dan ketimpangan sosial, atau memperparah

ketimpangan yang telah ada.

Dulu, desa Siallagan Pindaraya terkenal sebagai desa nelayan yang miskin.

Penduduknya hanya mengandalkan lahan kering sebagai mata

pencaharian.Tanaman jagung, singkong dan kedelai adalah makanan sehari-hari

warga Siallagan Pindaraya. Dulu, kawasan Desa Siallagan Pindaraya tercatat

sebagai wilayah miskin di Samosir.. Kini, kawasan ini telah menjadi salah satu

daerah maju di Samosir dengan income utama masyarakatnya dari jasa pariwisata.

Penghasilan bersih masyarakatanya setelah dipotong untuk kebutuhan sehari-hari

paling rendah Rp 1.000.000/bulan. Dilihat dari komposisi penduduknya, Desa

Siallagan Pindaraya termasuk wilayah yang sangat homogen. Penduduknya hanya

orang Indonesia khususnya suku Batak.

Sisi baik dan buruk, positif dan negatif, memang sangat tipis batasnya

manakala kita berbicara soal kepariwisataan. Ini terlihat juga di Kawasan Batu

(11)

kekumuhan di kawasan ini. Masyarakat membangun berbagai fasilitas

kepariwisataan sekendak hati. Mereka tidak lagi mengikuti norma-norma aturan.

Batu Kursi Siallagan merupakan tujuan wisata favorit para turis karena

terdapat banyak peninggalan sisa-sisa dari kerajaan batak dengan patung-patung,

tempat eksekusi dan rumah tradisional Batak. Pembangun Batu Kursi Siallagan

dilakukan secara Gotong royong atas prakarsa raja huta yang pertama yakni Raja

Laga Siallagan dan selanjutnya diwariskan kepada keturunannya Raja Hendrik

Siallagan dan seterusnya kepada keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan.

Pembangunan huta yang menggunakan batu-batu besar disusun bertingkat

menjadi sebuah tembok besar yang kelak menjadi benteng dan diatasnya ditanami

bambu.

Keberadaan Batu Kursi Siallagan membawa perubahan bagi Sosial

Ekonomi masyarakat kawasan tersebut. Adanya peluang masyarakat untuk

membuka usaha informal seperti kios, rumah makan,penginapan, dan lainnya. Hal

ini senada dengan apa yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 18

tahun 1994 tentang kepariwisataan : Selalu mengikutsertakan masyarakat

sekitar di dalam kegiatan kepariwisataan baik dalam bentuk cindera mata dan

mempromosikan, budaya yang harus merupakan khas masyarakat setempat.

Adapun alasan yang mendorong penulis mengangkat tema pariwisata di

kawasan Batu Kursi Siallagan adalah:

Pertama, dampak dari keberadaan objek wisata Batu Kursi Siallagan

menimbulkan perubahan bagi pola kehidupan penduduk sekitar,karena

menciptakan lapangan pekerjaan baru. Perubahan sosial ekonomi yang terjadi

(12)

adalah adanya penyerapan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan

pengelolaan Batu Kursi Siallagan.

Kedua, objek wisata Batu Kursi Siallagan merupakan objek wisata yang

terkenal di Kabupaten Samosir khususnya daerah Siallagan yang memberikan

kontribusi devisa terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir Dengan

kekayaan alam dan budaya yang lengkap serta posisi geografisnya, Kabupaten

Samosir memiliki prospek yang cukup potensial dalam perdagangan

pariwisatanya.

Ketiga, penulisan mengenai pariwisata di Kabupaten Samosir masih

sangat kurang, khususnya mengenai perkembangan pariwisata maupun wisata

budaya yang sementara sektor ini menjadi salah satu faktor penentu dalam

usaha meningkatkan perekonomian daerah bahkan peningkatan ekonomi

nasional. Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis mencoba untuk mengkaji dan

merumuskan penelitian ini dengan judul : “ Dampak Keberadaan Objek

Wisata Batu Kursi Siallagan terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang diteliti

difokuskan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana Dampak

(13)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Bagaimana Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi terhadap Sosial

Ekonomi Masyarakat di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo

Kabupaten Samosir.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka

pengembangan konsep-konsep, teori-teori, terutama model dampak keberadaan

objek wisata batu kursi terhadap social ekonomi masyarakat di desa siallagan

pindaraya kecamatan simanindo kabupaten samosir, serta sebagai bahan

pertimbangan bagi pemerintah dan masyarakat akan pentingnya pengelolaan

pariwisata di suatu daerah yang menyerap tenaga kerja, selain memberikan devisa

bagi pemerintahan.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan dalam penelitian ini secara garis besarnya

dikelompokkan dalam 6(enam) bab, dengan urutan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

(14)

yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,

kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi

operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,

teknik pengumpulan data, dan teknik analisi data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian

yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian dan analisinya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul ” Perkembangan Alam Aek Buru Sebagai Objek Wisata dan Dampaknya Kepada Masyarakat Sekitar di Desa Batu Tunggal Kec. IX-X Aek Kota

Bumi Ayu bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Desa Plosoarang, dan bagaimana tindakan masyarakat dalam menghadapi dampak negatif dari keberadaan CV.. Tujuan penelitian

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengembangan objek wisata Pulau Merah memberikan dampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Sumberagung yang

Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing Komoditas Bawang Merah (Kasus: Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)”.Tujuan dari penelitian skripsi

Keberadaan desa wisata mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Desa Karangbanjar.Tingkat penambahan lahan terbangun di Desa Karangbanjar menurut responden tergolong

Judul : Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Minat Petani Menanam Bawang Merah di Desa Cinta Dame Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Nama : Aflahun Fadhly Siregar..

pendamping lokal desa yang mendampingi setiap lima desa. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah dalam penempatan. pendamping desa di kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

Berdasarkan data dari Profil Desa Martoba Kecamatan Simanindo Pemerintahan Kabupaten.. Samosir Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa