• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Di Kabupaten Labuhanbatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Determinan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Di Kabupaten Labuhanbatu"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN

PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT

DI KABUPATEN LABUHANBATU

TESIS

Oleh

GARGARAN SIREGAR

087018047/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA N

(2)

ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN

PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT

DI KABUPATEN LABUHANBATU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

GARGARAN SIREGAR

087018047/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN LABUHANBATU

Nama Mahasiswa : Gargaran Siregar

Nomor Pokok : 087018047

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Rahmanta, M.Si) (Rahmad Sumanjaya, M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Rahmanta, M.Si

Anggota : 1. Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si

2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:

“ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PADI

MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN

LABUHANBATU”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, 18 Februari 2011 Yang membuat pernyataan

(6)

ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT

DI KABUPATEN LABUHANBATU

Gargaran Siregar, Dr. Rahmanta, M.Si dan Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 18.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data langsung yang dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dan menggunakan alat yaitu kuisioner atau daftar pertanyaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

(7)

ANALIZE OF DETERMINANT CHANGING RICE FIELD FUNCTION TO BE THE LAND OF PALM OIL IN LABUHANBATU REGENCY

Gargaran Siregar, Dr. Rahmanta, M.Si and Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si

ABSTRACT

The purpose of this study I to analize the influences of the incoming, the working capital, the total of production, and total labor in changing rice field function to be the land of palm oil in Labuhanbatu Regency.

In this study the writer uses multiple linear regression modul with helping tools for the data processing that used by spss programs verse 18.0. The methode of this study use nonprobability sampling method that is a purposive sampling by ordinary least squares (OLS) analizing method. The data that use in this study is primer data which collected directly through interview to the respondents, questionnaires and table of questions.

The result of this study shows that the incoming, working capital, total of productions and total labor are positive and significant influences in changing function of rice field to be palm oil land in Labuhanbatu Regency.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah

melimpahkan karunia-Nya dan memberikan kekuatan serta segala kemudahan dalam

menghadapi setiap masalah hidup, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan

tesis yang berjudul “Analisis Determinan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi

Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu” sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah

memberikan bantuan moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankan

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu penulis yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang telah

diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program

Magister.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur dan Bapak Prof.

(9)

Utara atas kesempatan saya menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec selaku Ketua Program Studi Magister

Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas

kesempatan saya untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister.

4. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si dan Bapak Rahmad Sumanjaya, M.Si selaku

Pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan

dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh para Guru Besar, Dosen dan Staf Administrasi pada Program Studi

Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana USU.

6. Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua saya Bapak Sutan Raja Aman

Siregar dan Ibunda Nur Mala Tanjung yang terus memberikan doa, kasih sayang

serta mendukung dan memberikan semangat untuk menyelesaikan studi magister

ini.

7. Terima kasih kepada istri tercinta Irma Rosnani Nasution, SE dan anak-anakku

tersayang, Sia Marinta br. Regar, Rasima br. Regar, Raja Ammar Panusunan

Siregar, Haluan Habincaran Siregar yang selalu memberikan doa, motivasi dan

dukungan baik berupa moral maupun material, sehingga saya dapat

menyelesaikan studi ini.

8. Terima kasih kepada kedua orang tua mertua saya Bapak Muhammad Ramli

Nasution dan Ibu Nurfirma br. Simanjuntak yang telah memberikan motivasi dan

(10)

9. Terima kasih kepada Bapak Bupati dan Bapak Wakil Bupati Pemerintahan

Kabupaten Labuhanbatu beserta jajarannya yang telah membantu penulis dalam

menghimpun data di lapangan, sehingga selesainya tesis ini.

10. Teman-teman khususnya angkatan XVI yang telah bersama-sama menambah

ilmu selama masa perkuliahan dari awal sampai akhir.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dan

memberikan dorongan baik langsung maupun tidak langsung kepada penulis

dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam tesis ini masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk

perbaikan tesis ini senantiasa penulis harapkan. Wassalam………..

Medan, Februari 2011

Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Gargaran Siregar

2. Gelar Raja : Sutan Panusunan Siregar

3. Agama : Islam

4. Tempat/Tgl. Lahir : Padangri/25 Desember 1965

5. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

6. Nama Orang Tua

Ayah : Sutan Raja Aman Siregar

Ibu : Nur Mala Tanjung

7. Pendidikan

a. SD. Negeri No. 112253 Sibadar/Marsonja : Lulus Tahun 1977

b. SMP. Negeri Langga Payung : Lulus Tahun 1981

c. SMA. Negeri 2 Bilah Hulu Rantauprapat : Lulus Tahun 1984

d. Universitas Medan Area Fak. Ekonomi : Lulus Tahun 1990

f. Sekolah Pascasarjana USU Medan : Lulus Tahun 2011

A. PENGALAMAN PEKERJAAN

1. Di Bidang Pemerintahan:

a. 1994 – 1996 Staf Kota Administratif Rantauprapat.

b. 1996 – 1997 Mantri Polisi Pamong Praja Kec. Torgamba.

(12)

d. 1999 – 2000 Kepala Sub Seksi Tenaga Pendidikan Keguruan Dinas

Pendidikan Kabupaten Labuhanbatu.

e. 2000 – 2001 Kasi. Bina Usaha Dinas Perikanan Kabupaten

Labuhanbatu.

f. 2001 – 2006 Kepala Sub Bidang Informasi Data Kepegawaian Badan

Kepegawaian Kabupaten Labuhanbatu.

g. 2006 – Sekarang Kepala Bagian Administrasi Perekonomian Sekretariat

Kabupaten Labuhanbatu.

2. Di Bidang Swasta:

a. 1990 – 1992 Karani Honorer di PKS Sei Garo Pekan Baru Riau, PTPN

V Sei Karang.

b. 1992 – 1994 Kepala Tata Usaha dan Guru SMEA Yayasan Perguruan

H. Sutan Oloan Helvetia Medan.

c. 2001 – 2006 Guru SMP Guppi Kabupaten Labuhanbatu.

d. 2003 – 2005 Dosen UT UBJJ Rantauprapat.

e. 2001 – 2011 Dosen Universitas Islam Labuhanbatu.

f. 2007 – 2010 Ketua Jurusan Manajemen Universitas Islam

Labuhanbatu.

(13)

B. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

a. 1999 Pendidikan Administrasi Umum Lanjutan Depdagri

di Rantauprapat.

b. 1999 Pendidikan Kursus Manajemen Proyek Provsu di Rantauprapat.

c. 2000 Pendidikan Kewirausahaan Hasil Perikanan oleh BPKPI Belawan

di Medan.

d. 2001 Pelatihan TOT Out Bound oleh Depdagri di Bogor.

e. 2002 Pelatihan Rencana Strategis oleh BPKP di Rantauprapat.

f. 2003 Pelatihan Balakar oleh Pemda di Rantauprapat.

g. 2004 Pendidikan Pimpinan III/SPAMA Depdagri di Bukit Tinggi.

h. 2006 Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemkab Labuhanbatu

di Rantauprapat.

i. 2006 Pelatihan Revitalisasi Ekonomi Kerakyatan oleh Ikatan Sarjana

Katolik di Medan.

(14)
(15)

3.4.2 Sampel Penelitian………... 41

4.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Labuhanbatu ... 52

4.1.1 Wilayah dan Iklim ... 53

4.1.2 Kependudukan ... 54

4.1.3 Penggunaan Lahan ... 55

4.1.4 Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Tanaman Padi ... 56

4.1.5 Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit ... 58

4.2 Karakteristik Petani Responden ... 58

4.2.1 Luas Lahan Petani... 59

4.2.2 Pendapatan Petani ... 61

4.2.3 Modal Kerja Petani ... 64

4.2.4 Total Produksi Petani ... 67

4.2.5 Jumlah Tenaga Kerja Petani ... 69

4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan ... 72

4.4 Peran Kontrol Pemerintah Daerah ... 75

4.5 Pemilihan Model Terbaik ... 78

4.6 Analisis Determinan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi Tanaman Kelapa Sawit ... 79

4.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 84

4.7.1 Uji Multikolinearitas ... 84

4.7.2 Uji Heteroskedastisitas ... 85

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Luas Lahan Pertanian Padi di Sumatera Utara……….. 3

1.2. Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara………….... 4

1.2 Perkembangan Luas Lahan, Produksi Padi dan Kelapa Sawit

Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2003-2007...………... 7

3.1. Lokasi Penelitian dan Sample Size……….………... 42

4.1 Luas Wilayah Kabupaten Labuhanbatu per Kecamatan Tahun 2007... 53

4.2 Jumlah Komposisi Penduduk Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2007.... 55

4.3 Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Tanaman Padi Selama

Tahun 2003-2007... 56

4.4 Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit

Selama Tahun 2003-2007... 58

4.5 Luas Lahan Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan Sesudah Alih Fungsi Lahan………. 59

4.6 Luas Lahan Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan

Distribusi Frekuensi Relatif……… 60

4.7 Pendapatan Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan Sesudah Alih Fungsi Lahan……….. 61

4.8 Jumlah Pendapatan Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan

Distribusi Frekuensi Relatif... 62

4.9 Modal Kerja Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan Sesudah Alih Fungsi Lahan... 65

4.10 Modal Kerja Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan

(17)

4.11 Total Produksi Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan

Sesudah Alih Fungsi Lahan... 67

4.12 Total Produksi Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan Distribusi Frekuensi Relatif... 68

4.13 Jumlah Tenaga Kerja Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan Sesudah Alih Fungsi Lahan... 69

4.14 Jumlah Tenaga Kerja Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan Distribusi Frekuensi Relatif... 70

4.15 Alasan Responden Melakukan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu ... . 72

4.16 Pemilihan Model Terbaik... 78

4.17 Hasil Uji Multikolinearitas ... 85

4.18 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 86

4.19 Hasil Uji Normalitas... 88

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Perkembangan Luas Lahan Tanaman Padi dan Tanaman Kelapa

Sawit Tahun 2003-2007………... 7

1.2 Perkembangan Produksi Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007 ………... 7

2.1 Hubungan Total Produksi, Marginal Produksi dan Rata-rata Produksi ………...……… 12

2.2 Kurva Isoquant ………..……….… 14

2.3 Kerangka Konseptual……….. 38

4.1 Penggunaan Lahan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2007... 55

4.2 Persentase Distribusi Luas Lahan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007... 60

4.3 Persentase Distribusi Pendapatan Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007... 63

4.4 Persentase Distribusi Modal Kerja Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007... 66

4.5 Persentase Total Produksi Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007... 68

4.6 Persentase Jumlah Tenaga Kerja Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007 ... 70

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ……… 96

2. Tabulasi Data Petani Sebelum Alih Fungsi Lahan ………... 100

3. Tabulasi Data Petani Setelah Alih Fungsi Lahan ... 102

4. Hasil Regresi Linier Berganda ……… 104

5. Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ……… 105

6. Hasil Uji Asumsi Klasik Heterokedastisitas ……….. 106

7. Hasil Uji Asumsi Klasik Normalitas……… 107

8. Hasil Uji Asumsi Klasik Linieritas ………. 108

9. Peta Wilayah Kabupaten Labuhanbatu ... 109

(20)

ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT

DI KABUPATEN LABUHANBATU

Gargaran Siregar, Dr. Rahmanta, M.Si dan Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 18.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data langsung yang dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dan menggunakan alat yaitu kuisioner atau daftar pertanyaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

(21)

ANALIZE OF DETERMINANT CHANGING RICE FIELD FUNCTION TO BE THE LAND OF PALM OIL IN LABUHANBATU REGENCY

Gargaran Siregar, Dr. Rahmanta, M.Si and Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si

ABSTRACT

The purpose of this study I to analize the influences of the incoming, the working capital, the total of production, and total labor in changing rice field function to be the land of palm oil in Labuhanbatu Regency.

In this study the writer uses multiple linear regression modul with helping tools for the data processing that used by spss programs verse 18.0. The methode of this study use nonprobability sampling method that is a purposive sampling by ordinary least squares (OLS) analizing method. The data that use in this study is primer data which collected directly through interview to the respondents, questionnaires and table of questions.

The result of this study shows that the incoming, working capital, total of productions and total labor are positive and significant influences in changing function of rice field to be palm oil land in Labuhanbatu Regency.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok

tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan

umat manusia. Namun seiring perkembangan zaman dan dinamika gerak langkah

pembangunan serta pertumbuhan jumlah penduduk, eksistensi lahan mulai terusik.

Salah satu permasalahan yang cukup terkait dengan keberadaan tanaman padi adalah

makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

Sebagian besar alih fungsi lahan yang terjadi beralih menjadi tanaman kelapa

sawit. Perkebunan kelapa sawit dalam 10 tahun terakhir mengalami booming dengan

beberapa alasan terutama kebutuhan investasi untuk meningkatkan pendapatan

masyarakat. Faktor pendukung di luar itu adalah tekanan terhadap pengurangan

bahan bakar fosil secara global. Dengan paradigma pertumbuhan ekonomi,

pemerintah melihat bahwa perkebunan kelapa sawit mampu menyerap tenaga kerja

dan menghasilkan devisa negara dari pajak.

Ekspansi perkebunan kelapa sawit pada saat ini telah meluas hampir ke semua

kepulauan besar di Indonesia. Selama 19 tahun terakhir, ekspansi perkebunan kelapa

sawit mencapai rata-rata 315.000 Ha/tahun. Sampai saat ini Indonesia memiliki

(23)

Sumatera Utara sebagai salah satu sentral perkebunan kelapa sawit

di Indonesia menghasilkan rata-rata 1,7 juta ton CPO per tahun. Jumlah ini mencapai

8,23% dari total produksi CPO nasional per tahun. Luas perkebunan kelapa sawit

di Sumatera Utara setiap tahun juga mengalami peningkatan. Peningkatan luas ini

terjadi karena konversi lahan pertanian khususnya sawah, terutama di daerah

Langkat, Serdang Bedagai dan Labuhanbatu.

Di sisi lain, perkebunan kelapa sawit menghadirkan ketimpangan

kepemilikan, konflik tanah, ancaman ketahanan pangan dan kerusakan ekosistem.

Sebagaimana telah dipaparkan, perluasan perkebunan kelapa sawit mencapai rata-rata

315.000 hektar/tahun. Pertambahan luas perkebunan kelapa sawit seiring dengan

perubahan dalam hal kepemilikan. Perkembangan menunjukkan bahwa pemerintah

tidak lagi menjadi aktor utama dalam pemilikan perkebunan kelapa sawit. Fakta

memperlihatkan bahwa kepemilikan maupun perluasan perkebunan kelapa sawit

justru dilakukan oleh sektor swasta asing maupun swasta pribumi. Perusahaan-

perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut tidak hanya melakukan perluasan tetapi

juga melakukan privatisasi perkebunan-perkebunan kelapa sawit milik negara.

BPS (2010) mengatakan konversi lahan akibat ekspansi perkebunan kelapa

sawit setiap tahunnya cenderung meningkat. Di Sumatera Utara sebagai contoh, pada

tahun 2005-2006 terjadi pengalihan fungsi lahan pertanian seluas 39.669 hektar atau

sekitar 7,55 persen dari luas baku lahan sawah berpengairan di Sumut. Alih fungsi

lahan pertanian tersebut terutama terjadi ke sektor perkebunan kelapa sawit dan sub

(24)

sebanyak hampir 40 ribu hektar pada 2005-2006 itu terjadi di 13 kabupaten. Daerah

yang terbesar mengalami pengalihan fungsi lahan adalah Tapanuli Selatan, Asahan

dan Labuhanbatu masing-masing sebesar 10.455 hektar, 7373 hektar dan 6.809

hektar. Di Labuhanbatu, sebagai salah satu wilayah lumbung beras di Sumatera

Utara, konversi lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit rata-rata mencapai

5.000 hektar per tahunnya.

BPS (2010) mengatakan tingginya angka konversi lahan pertanian ke sektor

di luar pertanian berdampak pada penurunan produksi padi. Berdasarkan produksi

padi periode 1998 - 2006 mengalami penurunan 23% per tahun. Penurunan itu terjadi

akibat berkurangnya lahan pertanian padi sebesar 1,13 persen per tahun. Sementara

itu, sejak 2007 - 2008, konversi lahan pertanian di Sumatera Utara tumbuh sekitar 4,2

persen. Lahan pertanian tersebut dialihkan ke tanaman keras dan kawasan

pemukiman. Luas lahan sawah berpengairan yang beralih fungsi pada tahun 2006

mencapai 280.847 hektar dan tahun 2008 mencapai 278.560 hektar. Kurun waktu

2007-2008, alih fungsi terbesar terjadi di Kabupaten Asahan yang mencapai 6.800

hektar, disusul Nias 6.700 hektar, Serdang Bedagai 2.300 hektar dan Langkat 1.400

(25)

Tabel 1.1. Luas Lahan Pertanian Padi di Sumatera Utara

Sumber: BPS, Sumatera Utara Dalam Angka, 2010 (diolah)

Tabel 1.2. Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara

Sumber: BPS, Sumatera Utara Dalam Angka, 2010 (diolah)

Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 di atas dapat dilihat telah terjadi penurunan luas lahan

tanaman padi dan peningkatan luas lahan tanaman kelapa sawit. Dapat dikatakan

memang pertanian tanaman pangan berjalan terseok-seok dan lebih banyak

menunjukkan tren menurun. Padahal, dari kondisi geografisnya, di Sumatera Utara

memiliki lahan potensial untuk mengembangkan tanaman pertanian, khususnya padi.

Dari gambaran itu jelas terdapat korelasi antara penurunan luas areal tanaman padi

dan pertambahan luas perkebunan kelapa sawit. Tidak dipungkiri, cerita indah

manisnya penghasilan petani kelapa sawit telah membuat laju konversi lahan semakin

cepat.

Alih fungsi lahan pertanian sebagai akibat pembukaan lahan perkebunan

kelapa sawit telah menyebabkan perubahan pola tanam petani pangan, khususnya

(26)

padi. Kawasan yang dahulunya adalah merupakan areal persawahan berubah menjadi

areal perkebunan kelapa sawit. Pola tanam padi yang tidak serentak akibat dampak

perluasan areal tanaman keras, terutama kelapa sawit membawa resiko bagi petani

yang masih bertahan di tanaman padi.

Permasalahan yang mendasar dalam ketahanan pangan adalah konversi lahan

pertanian pangan. Semakin sempitnya lahan pertanian pangan yang tersedia, maka

semakin sulit bagi petani untuk berproduksi secara optimal. Bagi pemerintah

Sumatera Utara, hal ini sangat perlu diperhatikan. Dari sisi kepemilikan lahan, sekitar

37,64 persen dari rumah tangga petani di Sumatera Utara yakni 1.262.421 KK hanya

memiliki lahan pertanian di bawah satu hektar atau hanya berkisar 0,5 hektar.

Dampak permasalahan yang lebih luas tersebut termasuk pengaruhnya

terhadap kestabilan politik yang diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan

sosial yang merugikan, menurunnya kualitas lingkungan hidup terutama yang

menyangkut sumbangan fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan air untuk

menjamin kehidupan masyarakat di masa depan. Dampak dari kehilangan lahan

pertanian produktif adalah kehilangan hasil pertanian secara permanen, sehingga

apabila kondisi ini tidak terkendali maka dipastikan kelangsungan dan peningkatan

produksi akan terus berkurang dan pada akhirnya akan mengancam kepada tidak

stabilnya ketahanan pangan di Sumatera Utara.

Diperkirakan minyak kelapa sawit akan menjadi komoditas yang paling

(27)

di Indonesia memang, tergantung dari perundang-undangan pemerintah pusat

di Jakarta. Tetapi, status otonomi daerah dan aspek ketahanan pangan (padi)

setidaknya dapat dijadikan dasar argumentasi untuk menahan laju ekspansi perluasan

lahan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.

Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pusat dan Daerah, maka sudah merupakan tanggung jawab

Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu untuk mengembangkan sektor-sektor

perekonomian yang mempunyai kontribusi dalam pembentukan struktur

perekonomian. Di Kabupaten Labuhanbatu sektor-sektor tersebut antara lain yaitu:

perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, industri dan

perdagangan. Sektor yang paling dominan mewarnai karakteristik perekonomian

Kabupaten Labuhanbatu yaitu perkebunan.

Kondisi umum masyarakat Kabupaten Labuhanbatu relatif sama di mana mata

pencaharian penduduknya sebagian besar adalah sebagai petani tanaman padi. Namun

beberapa tahun terakhir akibat terjadi konversi lahan berubah menjadi petani kebun

kelapa sawit.

Alih fungsi lahan juga mengakibatkan kerugian ekologis bagi sawah

di sekitarnya, antara lain hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air

limpasan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah

(28)

tani, penggilingan padi, dan sektor-sektor lainnya. Pertanian tanaman padi merupakan

komoditas yang paling banyak menyediakan lapangan kerja dalam sektor pertanian.

Di Kabupaten Labuhanbatu pada kurun waktu lima tahun terakhir terjadi

penurunan luas lahan pertanian padi dibandingkan dengan luas lahan perkebunan

kelapa sawit rakyat yang mengalami peningkatan. Data perubahan luas lahan dan

hasil produksi padi dan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.3 di bawah ini:

Tabel 1.3. Perkembangan Luas Lahan, Produksi Padi dan Kelapa Sawit Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2003-2007

Sumber: LAKIP Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2008 (diolah)

Gambar 1.1. Perkembangan Luas Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007

No Tahun Luas Padi (Ha)

Produksi Padi (Ton)

Luas Kelapa Sawit (Ha)

(29)

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

7.000.000

8.000.000

Gambar 1.2. Perkembangan Produksi Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007

Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 di atas dapat terlihat peningkatan luas lahan dan

produksi tanaman kelapa sawit yang akan terus meningkat pada tahun-tahun

mendatang.

Indikasi bahwa kesenjangan rata-rata laju pertumbuhan luas lahan tanaman

padi dengan luas lahan tanaman kelapa sawit disebabkan oleh alih fungsi lahan dari

tanaman padi, karena menanam kelapa sawit lebih menguntungkan dari pada

menanam padi.

Saat sekarang ini tanaman kelapa sawit merupakan tanaman andalan

di Kabupaten Labuhanbatu yang memberikan pendapatan masyarakat yang lebih baik

dan terjamin dibandingkan dengan tanaman pertanian lain seperti padi, karet dan

kopi. Oleh karena itu, setiap tahun terjadi alih fungsi lahan pertanian tersebut menjadi

kelapa sawit, khususnya di kalangan petani. Selain alih fungsi lahan, juga terjadi

(30)

usaha tani tersebut menyebabkan penggunaan modal dalam sistem pertanian semakin

intensif, karena dalam perkebunan kelapa sawit aktivitas kegiatan lebih tinggi

dibandingkan dengan padi.

Melihat potensi dan fenomena yang ada ini, maka penulis tertarik untuk

meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi menjadi

tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu pada saat kondisi sebelum

pemekaran.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah-masalah yang timbul dalam mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi menjadi

tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu adalah sebagai berikut:

1. Apakah pendapatan petani kelapa sawit berpengaruh terhadap alih fungsi lahan

tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

2. Apakah modal kerja petani kelapa sawit berpengaruh terhadap alih fungsi lahan

tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

3. Apakah total produksi petani kelapa sawit berpengaruh terhadap alih fungsi lahan

tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

4. Apakah jumlah tenaga kerja petani kelapa sawit berpengaruh terhadap alih fungsi

(31)

1.3. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan petani kelapa sawit terhadap alih

fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten

Labuhanbatu?

2. Untuk menganalisis pengaruh modal kerja petani kelapa sawit terhadap alih

fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten

Labuhanbatu?

3. Untuk menganalisis pengaruh total produksi petani kelapa sawit terhadap alih

fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten

Labuhanbatu?

4. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja petani kelapa sawit terhadap

alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten

Labuhanbatu?

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman

(32)

2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu dalam

mengambil keputusan mengenai Rencana Pengembangan Sektor Perkebunan

Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

3. Bagi penulis untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi menjadi

tanaman kelapa sawit, serta berguna sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Produksi

Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan)

dipergunakan untuk menghasilkan produk (keluaran). Menurut Joesron dan Fathorrozi

(2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan

memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih lanjut Putong (2002) mengatakan

produksi atau memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatau

barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih

spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input

untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum.

Produksi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan

manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari beberapa

macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari beberapa

faedah tersebut di atas. Dengan demikian produksi tidak terbatas pada pembuatan, tetapi

sampai pada distribusi. Namun komoditi bukan hanya dalam bentuk output barang, tetapi

juga jasa. Menurut Salvatore (2001) produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai

input atau sumber daya menjadi output beberapa barang atau jasa.

Hubungan antara Produksi Total (TP), produksi rata-rata (AP) dan Produk Marjinal

(MP) dalam jangka pendek untuk satu input (input lain dianggap konstan) dapat dilihat pada

(34)

Gambar 2.1 di atas memperlihatkan bahwa antara titik A dan C adalah

pertambahan produksi. Titik C adalah total produksi mencapai maksimum artinya

5

(35)

tambahan input tidak lagi menyebabkan tambahan output atau produksi yang semakin

berkurang (law of diminishing marginal productivity) marjinal (MP) adalah nol (C1).

Sedangkan produksi rata-rata (AP) mencapai maksimum adalah pada saat elastisitas

sama dengan 1 dan AP berpotongan dengan MP artinya rata-rata sama dengan

tambahan output akibat tambahan 1 unit input produksi, dengan asumsi faktor

produksi lain dianggap konstan.

Dalam menggambarkan fungsi produksi dalam dua dimensi dapat

menggunakan kurva isokuan. Fungsi produksi menggambarkan kombinasi

penggunaan input dan teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan

teknologi tertentu hubungan antara input dan output tercermin pada funsgi

produksinya. Suatu fungsi produksi menggambarkan kombinasi input yang dipakai

dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama

dapat digambarkan dengan kurva isokuan (isoquant), yaitu kurva yang

menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi yang menghasilkan produksi

yang sama.

Isoquant hanya menjelaskan keinginan perusahaan berdasarkan fungsi

produksi yang ditentukan, dan tidak menjelaskan apa yang dapat diperbuat oleh

perusahaan. Untuk memahami ini kita harus memasukkan faktor biaya kedalam

gambar yaitu garis isocost, yang menggambarkan kombinasi biaya berbagai input

dengan input konstan dan biaya itu yang tersedia. Apabila dua input yang digunakan

dalam proses produksi menjadi variabel yang sering digunakan adalah pendekatan

(36)

dipakai dalam proses produksi yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang

sama. Jumlah produksi digambarkan oleh pergeseran kurva isoquant, jika suatu

perusahaan memutuskan untuk menambah produksinya maka kurva isoquant akan

bergeser ke kanan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

Modal (K)

Gambar 2.2. Kurva Isoquant

Gambar 2.2 mengilustrasikan bahwa ada beberapa proses produksi sehingga

kurva isoquant contineu, dan sebenarnya yang ingin dituju oleh setiap perusahaan

adalah Titik T, namun untuk mencapai titik tersebut sangat sulit terlaksana dan tidak

akan tercapai, karena titik T menggambarkan penggunaan input yang demikian

banyak sehingga menciptakan output yang tak terhingga.

0

B A

Q0

Tenaga Kerja (L) KB

KA

TB

TA

Q1

(37)

2.2. Hubungan Antara Faktor-faktor Produksi

Fungsi produksi menghubungkan input dengan output dan menentukan

tingkat output optimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu, atau

sebaliknya, jumlah input minimum yang diperlukan untuk memproduksikan tingkat

output tertentu. Fungsi produksi ditentukan oleh tingkat teknologi yang digunakan

dalam proses produksi. Karena itu hubungan output input untuk suatu sistem produksi

merupakan suatu fungsi dari tingkat teknologi pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan

baku dan lain-lain yang digunakan dalam suatu perusahaan (Arsyad, 2003).

Menurut Samuelson (2002) fungsi produksi adalah kaitan antara jumlah

output maksimum yang bisa dilakukan masing-masing dan tiap perangkat input

(faktor produksi). Fungsi ini tetap untuk tiap tingkatan teknologi yang digunakan.

Fungsi produksi ditetapkan oleh teknologi yang tersedia, yaitu hubungan masukan/

keluaran untuk setiap sistem produksi adalah fungsi dari karakteristik teknologi

pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan dan sebagainya yang dipergunakan perusahaan.

Setiap perbaikan teknologi, seperti penambahan satu komputer pengendalian proses

yang memungkinkan suatu perusahaan pabrikan untuk menghasilkan sejumlah

keluaran tertentu dengan jumlah bahan mentah, energi dan tenaga kerja yang lebih

sedikit, atau program pelatihan yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja,

menghasilkan sebuah fungsi produksi yang baru.

Pyndick (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses

produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini

(38)

masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai

berikut:

Q = f {K, L} ………...……….(2.2.1)

Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni

modal dan tenaga kerja.

Cobb-Douglas mengatakan salah satu fungsi produksi yang paling sering

digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil

produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour).

Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau

jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana

fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = ALá Kâ ………...………..(2.2.2)

Di mana Q adalah output dari L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan

barang modal. A, á (alpha) dan â (beta) adalah parameter-parameter positif yang

dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi

semakin maju. Parameter á mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan

satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter â,

mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L

dipertahankan konstan. Jadi, á dan â masing-masing merupakan elastisitas output

dari modal dan tenaga kerja. Jika á + â = 1, maka terdapat tambahan hasil yang

(39)

atas skala produksi dan jika á + â < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang

menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore, 2006).

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat

dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan

hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan

tingkat pendapatan suatu usaha produksi. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta

modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi perkebunan kelapa

sawit dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang

mungkin diperoleh.

2.3. Pengaruh Faktor Produksi Tanah Pertanian

Dalam suatu proses produksi sangat perlu diperhatikan faktor-faktor produksi

yang ada, tanpa salah satu dari ketiga faktor produksi tersebut proses produksi tidak

dapat berjalan. Selain itu pengaruh suatu manajemen yang baik dapat mendukung

proses produksi tersebut. Petani tradisonal sekalipun sebenarnya juga butuh

manajemen dalam menjalankan usaha taninya, tetapi tidak dalam yang betul-betul

dengan administrasi yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan,

pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana (Daniel, 2002).

Pengusaha pertanian selalu didasarkan atau dikembangkan pada luasan lahan

pertanian tertentu, meskipun akhir-akhir ini dijumpai pula pengusaha pertanian yang

tidak semata-mata dikembangkan pada luasan lahan tertentu pada sumber daya

(40)

Pentingnya faktor produksi tanah bukan saja dilihat dari segi luas dan

sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam

penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan tofografi (tanah

dataran pantai, dataran rendah dan dataran tinggi), pemilikan tanah, nilai tanah,

fragmentasi tanah dan konsolidasi tanah (Soekartawi, 1993).

Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya, seperti air,

udara, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Semua secara bersama-sama

menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau sebaliknya jenis tanaman

tertentu untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tentunya

menghendaki jenis tanah tertentu, air dengan pengaliran tertentu, suhu udara dan

kelembaban.

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha ini

pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.

Seringkali dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan

semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit,

upaya pengusahaan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan

tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga usaha

pertanian seperti ini sering lebih efisien. Meskipun demikian, luas lahan yang terlalu

kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien pula (Soekartawi, 1993).

Kesuburan lahan pertanian juga menentukan produktivitas tanaman. Lahan

(41)

struktur dan tekstur tanah. Struktur tanah dan tekstur tanah ini pada akhirnya juga

menentukan macam tanah. Misalnya tanah liat, grumosol, alluvial dan sebagainya.

Struktur tanah pertanian dan pola pemilikan tanah perlu diaplikasikan pada

sasaran ganda, peningkatan produksi pangan dan penyebaran distribusi keuntungan

dan kemajuan di bidang agraria (Todaro, 2000).

2.4. Faktor Modal Pertanian

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia

pertanian, maka semakin beragam pula orang dalam mendefinisikan atau memberikan

pengertian terhadap modal yang kadang kala satu sama lain bertentangan tergantung

dari sudut mana meninjaunya.

Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk mengelola dan membiayai

kegiatan pertanian setiap bulan/setiap hari. Di mana di dalamnya terdapat ongkos

untuk pembelian sumber-sumber produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu

output tertentu/opportunity cost dan untuk menggunakan input yang tersedia.

Kemudian di dalam ongkos juga terdapat hasil atau pendapatan bagi pemilik modal

yang besarnya sama dengan seandainya petani menanamkan modalnya di dalam

sektor ekonomi lainnya dan pendapatan untuk tenaga kerja sendiri.

Struktur modal merupakan salah satu kebutuhan yang kompleks karena

berhubungan dengan keputusan pengeluaran keuangan lainnya. Untuk mencapai

(42)

harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan

resiko, hasil atau pengembalian dan nilai perusahaan.

Untuk menciptakan struktur modal yang optimal, pengalokasian modal yang

tepat antara modal sendiri dan modal dari luar sangat penting untuk memaksimalkan

penggunaan modal perusahaan. Pengeluaran biaya modal yang minimum dan struktur

keuangan yang maksimum merupakan struktur modal yang optimal.

Menurut Von Bohm Bawerk (dalam Daniel, 2002), arti modal atau kapital

adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat yang disebut

dengan kekayaan masyarakat. Sebagian kekayaan itu digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi barang-barang

baru dan inilah yang disebut modal masyarakat.

Sedangkan menurut Manurung (2007) dalam membangun sebuah bisnis

dibutuhkan sebuah dana atau dikenal dengan modal. Bisnis yang dibangun tidak akan

berkembang tanpa didukung dengan modal. Sehingga modal dapat dikatakan jadi

jantungnya bisnis yang dibangun tersebut. Biasanya modal dengan dana sendiri

memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan oleh pembisnis yang

bersangkutan.

Modal juga akan digunakan sebagai biaya dalam pembelian suatu sumber-

sumber produksi yang dikatakan sebagai biaya usaha. Biaya usaha ini biasanya

diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap

(43)

adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh barang yang dijual, contohnya

biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan

biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Manurung, 2006).

Menurut Keynesian (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan pentingnya faktor

penentu investasi adalah kecenderungan marginal dari modal. Terdapat hubungan

terbalik antara investasi dan kecenderungan marginal dari modal. Bila investasi

meningkat kecenderungan marginal modal turun dan bila investasi berkurang,

kecenderungan marginal modal naik. Akan tetapi hubungan ini tidak dapat diterapkan

di negara terbelakang. Dalam perekonomian seperti itu investasi berada pada tingkat

yang rendah dan kecenderungan marginal modal juga rendah. Hal yang paradoks ini

disebabkan oleh kurangnya modal dan sumber lainnya, kecilnya pasar, rendahnya

pendapatan, rendahnya permintaan, tingginya harga, terbelakangnya pasar uang dan

modal, ketidakmenentuan, dan lain sebagainya. Seluruh faktor ini membuat

kecenderungan marginal modal (harapan laba) dan investasi pada tingkat yang

rendah.

Untuk memperjelas hal tersebut, Keynesian mengangkat sebuah contoh yaitu;

misalkan 10.000 pekerja penganggur itu di gunakan pada 100 pabrik (kebalikan dari

100 pekerja dalam 1 pabrik) yang memproduksi bermacam-macam barang konsumsi

dan para pekerja membelanjakan gaji mereka untuk membeli barang-barang tersebut.

Produsen-produsen baru itu akan saling menjadi langganan satu sama lain dan ini

menciptakan bagi barang-barang mereka. Saling melengkapi dalam permintaan

(44)

investasi. Dengan kata lain, syarat mutlak minimal pada permintaan inilah yang

memerlukan adanya suatu jumlah minimum investasi dalam industri yang berkaitan

untuk mengatasi kecilnya pasar dan rendahnya dorongan berinvestasi di negara

terbelakang.

Selain itu Rosenstein (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan tentang suatu

jumlah minimum investasi membutuhkan suatu jumlah tertentu tabungan. Jumlah

tabungan ini tidak mudah dicapai oleh negara terbelakang yang miskin karena sangat

rendahnya tingkat pendapatan. Untuk mengatasi hal ini, maka ketika pendapatan

meningkat sebagai peningkatan investasi, tingkat tabungan marginal diusahakan agar

lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan. Tapi tidak ada satu negarapun yang

pernah mempunyai tabungan marginal yang lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata

tabungan sebelumnya.

2.4.1. Pembentukan Modal

Modal dapat diciptakan dari beberapa sumber, pada umumnya modal

terbentuk karena suatu proses produksi, penabungan dari produksi, serta pemakaian

benda tabungan untuk produksi selanjutnya. Dalam kenyataannya sering ditemukan

pembentukan modal dilakukan dengan cara menggali potensi kekayaan, baik berupa

uang mupun barang yang dimiliki oleh petani yang bersangkutan (Soekartawi, 1993).

Secara makro pembentukan modal oleh petani dapat dilakukan dengan cara

memperbesar simpanan. Bentuk simpanan dapat beragam, mulai dari bentuk

(45)

dalam bentuk tabungan atau deposito. Bagi petani di pedesaan pembentukan modal

sering dilakukan dengan cara menabung, yaitu menyisihkan sebagian pendapatannya

untuk ditabung (Soekartawi, 1993).

Dalam pertanian dikenal ada modal fisik dan modal manusiawi (Daniel,

2002). Modal fisik atau modal material yaitu berupa alat-alat pertanian, bibit, pupuk,

ternak dan lainnya. Sedangkan modal manusiawi adalah biaya yang dikeluarkan

untuk pendidikan, latihan kesehatan dan lainnya. Modal manusiawi tidak memberikan

pengaruh secara langsung, dampaknya akan kelihatan di masa datang dengan

meningkatnya kualitas dan produktivitas sumber daya manusia pengelolanya.

2.4.2. Modal dari Kredit

Kredit merupakan suatu alat atau cara untuk menciptakan modal,

kenyataannya memang terjadi dilapangan bahwa tidak semua petani dapat memenuhi

modalnya dari kekayaan yang dimilikinya, karena itu petani memerlukan kredit untuk

mendapatkan modal yang mereka inginkan. Secara ekonomi dapat dikatakan modal

pertanian berasal dari milik sendiri (equity capital) dan pinjaman dari pihak lainnya

(pihak ketiga). Modal yang merupakan pinjaman dari pihak lainnya ini lazim disebut

sebagai utang atau kredit (Mubyarto, 2002).

Kredit adalah suatu transaksi antara dua belah pihak, pihak pertama disebut

sebagai kreditor dan pihak kedua disebut sebagai debitor. Dengan perjanjian bahwa

pihak pengutang akan membayar kembali utang tersebut pada waktu yang telah

(46)

Jika dilihat dari segi penggunaannya kredit bisa dibagi atas beberapa macam,

contohnya kredit investasi, kredit modal kerja, kredit usaha (untuk biaya operasional

usaha). Dalam usaha pertanian dikenal beberapa macam kredit yang pernah

diluncurkan pemerintah dengan tujuan membangun pengadaan modal petani agar

upaya peningkatan produksi dapat dicapai (Daniel, 2002).

2.5. Faktor Tenaga Kerja Pertanian

Dalam suatu kegiatan pertanian apapun peran tenaga kerja sangat di perlukan

sebagai suatu alat penggerak dari suatu lahan pertanian. Banyaknya tenaga kerja yang

dibutuhkan harus disesuaikan dengan pendapatan dari lahan pertanian tersebut,

semakin tinggi hasil pertanian yang dihasilkan maka akan semakin besar tenaga kerja

yang dibutuhkan dengan demikian maka cukup efektif pemakaian tenaga kerja

tersebut.

Yang dimaksud dengan angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang

bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang

mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja

adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk

memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh. Tenaga

kerja ini adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai 64 tahun (Suryana, 2000).

Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat besar terhadap

(47)

merupakan suatu sumber daya manusia (human resources) yang berperan dalam

kegiatan pembangunan masyarakat.

Hasil pertanian akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang

dibutuhkan dan pula membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian

(terampil). Biasanya petani kecil akan membutuhkan tenaga kerja yang sedikit, dan

sebaliknya petani besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dan mempunyai

keahlian.

Dengan berkembangnya usaha pertanian tersebut sehingga petani akan

membutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayar sebagai tenaga

kerja upahan. Tenaga kerja upahan ini biasanya terdapat pada usaha pertanian yang

berskala luas, rutin dan memiliki administrasi dan manajemen yang tertib dan

terencana. Tetapi dewasa ini terjadi lagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja

upahan tidak lagi hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas, tetapi sudah meluas

pada usaha tani kecil skala keluarga. Perkembangan ini terjadi karena terjadinya

perubahan struktural, yaitu transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian

di pedesaan ke sektor industri di perkotaan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi

yang cukup pesat yang diawali dengan pertumbuhan industri (Daniel, 2002).

Dalam analisa ketenagakerjaan sering dikaitkan dengan tahapan pekerjaan

dalam perusahaan, hal seperti ini sangat penting untuk melihat alokasi sebaran

pengguna tenaga kerja selama proses produksi sehingga dengan demikian kelebihan

(48)

Di negara-negara yang sudah maju, kemajuan tenaga kerja diukur dengan

tingginya produktivitas tenaga kerja, semua diarahkan untuk meningkatkan

produktivitas. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling terbatas

jumlahnya, dalam keadaan ini mesin-mesin penghemat tenaga kerja dapat

meningkatkan produktivitas output yang dihasilkan (Mubyarto, 2002).

Penggunaan tenga kerja sebagai variabel dalam proses produksi lebih

ditentukan oleh pasar tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah tenaga kerja

serta harga outputnya. Pengusaha cenderung menambah tenaga kerja selama produk

marginal (nilai tambah output yang diakibatkan oleh bertambahnya 1 unit tenaga

kerja) lebih tinggi dari pada cost yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja.

Suryana (2000), mengatakan bahwa penduduk dapat berperan sebagai sumber

tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan, dan tenaga usahawan yang diperlukan

untuk memimpin dan menciptakan kegiatan pembangunan ekonomi. Dengan

demikian penduduk bukan merupakan salah satu faktor produksi saja, tetapi juga

yang paling penting merupakan sumber daya yang menciptakan dan mengembangkan

teknologi serta yang mengorganisir penggunaan berbagai faktor produksi.

2.6. Konsep Pendapatan

Suatu kegiatan perekonomian yang bergerak dalam sektor apapun dalam

penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan

(49)

tujuan penting dalam berusaha. Menurut Winardi (1997), pendapatan adalah seluruh

uang atau hasil material lainnya yang diterima seseorang atau rumah tangga selama

jangka waktu tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi.

Mankiw (2007) mengatakan bahwa apabila seluruh perusahaan dalam

perekonomian adalah kompetitif dan memaksimalkan laba, maka setiap faktor

produksi dibayar berdasarkan kontribusi marjinalnya pada proses produksi. Upah riil

yang dibayar kepada setiap pekerja sama dengan produk marjinal tenaga kerja

(marginal product of labor, MPL) dan harga sewa riil yang dibayar kepada setiap

pemilik modal sama dengan produk marjinal modal (marginal product of capital,

MPK). Karena itu upah riil total yang dibayar kepada tenaga kerja adalah MPL x L.

Pendapatan yang tersisa setelah perusahaan membayar faktor-faktor produksi

adalah laba ekonomis (economic profit) dari para pemilik perusahaan. Laba ekonomis

riil adalah:

Laba Ekonomis = Y – (MPL x L ) – (MPK x K) ………..(2.3.1)

Karena kita ingin menghitung distribusi pendapatan nasional, kita ubah persamaan

di atas menjadi:

Y = (MPL x L) + (MPK x K) + Laba Ekonomis ………...(2.3.2)

Pendapatan total dibagi diantara pengembalian kepada tenaga kerja, pengembalian

kepada modal, dan laba ekonomis.

Maka dapat diketahui laba ekonomis bahwa jika fungsi produksi memiliki

sifat skala hasil konstan, yang kerap terjadi, maka laba ekonomis harus sama dengan

(50)

ini mengikuti hasil matematis yang dikenal dengan Teorema Euler (dalam Mankiw,

2007), yang menyatakan bahwa jika fungsi produksi memiliki skala hasil konstan,

maka:

F (K,L) = (MPK x K) + (MPL x L) ………...(2.3.3)

Jika setiap faktor produksi dibayar pada produk marjinalnya, maka jumlah

pembayaran faktor ini sama dengan output total. Dengan kata lain skala hasil konstan,

maksimasi laba, dan persaingan sama-sama mengimplikasikan bahwa laba ekonomis

adalah nol. Namun demikian dalam dunia nyata, sebagian perusahaan memiliki

modal sendiri, dan bukan menyewa modal yang mereka gunakan. Karena pemilik

perusahaan dan pemilik modal adalah sama, laba ekonomis dan pengembalian modal

(return to capital) seringkali disatukan. Jika dapat kita sebut sebagai laba akuntansi

maka dapat dibuat persamaan:

Laba akuntansi = laba ekonomis + (MPK x K) ………...(2.3.4)

Jika asumsi ini mendekati dunia nyata maka laba dalam pos pendapatan ini

seharusnya menjadi pengembalian modal.

Pendapatan total rumah tangga petani adalah penjumlahan antara pendapatan

dari usaha tani, pendapatan non usaha tani, pendapatan dari bekerja di rumah tangga,

pendapatan bukan hasil bekerja serta pendapatan yang diperoleh dengan meminjam

(kredit). Pendapatan yang siap dibelanjakan adalah pendapatan total dikurangi pajak.

Pendapatan yang siap dibelanjakan akan dialokasikan untuk memperoleh kepuasan

(51)

2.7. Alih Fungsi Lahan Pertanian

Pengertian alih fungsi tanaman secara umum berarti adanya perubahan,

pengubahan, penukaran penggunaan lahan, Wahyunto, dkk (2001) mengatakan

perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari.

Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk

memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dan kedua

berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Para

ahli berpendapat bahwa perubahan-perubahan lahan lebih disebabkan oleh adanya

kebutuhan dan keinginan manusia.

Lahan merupakan suatu daerah yang ada di permukaan bumi yang memiliki

sifat-sifat tertentu seperti geologi, atmosfer, hidrologi, vegetasi dan penggunaan

lahan. Lahan merupakan kenampakan geografi yang perlu dikaji dan salah satu

kegiatan pengkajiannya adalah dengan cara mengadakan observasi terhadap

pemanfaatannya serta pengaruhnya bagi kehidupan manusia.

Faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan dapat juga

disebabkan oleh pengaruh politik, ekonomi, demografi dan budaya. Selanjutnya

pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor

penyebab perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan

akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya

perubahan penggunaan lahan. Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi

(52)

transformasi struktural yang terjadi di wilayah tersebut, baik yang berkaitan dengan

transformasi ekonomi, ketenagakerjaan, demografi, sosial dan budaya masyarakat.

Keanekaragaman dalam kegiatan perekonomian di daerah merupakan sumber

kekuatan dalam menghadapi fluktuasi ekonomi. Kalau ekonomi daerah tergantung

kepada satu komoditi saja, penduduknya akan menderita lebih banyak kalau

permintaan akan penghasilan itu hilang. Sebaliknya daerah yang sumber

penghasilannya luas dapat dianggap sehat dan lebih kuat ekonominya.

Jika dilihat dalam skala yang lebih kecil yaitu rumah tangga, dapat dikatakan

bahwa apabila rumah tangga yang tidak mengandalkan pendapatan dari satu sumber

saja, maka kondisi ekonominya akan lebih sehat dan kuat dalam menghadapi

fluktuasi ekonomi.

Perubahan kegiatan pemanfaatan lahan yang terjadi pada populasi penelitian

yaitu dari lahan tanaman padi ke perkebunan kelapa sawit merupakan suatu aktivitas

masyarakat petani dalam rangka peningkatan taraf hidup. Sejalan dengan semakin

berkembangnya aktivitas yang dilakukan, maka akan memberikan pengaruh yang

semakin kompleks terhadap kondisi ekonomi masyarakat di daerah tersebut.

Dari segi ekonomi lahan adalah merupakan suatu faktor produksi penting

yang diberikan oleh alam. Sebagai faktor produksi, maka lahan tersebut sangat

memegang peranan penting dalam kegiatan usaha tani. Selanjutnya manusia dalam

usaha dan upaya mempertahankan kehidupannya ini tidak lagi semata tergantung

(53)

semaksimal mungkin untuk kesejahteraan hidupnya. Aktivitas manusia untuk

mempertahankan hidupnya beraneka ragam sesuai dengan kemampuan dan potensi

tata geografisnya.

Dijelaskan pula bahwa lahan sebagai sumber alam yang penting dalam

pemanfaatannya harus memperhatikan unsur pengawetan, kesesuaian, kemampuan

serta bentuk penggunaannya, agar tidak mengakibatkan kerusakan dan kerugian bagi

mausia itu sendiri.

Pola pemanfaatan lahan pada hakikatnya adalah hasil perpaduan antara faktor

sejarah, faktor fisik, faktor sosial budaya dan ekonomi. Pola pemanfaatan lahan

di suatu wilayah mencerminkan pada orientasi kehidupan masyarakat di wilayah

tersebut, seperti tingkat kehidupan sosial dan ekonomi, budaya dan teknologi. Jumlah

penduduk dan perubahan, penyebaran dan bidang nafkah adalah sesuatu yang

merupakan faktor penentu di dalam pola maupun orientasi pemanfaatan lahan.

Sifat perubahan pemanfaatan lahan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu

bersifat musiman dan permanen. Perubahan pemanfaatan lahan musiman biasanya

terjadi pada lahan pertanian tanaman pangan yang juga disebut rotasi tanaman.

Sebagai contoh lahan sawah pada musim penghujan digunakan untuk tanaman padi

sawah dan pada musim kemarau untuk tanaman palawija. Perubahan pemanfaatan

lahan musiman ini tidak hanya karena faktor musim saja, tetapi kehendak manusia

juga akan menentukan perubahan pemanfaatan lahan. Sedangkan perubahan

pemanfaatan lahan yang bersifat permanen yaitu perubahan pemanfaatan lahan dalam

(54)

disebabkan karena faktor perubahan alam, atau karena faktor kehendak manusianya

sendiri. Seperti pemanfaatan daerah pesisir pantai sebagai hutan bakau, hal ini

merupakan faktor perubahan alam yang didukung kehendak manusia dengan tujuan

sebagai pengaman daerah pantai dari intrusi air laut dan abrasi pantai.

I’adjarajani (2001) menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian

diakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani tersebut, yang

diidentifikasikan dari adanya:

a. Perubahan jenis mata pencaharian pokok di bidang pertanian.

b. Penurunan konsumsi kebutuhan pokok sehari-hari keluarga.

c. Penurunan kemampuan pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga.

d. Penurunan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal keluarga.

e. Penurunan kemampuan pengembangan pendidikan keluarga.

f. Penurunan kemampuan mobilitas.

Alih fungsi lahan mengakibatkan sebagian besar rumah tangga petani

mengalami perubahan kondisi ekonomi rumah tangga. Alih fungsi lahan pertanian

sebagai akibat dari kondisi ekonomi rumah tangga petani, dapat diidentifikasikan dari

adanya:

a. Penurunan pendapatan per bulan.

b. Penurunan kemampuan investasi.

c. Penurunan kemampuan modal usaha.

(55)

f. Penurunan akses ke lembaga keuangan.

Dengan menurunnya kemampuan pendapatan petani maka petani pada

umumnya melakukan alih fungsi lahan untuk meningkatkan kemampuan pendapatan

keluarga.

Pemanfaatan waktu yang ada memungkinkan petani untuk memperoleh

pendapatan di luar usaha tani yang ditekuninya dan menambah penghasilan

pendapatan petani, sehingga keinginan petani untuk menabung semakin tinggi.

Biasanya pendapatan yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan untuk menabung,

karena semakin baik tingkat pendapatan rumah tangga petani, maka semakin besar

pengeluaran untuk konsumsi non pangan dibandingkan pengeluaran konsumsi

pangan.

Menurut Adi (2002), alasan petani lebih memilih sub sektor perkebunan

adalah karena komoditi-komoditi perkebunan dapat diekspor dan memiliki nilai

komersial yang besar. Hal ini mempengaruhi minat petani untuk bertanam padi

sawah, dengan kondisi pendapatan yang lebih jauh.

2.8. Konsep Tanaman Kelapa Sawit

Sejarah kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari

Mauritius dan Amsterdam yang kemudian ditanam di kebun Raya Bogor. Perintis

budidaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh Adrien Hallet

(56)

budidaya perkebunan kelapa sawit ini hingga mulai berkembang di Indonesia.

Di Sumatera perkebunan kelapa sawit ini mulai berkembang berlokasi di bagian

Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh hingga luas areal perkebunan mencapai

5.123 Ha. Tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis (daerah

khatulistiwa).

Tanaman kelapa sawit mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan

tanaman lainnya (penghasil minyak nabati). Keunggulan tersebut dapat dilihat dari

segi produktivitas minyak kelapa sawit tersebut sehingga harga produksi menjadi

lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (hingga 25 tahun) juga

akan mempengaruhi ringannya biaya produksi yang akan dikeluarkan petani. Dari

segi hama dan penyakit tanaman kelapa sawit termasuk tanaman yang tahan terhadap

hama dan penyakit jika dibandingkan dengan tanaman lainnya. Selain itu jika dilihat

dari kebutuhan konsumsi orang terhadap minyak kelapa sawit hingga mencapai rata-

rata 25 kg/tahun.

Sampai saat ini tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sub sektor

penyumbang devisa non migas yang terbesar karena minyak sawit dan inti sawitnya

telah di ekspor ke luar negeri sehingga saat sekarang tanaman kelapa sawit

merupakan primadona bagi masyarakat Indonesia. Dengan begitu baiknya prospek

kelapa sawit tersebut telah mendorong pemerintah untuk memacu pengembangan

Gambar

Tabel 1.2. Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara
Tabel 1.3. Perkembangan Luas Lahan, Produksi Padi dan Kelapa Sawit Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2003-2007
Gambar 1.2. Perkembangan Produksi Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 1.000.000 2003-2007
Gambar 2.1 di atas memperlihatkan bahwa antara titik A dan C adalah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengukuran kandungan nitrat dan fosfat ketiga stasiun pengamatan dimuara sungai Salo’ Tellue menunjukan kisaran yang layak untuk budidaya rumput laut.Ditinjau

Berdasarkan uraian pembahasan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perbaikan proses pembelajaran melalui penerapan Quick on the Draw dalam

Badan Pemberdayan Masyarakat Desa Kabupaten Boyolali yang dibentuk menurut Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 16 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata

pekerja.Postur kerja tidak alamiah misalnya postur kerja yang selalu berdiri, jongkok, dan membungkuk, dalam waktu lama yang menyebabkan ketidaknyamanan dan

oleh dua faktor penting, yakni; Pertama, dikarenakan bank syariah memang tidak melaksanakan aktivitas sosial yang sebenarnya mereka mampu untuk.

Hasil penelitian tentang hubungan status pekerja- an usia lanjut dengan kemampuan keluarga merawat usia lanjut di rumah. Usia lanjut yang bekerja 37 orang, sejumlah

Bagan alir penggunaan energi pada proses pembuatan minyak nyamplung metode industri Pengukusan Tenaga Manusia Bahan bakar (cangkang) Pengupasan Pengeringan Pengempaan

Dengan pemahaman yang sudah didapatkan oleh murid tentang tasamuh selanjutnya murid sendiri yang harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi