TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 2725 K/Pdt/2008)
TESIS
Oleh
R I F A ’ I
087011165/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS
TANAH YANG TELAH BERSERTIFIKAT HAK MILIK (STUDY
TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 2725 K/Pdt/2008)
T E S I S
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
R I F A ’ I
087011165/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH
BERSERTIFIKAT HAK MILIK (STUDY
TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2725
K/Pdt/2008) Nama Mahasiswa : Rifa’i
Nomor Pokok : 087011165
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Telah diuji pada
Tanggal : 28 Januari 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn
ABSTRAK
Walau sudah dilakukan berbagai upaya dalam memberikan kepastian hukum pada objek pertanahan, namun masih ada saja sengketa yang terjadi, yang dalam hal ini dapat dilihat di dalam kasus-kasus pertanahan. Untuk daerah Pekanbaru saja, banyak sudah problem tanah yang terjadi antaranya kasus tanah gedung DPRD Riau, kasus penyerobotan lahan warga Kota Pekanbaru, kasus tanah warga Tebing Tinggi Okura Pekanbaru dengan PT Arara Abadi, lalu kasus tanah hasil lelang BPPN dan PT Nice Punty Propetindo. Akan dicermati suatu kasus pertanahan melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2725K/PDT/2008 terkait dengan kepastian hukum atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.
Bagaimana kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya?
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan) yaitu bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu dan metode yang dipakai adalah penelitian yang bersifat
deskriptif-analitis yaitu metode yang memberikan gambaran tentang kenyataan atau fenomena.
Kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat didasarkan atas tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan dipengadilan dan dijamin oleh undang-undang di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif yang mengandung unsur-unsur positif, karena akan menghasilkan suat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan terbitnya Peraturan, pendaftaran tanah dilaksanakan untuk memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya, surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat berupa pemberian sertifikat. Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertipikat tanah itu tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertipikat tanah menurut sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri bahwa sertipikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.
masalah sebab ketika muncul manusia di atas tanah, maka muncullah yang disebut rent
yakni sesuatu yang membuat tanah itu bernilai lebih bagi manusia. Disamping masih ada Camat dan atau Bupati yang berani mengeluarkan Surat Tanah padahal bukan menjadi wewenangnya lagi. (3) Faktor teknis meliputi pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah dengan pendaftaran hak atas tanah serta pemberian surat tanda bukti hak yang merupakan rangkaian kegiatan teknis guna memberikan jaminan kepastian hukum yang pelaksanaannya membutuhkan keahlian secara teknis, namun tidak didukung dengan peralatan yang memadai, sehingga faktor teknis merupakan penyebab dari sengketa pertanahan yang telah besertifikat.
ABSTRACT
Despite several attempts done to provide legal certainty to the object of land, disputes still exist and are clearly exposed through the cases of land. In Pekanbaru itself, many land disputes occurred such as the case of the land for the office building of Riau Provincial Legislative Assembly, illegal annexation of the land belongs to the citizens of Pekanbaru, the case of land dispute between the citizens of Tebing Tinggi Okura Pekanbaru and PT. Arara Abadi, and the case of land sold at auction by National Land Board and PT. Nice Punty Propetindo. This study looked at a land case based on the decision of Supreme Court No. 2725K/PDT/2008 related to the legal certainty of the land with certified ownership.
The purpose of this explorative study with descriptive analytical method describing a fact or phenomenon was to analyze how much legal power a certified land ownership has and the factors generating the occurrence of disputes in land with certified ownership.
The legal power of the land with certified ownership is based on strong evidence meaning that as long as the evidence cannot be proven in court and is guaranteed by the legislation in land affairs and its system of publication is negative system with positive elements, it will make documents that function as legal strong evidence as stated in Article 19 (2c) and Article 23 (2) of Agrarian Law and Article 32 (1) of Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration. With the issuance of this regulation, land registration is performed to provide guarantee of legal certainty in land sector and its registration system shown through the document in the form of certificate serves as the powerful legal evidence. Land certificate serves as valid evidence for a land owner, meaning that although the land certificate is not the only absolute evidence. So it is not true that the land certificate still be proven in the court of first instance, according to the land registration system adopted by Agrarian Law, is the one disputed.
to provide legal certainty whose implementation needs technical skill, but since it is not supported by adequate equipment, the technical factor became the cause of dispute of land with certified ownership.
KATA PENGANTAR
Pertama dengan segala kerendahan hati diucapkan puji dan syukur kehadirat
Allah SWT karena berkat dan karunia-Nya telah menambah keyakinan dan kekuatan
penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki untuk dapat menyelesaikan
penulis Tesis dengan judul, “TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH BERSERTIFIKAT HAK MILIK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2725 K/PDT/2008)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan.
Dalam penulisan Tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
moril berupa bimbingan dan arahan sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Oleh
karena itu, diucapkan terimakasih kepada dosen komisi pembimbing, yang terhormat
dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., dan Ibu Chairani Bustami, S.H., S.P.N., M.Kn., selaku dosen pembimbing. Juga kepada dosen penguji Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum., C.D., atas bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulis Tesis ini.
Selanjutnya diucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM)., SpA (K)
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan;
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan kontribusi dalm
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.), Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Medan;
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku sekretaris Program Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan;
5. Seluruh dosen dan para pegawai/karyawan Program Studi Magister Kenotariatan
(M.Kn.), Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu
kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan;
6. Seluruh staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat
diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan;
7. Kepada semua rekan-rekan peserta Program Magister Kenotariatan (M.Kn.)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan semangat
dalam pembuatan Tesis ini.
Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terimakasih kepada orang tua
penulis yang selalu mengasihi, ayahanda Almarhum Legiyo dan Ibunda Kaseni
yang selalu memberikan limpahan kasih saying dan nasihat untuk berbuat sesuatu
yang terbaik demi masa depan penulis, demikian juga kepada kedua mertua,
Ayahanda Tukijan Marzuki dan ibunda Almarhumah Sutijah, kemudian kepada Istri tercinta Rulia Faiza, S.IP., beserta anak tersayang Wahyu Ramadana yang telah menjadi motivasi untuk menyelesaikan studi dalam penulisan Tesis ini.
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penulisan Tesis ini.
Semoga Tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Medan , Januari 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Rifa’i
Tempat/tanggal lahir : Pati, 01 Januari 1971
Alamat : Jl. Tangkuban Perahu Timur No. 07
Strata I : - Fakultas Sospol Universitas Islam Riau
-Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Riau
V. Pekerjaan : - Asisten Notaris / PPAT Alm. Tajib Rahardjo, SH - Dirut PT. SARI JAYA RIAU
- Komisaris PT. BINTANG JAGAD RAYA
VI. Organisasi : - Ketua Masyarakat Karesidinan PATI – RIAU -Wakil Ketua Ikatan Keluarga Jawa – Riau
-Wakil Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Jawa – Pekanbaru
DAFTAR ISI
BAB II PENGATURAN DAN MEKANISME PENDAFTARAN TANAH A. Pengaturan Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik 1. Dasar Hukum Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik ... 25
2. Syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik... 27
3. Prosedur Pendaftaran Hak Milik... 30
1. Sistem Perlindungan Hukum ... 46
2. Tugas Badan Pertanahan Nasional Dalam Lingkungan Wilayah Kota Pekanbaru Dalam Sistem Perlindungan
Pertanahan ... 49
3. Kepemilikan Atas Tanah Bersertifikat... 51
4. Kekuatan Hukum Sertifikat Tanah... 60
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB SENGKETA TANAH
BERSERTIFIKAT
A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Atas Tanah Hak Milik ... 73
B. Upaya Penyelesaian Sengketa Atas Tanah Hak Milik... 84
C. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Beriktikad
Baik ... 88
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 108
B. Saran... 109
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
ABSTRAK
Walau sudah dilakukan berbagai upaya dalam memberikan kepastian hukum pada objek pertanahan, namun masih ada saja sengketa yang terjadi, yang dalam hal ini dapat dilihat di dalam kasus-kasus pertanahan. Untuk daerah Pekanbaru saja, banyak sudah problem tanah yang terjadi antaranya kasus tanah gedung DPRD Riau, kasus penyerobotan lahan warga Kota Pekanbaru, kasus tanah warga Tebing Tinggi Okura Pekanbaru dengan PT Arara Abadi, lalu kasus tanah hasil lelang BPPN dan PT Nice Punty Propetindo. Akan dicermati suatu kasus pertanahan melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2725K/PDT/2008 terkait dengan kepastian hukum atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.
Bagaimana kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya?
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan) yaitu bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu dan metode yang dipakai adalah penelitian yang bersifat
deskriptif-analitis yaitu metode yang memberikan gambaran tentang kenyataan atau fenomena.
Kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat didasarkan atas tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan dipengadilan dan dijamin oleh undang-undang di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif yang mengandung unsur-unsur positif, karena akan menghasilkan suat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan terbitnya Peraturan, pendaftaran tanah dilaksanakan untuk memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya, surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat berupa pemberian sertifikat. Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertipikat tanah itu tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertipikat tanah menurut sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri bahwa sertipikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.
masalah sebab ketika muncul manusia di atas tanah, maka muncullah yang disebut rent
yakni sesuatu yang membuat tanah itu bernilai lebih bagi manusia. Disamping masih ada Camat dan atau Bupati yang berani mengeluarkan Surat Tanah padahal bukan menjadi wewenangnya lagi. (3) Faktor teknis meliputi pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah dengan pendaftaran hak atas tanah serta pemberian surat tanda bukti hak yang merupakan rangkaian kegiatan teknis guna memberikan jaminan kepastian hukum yang pelaksanaannya membutuhkan keahlian secara teknis, namun tidak didukung dengan peralatan yang memadai, sehingga faktor teknis merupakan penyebab dari sengketa pertanahan yang telah besertifikat.
ABSTRACT
Despite several attempts done to provide legal certainty to the object of land, disputes still exist and are clearly exposed through the cases of land. In Pekanbaru itself, many land disputes occurred such as the case of the land for the office building of Riau Provincial Legislative Assembly, illegal annexation of the land belongs to the citizens of Pekanbaru, the case of land dispute between the citizens of Tebing Tinggi Okura Pekanbaru and PT. Arara Abadi, and the case of land sold at auction by National Land Board and PT. Nice Punty Propetindo. This study looked at a land case based on the decision of Supreme Court No. 2725K/PDT/2008 related to the legal certainty of the land with certified ownership.
The purpose of this explorative study with descriptive analytical method describing a fact or phenomenon was to analyze how much legal power a certified land ownership has and the factors generating the occurrence of disputes in land with certified ownership.
The legal power of the land with certified ownership is based on strong evidence meaning that as long as the evidence cannot be proven in court and is guaranteed by the legislation in land affairs and its system of publication is negative system with positive elements, it will make documents that function as legal strong evidence as stated in Article 19 (2c) and Article 23 (2) of Agrarian Law and Article 32 (1) of Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration. With the issuance of this regulation, land registration is performed to provide guarantee of legal certainty in land sector and its registration system shown through the document in the form of certificate serves as the powerful legal evidence. Land certificate serves as valid evidence for a land owner, meaning that although the land certificate is not the only absolute evidence. So it is not true that the land certificate still be proven in the court of first instance, according to the land registration system adopted by Agrarian Law, is the one disputed.
to provide legal certainty whose implementation needs technical skill, but since it is not supported by adequate equipment, the technical factor became the cause of dispute of land with certified ownership.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan dari reformasi agraria yang hendak dicapai oleh UUPA dapat dilihat di
dalam konsidern UUPA yang merumuskan tujuannya sebagai berikut: 1
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur;
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum pertanahan;
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Dalam pembangunan, peranan tanah untuk pemenuhan berbagai keperluan
akan meningkat baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha.2
Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan mengenai jaminan kepastian
hukum di bidang pertanahan. Pendaftaran tanah, sebagai pelaksanaan Pasal 19
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
memberikan jaminan kepastian hukum.
Jaminan kepastian hukum tersebut meliputi : jaminan kepastian hukum
mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak atas
1
Antje M. Ma’moen, 1996, Pendaftaran Tanah Sebagai Pelaksana UUPA Untuk Mencapai Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Kota Madya Bandung, Disertasi, Universitas Pajajaran Bandung, hlm. 2.
2
tanah); jaminan kepastian hukum mengenai letak, batas, dan luas suatu bidang tanah
(obyek hak atas tanah); dan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanahnya.3
Jaminan kepastian hukum mengenai obyek hak atas tanah sangat erat
kaitannya dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan tanah yang menghasilkan data
fisik. Data fisik yang dihasilkan dari pengukuran bidang-bidang tanah tersebut
kemudian dipetakan ke dalam Peta Dasar Pendaftaran ataupun Peta Pendaftaran. Oleh
karena itu, peta-peta yang dihasilkan harus dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai letak bidang tanah yang tergambar didalamnya terhadap
bidang-bidang tanah yang ada dalam satu wilayah.
”Bahwa pemetaan hasil pengukuran pada peta pendaftaran bertujuan untuk mendapatkan kepastian letak bidang tanah terhadap bidang-bidang tanah yang ada disekitarnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya tumpang tindih batas-batas bidang tanah baik sebagian maupun seluruhnya terhadap bidang tanah yang lain yang sudah terlebih dahulu diukur dan dipetakan”.4
Selama ini, masalah pertanahan khususnya yang terkait dengan kegiatan
pengukuran dan pemetaan tanah sangat mudah terjadi. Salah satu penyebab
permasalahan tersebut adalah banyaknya peta yang digunakan oleh suatu kantor
pertanahan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang terdaftar sehingga kepastian
letak suatu persil atau bidang tanah menjadi tidak terjamin. Permasalahan tersebut
dapat diatasi apabila ada kepastian data mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar
3
A. P. Parlindungan, 1993, Komentar Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, hlm. 15.
4
pada kantor pertanahan. Untuk menciptakan kepastian mengenai bidang-bidang tanah
yang terdaftar tersebut harus dibangun satu sistem peta pendaftaran secara tunggal.
Dengan peta tunggal, setiap bidang tanah yang terdaftar hanya akan dipetakan pada
satu peta untuk satu wilayah dalam lokasi yang bersangkutan.
Eko Budi Wahyono mengemukakan bahwa ‘sudah saatnya dalam satu kantor
pertanahan mempunyai Peta Pendaftaran dalam satu sistem dan semua kegiatan
pengukuran dan pemetaannya mengacu pada satu peta (Peta Pendaftaran Sistem
Tunggal) tersebut’. 5
Azwan Pangihutan Tarigan, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sejak
penggunaan peta tunggal, sengketa-sengketa pertanahan yang terjadi tidak terkait
dengan ketidakpastian letak. Hal ini terjadi karena peta tunggal dapat memberikan
jaminan kepastian mengenai letak bidang-bidang tanah yang terdaftar. 6
Berikut, dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor
5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih kita kenal
dengan singkatan UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 direvisi
dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 yang dalam masyarakat
lebih dikenal dengan singkatan PP 24/1997 yang mempunyai kedudukan sangat
strategis dan menentukan, bukan hanya sekedar sebagai pelaksana ketentuan Pasal 19
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tetapi lebih dari itu ia menjadi tulang
5
Eko Budi Wahyono, Alternatif Pemanfaatan Citra Satelit IKONOS Untuk Peta Pendaftaran Sistem Tunggal, Makalah Untuk Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia, (tidak dipublikasikan) , Yogyakarta, 2005, hlm. 66.
6
punggung yang mendukung berjalannya administrasi pertanahan dan hukum
pertanahan.7
Ketentuan ini sebenarnya sudah cukup jauh menjabarkan berbagai prinsip
politik hukum pertanahan, sehingga melalui peraturan tersebut diharapkan akan dapat
terwujud adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Namun, semenjak ditetapkan pada tanggal 25 Maret 1961 Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah hingga saat ini masih belum berjalan
efektif untuk seluruh wilayah Indonesia. Penetapan berlakunya yang dibuat secara
bertahap untuk berbagai daerah di Indonesia kelihatannya lebih banyak bersifat
formal, sedangkan dalam realita ternyata tidak semulus yang dibayangkan orang,
masih terdapat banyak persoalan problematik kepastian hukum kepemilikan atas
tanah yang telah bersertifikat hak milik.
Apakah problematik tersebut memang disebabkan oleh substansi peraturan
yang banyak tidak sesuai lagi dengan kondisi dan situasi masa kini, ataukah termasuk
administrasi pertanahannya. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena
bagaimanapun baiknya ketentuan penyempurnaan dibuat, akan tetapi belum ada
dukungan positif, katakanlah dalam sistem administrasi pertanahan misalnya,
peraturan ini juga akan mengalami nasib yang sama dengan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang ingin direvisi sekarang.
7
Seiring dengan umurnya yang menginjak ke-13 tahun, secara detail isi dari
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
memang banyak yang sudah tidak sesuai lagi, akan tetapi secara prinsip sebenarnya
masih ada hal yang perlu dipertahankan mengingat banyak berkaitan dengan sendi
dasar hukum pertanahan yang digariskan dalam Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA). Selain dari pada itu, apapun perubahan yang dilakukan diharapkan tidak
akan mempersulit warga masyarakat yang ingin mendapatkan kepastian hukum dan
kepastian hak atas tanahnya.8
Satu hal yang cukup menarik di sini, bahwa dalam perkembangan hukum di
tanah air Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa, keberadaan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pendaftaran tanah tidak
lagi hanya terkait dan merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA) semata, namun sudah harus dibandingkan dan disandingkan dengan berbagai
ketentuan lain seperti ketentuan perwakafan, rumah susun, ketentuan tentang lembaga
jaminan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, perlu juga dipertimbangkan bahwa dasar
konsepsional masing-masing lembaga, sehingga tidak menimbulkan konflik dalam
pelaksanaannya dan untuk keperluan tersebut diperlukanlah beberapa kejelasan
sehingga tidak mengandung timbulnya salah tafsir.
Walaupun sudah dilakukan berbagai upaya didalam memberikan kepastian
hukum terkait pada objek pertanahan, namun masih ada saja sengketa yang terjadi,
yang dalam hal ini dapat dilihat di dalam kasus-kasus pertanahan. Untuk daerah
8
Pekanbaru saja, banyak sudah problem tanah yang terjadi antaranya kasus tanah
gedung DPRD Riau9, kasus penyerobotan lahan warga Kota Pekanbaru10, kasus tanah
warga Tebing Tinggi Okura Pekanbaru dengan PT Arara Abadi 11, lalu kasus tanah
hasil lelang BPPN dan PT Nice Punty Propetindo12.
Untuk lebih fokus dalam tesis ini, akan dicermati suatu kasus pertanahan
melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2725 K/PDT/2008 terkait
dengan kepastian hukum atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.
Bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 30/Pdt/2008/PTR
tanggal 17 Juni 2008 yang telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru
Nomor 43/PDT.G/2007/-PN.PBR tanggal 10 Desember 2007, dibatalkan pula oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan dikeluarkannya putusan MARI Nomor
2725 K/Pdt/2008.13
Pengadilan Negeri Pekanbaru telah mengambil putusan, yaitu putusan No.
43/PDT.G/2007/PN.PBR, tanggal 10 Desember 2007 yang amarnya yaitu menolak
Eksepsi Tergugat I dan Tergugat II dan Tergugat III untuk seluruhnya; menyatakan
Penggugat adalah pemilik yang sah atas tanah seluas lebih kurang 9.360 M2 yang
terletak di Jalan Arifin Ahmad, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru;
menyatakan sah secara hukum Surat Keterangan ganti Kerugian No.
593/118/TT/2006 tanggal 13 Desember 2006 dan surat berharga lainnya; menyatakan
9
http: www.pemprov riau.com.html, diakses Senin 23 Agustus 2010.
10
http: riau bisnis.com. html, diakses Senin 23 Agustus 2010.
11
http: antara.com. html, diakses Selasa 24 Agustus 2010.
12
http: pekanbaru bicara.com.html, diakses Selasa 24 Agustus 2010.
13
tidak berkekuatan hukum atas Sertifikat Hak Milik Tergugat I dan Tergugat II
Sertifikat No. 501 dan Sertifikat 7941 tanggal 30 Juli 2002; memerintahkan kepada
Tergugat III untuk mencoret dari Register Buku Tanah Sertifikat Hak Milik Tergugat
I dan Tergugat II No. 501 dan No. 7941; menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah
melakukan perbuatan melawan hukum; menyatakan sah dan berharga sita jaminan
yang telah diletakkan atas tanah seluas lebih kurang 9.360 M2 yang terletak di Jalan
Arifin Ahmad, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru; memerintahkan
kepada Tergugat I dan Tergugat II atau pihak lain yang menguasai objek perkara
untuk mengosongkan objek perkara; menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk
membayar ongkos perkara yang timbul dalam perkara ini; menghukum Tergugat I
dan Tergugat II Konvensi/Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya yang timbul
dalam perkara ini sejumlah Rp 1.799.000,- (satu juta tujuh ratus sembilan puluh
sembilan ribu rupiah);
Namun, dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat I dan Tergugat
II/Pembanding I dan II putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh
Pengadilan Tinggi Pekanbaru dengan putusan No. 30/Pdt/2008/PTR. tanggal 17 Juni
2008 yang amarnya sebagai berikut: Menerima permohonan banding dari
Pembanding/Tergugat I dan Tergugat II; Membatalkan putusan Pengadilan Negeri
Pekanbaru tanggal 10 Desember 2007 No. 43/PDT.G/2007PN.PBR., yang
dimohonkan banding tersebut;
Lalu dengan Putusan Mahkamah Agung, maka Putusan Pengadilan Tinggi
Pengadulan Negeri Pekanbaru Nomor 43/PDT.G/2007/-PN.PBR tanggal 10
Desember 2007, dibatalkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan
dikeluarkannya putusan MARI Nomor 2725 K/Pdt/2008.
Berdasarkan paparan di atas, maka penulis ingin mengadakan suatu penelitian
yang akan dituangkan kedalam bentuk Tesis dengan judul:
“Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725K/Pdt/2008).”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat
mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:
4. Bagaimana kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah
bersertifikat?
5. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah
yang telah diterbitkan sertifikatnya?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu kepada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
diharapkan untuk:
1. Mengetahui kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah
2. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap
tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya, upaya dan perlindungan dalam
menyelesaikan sengketa atas tanah;
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi sumbangan dalam khasanah di
bidang akademik ilmu pengetahuan diranah hukum yang terutama pada hukum
pertanahan, sehingga dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut guna melahirkan suatu
konsep yang bersifat ilmiah tentang kajian pertanahan yang pada akhirnya dapat
menambah khasanah ilmu hukum keperdataan.
Selanjutnya secara praktis hasil penelitian ini dimaksudkan dapat bermanfaat
bagi para pihak yang memiliki permasalahan di bidang pertanahan, maupun para
praktisi hukum, serta mahasiswa hukum.
E. Keaslian penelitian
Berdasarkan informasi yang diketahui dan data yang dimiliki serta
penelusuran pendahuluan yang diadakan di kepustakaan khususnya di Sekolah Pasca
Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara Medan, judul yang penulis
angkat ini belum ada yang melakukan penelitian sebelumnya, oleh sebab itu proposal
penelitian yang penulis ajukan ini adalah asli dan aktual serta orisinil, maka oleh
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini perlu diletakkan suatu dasar kerangka teori guna
dimaksudkan untuk mengemukakan beberapa teori berdasarkan referensi yang ada
kaitannya dengan permasalahan dalam penulisan penelitian ini, sehingga kerangka
teori ini diharapkan dapat melahirkan suatu pemahaman yang dapat diterima sebagai
suatu landasan berfikir.
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa spesifik atau
proses tertentu terjadi,14 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
thesis mengenai sesuatu kasus atau permaslahan (problem) yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis.15
Dimulai dengan masalah tanah di Indonesia yang telah mendapat perhatian
sangat luas dan mendalam dikalangan masyarakat, maka Pasal 19 Undang-undang
Pokok Agraria (UUPA) memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam
rangka menjamin kepastian hukum. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di
seluruh Indonesia.
14
J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203, dalam S. Mantaybordir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang, Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004, hlm. 13.
15
Pada tanggal 8 Juli 1997 dengan ditetapkannya dan diundangkannya Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran negara
Republik Indonesia No. 97 tahun 1997) sedangkan penjelasannya dalam Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No.3696.
Sebelumnya telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang
sejak tahun 1961 mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam
Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960. Pendaftaran hak
atas tanah yang diselenggarakan bertujuan memberikan kepastian hak, yaitu:16
1. Untuk memungkinkan orang-orang yang memegang hak atas tanah untuk
dapat dengan mudah membuktikan dirinya bahwa dialah yang berhak atas
tanah tersebut, apa hak dipeganngnya, letak dan luas tanah.
2. Untuk memungkinkan kepada pihak siapapun guna dapat mengetahui
dengan mudah hal-hal apa saja ia ingin ketahui berkenaan dengan
sebidang tanah, misalnya calon pembeli tanah, calon kreditur dan lain
sebaginya.
Pendaftaran tanah jelas bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada
pemegang haknya dan demikian juga kepada obyek (luasnya dan batasnya), sehingga
pemerintah maupun pihak yang berkepntingan dapat dengan mudah untuk
mengetahui, oleh karena itu data-data yang disimpan di kantor pertanahan baik
tentang subyek maupun obyek hak atas tanah disusun sedemikian rupa dan diteliti
agar dikemudian hari dapat memudahkan siapapun yang ingin melihat data-data
tersebut, apakah itu calon pembeli ataukah kreditur ataukah pemerintah sendiri dalam
rangka mempelancar setiap peralihan hak atas tanah atau dalam rangka pelaksanaan
pembangunan oleh Pemerintah. Atas dasar hal tersebut di atas, maka tujuan
pendaftaran tanah adalah untuk penyediaan data-data penggunaan tanah bagi
pemerintah maupun untuk masyarakat demi terjaminnya kepastian hukum terhadap
hak-hak atas tanah.
“Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersediannya perangkat peraturan perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya. Secara empiris, peraturan perundang-undangan tersebut perlu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya” .17
Keterangan-keterangan mengenai data-data pertanahan yang terhimpun di
kantor pertanahan, dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:18
1. Kelompok Yuridis, yang menghimpun data-data tentang nama hak atas
tanah, siapa pemegang, peralihan dan pembebanannya jika ada, semua ini
dihimpun dalam Buku Tanah;
2. Kelompok Teknis, yang menghimpun data-data tentang letak tanah
dimana, panjang atau lebar tanah serta batas-batas tanah semuanya ini
dihimpun dalam surat ukur.
Kegiatan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah yang pertama
kali dan kegiatan pemeliharaan data yang tersedia. Pendaftaran tanah untuk pertama
kali (Initial registrasion), yang meliputi 3 (tiga) bidang, yaitu:19
1. Bidang fisik atau “ teknis kadastral”
2. Bidang yuridis
17
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya: Arloka, 2003, hlm. 177
18
www. tanahkoe.tripod.com, diakses pada Kamis 24 Juni 2010.
19
3. Penertiban dokumen tanda bukti hak
Hak-hak atas tanah, berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai yang ketentuan pokoknya terdapat dalam Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta hak-hak lain dalam hukum adat setempat.
Dimana hak penguasaan atas tanah memberi kewenangan kepada pemegang hak
untuk memakai suatu bidang tanah tertentu untuk memnuhi kebutuhan pribadi atau
usahanya.
Hak-hak atas tanah dimaksud tercantum dalam Pasal 4, Pasal 9, dan Pasal 16
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.20
Istilah ”hak” memiliki beberapa makna, pertama-tama hak adalah sebuah
klaim yang diajukan kepada atau terhadap otoritas publik tertentu. Perkataan bahwa
Anda ”memiliki” sebidang tanah berarti bahwa anda memiliki hak untuk menyisihkan
A,B,C,D, ... n, yakni semua orang di dunia, yang dianggap sebagai satu pihak
sekaligus, dari kesempatan untuk menguasai dan menggunakannya.21
Adapun jenis hak atas tanah yang dimiliki oleh warga Negera Indonesia,
adalah hak milik yang peraturannya diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, diantaranya disebutkan
20
Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Universitas Trisakti, 2002, hlm. 41.
21
Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atas tanah, dan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.
Asas pendaftaran tanah yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu berdasarkan asas
sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.22 Untuk objek pendaftaran tanah
diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut:23
(1) Objek Pendaftaran Tanah meliputi:
a) Bidang-bidang tanah yang mempunyai dengan hak milik, hak una
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.
b) Tanah hak pengelolaan.
c) Tanah wakaf.
d) Hak milik atas satuan rumah susun.
e) Hak tanggungan.
f) Tanah negara.
(2) Dalam hal tanah negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendafatarannya dilakukan dengan cara
pembukukan sebidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar
tanah.
Melalui pendaftaran tanah seseorang dapat dengan mudah memperoleh
keterangan yang berkenaan dengan sebidang tanah, seperti hak apa yang dipunyai,
22
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid 2,Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser, ,2004, hlm. 5-6, dapat juga dilihat ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
23
berapa luasnya, lokasi tanahnya dimana dan apakah dibenani dengan hak-hak
tanggungan dan lain sebagainya disebut sebagai asas publisitas.
Berkenaan dengan sistem publikasi atau disebut juga sistem pendaftaran tanah
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini tetap dipertahankan tujuan
dan sistem yang digunakan dan ditetapkan dalam UUPA No. 5 Tahun 1960, yaitu
bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan
kepastian hukum di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif
yang mengandung unsur-unsur positif, karena akan menghasilkan suat-surat tanda
bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam
Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
”Sertifikat merupakan tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut”.24
Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan untuk memberikan jaminan akan
kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya
surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat.
Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang
sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertifikat tanah itu
24
tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertifikat tanah menurut
sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri
bahwa sertifikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.25
Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda Certificaat yang
artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Maka
sertifikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas
sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada
seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai
bukti yang kuat berupa surat yang dibuat instansi yang berwenang.26
Dilihat dari aspek jaminan yang diberikan dengan pemberian Surat-surat
Tanda Bukti Hak atas Tanah (Sertifikat Hak atas Tanah), sebagai alat pembuktian,
maka Rechts Kadaster (Pendaftaran Tanah) mengenal 2 (dua) macam sistem, yaitu
sistem Negatif dan sistem Positif.27
Dalam sistem negatif bahwa sertifikat tersebut hanya dapat dipandang sebagai
suatu bukti permulaan hak atas tanahnya, atau sertifikat sebagai salah satu alat
pembuktian yang kuat, sehingga setiap orang dapat mempersoalkannya kembali. Si
pemilik tanah diberikan jaminan lebih kuat, apabila dibandingkan perlindungan yang
diberikan kepada pihak ketiga. Dengan demikian, maka Si Pemilik Tanah dapat
25
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia…,Op.Cit., hlm. 58.
26
Syargani, Pendaftaran Tanah Wakaf Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Merbau Kabupaten Bengkalis, Skripsi, 2009, hlm. 58.
27
menggugat haknya atas sebidang tanah dari mereka yang terdaftar pada kadaster.
Dalam hal ini dianut oleh negara-negara seperti Belanda, Perancis maupun Philipina.
Dengan mengandung unsur positif, untuk memberikan kepastian hukum
kepada pihak yang dengan iktikad baik menguasai sebidang tanah yang didaftar
sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan dengan diterbitkannya sertifikat sebagai
salah satu alat bukti yang kuat. Kepada yang memperoleh Hak atas Tanah akan
diberikan jaminan lebih kuat, pihak ketiga harus percaya dan tidak perlu khawatir bila
pada suatu ketika mereka atau orang-orang yang tercatat dalam Daftar Umum akan
kehilangan Haknya atau dirugikan. Negara-negara yang menganut sistem ini seperti
Jerman, Swiss, Australia, dan Austria.
Untuk menjamin kepastian hak dan kepastian hukum apabila tanah sudah
dikuasai oleh masyarakat yang waktunya sudah cukup lama dan tidak ada sanggahan
pihak lain, maka tanah tersebut sudah menjadi tanah negara bebas. Dalam hal ini
diperlukan pembuktian tertulis yang diketahui Lurah atau Kepala Desa dan Camat
setempat untuk memenuhi unsur kepastian hukum. Oleh sebab itu, diperlukan
pengumuman di mass media cetak bila diperlukan yang dapat berupa media
elektronik yang dikenal dalam hukum perdata sebagai asas publisitas.28
Menurut Muntoha dalam Budi Harsono, menyatakan bahwa Sistem
Pendaftaran Tanah di Indonesia yang dianut sekarang ini adalah Sistem Negatif
bertendensi positif. Dengan sistem ini, keterangan yang ada itu apabila ternyata tidak
28
benar, maka dapat diubah dan dibatalkan. Dalam hal ini disebut dengan istilah Quasi
Positif (Positif yang semu).
Ada beberapa ciri sistem quasi positif pendaftaran tanah di Indonesia
diantaranya:29
a. Nama yang tercantun dalam Buku Tanah. Nama yang tercantun dalam
Daftar Buku Tanah adalah pemilik tanah yang benar dan dilindungi oleh
Hukum. Sertifikat adalah Tanda Bukti Hak yang terkuat, namun bukanlah
mutlak.
b. Setiap peristiwa balik nama, melalui prosedur dan penelitian yang
seksama dan memenuhi syarat-syarat keterbukaan (Openbaar Beginsel).
c. Setiap Persil batas diukur dan digambar dengan Peta Pendaftaran Tanah,
dengan skala 1:1000, ukuran mana yang memungkinkan untuk dapat
dilihat kembali batas persil, apabila dikemudian hari terdapat sengketa
batas.
d. Pemilik tanah yang tercantum dalam Buku Tanah dan Sertifikat dapat
dicabut melalui proses Keputusan Pengadilan Nasional, apabila terdapat
Cacat Hukum.
e. Pemerintah tidak menyediakan dana untuk pembayaran ganti rugi pada
masyarakat, karena kesalahan administrasi Pendaftaran Tanah, melainkan
masyarakat sendiri yang merasa dirugikan melalui proses
pengadilan/pengadilan Negeri untuk memperoleh Haknya.
Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
mengatur pula pemindahan hak melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan
dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya. Pengecualian di
29
Budi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Pengukuran, Isi dan Pelaksanaan,
atas pemindahan hak melalui lelang dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta
yang dibuat oleh Penjabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Hukum harus ditempatkan pada posisi terdepan yang harus dapat memberikan
suatu kepastian, yang harus mampu untuk membentuk pola prilaku warga
masyarakat. Penggunaan hukum sebagai sarana kepastian semacam itu seringkali
membawa konsekuensi terjadinya pertentangan-pertentangan di dalam
pelaksanaannya. Munculnya hambatan pada implementasi hukum yang bersifat
nasional, disebabkan antara lain oleh adanya perbedaan nilai-nilai yang terkandung di
dalam hukum tertulis yang bersifat nasional tersebut dengan nilai-nilai yang berlaku
dan berkembang dalam masyarakat lokal.
2. Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpeting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut dengan operasional definition.30 Pentingnya definisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai.31 Oleh karena itu, dalam penelitian ini didefenisikan beberapa
konsep dasar agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan, yaitu:
30
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagoi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 10.
31
a. Tinjauan Yuridis yaitu upaya untuk memberikan analisis tentang suatu
objek atau perkara dari segi pandangan hukum meliputi isi berupa
pengaturan, prosedur, bentuk, dan sifat dari objek yang dikaji.32
b. Kepastian Hukum yaitu sesuatu yang bersifat tetap yang dijamin melalui
undang-undang atau ketetapan lainnya oleh negara yang dapat melindungi
segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang.
c. Hak milik yaitu hak yang dimiliki oleh seseorang untuk mempergunakan
benda (tanah) atas kuasa dirinya sendiri yang diakui dan/atau atas seizin
negara melalui pihak yang berwenang, atau hak turun temurun, terkuat
dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dan dapat beralih atau
dialihkan kepada pihak lain.
d. Hak Atas Tanah yaitu hak penguasaan atas tanah yang memberi
kewenangan kepada pemegang hak untuk memakai suatu bidang tanah
tertentu untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau usahanya.
e. Sertifikat adalah surat keterangan dari orang yang berwenang dan dapat
digunakan untuk keperluan tertentu, atau merupakan tanda bukti yang
kuat selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya dari data fisik dan data
yuridis yang tercantum di dalamnya yang harus diterima sebagai data yang
benar.
32
f. Bukti merupakan sesuatu yang dijadikan sebagai keterangan nyata atau
sesuatu yang dipakai sebagai landasan keyakinan kebenaran terhadap
kenyataan.
g. Non Sertifikat adalah surat bukti yang dikeluarkan dari seseorang dan/atau
aparat pemerintahan setempat yang belum disahkan dari Badan
Pertanahan Nasional, atau sebelum diterbitkan sertifikatnya.
h. Sengketa Atas Tanah merupakan selisih atau pertengkaran yang
disebabkan oleh perebutan atas kepemilikan sebidang tanah,33 yang
memerlukan tindakan untuk perdamaian terhadap perselisihan tersebut.
i. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725/Pdt/2008
yaitu putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksploratif (penjajakan atau penjelajahan) yaitu bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu34 dan metode yang dipakai adalah
penelitian yang bersifat deskriptif-analitis 35 yaitu metode yang memberikan
33
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Yakarta: Gitamedia Press, 2008, hlm. 696.
34
Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 25.
35
gambaran tentang kenyataan atau fenomena yang ada berdasarkan pada pembahasan
serta kajian kepustakaan berupa buku-buku, dokumen, dan putusan pengadilan, serta
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penulisan penelitian ini juga
yang didapat dari jurnal, makalah maupun dari mass media ataupun dari internet.
Bahan-bahan tersebut kemudian dianalisis atau diinterpretasikan agar dapat
menjelaskan fenomena yang diteliti tersebut, dan tidak tertutup kemungkinan dalam
melakukan pembahasan serta untuk dapat menarik kesimpulan bila diperlukan akan
dilakukan wawancara terhadap pihak yang terkait.
2. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, maka dalam penelitian ini
dilakukan penelusuran data hukum skunder berupa: 36
b. Bahan Hukum Primer
1) Undang-Undang Pokok Agraria;
2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
3) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 2725
K/PDT/2008, antara Ir. H. Bakhder melawan Ir. Ratnawatie Setiawan
dan Enny Indrayatie serta Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru.
c. Bahan Hukum Sekunder
1) Teori-teori para ahli;
2) Peraturan perundang-undangan terkait,
36
3) Pendapat-pendapat yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
d. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang berperan sebagai penjelas dan atau petunjuk terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antaranya:
1) Kamus Hukum;
2) Kamus Bahasa;
3) jurnal.
3. Analisis Data
Data terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder dilakukan
langkah-langkah:
1) Pengumpulan Data;
2) Tabulasi Data;
3) Sistematisasi Data;
4) Analisis data secara kualitatif;
5) Penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif, yaitu
dimulai dari hal yang bersifat umum menuju kepada hal yang bersifat
khusus. 37
37
BAB II
KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH DITERBITKAN SERTIFIKAT HAK MILIK
A. Pengaturan Tentang Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik
Pada tanggal 8 Juli 1997 ditetapkan dan diundangkannya Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ( Lembaran negara
Republik Indonesia No. 97 tahun 1997 ) sedangkan penjelasannya terdapat dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3696. Sebelumnya telah ada
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang sejak tahun 1961 mengatur
pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-undang
Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960.
Masalah tanah di Indonesia telah mendapat perhatian yang sangat luas dan
mendalam dikalangan masyarakat. Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)
memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin
kepastian hukum. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di seluruh
Indonesia.
Kondisi masyarakat Indonesia hingga saat ini masih sangat tergantung pada
kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha sebagian besar yang bersifat agraris sehingga
tanah merupakan tumpuan harapan bagi masyarakat guna dapat melangsungkan asas
Asas pendaftaran tanah yang dianut dalam Undantg-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu berdasarkan asas
sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Untuk objek pendaftaran tanah
diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut:38
1. Objek Pendaftaran Tanah meliputi:
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan dan hak pakai;
b. Tanah hak pengelolaan;
c. Tanah wakaf;
d. Hak milik atas satuan rumah susun;
e. Hak tanggungan;
f. Tanah Negara.
2. Dalam hal tanah Negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara
membukukan sebidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar
tanah.
1. Dasar Hukum Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada
ketentuan menimbang poin b dibunyikan bahwa pendaftaran tanah yang
penyelenggaraannya oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah, merupakan sarana dalam
memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksudkan, pelaksanaan pendaftaran
38
tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah, meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Hak atas tanah mempunyai peran yang amat penting dalam kehidupan
manusia oleh karenannya di dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 telah ditentukan bahwa
tanah-tanah di seluruh wilayah negara Republik Indonesia harus di inventarisasikan
sedemikian rupa sehingga benar-benar membantu usaha meningkatkan kesejahteraan
rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan sosial.
Dengan demikian, dasar hukum pendaftaran atas tanah hak milik berpedoman
kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria tersebut.
Meski terdapat beberapa peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah.
Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah:
a. Undang-Undang Nomor 3/Prp/1960 tentang Penguasaan Benda-benda
tetap milik perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB).
b. UU No.51/1960 tantang Larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak
atau kuasanya.
c. PP No.40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah.
d. PP No.39/1973 tentang Acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi
sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang
e. Peraturan Presidium Kabinet No.5/Prk/1965 tentang Penegasan status
rumah/tanah kepunyaan badan-badan hukum yang ditinggalkan
direksi/pengurusnya (Prk.5).
f. Keppres No.55/1993 telah dicabut dengan Perppu No. 65/2006 tentang
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan kepentingan umum.
g. Keppres No.32/1979 tentang Pokok kebijaksanaan dalam rangka
pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak Barat
Inpres No.9/1973 tentang Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan
benda-benda yang ada di atasnya.
h. Peraturan MNA/KaBPN No.1/1994 tentang Ketentuan pelaksanaan
Keppres No.55/1993
i. Peraturan MNA/KaBPN No.3/1999 tentang Pelimpahan kewenangan
pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara
j. Peraturan MNA/KaBPN No.9/1999 tentang Tatacara pemberian dan
pembatalan hak atas tanah Negara dan hak Pengelolaan.39
2. Syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik
Adapun untuk syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik, di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tidak
diketemukan dengan jelas tentang syarat-syarat dimaksud.
39
Adapun persyaratan pelaksanaan pendaftaran tanah yang lebih mudah dan
sederhana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Jo. Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya atas permohonan
tersebut maka Kepala Kantor Pertanahan harus:
a. Melakukan pemeriksaan data fisik (penetapan dan pemasangan tanda
batas, pengukuran, pemetaan) oleh petugas yang ditunjuk.
b. Melakukan pemeriksaan data yuridis selama 60 (enam puluh) hari di
kantor pertanahan dan kantor desa/kelurahan beserta pengesahannya.
c. Melakukan penegasan konversi atau pengakuan hak.
d. Membukukan hak.
e. Menerbitkan sertifikat. 40
Ketentuan mengenai pemberian hak milik atas tanah (baru) yang dikuasai
negara dan atas hak pengolahan diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan
Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengolahan.41 Pasal 22 ditegaskan ada 3
(tiga) hal yang menjadi dasar hak atas Tanah:
a. Menurut Hukum Adat;
b. Karena Ketentuan Undang-Undang;
c. Karena Penetapan Pemerintah.
40
http://www.bpn.go.id/aspx/pelayanan, diakses Selasa 24 Agustus 2010.
41
Terjadinya hak milik berdasarkan hukum adat yaitu yang diatur pada Pasal 16
UUPA bahwa hak-hak tanah berasal dari hukum adat atas seizing masyarakat adat
dan tanah yang telah diusahakan tersebut secara terus menerus bahkan turun temurun
dapat diakui sebagai hak milik.
Terjadinya hak milik berdasarkan ketentuan undang-undang, yaitu
berdasarkan konversi sebagaimana dimaksud pada ketentuan kedua
(ketentuan-ketentuan konversi) UUPA, yakni:
a. konversi tanah-tanah eks hak egendom kepunyaan warga Negara
Indonesia (yang dibuktikan pada tanggal 24 September 1960), dikonversi
menjadi hak milik;
b. konversi hak milik adat (hak-hak adapt atas tanah) kepunyaan warga
negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik.
Terjadinya hak milik berdasarkan penetapan pemerintah dapat juga
didasarkan kepada:42
a. Ketentuan landreform, yaitu seseorang yang memperoleh tanah dengan cara redistribusi obyek landreform oleh pemerintah yang akan ditingkatkan haknya menjadi hak milik (PP No. 224 Tahun 1961).
b. Pemberian hak milik berdasarkan yang berasal dari hak pengelolaan. c. Pemberian hak milik berdasarkan konsolidasi tanah, transmigrasi,
pencetakan sawah dan lain-lain sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan landreform.
d. Peningkatan hak dari hak guna bangunan dan hak pakai menjadi hak milik.
e. Pemberian hak milik secara missal kepada beberapa orang berdasarkan pendaftaran tanah secara sistematik menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
42
3. Prosedur Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik
Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan atau
data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu,
pengelolaan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka
memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk penerbitan
tanda bukti dan pemeliharaannya43.
Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran terhadap
sebidang tanah yang semula belum di daftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran
tanah yang bersangkutan, pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar objek
satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil (parcel), yang merupakan
bagian-bagian permukaan bumi yang terbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang
umumnya dinyatakan dalam meter persegi.
Adapun data yang dihimpun pada dasarnya meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan,
antara lain:44
a. Kegiatan di bidang fisik mengenai tanahnya, yaitu sebagaimana telah
dikemukan bahwa untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas-batas,
luasnya, bangunan-bangunan dan/atau tanaman-tanaman penting yang ada
diatasnya, setelah dipastikan letak tanahnya kegiatan dimulai dengan
43
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Hukum Tanah Nasional), jilid 1 Djambatan, Revisi 2003, hal. 72
44
penetapan batas- batasnya serta pemberian tanda-tanda batas disetiap
sudutnya.
b. Kegiatan bidang Yuridis, yaitu: Bertujuan untuk memperoleh data
mengenai haknya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidak adanya hak
pihak lain yang membebaninya.
c. Kegiatan penerbitan surat tanda bukti haknya. Bentuk kegiatan
pendaftaran dan hasilnya, termasuk apa yang merupakan surat tanda bukti
hak, tergantung pada sistem pendaftaran yang digunakan dalam
penyelenggaraan pendaftaran tanah oleh negara yang bersangkutan.
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan melalui 2
(dua) cara, yaitu:45
a. Secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran
tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan.Hal ini diselenggarakan atas prakarsa pemerintah
berdasarkan sutau rencana kerja panjang dan tahunan serta dilaksanakan di
wilayah-wilayah yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.Dalam suatu desa.kelurahan
belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik,
pendaftaran tanah dilaksanakan secara sporadik.
45
b. Secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau
massal.Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan
pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas objek
pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.
Pendaftaran itu sangat penting dan tanah tersebut didaftarkan untuk
kepentingan ekonomi atau pendaftaran dilakukan untuk kepentingan dari penggunaan
terhadap tanah, sehingga akan terlihat pemanfaatan dari tanah tersebut. Artinya
pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kejelasan atau keterangan supaya tidak
menimbulkan permasalahan dam bidang pertanahan terutama terhadap status tanah
tersebut.
Hasil dari kegiatan pendaftaran tanah ini yang dikenal dengan istilah kadaster
hak yaitu peta dan daftar mengenai bidang tanah yang dapat menguraikan keadaan
hukum bidang-bidang tanah tersebut berupa luasnya, lokasinya, subyek haknya,
riwayat pemilik tanah, perbuatan hukumnya serta perubahan-perubahan batas akibat
perbuatan hukum atas tanah tersebut.
Sebagaimana dalam penjelasan UUPA No.5 Tahun 1960, bahwa tujuan
pendaftaran tanah ini dapat di ketahui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk
menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang