• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725 K/Pdt/2008)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725 K/Pdt/2008)"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 2725 K/Pdt/2008)

TESIS

Oleh

R I F A ’ I

087011165/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS

TANAH YANG TELAH BERSERTIFIKAT HAK MILIK (STUDY

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 2725 K/Pdt/2008)

T E S I S

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

R I F A ’ I

087011165/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH

BERSERTIFIKAT HAK MILIK (STUDY

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2725

K/Pdt/2008) Nama Mahasiswa : Rifa’i

Nomor Pokok : 087011165

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Januari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

(5)

ABSTRAK

Walau sudah dilakukan berbagai upaya dalam memberikan kepastian hukum pada objek pertanahan, namun masih ada saja sengketa yang terjadi, yang dalam hal ini dapat dilihat di dalam kasus-kasus pertanahan. Untuk daerah Pekanbaru saja, banyak sudah problem tanah yang terjadi antaranya kasus tanah gedung DPRD Riau, kasus penyerobotan lahan warga Kota Pekanbaru, kasus tanah warga Tebing Tinggi Okura Pekanbaru dengan PT Arara Abadi, lalu kasus tanah hasil lelang BPPN dan PT Nice Punty Propetindo. Akan dicermati suatu kasus pertanahan melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2725K/PDT/2008 terkait dengan kepastian hukum atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.

Bagaimana kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya?

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan) yaitu bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu dan metode yang dipakai adalah penelitian yang bersifat

deskriptif-analitis yaitu metode yang memberikan gambaran tentang kenyataan atau fenomena.

Kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat didasarkan atas tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan dipengadilan dan dijamin oleh undang-undang di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif yang mengandung unsur-unsur positif, karena akan menghasilkan suat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan terbitnya Peraturan, pendaftaran tanah dilaksanakan untuk memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya, surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat berupa pemberian sertifikat. Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertipikat tanah itu tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertipikat tanah menurut sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri bahwa sertipikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.

(6)

masalah sebab ketika muncul manusia di atas tanah, maka muncullah yang disebut rent

yakni sesuatu yang membuat tanah itu bernilai lebih bagi manusia. Disamping masih ada Camat dan atau Bupati yang berani mengeluarkan Surat Tanah padahal bukan menjadi wewenangnya lagi. (3) Faktor teknis meliputi pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah dengan pendaftaran hak atas tanah serta pemberian surat tanda bukti hak yang merupakan rangkaian kegiatan teknis guna memberikan jaminan kepastian hukum yang pelaksanaannya membutuhkan keahlian secara teknis, namun tidak didukung dengan peralatan yang memadai, sehingga faktor teknis merupakan penyebab dari sengketa pertanahan yang telah besertifikat.

(7)

ABSTRACT

Despite several attempts done to provide legal certainty to the object of land, disputes still exist and are clearly exposed through the cases of land. In Pekanbaru itself, many land disputes occurred such as the case of the land for the office building of Riau Provincial Legislative Assembly, illegal annexation of the land belongs to the citizens of Pekanbaru, the case of land dispute between the citizens of Tebing Tinggi Okura Pekanbaru and PT. Arara Abadi, and the case of land sold at auction by National Land Board and PT. Nice Punty Propetindo. This study looked at a land case based on the decision of Supreme Court No. 2725K/PDT/2008 related to the legal certainty of the land with certified ownership.

The purpose of this explorative study with descriptive analytical method describing a fact or phenomenon was to analyze how much legal power a certified land ownership has and the factors generating the occurrence of disputes in land with certified ownership.

The legal power of the land with certified ownership is based on strong evidence meaning that as long as the evidence cannot be proven in court and is guaranteed by the legislation in land affairs and its system of publication is negative system with positive elements, it will make documents that function as legal strong evidence as stated in Article 19 (2c) and Article 23 (2) of Agrarian Law and Article 32 (1) of Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration. With the issuance of this regulation, land registration is performed to provide guarantee of legal certainty in land sector and its registration system shown through the document in the form of certificate serves as the powerful legal evidence. Land certificate serves as valid evidence for a land owner, meaning that although the land certificate is not the only absolute evidence. So it is not true that the land certificate still be proven in the court of first instance, according to the land registration system adopted by Agrarian Law, is the one disputed.

(8)

to provide legal certainty whose implementation needs technical skill, but since it is not supported by adequate equipment, the technical factor became the cause of dispute of land with certified ownership.

(9)

KATA PENGANTAR

Pertama dengan segala kerendahan hati diucapkan puji dan syukur kehadirat

Allah SWT karena berkat dan karunia-Nya telah menambah keyakinan dan kekuatan

penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki untuk dapat menyelesaikan

penulis Tesis dengan judul, “TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH BERSERTIFIKAT HAK MILIK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2725 K/PDT/2008)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan Tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

moril berupa bimbingan dan arahan sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Oleh

karena itu, diucapkan terimakasih kepada dosen komisi pembimbing, yang terhormat

dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., dan Ibu Chairani Bustami, S.H., S.P.N., M.Kn., selaku dosen pembimbing. Juga kepada dosen penguji Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum., C.D., atas bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulis Tesis ini.

Selanjutnya diucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM)., SpA (K)

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan kontribusi dalm

(10)

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.), Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

Medan;

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku sekretaris Program Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan;

5. Seluruh dosen dan para pegawai/karyawan Program Studi Magister Kenotariatan

(M.Kn.), Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu

kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan;

6. Seluruh staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat

diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Medan;

7. Kepada semua rekan-rekan peserta Program Magister Kenotariatan (M.Kn.)

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan semangat

dalam pembuatan Tesis ini.

Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terimakasih kepada orang tua

penulis yang selalu mengasihi, ayahanda Almarhum Legiyo dan Ibunda Kaseni

yang selalu memberikan limpahan kasih saying dan nasihat untuk berbuat sesuatu

yang terbaik demi masa depan penulis, demikian juga kepada kedua mertua,

Ayahanda Tukijan Marzuki dan ibunda Almarhumah Sutijah, kemudian kepada Istri tercinta Rulia Faiza, S.IP., beserta anak tersayang Wahyu Ramadana yang telah menjadi motivasi untuk menyelesaikan studi dalam penulisan Tesis ini.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

terimakasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penulisan Tesis ini.

Semoga Tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan , Januari 2011

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Rifa’i

Tempat/tanggal lahir : Pati, 01 Januari 1971

Alamat : Jl. Tangkuban Perahu Timur No. 07

Strata I : - Fakultas Sospol Universitas Islam Riau

-Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Riau

V. Pekerjaan : - Asisten Notaris / PPAT Alm. Tajib Rahardjo, SH - Dirut PT. SARI JAYA RIAU

- Komisaris PT. BINTANG JAGAD RAYA

VI. Organisasi : - Ketua Masyarakat Karesidinan PATI – RIAU -Wakil Ketua Ikatan Keluarga Jawa – Riau

-Wakil Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Jawa – Pekanbaru

(12)

DAFTAR ISI

BAB II PENGATURAN DAN MEKANISME PENDAFTARAN TANAH A. Pengaturan Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik 1. Dasar Hukum Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik ... 25

2. Syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik... 27

3. Prosedur Pendaftaran Hak Milik... 30

(13)

1. Sistem Perlindungan Hukum ... 46

2. Tugas Badan Pertanahan Nasional Dalam Lingkungan Wilayah Kota Pekanbaru Dalam Sistem Perlindungan

Pertanahan ... 49

3. Kepemilikan Atas Tanah Bersertifikat... 51

4. Kekuatan Hukum Sertifikat Tanah... 60

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB SENGKETA TANAH

BERSERTIFIKAT

A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Atas Tanah Hak Milik ... 73

B. Upaya Penyelesaian Sengketa Atas Tanah Hak Milik... 84

C. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Beriktikad

Baik ... 88

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran... 109

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

(15)

ABSTRAK

Walau sudah dilakukan berbagai upaya dalam memberikan kepastian hukum pada objek pertanahan, namun masih ada saja sengketa yang terjadi, yang dalam hal ini dapat dilihat di dalam kasus-kasus pertanahan. Untuk daerah Pekanbaru saja, banyak sudah problem tanah yang terjadi antaranya kasus tanah gedung DPRD Riau, kasus penyerobotan lahan warga Kota Pekanbaru, kasus tanah warga Tebing Tinggi Okura Pekanbaru dengan PT Arara Abadi, lalu kasus tanah hasil lelang BPPN dan PT Nice Punty Propetindo. Akan dicermati suatu kasus pertanahan melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2725K/PDT/2008 terkait dengan kepastian hukum atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.

Bagaimana kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya?

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan) yaitu bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu dan metode yang dipakai adalah penelitian yang bersifat

deskriptif-analitis yaitu metode yang memberikan gambaran tentang kenyataan atau fenomena.

Kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat didasarkan atas tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan dipengadilan dan dijamin oleh undang-undang di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif yang mengandung unsur-unsur positif, karena akan menghasilkan suat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan terbitnya Peraturan, pendaftaran tanah dilaksanakan untuk memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya, surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat berupa pemberian sertifikat. Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertipikat tanah itu tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertipikat tanah menurut sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri bahwa sertipikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.

(16)

masalah sebab ketika muncul manusia di atas tanah, maka muncullah yang disebut rent

yakni sesuatu yang membuat tanah itu bernilai lebih bagi manusia. Disamping masih ada Camat dan atau Bupati yang berani mengeluarkan Surat Tanah padahal bukan menjadi wewenangnya lagi. (3) Faktor teknis meliputi pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah dengan pendaftaran hak atas tanah serta pemberian surat tanda bukti hak yang merupakan rangkaian kegiatan teknis guna memberikan jaminan kepastian hukum yang pelaksanaannya membutuhkan keahlian secara teknis, namun tidak didukung dengan peralatan yang memadai, sehingga faktor teknis merupakan penyebab dari sengketa pertanahan yang telah besertifikat.

(17)

ABSTRACT

Despite several attempts done to provide legal certainty to the object of land, disputes still exist and are clearly exposed through the cases of land. In Pekanbaru itself, many land disputes occurred such as the case of the land for the office building of Riau Provincial Legislative Assembly, illegal annexation of the land belongs to the citizens of Pekanbaru, the case of land dispute between the citizens of Tebing Tinggi Okura Pekanbaru and PT. Arara Abadi, and the case of land sold at auction by National Land Board and PT. Nice Punty Propetindo. This study looked at a land case based on the decision of Supreme Court No. 2725K/PDT/2008 related to the legal certainty of the land with certified ownership.

The purpose of this explorative study with descriptive analytical method describing a fact or phenomenon was to analyze how much legal power a certified land ownership has and the factors generating the occurrence of disputes in land with certified ownership.

The legal power of the land with certified ownership is based on strong evidence meaning that as long as the evidence cannot be proven in court and is guaranteed by the legislation in land affairs and its system of publication is negative system with positive elements, it will make documents that function as legal strong evidence as stated in Article 19 (2c) and Article 23 (2) of Agrarian Law and Article 32 (1) of Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration. With the issuance of this regulation, land registration is performed to provide guarantee of legal certainty in land sector and its registration system shown through the document in the form of certificate serves as the powerful legal evidence. Land certificate serves as valid evidence for a land owner, meaning that although the land certificate is not the only absolute evidence. So it is not true that the land certificate still be proven in the court of first instance, according to the land registration system adopted by Agrarian Law, is the one disputed.

(18)

to provide legal certainty whose implementation needs technical skill, but since it is not supported by adequate equipment, the technical factor became the cause of dispute of land with certified ownership.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan dari reformasi agraria yang hendak dicapai oleh UUPA dapat dilihat di

dalam konsidern UUPA yang merumuskan tujuannya sebagai berikut: 1

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur;

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Dalam pembangunan, peranan tanah untuk pemenuhan berbagai keperluan

akan meningkat baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha.2

Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan mengenai jaminan kepastian

hukum di bidang pertanahan. Pendaftaran tanah, sebagai pelaksanaan Pasal 19

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk

memberikan jaminan kepastian hukum.

Jaminan kepastian hukum tersebut meliputi : jaminan kepastian hukum

mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak atas

1

Antje M. Ma’moen, 1996, Pendaftaran Tanah Sebagai Pelaksana UUPA Untuk Mencapai Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Kota Madya Bandung, Disertasi, Universitas Pajajaran Bandung, hlm. 2.

2

(20)

tanah); jaminan kepastian hukum mengenai letak, batas, dan luas suatu bidang tanah

(obyek hak atas tanah); dan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas

tanahnya.3

Jaminan kepastian hukum mengenai obyek hak atas tanah sangat erat

kaitannya dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan tanah yang menghasilkan data

fisik. Data fisik yang dihasilkan dari pengukuran bidang-bidang tanah tersebut

kemudian dipetakan ke dalam Peta Dasar Pendaftaran ataupun Peta Pendaftaran. Oleh

karena itu, peta-peta yang dihasilkan harus dapat memberikan gambaran yang jelas

mengenai letak bidang tanah yang tergambar didalamnya terhadap

bidang-bidang tanah yang ada dalam satu wilayah.

”Bahwa pemetaan hasil pengukuran pada peta pendaftaran bertujuan untuk mendapatkan kepastian letak bidang tanah terhadap bidang-bidang tanah yang ada disekitarnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya tumpang tindih batas-batas bidang tanah baik sebagian maupun seluruhnya terhadap bidang tanah yang lain yang sudah terlebih dahulu diukur dan dipetakan”.4

Selama ini, masalah pertanahan khususnya yang terkait dengan kegiatan

pengukuran dan pemetaan tanah sangat mudah terjadi. Salah satu penyebab

permasalahan tersebut adalah banyaknya peta yang digunakan oleh suatu kantor

pertanahan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang terdaftar sehingga kepastian

letak suatu persil atau bidang tanah menjadi tidak terjamin. Permasalahan tersebut

dapat diatasi apabila ada kepastian data mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar

3

A. P. Parlindungan, 1993, Komentar Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, hlm. 15.

4

(21)

pada kantor pertanahan. Untuk menciptakan kepastian mengenai bidang-bidang tanah

yang terdaftar tersebut harus dibangun satu sistem peta pendaftaran secara tunggal.

Dengan peta tunggal, setiap bidang tanah yang terdaftar hanya akan dipetakan pada

satu peta untuk satu wilayah dalam lokasi yang bersangkutan.

Eko Budi Wahyono mengemukakan bahwa ‘sudah saatnya dalam satu kantor

pertanahan mempunyai Peta Pendaftaran dalam satu sistem dan semua kegiatan

pengukuran dan pemetaannya mengacu pada satu peta (Peta Pendaftaran Sistem

Tunggal) tersebut’. 5

Azwan Pangihutan Tarigan, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sejak

penggunaan peta tunggal, sengketa-sengketa pertanahan yang terjadi tidak terkait

dengan ketidakpastian letak. Hal ini terjadi karena peta tunggal dapat memberikan

jaminan kepastian mengenai letak bidang-bidang tanah yang terdaftar. 6

Berikut, dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor

5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih kita kenal

dengan singkatan UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 direvisi

dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 yang dalam masyarakat

lebih dikenal dengan singkatan PP 24/1997 yang mempunyai kedudukan sangat

strategis dan menentukan, bukan hanya sekedar sebagai pelaksana ketentuan Pasal 19

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tetapi lebih dari itu ia menjadi tulang

5

Eko Budi Wahyono, Alternatif Pemanfaatan Citra Satelit IKONOS Untuk Peta Pendaftaran Sistem Tunggal, Makalah Untuk Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia, (tidak dipublikasikan) , Yogyakarta, 2005, hlm. 66.

6

(22)

punggung yang mendukung berjalannya administrasi pertanahan dan hukum

pertanahan.7

Ketentuan ini sebenarnya sudah cukup jauh menjabarkan berbagai prinsip

politik hukum pertanahan, sehingga melalui peraturan tersebut diharapkan akan dapat

terwujud adanya kepastian hukum dalam masyarakat.

Namun, semenjak ditetapkan pada tanggal 25 Maret 1961 Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah hingga saat ini masih belum berjalan

efektif untuk seluruh wilayah Indonesia. Penetapan berlakunya yang dibuat secara

bertahap untuk berbagai daerah di Indonesia kelihatannya lebih banyak bersifat

formal, sedangkan dalam realita ternyata tidak semulus yang dibayangkan orang,

masih terdapat banyak persoalan problematik kepastian hukum kepemilikan atas

tanah yang telah bersertifikat hak milik.

Apakah problematik tersebut memang disebabkan oleh substansi peraturan

yang banyak tidak sesuai lagi dengan kondisi dan situasi masa kini, ataukah termasuk

administrasi pertanahannya. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena

bagaimanapun baiknya ketentuan penyempurnaan dibuat, akan tetapi belum ada

dukungan positif, katakanlah dalam sistem administrasi pertanahan misalnya,

peraturan ini juga akan mengalami nasib yang sama dengan Peraturan Pemerintah

(PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang ingin direvisi sekarang.

7

(23)

Seiring dengan umurnya yang menginjak ke-13 tahun, secara detail isi dari

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

memang banyak yang sudah tidak sesuai lagi, akan tetapi secara prinsip sebenarnya

masih ada hal yang perlu dipertahankan mengingat banyak berkaitan dengan sendi

dasar hukum pertanahan yang digariskan dalam Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA). Selain dari pada itu, apapun perubahan yang dilakukan diharapkan tidak

akan mempersulit warga masyarakat yang ingin mendapatkan kepastian hukum dan

kepastian hak atas tanahnya.8

Satu hal yang cukup menarik di sini, bahwa dalam perkembangan hukum di

tanah air Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa, keberadaan Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pendaftaran tanah tidak

lagi hanya terkait dan merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) semata, namun sudah harus dibandingkan dan disandingkan dengan berbagai

ketentuan lain seperti ketentuan perwakafan, rumah susun, ketentuan tentang lembaga

jaminan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, perlu juga dipertimbangkan bahwa dasar

konsepsional masing-masing lembaga, sehingga tidak menimbulkan konflik dalam

pelaksanaannya dan untuk keperluan tersebut diperlukanlah beberapa kejelasan

sehingga tidak mengandung timbulnya salah tafsir.

Walaupun sudah dilakukan berbagai upaya didalam memberikan kepastian

hukum terkait pada objek pertanahan, namun masih ada saja sengketa yang terjadi,

yang dalam hal ini dapat dilihat di dalam kasus-kasus pertanahan. Untuk daerah

8

(24)

Pekanbaru saja, banyak sudah problem tanah yang terjadi antaranya kasus tanah

gedung DPRD Riau9, kasus penyerobotan lahan warga Kota Pekanbaru10, kasus tanah

warga Tebing Tinggi Okura Pekanbaru dengan PT Arara Abadi 11, lalu kasus tanah

hasil lelang BPPN dan PT Nice Punty Propetindo12.

Untuk lebih fokus dalam tesis ini, akan dicermati suatu kasus pertanahan

melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2725 K/PDT/2008 terkait

dengan kepastian hukum atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.

Bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 30/Pdt/2008/PTR

tanggal 17 Juni 2008 yang telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru

Nomor 43/PDT.G/2007/-PN.PBR tanggal 10 Desember 2007, dibatalkan pula oleh

Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan dikeluarkannya putusan MARI Nomor

2725 K/Pdt/2008.13

Pengadilan Negeri Pekanbaru telah mengambil putusan, yaitu putusan No.

43/PDT.G/2007/PN.PBR, tanggal 10 Desember 2007 yang amarnya yaitu menolak

Eksepsi Tergugat I dan Tergugat II dan Tergugat III untuk seluruhnya; menyatakan

Penggugat adalah pemilik yang sah atas tanah seluas lebih kurang 9.360 M2 yang

terletak di Jalan Arifin Ahmad, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru;

menyatakan sah secara hukum Surat Keterangan ganti Kerugian No.

593/118/TT/2006 tanggal 13 Desember 2006 dan surat berharga lainnya; menyatakan

9

http: www.pemprov riau.com.html, diakses Senin 23 Agustus 2010.

10

http: riau bisnis.com. html, diakses Senin 23 Agustus 2010.

11

http: antara.com. html, diakses Selasa 24 Agustus 2010.

12

http: pekanbaru bicara.com.html, diakses Selasa 24 Agustus 2010.

13

(25)

tidak berkekuatan hukum atas Sertifikat Hak Milik Tergugat I dan Tergugat II

Sertifikat No. 501 dan Sertifikat 7941 tanggal 30 Juli 2002; memerintahkan kepada

Tergugat III untuk mencoret dari Register Buku Tanah Sertifikat Hak Milik Tergugat

I dan Tergugat II No. 501 dan No. 7941; menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah

melakukan perbuatan melawan hukum; menyatakan sah dan berharga sita jaminan

yang telah diletakkan atas tanah seluas lebih kurang 9.360 M2 yang terletak di Jalan

Arifin Ahmad, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru; memerintahkan

kepada Tergugat I dan Tergugat II atau pihak lain yang menguasai objek perkara

untuk mengosongkan objek perkara; menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk

membayar ongkos perkara yang timbul dalam perkara ini; menghukum Tergugat I

dan Tergugat II Konvensi/Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya yang timbul

dalam perkara ini sejumlah Rp 1.799.000,- (satu juta tujuh ratus sembilan puluh

sembilan ribu rupiah);

Namun, dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat I dan Tergugat

II/Pembanding I dan II putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh

Pengadilan Tinggi Pekanbaru dengan putusan No. 30/Pdt/2008/PTR. tanggal 17 Juni

2008 yang amarnya sebagai berikut: Menerima permohonan banding dari

Pembanding/Tergugat I dan Tergugat II; Membatalkan putusan Pengadilan Negeri

Pekanbaru tanggal 10 Desember 2007 No. 43/PDT.G/2007PN.PBR., yang

dimohonkan banding tersebut;

Lalu dengan Putusan Mahkamah Agung, maka Putusan Pengadilan Tinggi

(26)

Pengadulan Negeri Pekanbaru Nomor 43/PDT.G/2007/-PN.PBR tanggal 10

Desember 2007, dibatalkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan

dikeluarkannya putusan MARI Nomor 2725 K/Pdt/2008.

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis ingin mengadakan suatu penelitian

yang akan dituangkan kedalam bentuk Tesis dengan judul:

“Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725K/Pdt/2008).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat

mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:

4. Bagaimana kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah

bersertifikat?

5. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah

yang telah diterbitkan sertifikatnya?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

diharapkan untuk:

1. Mengetahui kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah

(27)

2. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap

tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya, upaya dan perlindungan dalam

menyelesaikan sengketa atas tanah;

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi sumbangan dalam khasanah di

bidang akademik ilmu pengetahuan diranah hukum yang terutama pada hukum

pertanahan, sehingga dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut guna melahirkan suatu

konsep yang bersifat ilmiah tentang kajian pertanahan yang pada akhirnya dapat

menambah khasanah ilmu hukum keperdataan.

Selanjutnya secara praktis hasil penelitian ini dimaksudkan dapat bermanfaat

bagi para pihak yang memiliki permasalahan di bidang pertanahan, maupun para

praktisi hukum, serta mahasiswa hukum.

E. Keaslian penelitian

Berdasarkan informasi yang diketahui dan data yang dimiliki serta

penelusuran pendahuluan yang diadakan di kepustakaan khususnya di Sekolah Pasca

Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara Medan, judul yang penulis

angkat ini belum ada yang melakukan penelitian sebelumnya, oleh sebab itu proposal

penelitian yang penulis ajukan ini adalah asli dan aktual serta orisinil, maka oleh

(28)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini perlu diletakkan suatu dasar kerangka teori guna

dimaksudkan untuk mengemukakan beberapa teori berdasarkan referensi yang ada

kaitannya dengan permasalahan dalam penulisan penelitian ini, sehingga kerangka

teori ini diharapkan dapat melahirkan suatu pemahaman yang dapat diterima sebagai

suatu landasan berfikir.

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa spesifik atau

proses tertentu terjadi,14 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

thesis mengenai sesuatu kasus atau permaslahan (problem) yang menjadi bahan

perbandingan, pegangan teoritis.15

Dimulai dengan masalah tanah di Indonesia yang telah mendapat perhatian

sangat luas dan mendalam dikalangan masyarakat, maka Pasal 19 Undang-undang

Pokok Agraria (UUPA) memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam

rangka menjamin kepastian hukum. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di

seluruh Indonesia.

14

J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203, dalam S. Mantaybordir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang, Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004, hlm. 13.

15

(29)

Pada tanggal 8 Juli 1997 dengan ditetapkannya dan diundangkannya Peraturan

Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran negara

Republik Indonesia No. 97 tahun 1997) sedangkan penjelasannya dalam Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No.3696.

Sebelumnya telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang

sejak tahun 1961 mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam

Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960. Pendaftaran hak

atas tanah yang diselenggarakan bertujuan memberikan kepastian hak, yaitu:16

1. Untuk memungkinkan orang-orang yang memegang hak atas tanah untuk

dapat dengan mudah membuktikan dirinya bahwa dialah yang berhak atas

tanah tersebut, apa hak dipeganngnya, letak dan luas tanah.

2. Untuk memungkinkan kepada pihak siapapun guna dapat mengetahui

dengan mudah hal-hal apa saja ia ingin ketahui berkenaan dengan

sebidang tanah, misalnya calon pembeli tanah, calon kreditur dan lain

sebaginya.

Pendaftaran tanah jelas bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada

pemegang haknya dan demikian juga kepada obyek (luasnya dan batasnya), sehingga

pemerintah maupun pihak yang berkepntingan dapat dengan mudah untuk

mengetahui, oleh karena itu data-data yang disimpan di kantor pertanahan baik

tentang subyek maupun obyek hak atas tanah disusun sedemikian rupa dan diteliti

agar dikemudian hari dapat memudahkan siapapun yang ingin melihat data-data

tersebut, apakah itu calon pembeli ataukah kreditur ataukah pemerintah sendiri dalam

(30)

rangka mempelancar setiap peralihan hak atas tanah atau dalam rangka pelaksanaan

pembangunan oleh Pemerintah. Atas dasar hal tersebut di atas, maka tujuan

pendaftaran tanah adalah untuk penyediaan data-data penggunaan tanah bagi

pemerintah maupun untuk masyarakat demi terjaminnya kepastian hukum terhadap

hak-hak atas tanah.

“Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersediannya perangkat peraturan perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya. Secara empiris, peraturan perundang-undangan tersebut perlu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya” .17

Keterangan-keterangan mengenai data-data pertanahan yang terhimpun di

kantor pertanahan, dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:18

1. Kelompok Yuridis, yang menghimpun data-data tentang nama hak atas

tanah, siapa pemegang, peralihan dan pembebanannya jika ada, semua ini

dihimpun dalam Buku Tanah;

2. Kelompok Teknis, yang menghimpun data-data tentang letak tanah

dimana, panjang atau lebar tanah serta batas-batas tanah semuanya ini

dihimpun dalam surat ukur.

Kegiatan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah yang pertama

kali dan kegiatan pemeliharaan data yang tersedia. Pendaftaran tanah untuk pertama

kali (Initial registrasion), yang meliputi 3 (tiga) bidang, yaitu:19

1. Bidang fisik atau “ teknis kadastral”

2. Bidang yuridis

17

Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya: Arloka, 2003, hlm. 177

18

www. tanahkoe.tripod.com, diakses pada Kamis 24 Juni 2010.

19

(31)

3. Penertiban dokumen tanda bukti hak

Hak-hak atas tanah, berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai yang ketentuan pokoknya terdapat dalam Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta hak-hak lain dalam hukum adat setempat.

Dimana hak penguasaan atas tanah memberi kewenangan kepada pemegang hak

untuk memakai suatu bidang tanah tertentu untuk memnuhi kebutuhan pribadi atau

usahanya.

Hak-hak atas tanah dimaksud tercantum dalam Pasal 4, Pasal 9, dan Pasal 16

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria.20

Istilah ”hak” memiliki beberapa makna, pertama-tama hak adalah sebuah

klaim yang diajukan kepada atau terhadap otoritas publik tertentu. Perkataan bahwa

Anda ”memiliki” sebidang tanah berarti bahwa anda memiliki hak untuk menyisihkan

A,B,C,D, ... n, yakni semua orang di dunia, yang dianggap sebagai satu pihak

sekaligus, dari kesempatan untuk menguasai dan menggunakannya.21

Adapun jenis hak atas tanah yang dimiliki oleh warga Negera Indonesia,

adalah hak milik yang peraturannya diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, diantaranya disebutkan

20

Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Universitas Trisakti, 2002, hlm. 41.

21

(32)

Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang

atas tanah, dan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.

Asas pendaftaran tanah yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu berdasarkan asas

sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.22 Untuk objek pendaftaran tanah

diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut:23

(1) Objek Pendaftaran Tanah meliputi:

a) Bidang-bidang tanah yang mempunyai dengan hak milik, hak una

usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

b) Tanah hak pengelolaan.

c) Tanah wakaf.

d) Hak milik atas satuan rumah susun.

e) Hak tanggungan.

f) Tanah negara.

(2) Dalam hal tanah negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendafatarannya dilakukan dengan cara

pembukukan sebidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar

tanah.

Melalui pendaftaran tanah seseorang dapat dengan mudah memperoleh

keterangan yang berkenaan dengan sebidang tanah, seperti hak apa yang dipunyai,

22

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid 2,Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser, ,2004, hlm. 5-6, dapat juga dilihat ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

23

(33)

berapa luasnya, lokasi tanahnya dimana dan apakah dibenani dengan hak-hak

tanggungan dan lain sebagainya disebut sebagai asas publisitas.

Berkenaan dengan sistem publikasi atau disebut juga sistem pendaftaran tanah

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini tetap dipertahankan tujuan

dan sistem yang digunakan dan ditetapkan dalam UUPA No. 5 Tahun 1960, yaitu

bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan

kepastian hukum di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif

yang mengandung unsur-unsur positif, karena akan menghasilkan suat-surat tanda

bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam

Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

”Sertifikat merupakan tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut”.24

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan untuk memberikan jaminan akan

kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya

surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat.

Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang

sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertifikat tanah itu

24

(34)

tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertifikat tanah menurut

sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri

bahwa sertifikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.25

Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda Certificaat yang

artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Maka

sertifikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas

sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada

seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai

bukti yang kuat berupa surat yang dibuat instansi yang berwenang.26

Dilihat dari aspek jaminan yang diberikan dengan pemberian Surat-surat

Tanda Bukti Hak atas Tanah (Sertifikat Hak atas Tanah), sebagai alat pembuktian,

maka Rechts Kadaster (Pendaftaran Tanah) mengenal 2 (dua) macam sistem, yaitu

sistem Negatif dan sistem Positif.27

Dalam sistem negatif bahwa sertifikat tersebut hanya dapat dipandang sebagai

suatu bukti permulaan hak atas tanahnya, atau sertifikat sebagai salah satu alat

pembuktian yang kuat, sehingga setiap orang dapat mempersoalkannya kembali. Si

pemilik tanah diberikan jaminan lebih kuat, apabila dibandingkan perlindungan yang

diberikan kepada pihak ketiga. Dengan demikian, maka Si Pemilik Tanah dapat

25

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia…,Op.Cit., hlm. 58.

26

Syargani, Pendaftaran Tanah Wakaf Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Merbau Kabupaten Bengkalis, Skripsi, 2009, hlm. 58.

27

(35)

menggugat haknya atas sebidang tanah dari mereka yang terdaftar pada kadaster.

Dalam hal ini dianut oleh negara-negara seperti Belanda, Perancis maupun Philipina.

Dengan mengandung unsur positif, untuk memberikan kepastian hukum

kepada pihak yang dengan iktikad baik menguasai sebidang tanah yang didaftar

sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan dengan diterbitkannya sertifikat sebagai

salah satu alat bukti yang kuat. Kepada yang memperoleh Hak atas Tanah akan

diberikan jaminan lebih kuat, pihak ketiga harus percaya dan tidak perlu khawatir bila

pada suatu ketika mereka atau orang-orang yang tercatat dalam Daftar Umum akan

kehilangan Haknya atau dirugikan. Negara-negara yang menganut sistem ini seperti

Jerman, Swiss, Australia, dan Austria.

Untuk menjamin kepastian hak dan kepastian hukum apabila tanah sudah

dikuasai oleh masyarakat yang waktunya sudah cukup lama dan tidak ada sanggahan

pihak lain, maka tanah tersebut sudah menjadi tanah negara bebas. Dalam hal ini

diperlukan pembuktian tertulis yang diketahui Lurah atau Kepala Desa dan Camat

setempat untuk memenuhi unsur kepastian hukum. Oleh sebab itu, diperlukan

pengumuman di mass media cetak bila diperlukan yang dapat berupa media

elektronik yang dikenal dalam hukum perdata sebagai asas publisitas.28

Menurut Muntoha dalam Budi Harsono, menyatakan bahwa Sistem

Pendaftaran Tanah di Indonesia yang dianut sekarang ini adalah Sistem Negatif

bertendensi positif. Dengan sistem ini, keterangan yang ada itu apabila ternyata tidak

28

(36)

benar, maka dapat diubah dan dibatalkan. Dalam hal ini disebut dengan istilah Quasi

Positif (Positif yang semu).

Ada beberapa ciri sistem quasi positif pendaftaran tanah di Indonesia

diantaranya:29

a. Nama yang tercantun dalam Buku Tanah. Nama yang tercantun dalam

Daftar Buku Tanah adalah pemilik tanah yang benar dan dilindungi oleh

Hukum. Sertifikat adalah Tanda Bukti Hak yang terkuat, namun bukanlah

mutlak.

b. Setiap peristiwa balik nama, melalui prosedur dan penelitian yang

seksama dan memenuhi syarat-syarat keterbukaan (Openbaar Beginsel).

c. Setiap Persil batas diukur dan digambar dengan Peta Pendaftaran Tanah,

dengan skala 1:1000, ukuran mana yang memungkinkan untuk dapat

dilihat kembali batas persil, apabila dikemudian hari terdapat sengketa

batas.

d. Pemilik tanah yang tercantum dalam Buku Tanah dan Sertifikat dapat

dicabut melalui proses Keputusan Pengadilan Nasional, apabila terdapat

Cacat Hukum.

e. Pemerintah tidak menyediakan dana untuk pembayaran ganti rugi pada

masyarakat, karena kesalahan administrasi Pendaftaran Tanah, melainkan

masyarakat sendiri yang merasa dirugikan melalui proses

pengadilan/pengadilan Negeri untuk memperoleh Haknya.

Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

mengatur pula pemindahan hak melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan

dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya. Pengecualian di

29

Budi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Pengukuran, Isi dan Pelaksanaan,

(37)

atas pemindahan hak melalui lelang dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta

yang dibuat oleh Penjabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Hukum harus ditempatkan pada posisi terdepan yang harus dapat memberikan

suatu kepastian, yang harus mampu untuk membentuk pola prilaku warga

masyarakat. Penggunaan hukum sebagai sarana kepastian semacam itu seringkali

membawa konsekuensi terjadinya pertentangan-pertentangan di dalam

pelaksanaannya. Munculnya hambatan pada implementasi hukum yang bersifat

nasional, disebabkan antara lain oleh adanya perbedaan nilai-nilai yang terkandung di

dalam hukum tertulis yang bersifat nasional tersebut dengan nilai-nilai yang berlaku

dan berkembang dalam masyarakat lokal.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpeting dari teori. Konsepsi diterjemahkan

sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang

disebut dengan operasional definition.30 Pentingnya definisi operasional adalah untuk

menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu

istilah yang dipakai.31 Oleh karena itu, dalam penelitian ini didefenisikan beberapa

konsep dasar agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan

tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

30

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagoi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 10.

31

(38)

a. Tinjauan Yuridis yaitu upaya untuk memberikan analisis tentang suatu

objek atau perkara dari segi pandangan hukum meliputi isi berupa

pengaturan, prosedur, bentuk, dan sifat dari objek yang dikaji.32

b. Kepastian Hukum yaitu sesuatu yang bersifat tetap yang dijamin melalui

undang-undang atau ketetapan lainnya oleh negara yang dapat melindungi

segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang.

c. Hak milik yaitu hak yang dimiliki oleh seseorang untuk mempergunakan

benda (tanah) atas kuasa dirinya sendiri yang diakui dan/atau atas seizin

negara melalui pihak yang berwenang, atau hak turun temurun, terkuat

dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dan dapat beralih atau

dialihkan kepada pihak lain.

d. Hak Atas Tanah yaitu hak penguasaan atas tanah yang memberi

kewenangan kepada pemegang hak untuk memakai suatu bidang tanah

tertentu untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau usahanya.

e. Sertifikat adalah surat keterangan dari orang yang berwenang dan dapat

digunakan untuk keperluan tertentu, atau merupakan tanda bukti yang

kuat selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya dari data fisik dan data

yuridis yang tercantum di dalamnya yang harus diterima sebagai data yang

benar.

32

(39)

f. Bukti merupakan sesuatu yang dijadikan sebagai keterangan nyata atau

sesuatu yang dipakai sebagai landasan keyakinan kebenaran terhadap

kenyataan.

g. Non Sertifikat adalah surat bukti yang dikeluarkan dari seseorang dan/atau

aparat pemerintahan setempat yang belum disahkan dari Badan

Pertanahan Nasional, atau sebelum diterbitkan sertifikatnya.

h. Sengketa Atas Tanah merupakan selisih atau pertengkaran yang

disebabkan oleh perebutan atas kepemilikan sebidang tanah,33 yang

memerlukan tindakan untuk perdamaian terhadap perselisihan tersebut.

i. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725/Pdt/2008

yaitu putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik

Indonesia.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

eksploratif (penjajakan atau penjelajahan) yaitu bertujuan untuk memperdalam

pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu34 dan metode yang dipakai adalah

penelitian yang bersifat deskriptif-analitis 35 yaitu metode yang memberikan

33

Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Yakarta: Gitamedia Press, 2008, hlm. 696.

34

Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 25.

35

(40)

gambaran tentang kenyataan atau fenomena yang ada berdasarkan pada pembahasan

serta kajian kepustakaan berupa buku-buku, dokumen, dan putusan pengadilan, serta

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penulisan penelitian ini juga

yang didapat dari jurnal, makalah maupun dari mass media ataupun dari internet.

Bahan-bahan tersebut kemudian dianalisis atau diinterpretasikan agar dapat

menjelaskan fenomena yang diteliti tersebut, dan tidak tertutup kemungkinan dalam

melakukan pembahasan serta untuk dapat menarik kesimpulan bila diperlukan akan

dilakukan wawancara terhadap pihak yang terkait.

2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, maka dalam penelitian ini

dilakukan penelusuran data hukum skunder berupa: 36

b. Bahan Hukum Primer

1) Undang-Undang Pokok Agraria;

2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

3) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 2725

K/PDT/2008, antara Ir. H. Bakhder melawan Ir. Ratnawatie Setiawan

dan Enny Indrayatie serta Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru.

c. Bahan Hukum Sekunder

1) Teori-teori para ahli;

2) Peraturan perundang-undangan terkait,

36

(41)

3) Pendapat-pendapat yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

d. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang berperan sebagai penjelas dan atau petunjuk terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antaranya:

1) Kamus Hukum;

2) Kamus Bahasa;

3) jurnal.

3. Analisis Data

Data terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder dilakukan

langkah-langkah:

1) Pengumpulan Data;

2) Tabulasi Data;

3) Sistematisasi Data;

4) Analisis data secara kualitatif;

5) Penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif, yaitu

dimulai dari hal yang bersifat umum menuju kepada hal yang bersifat

khusus. 37

37

(42)

BAB II

KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH DITERBITKAN SERTIFIKAT HAK MILIK

A. Pengaturan Tentang Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Pada tanggal 8 Juli 1997 ditetapkan dan diundangkannya Peraturan

Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ( Lembaran negara

Republik Indonesia No. 97 tahun 1997 ) sedangkan penjelasannya terdapat dalam

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3696. Sebelumnya telah ada

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang sejak tahun 1961 mengatur

pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-undang

Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960.

Masalah tanah di Indonesia telah mendapat perhatian yang sangat luas dan

mendalam dikalangan masyarakat. Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)

memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin

kepastian hukum. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di seluruh

Indonesia.

Kondisi masyarakat Indonesia hingga saat ini masih sangat tergantung pada

kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha sebagian besar yang bersifat agraris sehingga

tanah merupakan tumpuan harapan bagi masyarakat guna dapat melangsungkan asas

(43)

Asas pendaftaran tanah yang dianut dalam Undantg-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu berdasarkan asas

sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Untuk objek pendaftaran tanah

diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut:38

1. Objek Pendaftaran Tanah meliputi:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan milik, hak guna usaha, hak

guna bangunan dan hak pakai;

b. Tanah hak pengelolaan;

c. Tanah wakaf;

d. Hak milik atas satuan rumah susun;

e. Hak tanggungan;

f. Tanah Negara.

2. Dalam hal tanah Negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara

membukukan sebidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar

tanah.

1. Dasar Hukum Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada

ketentuan menimbang poin b dibunyikan bahwa pendaftaran tanah yang

penyelenggaraannya oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah, merupakan sarana dalam

memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksudkan, pelaksanaan pendaftaran

38

(44)

tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah, meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk

pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Hak atas tanah mempunyai peran yang amat penting dalam kehidupan

manusia oleh karenannya di dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 telah ditentukan bahwa

tanah-tanah di seluruh wilayah negara Republik Indonesia harus di inventarisasikan

sedemikian rupa sehingga benar-benar membantu usaha meningkatkan kesejahteraan

rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan sosial.

Dengan demikian, dasar hukum pendaftaran atas tanah hak milik berpedoman

kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria tersebut.

Meski terdapat beberapa peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah.

Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah:

a. Undang-Undang Nomor 3/Prp/1960 tentang Penguasaan Benda-benda

tetap milik perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB).

b. UU No.51/1960 tantang Larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak

atau kuasanya.

c. PP No.40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah.

d. PP No.39/1973 tentang Acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi

sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang

(45)

e. Peraturan Presidium Kabinet No.5/Prk/1965 tentang Penegasan status

rumah/tanah kepunyaan badan-badan hukum yang ditinggalkan

direksi/pengurusnya (Prk.5).

f. Keppres No.55/1993 telah dicabut dengan Perppu No. 65/2006 tentang

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan kepentingan umum.

g. Keppres No.32/1979 tentang Pokok kebijaksanaan dalam rangka

pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak Barat

Inpres No.9/1973 tentang Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan

benda-benda yang ada di atasnya.

h. Peraturan MNA/KaBPN No.1/1994 tentang Ketentuan pelaksanaan

Keppres No.55/1993

i. Peraturan MNA/KaBPN No.3/1999 tentang Pelimpahan kewenangan

pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara

j. Peraturan MNA/KaBPN No.9/1999 tentang Tatacara pemberian dan

pembatalan hak atas tanah Negara dan hak Pengelolaan.39

2. Syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Adapun untuk syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik, di dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tidak

diketemukan dengan jelas tentang syarat-syarat dimaksud.

39

(46)

Adapun persyaratan pelaksanaan pendaftaran tanah yang lebih mudah dan

sederhana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Jo. Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya atas permohonan

tersebut maka Kepala Kantor Pertanahan harus:

a. Melakukan pemeriksaan data fisik (penetapan dan pemasangan tanda

batas, pengukuran, pemetaan) oleh petugas yang ditunjuk.

b. Melakukan pemeriksaan data yuridis selama 60 (enam puluh) hari di

kantor pertanahan dan kantor desa/kelurahan beserta pengesahannya.

c. Melakukan penegasan konversi atau pengakuan hak.

d. Membukukan hak.

e. Menerbitkan sertifikat. 40

Ketentuan mengenai pemberian hak milik atas tanah (baru) yang dikuasai

negara dan atas hak pengolahan diatur dalam Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan

Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengolahan.41 Pasal 22 ditegaskan ada 3

(tiga) hal yang menjadi dasar hak atas Tanah:

a. Menurut Hukum Adat;

b. Karena Ketentuan Undang-Undang;

c. Karena Penetapan Pemerintah.

40

http://www.bpn.go.id/aspx/pelayanan, diakses Selasa 24 Agustus 2010.

41

(47)

Terjadinya hak milik berdasarkan hukum adat yaitu yang diatur pada Pasal 16

UUPA bahwa hak-hak tanah berasal dari hukum adat atas seizing masyarakat adat

dan tanah yang telah diusahakan tersebut secara terus menerus bahkan turun temurun

dapat diakui sebagai hak milik.

Terjadinya hak milik berdasarkan ketentuan undang-undang, yaitu

berdasarkan konversi sebagaimana dimaksud pada ketentuan kedua

(ketentuan-ketentuan konversi) UUPA, yakni:

a. konversi tanah-tanah eks hak egendom kepunyaan warga Negara

Indonesia (yang dibuktikan pada tanggal 24 September 1960), dikonversi

menjadi hak milik;

b. konversi hak milik adat (hak-hak adapt atas tanah) kepunyaan warga

negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik.

Terjadinya hak milik berdasarkan penetapan pemerintah dapat juga

didasarkan kepada:42

a. Ketentuan landreform, yaitu seseorang yang memperoleh tanah dengan cara redistribusi obyek landreform oleh pemerintah yang akan ditingkatkan haknya menjadi hak milik (PP No. 224 Tahun 1961).

b. Pemberian hak milik berdasarkan yang berasal dari hak pengelolaan. c. Pemberian hak milik berdasarkan konsolidasi tanah, transmigrasi,

pencetakan sawah dan lain-lain sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan landreform.

d. Peningkatan hak dari hak guna bangunan dan hak pakai menjadi hak milik.

e. Pemberian hak milik secara missal kepada beberapa orang berdasarkan pendaftaran tanah secara sistematik menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

42

(48)

3. Prosedur Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh

pemerintah secara terus menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan atau

data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu,

pengelolaan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka

memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk penerbitan

tanda bukti dan pemeliharaannya43.

Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran terhadap

sebidang tanah yang semula belum di daftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran

tanah yang bersangkutan, pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar objek

satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil (parcel), yang merupakan

bagian-bagian permukaan bumi yang terbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang

umumnya dinyatakan dalam meter persegi.

Adapun data yang dihimpun pada dasarnya meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan,

antara lain:44

a. Kegiatan di bidang fisik mengenai tanahnya, yaitu sebagaimana telah

dikemukan bahwa untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas-batas,

luasnya, bangunan-bangunan dan/atau tanaman-tanaman penting yang ada

diatasnya, setelah dipastikan letak tanahnya kegiatan dimulai dengan

43

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Hukum Tanah Nasional), jilid 1 Djambatan, Revisi 2003, hal. 72

44

(49)

penetapan batas- batasnya serta pemberian tanda-tanda batas disetiap

sudutnya.

b. Kegiatan bidang Yuridis, yaitu: Bertujuan untuk memperoleh data

mengenai haknya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidak adanya hak

pihak lain yang membebaninya.

c. Kegiatan penerbitan surat tanda bukti haknya. Bentuk kegiatan

pendaftaran dan hasilnya, termasuk apa yang merupakan surat tanda bukti

hak, tergantung pada sistem pendaftaran yang digunakan dalam

penyelenggaraan pendaftaran tanah oleh negara yang bersangkutan.

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan melalui 2

(dua) cara, yaitu:45

a. Secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali

yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran

tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu

desa/kelurahan.Hal ini diselenggarakan atas prakarsa pemerintah

berdasarkan sutau rencana kerja panjang dan tahunan serta dilaksanakan di

wilayah-wilayah yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.Dalam suatu desa.kelurahan

belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik,

pendaftaran tanah dilaksanakan secara sporadik.

45

(50)

b. Secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali

mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau

bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau

massal.Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan

pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas objek

pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.

Pendaftaran itu sangat penting dan tanah tersebut didaftarkan untuk

kepentingan ekonomi atau pendaftaran dilakukan untuk kepentingan dari penggunaan

terhadap tanah, sehingga akan terlihat pemanfaatan dari tanah tersebut. Artinya

pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kejelasan atau keterangan supaya tidak

menimbulkan permasalahan dam bidang pertanahan terutama terhadap status tanah

tersebut.

Hasil dari kegiatan pendaftaran tanah ini yang dikenal dengan istilah kadaster

hak yaitu peta dan daftar mengenai bidang tanah yang dapat menguraikan keadaan

hukum bidang-bidang tanah tersebut berupa luasnya, lokasinya, subyek haknya,

riwayat pemilik tanah, perbuatan hukumnya serta perubahan-perubahan batas akibat

perbuatan hukum atas tanah tersebut.

Sebagaimana dalam penjelasan UUPA No.5 Tahun 1960, bahwa tujuan

pendaftaran tanah ini dapat di ketahui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk

menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang

Gambar

Tabel II.1

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik yang dimiliki distilasi membran adalah distilasi membran mensubstitusi proses konvensional, cocok untuk aplikasi dengan air sebagai komponen utama yang ada,

Leher Burung: didominasi oleh struktur berarah Utara- Barat Laut (Jalur Perlipatan Lengguru, LFB), yang berhenti pada tinggian Kemum pada daerah Kepala Burung.. Tubuh

Apakah Ibu bisa menonton tayangan yang tersedia di internet, atau media sosial yang menunjang Ibu untuk menambah wawasan terkait materi pembelajaran Fiqih..

Juga Zenha dkk (2009) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa ada hubungan antara kadar antibodi PGL-1 dengan jumlah bakteri (BI) pada kusta tipe MB, yang cenderung mengalami

Oleh karena itu, hasil studi merekomendasikan perlunya kebijakan peningkatan kualitas diplomasi Indonesia dalam forum RFMOs melalui: (1) pengiriman utusan perwakilan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah modal mata pencaharian yang dimiliki rumah tangga petani agroforestri berupa modal alam, modal manusia, modal sosial,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi ekstrak bengkuang dan susu memberikan pengaruh terhadap nilai sensoris ( semakin besar proporsi ekstrak bengkuang pada jelly

Sustainability Menegement sebagai Solusi keberlanjutan program PUAP di Gapoktan Sigampa Desa Kaleke Kecamatan Dolo Barat terkait dengan pengelolaan program PUAP