• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.1 Biaya Produksi Usahatani Bawang Merah

Biaya produksi usahatani adalah seluruh biaya yang dikeluarkan pelaku usahatani (petani) bawang merah dari awal hingga akhir proses produksi selama satu kali musim tanam. Biaya produksi dalam usahatani bawang merah di Desa Cinta Dame meliputi biaya benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, sewa lahan/PBB, biaya lain-lain (biaya karung goni dan sewa traktor), dan biaya penyusutan peralatan.

Standard kebutuhan input produksi usahatani bawang merah per hektar seperti benih adalah 2000 kg bibit dengan harga bibit 25.000/kg, tenaga kerja dibutuhkan 1400 HOK dengan upah 40.000/hari untuk pria dan 25.000/hari untuk wanita (Bank Indonesia, 2013), pemupukan pada usahatani bawang merah membutuhkan pupuk organik 10-20 ton/ha, TSP 200-250 kg/ha, NPK 125 kg/ha, ZA 300 kg/ha, dan membutuhkan pupuk urea, KCL, dan SP-36 (Balitsa, 2005) dengan harga menurut Bank Indonesia pupuk organik Rp. 200/kg, pupuk ZA Rp. 1.700/Kg, pupuk TSP Rp. 2.000/kg.

Pestisida yang dianjurkan untuk digunakan adalah pestisida alami. Pestisida kimia merupakan pilihan terakhir dalam mengendalikan hama dan penyakit. Jenis pestisida yang banyak digunakan pada budidaya bawang merah dan menjadi standard kebutuhan adalah insektisida, fungisida, dan herbisida. Dosis insektisida yang dianjurkan adalah 2-4 kg/ha Dosis fungsida untuk contoh merk dagang

Universitas Sumatera Utara

Antracol 400 gram/ha dan merk dagang Dithane 580 gr/ha dan diaplikasikan sebanyak 12 kali selama satu musim tanam (Bank Indonesia, 2013).

Tabel 5.1. Volume Total Input Produksi Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, 2018 No. Faktor Produksi Per Petani Per Hektar

1. Benih (kg) 113 689

Sumber: Lampiran 1,2,3,4,5,7,8,9,10, dan 11 (diolah), 2018

Tabel 5.1 memperlihatkan kebutuhan input produksi usahatani bawang merah di Desa Cinta Dame. Usahatani didaerah penelitian membutuhkan benih sebanyak 113 kg per petani dan 689 kg per hektar jika dibandingkan dengan standar kebutuhan benih menurut Bank Indonesia yaitu 2.000 kg/ha, kebutuhan benih di daerah penelitian sangat berbeda jauh (lebih sedikit).

Universitas Sumatera Utara

Sebaliknya, pupuk yang digunakan pada daerah penelitian, pupuk ZA yang digunakan hanya 35,59 kg per petani dan 211,06 per hektar jika dibandingkan dengan standar kebutuhan pupuk 250 kg per hektar, maka pupuk yang digunakan kurang dari standar. Begitu juga dengan pupuk TSP, pupuk yang digunakan pada daerah penelitian sebanyak 35,97 kg per petani dan 218,07 per hektar. Jumlah yang dibutuhkan mencukupi standar penggunaan pupuk TSP yaitu sebanyak 200-250 kg/ha.

Pestisida untuk merk dagang antracol dibutuhkan sebanyak 230,26 gram per petani dan 1402,24 per hektar jika dibandingkan dengan standar penggunaan untuk merk dagang tersebut sebanyak 400 gram per hektar, daerah penelitian menggunakannya lebih banyak. Dan untuk merk dagang dithane, usahatani di daerah penelitian juga menggunakan lebih banyak yaitu 1762,82 gram per hektar sedangkan standar adalah 580 gram per hektar.

Pada Tabel 5.2, total biaya yang digunakan dalam usahatani bawang merah di daerah penelitian dari hasil penelitian sebesar Rp. 5.114.735,43 per petani dan sebesar Rp. 31.147.425,52 per hektar. Faktor produksi yang membutuhkan biaya paling besar adalah benih bawang merah yaitu sebesar Rp. 3.329.013,16 per petani dan Rp. 20.272.836,54 per hektar.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.2. Biaya Total Usahatani Bawang Merah di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, 2018

No. Faktor Produksi Biaya Per Petani Biaya Per Hektar

1. Benih 3.329.013,16 20.272.836,54

2. Pupuk 890.960,53 5.425.721,15

3. Pestisida 263.407,89 1.604.086,54

a. Curacron 111.631,58 679.807,69

b. Antracol 27.631,58 168.269,23

c. Indomektin 41.381,58 252.003,21

d. Alika 16.710,53 101.762,82

a. Pengolahan Tanah 49.342 300.481

b. Penanaman 82.895 50.4807,7

c. Penyiangan 15.789 96.153,85

d. Pengendalian Hama 1.974 12.019,23

e. Panen 114.474 697.115,4

5 Sewa Lahan/PBB 177.484,53 1.080.835,29

6 Biaya Lain-Lain 149.184,21 908.494

7 Biaya Penyusutan 40.211,11 244.875,00

BIAYA TOTAL 5.114.735,43 31.147.425,52

Sumber: Lampiran 1,2,3,4,5,7,8,9,10, dan 11 (diolah), 2018

Biaya untuk benih merupakan pengeluaran paling besar, hal ini disebabkan karena para petani menggunakan benih yang bukan berasal dari hasil panen sebelumnya melainkan membelinya kepada pemberi modal (tengkulak) yang memiliki kendali dalam menentukan harga benih. Harga benih menurut standar kebutuhan benih adalah Rp. 25.000/kg sedangkan harga yang diterapkan pada daerah penelitian adalah sebesar Rp. 29.500-30.000/kg. Para petani tidak mempunyai pilihan lain dalam sumber benih dikarenakan sebagian besar petani bawang merah di daerah penelitian tidak memiliki modal sendiri. Tidak terdapatnya lembaga peminjaman

Universitas Sumatera Utara

modal resmi didaerah penelitian juga menjadi faktor para petani meminjam modal pada tengkulak. Modal yang mereka gunakan juga didapatkan melalui pinjaman kepada tengkulak tersebut dimana tengkulak tersebut memberi syarat yaitu petani tersebut harus membeli benih bawang merah dan menjual hasil tanam kepada tengkulak tersebut.

Modal sendiri merupakan aspek input produksi yang paling penting. Apabila didaerah penelitian memiliki lembaga permodalan yang tidak memiliki syarat mengikat dan cenderung merugikan petani, maka ini akan menunjang hasil pendapatan yang akan diterima petani.

Tabel 5.3. Standar Biaya Produksi Menurut Badan Pusat Statistik

No. Input Biaya Per Hektar

Total Rp. 67.200.000

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004

Biaya produksi di daerah penelitian lebih rendah dibandingkan biaya produksi standar yang ditentukan Badan Pusat Statistik dalam Tabel 5.3. Perbedaan jauh dengan standar yang disebabkan usahatani di daerah penelitian tidak menggunakan seluruhnya input-input yang menjadi standar dalam melakukan usahatani seperti sprayer berbagai jenis, penggunaan pupuk yang tidak lengkap, penggunaan bibit yang lebih sedikit, dan penggunaan tenaga kerja yang lebih

Universitas Sumatera Utara

sedikit karena minimnya modal yang dimiliki petani. Maka hipotesis penelitian ditolak, karena biaya produksi tidak lebih tinggi di didaerah penelitian.

Menurut penelitian terdahulu oleh Pardede (2014), Biaya produksi di desa Cinta Dame sebesar Rp. 28.863.022,34 per hektar dengan input produksi yang digunakan dalam penelitian adalah benih, pupuk, pestisida, alsintan, dan tenaga kerja. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian biaya produksi sebesar Rp.

31.147.425,52 terjadi kenaikan (peningkatan) biaya produksi sebesar Rp.

2.284.403,18. Perbedaan kedua penelitian ini yaitu pada komponen tenaga kerja yang dihitung. Pada pardede 2014, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) juga dihitung. Akan tetapi dalam penelitian ini, hanya tenaga kerja luar keluarga yang dihitung.

Dokumen terkait