• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS BAWANG MERAH (Kasus: Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS BAWANG MERAH (Kasus: Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS BAWANG MERAH

(Kasus: Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)

SKRIPSI

DITANISA AMIRA S 140304103

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

(2)

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS BAWANG MERAH

(Kasus: Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)

SKRIPSI

DITANISA AMIRA S 140304103

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

(3)

Universitas Sumatera Utara

(4)

Universitas Sumatera Utara

(5)

ABSTRAK

Ditanisa Amira S (140304103) dengan judul skripsi “Analisis Daya Saing Komoditas Bawang Merah (Kasus: Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Sri Fajar Ayu, S.P, M.M selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis berapa biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani bawang merah, menganalisis tingkat produktivitas usahatani bawang merah, dan menganalisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) untuk komoditas bawang merah di Desa Cinta Dame. Metode penentuan daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive area sampling.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 38 sampel. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode Policy Analysis Matrics (PAM).

Hasil penelitian menunjukkan besar biaya produksi adalah 31.147.425,52 per hektar, penerimaan sebesar 77.714.263 per hektar dan pendapatan sebesar 46.566.837 per hektar. Tingkat produktivitas tergolong rendah. Komoditas Bawang Merah di Desa Cinta Dame berdaya saing baik dari segi keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Kata Kunci : Daya Saing, Keunggulan Komparatif, Keunggulan Kompetitif, Policy Analysis Matrics, Komoditas, Bawang Merah.

Universitas Sumatera Utara

(6)

ABSTRACT

Ditanisa Amira S (140304103) with the thesis entitled is " Competitiveness Analysis of Red Onion Commodities (Case: Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)". This research is guided by Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP as a chairman of the supervising commission and Ibu Dr. Sri Fajar Ayu, S.P, M.M as a member of the supervising commission.

The objective research of this study is to how much is the production cost, revenue and income of Red Onions farm, analyze level of Red Onions farm productivity, and analyze competitiveness (comparative advantage and competitive advantage) for Red Onion commodities in Cinta Dame Village. Method of determining area used in this research is purposive sampling method. Sampling was done by simple random sampling method with 38 samples. The methods of analysis used are descriptive method, and Policy Analysis Matrix (PAM).

The result research showed that the production cost is 31.147.425,52 per hectare, the revenue is 77.714.263 per hectare and income is 46.566.837 per hectare. Level of productivity is low pleased. Red Onions commodities in Desa Cinta Dame is competitive in terms of comparative advantage and a competitive advantage.

Keywords: Competitiveness, Comparative Advantage, Competitive Advantage, Policy Analysis Matrics, Commodities, Red Onions.

Universitas Sumatera Utara

(7)

RIWAYAT HIDUP

Ditanisa Amira S lahir di Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 3 Oktober 1997. Penulis merupakan anak pertama dari bapak Drs. Dermawanto Silitonga dan Ibu Dra. Evi Suharnita.

Pendidikan Formal yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2002 masuk Sekolah Dasar dan lulus tahun 2008 dari SD Negeri 024772 Binjai.

2. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Pertama dan lulus tahun 2011 dari SMP Negeri 1 Binjai.

3. Tahun 2011 masuk Sekolah Menengah Atas dan lulus tahun 2014 dari SMA Negeri 2 Binjai.

4. Tahun 2014 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama duduk di bangku kuliah adalah sebagai berikut:

1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Medang, Kecamatan Medang, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara

2. Melaksanakan penelitian skripsi di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing Komoditas Bawang Merah (Kasus: Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)”.Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Orangtua tercinta Alm. Ayah Drs. Dermawanto Silitonga dan Ibu Dra. Evi Suharnita yang selalu memberikan doa tiada putus-putusnya, nasihat, semangat, kasih sayang dan dukungan baik secara materi maupun non materi yang membawa penulis hingga sampai pada proses akhir pendidikan sarjana ini.

2. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP. Selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, serta saran dan selalu memberikan banyak nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Dr. Sri Fajar Ayu, S.P, M.M selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh

Universitas Sumatera Utara

(9)

kesabaran, memotivasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Waden Nainggolan selaku Kepala Desa Cinta Dame yang telah membantu penulis untuk memberikan data-data yang diperlukan demi kesempurnaan penelitian penulis.

5. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian USU yang telah membantu penulis dalam proses administrasi dan perkuliahan.

6. Bapak Ir. M. Jufri, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian USU yang telah membantu penulis dalam proses administrasi dan serta mengajarkan pentingnya saling menghargai dan rendah hati dalam berbagai hal selama di perkuliahan.

7. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU, yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.

8. Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, khususnya pegawai di Program Studi Agribisnis.

9. Saudara penulis yaitu Devi Nurul Faddila dan Nazla Athifah selaku adik kandung penulis yang selalu memberikan doa, menyayangi, memotivasi, menyemangati penulis untuk terus berusaha dan selalu menguatkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Sahabat penulis Muhammad Alkhairi dan Debby Lingga yang telah memberikan motivasi, menyemangati tiada henti, banyak direpotkan, meluangkan waktu dan pemikiran kepada penulis.

Universitas Sumatera Utara

(10)

11. Teman-teman Agribisnis 2014, khususnya teman dari awal perkuliahan hingga akhir dan para sahabat penulis Liza Khairani, Sasuetata, Milla Rosa, Rizky Hafrizanny, Maria Valentina, Yolanda Fransisca, Debby Octaviani, dan Sarah Milova.

12. Teman seperdopingan penulis yaitu Ni’mah Sari Siregar, Milla Rosa, Kartika Napitupulu, David, Rizka, Nova, Meta, Cindy, Andini, Puspa, Liza, Putri dan Echi yang telah memberikan motivasi, kritik, saran dan masukan yang positif dalam penyelesaian skripsi ini.

Namun, penulis menyadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pada skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, September 2018

Ditanisa Amira S

Universitas Sumatera Utara

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang . ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 7

1.3. Tujuan penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1.Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1. Kondisi Eksisting Usahatani Bawang Merah di Indonesia ...10

2.1.2. Konsep Keunggulan Komparatif dalam Sistem Agribisnis... ... .16

2.1.3. Konsep Keunggulan Kompetitif dalam Sistem Agribisnis...18

2.2. Landasan Teori...19

2.2.1. Teori Usahatani...19

2.3.1. Teori Produktivitas...22

2.2.3. Produktivitas Bawang Merah ...24

2.2.4. Konsep Daya Saing ...25

2.2.5. Keunggulan Komparatif ...26

2.2.6. Keunggulan Kompetitif ...28

2.2.7. Teori PAM ...29

2.3. Kajian Penelitian Terdahulu...30

2.5. Kerangka Pemikiran ...33

2.6. Hipotesis Penelitian ...34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 35

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 36

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 37

Universitas Sumatera Utara

(12)

3.4. Metode Analisis Data ... 37

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 41

3.5.1 Definisi Operasional ... 41

3.5.2 Batasan Operasional ... 43

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 4.1. Luas dan Letak Geografis Desa Cinta Dame ... 44

4.2. Keadaan Penduduk ... 44

4.3. Sarana dan Prasarana IV ... 45

4.4. Karakteristik Responden ... 47

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame ... 51

5.1.1 Biaya Produksi Usahatani Bawang Merah ... 51

5.1.2 Penerimaan Usahatani Bawang Merah ... 56

5.1.3 Pendapatan Usahatani Bawang Merah...58

5.2. Produktivitas Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame ... 59

5.3. Daya Saing Usahatani Bawang Merah ... 61

5.3.1 Analisis Keunggulan Kompetitif ... 62

5.3.2 Analisis Keunggulan Komparatif ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1 Produksi dan Konsumsi Bawang Merah Indonesia pada tahun 2010-2016

2 1.2 Produktivitas Bawang Merah Berdasarkan Provinsi Sentra

Tahun 2012-2016

4 1.3 Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah

Kabupaten Samosir Pada Tahun 2011-2016

4 2.1 Harga Produsen dan Harga Konsumen Komoditi Bawang Merah

Tahun 2012-2016

14 2.2 Luas Panen dan Produksi Bawang Merah di Sumatera Utara

Tahun 2012-2016

15

2.3 Matriks analisis PAM 30

3.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas per Kecamatan di Kabupaten Samosir pada tahun 2016.

35 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Cinta Dame

Tahun 2017

45 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Cinta

Dame Tahun 2017

45 4.3 Infrastruktur Jalan dan Jembatan di Desa Cinta Dame Tahun

2017

46 4.4 Sarana dan Prasarana yang Tersedia di Desa Cinta Dame

Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

46 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa

Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

47 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia di Desa Cinta Dame,

Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

47 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di

Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

48 4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

48 4.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan di

Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

48 4.1

0

Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

49 4.1

1

Karakteristik Responden Berdasarkan Kepemilikan Modal di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

49 5.1 Total Input Produksi Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta

Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, 2018

52

No Judul Halaman

5.2 Biaya Total Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, 2018

54

5 3 Standar Biaya Produksi 55

Universitas Sumatera Utara

(14)

5.4 Penerimaan Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, 2018

56 5.5 Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame,

Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

58 5.6 Produktivitas Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame 59 5.7 Policy Analysis Matrix (PAM) Komoditi Bawang Merah Desa

Cinta Dame, Kabupaten Samosir

61

Universitas Sumatera Utara

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Skema Kerangka Pemikiran 33

Universitas Sumatera Utara

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

Lampiran 1 Peta Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

Lampiran 2 Karakteristik Petani Sampel di Desa Cinta Dame

Lampiran 3 Biaya Penggunaan Bibit Bawang Merah/Musim Tanam di Desa Cinta Dame

Lampiran 4 Jumlah dan Biaya Pemupukan Usahatani Bawang Merah Per Petani/Musim tanam

Lampiran 5 Jumlah dan Biaya Pestisida Usahatani Bawang Merah Per Petani/Musim tanam

Lampiran 6 Biaya Penyusutan Alat dan Mesin Pertanian Usahatani Bawang Merah Per Petani/Musim tanam

Lampiran 7 Biaya PBB/Sewa Lahan Usahatani Bawang Merah Per Petani/Musim Tanam di Desa Cinta Dame

Lampiran 8 Biaya Lain-Lain Usahatani Bawang Merah Per Petani/Musim Tanam di Desa Cinta Dame

Lampiran 9 Curahan Tenaga Kerja di Desa Cinta Dame

Lampiran 10 Biaya Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah Di Desa Cinta Dame

Lampiran 11 Penerimaan Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame Lampiran 12 Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel di Desa Cinta

Dame

Lampiran 13 Nilai Tukar Bayangan

Lampiran 14 Alokasi Biaya Produksi Komoditas Bawang Merah di Daerah Penelitian

Lampiran 15 Harga Bayangan Output Bawang Merah di Desa Cinta Dame Lampiran 16 Harga Bayangan Input Pupuk Anorganik di Desa Cinta Dame

No Judul

Lampiran 17 Harga Privat dan Harga Sosial Input-Output Kentang di Desa Cinta Dame

Universitas Sumatera Utara

(17)

Lampiran 18 Budget Privat dan Budget Sosial Input-Output Bawang Merah di Desa Cinta Dame

Lampiran 19 Policy Analysis Matrix (PAM) Komoditi Bawang Merah Desa Cinta Dame, Kabupaten Samosir

Lampiran 20 Produktivitas Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame

Universitas Sumatera Utara

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hortikultura merupakan subsektor pertanian di Indonesia memiliki keragaman yang besar dan merupakan modal bagi negara. Perkembangan komoditas hortikultura di Indonesia didukung oleh perkembangan teknologi dan permintaan tiap tahun terus meningkat. Sehingga sektor hortikultura banyak diminati oleh petani di Indonesia (Mawardi, 2016).

Salah satu komoditas hortikultura yang termasuk dalam sektor unggulan adalah bawang merah. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari nilai ekonomisnya yang tinggi maupun dari kandungan gizinya. Meskipun disadari bahwa bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan tetapi kebutuhannya hampir tidak dapat dihindari sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari (Rahayu, 1999).

Kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan daya belinya. Agar kebutuhannya dapat selalu terpenuhi maka harus diimbangi dengan jumlah produksinya (Rahayu dan VA, 2004).

Permintaan terhadap bawang merah yang terus meningkat membuktikan bahwa bawang merah memiliki potensi sebagai yang sangat bagus. Potensi ini didukung juga oleh tidak adanya bahan pengganti, baik yang sintesis maupun alami. Namun masalah yang sering dihadapi oleh bawang merah adalah fluktuasi harga yang tidak menentu. Hal ini dikarenakan permintaan bawang merah yang cenderung

Universitas Sumatera Utara

(19)

merata sepanjang tahun sementara produksi bawang merah bersifat musiman (Mawardi, 2016).

Tabel 1.1 Produksi dan Konsumsi Bawang Merah Indonesia pada tahun 2010-2016.

Uraian Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Produksi (ton) 677 577 622 653 797 797 836

Impor 47 104 63 62 75 17 0

Ekspor 2 9 12 3 4 8 1

Total Tersedia 722 672 673 712 868 806 835

Konsumsi

Pakan 0 0 0 0 0 0 0

Bibit 2 2 2 2 2 2 2

Makanan 0 0 0 0 0 0 0

Bukan

Makanan 0 0 0 0 0 0 0

Tercecer 60 56 56 59 72 67 70

Bahan

makanan 660 614 615 650 793 737 764

Total Konsumsi

722 672 673 711 867 806 835

Sumber: Kementrian Pertanian, 2017

Dari paparan tabel diatas, produksi bawang merah dalam negeri Indonesia terus meningkat tetapi belum dapat mengimbangi konsumsi dalam negeri sendiri.

Menurut Badan Pusat Statistik (2011), permintaan bawang merah cenderung meningkat setiap saat, sementara produksi bawang merah bersifat musiman.

Kondisi ini menyebabkan terjadinya gejolak karena adanya senjang (gap) antara pasokan (suplai) dan permintaan sehinga dapat menyebabkan gejolak harga antar waktu. Permintaan bawang merah juga terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi bawang merah oleh masyarakat.

Menurut Rachmat, dkk (2014) ketersediaan bawang merah selama ini dapat disediakan dari produksi dalam negeri, namun karena adanya kesengjangan antara

Universitas Sumatera Utara

(20)

permintaan dan penawaran, menyebabkan Indonesia harus mengimpor bawang merah guna memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Walaupun terjadi penurunan konsumsi tetapi disisi lain tingkat konsumsi yang tinggi tidak di iringi oleh tingkat produksi yang tinggi pula hal ini menjadikan negara Indonesia sebagai salah satu pengimpor bawang merah.

Sebagai tanaman yang berproduksi musiman, maka produksi bawang merah pada daerah tertentu terjadi pada bulan–bulan tertentu. Sementara itu konsumsi bawang hampir dibutuhkan setiap hari dan bahkan pada hari–hari besar keagamaan permintaannya cenderung melonjak. Adanya ketidaksesuaian antara produksi dan permintaan menyebabkan gejolak harga berupa lonjakan kenaikan harga pada saat permintaan lebih tinggi dari pasokan atau merosot pada saat pasokan lebih tinggi dari pemintaan (Rachmat, dkk, 2014).

Sering naiknya harga beras, bawang merah dan cabai besar menjadikan tiga komoditas tersebut memiliki kontribusi akan naiknya angka inflasi secara kumulatif. Ini karena masyarakat setiap harinya mengkonsumsi tiga komoditas tersebut, sedangkan dua komoditas, yakni cabai besar dan bawang merah hanya dapat tumbuh pada musim tertentu. Tingkat inflasi dari tahun 2016–2017 mengalami fluktuasi. Menurut Bank Indonesia, Inflasi menggambarkan kenaikan harga sejumlah barang atau jasa yang dipergunakan dalam suatu perekonomian.

Pada Agustus 2017, terjadi deflasi sebesar 0,07%. Angka tersebut disumbangkan dari bahan makanan, transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Tercatat komoditas yang dominan memberi sumbangan adalah penurunan harga bawang merah sebesar 11,17% dengan andil deflasi 0,07%. Universitas Sumatera Utara

(21)

Menurut Badan Litbang Pertanian (2010), bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama (luas areal panen > 1000 hektar per tahun) bawang merah diantaranya adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan.

Tabel 1.2 Produktivitas Bawang Merah Berdasarkan Provinsi Sentra Tahun 2012-2016

No. Provinsi Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 1 Bali 11,31 12,12 13,05 13,26 12,26 2 Lampung 10,66 9,18 9,24 10,19 8,88 3 Jawa Tengah 10,66 11,45 11,23 11,05 10,25 4 Jawa Barat 10,13 10,27 10,38 10,47 10,06 5 DI Yogyakarta 10,05 10,68 9,6 8,55 9,38

6 Jawa Timur 9,98 9,34 9,57 9 8,42

7 Sumatera Barat 9,77 10,33 10,32 11,08 11,03 8 Sulawesi Selatan 9,13 9,64 9,91 9,96 10,25 9 Sumatera Utara 8,95 7,92 7,79 8,05 8,69 Sumber ; Kementrian Pertanian, 2017

Menurut Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2017), produktivitas bawang merah Provinsi Sumatera Utara mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun. Hal ini dapat dilihat pada tabel produktivitas bawang merah berdasarkan propinsi penghasil utama selama 4 tahun terakhir (2012 – 2016).

Tabel 1.3 Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Kabupaten Samosir Pada Tahun 2011-2016.

Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Produksi (Ton) 1358 1316 1114 1387 1352 1259 Luas Panen (Ha) 217 211 167 225 210 189 Produktivitas (ton/ha) 62,6 62,37 66,7 61,68 64,41 66,6 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2017.

Data pada Tabel 3, menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi produktivitas bawang merah di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya dalam empat tahun terakhir.

Universitas Sumatera Utara

(22)

Penurunan produktivitas terbesar terjadi dari tahun 2012 – 2013 yaitu menurun sebesar 1,03. Provinsi Sumatera Utara tergolong sentra produksi bawang merah yang memiliki produktivitas paling rendah dari tahun ke tahun. Pulau Jawa masih menduduki peringkat pertama dibandingkan produktivitas Pulau Sumatera termasuk Sumatera Utara.

Bawang merah juga dikembangkan di Sumatera Utara, salah satunya adalah pada Kabupaten Samosir. Kabupaten Samosir sebagai salah satu sentra produksi bawang merah memiliki produksi 1259 ton dengan luas daerah panen 189 Ha.

Kabupaten Samosir yang termasuk kedalam wilayah Samosir dikenal dengan produksi bawang merah sebagai primadona hasil pertanian. Hal ini karena agroekologi di daerah ini sangat bersahabat dan mendukung usahatani bawang merah. Bawang merah hasil Kabupaten Samosir banyak dikenal sejak dahulu..

Namun, produksi bawang merah Samosir telah banyak mengalami penurunan jika dibandingkan pada masa kejayaan. Menurut hasil wawancara dengan petani bawang merah Samosir, produksi yang menurun disebabkan oleh berkurangnya petani yang mengusahatanikan bawang merah. Tingginya biaya produksi dan kerentanan akan hama menjadi alasan petani bawang merah Samosir beralih komoditi.

Usahatani tidak luput dari biaya produksi, penerimaan dan pendapatan. Usahatani yang baik apabila dapat mengendalikan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani.

Universitas Sumatera Utara

(23)

Biaya produksi merupakan nilai atau harga dari input produksi. Input produksi bawang merah meliputi lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk, serta pestisida. Biaya produksi dapat mengalami perubahan setiap musim tanam. Perubahan ini dapat dipengaruhi oleh inflasi, kenaikan harga input produksi, penggunaan teknologi dan subsidi pemerintah.

Selain inflasi dan kenaikan harga input produksi, penggunaan teknologi juga akan mengubah biaya produksi. Penggunaan teknologi akan memangkas biaya produksi dalam usahatani. Penggunaan teknologi dapat menggantikan beberapa input produksi seperti penggunaan tenaga kerja. Biaya produksi yang berubah dan harga bawang merah yang berubah akan mempengaruhi pendapatan dan penerimaan usahatani.

Kabupaten Samosir daerah produksi bawang merah yang memiliki potensi wilayah kondusif bagi pengembangan bawang merah. Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki dalam hal potensi wilayah dan tenaga kerja diharapkan mampu meningkatkan daya saing komoditas bawang merah (Dewi, 2012).

Peningkatan daya saing bawang merah harus menjadi perhatian utama pemerintah karena Indonesia dihadapkan pada pasar yang semakin liberal. Liberasiliasi perdagangan dapat memberikan peluang terhadap produk pertanian manapun terhadap akses pasar yang lebih luas sejalan dengan dihapuskannya segala hambatan perdagangan (Irawan, 2003), terutama pada Kabupaten Samosir.

Namun liberalisasi dapat menjadi ancaman apabila komoditas pertanian yang dihasilkan petani dalam negeri tidak dapat bersaing dengan komoditas pertanian negara lain (Supriyanti dan Rachman, 2003). Dengan demikian maka perlu

Universitas Sumatera Utara

(24)

diketahui daya saing komoditas bawang merah melalui Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif di Kabupaten Samosir agar bawang merah samosir tetap berproduksi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1) Berapa biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani bawang merah di daerah penelitian?

2) Bagaimana tingkat produktivitas bawang merah di daerah penelitian?

3) Bagaimana daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) komoditas bawang merah di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis berapa biaya produksi, penerimaan dan pendapatan

usahatani bawang merah di daerah penelitian.

2) Untuk menganalisis tingkat produktivitas bawang merah di daerah penelitian . 3) Untuk menganalisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan

kompetitif) komoditas bawang merah di Kabupaten Samosir.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian adalah : 1) Bagi Petani Bawang Merah

Sebagai pertimbangan untuk meningkatkan produksi bawang merah yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Universitas Sumatera Utara

(25)

2) Bagi Pemerintah

Sebagai bahan informasi bagi pemerintah untuk menetapkan langkah dan kebijakan yang dapat mendukung peningkatan daya saing bawang merah kabupaten Samosir khususnya dalam peningkatan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

3) Bagi Pembaca

Sebagai bahan referensi dan sumber informasi bagi penelitian yang berhubungan dengan keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan daya saing komoditas.

Universitas Sumatera Utara

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Bawang merah (Allium cepa) menurut sejarah awalnya tanaman ini memiliki hubungan erat dengan bawang bombay (Allium cepa L.), yaitu merupakan salah satu bentuk tanaman hasil seleksi yang terjadi secara alami terhadap varian-varian dalam populasi bawang bombay. Di Indonesia, bawang merah berkembang dan diusahakan petani mulai di dataran rendah sampai dataran tinggi. Sistem budidayanya merupakan perkembangan dari cara-cara tradisional yang bersifat subsisten ke cara budidaya intensif dan berorientasi pasar. Produksi bawang merah sampai saat ini memang belum optimal dan masih tercermin dalam keragaman cara budidaya yang bercirikan spesifik agroekosistem tempat bawang merah diusahakan (Putrasamedja dan Suwandi,1996).

Bawang merah termasuk salah satu di antara tiga anggota Allium yang paling populer dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi di samping bawang putih dan bawang bombay. Sejak zaman dahulu bawang merah ini menjadi andalan manusia untuk pengobatan dan kesejahteraan sehingga selalu dilambangkan pada peninggalan sejarah. Sampai kini pun bawang merah masih banyak digunakan untuk pengobatan dan juga sebagai bumbu penyedap masakan (Wibowo, 2009).

Varietas bawang merah yang ditanam oleh petani di Indonesia cukup banyak, antara lain sebagai berikut; a. Varietas Bawang Merah Australia; b. Varietas Bawang Merah Bali; c. Varietas Bawang Merah Bangkok; d. Varietas Bawang Universitas Sumatera Utara

(27)

Merah Filipina; e. Varietas Bawang Merah Medan; f. Varietas Ampenan;

g. Varietas Bima Brebes; h. Varietas Sumenep. Membedakan jenis bawang merah yang satu dengan jenis yang lainnya biasanya didasarkan pada adanya perbedaan sifat dan ciri-cirinya misalnya bentuk, ukuran, warna, kekenyalan, dan aroma umbi. Perbedaan lainnya adalah umur tanaman, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap hujan dan sebagainya (Tim Bina Karya Tani, 2008).

2.1.1 Kondisi Eksisting Usahatani Bawang Merah di Indonesia 2.1.1.2 Subsistem Praproduksi

Penyediaan benih bermutu harus memenuhi enam tepat persyaratan (tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan harga). Penyediaan benih bawang merah di dalam negeri masih jauh dari enam tepat persyaratan tersebut, sehingga ketersediaan benih belum mencukupi kebutuhan. Hal ini disebabkan antara lain karena petani menggunakan benih hasil perbanyakan sendiri (Basuki, 2010).

Petani bawang merah sebagian besar mengggunakan benih jabal (jaringan benih antar lapang) yang tidak bersertifikat sehingga hasil produksi tidak optimal karena kualitas benih tidak terjamin. Petani sangat jarang menggunakan benih bersertifikat karena harga benih bersertifikat lebih mahal dan ketersediaaannya juga masih terbatas. Petani tidak sanggup membeli benih yang bersertifikat karena adanya keterbatasan modal usaha (Aldila, 2016).

Petani memproduksi sendiri benih bawang merah disebabkan oleh harga benih yang sangat mahal, pembuatan benih tidaklah sulit serta produksinya tidak berbeda jauh dari benih yang baru. Petani menggunakan benih tersebut secara

Universitas Sumatera Utara

(28)

terus menerus dan sebagian kecil akan mengganti benih tersebut setelah 5 sampai 6 kali penanaman (Aldila, 2016).

Salah satu faktor terpenting dalam keberhasilan usahatani bawang merah adalah penggunaan benih. Penggunaan benih yang tepat berpengaruh terhadap produktivitas yang akan dihasilkan. Pesyaratan benih bawang merah yang baik antara lain: 1) umur simpan benih cukup yaitu sekitar 2,5 – 3 bulan hal ini bertujuan agar pertumbuhannya bagus dan merata, 2) umur panen saat calon umbi benih ditanam di lapang tepat, 3) ukuran benih sedang sekitar 5 – 6 gram dengan kebutuhan benih setiap hektar berkisar 800 – 1200 kg, 4) umbi berwarna cerah dengan kulit mengkilat, 5) umbi benih bernas, sehat, padat, tidak keropos, dan tidak lunak, 6) umbi benih tidak terserang penyakit (Iriani, 2013).

Varietas bawang merah yang digunakan dalam usahatani bawang merah juga akan mempengaruhi keuntungan usahatani bawang merah. Usahatani bawang merah yang menggunakan benih non lokal ternyata lebih menguntungkan daripada benih varietas lokal (Purmiyanti, 2002).

2.1.1.2 Subsistem Produksi

Indonesia mampu memproduksi sendiri bawang merah bahkan mampu menghasilkan surplus produksi, namun pada kenyataanya Indonesia masih mengimpor bawang merah. Meskipun secara akumulasi dalam satu tahun produksi bawang merah di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kebutuuhan bawang merah dalam negeri, produksi bawang merah di dalam negeri tidak merata sepanjang tahun. Produksi bawang merah masih bersifat musiman (Aldila, 2016). Universitas Sumatera Utara

(29)

Selain rendahnya produktivitas, produksi bawang merah dalam negeri juga dihadapkan pada budidaya berbiaya tinggi. Budidaya bawang merah membutuhkan biaya yang tinggi terutama pembelian input pertanian seperti benih dan biaya tenaga kerja (Aldila, 2016).

Pengeluaran terbesar terjadi pada penanaman bawang merah pada musim tanam pertama. Hal ini dikarenakan pengeluaran untuk tenaga kerja lebih besar dibandingkan musim tanam lainnya. Pengeluaran tenaga kerja untuk persiapan lahan lebih besar dibandingkan musim tanam kedua

(Mayrowani dan Darwis, 2010).

Tanaman bawang merah merupakan tanaman hortikultura yang sangat peka terhadap hujan dan kekeringan. Petani tidak menanam bawang merah pada musim hujan dikarenakan petani dihapakan pada tingginya serangan penyakit

dan jamur pada bawang merah yang sulit diatasi sehingga menyebabkan tingginya kehilangan hasil panen bawang merah pada musim

hujan (Purba dan Astuti, 2013).

Usahatani bawang merah membutuhkan tenaga kerja yang cukup intesif sejak pengolahan lahan sampai panen atau pascapanen. Keberhasilan pengembangan budidaya tanaman bawang merah sanagt ditentukan oleh upaya pemeliharaan tanaman yang dilakukan petani. Hal ini disebabakan karena tanaman bawang merah rentan terhadap serangan hama atau penyakit, rentan terhadap prubahan iklim dan cuaca, serta rentan terhadap persyaratan yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang terutama ketersediaan air maupun kebutuhan pupuk sebagai media tumbuh (Winarso, 2003). Universitas Sumatera Utara

(30)

Penanaman bawang merah yang pada umumnya dilakukan pada musim kemarau terjadi di hampir seluruh sentra produksi bawang merah di Indonesia terutama sentra produksi di Pulau Jawa. Hal tersebut berdampak pada terjadinya panen serentak di seluruh wilayah sentra produksi di Indonesia yang menyebabkan produksi melimpah pada saat in season dan produksi menurun pada saat off season (Aldila, 2016).

2.1.1.3 Subsistem Postproduksi

Dapat dikatakan bahwa produsen dan konsumen bawang merah terbesar di dunia adalah Indonesia. Beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, Philipina juga mengkonsumsi bawang merah namun tidak sebanyak masyarakat Indonesia. Pada kondisi demikian, negara-negara yang memproduksi bawang merah maka banyak ditujukan dalam rangka ekspor ke Indonesia (Rachmat, dkk, 2012).

Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki masalah yang cukup menarik dalam hal pemasarannya,di mana dalam waktu singkat, komoditas ini dapat mengalami gejolak harga yang tinggi, sementara senjang perbedaan harga antara harga di tingkat produsen dan konsumen dapat berbeda sangat besar yang dapat melebihi biaya angkutan maupun transaksinya (Pamungkas, 2013).

Universitas Sumatera Utara

(31)

Tabel 2.1 Harga Produsen dan Harga Konsumen Komoditi Bawang Merah Tahun 2012-2016

Tahun Harga Sumatera Utara

(Rp/Kg)

Nasional (Rp/Kg)

2012 Harga Produsen 11.522 12.816

Harga Konsumen 20.584 21.949

2013 Harga Produsen 12.845 14.802

Harga Konsumen 27.688 30.751

2014 Harga Produsen 12.122 15.592

Harga Konsumen 23.150 26.511

2015 Harga Produsen 13.267 16.025

Harga Konsumen 23.819 24.658

2016 Harga Produsen 15.212 18.673

Harga Konsumen 32.069 30.753

Sumber: Kementrian Pertanian, 2017

Berdasarkan tabel diatas, harga ditingkat produsen (petani) dari tahun ke tahun mengalami kenaikan pada harga produsen di Sumatera Utara. Sedangkan harga konsumen mengalami fluktuasi yang cenderung mengalami kenaikan pada harga konsumen Sumatera Utara. Pada harga tingkat nasional, harga beli pada tingkat petani atau produsen juga terus meningkat. Tetapi pada tahun 2016, harga konsumen tingkat nasional lebih kecil dibandingkan harga konsumen tingkat Sumatera Utara. Perbedaan harga produsen dan harga konsumen yang sangat besar baik pada tingkat nasional atau Sumatera Utara.

Luas panen bawang merah di Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013 terjadi penurunan luas panen menjadi 1.048 Ha, setalah penurunan sumatera utara dengan perlahan meningkatkan luas panen bawang merah. Pada tahun 2014 terjadi penurunan paling besar produksi bawang merah sebesar 7.810 ton. Namun pada tahun 2016, Sumatera Utara dapat memproduksi sebesar 13.368 ton.

Universitas Sumatera Utara

(32)

Tabel 2.2 Luas Panen dan Produksi Bawang Merah di Sumatera Utara Tahun 2012-2016

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

2012 1.581 14.156

2013 1.048 8.305

2014 1.003 7.810

2015 1.238 9.971

2016 1.538 13.368

Sumber: Badan Pusat Statistik,2017

Hasil panen bawang merah yang dihasilkan oleh petani sebagian besar dijual sebagai bawang merah konsumsi. Diantara hasil produksi tersebut, petani juga menyisihkan untuk dijadikan benih pada musim tanam selanjutnya (Aldila, 2016).

Secara umum rantai pemasaran bawang merah di Indonesia sampai kepada konsumen terlihat relatif panjang hal ini dikarenakan tingkat ketergantungan petani terhadap tengkulak yang cenderung masih tinggi, kurangnya akses pasar pada sebagian daerah, proses pasca panen yang dinilai terlalu merepotkan oleh petani, dan terbatasnya gudang penyimpanan (Winarso, 2003).

Peran pedagang pengumpul desa atau calo masih dominan sebagai pedagang yang berhubungan langsung dengan petani. Petani sulit memasarkan sendiri barangnya tanpa melalui agen-agen tersebut karena petani merasa aman jika barangnya dipasarkan kepada pengumpul desa (calo), merasa yakin bahwa barangnya akan laku terjual dan pembayarannya akan tepat waktu seperti yang dijanjikan (Maryowani dan Darwis, 2010).

Universitas Sumatera Utara

(33)

2.1.2 Konsep Keunggulan Komparatif dalam Sistem Agribisnis

Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam artian daya saing akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisien secara ekonomi (Simatupang, 1991).

Untuk meningkatkan daya saing produk pertanian dapat dilakukan dengan strategi pengembangan agribisnis dalam konsep industrialisasi pertanian diarahkan pada pengembangan agribisnis sebagai suatu sistem keseluruhan yang dilandasi prinsip-prinsip efisiensi dan keberlanjutan di mana konsolidasi usahatani diwujudkan melalui koordinasi vertikal, sehingga produk akhir dapat dijamin dan disesuaikan dengan prefensi akhir (Simatupang, 1995).

Untuk melihat keragaan daya saing komoditas pertanian seperti padi, palawija, horitkultura, dan perkebunan serta peternakan perlu dilakukan kegiatan analisis keunggulan komparatif pada komoditas strategis pertanian agar mendapatkan suatu konsep strategis peningkatan daya saing komoditas di pasar global (Asmara, dkk, 2015).

Besarnya peranan sektor pertanian termasuk didalamnya aspek food (pangan), feed (pakan), dan fuel (bahan bakar) menunjukkan eksistensi sektor pertanian telah mampu menciptakan rantai nilai tambah bisnis yang berasal dari lahan usaha hingga makanan yang siap saji. Sektor pertanian tidak hanya berkaitan dengan on-farm saja. Namun, lingkup sektor pertanian juga berkaitan dengan kegiatan off-farm baik hulu hingga hilir (agribisnis) (Asmara, dkk, 2015).

Universitas Sumatera Utara

(34)

Membangun agribisnis dapat dilakukan melalui keunggulan bersaing yaitu keunggulan komparatif yaitu melalui transformasi pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh inovasi. Dalam arti bahwa membangun daya saing produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif yaitu dengan cara; mengembangkan subsistem hulu dan hilir (Simatupang, 1995).

Keunggulan komparatif merupakan rendahnya biaya-biaya faktor produksi, seperti tenaga kerja, bahan mentah, kapital atau infrastruktur fisik dan ukuran skala usaha (Zuhal, 2010).

Keunggulan komparatif bersifat dinamis. Suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif adalah 1) Ekonomi dunia, 2) Lingkungan dosmestik, 3) teknologi (Pahan, 2011).

Keunggulan komparatif Indonesia dalam agribisnis yaitu sebagai negara tropis yang mendapat sinar matahari melimpah sepanjang tahun dengan curah hujan yang cukup dan hampir merata (Pahan, 2011).

Upaya-upaya untuk meraih keunggulan komparatif dapat dilakukan usaha yang efektif dan efesien, serta melalui pengembangan pertanian yang berorientasi agribisnis dengan meningkatkan nilai tambah produk-produk tersebut melalui penanganan pascapanen dan pengolahan yang didukung strategi dan fasilitas pemasaran yang handal (Pahan, 2011).

Universitas Sumatera Utara

(35)

2.1.3 Konsep Keunggulan Kompetitif dalam Sistem Agribisnis

Dengan makin murahnya biaya transportasi dan komunikasi, bahkan letak relatif goografis yang sudah dikenal menuju ke alur pasar dan perdagangan, ternyata sekarang kurang menguntungkan. Keunggulan komparatif memang telah memberikan jalan dan landasan untuk mencapai kesejahteraan kita di masa lalu.

Namun, melalui keunggulan kompetitif akan berkemampuan untuk mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki dengan lebih efektif sehingga mampu menciptakan produk-produk unggulan bangsa yang berdaya saing (Zuhal, 2010).

Asumsi perekonomian yang tidak mengalami hambatan atau distorsi sama sekali tentu sulit ditemukan di dunia nyata, khususnya seperti di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu, keunggulan komparatif tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur keuntungan suatu aktivitas ekonomi dari sudut pandang badan atau orang-orang yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek atau sistem. Konsep yang lebih cocok adalah keunggulan kompetitif (Zuhal, 2010).

Bangsa-bangsa yang meningkatkan standar hidup adalah yang setiap perusahaannya makin produktif mengembangkan keunggulan kompetitif dengan sumber daya yang lebih canggih, berlandaskan ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, persepsi, dan inovasi (Zuhal, 2010).

Keunggulan kompetitif yaitu kemampuan kreativitas, produktivitas, dan inovasi yang bukan semata inovasi teknologi, melainkan juga inovasi cara-cara pemasaran, inovasi posisi produk di antara produk-produk pesaing, dan inovasi kualitas pelayanan (Zuhal, 2010).

Universitas Sumatera Utara

(36)

Keunggulan kompetitif Indonesia dibandingkan dengan negara lain yaitu sumberdaya alamnya. Kawasan Asia bagian timur (Timur Jauh) terdiri dari negara-negara yang berpotensi dalam agribisnis, seperti RRC, Jepang, Taiwan, Thailand, India, Malaysia, Indonesia, dan sebagainya. Dari segi geografis, negara yang berpotensi dalam agribisnis adalah Cina. Namun, Cina mempunyai masalah yang sama dengan Indonesia, yaitu lahan yang subur di bagian selatan dipakai untuk industri (Pahan, 2011).

Dalam membangun keunggulan kompetitif pada sektor agribisnis tentunya tidak terlepas dari kondisi ekonomi baik di level domestik, regional maupun global.

Saat ini kondisi ekonomi global dihadapkan pada persoalan yang sangat rumit yaitu krisis finansial yang melanda sektor perbankan kemudian menjalar pada sektor riil (Sugiarto, 2012).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan atau mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.

Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dang mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2011).

Produksi adalah suatu kegiatan dalam penciptaan nilai tambah dari input atau masukan untuk menghasilkan output berupa barang dan jasa yang diperoleh Universitas Sumatera Utara

(37)

dengan suatu kegiatan yang namanya proses produksi, dengan sasaran menetapkan cara yang optimal dalam menggabungkan masukan untuk meminimumkan biaya, sehingga perusahaan dapat mampu menciptakan kualitas produk yang lebih baik dan efisien yang lebih tinggi dalam proses produksinya (Hernanto, 1989).

Produksi dapat didefenisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Sedangkan produktivitas adalah jumlah produksi per hektar. Dengan demikian, kegiatan produksi tersebut adalah mengombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output (Agung dkk, 2008).

Biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi baik secara tunai maupun tidak tunai (Agung dkk, 2008).

Faktor produksi adalah syarat mutlak berlangsungnya suatu usahatani. Biaya berdasarkan fungsi dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap atau biaya variable (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang dapat digunakan dalam berkali-kali proses produksi; ada yang bergerak atau mudah dipindahkan, ada yang hidup maupun mati misalnya cangkul, sabit, ternak;

sedangkan yang tidak dapat dipindahkan misalnya bangunan. Lain halnya dengan biaya tidak tetap karna biaya hanya dapat digunakan dalam satu kali proses produksi misalnya saja pupuk, pestisida, dan bibit unggul untuk tanaman semusim (Suratiyah, 2011).

Universitas Sumatera Utara

(38)

Rumus menghitung biaya produksi usahatani

TC = FC + VC

Keterangan:

TC = total biaya (total cost) (Rp) FC = biaya tetap (fixed cost) (Rp)

VC = biaya variable (variable cost) (Rp)

Average cost adalah biaya rata-rata (dalam hal ini biaya produksi), atau biaya persatuan output yang menjumlahkan biaya tetap rata-rata dan biaya variabel rata- rata. Pada hakikatnya biaya rata-rata adalah besarnya biaya total per satuan output, dirumuskan dengan persamaan berikut ini:

AC = TC / Q

Keterangan:

AC = Biaya rata-rata (Rp)

TC = Total cost (biaya total) (Rp) Q = jumlah barang yang diminta.

Harga adalah sejumlah uang yang harus diberikan seseorang untuk memperoleh barang dan jasa (Abdullah, 2003). Sedangkan harga jual adalah sejumlah kompensasi (uang ataupun barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa (Philip, 2005). Menurut Mulyadi (2004), harga jual adalah total biaya ditambah laba memadai yang diharapkan.

Penerimaan usahatani adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar (Soekartawi, 1995). Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

(39)

TR = Y x Py

Dimana:

TR = Total Penerimaan Y = Produksi

Py = Harga Y

Menurut Soekartawi (1995), pendapatan adalah penerimaan kotor yang dikurangi dengan total biaya produksi. Jadi:

Pd = TR – TC

Dimana:

Pd = Pendapatan usahatani (Rp)

TR = Total penerimaan (total revenue) TC = Total biaya (total cost)

2.2.2 Teori Produktivitas

Menurut Mali (1978), istilah produktivitas seringkali disamakan dengan istilah produksi. Pengertian produktivitas sangat berbeda dengan produksi. Tetapi produksi merupakan salah satu komponen dari usaha produktivitas, selain kualitas dan hasil keluarannya. Produksi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan hasil keluaran dan umumnya dinyatakan dengan volume produksi, sedangkan produktivitas berhubungan dengan efisiensi penggunaan sumber daya (masukan dalam menghasilkan tingkat perbandingan antara pengeluaran dan pemasukan).

Dari definisi di atas juga dapat dipisahkan dua pengertian. Pengertian pertama menyatakan bahwa produktifitas berhubungan dengan kumpulan hasil-hasil.

Di dalam pengertian ini menunjukkan bahwa jumlah, tipe dan tingkat sumber

Universitas Sumatera Utara

(40)

daya yang dibutuhkan atau juga menunjukkan efisiensi dalam menggunakan sumber dayayang dibutuhkan. Masalah produktivitas tidak hanya memperhatikan hasil, tapi bagaimana menggunakan sumber daya yang sehemat mungkin (efisien).

(Mali, 1978).

Produktivitas merupakan ukuran bagaimana baiknya suatu sumber daya diatur dan dimanfaatkan mencapai hasil yang diinginkan. Secara rata produktivitas dapat dikatakan sebagai rasio antara keluaran terhadap sumber daya yang dipakai. Bila dalam rasio tersebut masukan yang dipakai untuk menghasilkan keluaran dihitung seluruhnya, disebut sebagai produktivitas total (total productivity), tetapi bila yang dihitung sebagai masukan hanya faktor tertentu saja maka disebut sebagai produktivitas parsial (partial productivity) (Herjananto, 1999).

Secara umum konsep produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input) persatuan waktu. Produktivitas dapat dikatakan meningkat apabila; 1) Jumlah produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya yang sama, 2) Jumlah produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya lebih kecil dan, 3) Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber daya yang relatif kecil (Chew, 1991).

Konsep tersebut tentunya dapat dipakai didalam menghitung produktivitas disemua sektor kegiatan. Menurut Manuaba (1992), peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya manusia dan meningkatkan keluaran sebesar-

Universitas Sumatera Utara

(41)

besarnya. Dengan kata lain bahwa produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektifitas kerja secara total.

Produktivitas dipengaruhi oleh suatu kombinasi dari banyak faktor antara lain kualitas bibit, pupuk, jenis teknologi yang digunakan, ketersediaan modal, kualitas infrastruktur dan tingkat pendidikan/pengetahuan petani/buruh tani.

Selain faktor faktor tersebut praktek manajemen (pemupukan, pemberian pestisida dan sebagainya) juga sangat mempengaruhi produktivitas (Tambunan, 2003).

2.2.3 Produktivitas Bawang Merah

Tanah adalah salah satu aspek terpenting dalam pertanian yang menyangkut masalah tanah adalah kepemilikan, penggunaan dan pemeliharaan, pengawasan, dan penguasaan (Mubyarto, 1985).

Bagi petani yang memiliki atau menguasai lahan yang luas akan lebih tertarik untuk meningkatkan produktivitas mereka karena mereka dapat keuntungan yang lebih besar (Soekartawi, 1999).

Sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim karena berpengaruh terhadap pola tanam, waktu tanam, produksi, dan kualitas hasil (Nurdin, 2011).

Iklim erat hubungannya dengan perubahan cuaca dan pemanasan global dapat menurunkan produksi pertanian antara 5-20 persen (Suberjo, 2009).

Kendala utama peningkatan produktivitas bawang merah, antara lain adalah tidak ada jaminan ketersediaan benih atau umbi benih bermutu yang berdaya hasil tinggi dan murah. Kendala yang dihadapi produksi benih asal biji atau TSS adalah persentase pembungaan dan pembentukan biji (seed-set) yang rendah. Penyebab rendahnya pembungaan bawang merah di daerah tropis adalah kondisi lingkungan

Universitas Sumatera Utara

(42)

yang tidak mendukung, terutama suhu tinggi >20 oC. Menurut Rabinowitch (1990), tanaman bawang merah memerlukan suhu 7–12 oC untuk induksi pembungaan dan suhu 17–19 oC untuk perkembangan umbel dan bunga mekar.

Ketinggian tempat dari permukaan laut sebagai peubah suhu berperan sebagai faktor penentu pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Seperti dikemukakan oleh Lockwood, 1974 dalam Levitt, 1980 tinggi tempat merupakan faktor utama yang mengubah keseragaman panas, dan suhu rata-rata berkurang dengan pertambahan tinggi kira-kira 0,6 oC 100 m-1, namun ada perbedaan- perbedaan setempat dan regional.

2.2.4 Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan produsen dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen dan memiliki biaya produksi yang rendah.

Biaya produksi yang rendah disini diasumsikan apabila terjadi di pasar internasional, sehingga produk atau komoditas tersebut dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen sehingga dapat mempertahankan kelangsungan produksinya (Dewanata, 2011).

Sedangkan Cockburn et.al. (1998) dalam Babiker (2010) mendefinisikan dayasaing adalah kemampuan untuk menjual produk yang menguntungkan dan untuk menjadi kompetitif, produsen harus melemahkan harga atau menawarkan produk-produk yang lebih baik dari segi kualitas atau pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan kompetitornya.

Daya saing juga didefenisikan sebagai kemampuan suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses untuk mencapai pertumbuhan yang

Universitas Sumatera Utara

(43)

berkelanjutan dalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah dari penerimaan sumber daya yang digunakan (Esterhizen, 2008).

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi, yakni keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditas dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan kompetitif (Novianto, 2012).

2.2.5 Keunggulan Komparatif

Tidak ada suatu negara pun yang dapat memenuhi sendiri kebutuhan rakyatnya, karena itulah perdagangan internasional dibutuhkan. Perdagangan ini sesuai degan hukum yang dipernalkan oleh David Ricardo yaitu Law of Comparative Advantage (Hukum Keunggulan Komparatif). Hukum ini menyatakan bahwa suatu negara yang kurang efisien dalam meproduksi suatu komoditas (kerugian absolut) dapat memperoleh keuntungan apabila mengekspor komoditas yang mmepunyai kerugian absolut yang lebih kecil. Dari komoditas inilah negara tersebut memiliki keunggulan komparatif (Salvatore, 1997).

Teori ini menyatakan bahwa keunggulan komparatif timbul karena adanya perbedaan teknologi antar negara. Hal ini berarti bahwa berlangsungnya perdagangan internasional merupakan akibat adanya perbedaan produktivitas antar negara (Basri, 2010).

Pada tahun 1936, hukum keunggulan komparatif disempurnakan dengan teori biaya imbangan (Oppurtunity Cost Theory) yang dikemukakan oleh Haberler.

Universitas Sumatera Utara

(44)

Menurut teori biaya imbangan, biaya sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama. Artinya negara yang memiliki biaya imbangan lebih rendah dalam memproduksi sebuah komoditi akan memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut dan memiliki kerugian komparatif dalam komoditi kedua (Salvatore, 1997 dalam Dewanata, 2011).

Teori keunggulan komparatif yang lebih modern dikemukakan oleh Hecksler dan Ohlin yang diberi nama dengan teori Hecksler-Ohlin. Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah dan berharga relatif murah, serta mengimpor komoditi banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal (Salvatore, 1997 dalam Dewanata, 2011).

Keunggulan komparatif akan menjadi ukuran daya saing, apabila perekonomian tidak mengalami gangguan atau distorsi. Seperti yang telah disebutkan, bahwa keunggulan komparatif akan menjadi tolak ukur daya saing komoditas tertentu dari segi efisiensi. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dapat dikatakan komoditas tersebut telah mencapai efisiensi secara ekonomi. Oleh karena itu keunggulan komparatif terkait dengan kelayakan secara ekonomi.

Artinya kelayakan ekonomi menilai aktivitas ekonomi bagi masyarakat secara general atau menyeluruh, tanpa melihat siapa yang terlibat dalam aktivitas ekonomi tersebut (Dewanata, 2011).

Universitas Sumatera Utara

(45)

Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang diterapkan suatu negara untuk membandingkan beragam aktivitas produksi dan perdagangan di dalam negeri terhadap perdagangan dunia. Biaya produksinya dinyatakan dalam nilai sosial, dan harga komoditas diukur pada tingkat harga di pelabuhan yang berarti juga berupa biaya sosial. Indikator keunggulan komparatif digunakan untuk mengetahui apakah suatu negara memiliki keunggulan ekonomi untuk memperluas produksi dan perdagangan suatu komoditas (Sayekti dan Zamzami, 2011).

2.2.6 Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif merupakan kemampuan untuk memasok barang dan jasa pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen. Barang dan jasa tersebut dipasarkan di pasar domestik maupun internasional dengan harga yang sama atau lebih baik dari yang ditawarkan pesaing. Keunggulan kompetitif merupakan indikator efisiensi suatu komoditas secara privat dimana didasarkan pada harga pasar komoditi tersebut atau nilai uang yang berlaku saat itu disuatu negara (Pearson, et al, 2005).

Keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dengan cara meningkatkan produktivitas sumberdaya yang digunakan. Apabila suatu komoditas tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka hal ini berarti bahwa di negara penghasil komoditas tersebut terjadi sitorsi pasar atau terdapat hambatan yang merugikan produsen (Pearson, et al, 2005).

Mengukur keunggulan kompetitif dapat didekati dengan cara menghitung keuntungan privat. Keuntungan privat merupakan indikator daya saing Universitas Sumatera Utara

(46)

berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijaksanaan yang ada. Keunggulan kompetitif merupakan indikator untuk melihat apakah suatu negara akan berhasil bersaing di pasar internasional suatu komoditas (Sayekti dan Zamzami, 2011).

2.2.7 Teori PAM

Policy Analysis Matrix (PAM) atau matriks kebijakan digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Sistem komoditas dapat dipengaruhi melalui empat aktivitas yaitu tingkat usahatani, penyampaian dari usahatani ke pengolahan, pengolahan serta pemasaran (Pearson, et al 1998).

Menurut Indriyati (2007), metode PAM dapat mengidentifikasi tiga analisis, yaitu analisis keuntungan (privat dan sosial), analisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif), dan analisis dampak kebijakan. Dalam metode PAM terdapat asumsi-asumsi yang digunakan, antara lain :

1) Perhitungan berdasarkan Harga Privat (Privat Cost), yaitu harga yang benar- benar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga yang benar- benar terjadi setelah adanya kebijakan.

2) Perhitungan berdasarkan Harga Sosial (Sosial Cost) atau Harga Bayangan (Shadow Price), yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi apabila tidak ada kebijakan. Pada komoditas yang dapat diperdagangkan (Tradeable), harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.

Universitas Sumatera Utara

(47)

3) Output bersifat Tradeable dan input dapat dipisahkan ke dalam komponen asing (Tradaeble) dan domestik (Non Traedable).

4) Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan.

Tabel 2.3 Matriks analisis PAM

Uraian Penerimaan Biaya Keuntungan

Tradeable Non Tradeable

Harga Privat A B C D

Harga Sosial E F G H

Dampak Kebijakan I J K L

Sumber : Monke and Pearson, 1989

Keterangan :

A : Penerimaan Privat G : Biaya Input Non Tradable Sosial B : Biaya Input Tradeable Privat H : Keuntungan Sosial

C : Biaya Input Non Tradaeble Privat I : Transfer Output

D : Keuntungan Privat J : Transfer Input Tradeable E : Penerimaan Sosial K : Transfer Faktor

F : Biaya Input Tradaeble Sosial L : Transfer Bersih 2.3 Kajian Penelitian Terdahulu

Aldila (2016) dalam penelitianya tentang “Daya Saing Bawang Merah Di Wilayah Sentra Produksi Di Indonesia” dengan menggunakan metode Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha tani bawang merah di Cirebon, Brebes dan Tegal menguntungkan secara finansial tetapi tidak menguntungkan secara ekonomi. Hasil analisis daya saing usaha tani bawang merah di Cirebon, Brebes dan Tegal menunjukkan usaha tani bawang merah tidak memiliki keunggulan komparatif tetapi masih memiliki keunggulan kompetitif.

Dampak kebijakan pemerintah terhadap output menunjukkan adanya proteksi pemerintah terhadap harga bawang merah. Sementara itu, kebijakan pemerintah terkait input masih bersifat disinsentif kepada petani. Petani harus membayar input lebih mahal dari seharusnya Secara simultan kebijakan pemerintah

Universitas Sumatera Utara

(48)

terhadap input dan output mendukung terhadap produksi bawang merah di Cirebon, Brebes dan Tegal

Novianto (2012) dalam penelitiannya tentang Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kentang di Kabupaten Wonosobo dengan menggunakan metode Policy Analysis Matrix (PAM) menunjukkan hasil bahwa berdasarkan hasil analisis PAM diketahui nilai Rasio Biaya Privat (PCR) di Desa Sigedang lebih rendah daripada nilai PCR di Desa Dieng. Artinya, komoditas kentang di Desa Sigedang memiliki keunggulan kompetitif yang lebih besar dari usahatani kentang di Desa Dieng pada musim penghujan. Sedangkan nilai Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) di Desa Sigedang sebesar 0,76 lebih kecil daripada nilai DRC di Desa Dieng yakni sebesar 0,84. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas kentang di Desa Sigedang memiliki keunggulan komparatif yang lebih besar bila dibandingkan dengan Desa Dieng.

Pardede (2014) dalam penelitiannya tentang Analisis Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus : Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir) dengan menggunakan metode purposive menunjukkan bahwa Usahatani bawang merah di daerah penelitian layak diusahakan karena Produksi bawang merah di daerah penelitian lebih besar dari BEP produksi yaitu sebesar 222 kg. Harga bawang merah daerah penelitian lebih besar dari BEP harga yaitu sebesar Rp 6.614 per kg. R/C Ratio bawang merah di daerah penelitian sebesar 2,48 lebih besar dari 1. Produktivitas bawang merah di daerah penelitian sebesar 4,5 ton per hektar lebih rendah dari produktivitas bawang merah tingkat Kabupaten Samosir (6,2 ton per hektar) dan tingkat Kabupaten Simalungun (14,6 ton per hektar).

Disimpulkan bahwa produktivitas bawang merah di daerah penelitian masih

Universitas Sumatera Utara

(49)

tergolong rendah.

2.4. Kerangka Pemikiran

Usahatani bawang merah adalah suatu kegiatan untuk memproduksi bawang merah yang dilakukan oleh petani dan memiliki umbi bawang merah sebagai hasil dari kegiatan produksi. Kegiatan produksi mencakup kegiataan dari praproduksi, produksi dan postproduksi.

Usahatani bawang merah membutuhkan berbagai input produksi agar produksi dapat berlangsung dan menghasilkan ouput bawang merah yang berkualitas. Input produksi sendiri dapat terbagi menjadi input tradeable dan input non-tradeable.

Kegiatan produksi bawang merah membutuhkan biaya dalam kegiatannya yang disebut biaya produksi. Biaya produksi berasal dari biaya praproduksi, biaya produksi dan biaya pada saat postproduksi. Biaya produksi usahatani bawang merah pada daerah penelitian akan dibandingkan dengan biaya produksi standar usahatani bawang merah.

Output produksi usahatani bawang merah adalah umbi bawang merah. Umbi ini yang memiliki nilai jual atau harga. Dari harga dan ouput, akan dihasilkan penerimaan usahatani bawang merah. Biaya produksi yang digunakan dan penerimaan yang didapatkan mempengaruhi pendapatan atau keuntungan yang diterima petani bawang merah.

Produktivitas adalah hasil perbandingan dari jumlah produksi dengan luas lahan.

Produktivitas daerah penelitian dapat mencerminkan tinggi atau rendahnya produksi bawang merah. Universitas Sumatera Utara

(50)

Keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dapat diketahui nilainya dengan membandingkan biaya input produksi dengan penerimaan yang diterima petani bawang merah melalui Teori PAM. Jika usahatani memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, maka usahatani tersebut berdaya saing.

Keterangan

Menyatakan Hubungan Menyatakan Pengaruh

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Usahatani

Bawang Merah

Daya Saing Produksi

Penerimaan Pendapatan

Keunggulan Komparatif Produktivitas

Harga Input Produksi

Biaya Produksi

Output Produksi

Keunggulan Kompetitif Non

Tradeable

Tradeable

Universitas Sumatera Utara

(51)

2.7 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori, maka diambil hipotesis penelitian yaitu:

1. Biaya produksi di daerah penelitian tinggi dibandingkan standar biaya.

2. Produktivitas didaerah penelitian tinggi.

3. Komoditas bawang merah di daerah penelitian memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif (berdaya saing).

Universitas Sumatera Utara

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara metode purposive artinya penentuan daerah dilakukan dengan sengaja. Dalam buku metode penelitian oleh Sugiarto (2001), menjelaskan bahwa purposive adalah teknik penentuan dengan pertimbangan tertentu yang telah dibuat terhadap suat objek sesuai dengan tujua.

Kabupaten Samosir dipilih atas dasar pertimbangan karena Kabupaten Samosir merupakan daerah yang memproduksi bawang merah.

Lokasi penelitian ini dilakukan di desa Cinta Dame di kecamatan Simanindo dengan pertimbangan bahwa kecamatan Simanindo merupakan daerah usahatani bawang merah dan memiliki produksi terbesar di Kabupaten Samosir pada tahun- tahun sebelumnya tetapi pada tahun 2016 mengalami penurunan.

Tabel 3.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas per Kecamatan di Kabupaten Samosir pada tahun 2016.

No Kecamatan Luas Panen

(Ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/Ha)

1 Sianjur Mula-mula 21 158 7,5

2 Harian 7 40 5,7

3 Sitiotio 36 234 6,5

4 Onanrunggu 14 82 5,8

5 Nainggolan 11 68 6,2

6 Palipi 58 384 6,6

7 Ronggurnihuta 0 0 0

8 Panguruan 9 61 6,7

9 Simanindo 33 233 7

Total 189 1259 6,6

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016. Universitas Sumatera Utara

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

[r]

[r]

verifik*si dan kiaritikasi terhadap Fenewera& s$t$k pkerjaa* dimaks*4 decrga* ini Faniria rt?irrg$Eirlrrrrkarr Fvrneiang l,*Iaiig cnt*k

4.8 Mempraktikkan ungkapan penyampaian terima kasih, permintaan maaf, tolong, dan pemberian pujian, ajakan, pemberitahuan, perintah, dan petunjuk kepada

wilayah yang selaras dengan strategi bisnis bank secara nasional. 5) Memonitor pelaksanaan program kerja untuk mencapai target kinerja. di bidangnya.. 6) Mengevaluasi kinerja