• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik dan pengambilan keputusan penderita hiviaids dalam menggunakan obat ARV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konflik dan pengambilan keputusan penderita hiviaids dalam menggunakan obat ARV"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PENDERITA HIV/AIDS DALAM MENGGUNAKAN OBAT

ARV

Oleh:

BACHTIAR SUGIARTO

9919016098

FAKUL TAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi

Diqiukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenu!ti

Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Pembimbing I

Oleh

BACHTIAR SUGIARTO

Nll'.1: 9919016098

Di Bawah Bimbingan

セヲ。WW⦅セセオR@

Pembimbing II

セ@

Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T

Dra. Fivi Nurwianti, M.Si

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatl!Hah

Jakarta

(3)

dalam Sidang Munaqayah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 September 2004. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 9 September 2004

Sidang Munaqasyah

Ketua mer 9gkap anggota

Ora. e artati M. Si ah M. Psi

nipNセ@ 0215938 38773

Anggota

Penguji I Penguji II

dイ。|ZセNウ[@

Ors. Sofiandy Zakaria, M. Psi.T

NIP. 150215283

Pembimbing I Pembimbing II

セセ@

(4)

kesabaran, kekuatan, keyakinan, kesehatan dan rasa optimisme sehingga

penulis dapat meyelesaikan skripsi ini, meski prosesnya tak semudah dari

apa yang diperkirakan sebelumnya.

Shalawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga dan para

sahabatnya yang telah memberi warna dan cahaya dalam Islam sebagai

agama yang di Ridhoi-Nya.

Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan mencapai

gelar Sarjana Psikologi, selama penyusunan hingga selesainya skripsi ini

tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Peneliti selaku penulis merasa tidaklah mudah untuk menyajikan sebuah

skripsi sebab sebagaimana yang penulis alami pada saat ini, penyusunan ini

banyak menemui kendala-kendala yang penulis hadapi.

Terlepas dari semua itu, penulis sadar bahwa tiada gading yang tak retak,

masih banyak kekurangan-kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karna itu

(5)

Dekanat dan Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi yang telah membantu

penulis dalam proses akademik.

2. Dasen Pembimbing I. Bapak Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T, dan dosen

pembimbing II lbu Ora. Fivi Nurwianti , M. Si atas arahan, saran dan

bimbingannya yang tutus kepada penulis selama proses pembuatan

skripsi berlangsung.

3. Pihak YPI yang telah membantu proses perizinan dan mba juju, serta I

rekan -rekan yang bersedia untuk diwawancarai.

4. Ayahanda dan Bunda tercinta atas doa dan dukungannya kepada penulis

secara moril maupun materil. Semoga Allah mencintai kita semua dan

segenap pengorbanan selama ini menjadi amal shaleh kelak.

5. Kakakku Mas Pray yang sangat baik disaat kesulitan dan adik

perempuanku Prima Setiana Dewi . Be the best for your life.

6. Teman - teman angkatan 99 semoga tali ukhuwah diantara kita tetap

terjaga.

7. Iqbal, lpul, Nabil, Ila, Novi, Bowo, Ari, dan temen - temen kelas lainnya.

(6)

Serta berbagai pihak yang telah membantu proses penelitian hingga dapat

menjadi sebuah karya tulis; dan dapat bermanfaat bagi mahasiswa

khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 30 Agustus 2004

(7)

Kata Pengantar

Daftar lsi

Daftar Tabel

Daftar Grafik

BAB I

BAB II

I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Pembatasan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Sistematika Penulisan

TINJAUAN TEORI

A. Konflik

1. Pengertian Konflik

2. Tipe-tipe Konflik

B. Pengambilan Keputusan

1. Pengertian Pengambilan Keputusan

2. Strategi Pengambilan Keputusan

3. Tahap - tahap Pengambilan Keputusan

C. HIV/AIDS

1. Pengertian HIV/AIDS

(8)

BAB Ill

BABIV

4.

Orang Dengan HIV/AIDS

5.

VCT (Voluntary Counseling and Testing) dan

Tes HIV/AIDS

D. Obat HIV/AIDS (ARV:Anti Retroviral)

E. Konflik dan Pengambilan Keputusan Penderita

HIV/AIDS untuk mulai menggunakan Obat ARV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

B. Teknik Pengumpulan Data

C. lnstrumen Pengumpulan Data

D. Analisis Data

E. Tahapan Penelitian

HASIL PENELITIAN

A.

B.

Gambaran Umum subjek

Penyajian dan Analisis Data

1. Kasus Fraz

2. Kasus Adi

3. Kasus Yos

C. Perbandingan antar kasus

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

(9)

BABV

Daftar Pustaka

Lampiran

3. Dinamika Konflik dan Pengambilan Keputusan

untuk mulai menggunakan Obat ARV 141

PENUTUP

A. Kesimpulan

148

B. Diskusi

151

(10)

1. Gambar kasus Franz

2. Gambar kasus Adi

3. Gambaran Kasus Yos

4. Tabel IV.1 Tabel latar belakang umum subjek

100

121

135

82

136

5. Tabel IV.2 Pengalaman subjek untuk menggunakan ARV 139

6. Tabel IV.3 Tabel Konflik Approach - Avoidance 142

7. Tabel IV.4 Tabel Pengambilan Keputusan: Tahapan -tahapan

(11)

Menggunakan Obat ARV

E) xi + 158 + lampiran

F) Hidup dengan kondisi terinfeksi HIV adalah tidak mudah. Kondisi ini

bertambah berat bila orang yang telah terinfeksi menjadi parah atau harus menggunakan obat ARV. Obat ARV dapat mencegah efek buruk dari virus HIVyaitu kematian, namun demikian obat ini memiliki keterbatasan

-keterbatasan. Obat ini memiliki efek positif sekaligus efek negatif. Hal inilah yag mendorong peneliti untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu :

1. Bagaimanakah proses konflik terjadi pada penderita HIV/AIDS dalam pengambilan keputusan untuk memulai menggunakan obat ARV? 2. Mengapa sebagian penderita HIV/AIDS memutuskan untuk mulai

mengkonsumsi ARV padahal cukup banyak prosedur, efek samping dan resiko yang harus diterima?

Penelitian in menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu dengan studi kasus. Subjek dalam penelitian in berjumlah tiga orang, terdiri dari dua orang yang telah menggunakan ARV dan satu orang yang belum

menggunakan ARV. Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen penelitian yaitu pedoman wawancara dan pedoman observasi. Dalam menganalisis data-data yang diperoleh peneliti menggunakan analisis pendekatan kualitatif.

Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa alasan subjek menggunakan ARV adalah faktor kondisi yang telah mendesak dan agar terhindar dari resiko terburuk yaitu kematian. Sementara subjek yang belum

menggunakan ARV adalah karena belum disarankan dokter dan meyakini serta telah menjalani pengobatan altematif selain ARV. Setelah subjek terinfeksi menimbulkan efek sosial, ekonomi dan psikologis pada diri subjek. Setelah subjek disarankan atau diharuskan menggunakan ARV, subjek mengalami konflik karena kondisi dilematis. Subjek ingin hidup panjang tanpa ARV tapi dalam analisis dokter kecil kemungkinannya, sedangkan biila menggunakan ARV artinya siap dengan konsekuensi -konsekuensinya. Konflik ini dijelaskan berdasarkan teori Kurt Lewin yaitu konflik Appoarch-Avoidance atau mendekat - menjauh. Konflik ini

(12)

hasil yang paling diinginkan tanpa memperdulikan resiko yang nantinya diterima. Dua subjek memilih menggunakan ARV dan satu subjek tidak untuk mengatasi masalah atau mencapai keinginan. Subjek yang

menggunakan ARV tidak menyesal atas keputusannya bahkan bersyukur dengan kondisi kesehatannya sekarang. Di masa datang ke dua subjek ini akan terus menggunakan ARV dan membantu teman-temannya yang telah disarankan menggunakan ARV untuk mendapatkan ARV seperti mereka. Subjek lain yang belum menggunakan ARV menemukan cara lain selain ARV, ia senang dengan kondisi sekarang dan berharap kondisinya tidak berubah bahkan bertambah baik. Di masa datang ia akan terus dengan pengobatan alternatif seperi sholat tahajud, ruqyah, dzikir dan obat-obatan tradisional

(13)
(14)

A. Latar Belakang

Era globalisasi telah datang, itulah anggapan bagi banyak orang. Pada

kenyataannya bahkan sejak beberapa tahun lalu sebenarnya Indonesia telah

masuk ke dalam era globalisasi, hal ini bisa dicontohkan dengan Indonesia

sejak lama telah menggunakan tenaga kerja asing, produk-produk asing,

jasa-jasa asing dan budaya asing telah banyak mempengaruhi sebagian

masyarakat Indonesia. Selain itu telah banyak perusahaan - perusahaan

asing berdiri di Indonesia sejak lama. Era Globalisasi terutam_a globalisasi

informasi merupakan era keterbukaan segala macam bentuk akses hasil akal

budi manusia seperti teknologi, informasi, pendidikan, budaya, barang

-barang dan jasa-jasa. Globalisasi menyebabkan keseragaman antar bangsa,

sesuatu yang dianggap maju atau berguna akan diikuti atau ditiru oleh

bangsa lain.

Di era globalisasi ini segala yang bermunculan di belahan bumi manapun

dapat sangat singkat kita ketahui. Dunia tidak lagi terlihat jauh dan terpisah.

(15)

keadaan anggota keluarga lainnya. Dalam era globalisasi, jarak bukan

menjadi kendala lagi, karena produk teknologi dapat mengantarkan kita

kemanapun dan dapat memberikan informasi apapun yang kita inginkan

dalam waktu singkat.

lnformasi terkini tentang penyakit yang kian berkembang salah satunya

adalah penyakii AIDS dan penelitian ini berkenaan dengan penyakit AIDS

namun dari segi psikologis. Sejak lama kita telah mendengar tentang

informasi penyakit AIDS yang menjangkit negara lain dan belum ada di

Indonesia. Namun sekarang kita merasa penyakit ini sangat dekat berada di

sekeliling kita, bahkan AIDS merupakan ancaman yang sangat mungkin telah

\.

masuk ke dalam rumah kita.

Seiring berkembangnya dunia pengobatan, semakin banyak ditemukan pula

jenis- jenis penyakit atau jenis - jenis virus baru. Dahulu orang tidak

mengenal AIDS, flu burung, penyakit Lupus dan penyakit sapi gila. Sekarang

penyakit ini sangat dikenal masyarakat di negara manapun dan telah menjadi

masalah dunia. Wabah penyakit dapat menembus batas- batas negara

seiring dengan mobilisasi makhluk seperti manusia, hewan dan

tumbuh-tumbuhan sebagai agen penularan. Cukup banyak penyakit yang pada jaman

dahulu sangat mematikan namun kini telah ditemukan obatnya seperti TBC,

(16)

Dalam pandangan agama manusia diciptakan untuk diuji kesabaran dan

ketaatan kepada Allah AWT. Ujian pada manusia bermacam - macam, salah

satunya melalui penyakit yang dideritanya. Ujian ini untuk menilai tingkat

kesabaran dan keikhlasan kepada Allah SWT. Seperti dalam hadis

disebutkan:"Dan sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu kaum,

dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa yang ridha menerimanya maka

dia akan menerima keridlaan Allah, dan barangsiapa yang murka {tidak

ridha), dia akan memperoleh kemurkaan Allah. {H.R. lbnu Majah dan

Tarmidzi) dan dalam al Quran dijelaskan," Berilah khabar gembira kepada

orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah

mereka mengucapkan:" sesungguhnya kami milik Allah,dan kepadanya-Nya

kami kembali". {Q.S. Al Baqarah 155-156)

Salah satu hikmah diturunkan penyakit pada diri seseorang adalah untuk

mengurangi dosa-dosa yang telah ia lakukan dan agar kembali ingat kepada

Allah. Hal ini seperti dijelaskan dalam hadis, 'Tidak ada suatu musibah yang

menimpa seorang mukmin walaupun hanya tertusuk duri bahkan lebih dari

itu, kecuall Allah tingkatkan derajatnya dan dihapuskan

dosanya".{H.R.Muslim). Setiap penyakit yang diturunkan Allah pasti disertai

obatnya, banyaknya orang menderita penyakit dan tidak kunjung sembuh

dikarenakan belum menemukan obatnya dan Allah belum mengangkat

(17)

"Berobatlah kamu, karena Allah Ta'ala tidak mendatangkan penyakit

melainkan telah mendatangkan pula obatnya. Hanya satu penyakit yang tidak

ada obatnya, yakni tua". (H.R.Ahmad) dan hadis,"Bagi tiap-tiap penyakit ada

obatnya, maka kalau bertemu penyakit dengan obatnya sembuhlah ia

dengan izin Allah". (H.R. Muslim)

Permasalahan berkembangnya suatu wabah penyakit di suatu negara dapat

mempengaruhi ketidakstabilan negara lain baik itu dalam hal ekonomi

maupun sosial politik. Hal ini menarik untuk dikaji artinya kita tidak bisa diam

I

saja melihat fenomena berkembangnya suatu penyakit atau virus pada suatu

negara tertentu karena dalam waktu sangat dekat penyakit atau virus

tersebut akan ada di negara kita. Globalisasi seharusnya menyebabkan kita

peduli dengan kondisi negara lain.

Salah satu hal yang sangat menarik adalah perkembangan penyakit

HIV/AIDS yang merupakan penyakit yang paling ditakuti penyebarannya.

Laju penyebaran HIV/AIDS sejalan dengan globalisasi, dengan mudahnya ia

masuk kesuatu negara dan berkembangbiak berlipat - lipat dalam tubuh

manusia. Virus HIV/AIDS ini jika telah masuk kedalam tubuh manusia maka

selamanya tubuh itu tak akan lepas dari virus tersebut dan hampir semua

orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS berujung pada kematian yang

(18)

Cara kerja virus HIV/AIDS adalah dengan memakan sel darah putih

inangnya(manusia) dimana sel darah putih ini berfungsi sebagai zat anti bodi

pelindung tubuh dari benda benda asing yang masuk kedalam tubuh seperti

virus, bakteri dan penyebab penyakit lainnya. Se! darah putih akan melawan

dengan membunuh benda- benda asing tersebut sehingga organ vital pada

diri manusia terlindungi. Tentu bisa dibayangkan bila orang tanpa memiliki sel

darah putih tentu benda - benda asing (virus, kuman - kuman, bakteri) akan

merajalela merusak tubuh.

Sampai saat ini pendemi AIDS global tidak menunjukkan tanda - tanda

mereda, 5 juta orang terinfeksi HIV di seluruh dunia dan 3 juta Jainnya telah

meninggal dan ini merupakan angka tertinggi selama ini. Angka ini

dilaporkan dalam "AIDS Epidemic Update 2003", laporan yang lebih

mendalam pada global HIV/AIDS Epidemic oleh Joint United Programme on

HIV/AIDS (UNA/OS) dan World Health Organitation (WHO) dalam hari AIDS

sedunia baru-baru ini tanggal 1 Desember.(Support, 2003:34).

Menurut laporan terbaru, diperkirakan 40 (antara 34 dan 46) juta orang hidup

dengan HIV diseluruh dunia, termasuk 2,5 (antara 2, 1 dan 2,9) juta

anak-anak dibawah umur 15 tahun. Secara global, diperkirakan 5 (4,2- 5,8) juta

orang baru terinfeksi dan 3 (2,5 - 3,5) juta orang meninggal karena AIDS di

(19)

terhitung lebih 3 juta orang terinfeksi baru dan telah terjadi 2,3 juta kematian

karena AIDS. Setiap hari di tahun 2003 diperkirakan 14 ribu orang terinfeksi

oleh HIV. Lebih dari 95 % dari mereka berada dalam negara berpenghasilan

rendah dan menengah. (Support , 2003: 34).

Pendataan perkembangan AIDS di Indonesia yang belum begitu jelas ini

dikarenakan lokasi penyebaran yang sangat luas dan banyaknya kasus yang

tidak melapor. Atau kasus penderita HIV baru diketahui setelah penderita

mau dirawat karena gejala HIV/AIDS sudah demikian tampak namun dapat

diperkirakan saat ini terdapat 130.000 Odha di seluruh Indonesia (meskipun

jumlah yang dilaporkan hanya 3.492 Odha hingga September 2003.(Support,

2003).

Seiring jumlah penderita HIV/AIDS yang bertambah dengan pesatnya, telah

ditemukan obat HIV/AIDS yang disebut obat ARV (Antiretroviral). ARV adalah

obat yang berfungsi menghambat replikasi (penggandaan diri) HIV.

Terapi (ART) dengan mengkombinasikan beberapa obat ARV bertujuan

untuk mengurangi viral load uumlah virus dalam darah) agar menjadi sangat

イ・ョ、。セ@ atau dibawah tingkat yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu yang

(20)
(21)

Mulai menggunakan ARV bukanlah hal yang mudah karena Obat ARV tidak

dijual bebas dan harus dengan izin dokter khusus dan bimbingan konselor.

Namun dalam dunia medis pengobatan terbaik dan termaju untuk menangani

virus HIV/AIDS adalah dengan terapi obat ARV ini. Di negara maju umumnya

telah menggunakan obat ARV untuk mengobati HIV/AIDS. Walaupun

demikian, pengobatan seperti vitamin - vitamin tertentu dan juga pengobatan

tradisional baik itu berupa ramu-ramuan, terapi pijat, akupuntur, tenaga

dalam dan segala bentuk cara pengobatan diluar standar medis tetap bisa

menjadikan pilihan bagi beberapa penderita terutama penderita yang tidak

memiliki biaya yang cukup atau yang tidak memiliki akses untuk

mendapatkan obat ini. Tidak sedikitjuga orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS

pasrah dengan nasibnya sehingga ia enggan berobat apalagi mereka

mengetahui cepat atau lambat mereka akan meninggal juga .

Pengambilan k9putusan untuk mulai menggunakan ARV harus didiskusikan

dengan beberapa pihak antara lain pihak dokter, konselor atau pendamping,

dan pihak keluarga. Pengambilan keputusan tidak dapat langsung diputuskan

karena harus mendengarkan beberapa pendapat dari pihak tersebut, selain

itu juga banyak hal- hal yang dipertimbangkan seperti besarnya biaya, efek

samping dari penggunaan obat ARV yang terus menerus. Pengambilan

keputusan mulai menggunakan ARV juga harus mempertimbangkan

(22)

memberantas virus, jenis HIV yang resisten sering muncul terutama jika

kepatuhan pasien pada terapi tidak hampir sempuma (95 % atau lebih).

Kegagalan lebih mungkin terjadi pada tahap penyakit yang sudah lanjut.

Kepatuhan pada terapi jangka panjang adalah sulit; semakin lama kepatuhan

cenderung semakin menurun. Selain itu penularan HIV melalui perilaku yang

beresiko dapat terus terjadi dan efek samping jangka pendek sering terjadi.

(Depkes RI, 2003)

Penggunaan ARV atau terapi antiretroviral di negara maju menyebabkan

penurunan drastis morbiditas dan mortalitas akibat AIDS serta menimbulkan

pemulihan kembali sistem kekebalan tubuh. Peningkatan jumlah CD4

rata-rata 100 - 200 pada tahun pertama. Pasien dengan kemajuan seperti ini

dapat menghentikan profilaksis primer atau sekunder unruk beberapa infeksi

oportunistik.(Depkes RI , 2003).

Ada beberapa perbedaan antara negara kita dengan negara maju mengenai

akses obat ARV ini. Di negara maju produksi ARV telah sangat masa1 dan

harganya terjangkau sehingga akses terhadap obat ini mudah. Selain itu

sistem penanganan di rumah sakit telah terbangun dengan baik serta

partisipasi masyarakat sangat positif baik itu dalam hal upaya pencegahan

maupun kepedulian dalam berbagai bentuk terhadap penderita HIV/AIDS.

Of

(23)

terapi ARV adalah disiplin diri dalam masa terapi yang berlanjut terus

menerus seumur hidup. Sementara di negara kita baru pada tanggal 8

Desember 2003 obat ARV dapat di produksi sendiri yaitu oleh PT. Kimia

Farma. Obat ini semakin mudah didapat dan dengan harga yang lebih

terjangkau yaitu berkisar Rp.400.000 - Rp.600.000 untuk konsumsi sebulan.

Sebelumnya, sejak tahun 2001 Odha membeli obat ARV generik import dari

India seharga Rp. 650.000, melalui Pokdisus AIDS FKUl/RSCM Jakarta.

Beberapa tahun sebelumnya hanya sedikit Odha yang mampu membeli ARV

jenis paten karena harganya luar biasa mahal yaitu, 4 - 6 juta rupiah per

bulan. (Support, 2003). Namun demikian obat ARV masih berpusat di kota

-kota besar saja dan penanganan terapi harus dilakukan di rumah sakit besar

di kota atau klinik - klinik yang fokus untuk menangani kasus HIV/AIDS.

Dalam hal harga obat dan biaya terapi masih dirasakan sangat mahal bagi".

sebagian besar penderita HIV/AIDS di Indonesia apalagi bila ditambah

dengan biaya untuk obat - obatan penyakit oportunistik. Biasanya

pengobatan untuk penyakit - penyakit lainlah yang menyebabkan biaya

pengobatan behambah mahal.

Ketika seseorang diharuskan untuk mengikuti terapi ARV mungkin yang

pertama kali terlintas adalah mahalnya harga, sulitnya mendapatkan obat

(24)

ditambah lagi besamya biaya pengobatan untuk infeksi oportunistik dari HIV

dan juga efek samping dari ARV. ARV ini sebagai obat penekan jumlah virus

dalam tubuh jLlga mempunyai efek samping yang berbeda bagi setiap

individu penggunaanya seperti muntah-muntah, gatal-gatal dan sebagainya.

Untuk itu penggunaan ARV harus benar-benar dikontrol baik oleh pihak

keluarga maupun dokter, maka penggunaan obat ARV harus benar- benar

dari resep dokter dan tidak bisa menggunakan fotocopy resep hal ini karena

kerasnya efek samping obat ARV. (Support, 2003)

Pengguna obat ARV tidak hanya berdomisili di Jakarta saja atau di kota

besar saja, tapi juga di luar Jakarta atau di pedesaan. Penderita HIV/AIDS

yang berasal dari luar Jakarta karena keterbatasan tenaga medis harus

menebus resep ke dokter yang ada di Jakarta atau dokter yang ada di kota

besar. Kesemuanya itu selain memakan biaya yang besar juga check up

untuk terapi ARV harus terus menerus dan harus di bawah pengawasan

dokter yang ahli dalam bidang HIV/AIDS.

Terdeteksinya seseorang terinfeksi HIV/AIDS menimbulkan konflik yang

sangat besar dalam diri penderita bahkan sampai pada keadaan konflik

memilih antara terus menjalankan hidup ini atau berakhir disini saja (putus

asa yang dapat berujung pada tindakan bunuh diri). Hampir semua orang

(25)

mereka alami. Seakan - akan Tuhan telah berlaku tidak adil pada diri

mereka.Sering timbul pemberontakan dalam diri penderita HIV/AIDS seperti

mengasingkan diri, menutup diri dari pergaulan, tidak mau makan, tidak lagi

menjalankan usaha atau pekerjaan karena stress atas nasib yang

menimpanya .

Setelah penderita HIV/AIDS berusaha menerima dirinya kembali, timbul

upaya untuk menjalani pengobatan walau mereka tahu bahwa penyakit yang

mereka terima secara medis belum ada obatnya. Obat tercanggih saat ini

hanya berfungsi memperfambat perkembangan virus. Bagi sebagian

penderita HIV/AIDS lainnya meyakini bahwa segala penyakit pasti ada

obatnya dan mereka berusaha terus mencari obat atau orang yang memiliki

kemampuan mengobati.

Pengobatan dengan terapi ARV memiliki resiko mulai dari ringan hingga

berat, namun tidak menggunakan ARV pun penuh resiko, mencari cara

pengobatan lain yang belum jelas hasil risetnya atau pembuktiannya juga

jauh beresiko. Bahkan menjadi kekonyolan apalagi penderita HIV/AIDS tidak

berobat sama sekali, tidak berbuat apa-apa itu bisa dikatakan pasrah pada

nasib dan membiarkan tubuh berjuang sendiri dengan anti bodinya yang

pada kenyataannya antibodi tersebut habis sedikit demi sedikit dimakan oleh I

(26)

Pilihan menjalankan terapi ARV ini biasanya akan menimbulkan konflik.

Penderita HIV Positif harus terus mengkonsumsi ARV seumur hidup, terus

mengeluarkan biaya tidak hanya untuk obat ARV namun juga untuk tenaga

konselor, tenaga dokter dan pengobatan efek samping dari obat ARV dan

infeksi oportunistik akibat virus HIV. Proses pengobatan yang sepanjang I

hayat dapat menambah rasa bersalah kepada banyak pihak terutama kepada

keluarga karena harus terus menyiapkan dana untuk pengobatan seumur

hidup. Hal ini sangat terasa pada keluarga yang kurang mampu ataupun

keluarga ekonomi menengah.

Selain itu yang menjadi pertimbangan lagi adalah ketatnya proses terapi.

Terapi ini memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi, obat harus terus

diminum pada jangka waktu tertentu dan itu dilakukan seumur hidup.

Penderita HIV Positif harus terus berada dibawah bimbingan konselor dan

dokter artinya ia harus terus melapor secara berjangka. Kegiatan pelaporan

ini baik itu ke dokter atau ke konselor bisa menjadi rutinitas yang bisa saja

membosankan. Melihat tingginya resiko yang harus dipikul maka dalam

memulai terapi ARV sangat diperlukan dukungan dari keluarga dan

umumnya faktor keluarga merupakan faktor terbesar bagi penderita HIV

Positif untuk mau bangkit dan berdamai dengan penyakitnya dan berusaha

hidup positif serta produktif mengisi " sisa-sisa " hidupnya. Alangkah

(27)

anggota keluarga terdeteksi HIV Positif sudah tidak menghiraukan karena

alasan aib keluarga, membuat malu dan sebagainya.

Melihat besarnya manfaat dari obat ARV namun harus menerima

konsekuensi yang harus dipikul membuat penderita HIV/AIDS berada dalam

situasi konflik. Sangat mungkin konflik seputar penggunaan ARV akan terus

muncul sepanjang hidup karena konsumsi ARV terus menerus menyebabkan

masalah - masalah yang tidak sedikit seperti masalah ekonomi, masalah

kedisiplinan atau kebosanan dalam menjalankan terapi, masalah kelangkaan

keters·ediaan obat ARV di Indonesia, masalah resistensi virus dan masalah

penyakit oportunistik serta penyakit -penyakit lainnya. Manfaat dan

konsekuensi dari penggunaan ARV menyebabkan kondisi dilematis bagi

penderita HIV/AIDS. Kebutuhan ARV harus dibayar mahal dengan

konsekuensi - konsekuensi yang harus ditanggung oleh penderita HIV/AIDS.

Problem pada masing - masing subjek sangat mungkin berbeda-beda karena

latar belakang kondisi yang berbeda - beda. Misalkan saja penderita

HIV/AIDS di negara maju seperti di Amerika Serikat mungkin tidak begitu

mempermasalahkan ketersediaan obat ARV karena produksi ARV disana

sangat melimpah dan dari segi ekonomi dana untuk terapi ARV sangat

terbantu dengan intervensi pemerintah atau bahkan pemerintah memberikan

(28)

dalam rangka pengobatan dan menunjang kelangsungan kehidupan

penderita HIV/AIDS.

Kondisi penderita HIV/AIDS di Indonesia tentu sangat menarik karena

perbedaan serta keunikan latar belakang baik itu ekonomi, budaya, karakter

dan kebijakan - kebijakan pemerintah yang ada. Begitu banyaknya

permasalahan seputar terapi ARV menyebabkan peneliti tertarik meneliti hal

ini, yaitu mengenai bagaimana penderita HIV/AIDS mengatasi konflik dan I

mengambil keputusan untuk memulai menggunakan ARV sebagai pilihan

terapi untuk menemaninya sepanjang hidup.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

1. Perumusan Masalah

Berdasar latar balakang tersebut di atas, perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses konflik terjadi pada penderita HIV/AIDS dalam

pengambilan keputusan untuk memulai menggunakan obat ARV? Untuk

menjawabnya pembahasan akan diarahkan untuk memahami dinamika

konflik dan pengambilan keputusan yang mengantarkan mereka pada

(29)

2. Mengapa sebagian penderita HIV/AIDS memutuskan untuk mulai

mengkonsumsi ARV padahal cukup banyak prosedur, efek samping dan

resiko yang harus diterima? Untuk menjawab pertanyaan ini,

pembahasan akan diarahkan untuk menemukan faktor- faktor yang

menyebabkan mereka melakukan tindakan tersebut.

2. Pembatasan Masalah

Agar jelas arah penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan pada

masalah yang akan diteliti yaitu:

1. Konfiik yang dimaksud di sini adalah suatu keadaan dalam lapangan

kehidupan seseorang ketika ada daya - daya yang saling bertentangan

arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. Konflik itu terjadi

ketika seseorang berada dibawah tekanan untuk merespon daya - daya

tersebut secara simultan.

2. Pengambilan keputusan yang dimaksud disini adalah pemilihan salah satu

diantara sejumlah alternatif pilihan dan memikul tanggung jawab atas

keputusannya itu. Dalam batasan ini, unsur pemilihan dan tanggung

jawab mendapat penekanan. Jika individu yang bersangkutan tidak

sampai terlibat dalam memikul tanggung jawab tersebut, maka ia tidak

ikut atau tidak perlu menanggung konsekuensi dari keputusannya , maka

(30)

3. AIDS yang dimaksud disini adalah sekumpulan gejala penyakit atau

sindrom yang disebabkan retrovirus yang menyerang sistem kekebalan

tubuh dan penderita HIV/AIDS disini adalah orang yang telah terinfeksi

HIV/AIDS positif melalui pengetesan laboratorium dan sekarang berada

pada tahap HIV positif.

4. ARV yang dimaksud disini adalah terapi obat - obatan retroviral (ART) .

ARV ini berupa obat-obatan penghambat replikasi (penggandaan diri)

virus HIV/AIDS sehingga jumlah virus HIV/AIDS dapat ditekan hingga

tidak terdeteksi dalam darah. namun demikian obat ini tidak dapat

membunuh virus HIV/AIDS secara total, virus masih tetap ada dan sangat

mungkin berkembang biak bila terjadi resistensi terhadap obat ARV ini. I

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui :

1. Dinamika Konflik dan proses pengambilan keputusan penderita HIV

Positif untuk mulai mengkonsumsi ARV.

2. Faktor - faktor yang menyebabkan penderita HIV Positif memutuskan

(31)

2. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang

cukup mendalam mengenai sikap seorang penderita HIV Positif dalam

mengambil keputusan dilematis atas kehadiran obat ARV yang dapat

meningkatkan kualitas hidupnya namun memiliki efek dan resiko yang harus

siap dihadapi. Sedangkan dari segi praktis penelitian ini diharapkan

bermanfaat bagi praktisi bidang penanganan orang dengan HIV/AIDS

seperti konselor HIV/AIDS pada instansi negeri, swasta maupun LSM - LSM

atau kita - kita sebagai individu yang peduli kepada peningkatan kualitas

hidup penderita HIV Positif. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai

referensi untuk memahami kasus dalam konseling yang berkenaan dengan

pasien atau klien yang terkena HIV/AIDS. Penelitian ini diharapkan juga

dapat berguna bagi penentu kebijakan dan pihak terkait dalam memberikan

masukan tentang kondisi yang terjadi sebenarnya seputar penyediaan ARV

dan respon penderita HIV/AIDS terhadap ARV ini.

D. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri atas lima bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah; perumusahan

dan pembatasan masalah; tujuan dan manfat penelitian, serta sistematika

(32)

Bab II Tinjauan teori yang meliputi : konflik; pengertian konflik; tipe konflik

pengambilan keputusan; definisi pengambilan keputusan; strategi

pengambilan keputusan; tahap-tahap pengambilan keputusan; HIV/AIDS;

pengertian HIV/AIDS; fase-fase AIDS; pendemi AIDS; ODHA; VCT; obat

ARV; konflik dan pengambilan keputusan penderita HIV/AIDS untuk mulai

menggunakan obat ARV

BAB Ill. Metodologi Penelitian yang meliputi: subjek penelitian; teknik

pengumpulan data; instrumen pengumpulan data; analisis data; dan tahapan

penelitian.

Bab IV Hasil penelitian, penyajian dan analisis data dan perbandingan antar

kasus.

Bab V Bab ini menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi dan

(33)
(34)

Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini,

yaitu teori-teori konflik, pengambilan keputusan, obat AIDS (ARV), dinamika

konflik dan pengambilan keputusan pada penderita HIV/AIDS untuk mulai

menggunakan obat ARV.

A. Konflik

1. Pengertian Konflik

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori konflik yang dikembangkan

oleh Kurt Lewin. Teori Konflik Kurt Lewin dianggap lebih tepat dan lengkap

untuk menjelaskan dan menjabarkan konflik internal yang terjadi pada

individu dalam hal ini penderita HIV/AIDS. Ada beragam definisi - definisi

konflik dalam disiplin ilmu psikologi dan salah satu yang cukup populer

adalah definisi yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Dijelaskan olehnya

bahwa konflik adalah keadaan daya-daya yang saling bertentangan arah

tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. (Atkinson, 1964).

Dalam Ensiklopedi Psikologi dijelaskan, bahwa konfik adalah suatu keadaan

(35)

harus memilih satu atau beberapa pilihan tersebut. Lazarus (1976)

menjelaskan bahwa konflik dapat timbul sebagai akibat adanya kebutuhan

internal atau motif yang saling bertentangan, tuntutan eksternal yang tidak

sesuai, dan adanya pertentangan kebutuhan internal dengan tuntutan

eksternal. Ada dua kategori konflik, yang pertama bersifat internal dan yang

kedua bersifat interpersonal. Konflik internal menunjukkan adanya

pertentangan dalam individu yang disebabkan adanya dua tuntutan yang

saling bertentangan dalam pencapaiannya. Sementara konflik interpersonal

terjadi bila ada benturan antara tujuan yang ingin dicapai seseorang dengan

tujuan yang ingin dicapai oleh orang lain. (Myers, 1986)

Para ahli psikologi merumuskan konflik terjadi ketika seseorang berada di

bawah tekanan untuk merespons daya-daya secara simultan. Dalam ilmu

Psikologi biasanya digolongkan menurut positif atau negatif nilai-nilai pada

pilihan yang efektif (Atwater, 1983). Dalam situasi konflik yang terjadi akibat

daya-daya yang bertegangan inilah seseorang mengarahkan pilihan sebagai

solusi konflik bagi dirinya terlepas dari pendapat orang lain apakah tetap atau

tidak tapi konflikjyang diselesaikan menunjukan nilai-nilai dan kualitas diri

dalam mengatasi konflik. Lewin menambahkan bahwa konflik terjadi pada

lapangan kehidupan seseorang. Lapangan kehidupan seseorang terdiri dari

orang itu sendiri (person) dan lingkungan psikologisnya (psychological

(36)

2000). Dengan demikian dapat dibuat batasan bahwa pengertian konflik

adalah suatu ke.adaan dalam lapangan kehidupan seseorang karena ada I

daya-daya yang saling bertentangan arah tetapi dalam kadar kekuatan yang

kira-kira sama akibat adanya dorongan internal dan tuntutan eksternal yang

berbeda. Konflik itu sendiri terjadi ketika seseorang berada di bawah tekanan

untuk merespon daya-daya tersebut secara simulatan.

2. Tipe - Tipe Konflik

Lewin mendefinisikan konflik sebagai suatu keadaan dimana ada daya

-daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang

kira-kira sama. Berdasarkan jenis daya yang terfibat di dalamnya, konflik dibagi

menjadi beberapa tipe. Tipe - tipe tersebut adalah:1. Konflik antara

daya-daya yang menimbulkan pergerakan, 2. Konflik antara daya-daya yang

menimbulkan pergerakan dan daya yang menghambat, dan 3. Konflik antara

daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang

lain. Ketiga tipe konflik ini akan diutarakan satu persatu. (Atkinson, 1964)

1) Konflik antara Daya-daya yang menimbulkan Pergerakan (Conflict

between Two or More Driving Forces)

Konflik tipe pertama ini adalah konflik antara dua atau lebih driving forces

(37)

valensi positif atau negatif yang masing - masing terpisahkan satu sama lain.

Pada tipe pertama ini, dapat terjadi empat kemungkinan situasi konflik, yaitu:

a. Konflik mendekat-mendekat (appoarch-approach conflict)

Dalam konflik ini, seseorang (P) berada diantara dua valensi positif

yang sama kuat. Contohnya, seorang penderita HIV/AIDS harus

memilih antara pergi dengan teman-temannya sesama penderita

HIV/AIDS ke psikolog yang dapat memberikan motivasi hidup atau

pergi menonton acara pagelaran budaya karya - karya penderita

HIV/AIDS. Konflik terjadi jika daya menuju pergi ke psikolog sama

kuatnya dengan daya menuju ke pagelaran budaya karya penderita

HIV/AIDS. Kekuatan salah satu daya akan meningkat jik.a valensi

wilayah yang dituju menguat dan jarak psikologis menuju wilayah itu

berkurang. Jika hal tersebut エ・セ。、ゥL@ maka konflik ini terselesaikan.

Dalam perilaku nyata, penyelesaian konflik di atas berlangsung dalam dua

bentuk, pertama: konflik diselesaikan dengan memuaskan/memenuhi tujuan

di satu wilayah terlebih dahulu baru kemudian ke wilayah Jain. Kedua, konflik

diselesaikan dengan memilih salah satu wilayah dan meninggalkan wilayah

yang lain. Dibandingkan dengan tipe konflik lainnya, konflik seperti ini

(38)

b. Konflik menjauh-menjauh (avoidance -avoidance conflict)

Dalam konflik ini, P berada di antara dua valensi negatif yang sama

kuat. Pada kasus penderita HIV/AIDS sangat mungkin sering terjadi.

P berada diantara 2 valensi negatif. P akan bertambah parah jika tidak

mengkon.sumsi obat-obatan yang mahal. Daya - daya dalam lapangan I

kehidupan P berupaya untuk tidak sakit parah dan tidak

mengkonsumsi obat-obatan. Namun jika P mengikuti daya pertama

yaitu berusaha tidak bertambah parah maka daya tersebut akan

berbenturan dengan daya kedua yang menghindari mengkonsumsi

obat-obat yang mahal. Demikian pula sebaliknya.

Dengan demikian P berada dalam konflik antara berusaha tidak parah

penyakitnya (dengan konsekuensi mengkonsumsi obat-obatan yang mahal)

atau tidak mengkonsumsi obat-obatan (dengan konsekuensi penyakitnya

bertambah parah). Konflik ini bisa bertahan lama jika ia tetap berada di

tengah-tengah antara mengerjakan tugas dan menghindari hukuman.

Keadaan semacam ini disebut keadaan keseimbangan yang semu (quasi

state of equilibrium). Dua bentuk perilaku dapat muncul sebagai akibat dari

keadaan ini. Bentuk pertama adalah kebimbangan perilaku dan pemikiran.

Artinya ada inkonsistensi pada apa yang dilakukan dan dipikirkan P ; P

terombang - ambing antara melakukan satu hal dengan hal yang lain.

(39)

begitu P bergerak mendekatinya. Ketika P mendekati salah satu wilayah

yang bervalensi negatif, P akan merasakan adanya peningkatan daya tolak

dan akibatnya ia bergerak menghindari wilayah itu, namun ketika ini

dilakukan, secara bersamaan P justru mendekati wilayah kedua yang juga

bervalensi negatif. Sebagai akibatnya, ia akan mengalami hal yang sama. Hal

ini membuat konflik menjadi stabil.

Kemungkinan bentuk kedua adalah tindakan meninggalkan wi!ayah

terjadinya konflik (leaving the field). Dalam kondisi ini, jumlah daya yang

dihasilkan justru menggerakkan P ke arah yang secara simultan

meninggalkan dua wilayah bervalensi negatif tersebut. Secara teoritis,

seseorang dapat menyelesaikan konflik menjauh-menjauh dengan cara

seperti ini. Namun seringkali tindakan ini justru memiliki konsekuensi yang

lebih buruk dari alternatif yang sudah ada. Terakhir dapat disebutkan bahwa

tindakan "leaving the field" menggambarkan keadaan di mana seseorang lari

dari kenyataan (night from reality) dan sering menjadi ciri dari perilaku

orang-orang yang terperangkap dalam konflik pelik semacam ini.

Banyak keadaan emosi yang intens dibangkitkan oleh konflik

menjauh-menjauh. Jika kedua wilayah yang bervalensi negatif memproduksi rasa takut

(40)

dan mengalami ketakutan. atau sebaliknya, ia mungkin menjadi marah dan

benci terhadap situasi yang memerangkapnya.

c. Konflik mendekat - menjauh (approach - avoidance conflict)

Dalam konflik ini P menghadapi valensi positif dan negatif yang sama,

contohnya seorang penderita HIV/AIDS (P) bekerja di sebuah salon,

sebagian daya mengarahkan P untuk bekerja di salon itu dengan giat

bahkan lembur namun daya lain menghambat P karena P tidak boleh

kerja terlalu berat, P harus menjaga kondisi tubuhnya agar tidak

terkena penyakit menular lainnya. P akan bekerja keras dan bila letih

atau sudah terasa lelah ia berhenti dan setelah beberapa waktu ia

bekerja keras lagi, ia akan mencoba bekerja terus dan kemudian

istirahat, hal ini membentuk keseimbangan (equilibrium) dan

menyebabkan konflik mendekat - menjauh menjadi konflik yang stabil.

Konflik ゥョセ@ merupakan konflik yang paling sulit untuk dipecahkan

penyebabnya, orang yang bersangkutan tertarik sekaligus menghindar

dari suatu wilayah yang sama karena wilayah tersebut bervalensi

positif, P mendekatnya tetapi begitu didekati, valensi negatif yang ada

diwilayah itu menjadi lebih kuat. Jika pada satu titik ketika mendekati

wilayah itu valensi negatif menjadi lebih kuat dari valensi positif, P

akan berhenti mencapai wilayah tersebut, karena wilayah yang

(41)

Seperti halnya konflik menjauh - menjauh, kebimbangan juga kerapkali

terjadi pada konflik mendekat-menjauh, artinya seseorang yang berada

dalam konflik akan berupaya mencapai wilayah yang dituju sampai saat

valensi negatifnya menjadi lebih kuat dan ia mundur. Namun demikian, sering

kali pada valensi negatif yang ada tidak cukup kuat untuk menolak upaya

mendekati wilayah tersebut. Dalam ha! ini orang tersebut dapat kewilayah

yang dituju, tetapi dengan lebih lambat dan ragu - ragu bila dibandingkan

wilayah tersebut tidak beNalensi negatif.

Perlu ditambahkan, bahwa ketika wilayah dituju akhirnya bisa dicapai,

kemungkinan frustasi tetap ada, bahkan pada beberapa waktu setelah tujuan

itu tercapai orang tersebut mungkin masih merasa tidak nyaman. Karena

valensi negatif yang ditetapkan telah ada kuat di wilayah itu baik seseorang

mengalami frustasi karena ia mencapai tujuan dengan lambat maupun

karena tidak mencapai tujuan sama sekali. Reaksi emosional seperti takut,

marah, dan benci, biasanya menyertai konflik mendekat - menjauh.

Sebelum masuk pada penjelasan tentang konflik mendekat-menjauh ganda,

perlu diperhatikan catatan Lewin berikut ini. Konflik menjauh-menjauh dan

mendekat - menjauh yang telah dijelaskan di atas, hanya dapat terjadi kalau

batas-batas (barrier) dalam kondisi kokoh pada lapangan kehidupan

(42)

Misalkan pada penderita HIV/AIDS yang bekerja keras untuk mendapatkan

uang namun dilarang untuk terlalu berlebih-lebihan dalam bekerja. Konflik

mendekat -menjauh terjadi sangat jelas bila batas - batas (banier) yang

kokoh pada lapangan kehidupannya seperti tidak ada lagi dana bantuan lain,

tidak ada kawan yang dapat membantu, sistem sosial yang tidak

mempermasalahkan seperti misalnya pelarangan bekerja bagi penderita

HIV/AIDS di tempat publik. Kestabilan sebetulnya akan lebih cepat

terpecahkan jika ada situasisituasi yang berubah seperti tunjangan negara

-negara atau jaminan pengobatan bagi penderita HIV/AIDS. Dengan

demikian, kestabilan konflik sebetulnya akan lebih cepat terpecahkan jika

terjadi beberapa perubahan situasi. Pertama, jika batas tidak kuat dan ada

wilayah lain yang bervalensi positif, maka daya akan berpindah ke wilayah I

yang terakhir ini. Terjadilah substitusi dan konflik pun berakhir. Kedua, salah

satu daya berkembang menjadi lebih dominan, sehingga pergerakan

(lokomosi) pun terjadi mengikuti arah daya tersebut.

d. Konflik mendekat - menjauh ganda (multiple approach - avoidance

conflict)

Konflik mendekat - menjauh ganda mengindikasikan seseorang yang

berada di antara dua wilayah, yang masing - masing memiliki valensi

positif dan negatif sekaligus. P menghadapi valensi positif dan negatif

(43)

pada jurusan yang lain. Banyak keputusan - keputusan yang besar

dalam hidup yang melibatkan konflik semacam ini. Sebagai contoh

seorang penderita HIV/AIDS memilih terapi ARV untuk kelangsungan I

kehidupannya. Penggunaan ARV ini memiliki valensi positif baginya

karena memberikan stabilitas dan rasa aman, karena ia mendapatkan

obat tercanggih untuk menangani AIDS, disamping ia juga tidak

mempermasalahkan dana. Dilain pihak, penggunaan obat ARV

bervalensi negatif karena dengan begitu ia harus menghentikan terapi

alternatif yang sangat disukainya dan cukup berkhasiat. Karena

memiliki keinginan untuk hidup lebih berkualitas dan sehat , ia tertarik

menggunakan obat ARV tetapi juga ia tidak ingin pengobatan

alternatifnya dihentikan karena sejauh ini cukup ada perubahan walau

tidak terlalu besar.

Menurut Atwater, setiap pilihan wilayah dalam konflik ini mengandung

konsekuensi positif dan negatif. Akibatnya, pengambilan keputusan menjadi

lebih sukar. Dampak buruk yang paling sering terjadi dari konflik ini adalah :

kebimbangan diantara alternatif - alternatif yang ada tanpa pernah mencapai

keputusan, memutuskan dengan terburu - buru tanpa dasar yang rasional;

atau membiarkan orang lain membuatkan keputusan untuk kita. (Atwater,

(44)

2) Konflik antara Daya yang Menggerakan dan Daya yang Menghambat

(Conflict between Driving Forces and Restraining Forces)

Tipe konflik yang kedua adalah konflik antara driving forces (daya yang

menggerakan) dan restraining forces (daya yang menghambat). Konflik ini

berbeda dengan konflik mendekat - menjauh yang telah dijelaskan

sebelumnya. Pada konflik mendekat - menjauh, dan konflik - konflik lainnya

yang berada dalam tipe pertama, semua daya yang terlibat merupakan

driving forces. Telah dijelaskan, driving forces adalah daya yang

mengarahkan pergerakan atau lokomosi ke wilayah tertentu. Sedangkan

restraining force.s adalah batas - batas (barrier) fisik atau sosial yang dapat I

menghambat pergerakan. Artinya, daya ini sama sekali tidak mengarahkan

pergerakan, namun berpengaruh terhadap driving forces.

Kadangkala, seseorang (P) terhalang oleh batas - batas (barrier) tertentu

dari upayanya untuk mendekati suatu goal bervalensi positif atau untuk

menghindari wilayah bervalensi negatif. Dalam situasi seperti ini, P akan

berulang kali mencoba mengitari dan kemudian melintasi barrier tersebut,

dengan kata lain "bernegosiasi", untuk mencapai (valensi positif) atau

meninggalkan (valensi negatif) wilayah yang bersangkutan. Jika upaya itu

gaga!, barrier itu sendiri lama kelamaan akan bervalensi negatif. Upaya P

untuk mendekati barrier cendrung makin berkurang dan perlahan - lahan ia

(45)

dan mencoba kembali, tetapi jika tetap saja gagal, ia akan secara permanen

meninggalkan wilayah tersebut. Lewin menambahkan, gagalnya negosiasi

untuk keluar dari barrier wilayah bervalensi negatif sering menghasilkan

keadaan ketegangan emosional yang tinggi. (Sarlito Wirawan,2000).

3) Konflik antara Daya yang Berasal dari Kebutuhan Sendiri dan Daya

yang Berasal dari Orang Lain (Conflict between Own Need Forces

and Induced Forces)

Tipe konflik pertama dan kedua di atas biasanya merupakan pertentangan

antara dua daya yang berasal dari kebutuhan orang yang bersangkutan

(forces corresponding to a person's own needs) atau dua daya yang berasal

dari orang lain (induced forces). Adapun tipe konflik yang ketiga, merupakan

pertentangan antara sebuah daya yang bersifat own need forces dan sebuah

daya lain yang bersifat induced forced. Sebagai contoh, keinginan seorang

anak/penderita HIV/AIDS (P) bertentangan dengan harapan orang tuanya

(0). Orang tua (0) memiliki kekuasaan yang lebih besar, oleh karenanya O

dapat menciptakan induced driving/restraining forces yang sesuai dengan

kehendak

0

sendiri. Si anak/penderita HIV/AIDS (P) dapat berupaya

melawan atau meruntuhkan kekuasaan orang tuanya, setidaknya di dalam

area konflik tersebut. Namun jika upaya ini gagal, P mungkin akan

mengarahkan agresivitasnya pada orang atau obyek lain. Atau mungkin juga,

(46)

Konflik pada akhirnya menghadapkan seseorang pada situasi untuk memilih.

Dalam situasi itulah, pengambilan keputusan diperlukan. Pengambilan

keputusan merupakan bagian dari penyelesaian masalah yang merupakan

suatu tindakan memilih dari lebih satu alternatif kemungkinan pllihan. Jika

kadar konflik yang dialami makin meninggi, seorang penderita HIV Positif

akan dihadapkan pada beberapa pilihan. Secara umum penderita HIV Positif

memiliki dua pilihan pada kasus pemakaian ARV. Pertama, mengkonsumsi

ARV dan kedua tidak mengkonsumsi ARV. Disinilah harus mengambil

keputusan, dengan pertimbangan bahwa hal itu adalah bagian dari upaya

penyelesaian masalahnya.

B. Pengambilan Keputusan

1. Pengertian P·

1engambilan Keputusan

Beberapa ahli memberikan batasan mengenai pengambilan keputusan

(decision making). Di antaranya adalah :

1) Pengambilan keputusan adalah sejenis pemecahan masalah yang

menimbulkan beberapa alternatif pilihan, yang mengharuskan kita

untuk memilih diantara beberapa pilihan.

2) Pengambilan keputusan adalah bagian dari pemecahan masalah.

(47)

seseorang pada tindakan yang mengharuskan untuk memilih.(David L

Watson, 1984).

3) Pengambilan keputusan adalah proses yang berkembang pada

pemecahan masalah. Pengambilan keputusan dapat dilihat sebagai

tindakan untuk memilih di antara alternatif pilihan masalah. (Clifford

T.Morgan dkk, 1986).

Batasan - batasan di atas memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan

merupakan suatu proses atau bagian dari pemecahan masalah. Secara

umum, masalah adalah setiap konflik atau pertentangan antara satu situasi

dengan situasi lain yang ingin dicapai yaitu yang menjadi goal atau tujuan

oleh seseorang atau sekelompok orang. Dengan demikian, proses yang

dilakukan dalam pemecahan masalah bersifat terarah pada tujuan dan

didorong oleh kebutuhan untuk mengurangi kesenjangan antara satu hal

dengan yang lain. (Morgan, 1986)

Keputusan yang diambil beraneka ragam. Tapi ada tanda- tanda umumnya:

1). keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual; 2). keputusan

selalu rnelibatkan pilihan dari berbagai alternatif; 3). keputusan selalu

melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan

(48)

2. Strategi Pengambilan Keputusan

Atwater mengklasifikasikan strategi pengambilan keputusan berdasarkan

unsur resiko yang terlibat di dalamnya:

1) Wish Strategy. Memilih altematif pilihan yang dapat membawa pada

hasil yang paling diinginkan, tanpa memperhatikan resiko.

2) Escape Strategy. Memilih alternatif pilihan yang paling tinggi

kecenderungannya untuk dapat terhindar dari hasil yang buruk.

3) Safe Strategy. Memilih alternatif pilihan yang paling tinggi

kecenderungannya untuk mencapai keberhasilan.

4) Combination Strategy. Memilih alternatif pilihan yang tepat.

Mengkombinasikan kemungkinan untuk memperoleh hasil. Yang

paling diinginkan (high desireability) dengan probabilitas peluang

tertinggi (high probability). (Atwater, 1984)

Dapat dikatakan pengambilan keputusan seseorang ditentukan oleh strategi

yang digunakannya untuk mengambil keputusan. Setiap orang melakukan

strategi pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Tiap orang pun memiliki

kemampuan yanig berbeda-beda dalam mengambil keputusan terhadap

berbagai sitasi yang dihadapi. Oleh karena itu, walaupun strategi

pengambilan keputusan tampaknya dapat diklasifikasikan oleh para ahli,

(49)

Atwater mengingatkan bahwa tujuan pengambilan keputusan adalah untuk

memperoleh ィセQウゥャ@ yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak

diinginkan. Dalam pengertian ini, " baik " atau " buruk" nya suatu keputusan

tergantung pada individu yang bersangkutan dan situasi yang dihadapi.

Gambaran pola pengambilan keputusan seseorang lebih merupakan

kombinasi unik dari strategi - strategi yang dilakukannya. Penelitian ini

berusaha menggali gambaran pengambilan keputusan secara individual,

dengan metode yang memungkinkan tergalinya keunikan individual. (Atwater,

1984)

Kadangkala seseorang melakukan strategi yang sama pada waktu, situasi,

atau lingkungan yang berbeda. Namun demikian strategi pengambilan

keputusan dapat berubah-ubah. Seseorang dapat melakukan strategi yang

berbeda-beda dalam berbagai situasi atau situasi yang sama di waktu yang

berbeda. Maka dapat dikatakan bahwa pola pengambilan keputusan

seseorang bersifat dinamis. Oleh karena itu, selain berusaha mendapatkan

gambaran pengambilan keputusan, penelitian ini juga berusaha

mendapatkan gambaran dinamika pengambilan keputusan masing-masing

(50)

3. Tahapan Pengambilan keputusan

Para ahli umumnya mengartikan pengambilan keputusan sebagai cara

memecahkan masalah dengan memilih alternatif terbaik dari sejumlah

alternatif yang ada (Du Brin, 1983: Morgan, King dan Robinson, 1984).

Adapun proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: (Du Buin.

1980)

a. Tahap input.

Pada tahap ini individu menemukan atau diberi suatu persoalan.berpangkal

dari persoalan tersebut, diketahui adanya satu atau beberapa keputusan

yang harus diambil.

b. Tahap throughput (decision making stages).

Pada tahap ini masalah sudah dikenali, kemudian berlangsung rangkaian

proses pengambilan keputusan yang saling tumpang tindih, yaitu

menjernihkan persoalan menemukan berbagai alternatif-alternatif tersebut,

mengambil keputusan, mengevaluasi hasilnya.

c. Tahap out put.

Dari konflik keputusan yang diambil, subjek merasakan konsentrasinya

berupa hasil yang optimal, memuaskan, atau kurang memuaskan .

Janis dan Mann seperti dikutip dalam Atwater, merumuskan adanya lima

tahap pengambilan keputusan yang kerap dilakukan dalam membuat

keputusan kePjutusan sulit. Rumusan tahap ini mencakup keputusan

(51)

hingga keadaan darurat nasional. Lima tahap tersebut adalah (Atwater,

1983) :

1) Menilai masalah. Meliputi pengenalan terhadap masalah, tujuan dari

penyelesaian dan menjaga agar tidak terjadi asumsi yang salah atau

oversimplifikasi terhadap masalah yang kompleks. Pertanyaan kunci: I

"Resiko apakah yang mungkin timbul jika tidak berbuat apa - apa atau

jika tidak melakukan perubahan?"

2) MelihaUsurvey alternatif - alternatif pilihan yang ada. Hal yang paling

dibutuhkan dalam tahap ini adalah sikap keterbukaan dan fleksibilitas

dengan perhatian untuk mengumpulkan informasi mengenai seluruh

kemungkinan altenatif, baik yang telihat nyata maupun tidak.

Pertanyaan kunci: "Apakah seluruh alternatif yang ada telah

dipertimbangkan ?"

3) Menimbang alternatif. Seluruh pilihan dievaluasi berdasarkan

konsekuensi dan kemungkinan untuk dilakukan. Mengenai

konsekuensi, yang terutama dilihat adalah kemungkinan manfaat dan

pengorbanan yang harus diterima. Pertanyaan kunci : " Alternatif

manakah yang terbaik ?"

4) Membuat komitmen. Penumpukan ketegangan karena

mempertimbangkan banyaknya altenatif hanya bisa diselesaikan

dengan membuat komitmen. Namun demikian, masih ada

(52)

mengambil keputusan. Pertanyaaan kunci :" Kapankah saya dapat

mengimplementasikan alternatif terbaik yang telah diambil dan

membiarkan orang lain tahu keputusan saya ? "

5) Menerima umpan balik meskipun negatif. Setiap keputusan

mengandung resiko. Oleh karena itu, adalah penting untuk tidak

bereaksi berlebihan terhadap kritik atau kekecewaan yang mungkin

timbul. Reaksi tersebut memang dapat terjadi dalam berbagai bentuk,

misalnya dengan berubah pikiran atau sebaliknya membenarkan

pikiran sendiri atau mengabaikan kritik-kritik yang bermanfaat.

Pertanyaan kunci : "Apakah resiko yang ada demikian seriusnya jika

saya tidak berubah ? Apakah resiko itu menjadi lebih serius jika saya

tidak berubah ? "

Disamping tahapan - tahapan di atas Janis dan Mann mengeniukakan 7

kriteria untuk menguji efektifitas pengambilan keputusan :

1) Secara menyeluruh melihat alternatif tindakan yang mungkin dilakukan

2) Mempertimbangkan seluruh tujuan yang akan dicapai dan nilai - nilai

yang terkandung dalam setiap pemilihan

3) Secara hati - hati menimbang kerugian yang akan dihadapi,

memperkirakan resiko -resiko yang belum pasti, baik konsekuensi

(53)

4) Secara intensif mencari informasi baru yang relevan untuk. evaluasi

lanjut

5) Membuka diri memperhitungkan informasi baru walaupun informasi itu

tidak mendukung pilihan yang disukainya

6) Menilai kembali konsekuensi positif dan negatif setiap pilihan termasuk

pilihan yang semula tidak diterima sebelum mengambil keputusan

akhir

7) Membuar langkah - langkah tindakan dan rencana yang terperinci

dengan mempertimbangkan kemungkinan tindakan antisipatif. (Janis &

Mann,1979)

C. HIV/ AIDS

1. Pengertian HIV/AIDS

Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA yaitu virus

yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Virus

HIV pertama kali ditemukan pada Januari 1983 oleh Luc Montaigner di

Prancis pada seorang pasien limfadenopati, Oleh karena itu kemudian

dinamakan LAV (Lumph Adenopathy Virus). Kemudian pada bu Ian Maret

1984, Robert Gallo di Amerika Serikat menemukan virus serupa pada

penderita AIDS yang kemudian disebut HTLV-111. Pada bulan Mei 1986

(54)

Immunodeficiency Virus) yang sampai saat ini secara resmi digunakan.

(Depkes RI, 2003)

AIDS merupakan singkatan dari Acruired lmmuno Defficiency Syndrome,

yaitu sekumpulan gejala penyakit atau sindrom yang disebabkan oleh

retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Penyakit ini disebabkan

karena virus yang disebut HIV (Human lmunodeficiency Sydrome). Pada

orang yang sehat, terjadinya infeksi dapat dilawan oleh suatu sistem

pertahanan dalam tubuh yang disebut sebagai sistem kekebalan tubuh

(immune body system). Sistem kekebalan tubuh ini bekerja untuk mengenali

benda asing yang masuk (misalnya bakteri, virus dan lain-lain) dan

selanjutnya membentuk antibodi untuk melawan benda asing tersebut. Tiap

penyakit merangsang pembentukan antibodi yang spesifik terhadapnya.

(Depkes , 1989).

Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA yaitu virus

yang mengunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik.

(Depkes RI, 2003). Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia

dan merusak salah satu jenis dari sel - sel putih yang bertugas menangkal

infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam kelompok limfosit yang

disebut sel T-4 atau sel T-penolong (T - helper), atau disebut juga sel CD-4

(55)

T-helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Terdapat banyak fungsi

penting limfosit T - helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan

sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam

sistem imun dan pembentukan antibodi

Kemampuan HIV melumpuhkan dan membunuh sel-sel ini mengakibatkan

tidak berfungsinya seluruh sistem kekebalan tubuh manusia. Keadaan ini

menjadikan Odha sangat rentan terhadap infeksi yang mengenainya. lnfeksi

yang menyerang pada sistem kekebalan tubuh lemah disebut infeksi

oportunistik (opportunistic infections). Dengan kata lain, HIV bukan

merupakan penyebab langsung dari kematian, tetapi dengan kehadirannya I

yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, menyebabkan penyakit - penyakit

lain mudah menyerang tubuh. (Schoub, Berry D, 1994)

Keunikan dari virus ini dibandingkan virus penyakit lain adalah adanya masa

laten (asymptomatic stage) sekitar 5 tahun. Pada masa ini Odha tidak

menyadari dirinya telah terinfeksi karena belum adanya kerusakan fisik nyata,

namun ia telah mampu menularkan virus ini kepada orang lain. Pada masa

laten ini (disebut tahap HIV positif) Odha tidak berbeda dengan orang lain

yang sehat, ia masih dapat melakukan aktifitas biasa sehari - hari. Melalui tes

laboratorium saja dapat diketahui adanya virus dalam tubuhnya.

(56)

akhirnya meningkatkan resiko penularan infeksi HIV ke orang lain. Setelah

masa tanpa gejala ini, barulah Odha masuk pada tahap AIDS dimana mulai

muncul gejala-gejala yang ditandai oleh beberapa penyakit sebagai akibat

makin melemahnya sistem kekebalan tubuh. (Schoub, Berry, 1994).

Dalam kondisi normal jumlah CD-4 dalam tubuh berjumlah sekitar 1000 ul.

Namun ketika virus HIV mulai masuk kedalam tubuh dan secara selektif

menyerang CD4 maka jumlahnya akan berkurang secara progresif. Pada

awal fase asymptomatic, jumlahnya CD-4 dalam tubuh adalah 500 ul. Jumlah

ini akan berkurang sampai dengan 200 ul pada fase AIDS. Pada jumlah ini

sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, sehingga menyebabkan

penderitanya (Odha) menjadi sangat rentan terhadap berbagai macam

penyakit oportunistik, seperti Herpes Zoster, Sarcoma Karposi, TBC dll.

(Stewart, 1997).

Penularan HIV/AIDS tidak mudah dan terjadi begitu saja .Virus HIV hidup dan

berkembang di cairan - cairan dalam tubuh seperti darah, sperma, dan

cairan vagina. Berkaitan dengan media hidup HIV, maka penularannya pun

bersifat spesifik, yaitu HIV menular melalui a). hubungan seksual, baik homo

atau hetero dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV tanpa memakai

pelindung, b). melalui tranfusi darah yang telah tercemar HIV, c). melalui ibu

(57)

melalui alat suntik yang dipakai berulang-ulang dan telah tercemar HIV (Inter

Drug User). Virus ini tidak terbukti ditularkan melalui kontak sosial biasa

seperti; hidup serumah dengan pengidap HIV/AIDS, bersenggolan dan

bersentuhan dengan Odha, berjabatan tangan, berciuman, makan dan

minum dari tempat yang sama, melalui gigitan serangga dan berenang

bersama (Depkes RI, 1997).

Sebagai retrovirus, HIV memiliki sifat khas karena memiliki enzim reverse

transcriptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus mengubah informasi

genetiknya yang berada dalam RNA keputusan dalam bentuk DNA yang

kemudian diinteraksikan keputusan dalam informasi genetik sel limfosit yang

diserang, dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit

untuk menggandakan dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri - ciri HIV.

HIV dapat diteimukan dan diisolasikan dari sel limfosit T, limfost B, sel

makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi sampai

saat ini hanya darah dan sperma yang jelas terbukti sebagai sumber

penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya.

(Depkes RI, 2003)

Sistem manusia adalah sangat kompleks dan memiliki kaitan yang rumit

antara berbagai jaringan dan sel dalam tubuh, kerusakan pada salah satu

(58)

terutama apabila komponen tersebut adalah komponen yang menentukan

fungsi-fungsi komponen sistem lainnya. Pada AIDS komponen yang diserang

adalah limfost T helper yang memiliki reseptor VD 4 di permukaannya.

Terdapat banyak fungsi penting limfosit T helper antara lain menghasilkan zat

kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan

sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi. Oleh karena itu

pada pasien AIDS terdapat kelainan pada fungsi limfosit T, limfosit B,

monosit, makrofag dan sebagainya.

(Depkes RI, 2003)

2. Fase - fase perjalanan virus sampai dengan tahap AIDS

Perjalanan virus HIV sampai dengan tahapan AIDS terbagi menjadi beberapa

fase, yaitu :

lnfeksi awal HIV : Masa sebelum timbulnya respin antibodi

biasanya antara 6 -12 minggu yang sering disebut sebagai

periode jendela (window period). Pada masa ini seorang yang

diuji darahnya dapat menunjukan hasil yang negatif. Untuk itu

perlu dilakukan tes ulang. Biasanya selama 3-5 tahun setelah

terinfeksi, timbul pembengkakan kelenjar getah bening secara

menyeluruh yang tidak menimbulkan rasa nyeri.

Pembengkakan kelenjar getah bening ini dapat terus

(59)

sampai beberapa tahun. Pada masa ini, seorang pengidap

HIV sudah dapat menularkannya pada orang lain.

Gejala HIV atau disebut juga PGL (Persistent Generalized

Lymphadenopaty).

Yaitu gejala - gejala infeksi HIV yang timbul setelah masa

window period berlalu, antara lain pembengkakan kelenjar

getah bening di bagian leher, ketiak atau selangkangan,

demam atau influenza, berkeringat pada malarn hari, berat

badan turun tanpa sebab yang jelas serta diare.

Gejala AIDS atau ARC (AIDS Related Complex). Pada tahap

ini, virus sudah merusak sistem kekebalan tubuh. Gejala

infeksi lanjutan pada tahap ini antara lain; selalu merasa lelah,

mencret terus menerus lebih dari sebulan, demam dan

berkeringat di malam hari, berat badan turun lebih dari 10 %

berat normal, infeksi rongga mulut. Pembengkakan kelenjar

getah bening bisa terus berlanjut pada tahap ini.

Tahap AIDS (Full Blow). Merupakan akhir dari perjalanan

iiiifeksi HIV. Hal ini ditujukan dengan adanya satu atau

beberapa infeksi oportunistik, seperti; peneumonia diare

persisten, sarcoma karposi dan infeksi dari sistem saraf.

Sistem kekebalan tubuh sudah lumpuh sama sekali. lnfeksi

(60)

antara lain: radang/kanker paru-paru kanker kulit dan infeksi

セッョァァ。@ mulut, TBC serta Herpes .

AIDS Tahap Lanjutan atau AIDS Dimentia Complex.Pada

tahap ini HIV telah mencemari darah yang masuk ke otak dan

menghancurkan sel-sel otak. Hal ini menyebabkan

gejala-gejala antara lain, kebingungan, daya ingat penderita

melemah bahkan rusak sama sekali, proses daya pikir juga

rusak, perilaku menjadi kacau, perubahan pada kepribadian

menjadi pikun atau pelupa sebelum waktunya, dan tidak

mampu mengontrol (emosi) diri (Depkes RI, 1998).

3. Pendemi AIDS

Sejak tahun 1987 hingga akhir September 2003, Depkes melaporkan 2685

kasus HIV/ AIDS, namun sebenarnya diperkirakan sekitar 80.000-120.000

orang. Menurut laporan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (Mei 2003),

pada 3 tahun terakhir ini fase epidemik HIV/AIDS di Indonesia telah berubah

dari "low" menjadi "concentrated" karena terdapat prevalensi HIV di atas 5 %

di beberapa wilayah/kelompok masyarakat terdapat peningkatan

seroprevalensi HIV yang sangat pesat di kalangan pecandu narkoba, yaitu 48

% di OKI Jakarta dan 53 % di Bali. sebuah hasil tes HIV secara sukarela

(VCT) yang dijalankan Yayasan Pelita llmu di Jakarta bahkan menunjukkan

(61)

prevalensi HIV dikalangan pengguna narkoba bisa menimbulkan resiko

cukup besar terjadinya penularan HIV dari pasangan pengguna narkoba ke

bayi mereka. (Support, 2002). Penyebaran yang tinggi ini juga diperkuat dari

hasil pendataan oleh Depkes yaitu hingga Maret 2002 telah tercatat terdapat

2187 kasus HIV positif dan 689 kasus AIDS yang tersebar 24 provinsi di

Indonesia. Dengan demikian jumlah keseluruhan kasus HIV/AIDS adalah

2876 kasus. (Depkes Rl,2002).

Kasus penularan HIV/AIDS dikalangan pecandu narkoba suntik atau IOU

(Inter Drug User) meningkat sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari proporsi

keseluruhan jumlah kasus HIV/AIDS, dimana 668 kasus dianta.ranya berasal

dari faktor resiko penyalahgunaan narkoba suntik. Selanjutnya, hubungan

seks memberi kaitan lagi antara penyalahgunaan obat dan infeksi HIV.

Dalam suatu survey pernah dilakukan di 13 kota besar di Indonesia sebagian

besar pecandu narkoba suntik melaporkan tidak pernah memakai kondom

dengan pasangan tetapnya. Karena IOU tidak hanya melakukan hubungan

seks dengan IOU lain, maka mereka sering menjadi jembatan penting bagi

penyebaran HIV ke masyarakat umum (Depkes RI, 2002)

Sementara penyebaran pada ibu hamil dimana dalam studi prevalensi pada

ibu hamil di Pro1pinsi Riau pada tahun 1998/1999 menunjukkan bahwa 0,35

%

Gambar

Gambaran um
GAMBARAN KASUS FRAZ
GAMBARAN KASUS
GAMBARAN KASUS VOS
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif antara intensitas layanan bimbingan dan konseling terhadap ketaatan siswa pada tata tertib sekolah diterima.Hal ini

Berdasarkan gambar 1 di atas, diketahui bahwa hasil analisis cluster konsumen Kediri Town Square terdiri dari 4 kelompok (segmen), dari 4 kelompok konsumen yang terbentuk

Selaku KPA Bertindak Sebagai

Orang Batak Toba di Desa Gajah juga menggunakan tradisi gondang sabagunan khususnya untuk kaum muda-mudi dalam pelaksanaan pesta yang dikenal dengan gondang naposo4.

Penelitian ini merupakan aplikasi travel cost method (TCM) yang bertujuan untuk mengestimasi nilai manfaat dari Taman Balekambang bagi pengunjung.. Tujuan dari

Peran orang tua sebagai motivator merupakan hal yang sangat penting dalam menumbuhkan sikap semangat rajin belajar baik di sekolah maupun di rumah.Kebanyakan anak

Hasil penelitian frekuensi susunan gigi tidak berjejal dan berjejal pada bentuk lengkung narrow rahang bawah mahasiswa FK UNLAM Banjarmasin Tahun 2010- 2012 dengan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan sebuah kegiatan kurikuler yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa praktikan sebagai usaha pelatihan guna menerapkan teori